You are on page 1of 2

CF PADA PEMBANGKIT

CF PADA PEMBANGKIT
Akhir-akhir ini ramai di media massa kabar-kabari tentang Lease Back ataupun Buy Back untuk pembangkit2 fast
track untuk program PPDE tahap I. saya tidak akan membahas tentang itu karena hal itu diluar kemampuan,
pengetahun dan kapabilitas saya. Cuma terdengar suing2 dari beberapa teman bahwa faktor CF merupakan salah satu
perhatian terkait pengoperasian pembangkit2 tersebut.

Banyak temen2 yang bertanya dan bertanya-tanya mungkin dalam hati terkait hal itu mengapa menggunakan CF, kok
nggak kinerja pembangkit lainnya yang diakui oleh NERC (North America Electricity Reliabiility Council ) seperti
EAF atau EFOR. Beberapa teman juga bertanya kok CF bukan EAF atau EFOR. Trus apakah CF itu?? saya akan
sedikit membahasan CF ini seingat dan semengerti saya dengan ilmu yang sedikit ini tentang DKIKP, dan apabila ada
yang lebih mengerti seperti temen2 dari P3B bisa saling berbagi.

CF atau Capacity Factor merupakan perbandingan antara jumlah produksi listrik pada periode operasi tertentu terhapat
kemampuan produksi sesuai daya mampu. Bingung ya baca penjelasannya. Mungkin bahasa mudahnya itu begini.
Suatu pembangkit punya kapasitas DMN 100 MW beroperasi pada periode tertentu ( 1 tahun ) itu 100 MW terus,
maka itu CF-nya itu 100%. Jadi CF itu perbandingan realisasi produksi pada periode tertentu terhadap kemampuan
produksi maksimal suatu pembangkit pada periode tersebut.

Trus kenapa kok CF untuk mengukur kinerja pembangkit itu?? sebelumnya saya jelaskan bahwa EAF itu menghitung
kesiapan pembangkit dalam hal ini ketika pembangkit itu operasi atau stand by termasuk didalamnya ( enak tho klo
pembangkit stand by terus EAF akan 100 % ), klo EFOR menghitung gangguan pembangkit jadi klo gangguan terus
otomatis EFOR-nya tinggi. Adapun klo CF menghitung kemampuanoperasi pembangkit. Lho kan kenapa pake CF
satu jawaban sudah dketahui.
Perlu juga diketahui bahwasannya ketika membangun sebuah pembangkit itu pastilah membutuhkan uang yang tidak
sedikit, guide lan uakeh duite. Maka dari itu pasti sudah dilakukan perhitungan berapa sih produksi minimal agar BEP-
nya ( Break Event Point ) tercapai dengan memperhitungkan Pay Back Periode-nya. Sehingga dari biaya yang
dikeluarkan akan didapat berapa minimal produksi dalam periode tertentu ( ex. pertahun ) agar BEP itu terpenuhi,
ditambah biaya operasional, pemeliharaan rutin dan biaya lainnya. Maka untuk itu CF-lah yang berperan karena CF
mengukur berapa kemampuan operasi ( produksi ) pada satu periode ( ex. 1 tahun ). Ketemu jawaban kedua

Trus alasan ketiga yaitu bahwa CF itu dapat mewakili EAF dan EFOR. Kok bisa?? Pasti bertanya-tanya kan??
Sebagaimana penjelasan saya di atas mengenai ketiga, maka CF akan terkoneksi kedalam keduanya. Detailnya
mungkin begini :

 Apabila EFOR suatu pembangkit tinggi otomatis EAF dan CF pasti rendah.
 Apabila EAF suatu pembangkit tinggi belum tentu CF juga tinggi, dan pasti EFOR rendah
 Apabila CF pembangkit itu tinggi maka otomatis EAF juga akan tinggi dan EFOR akan rendah. Kok bisa
begini. CF mengukur kemampuan operasi, EAF kesiapan termasuk didalamnya operasi dan stand by. Jadi
ketika CF suatu pembangkit sebesar 90% otomatis EAF minimal 90% sisanya bisa berupa EFOR, RS atau
karena Load Demand, dimana CF menggambar EAF minimal untuk suatu pembangkit. Sehingga terjawab
sudah alasan berikutnya yaitu CF bisa mewakili EAF dan EFOR.
Sudah sedikit tahukan tentang CF dan kenapa alasan yang digunakan adalah CF bukan EAF padahal EAF ini
merupakan salah satu target World Class Services. Sehingga secara garis besar kenapa dipakai CF yaitu

1. CF itu digunakan untuk mengukur kemampuan operasi suatu pembangkit


2. CF bisa digunakan sebagai tolak ukur untuk pengembalian modal
3. CF bisa digunakan untuk menilai kinerja pembangkit lainnya khususnya EAF.
Mungkin sementara ini yang bisa saya berikan, matur nuwun

You might also like