You are on page 1of 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gigi tiruan jembatan adalah gigi tiruan yang mengganti satu atau lebih
gigi yang hilang, dan dilekatkan ke satu atau lebih gigi asli atau akar gigi
yang bertindak sebagai penyangga. Jembatan dapat terlepas setelah
dipasangkan beberapa lama di dalam rongga mulut. Terlepasnya jembatan
dapat disebabkan karena perubahan bentuk retainer, gigi penyangga yang
goyah, terlarutnya semen, kesalahan dalam pemilihan retainer, karies, dan
bentuk preparasi yang kurang memberikan retensi bagi retainer.
Preparasi gigi penyangga merupakan tindakan yang penting dalam
perawatan gigi tiruan jembatan. Preparasi bertujuan untuk
menghilangkan daerah gerong, memberikan tempat bagi bahan retainer
atau mahkota, memungkinkan pembentukan retainer atau mahkota sesuai
dengan bentuk anatomi gigi yang dipreparasi, membangun bentuk retensi
dan menghilangkan jaringan-jaringan yang lapuk oleh karies. Prinsip
preparasi gigi penyangga adalah mendapatkan bentuk akhir yang
menjamin retensi yang sebesar-besarnya bagi retainer. Untuk mencapai
hal tersebut dibuat dasar-dasar bentuk retensi preparasi yaitu kemiringan
dinding-dinding aksial, bentuk peparasi mengikuti bentuk anatomi gigi,
dan pengambilan jaringan gigi yang cukup untuk memberi ketebalan pada
bahan retainer. Disamping dasar-dasar bentuk retensi, ada faktor lain yang
mempengaruhi retensi preparasi, seperti bentuk dan ukuran gigi, luas
bidang permukaan preparasi, dan kekasaran permukaan preparasi.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana skema pemeriksaan kasus diatas?
2. Apa diagnosa kasus diatas?
3. Apa rencana perawatan kasus diatas?
4. Apa saja prinsip preparasi?

1
5. Bagaimana cara kerja yang dilakukan?
6. Apa saja bahan-bahan yang digunakan?
7. Apa servikal line yang digunakan?

8. Bagaimana cara menentukan warna gigi?


9. Bagaimana cara mendapatkan gigitan kerja yang benar?
10. Apa tahapan yang kita lakukan sebelum pasien dipulangkan dengan
nyaman?
11. Bagaimana cara mendapatkan cetakan akhir yang benar?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui skema pemeriksaan kasus diatas


2. Untuk mengetahui diagnosa kasus diatas
3. Untuk mengetahui rencana perawatan kasus diatas
4. Untuk mengetahui prinsip preparasi
5. Untuk mengetahui cara kerja yang dilakukan
6. Untuk mengetahui bahan-bahan yang digunakan
7. Untuk mengetahui servikal line apa yang digunakan
8. Untuk mengetahui cara menentukan warna gigi
9. Untuk mengetahui cara mendapatkan gigitan kerja yang benar
10. Untuk mengetahui tahapan yang dilakukan agar pasien pulang
dengan nyaman
11. Untuk mengetahui cara mendapatkan cetakan akhir yang benar

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gigi tiruan jembatan adalah gigi tiruan yang menggantikan kehilangan
satu atau lebih gigi-geligi asli yang dilekatkan secara permanen dengan semen
serta didukung sepenuhnya oleh satu atau beberapa gigi, akar gigi yang telah
dipersiapkan.

2.2 Tujuan Pemakaian


Kegunaan pemakaian gigi tiruan jembatan antara lain:
a. Memperbaiki penampilan
Pada pasien dengan kehilangan gigi, terutama gigi anterior, tentu saja
penampuilan haru diperhatikan.
b. Kemampuan mengunyah
Banyak pasien tidak bisa makan dengan baik karena banyaknya gigi yang
hilang.
c. Stabilitas Oklusal
Stabilitas oklusal dapat hilang karena adanya gigi yang hilang. Kehilangan
gigi dapat menyebabkan gigi disekitarnya ekstrusi, migrasi dan merusak
stabilitas oklusi pasien.
d. Memperbaiki pengucapan
Kehilangan gigi insisivus atas dapat menganggu pengucapan seseorang.
e. Sebagai splinting periodontal.
Kehilangan gigi dapat menyebabkan gigi tetangganya goyang, jadi gigi
tiruan jembatan dapat berfungsi juga sebagai splinting.
f. Membuat pasien merasa sempurna
Pasien percaya jika penggunaan gigi tiruan dapat memberikan banyak
keuntungan terhadap kesehatannya secara umum.

3
2.3. Indikasi dan Kontraindikasi
 Indikasi pembuatan gigi tiruan jembatan adalah sebagai berikut.
1. Kehilangan satu atau lebih gigi geligi asli
2. Gigitan dalam (deep bite)
3. Gigi penyangga memerlukan restorasi
4. Diastema abnormal, besarnya ruangan protesa kurang dari normal
5. Gigi penyangga memerlukan penanggulangan berupa stabilisasi atau
splint
6. Terdapat diastema pasca perawatan.
 Kontraindikasi untuk embuatan gigi tiruan jembatan adalah:
- OH yg tdk terpelihara
- Physical handicap
- Indeks karies yg tinggi
- Cross-bite, malposisi, progeni
- Migrasi atau ekstrusi yg parah

2.4 Komponen-komponen Gigi Tiruan


Gigi tiruan jembatan terdiri dari dari beberapa komponen, yakni sebagai
berikut.
1. Retainer
2. Konektor
3. Pontik
4. Penyangga (abutment)

Gambar 1. Komponen-komponen Gigi Tiruan.

4
Gambar 2. Gigi Tiruan Jembatan (Bridge).

1. Retainer
Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yg menghubungkan gigi
tiruan tersebut dengan gigi penyangga. Fungsinya:
a. Memegang/menahan (to retain) supaya gigi tiruan tetap stabil di
tempatnya.
b. Menyalurkan beban kunyah (dari gigi yang diganti) ke gigi
penyangga.

Macam-macam retainer:
a. Extra Coronal Retainer
Yaitu retainer yang meliputi bagian luar mahkota gigi, dapat
berupa:
1) Full Veneer Crown Retainer
 Indikasi
- Tekanan kunyah normal/besar
- Gigi-gigi penyangga yang pendek
- Intermediate abutment pasca perawatan periodontal
- Untuk gigi tiruan jembatan yang pendek maupun panjang
 Keuntungan
- Indikasi luas
- Memberikan retensi dan resistensi yg terbaik
- Memberikan efek splinting yg terbaik
 Kerugian:
- Jaringan gigi yg diasah lebih banyak

5
- Estetis kurang optimal (terutama bila terbuat dari all metal)

Gambar 3. Extra Coronal Retainer

2) Partial Veneer Crown Retainer


 Indikasi :
- Gigi tiruan jembatan yang pendek
- Tekanan kunyah ringan/normal
- Bentuk dan besar gigi penyangga harus normal
- Salah satu gigi penyangga miring

Gambar 4. Partial Veneer Crown Retainer

 Keuntungan
- Pengambilan jaringan gigi lebih sedikit
- Estetis lebih baik daripada FVC retainer
 Kerugian:
- Indikasi terbatas
- Kesejajaran preparasi antar gigi penyangga sulit
- Kemampuan dalam hal retensi dan resistensi kurang

6
- Pembuatannya sulit (dlm hal ketepatan).

3) Intra Coronal Retainer


Yaitu retainer yang meliputi bagian dalam mahkota gigi
penyangga.
 Bentuk:
- Onlay
- Inlay MO/DO/MOD
 Indikasi:
- Gigi tiruan jembatan yang pendek
- Tekanan kunyah ringan atau normal
- Gigi penyangga dengan karies kelas II yang besar
- Gigi penyangga mempunyai bentuk/besar yang normal
 Keuntungan:
- Jaringan gigi yang diasah sedikit
- Preparasi lebih mudah
- Estetis cukup baik
 Kerugian:
- Indikasi terbatas
- Kemampuan dlm hal retensi resistensi kurang
- Mudah lepas/patah

Gambar 5. Intra Coronal Retainer Bentuk Onlay.

7
4) Dowel retainer
Adalah retainer yang meliputi saluran akar gigi, dengan sedikit
atau tanpa jaringan mahkota gigi dengan syarat tidak sebagai
retainer yang berdiri sendiri.
 Indikasi:
a. Gigi penyangga yang telah mengalami perawatan syaraf
b. Gigi tiruan pendek
c. Tekanan kunyah ringan
d. Gigi penyangga perlu perbaikan posisi/inklinasi
 Keuntungan:
• Estetis baik
• Posisi dapat disesuaikan
 Kerugian:
Sering terjadi fraktur akar

Gambar 6. Dowel Retainer.

2. Konektor
Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menghubungkan
pontik dengan retainer, pontik dengan pontik atau retainer dengan
retainer sehingga menyatukan bagian-bagian tersebut untuk dapat
berfungsi sebagai splinting dan penyalur beban kunyah.
Terdapat 2 macam konektor, yakni:
1. Rigid connector
2. Non Rigid Connnector

3. Pontik

8
Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan gigi
asli yang hilang dan berfungsi untuk mengembalikan:

 Fungsi kunyah dan bicara


 Estetis
 Comfort (rasa nyaman)
 Mempertahankan hubungan antar gigi tetangga mencegah
migrasi / hubungan dengan gigi lawan  ektrusi
Berikut adalah klasifikasi pontik, antara lain:
a. Berdasarkan bahan
Berdasarkan bahan pembuatan pontik dapat diklasifikasikan atas:
1) Pontik logam
Logam yang digunakan untuk membuat pontik pada umumnya
terdiri dari alloy, yang setara dengan alloy emas tipe III. Alloy
ini memiliki kekuatan dan kelenturan yang cukup sehingga
tidak mudah menjadi patah atau berubah bentuk (deformasi)
akibat tekanan pengunyahan. Pontik logam biasanya dibuat
untuk daerah-daerah yang kurang mementingkan faktor estetis,
namun lebih mementingkan faktor fungsi dan kekuatan seperti
pada jembatan posterior.
2) Pontik porselen
Pontik jenis ini merupakan pontik dengan kerangka dari logam
sedangkan seluruh permukaannya dilapisi dengan porselen.
Pontik ini biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior
dimana faktor estetis menjadi hal yang utama. Pontik porselen
mudah beradaptasi dengan gingival dan memberikan nilai
estetik yang baik untuk jangka waktu yang lama.
3) Pontik akrilik
Pontik akrilik adalah pontik yang dibuat dengan memakai
bahan resin akrilik. Dibandingkan dengan pontik lainnya,
pontik akrilik lebih lunak dan tidak kaku sehingga
membutuhkan bahan logam untuk kerangkanya agar mampu
menahan daya kunyah / gigit. Pontik ini biasanya diindikasikan

9
untuk jembatan anterior dan berfungsi hanya sebagai bahan
pelapis estetis saja.
4) Kombinasi Logam dan Porselen
Pontik ini merupakan kombinasi logam dan porselen dimana
logam akan memberikan kekuatan sedangkan porselen pada
jenis pontik ini memberikan estetis. Porselen pada bagian
labial/bukal dapat dikombinasikan dengan logam yang bertitik
lebur tinggi (lebih tinggi dari temperature porselen). Tidak
berubah warna jika dikombinasikan dengan logam, sangat
keras, kuat dan kaku dan mempunyai pemuaian yang sama
dengan porselen. Porselen ditempatkan pada bagian
labial/bukal dan daerah yang menghadap linggir, sedangkan
logam ditempatkan pada oklusal dan lingual. Pontik ini dapat
digunakan pada jembatan anterior maupun posterior.
5) Kombinasi Logam dan Akrilik
Pada kombinasi logam dan akrilik ini, akrilik hanya berfungsi
sebagai bahan estetika sedangkan logam yang memberi
kekuatan dan dianggap lebih dapat diterima oleh gingival
sehingga permukaan lingual/palatal dan daerah yang
menghadap gusi dibuat dari logam sedangkan daerah
labial/bukal dilapisi dengan akrilik.

b. Berdasarkan hubungan dengan Jaringan Lunak


1) Pontik Sanitary
Pada pontik ini, dasar pontik tidak berkontak sama sekali
dengan linggir alveolus sehingga terdapat ruangan/jarak antara
dasar pontik dengan linggir alveolus (1-3 mm), dan permukaan
dasar pontik cembung dalam segala aspek. Tujuan pembuatan
dasar pontik ini adalah agar sisa-sisa makanan dapat dengan
mudah dibersihkan. Adanya bentuk pontik yang demikian
mengakibatkan kekurangan dalam hal estetis sehingga hanya
diindikasikan untuk pontik posterior rahang bawah.

10
Gambar 7. Pontik Sanitary

2) Pontik Ridge Lap


Bagian labial/bukal dari dasar pontik berkontak dengan linggir
alveolus sedangkan bagian palatal menjauhi linggir ataupun
sedikit menyentuh mukosa dari linggir. Hal ini mengakibatkan
estetis pada bagian labial/bukal lebih baik, dan mudah
dibersihkan pada bagian palatal. Walaupun demikian menurut
beberapa hasil penelitian, sisa makanan masih mudah masuk ke
bawah dasar pontik dan sulit untuk dibersihkan. Pontik jenis ini
biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior dan posterior.

Gambar 8. Pontik Ridge Lap

3) Pontik Conical Root


Pontik conical root biasanya diindikasikan untuk jembatan
imediat yang dibuatkan atas permintaan pasien yang sangat
mengutamakan estetis dalam kegiatan sehari-hari. Pontik ini
dibuat dengan cara bagian dasar pontik masuk ke dalam soket
gigi yang baru dicabut kira-kira 2 mm. pontik ini dipasang
segera setelah dilakukannya pencabutan dan pada pembuatan
ini tidak menggunakan restorasi provisional.4

11
Gambar 9. Pontik Conical Root.

4. Penyangga (Abutment)
Sesuai dgn jumlah, letak dan fungsinya dikenal istilah:
1. Single abutment hanya mempergunakan satu gigi penyangga
2. Double abutment bila memakai dua gigi penyangga
3. Multiple abutment bila memakai lebih dari dua gigi penyangga
4. Terminal abutment
5. Intermediate/pier abutment
6. Splinted abutment
7. Double splinted

Gambar 10. Contoh Gambar Double Abutment dan Terminal Abutment.

12
Gambar 11. Contoh Gambar Intermediet/ Pier Abutment

2.5 Hal-hal yang Harus Diperhatikan


Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan gigi tiruan jembatan
adalah sebagai berikut.
1. Oklusi gigi
Bila pasien kehilangan satu atau beberapa gigi dalam satu area di
dalam rongga mulut, bila tidak dibuatkan fixed bridge, maka gigi-
gigi yang ada di antara gigi yang hilang tersebut akan bergerak ke
daerah yang kosong, sedangkan gigi lawannya (oklusinya) akan
cenderung memanjang karena tidak ada gigi yang menopangnya
pada saat oklusi. Bergeraknya gigi kedaerah yang kosong
dinamakan shifting/drifting, sedangkan gigi yang memanjang
dinamakan elongation/extrusion.

Gambar 12. Gigi Bergerak ke Daerah yang Kosong (Shifting/drifting.)

13
Gambar 13. Gigi yang Memanjang (elongation/extrusion).

Bila kondisi ini berlanjut, maka akan menyebabkan :


a. Sakit pada rahang (terutama pada TMJ/Temporo Mandibular
Joint)
b. Retensi sisa-sisa makanan diantara gigi-gigi (food Impaction)
dan dapat menyebabkan penyakit periodontal .
c. Berakhir dengan pencabutan pada gigi-gigi dan juga gigi
lawannya. Beban fungsional pada oklusal pontik terutama gigi
posterior dapat dikurangi dengan mempersempit lebar buko-
lingual atau buko-palatal untuk mengurangi beban oklusi yang
dapat merusak gigi tiruan pada pasien-pasien tertentu.
2. Oral hygiene
3. Jaringan periodontal
Hukum Ante menyatakan bahwa daerah membran periodontal pada
akar-akar dari gigi abutment harus sekurang-kurangnya sama
dengan daerah membran periodontal yang ada pada gigi-gigi yang
akan diganti.
4. Posisi gigi dan kesejajaran gigi
Abutment yang melibatkan gigi anterior hanya gigi gigi insisivus
biasanya mempunyai inklinasi labial yang serupa dan tidak terlalu
sulit untuk menyusun kesejajarannya. Apabila abutment
melibatkan gigi anterior seperti caninus dan gigi posterior seperti
premolar kedua atas supaya diperoleh kesejajaran, kaninus harus
dipreparasi pada arah yang sama seperti premolar (D.N Allan &
P.C foreman. 1994:101).
5. Jumlah dan lokasi kehilangan gigi

14
6. Kegoyangan gigi
7. Frekwensi karies
8. Discoloration

15
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Skenario
Putra mahasiswa co ass di RSGM Baiturrahmah bagian prostodontia,
melakukan indikasi dan rencana perawatan pasien perempuan usia 32 tahun
denagan keluhan rasa tidak nyaman pada gigi tiruan sejak 4 bulan yang lalu
dan terasa sakit warna gigi porselen mengganggu penampilan. Pemeriksaan
intraoral terlihat gigi 11 dengan mahkota tiruan dengan bahan porcelein fused
to metal dan warna mahkota tiruan terlihat tidak sama dengan gigi sebelahnya
serta bagian proximal dari margin crown tidak rapat dengan cervical line.
Gigi 21 missing dengan ridge alveolar bentuk oval. Pemeriksaan radiografi
pada gigi 11 terlihat gambaran radiolusen pada periapikal dengan diagnosa
klinis abses peripikal. Putra sudah diizinkan pembimbing untuk pembuatan
gigi tiruan jembatan dengan bahan porselen yang tepat sesuai kasus. Putra
melanjutkan dengan mempersiapkan alat preparasi gigi penyangga dan pasien
dilakukan preparasi. Putra melihatkan hasil preparasi pada pembimbing dan
menginstruksikan perbaikan preparasi karena belum terpenuhinya prinsip
prinsip preparasi dan letak servikal line belim memenuhi syarat, putra disuruh
koreksi lagi hasil preparasi, setelah diperbaiki putra sudah dibolehkan untuk
mencetak, dan hasil cetakan sudah dilihatkan kepada pembimbing tapi batas
batas cetakan gigi yang dipreparasi tidak akurat karena daerah servikal tidak
terlihat. Putra menyelesaikan tahap kerja untuk mendapatkan model kerja
yang akurat dengan menggunakan gips sesuai klasifikasi ADA. Sebelum
melakukan order ke laboratorium dilakukan penentuan gigitan kerja dan
warna gigi disesuaikan dengan warna gigi aslinya. Pasien dipulangkan dalam
keadaan nyaman setelah pemasanga gigi tiruan jembatan sementara.

Pertanyaan : bagaimana cara kerja yang dilakukan putra untuk mendapatkan


gigi tiruan jembatan yang baik pada pasien.

16
3.2 Terminologi
1. Preparasi adalah pembuangan jaringan yang telah lemah dari gigi dan
membentuk gigi yang masih sehat sedemikian rupa sehingga dapat menerima
restorasi permanen atau sementara.
2. Radiolusen adalah lolosnya sebagian sinar x. Pada radiografi daerah
radiolusen akan tampak lebih gelap dari pada daerah radiopaq
3. cervical line adalah batas antara jaringan sementum dan email yang
merupakan pertemuan antara mahkota dan akar gigi.
4. Abses adalah rongga patologis yang bersi pus yang merupakan hasil dari
reaksi inflamasi pertahanan tubuh seperti makrofag leukosit netrofil dan
bakteri. Abses periapikal adalah suatu kondisi yang dapat ditemukan pada
gigi dimana terjadinya pembentukan pus setempat diujung akar gigi dan
jaringan tulang disekitarnya
5. Ridge alveoar yaitu linggir sisa, tulang alveolar yang masih tersisa setelah
gigi hilang.
6. Proximal adalah permukaan gigi yang berhadapan dengan permukaan gigi
tetangga dalam satu lengkung gigi.

3.3 Identifikasi Masalah


1. Bagaimana skema pemeriksaan kasus diatas?
2. Apa diagnosa kasus diatas?
3. Apa rencana perawatan kasus diatas?
4. Apa saja prinsip preparasi?
5. Bagaimana cara kerja yang dilakukan?
6. Apa servikal line yang digunakan?
7. Bagaimana cara menentukan warna gigi?
8. Bagaimana cara mendapatkan gigitan kerja yang benar?

17
3.4 Analisis masalah

1. Skema pemeriksaan

2. Diagnosa Kasus
~ Untuk gigi 11 terdapat abses
Dengan keadaan gigi
 Warna crown berbeda dari gigi tetangga
 Gigi non vital
 Margin crown tidak rapat
~ Untuk gigi 21 missing
Dengan keadaan ridge alveolar berbentuk oval

3. Rencana perawatan awal


Untuk gigi 11 dilakukan perawatan saluran akar
Rencana perawatan :
Dibuatkan fixed fixed bridge dengan komponen sebagai berikut :
• Abutment : gigi 11 dan gigi 22
• Retainer : Intraradikular pada gigi 11
Ekstracorona pada gigi 22
• Pontik : Pontik ridge lap pada gigi 21 dengan bahan porcelen fused
metal
• Konektor : Rigid

18
4. Prinsip Preparasi
1. Mepertahankan struktur bangun gigi (biologis)
2. Retensi dan resistensi (mekanis)
3. Mempertahankan struktur gigi eksternal (estetis)

5. Cara Kerja

Pembuatan gigi tiruan jembatan ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu sebagai
berikut.
1. Preparasi
Preparasi merupakan suatu tindakan pengerindaan atau pengasahan
gigi untuk tujuan menyediakan tempat bagi bahan restorasi
mahkota tiruan atau sebagian pegangan gigi tiruan jembatan.
 Tujuan preparasi:
 Menghilangkan daerah gerong
 Memberi tempat bagi bahan retainer atau mahkota
 Menyesuaikan sumbu mahkota
 Memungkinkan pembentukan retainer sesuai bentuk
anatomi
 Membangun bentuk retensi
 Menghilangkan jaringan yang lapuk oleh karies jika ada

a. Persyaratan preparasi
1. Kemiringan dinding-dinding aksial
Preparasi dinding aksial yang saling sejajar terhadap poros
gigi sulit untuk menentukan arah pemasangan. Disamping itu,
semen juga sulit keluar dari tepi retainer sehingga jembatan
tidak bisa duduk sempurna pada tempatnya. Untuk itu, dibuat
kemiringan yang sedikit konus ke arah oklusal. Craige (1978)
mengatakan bahwa kemiringan dinding aksial optimal berkisar
10-15 derajat. Sementara menurut Martanto (1981), menyatakan
bahwa kemiringan maksimum dinding aksial preparasi 7 derajat.
Sedangkan Prayitno HR (1991) memandang kemiiringan

19
dinding aksial preparasi 5-6 derajat sebagai kemiringan yang
paling ideal. Kemiringan yang lebih kecil sulit diperoleh karena
dapat menyebabkan daerah gerong yang tidak terlihat dan
menyebabkan retainer tidak merapat ke permukaan gigi. Retensi
sangat berkurang jika derajat kemiringan dinding aksial
preparasi meningkat.
Kegagalan pembuatan jembatan akibat hilangnya retensi
sering terjadi bila kemiringan dinding aksial preparasi melebihi
30 derajat. Preparasi gigi yang terlalu konus mengakibatkan
terlalu banyak jaringan gigi yang dibuang sehingga dapat
menyebabkan terganggunya vitalitas pulpa seperti
hipersensitifitas, pulpitis, dan bahkan nekrose pulpa.
Kebanyakan literatur mengatakan kemiringan dinding aksial
preparasi berkisar 5-7 derajat, namun kenyataaannya sulit
dlicapai karena faktor keterbatasan secara intra oral.

2. Ketebalan preparasi
Jaringan gigi hendaklah diambil seperlunya karena dalam
melakukan preparasi kita harus mengambil jaringan gigi
seminimal mungkin. Ketebalan preparasi berbeda sesuai dengan
kebutuhan dan bahan yang digunakan sebagai retainer maka
ketebalan pengambilan jaringan gigi berkisar antara 1-1,5 mm
sedangkan jika menggunakan logam porselen pengambilan
jaringan gigi berkisar antara 1,5 – 2 mm.
Pengambilan jaringan gigi yang terlaluy berlebihan dapat
menyebakan terganggu vitalitas pulpa seperti hipersensitivitas
pulpa, pulpitis, dan nekrosis pulpa. Pengamnbilan jaringan yang
terlalu sedikit dapat mengurangin retensi retainer sehingga
menyebabkan perubahan bentuk akibat daya kunyah.

3. Kesejajaran preparasi
Preparsi harus membentuk arah pemasangan dan pelepasan yang
sama antara satu gigi penyangga dengan gigi penyangga lainnya.

20
Arah pemasangan harus dipilih yang paling sedikit
mengorbankan jaringan keras gigi, tetapi dapat menyebabkan
jembatan duduk sempurna pada tempatnya.

4. Preparasi mengikuti anatomi gigi


Preparasi ynag tidak mengikuti anatomi gigi dapat
membahayakan vitalitas pulpa juga dapat mengurangi retensi
retainer gigi tiruan jembatan tersebut. Preparasi pada oklusal
harus disesuaikan dengan morfologi oklusal. Apabila preparsai
tidak mengukuti morfologi gigi maka pulpa dapat terkena
sehingga menimbulkan reaksi negatif pada pulpa.

5. Pembulatan sudut-sudut preparasi


Preparasi yang dilakukan akan menciptakan sudut-sudut yang
merupakan pertemuan dua bidang preparasi. Sudut-sudut ini
harus dibulatkan karena sudut yang tajam dapat menimbulkan
tegangan atau stress pada restorasi dan sulit dalam pemasangan
jembatan.

b. Tahap-tahap preparasi gigi penyangga


1. Pembuatan galur
Untuk gigi anterior, galur proksimal dapat dibuat dengan
baik bila gigi bagian labiopalatal cukup tebal. Galur berguna
untuk mencegah pergeseran ke lingual atau labial dan berguna
untuk mendapatkan ketebalan preparasi di daerah tersebut.
Galur pada gigi anterior dapat dibuat dengan bur intan berbentuk
silinder.

2. Preparasi bagian proksimal


Tujuannya untuk membuat bidang mesial dan distal
preparasi sesuai dengan arah pasang jembatannya. Selain itu
untuk mengurangi kecembungan permukaan proksimal yang
menghalangi pemasangan jembatan. Preparasi bagian proksimal
dilakukan dengan menggunakan bur intan berbentuk kerucut.

21
Pengurangan bagian proksimal membentuk konus dengan
kemiringan 5-100.

3. Preparasi permukaan insisal atau oklusal


Pengurangan permukaan oklusal harus disesuaikan
dengan bentuk tonjolnya. Preparasi permukaan oklusal unruk
memberi tempat logam bagian oklusal pemautnya, yang
menyatu dengan bagian oklusal pemaut. Dengan demikian, gigi
terlindungi dari karies, iritasi, serta fraktur.

4. Preparasi permukaan bukal atau labial dan lingual


Pengurangan permukaan bukal menggunakan bur intan
berbentuk silinder. Preparasi permukaan bukal bertujuan untuk
memperoleh ruangan yang cukup untuk logam pemaut yang
memberi kekuatan pada pemaut dan supaya beban kunyah dapat
disamaratakan.
5. Pembulatan sudut preparasi bidang aksial
6. Pembentukan tepi servikal.
Batas servikal harus rapi dan jelas batasnya untuk memudahkan
pembuatan pola malamnya nanti. Ada beberapa bentuk servikal:
a. Shoulderless/knife edge/tanpa pundak; bentuk ini biasanya
dibuat untuk
gigi pegangan yang tipis atau pada GTC dengan retainer
terbuat dari bahan yang mempunyai kekuatan tepi yang
cukup kuat.
b. Shoulder/berpundak; bentuk ini dibuat pada gigi
pegangan dengan retainer tanpa kekuatan tepi, sehingga
pada tepi retainer tersebut mempunyai ketebalan (contoh
pada resin akrilik mahkota jaket).
c. Chamfer finish line; bentuk ini biasanya digunakan untuk
retainer jenis mahkota penuh (full veneer cast crown).
d. Partial shoulder/ berpundak sebagian; bentuk ini mempunyai
pundak pada bagian bukal atau labial, kemudian akan

22
menyempit pada daerah proksimal dan akhirnya hilang
sama sekali pada daerah palatinal/lingual

2. Pencetakan
Sebelum pencetakan dilakukan, keadaan geligi dan jaringan lunak
sekitarnya perlu dicek, apakah semua dalam keadaan sehat dan
bebas dari radang. Terdapat berbagai macam bahan cetakan,
seperti: hidrokoloid, rubber base, polysulfide rubber base, silicon
rubber base, dan polyeter rubber base.

3. Pembuatan die/model kerja


Die adalah reproduksi positif dari gigi yang telah dipreparasi dan
yang dibuat dari bahan stone gips keras atau logam atau plastik.
Menurut hubungan dengan model kerja die dibagi menjadi solitair
die dan removable die.
b. DIE SOLITER
Die soliter merupakan die yang berdiri sendiri, digunakan untuk
pembuatan mahkota tiruan. “Tinggi hasil pengecoran ± 2½ kali
panjang mahkota”.
 Pembuatan solitair die
- Setelah cetakan untuk die dibuka dengan pisau ukir yang tajam,
gelembung yang terjadi dibuang secara hati-hati.
- Batas preparasi servikal dipertegas dengan pinsil merah yang
tajam
- Buat garis pedoman vertikal kebawah untuk pemotongan batas
proksimal dengan memperlihatkan sumbu panjang gigi dan
diuat knvergen
- Garis dibuat pada permukaan bukal/labial dan palatal/lingual
- Pemotongan dengan gergaji khusus atau dapat dengan gergaji
triplek

23
A B

Gambar 14 (A), (B), (C). Pemotongan dengan Gergaji Khusus.

- Hasil pemotongan dirapikan


- Daerah servikal dipertegas batas dengan membuat groove
memakai round akrilik.

Gambar 15. Cara Mempertegas Daerah Servikal dengan Round Akrilik

24
Die siap digunakan setelah mengolesinya dengan “die spacer”. Die
spacer berfungsi sebagai
- Menutup pori stone gips, sehingga memudahkan melepas pola
malam yang telah dibuat
- Mempekeras permukaan die
- Melindungi batas servikal
- Sebagai kompensasi kontraksi logam dan ruangan untuk
sementasi

c. REMOVABLE DIE
Merupakan die yang terletak pada model kerja dan dapat dilepas
dari model kerja.
 Cara membuat removable die :
SISTEM DI-LOK TRAY
Suatu bentuk kotak untuk tempat model kerja.5 Dasar
model kerja dikecilkan sampai masuk di-lok tray kemudian dibuat
undercut berupa groove memanjang sesuai lengkung gigi. Model
kerja ditanam pada Di-lok tray dengan stone. Kemudian dipisah
dengan gergaji dari gigi tetangga halus sampai 2-3 mm dari dasar
stone. Die dapat dilepas dan disatukan lagi

Gambar 16. SISTEM DI-LOK TRAY

MENGGUNAKAN DOWEL PIN

A B

25
Gambar 17 (A), (B). Removable Die Menggunakan Dowel Pin.

Persiapan :
- Dowel pin dengan cakram retensi/paper clips
- Penjepit rambut atau jarum pentul
- Stone gips dua warna
- Sticky wax dan lampu spiritus
- Vaselin dan kuas
- Gergaji die/triplek
Kepala dowel pin mempunyai retensi harus berada dalam cetakan
negatif tanpa menyentuh bidang oklusal (difiksasi dengan wax
pada penjepit rambut). Lakukan pengecoran I sampai batas garis
horizontal (± 3 mm diatas servikal). Buat retensi dengan bur bulat
kedalaman ± 2 mm di sisi bukal dan lingual untuk keperluan
stabilisasi. Kemudian buat bulatan wax dg diameter ± 3 mm
dilekatkan diujung pin. Olesi permukaan gigi yang dipreparasi
dengan vaseline.
- Boxing dan pembuatan basis
Dengan menggunakan selembar wax cetakan diboxing
hingga setinggi ujung pin yang telah diberi bulatan wax. Aduk gips
putih kemudian tuangkan kedalam cetakan yang telah diboxing
setelah keras kemudian dilepas dari cetakan.
4. Pembuatan Pola Lilin
Yang diartikan dengan pola lilin atau wax-pattern ialah: suatu
model dari retainer atau restorasi yang dibuat dari lilin yang
kemudian direproduksi menjadi logam atau akrilik.5
- Tujuan pembuatan pola lilin :

26
 Mendapatkan retainer atau restorasi yang tepat, pas dan
mempunyai adaptasi yang sempurna dengan preparasi.
 Memperoleh bentuk anatomi.
 Menghasilkan suatu coran (casting) yang merupakan
reproduksi yang tepat (bentuk dan ukuran) dari pola lilin
itu.
 Mencapai hubungan yang tepat dengan gigi sebelahnya dan
gigi lawan.

- Membuat pola lilin dapat dengan cara :

 Langsung (direct).
 Tidak langsung (indirect).
 Langsung - tidak langsung (direct – indirect).

- Lilin pola
Lilin pola sebagai model di kedokteran gigi mempunyai sifat
sanggup dibentuk dalam seadaan plastis pada suhu antara cair
dan kaku.

Ada 2 macam tipe lilin pola yang biasa dipakai :


- Untuk cara langsung dipilih type 1 yang mempunyai sifat
menjadi sangat plastis pada suhu sedikit lebih tinggi di atas
suhu mulut, sehingga dapat memasuki sela-sela preparasi.
- Untuk pola-pola indirect sebaiknya dipakai type II yang
membeku keras pada suhu kamar.

Lilin pola yang baik harus dapat memenuhi persyaratan-


persyaratan yang tercantum dalam American Dental Association
Specification No. 4 for Dental Inlay casting wax, mengenai pemuaian,
penciutan, flow elastisitas, dan plastisitas.
Selain dari sifat-sifat tersebut di atas, suatu lilin inlay harus :
 Mempunyai warna yang menyolok supaya dapat mudah terlihat di
antara jaringan gigi dan gusi.

27
 Bersifat kohesif jika dilunakan.
 Dapat dipotong atau di ukir tanpa patah atau rempil.
 Menguap habis jika dibakar/dipanasi suhu tertentu.

Distorsi pola lilin disebabkan oleh:


 Perubahan-perubahan ukuran karena naik turunnya suhu.
 Perbesaran tegangan (stress release atau relaxation) yang secara kodrat
ada di dalam pola lilin, seperti :
 Pengisutan pada waktu pembekuan atau penurunan suhu.
 Adanya hawa, gas atau air di dalam massa lilin yang
mengisut/memuai, menarik atau mendorong lilin yang masih
lunak akibat dari pengukiran, penambahan lilin cair, atau
pengambilan kelebihan lilin dengan alat yang panas.
 Flow atau “mengalirnya” lilin sebagai bahan amorph pada suhu kamar,
lebih tinggi suhunya, lebih besar flownya, jadi juga lebih besar
distorsinya.

Sebagian dari distorsi dapat dicegah atau dikurangi dengan cara:


 Menggunakan lilin inlay yang memenuhi syarat A.D.A Specification
No. 4 dan sesuai dengan teknik yang dipakai. (type I atau type II).
 Sedapat mungkin mencegah penambalan lilin cair pada pola atau
mencairkan permukaan lilin setempat.
 Melunakkan lilin dengan seksama sampai seluruh massa lilin menjadi
lunak dengan cara memutar-mutar sebatang lilin di atas nyala api.
 Menyimpan pola di tempat yang dingin, jika tidak mungkin dilakukan
pemendaman dengan segera.
 Memendam pola selekas mungkin setelah dikeluarkan radi mulut atau
setelah jadi dibentuk pada die.

a. Pembentukan mahkota lilin untuk mahkota penuh menurut cara tidak


langsung (indirect)
Sebagai pedoman dapat dipakai model penelitian (study model) yang
menunjukkan dentuk gigi sebelum direparasi. Yang perlu diperhatikan

28
ialah kecembungan permukaan bukal dan lingual, bentuk dan ukuran
bonjolan-bonjolan (cusp) dan letaknya daerah kontak diproksimal.
Dalam teknik langsung, penempatan saluran logam atau sprue dapat
dilakukan di luar atau di dalam mulut. Sedikit lilin ditambahkan kepada
pola di tempat di mana sprue akan dilekatkan, dengan demikian pada
waktu sprue pin yang panas di tempatkan, lilin tambahan ini akan
mengalir menghubungkan pola dengan sprue pin dan pola tidak
terganggu.

b. Pembuatan pola lilin secara langsung-tidak langsung (direct-indirect)


Dalam cara kerja ketiga yang merupakan paduan dari methoda langsung
dan tidak langsung, dilakukan percobaan/checking di mulut dari pola
lilin yang telah dibentuk pada model kerja (die).

5. Pontik
Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan
gigi asli yang hilang dan berfungsi untuk mengembalikan fungsi
kunyah dan bicara, estetis comfort (rasa nyaman), serta
mempertahankan hubungan antar gigi tetangga mencegah
migrasi / hubungan dengan gigi lawan  ektrusi

6. Penyemenan jembatan
Penyemenan jembatan berarti melekatkan jembatan dengan semen
pada gigi penyangga di dalam mulut. Persiapan gigi penyangga
sebelum penyemenan perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya untuk
mencegah perubahan relasi oklusal dan tepi gingiva, yang mungkin
juga disebabkan tekanan hidrolik yang mengganggu pulpa. Hal
tersebut harus dihindari oleh operator.
Semen yang digunakan untuk melekatkan jembatan ialah zinc
phosphate semen, semen silikofosfat, semen alumina EBA, semen

29
polikarboksilat, serta semen resin komposit. Pemilihan dilakukan
berdasarkan sifat biologic, biofisik serta pengaruh pada estetiknya.
Tata cara penyemenan dengan menggunakan zinc phosphate
cement :
1. Bubuk semen serta cairan diletakkan diatas glass pad
2. Campurkan bubuk pada cairan sedikit demi sedikit, di aduk
merata sampai 90 detik.
3. Adukan diratakan melebar pada kaca seluas mungkin
4. Adonan kemudian diisikan kedalam pemaut meliputi dinding
dalamnya tpis-tipis dan merata, sedang lekuk pada preparasi
(bila ada) diisi juga dengan adonan semen.
5. Jembatan kemudian ditempatkan pada penyangganya didalam
mulut dan ditekan dengan jari secara kuat ; dapat juga dipakai
pemakai kayu untuk lebih menekan jembatan pada tempatnya.
6. Pasien diminta menggigit keras pada jembatannya, untuk
mengecek apakah oklusi sudah baik.
7. Pasien diminta membuka mulut sebentar dan diminta menggigit
gulungan kapas, yang diletakkan pada oklusal gigi geligi.
8. Setelah semen keras, kelebihan semen dihilangkan dengan
scaller.
9. Sekali lagi, oklusi diperiksa dan sebelum pasien pulang,
operator perlu memberitahu cara membersihkan jembatan
tersebut.

6. Cervical line yang digunakan


Shoulderless/knife edge/tanpa pundak; bentuk ini biasanya dibuat untuk
gigi pegangan yang tipis atau pada GTC dengan retainer terbuat dari bahan
yang mempunyai kekuatan tepi yang cukup kuat.

7. Menentukan warna gigi


Sistem waran Munsell merupakan suatu system untuk menyesuaikan warna gigi
tiruan dengan warna asli dalam kedokteran gigi. Untuk menetapkan suatu warana

30
tanpa kesalahan perlu digunakan tiga parameter yaitu hue, chroma, dan value yang
menjadi standard untuk menggambarkan warna gigi.
1. Hue
Hue berhubungan terhadap karakteristik warna yang memberikan
suatu identifikasi dan perbedaan dari suatu warna terhadap warna yang
lainnya. Merah adalah hue, demikian juga kuning, biru dan warna lain
yang telah diketahui namanya.
Salah satu warna dapat dicampur dengan warna lain sebagai warna
tambahan dan dapat dicapai dalam variasi warna yang berkelanjutan dari
satu warna terhadap warna yang lainnya. Contohnya, merah dan kuning
dicampur dalam suatu proporsi untuk mendapatkan seluruh hue dari merah
sampai orange ke kuning. Kemudian Munsell menggunakan symbol untuk
mendesain 10 sektor hue yaitu R, YR, Y, GY, G, BG, B, PB, P, dan PR. R
untuk merah, YR untuk merah-kuning, Y untuk kuning, GY untuk kuning-
ungu, G untuk hijau, BG untuk hijau-biru, B untuk biru, PB untuk biru-
ungu dan P untuk ungu.

2. Chroma
Chroma adalah suatu kualitas yang membedakan warna yang kuat
dari satu warna yang lemah. Chroma merupakan intensitas warna yang
memisahkan hue dari value. Chroma menunjukkan sejumlah warna dalam
hue, dihubungkan sebagai lingkaran dari pusat seperti jari-jri dalam
kumparan.
Chroma berhubungan dengan banyaknya pigmen yang ada pada
warna yang digambarkan pada awalnya. Jika warna memiliki konsentrasi
yang kuat pada pigmen hue, maka warnanya kuat. Skala chrome dari /0
untuk abu-abu netrak ke /10, /12, /14 dan seterusnya.

3. Value.
Value adalah kualitas warna yang digambarkan dengan istilah
gelap dan terang yang berhubungan dengan pencahayaan. Hal ini
merupakan tingkat kecerahan. Value merupakan parameter fotometrik

31
yang diasosiasikan dengan pemantulan total yaitu kecerahan atau
kegelapan warna. Hue yang diukur dari putih absolute atau hitam absolute
disebut value.
Value menunjukkan tingkat kecerahan atau kegelapan warna yang
dihubungkan dengan skala abu-abu normal yang meluas dari hitam
absolute ke putih absolute. Symbol 0 untuk hitam absolute, symbol 10
untuk putih absolute, symbol 5 untuk abu-abu sedang dan semua warna
chromatic antara hitam absolute dan putih absolute. Hitam dan putih
disebut warna netral karena tidk memiliki hue.
Warna hitam dan putih dihasilkan dari pancaran cahaya objek yang
tidak dapat diabsorbsi pada posisi spectrum tetapi direfleksikan keseluruh
pancaran cahaya. Objek yang direfleksikan dari banyak pancaran cahaya
adalah warna putih sebaliknya objek yang sedikit pancaran cahaya dalah
hitam.

Prosedur:
Teknik ini menggunakan beberapa shade guide yang disusun berdasarkan
hue, chrome, value cincin tabung enamel dan dentine yang merupakan standard
satuan shade guide yang berasal dari pabrik. Pemilihan warna dengan system
Munsell dimulai denagn langkah hue, value, dan chroma.
1. Langkah Hue
Langkah dalam memilih hue adalah

a. Hal penting pertama kali dalam memilih warna gigi adalah ketika
pasien duduk pertama kali dikursi unit, pilih sumber cahaya dari
berbagai cahaya yang berada disekeliling pasien.
b. Perhatikan sekeliling mulut secara misalnya mahkota gigi, akhiran
servikal dan tepi insisal. Buat taksiran umum hue, gigi umumnya
coklat, kuning, atau abu-abu.
c. Gunakan shade guide yang disusun berdasarkan hue yaitu shade
guide yang memiliki 4 warna dasar yaitu A, B, C, dan D. A
menunjukkan warna kecoklatan, B warna kekuningan, C warna

32
keabu-abuan dan D warna semu merah jambu. Lampu dihidupkan
pada jarak 20 cm dari lengkung gigi dan shade guide disusun
dengan 4 warna dasar, masing-masing 2 diseberang dan 2
diseberangnya.
d. Mata operator kemudian diistirahatkan dengan melihat kea rah
latar belakang warna biru. Kuning yang umumnya warna gigi dapat
diimbangi dengan warna biru sebagai warna komplementer.
Melihat kea rah latar belakang biru kira-kira 1 menit meningkatkan
kesensitifan mata terhadap warna kuning.
e. Misalkan pilihan hue adalah A1, dan ketiga warna dasar lainnya
diletakkan di samping.
f. Jika hue telah ditetapkan, misalkan pilihan adalah A, dan ketiga
warna dasar lainnya diletakkan di samping. Menentukan hue
dilakukan dengan mengobservasi bagian servik gigi. Melihat ke
bagian servik dapat meningkatkan penerimaan chroma sementara
melihat ke insisal dapat menurunkan penerimaan chroma, sehingga
lebih sulit mendapatkan hue. Bila kaninus ada, itulah gigi yang
paling baik untuk memilih hue karena memiliki chroma yang
paling tinggi.
2. Langkah Chroma
Langkah dalam memilih chroma adalah:
a. Pilih chroma berdasarkan hue yang telah ditetapkan. Chroma dari
hue dipilih dengan membandingkan shade guide dengan bagian
tenagh gigi, bila tidak sesuai warna dasar diturunkan. Hal ini lebih
mudah karena yang ada hanya chroma yang berbeda pada hue yang
sama.
b. Gunakan shade guide yang disusun berdasarkan hue, dibagi lagi
atas chroma, misalnya A terbagi atas A1, A2, A3 dan A4 yan
memiliki hue yang sama tetapi berbeda chroma. Hal yang sama
juga untuk B, C, dan D. misalnya chroma yang dipilih adalah A2.
c. Mata istirahatkan lagi dengan melihat kea rah latar belakang warna
biru sebagai warna komplementer. Perbedaan chroma warna dasar

33
yang sama sangat dekat satu sama lain pada shade guide buatan
pabrik, dapat membingunkan dalam menyesuaikan warna. Hal ini
membuat orang melihat perbedaan hue lebih efektif karena chroma
lebih kuat. Hal ini merupakan langkah sulit sebab tidak banyak
bedanya antara warna-warna tersebut.
d. Jika chroma telah ditetapkan, pilih warna dentin dan enamel
dengan cincin warna dentin dan enamel. Sesuaikan waran dentin
dengan cincin warna dentin. Kadang-kadang perlu dilakukan
perbaikan, nomor chroma dentin yang dipilih dicatat. Gunakan
latar belakang biru lagi untuk mengistirahatkan mata.
e. Sesuaikan warna enamel dengan cincin warna enamel. Observasi
harus dilakukan pada bagian insisal gigi yang enamelnya lebih
tebal dan nomor enamel dicatat.
3. Langkah value
Langkah dalam memilih value adalah:
a. Pilih value dengan memicingkan mata. Memicinkan mata
menyebabkan rods pada mata lebih sensitive dari pada cones
terhadap warna, rods bertanggung jawab membantu menentukan
value. Hindari pertimbangan terhadap hue dan chroma.
b. Gunakan shade guide yang disusun berdasarkan value yang
merupakan buatan pabrik.
c. Value yang telah dipilih digunakan untuk memilih porselen yang
inti. Ini adalah tahap kritis untuk memilih value yang lebih penting
daripada pilihan hue. Bila value ini salah, efeknya akan kurang
baik untuk warna bagian servik gigi. Teknik ini dapat dibantu
dengan penggambaran peta corak gigi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi warna


1. Kondisi pengamatan
Waktu yang tepat untuk pemilihan warna gigi tiruan adalah pada
saat pemeriksaan pertama. Pada saat menentukan warna sangat
dipengaruhi oleh kondisi pengamatan yaitu sumber cahaya pada praktek

34
dan laboratorium, latar belakang objek seperti warna dinding, baju dan
make-up pasien serta keadaan objek.
a. Sumber cahaya.
Cahaya terdiri dari berbagai panjang gelombang yang tergantung
pada sumber cahaya. Terdapat berbagai sumber cahaya yang
menghasilakan efek yang berbeda pada suatu benda, disebut
metamerisme. Sebuah benda akan tampak berbeda jika dilihat pada
dua sumber cahaya yang berbeda, misalnya benda yang dilihat di
bawah sinar matahari akan berubah jika benda tersebut dilihat di
bawah sinar fluoresen atau lampu pijar. Cahaya lampu fluoresen
cenderung untuk menghasilakan spectrum warna biru sedangkan
lampu pijar menonjolkan spectrum warna kuning-merah, sebaiknya
membandingkan dan mengurangi pengaruh metamerisme.
Cahaya dapat bersifat alami maupun buatan, dalam setiap kategori
ada keanekaragaman baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Cahaya
alami berasal dari matahari baik secara langsung maupun tidak
langsung. Kualitas warna, beraneka ragam dari kemerah-merahan
sampai putih kekuning-kuningan. Pada saat warna diseleksi pasien
harus duduk denagn kepala tegak terhadap mata operator. Mata
operator harus mampu bertahan pada pasien dan sumber cahaya
sewaktu memilih warana.
Pada waktu langit cerah akan menunjukkan cahaya dengan
komponen biru lebih besar daripada awal pagi atau lewat sore hari
dimana matahari lebih memiliki komponen kuning. Dalam pemilihan
warna yang paling baik adalah menggunakan sumber cahaya matahari,
terutama siang hari atau sore hari, saat matahari tepat diatas kepala
sehingga mengurangi pengaruh atmosfer terhadap perubahan warna.
Ketika menentukan warna pasien sebaiknya berada dekat jendela
sehingga cahaya matahari dapat berperan langsung. Ketika timbul
keraguan dalam menentukan pilihan warna, dengan melihat objek pada
cahaya berbeda baik alami maupun buatan dengan jarak yang berbeda
pula akan sangat membantu dokter gigi. Hal ini juga merupakan

35
praktek yang baik untuk memeriksa pilihan warna dengan bantuan
asisten.
b. Latar Belakang Objek
Latar belaknag terlihat sebagai suatu efek yang berarti pada warana
yang dipusatkan. Latar belakang gelap membuat warna terlihat lebih
terang daripada warna yang sama terhadap latar belakang lebih terang.
Warna gorden jendela, warna dinding praktek, lipstick pasien dapat
mempengaruhi warna yang muncul pada daerah mulut. Cahaya harus
memancar secara merata, tanpa ada bayangan bibir yang berlipstik di
dekat gigi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Salah
satu faktor mempengaruhi dalam pemilihan warna adlah penggunaan
lipstick, yang merupakan latar belakang selain garis bibir. Gigi
merupakan warna netral, sehingga gigi yang berdekatan dengan
lipstick berwarna merah akan terlihat kehijauan. Sebaiknya hapus
lipstick terlebih dahulu.
Dinding yang digunakan sebagai latar belakang sebaiknya diberi
warna dinding abu-abu netral atau warna gelap. Bagian insisal gigi
sangat dipengaruhi oleh warna gelap sebagai latar belakang, sehingga
memiliki translusensi tinggi pada enamel.
c. Keadaan objek
Warna dari suatu objek tergantung dari sifat yang dimiliki benda
tersebut, pada benda yang tembus cahaya akan mengabsorbsi cahaya
yang melaluinya, sehingga warna dari benda tersebut akan berbeda
dengan warna yang dihasilkan dari benda yang berkilat, dengan
sifatnya memantulkan memantulkan cahaya yang diterimanya. Lain
halnya dengan benda yang mempunyai permukaan bersifat fluoresen,
benda tersebut mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi sebagian
cahaya dan menunjukkan warna yang lebih muda daripada benda yang
opak. Beberapa bahan kedokteran gigi seperti porselen mengandung
bahan fluoresen.
Permukaan objek dan bentuk sama pentingnya dalam memilih
warna gigi, permukaan halus dapat direfleksikan lebih banyak cahaya

36
yang membelakangi operator. Kekasaran pada permukaan gigi akan
mengurangi level warna dasarnya. Karakteristik gigi yang termasuk
dalam bentuk insisal, garis retak dan stein berguna sekali dalam
menempatkan warna dan karakter gigi. Gigi asli menunjukkan
peningkatan penyerapan cahaya pada bagian insisal daripada bagian
sentral dan penurunan cahaya terhadap bagian sercikal.

2. Daya Penglihatan Mata terhadap Objek


Warna dapat dirubah oleh objek ketika ditangkap mata. Ketika
menentukan warna gigi, dokter gigi harus memandang lurus kearah objek
Karena cone sebagai penerima warna sangat banyak di dekat pusat retina.
Warna dipengaruhi oleh beberapa variable yaitu daya penglihatan
mata, sumber cahaya, latar belakang dan keadaan objek. Variable mata
yaitu daya penglihatan mata dapat dikontrol denagn membatasi variable
sumber cahaya, latar belakang dan keadaann objek.
Mata peka sekali terhadap cahaya yang diterimanya. Tetapi cepat
lelah dalam menerima rangsangan. Mata kurang peka terhadap wana yang
peralihannya lembut seperti pada warna gigi asli. Mata cepat elelah dalam
menerima rangsangan untuk satu warna secara terus-menerus maka
dianjurkan hanya dilakukan dalam 5 detik saja untuk menentukan warna
gigi tiruan. Setelah 5 detik kemampuan retina untuk menyesuaikan warna-
warna lembut berkurang, karena itu dalam pemilihan warna terlebih
dahulu dialihkan ke objek warna netral yaitu warna biru sebelum
memandang kembali gigi tersebut.
Warna sebaiknya dipilih ketika pemeriksaan awal untuk mencegah
kelelahan mata yang dapat terjadi. Suatu kesalahan besar jika memilih
warna ketika mata lelah. Mata harus cepat menangkap dan mencoba
menyeimbangkan perbedaan shade guide sehingga tahap ini tidak
menghabiskan banyak waktu. Untuk membantu mata ada baiknya memilih
shade guide yang berwarna terang kemudian ke shade guide yang gelap.

37
8. Gigitan kerja yang benar
Teknik dilakukan dengan bantuan alat/bahan seperti : wax rubber base
dan polybite
Persiapan :
1. Polybite
2. Gunting
3. Polyvinyl siloxan

Cara :
1. Masukan bahan polyvinyl silokan dalam polybite
2. Masukan dalam mulut pada bagian yang dipreparasi
3. Pemeriksaan hasil cetakan untuk melihat detail cetakan
4. Memotong bagian bagian cetakan gigi yang dipreprasi

38
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gigi tiruan jembatan adalah gigi tiruan yang mengganti satu
atau lebih gigi yang hilang, dan dilekatkan ke satu atau lebih gigi asli
atau akar gigi yang bertindak sebagai penyangga. Prosedur pembuatan
gigi tiruan jembatan meliputi preparasi, pembuatan die, pemasangan
pada okludator, pembuatan mahkota akrilik/porselen, pemolesan, teknik
sementasi dan pemasangan.
Preparasi gigi penyangga merupakan tindakan yang penting
dalam perawatan gigi tiruan jembatan. Preparasi optimal harus
memenuhi aspek biologis, mekanis, dan estetik.

39
Daftar Pustaka

1. Barclay, C.W; Walmsley, A.D. 1998. Fixed and Removable


Prosthodontics.Birmingham: Churcill Livingstone, hal 115.
2. Smith,Bernard G N;Howe, Leslie C. 2007. Planning and Making Crown
and Bridges, 4th ed. New York: Informa Healthcare.
3. Ewing JE. Fixed Partial Prosthesis. 2nd ed. Philadelphia: Lea & Febinger,
1959: 169-77.
4. Tylman SD. Construction of Pontics For Fixed Partial Dentures:
Indications, Types, and Materials. In Theory and Practice of Crown and
Fixed Partial Prosthodontics. 6th ed. Saint Louis: CV Mosby 1970: 26,
165, 650-81.
5. Prajitno, H.R. 1994. Ilmu Geligi Tiruan Jembatan: Pengetahuan Dasar
dan Rancangan Pembuatan. Jakarta : EGC.

40

You might also like