You are on page 1of 22

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………... 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………….. 1
C. Tujuan………………………………………………………………… 1
D. Manfaat………………………………………………………………. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian…………………………………………………………….. 2
B. Etiologi……………………………………………………………….. 2
C. Manifestasi Klinis…………………………………………………….. 3
D. Patofisiologi…………………………………………………………... 4
E. Web of Caution (WOC)………………………………………………. 6
F. Prognosis……………………………………………………………… 8
G. Komplikasi……………………………………………………………. 8
H. Pencegahan…………………………………………………………… 8
I. Pemeriksaan diagnostik………………………………………………... 9
J. Penatalaksanaan……………………………………………………….. 10
K. Asuhan Keperawatan…………………………………………………. 11
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan…………………………………………………………… 32
B. Saran………………………………………………………………….. 32
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………... 33
Lampiran……………………………………………………………………... 34
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Serangan jantung dalam pengertian umum merupakan istilah populer untuk
sindroma koroner akut (SKA). Berdasarkan gambaran elektrokardiografi (EKG),
sindroma koroner akut dibagi menjadi 2 subset yaitu SKA dengan elevasi segmen
ST (STEMI) dan tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI). Substet SKA tanpa elevasi
segmen ST dibagi lagi dalam 2 bentuk, yaitu angina pektoris tidak stabil dan infark
miokard akut tanpa elevasi segmen ST.
Angina pektoris adalah suatu sindroma klinis yang ditandai dengan episode
atau paroksisma nyeri atau perasaan tertekan di dada depan atau sakit dada yang
khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke
lengan sebelah kiri yang timbul pada waktu aktifitas dan segera hilang bila aktifitas
berhenti.
Di Amerika Serikat setiap tahun 1 (satu) juta pasien dirawat di rumah sakit
karena angina pektoris tak stabil; dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat
serangan infark jantung yang tak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah
diagnosis ditegakkan.
Angina pektoris tak stabil (unstable angina pectoris, selanjutnya disebut
UAP) dan infark miokard infark akut tanpa elevasi ST (non ST elevation
myocardial infarction, selanjutnya disebut NSTEMI) diketahui merupakan suatu
kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada
prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda.
Diperkirakan 5,3 juta kunjungan per tahun adalah keluhan dengan nyeri
dada, yang menjadi salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada pasien
yang datang ke IGD (Arifin,Gunawan, 2004)

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien
dengan UAP , NSTEMI dan STEMI
2. Tujuan Khusus
1) Mahasiswa mampu menyebutkan kembali pengertian UAP, NSTEMI dan STEMI
2) Mahasiswa mampu menyebutkan kembali etiologi UAP, NSTEMI dan
STEMI
3) Mahasiswa mampu menjelaskan kembali patofisiologi UAP, NSTEMI dan
STEMI
4) Mahasiswa mampu menyebutkan kembali manifestasi klinis UAP, NSTEMI
dan STEMI
5) Mahasiswa mampu menyebutkan kembali Pemeriksaan Penunjang UAP,
NSTEMI dan STEMI
6) Mahasiswa mampu menyebutkan kembali Penatalaksanaan UAP, NSTEMI
dan STEMI
7) Menjelaskan kembali Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan UAP,
NSTEMI dan STEMI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFENISI

Angina pektoris adalah suatu sindroma kronis dimana klien mendapat serangan
sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang seringkali
menjalar ke lengan sebelah kiri yang timbul pada waktu aktifitas dan segera hilang bila
aktifitas berhenti. (Anwar, Bahri, 2004).
Menurut Sudoyo, dkk (2009) Non ST elevation myocardial infarction (NSTEMI)
adalah unstable angina yang disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau
peningkatan kebutuhan oksigen miocard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI)
merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina
pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. STEMI
umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya (Sudoyo, 2006)

B. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULER


1. Anatomi Jantung

Jantung adalah organ berongga berbentuk kerucut tumpul yang memiliki


empat ruang yang terletak antara kedua paru-paru di bagian tengah rongga toraks.
Dua pertiga jantung terletak di sebelah kiri garis midsternal. Jantung dilindungi
mediastinum. Jantung berukuran kurang lebih sebesar kepalan tangan pemiliknya
(Ethel, 2003: 228).

Pelapis Jantung

1. Perikardium : kantong berdinding ganda yang dapat membesar dan mengecil,


membungkus jantung dan pembuluh darah besar. Kantong ini melekat pada
diafragma, sternum dan pleura yang membungkus paru-paru. Di dalam
perikardium terdapat dua lapisan yakni lapisan fibrosa luar dan lapisan serosa
dalam.

Pericardium dibagi menjadi 2 :

 Perikardium parietalis : lapisan luar melekat pada tulang dada dan paru

 Perikardium viseralis : lapisan permukaan jantung/ epikardium

2. Rongga perikardial adalah ruang potensial antara membran viseral dan parietal

(Ethel, 2003: 228-229).

Dinding Jantung

Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan :

 Epikardium luar tersusun dari lapisan sel-sel mesotelial yang berada di atas
jaringan ikat.

 Miokardium tengah terdiri dari jaringan otot jantung yang berkontraksi utnuk
memompa darah. Kontraksi miokardium menekan darah keluar ruang menuju
arteri besar.

 Endokardium dalam tersusun dari lapisan endotellial yang melapisi pembuluh


darah yang memasuki dan meninggalkan jantung (Ethel, 2003: 229).
Ruang-ruang Jantung

Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu 2 berdinding tipis disebut atrium(serambi) dan
2 berdinding tebal disebut ventrikel (bilik). Atrium kanan dan kiri atas yang
dipisahkan oleh septum intratrial, ventrikel kanan dan kiri bawah dipisahkan oleh
septum interventrikular.

1. Atrium ( serambi)

Dinding atrium relatif tipis. Atrium menerima darah dari vena yang membawa
darah kembali ke jantung.

 Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari


seluruh tubuh. Kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan melalui
katub dan selanjutnya ke paru. Atrium kanan terletak dalam bagian
superior kanan jantung

 Atrium kiri terletak di bagian superior kiri jantung, berukuran lebih kecil
dari atrium kanan, tetapi dindingnya lebih tebal.Atrium kiri menerima
darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui 4 buah vena pulmonalis.
Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri melalui katub dan selanjutnya
ke seluruh tubuh melalui aorta.

Kedua atrium dipisahkan oleh sekat yang disebut septum atrium.

2. Ventrikel (bilik)

Merupakan alur alur otot yang disebut trabekula. Alur yang menonjol disebut
muskulus papilaris, ujungnya dihubungkan dengan tepi daun katub
atrioventrikuler oleh serat yang disebut korda tendinae.

 Ventrikel kanan terletak di bagian inferior kanan pada apeks


jantung.Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan
dipompakan ke paru melalui arteri pulmonalis. Darah meninggalkan
ventrikel kanan melalui trunkus pulmonar dan mengalir melewati jarak
yang pendek ke paru-paru.
 Ventrikel kiriterletak di bagian inferior kiri pada apeks jantung. Ventrikel
kari menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan keseluruh tubuh
melalui aorta.

Kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat yang disebut septum ventrikel.

Katup-katup Jantung

1. Katup atrioventrikuler (trikuspid)

Terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang terletak diantara atrium
kanan dan ventrikel kanan mempunyai 3 buah daun katup ( trikuspid). Sedangkan
katup yang terletak diantara atrium kiri dan ventrikel kiri mempunyai dua buah
daun katup ( Mitral). Memungkinkan darah mengalir dari atrium ke ventrikel
pada fase diastole dan mencegah aliran balik pada fase sistolik.

2. Katup Semilunar

 Katup Pulmonal terletak pada arteri pulmonalis dan memisahkan pembuluh


ini dari ventrikel kanan.

 Katup Aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta.

Kedua katup ini mempunyai bentuk yang sama terdiri dari 3 buah daun katup
yang simetris. Danya katup ini memungkinkan darah mengalir dari
masing-masing ventrikel ke arteri selama sistole dan mencegah aliran balik pada
waktu diastole. Pembukaan katup terjadi pada waktu masing-masing ventrikel
berkontraksi, dimana tekanan ventrikel lebih tinggi dari tekanan didalam
pembuluh darah arteri.

3. Katup Bikuspid

Katup ini terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri.

Tanda-tanda Permukaan
1. Sulkus Koroner (atrioventrikular) mengelilingi jantung diantara atrium dan
ventrikel.

2. Sulkus Interventrikular anterior dan posterior, memisahkan ventrikel kanan dan


ventrikrl kiri (Ethel, 2003: 230)

Rangka Fibrosa Jantung

Tersusun dari nodul-nodul fibrokartilago di bagian atas septum interventrikular


dan cincin jaringan ikat rapat di sekeliling bagian dasar trunkus pulmonar dan aorta
(Ethel, 2003: 230).

Pembuluh Dara Koroner

1. Arteri, dibagi menjadi 2 :

 Left Coronary Arteri (LCA) : left main kemudian bercabang besar menjadi:
left anterior decending arteri(LAD), left circumplex arteri (LCX)

 Right Coronary Arteri

2. Vena: vena tebesian, vena kardiaka anterior, dan sinus koronarius.

2. Fisiologi dan Fungsi Sistem kardiovaskuler

Secara garis besar fungsi sistem kardiovaskular:

a. Alat transportasi O2, CO2, hormon, zat-zat makanan, sisa metabolisme ke


dan dari jaringan tubuh.

b. Pengatur keseimbangan cairan.


Darah yang terdapat di dalam jantung selalu mengalami proses sirkulasi , baik
sirkulasi pulmonalis (sirkulasi paru), sirkulasi sitemik (sirkulasi umum), ataupun
sirkulasi porta hati.

C. ETIOLOGI
Menurut Sudoyo, Aru W. (2009) penyebab angina pektoris tak
stabil adalah sebagai berikut:
1) Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik menyebabkan terjadinya oklusi subtotal
atau total dari pembuluh darah koroner yang sebelumnya
mempunyai penyempitan minimal.
2) Trombosis dan Agregasi Trombosit
Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena
interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag dan
kolagen.
3) Vasospasme
Adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh
platelet berperan dalam perubahan tonus pembuluh darah dan
menyebabkan spasme.
4) Erosi pada Plak tanpa Ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena adanya
proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap
kerusakan endotel.

2. Faktor Resiko
Beberapa faktor risiko yang ada hubungannya dengan proses
aterosklerosis menurut Anwar (2004) antara lain adalah :
1) Faktor risiko yang tidak dapat diubah : Umur, jenis kelamin dan
riwayat penyakit dalam keluarga.
2) Faktor resiko yang dapat diubah : Merokok, hiperlipidemi,
hipertensi, obesitas dan DM.

Penyebab NSTEMI menurut Sudoyo, Aru W. (2007) adalah sebagai


berikut:
1) Penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen
miokard yang diperberat obstruksi koroner.
2) Trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner.

Diagnosis SKA termasuk NSTMI dan UAP menjadi lebih kuat jika
keluhan tersebut ditemukan pada pasien dengan karakteristik sebagai
berikut :
1) Pria
2) Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non
koroner (penyakitarteri perifer / karotis)
3) Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard, bedah
pintas koroner, atau IKP
4) Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok,
dislipidemia,diabetes mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang
diklasifikasiatas risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah.PERKI
(2015)

STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok,
hipertensi dan akumulasi lipid.

D. PATOFISIOLOGI
Menurut Corwin (2009) mekanisme timbulnya angina pektoris tidak
stabil didasarkan pada ketidakadekuatan suplai oksigen ke sel-sel
miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan penyempitan
lumen arteri koroner (arteriosklerosis koroner).
Tidak diketahui secara pasti apa penyebab arteriosklerosis, namun jelas
bahwa tidak ada faktor tunggal yang bertanggungjawab atas perkembangan
arteriosklerosiss. Arteriosklerosis merupakan penyakit arteri koroner yang
paling sering ditemukan. Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat,
maka kebutuhan oksigen meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada
jantung yang sehat maka arteri koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih
banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Namun, apabila artei koroner
mengalami kekakuan atau menyempit akibat arteriosklerosis dan tidak dapat
berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen,
maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah) miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi NO
(Nitrat Oksida) yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif.
Dengan tidak adanya fungsi ini otot polos berkontraksi dan timbul spasme
koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke
miokart berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala
yang begitu nampak bila belum mencapai 75%. Bila penyempitan lebih dari
75% serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka supaly darah ke koroner
akan berkurang. Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk
memenuhi kebutuhan energi mereka. Metabolisme ini menghasilkan asam
laktat yang menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri. Apabila
kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang maka suplai oksigen menjadi
adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk membentuk
energi.
Angina pektoris adalah nyeri habat yang berasal dari jantung yang
terjadi sebagai respon terhadap suplai oksisigen yang tidak adekuat ke
sel-sel jantung. Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung,
ke rahang dan daerah abdomen.
Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat kebutuhan oksigen juga
meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat,
maka areti-arteri koroner akan berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak
oksigen kepada jaringan. Akan tetpai jika terjadi kekakuan dan penyempitan
pemnbuluh darah seperti pada penderita arterosklerosis dan tidak mampu
berespon untuk berdilatasi terhadap peningkatan kebutuhan oksigen.
Terjadilah iskemi miokard yang mana sel-sel miokard mulai menggunakan
glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi. Proses ini sangat tidak
efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat kemudian
menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri pada angina pektoris.
Apabila kebetuhan energi sel-sel jantung berkurang (istirahat atau dengan
pemberian obat) suplai oksigen menjadi kembali adekuat dan sel-sel otot
kembali melakukan fosforilasi oksidatif membentuk energi melalui proses
aerob dan proses ini tidak menimbulkan asam laktat sehingga nyeri angina
mereda dan dengan demikian dapat disimpulkan nyeri angina adalah nyeri
yang ber;angsung singkat.
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan/atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi
koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur
plak yang tidak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti
lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan
konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur
mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak
jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan
limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan
mengeluarkan sitokin pro inflamasi seperti TNF α dan IL-6. Selanjutnya
IL-6 akan merangsang pengeluaran HSCRP di hati.
Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya
kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok,
nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi
denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung, serta
menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja
saraf, otak, dan banyak bagian tubuh lainnya. Nikotin mengaktifkan
trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (penggumpalan) ke
dinding pembuluh darah.(Kompas Media Nusantara)

E. WOC UAP dan NSTEMI


Fx : Dapat di Fx : Tak
ubah dapat di
Hipertensi, ubah
Hipertensi,
Merokok Diabete Melitus
Hipertensi, Hipertensi,
nikotin
Pjk keluarga,
Umur,
Hipertensi,stres
Adhesi Hipertensi,
trombosit

Penggumpalan
pembuluh dara
Arteroslerosis

Ruptur Plak,
agregasi platelet. CK/CKMB ↑
vaso kontriksi tonus, Troponin T ↑
kerusakan endotel Trombus

Gangguan suplai NSTEMI


O2 ke jantung

Metabolisme
anaerob ↑: pH sel
↓,asam laktat ↑

Kontraksi otot
jantung ↓
Iscemia miocard
UAP

ST depresi dan atau CK/CKMB dan


MK: PENURUNAN Inversi gel T Troponin T normsl
CURAH JANTUNG

MK : Kurang
MK : nyeri MK : ansietas
pengetahuan
Tekanan atrium kiri Kebutuhan energi MK : intoleransi
meningkat sel menurun aktivitas

Hipertensi Kapiler
paru MK : Gangguan
Oedema paru
pertukaeran gas

F. MANIFESTASI KLINIS
Nyeri dada seperti pada angina biasa dan lebih lama, mungkin timbul pada
waktu istirahat atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat
disertai sesak nafas, mual sampai muntah kadang-kadang disertai keringat
dingin.
Menurut Braunwald (1989) dikutip oleh Aru W. Sudoyo (2009)
klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik adalah
sebagai berikut:
1) Beratnya Angina
(1) Kelas I
Angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah
beratnya nyeri dada.
(2) Kelas II
Angina pada waktu istirahat dan terjadinya sub akut dalam 1 bulan,
tapi tak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.
(3) Kelas III
Adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadi secara akut baik
sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.
2) Keadaan Klinis
(1) Kelas A
Angina tak stabil sekunder, karena adnaya anemia, infeksi lain atau
febris.
(2) Kelas B
Angina tak stabil yang primer, tak ada faktor ekstra kardiak.
(3) Kelas C
Angina yang timbul setelah serangan infark jantung.

Manifestasi klinis pada NSTEMI menurut Sudoyo, Aru W. (2007) antara


lain:
1) Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium
dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar,
nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala
yang sering ditemukan pada NSTEMI.
2) Gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di
lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok
yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.

Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesa secara
cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai
nyeri dada yang berasal dari jantung dibedakan apakah nyerinnya berasal dari koroner
atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya
serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, diabetes militus, dislipidemia,
merokok, stress serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.

1. Nyeri Dada

Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat
apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah
dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat.

Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA. Gejala ini
merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri dada angina
sebagai berikut:
1. Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial.
2. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan diplintir.
3. Penjalaran ke: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah,
gigi, punggung/interskapula, perut, dan juga ke lengan kanan.
4. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
5. Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
6. Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas
dan lemas.

Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis akut, emboli paru,
diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal, Nyeri dada tidak
selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada
diabetes militus dan usia lanjut.

Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas
pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak
keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior
mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi dan atau hipotensi).
Tanda fisis lain pada disfungsi fentrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat
ditemukan murmur midsistolik atau late sistlik apical yang bersifat sementara karena
disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai
38°C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.

Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang
khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST ≥2mm, minimal pada 2 sandapan
prekordial yang berdampingan atau ≥1mm pada 2 sandapan ekstremitas.
Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat
diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu
hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana IMA, prinsip utama
Penatalaksanaan adalah time is muscle.

Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada
atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10
menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan senter dalam
menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi
segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi
perfusi. Jika pemeriksan EKG awal tidak diagnostic untuk STEMI tetapi pasien tetap
simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10
menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara continue harus dilakukan untuk
mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI
inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada
ventrikel kanan.

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evlolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya infark miokard gelombang Q.
Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi
thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral,
biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami
angina pectoris tak stabil atau non STEMI. Pada bagian pasien tanpa elevasi ST
berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya
istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q
atau hilangnya gelombang R dan infark miokard miokard non transmural jika EKG
hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun
ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark
(mural/transmural) sehingga terminology IMA gelombang Q dan non Q
menggantikan IMA mural/nontransmural.

G. KOMPLIKASI
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Elektrokardiografi (EKG)
Gambar 2. Gambaran EKG UAP
(sumber: http:// en.wikipedia.org)

Gambar 3. ECG STEMI and NSTEMI Illustration


(Sumber : http://www.thrombosisadviser.com

Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tidak di temukan


elevasi segmen ST yang persisten, diagnosisnya adalah Infark Miocard Non
Elevasi segmen ST (NSTEMI) atau Angina Pektoris Tidak stabil
(APTS/UAP). Depresi segmen ST yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar
≥0,05mV di sadapan V1-V3 dan ≥0,1 mV di sadapan lainnya. Bersamaan dengan depresi
segmen ST, dapat dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak persisten (< 20menit), dan
dapat terdeteksi di >2 sadapan berdekatan. Inversi gelombang T yang simetris
≥0,2 mV mempunyai spesifitas tinggi untuk untuk iskemia akut.Semua
perubahan EKG yang tidak sesuai dengan kriteria EKG yang diagnostik dikategorikan
sebagai perubahan EKG yang nondiagnostik. Dan dapat dijumpai juga
Gelombang Q yang menetap.
Bila dalam masa pemantauan terjadi perubahan EKG, misalnya depresisegmen
ST dan/atau inversi gelombang T yang signifikan, maka diagnosis UAPatau
NSTEMI dapat dipastikan. Walaupun demikian, depresi segmen ST yangkecil (0,5 mm)
yang terdeteksi saat nyeri dada dan mengalami normalisasisaat nyeri dada hilang sangat
sugestif diagnosis UAP atau NSTEMI.Stress test dapat dilakukan untuk provokasi
iskemia jika dalam masa pemantauan nyeri dada tidak berulang, EKG tetap
nondiagnostik, marka jantung negatif, dan tidak terdapat tanda gagal jantung.
Hasil stress test yang positif meyakinkan diagnosis atau menunjukkan
persangkaan tinggi UAP atau NSTEMI. Hasil stresstest negatif menunjukkan
diagnosis SKA diragukan dan dilanjutkan dengan rawat jalan

2) Pemeriksaan Laboratorium
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard.
Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka jantung hanya
menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk
menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner/nonkoroner).
Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak non koroner
seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung,hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar
troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas,penyakit neurologik akut,
emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi,dan insufisiensi ginjal. Pada
dasarnya troponin T dan troponin I memberikan informasi yang seimbang
terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada
keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T.Dalam
keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponinI/T menunjukkan kadar
yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA,pemeriksaan hendaknya
diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan SKA tidak dapat
ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam
setelah pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai
pada seseorang dengan kerusakan otot skeletal(menyebabkan spesifisitas
lebih rendah) dengan waktu paruh yang singkat (48 jam). Mengingat waktu
paruh yang singkat, CK-MB lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark
(infark berulang) maupun infark periprosedural.
Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emas dalam diagnosis
NSTEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung tersebutakan terjadi
dalam waktu 2 hingga 4 jam. Penggunaan troponin I/T untuk diagnosis
NSTEMI harus digabungkan dengan kriteria lain yaitu keluhanangina dan
perubahan EKG. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika marka jantung
meningkat sedikit melampaui nilai normal atas (upper limit of normal , ULN).
Dalam menentukan kapan marka jantung hendak diulang seyogyanya
mempertimbangkan ketidakpastian dalam menentukan awitan angina.
Tes yang negatif pada satu kali pemeriksaan awal tidak dapat dipakai untuk
menyingkirkan diagnosis infark miokard akut. Kadar troponin pada pasien
infark miokard akut meningkat di dalam darah perifer 3 – 4 jam setelah awitan
infark dan menetap sampai 2 minggu. Peningkatan ringan kadar troponin biasanya
menghilang dalam 2 hingga 3hari, namun bila terjadi nekrosis luas,
peningkatan ini dapat menetap hingga 2 minggu. Mengingat troponin I/T tidak
terdeteksi dalam darah orang sehat, nilai ambang peningkatan marka jantung ini
ditetapkan sedikit di atas nilai normal yang ditetapkan oleh laboratorium
setempat. Perlu diingat bahwa selain akibat STEMI dan NSTEMI,
peningkatan kadar troponin juga dapat terjadi akibat (Takiaritmia,
bradiaritmia berat, Miokarditis, Dissecting aneurysm, Emboli paru)

I. PENATALAKSANAAN
(1) Tindakan Umum
a. Tirah baring
b. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan sturasi
O2 arteri ,95% atau yang mengalami distres respirasi, oksigen dapat
diberikan pada semua pasien dalam 6 jam pertama tanpa
mempertimbangkan saturasi O2 arteri
c. Aspirin sublingual 160-320 mg segera pada semua pasien
d. Penghambat reseptor ADP (Adhenosin diphosphate)
e. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual untuk nyeri dada.jika
belum membaik setiap lima menit di ulang sebanak tiga kali.
f. Morfin sulfat 1-5 mg iv, dapat diulang setiap 10-30 menit bagi pasien
yang tak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual.
(2) Terapi Medikamentosa
1. Obat Anti Iskemia
a) Nitrat
b) Penyekat beta
c) Antagonis kalsium
2. Obat Anti Agregasi Trombosit
a. Aspirin
b. Tiklopidin
c. Klopidrogrel
d. Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa
3. Obat Antitrombin
a) Unfractionated Heparin
b) Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
c) Direct Thrombin Inhibitors
4. Tindakan Revaskularisasi Pembuluh Darah
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan
iskemia berat dan refrakter dengan terapi medikamentosa.
5. Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS.Tatalaksana
terhadap faktor risiko antara lain:
(1) Mencapai berat badan yang optimal;
(2) Nasihat diet;
(3) Menghentikan merokok;
(4) Olahraga;
(5) Pengontrolan hipertensi;
(6) Tatalaksana intensif diabetes mellitus dan deteksi adanya diabetes
yang tidak dikenali sebelumnya.

BAB III
KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

You might also like