You are on page 1of 160

MODUL 1

LINGKUNGAN KERJA

1. TUJUAN
- Mendeteksi potensi bahaya kerja yang berhubungan dengan pekerjaan, tempat kerja, dan
lingkungan kerja.
- Memeriksa tempat kerja untuk menemukan potensi bahaya dan pelaku para pekerja yang
tidak aman.
- Menggunakan metode-metode dan teknik-teknik sederhana untuk evaluasi potensi
bahaya kerja dan untuk menguji langkah-langkah pengendalian.
- Melaporkan potensi bahaya kerja dan lingkungan kepada badan-badan yang
bersangkutan.
- Mengetahui prinsip-prinsip pengendalian potensi bahaya kerja dan lingkungan kerja dan
berpartisipasi dalam memilih tindakan pengendalian yang tepat dan penggunaan optimal
dari sumber daya yang tersedia.
- Berpartisipasi dalam pengelolaan rencana darurat kerja dan pertolongan pertama.
- Mendidik pekerja sesuai dengan prinsip-prinsip perilaku yang aman di tempat kerja.
- Berpartisipasi dalam menyelidiki keluhan kerja, kasus kompensasi, rehabilitasi,
kesejahteraan sosial, dll.
- Berkoordinasi dengan profesional lainnya dalam tim multi-disiplin kerja: petugas dan
panitia keamanan, occupational hygienist, dokter dan perawat, sanitarian, petugas
pertolongan pertama, insinyur tanaman dan mandor.

2. PENDAHULUAN DAN KONSEP-KONSEP DASAR


2.1.Kebersihan Kerja
Kebersihan kerja adalah praktek penilaian dan pengendalian faktor lingkungan dan
tekanan yang timbul di atau dari tempat kerja, yang dapat menyebabkan cedera, penyakit,
gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau ketidaknyamanan yang signifikan dan
inefisiensi antara pekerja atau warga masyarakat.
Ini meliputi studi:
 Toksikologi
 Proses industri
 Perilaku kimia dan fisika dari kontaminan udara
 Statistik dan teknik sampling lingkungan
 Desain dan evaluasi sistem ventilasi
 Pengendalian bising
 Perlindungan radiasi
 Dampak bagi kesehatan dari potensi bahaya kerja
Occupational/ industrial hygienist menggunakan pemantauan dan metode analisis
lingkungan untuk mendeteksi sejauh mana paparan pada pekerja dan pekerja teknik,
pengendalian praktik kerja, dan metode lain untuk mengendalikan potensi bahaya
kesehatan. Occupational/ industrial hygienist harus bekerja dengan dokter untuk
mengembangkan program kesehatan kerja yang komprehensif dan dengan epidemiologist
untuk melakukan penelitian tentang efek kesehatan.

2.2.Analisis Tempat Kerja


Analisis tempat kerja merupakan prosedur penting yang membantu dalam menentukan
pekerjaan dan tempat kerja apa yang merupakan sumber potensi masalah. Selama
menganalisis tempat kerja: paparan, masalah dan risiko diidentifikasi dan diukur.
Analisis tempat kerja yang paling efektif mencakup semua pekerjaan, operasional dan
aktivitas kerja. Occupational/ industrial hygienist memeriksa, meneliti atau menganalisa
bagaimana potensi bahaya bahan kimia tertentu atau fisika di tempat kerja dapat
mempengaruhi kesehatan pekerja. Jika situasi berbahaya untuk kesehatan ditemukan,
Occupational/ industrial hygienist merekomendasikan tindakan koreksi yang tepat.
Contoh:
Seorang Occupational/ industrial hygienist mungkin diminta untuk menentukan komposisi
dan konsentrasi kontaminan udara di tempat kerja yang mana sudah menimbulkan keluhan
iritasi pada mata, hidung dan tenggorokan. Dalam situasi ini Hygienist juga akan
menentukan apakah paparan kontaminan melebihi batas yang diperbolehkan sesuai
persyaratan peraturan dan standar nasional. Jika masalahnya adalah dari bahan yang
terkandung diudara (sebuah kesimpulan yang mungkin dicapai dalam konsultasi dengan
dokter atau ahli epidemiologi), maka hygienist bertanggung jawab untuk memilih teknik
yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan paparan misalnya memasang
ventilasi di sekitar sumber kontaminan udara dan mengisolasi dari area kerja umum.
Tindak lanjut sampling untuk memverifikasi bahwa kontrol telah efektif jua merupakan
tanggung jawab hygienist.
3. MENGENALI POTENSI BAHAYA BAGI KESEHATAN
3.1.Inspeksi
Inspeksi adalah langkah pertama dalam melakukan evaluasi dan kontrol dan
memerlukan identifikasi bahan dan proses yang berpotensi membahayakan pekerja.
Inspeksi tempat kerja merupakan sumber data secara langsung yang paling baik yang
relevan tentang bahaya kesehatan. Tidak ada pengganti untuk observasi praktek kerja,
penggunaan bahan kimia dan fisika, dan konrol yang efektif. Pekerja PHC harus mampu
mengenali bahaya kesehatan yang utama dan jelas dan dapat membedakan potensi bahaya
mana yang memerlukan evaluasi resmi oleh hygienist.

3.2.Potensi Bahaya Kesehatan


Kontaminan Udara
a. Kontaminan Partikel
- Debu: partikel padat yang dihasilkan dari pengerjaan, penghancuran,
penggilingan, tabrakan, ledakan, dan pemanasan bahan organik atau anorganik
seperti batu, bijih, logam, batubara, kayu dan biji-bijian. Setiap proses yang
menghasilkan debu yang cukup banyak untuk menetap di udara cukup lama yang
dapat terhirup atau tertelan harus dianggap berbahaya sampai terbukti tidak.
- Asap: terbentuk ketika bahan padat yang mudah menguap terkondesasi di udara
dingin. Dalam kebanyakan kasus, partikel padat yang dihasilkan dari kondensasi
bereaksi dengan udara membentuk oksida.
- Kabut: cairan yang tersuspensi di atmosfer. Kabut dihasilkan dari cairan yang
terkondensasi dari uap kembali ke cairan atau cairan yang terdispersi dari hasil
percikan atau atomisasi.
- Aerosol: suatu bentuk kabut yang bersifat sangat mudah terhirup dan memiliki
partikel cairan yang sangat kecil.
- Serat: partikel padat yang panjangnya beberapa kali lebih besar daripada
diameternya, misalnya asbes.

b. Kontaminan Gas dan Uap


- Gas: cairan tak berbentuk yang menempati segala ruang atau kandang di mana
mereka terbatas. Gas adalah atom, diatomik atau molekul di alam yang mirip
tetesan atau partikel, yang terdiri dari jutaan atom atau molekul. Melalui
penguapan, cairan berubah menjadi uap dan bercampur dengan udara atmosfer.
- Uap: substansi yang mudah menguap yang normalnya berbentuk padat atau cair
pada tekanan dan suhu kamar.

Potensi Bahaya Kimia


Senyawa kimia berbahaya dalam bentuk padat, cair, gas, kabut, debu, asap dan uap
yang memiliki efek toksik jika terhirup (melalui pernapasan), terserap (melalui kontak
langsung dengan kulit) atau tertelan (melalui makan atau minum). Bahaya kimia yang
ada di udara adalah kabut, uap, gas, asap atau padat. Beberapa racun dapat terhirup
dan beberapa dapat mengiritasi kulit; dapat terserap melalui kulit atau tertelan dan
beberapa juga bersifat korosif terhadap jaringan. Tingkat risiko pekerja yangterpapar
senyawa yang diberikan tergantung pada sifat dan potensi efek toksik, besarnya dan
durasi paparan.

Potensi Bahaya Biologi


Potensi bahaya biologi berupa bakteri, virus, jamur dan organisme hidup lainnya yang
dapat menyebabkan infeksi akut dan kronis melalui tubuh baik secara langsung atau
melalui kulit. Pekerjaan yang berhubungan dengan tanaman atau hewan atau
produknya, atau berhubungan dengan makanan dan proses pengolahan makanan dapat
menyebabkan pekerja terpapar bahaya biologis. Petugas laboratorium dan tenaga
medis juga bisa terkena bahaya biologis. Setiap pekerjaan yang kontak dengan cairan
tubuh menyebabkan pekerja terpapar bahaya biologis. Dalam pekerjaan di mana
hewan yang terlibat, bahaya biologis ditangani dengan pencegahan dan pengendalian
penyakit pada populasi hewan serta merawat dan menangani hewan yang terinfeksi
dengan benar. Untuk kebersihan pribadi yang efektif, perlu perhatian khususnya untuk
luka ringan dan goresan terutama pada tangan dan lengan, agar risiko pada pekerja
menjadi minimal. Pada pekerjaan yang memiliki potensi bahaya biologis, pekerja
harus menerapkan kebersihan pribadi yang tepat, terutama mencuci tangan. Rumah
sakit harus menyediakan ventilasi yang tepat, alat pelindung diri yang tepat seperti
sarung tangan dan respirator, sistem pembuangan limbah infeksius yang memadai dan
pengendalian yang tepat termasuk isolasi penyakit menular, misalnya TBC.

Potensi Bahaya Fisik


Potensi bahaya fisik berupa bising, getaran, pencahayaan dan suhu, dan ionisasi dan
non-ionisasi radiasi elektromagnetik.
Bising merupakan bahaya fisik yang signifikan, yang dapat dikendalikan dengan:
- Memasang peralatan dan sistem yang telah direkayasa, dirancang dan dibuat lebih
tidak bising.
- Menutup atau melindungi peralatan yang menimbulkan kebisingan.
- Menentukan bahwa peralatan dalam kondisi baik dan dipelihara dengan baik dimana
bagian-bagian yang rusak dan tidak seimbang diganti.
- Meletakkan peralatan bising di suatu tempat untuk mengurangi getaran.
- Memasang peredam suara.
- Mengganti metode kerja yang lebih tenang untuk yang bising contoh mengelas.
- Memakai lantai, langit-langit dan dinding dengan bahan akustik untuk mengurangi
bayangan atau gema bising.
- Membuat peredam suara di tempat kerja yang berdekatan dengan kegiatan yang
mengeluarkan bising untuk mengurangi paparan pekerja terhadap kebisingan.
- Menjauhkan jarak antara sumber dan penerima, misalnya dengan mengisolasi
pekerja di bilik akustik, membatasi waktu paparan pekerja dengan bising,
memberikan alat pelindung pendengaran.
Peraturan Occupational Hygiene mengharuskan pekerja yang berada di lingkungan
bising secara berkala diuji sebagai tindakan pencegahan gangguan pendengaran.
Radiasi ionisasi dapat dikontrol dengan:
- Mengurangi waktu paparan: bahaya dari radiasi meningkat sesuai dengan lamanya
seseorang terpapar. Semakin pendek waktu paparanmaka semakin kecil bahaya
radiasi.
- Menjauhkan jarak: merupakan metode yang tepat dalam mengendalikan paparan
baik ionisasi dan non-ionisasi. Tingkat radiasi dari beberapa sumber dapat
diperkirakan dengan membandingkan kuadrat jarak antara pekerja dan sumber.
- Alat pelindung: semakin besar massa pelindung antara sumber radioaktif dan
pekerja, semakin rendah paparan radiasi. Demikian pula, melindungi pekerja dari
radiasi non-ionisasi juga dapat menjadi metode pengendalian yang efektif.
Dalam beberapa kasus, bagaimanapun, membatasi paparan atau meningkatkan jarak
dari radiasi non-ionisasi tertentu, misalnya laser, tidak efektif. Sebuah paparan radiasi
laser yang lebih cepat dari kedipan mata dapat berbahaya dan pekerja harus berjarak
beberapa mil dari sumber laser jika belum cukup terlindungi.
Paparan radiasi panas dapat dikendalikan dengan: menggunakan alat pelindung
reflektif dan dengan menyediakan pakaian pelindung di pabrik-pabrik seperti pabrik
baja.

Potensi Bahaya Ergonomik


Ilmu ergonomik mempelajari dan mengevaluasi berbagai hal, tidak hanya terbatas
pada kegiatan mengangkat, memegang, mendorong, berjalan dan menggapai suatu
benda.
Banyak masalah ergonomik yang merupakan hasil dari perubahan teknologi:
- Peningkatan kecepatan produksi
- Penambahan tugas-tugas khusus
- Kegiatan yang berulang-ulang terus menerus.
Beberapa masalah timbul akibat buruknya rancangan pekerjaan. Beberapa kondisi
yang dapat menyebabkan bahaya ergonomik:
- Getaran yang berlebihan
- Kebisingan
- Kelelahan mata
- Gerakan berulang
- Mengangkat beban berat
- Buruknya rancangan alat atau area kerja
Gerakan yang berulang atau guncangan berulang dalam jangka waktu yang lama
seperti pekerjaan menyortir, perakitan dan pemasukan data sering dapat menyebabkan
iritasi dan peradangan pada selubung tendon di tangan dan lengan, kondisi ini
dikenal sebagai carpal tunnel syndrome. Bahaya ergonomik dapat dihindari terutama
dengan desain pekerjaan atau area kerja yang efektif dan dengan perancangan alat-alat
kerja yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan pekerja di lingkungan fisik dan
pekerjaan.
Melalui analisis tempat kerja secara menyeluruh, pengusaha dapat mengatur prosedur
untuk memperbaiki atau mengontrol bahaya ergonomik dengan:
- Pengontrolan peralatan kerja yang tepat, misalnya merancang atau mendesain
ulang stasiun kerja, pencahayaan, dan peralatan
- Mengajarkan praktek kerja yang benar, misalnya memberlakukan kerja shift untuk
membagi waktu kerja, mengurangi produksi dan menambah waktu istirahat
- Menyediakan dan memakai alat pelindung diri sebagaimana perlunya.
Mengevaluasi kondisi kerja dari sudut pandang ergonomis juga melibatkan fisiologis
dan psikologis pekerja. Secara keseluruhan, manfaat dari perancangan lingkungan
kerja ergonomik yang baik dapat meningkatkan efisiensi, menurunkan angka
kecelakaan, menurunkan biaya operasi kerja dan penggunaan personil yang lebih
efektif.

Faktor Psikososial
Yang termasuk dalam faktor psikososial adalah perasaan bosan, pekerjaan yang
berulang, tekanan produksi, stres, upah gaji rendah dan kurangnya pengenalan.

Faktor Kecelakaan
Penyebab utama kecelakaan meliputi:
- Kondisi mekanik dan fisik yang tidak aman
- Tindakan yang tidak aman
- Faktor pribadi yang tidak aman.

3.3.Teknik yang Digunakan Dalam Mengenali Potensi Bahaya Kesehatan


Tempat Penyimpanan Bahan
Digunakan untuk menjaga jumlah bahan baku, bahan setengah jadi dan produk akhir,
dan produk-produk limbah. Hal ini disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan spesifik
dari keadaan setempat dengan mempertimbangkan hal-hal berikut.
a) Siapa yang akan menggunakan
- Penasihat keamanan dan wakil
- Occupational hygienist
- Dokter
- Perawat
- Petugas pelayanan darurat
- Staf pembelian.
b) Informasi apa yang diperlukan
- Sifat material, yaitu komposisi, data fisik, lonjakan dan ledakan data, dasar
toksikologi dan keamanan data, dll
- Penggunaan material, termasuk penyimpanan, penanganan dan prosedur
pengendalian, pertolongan pertama, dll
- Rincian administrasi, yaitu nama dagang dan kimia, referensi nomor perusahaan,
alamat rumah produksi / pemasok, pelabelan dan pengepakan, pembuangan
limbah, dll
c) Bagaimana persediaan akan diperbarui
- Semua bahan baru harus dipertimbangkan dari sudut pandang kesehatan dan
keselamatan sebelum dibeli, digunakan dan dimasukkan dalam persediaan
- Untuk bahan yang sudah tersedia, diperlukan sistem kesehatan dan keselamatan
melalui sumber-sumber informasi, bahwa data tentang potensi bahaya yang ada di
lembar data adalah informasi terbaik yang tersedia saat ini.
- Ketersediaan sistem komputerisasi data menambah kegunaan tempat penyimpanan
bahan.

Proses Penyimpanan
Bertujuan untuk mendokumentasikan potensi bahaya yang berhubungan dengan setiap
proses dan untuk merekam bagaimana setiap potensi bahaya dikelola dan dikontrol.
Proses penyimpanan meliputi :
- Proses penyimpanan itu sendiri
- Bahan-bahan seperti produk setengah jadi dan produk limbah
- Pemasukan dan pengeluaran data
- Potensi bahaya
- Potensi gas di atmosfer
- Potensi paparan
- Menyusun ulang proses pengendalian mesin
- Peringatan lain termasuk penggunaan APD
Proses penyimpanan juga menyediakan kesempatan untuk mendokumentasikan
potensi bahaya yang berhubungan selain dengan kimia, yaitu panas, bising dan
radiasi, proses pembuangan limbah berbahaya.
Proses penyimpanan berdasarkan pada:
- Produk dan bahan tertentu
- Peralatan
- Lokasi geografi

Walk-Through Occupational Hygiene Survey


Walk-through survey di suatu perusahaan berupa observasi tindakan dan memberikan
tindakan pencegahan untuk potensi bahaya. Sumber dan kontaminan yang
berpotensial dari proses yang spesifik dapat diidentifikasi (Lihat tabel appendix 1.1).
Walk-through survey memberikan kesempatan untuk bertemu dengan personil
perusahaan dan berinteraksi dengan teknisi dan para pekerja yang mengetahui
masalah dan mendapatkan keluhan selama proses pengerjaan di perusahaan.
a) Prinsip-prinsip umum walk-through survey
- Potensi bahaya yang ada di tempat kerja
- Identifikasi potensi bahaya
- Pengendalian potensi bahaya
- Penerapan prosedur
- Pemantauan
b) Metode survey
- Survey biasanya tanpa menggunakan pengukuran instrumen
- Banyak informasi dapat dikumpulkan selama survey (lihat tabel appendix 1.2)
- Berikut hal-hal yang diperlukan selama survey:
o Form survey
o Notepad atau mesin ketik
o Rencana perusahaan
o Kamera
o Tabung asap
- Occupational hygienist memproses setiap area kerja sesuai dengan fungsi kerja,
mulai dari produksi barang sampai pengiriman, dan ditemani oleh supervisor lokal
atau teknisi.
- Sumber informasi yang digunakan selama survey:
o Pekerja termasuk pekerjaannya
o Indra penciuman, pendengaran, dan peraba untuk mendeteksi bau, panas,
dan bising
o Fotografi untuk dokumentasi lingkungan dan aktivitas yang memerlukan
perhatian lebih
o Tabung asap untuk ventilasi lokal
o Observasi, merupakan kunci untuk survey efektif, tidak ada masalah
ergonomik seperti pencahayan yang buruk, praktik kerja yang tidak aman,
peralatan yang tidak terlindung, dll
c) Laporan
Laporan harus ditulis jelas dan ringkas dan sistematik sesuai dengan sususan
berikut:
- Pendahuluan
- Ringkasan potensi bahaya dan tindakan yang digunakan untuk memecahkan
masalah tersebut baik secara sementara ataupun permanen
- Ringkasan potensi bahaya yang memerlukan pemantauan dan evaluasi lebih lanjut
- Laporan hasil survey
- Rencana kerja yang diusulkan occupational hygine
d) Ringkasan survey
- Survey merupakan peniaian awal untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan
control, yang dilakukan oleh staff yang berkompeten dengan bantuan supervisi
lokal
- Lokasi dan proses yang komprehensif
- Investigasi secara detail tentang potensi bahaya
- Pengumpulan data yang berkenaan dengan subjek untuk persiapan survey
- Dua unsur utama untuk sumber data survey adalah tenaga kerja dan observasi
- Fotografi juga merupakan hal yang penting
- Laporan disusun singkat dan jelas

Program Pengambilan Sampel Udara


Pengambilan sampel udara harus dirancang untuk menjawab pertanyaan spesifik jika
tidak maka tidak dapat dimulai misalnya program epidemiologi membutuhkan sampel
acak agar prediksi statistic lebih akurat. Pengambilan sampel perlindungan pada
pekerja membutuhkan seleksi pekerja dengan resiko maksimum.
Alasan pengambilan sampel bervariasi antara lain :
- Evaluasi resiko kesehatan : untuk mengukur paparan terhadap pekerja agar dapat
memperkirakan resiko dari efek kesehatan yang tidak diinginkan dan untuk
penilaian control.
- Perlindungan lingkungan : untuk menentukan jumlah zat toksik atau berbahaya di
lingkungan
- Penyesuaian : untuk memastikan bahwa level paparan terhadap pekerja dan
lingkungan berada pada batas yang telah diatur dan untuk pemantauan legislatif
- Proses kontrol : untuk evaluasi kinerja teknisi atau proses control lainnya dan
untuk memastikan bahwa control kontaminan adekuat.
- Identifikasi sumber : untuk menemukan dan mengontrol sumber kontaminasi
- Dokumentasi paparan : untuk mendokumentasikan paparan dengan studi prospektif
atau perlindungan kelembagaan terhadap tindakan hukum
Strategi pengambilan sampel untuk setiap masing-masing tujuan membutuhkan
protokol dan sistem pengambilan sampel yang berbeda. Jenis sampel mengacu kepada
apakah sampel paparan pribadi harus dikumpulkan dari zona pekerja, ataukah dari
suatu daerah, cerobong atau sampel lingkungan lainnya yang lebih baik. Pengambilan
sampel dari cerobong umumnya dilakukan untuk proses dan kontrol gas.
Perlindungan kesehatan membutuhkan pemantauan paparan pribadi.
Protokol Pengambilan Sampel Occupational Hygiene
Tujuan Tipe Sampel
Evaluasi resiko kesehatan Pribadi
Perlindungan lingkungan Area, lingkungan
Penyesuaian Pribadi, lingkungan, cerobong
Proses control Area, pribadi, cerobong
Sumber identifikasi Area, cerobong
Dokumentasi paparan Pribadi

4. EVALUASI POTENSI BAHAYA KESEHATAN


Evaluasi bahaya kesehatan dalam perusahaan meliputi pengukuran terhadap paparan
(dan potensi paparan), membandingkan paparan tersebut dengan standar yang ada dan
rekomendasi kontrol jika diperlukan.
4.1.Teknik Pengukuran Paparan
Teknik ini didasarkan pada sifat bahaya dan lingkungan yang kontak dengan pekerja,
misalnya
- Pengambilan sampel udara dapat menunjukkan konsentrasi partikel beracun, gas
dan uap yang dapat dihirup pekerja
- Apusan kulit dapat digunakan untuk mengukur tingkat kontak kulit dengan bahan-
bahan beracun yang dapat menembus kulit
- Noise dosimeter merekam dan mengintegrasikan tingkat kebisingan di tempat kerja
untuk menentukan total paparan bising harian.
Pemilihan dan Kalibrasi Alat
Alat umumnya diklasifikasikan sebagai berikut:
- Alat dengan pembacaan langsung
- Pengambilan sampel dengan alat yang menghilangkan kontaminan (untuk analisis
laboratorium) dari udara
- Pengambilan sampel dengan alat yang mengumpulkan volume udara untuk
analisis laboratorium.
Semua jenis alat harus dikalibrasi dengan alat standar pengukur aliran udara sebelum
dan setelah digunakan di lapangan. Selanjutnya, pembacaan langsung pada alat harus
dikalibrasi dengan konsentrasi bahan/zat digunakan.

Menetapkan Metode Analisis yang Tepat


Penggunaan metode analisis yang akurat, sensitif, spesifik dan mudah sama
pentingnya dengan kalibrasi yang tepat untuk alat pengambilan sampel.
Kesulitan yang harus diatasi dalam pengukuran (sampling / analisis) adalah:
- Gangguan dan reaksi ketika berhadapan dengan campuran bahan kimia, yang
sering terjadi
- Fluktuasi konsentrasi.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi pekerja terhirup kontaminan yaitu:
- Rute masuknya bahan/zat selain dari respirasi, misalnya dari penyerapan kulit
- Aktivitas fisik pekerjaA yang mempengaruhi laju respirasi
- Penggunaan respirator atau tidak di tempat kerja.
Jika tersedia, metode standard analisis harus digunakan seperti yang
direkomendasikan oleh:
- WHO
- International Organization for Standardization
- European Community
- American Industrial Hygiene Association (AHIA) Analytical
Committee
- U.S. National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH)
- U.S. Occupational Safety and Health Administration (OSHA)
- American Conference of Governmental Industrial Hygienists
(ACGIH)
- The American Public Health Association (APHA)
- The American National Standards Institute (ANSI)

Strategi Pengambilan Sampel dan Pengukuran


Setiap upaya harus dilakukan untuk mendapatkan pengukuran (atau sampel) yang
mewakili paparan pada pekerja.
Hal ini dicapai dengan menjawab pertanyaan berikut:
- Dimana lokasi pengambilan sampel?
- Untuk siapa sampel tersebut?
- Berapa lama pengambilan sampel?
- Berapa banyak sampel yang di ambil?
- Kapan pengambilan sampel?
Sejumlah sampel harus dikumpulkan atau dibaca dengan alat pembacaan langsung,
untuk durasi yang tepat, untuk memungkinkan penilaian harian, time-weighted
average (TWA) paparan dan untuk mengevaluasi paparan pada konsentrasi tinggi bila
diperlukan.

4.2.Interpretasi Hasil Temuan


Segala bentuk penilaian dan temuan harus diinterpretasikan dan dilaporkan hasilnya.
Penyidik harus mengetahui hal-hal berikut:
- Sifat suatu zat atau bahan fisika
- Intensitas (konsentrasi) paparan
- Durasi paparan.
Keputusan hygienist tentang apakah terdapat potensi bahaya, didasarkan pada tiga
sumber informasi berikut:
- Literatur ilmiah dan berbagai panduan tentang batas paparan
- Persyaratan hukum dari peraturan kesehatan dan keselamatan kerja nasional
- Interaksi dengan profesional kesehatan lain yang telah meneliti pekerja yang
terpapar dan mengevaluasi status kesehatan mereka.
Ambang batas paparan kerja merujuk pada konsentrasi zat dalam udara di mana
hampir semua pekerja dapat berulang kali terkena, hari demi hari, tanpa efek yang
merugikan kesehatan. Ambang batas paparan kerja didasarkan pada informasi yang
tersedia dari industri, studi pada manusia dan hewan percobaan; dan, bila mungkin,
kombinasi dari ketiganya.
4.3.Ambang Batas Paparan yang Direkomendasikan
Banyak standar telah direkomendasikan oleh badan-badan nasional dan internasional.
Yang paling populer dan komprehensif, namun ini adalah daftar nilai ambang batas /
threshold limit values (TLV) untuk bahan kimia dan agen fisika dan indeks paparan
biologis/ Biological exposure Indices(BEIs) yang dikeluarkan oleh American
Conference of Governmental Industrial Hygienist (ACGIH).
Ada tiga kategori TLV:
- Time-weighted average (TWA8): Rata-rata karyawan boleh terpapar udara dalam
setiap shift kerja 8 jam per hari atau 40 jam per minggu, yang tidak boleh
terlampaui.
- Batas paparan jangka pendek/ short-term exposure limit (STEL): 15 menit dari
paparan TWA, yang tidak boleh melebihi setiap hari kerja kecuali telah ditentukan
dalam batas tertentu. Jika ditentukan batas tertentu, paparan TWA tidak boleh
melebihi batas per hari kerja.
- Ceiling-C: paparan tidak boleh melebihi batas paparan per hari. Jika pada
pemantauan tidak tepat, ceiling harus dinilai sebagai 15 menit paparan TWA,
yang tidak boleh melebihi batas per hari kerja.
Beberapa pertimbangan untuk:
- Notasi kulit (untuk penyerapan kulit)
- Campuran (untuk paparan terhadap campuran yang terkontaminan)
- Partikel yang terinhalasi dan tehirup
- Partikel tidak dapat diklasifikasikan (PNOC)
- Agen penyebab asfiksia: gas inert atau uap
- Indeks paparan Biologis (BEI)
- Faktor fisik
- Jadwal kerja yang tidak biasa.

5. PENGENDALIAN POTENSI BAHAYA


Occupational/industrial hygienist mengakui bahwa pengendalian mesin, praktek kerja dan
kontrol administratif adalah sarana utama mengurangi karyawan dari paparan potensi
bahaya kerja.
5.1.Engineering Control
Meminimalkan paparan karyawan dengan cara mengurangi atau menghilangkan
bahaya pada sumber atau mengisolasi pekerja dari bahaya, termasuk:
- Menghilangkan bahan kimia beracun dan menggantinya dengan bahan kimia tidak
beracun
- Penutupan proses kerja atau membatasi operasi kerja
- Memasang sistem ventilasi umum dan lokal.

5.2.Pengendalian Praktek Kerja


Mengubah cara melakukan suatu tindakan. Beberapa pengendalian praktek kerja yang
mendasar dan mudah dilaksanakan antara lain:
- Mengubah praktek kerja yang sudah ada agar mengikuti prosedur yang tepat
untuk meminimalkan paparan ketika sedang melakukan kegiatan produksi dan
pengendalian alat
- Memeriksa dan mempertahankan proses dan pengendalian alat secara teratur
- Menerapkan prosedur kerja yang baik
- Memberikan pengawasan yang baik
- Melarang makan, minum, merokok, mengunyah tembakau atau permen karet dan
berdandan di daerah tertentu.

5.3.Kontrol Administratif
- Mengontrol paparan pada karyawan dengan penjadwalan produksi dan tugas, atau
keduanya, dengan cara-cara yang meminimalkan tingkat paparan; misalnya
pemilik perusahaan menjadwalkan operasi produk dengan potensi paparan
tertinggi ketika karyawan yang hadir sedikit.
- Ketika praktek kerja yang efektif atau engineering control tidak dapat terlaksana
maka alat pelindung diri harus digunakan, misalnya sarung tangan, kacamata
keselamatan, helm, sepatu safety, pakaian pelindung dan respirator. Agar efektif,
alat pelindung diri harus dipilih sendiri, dipasang dengan benar dan dipakai secara
berkala, secara teratur dipelihara dan diganti seperlunya.

6. TUGAS UNTUK PEKERJA BARU


- Mendekatkan diri dengan industri lokal, pekerjaan, populasi pekerja dan petugas
layanan kesehatan dan keselamatan kerja, dll
- Survey tempat kerja (menggunakan metode walk-throuh) di sektor formal dan
informal, pertanian, industri kecil dan perdagangan lainnya; membiasakan diri dan
mengumpulkan data tentang teknis menjalankan suatu tindakan, pemrosesan bahan
tenaga kerja; dan mencoba untuk menemukan dan menentukan potensi bahaya.
- Melapor potensi bahaya yang ada kepada pihak yang bertanggung jawab dan
menindaklanjuti tindakan mereka.
- Menilai bahaya lingkungan menggunakan metode konvensional sederhana dan alat
pembacaan langsung; memeriksa kontrol dan peralatan yang tersedia dan menguji
efisiensi mereka (misalnya menggunakan tabung asap); dan mencari panduan untuk
interpretasi hasil dan membuat saran untuk kontrol.
- Berpartisipasi dalam pengumpulan dan analisis data kesehatan pekerja.
- Siap untuk membantu dalam keadaan darurat dan mampu untuk memberikan
pertolongan pertama.
- Berkoordinasi dengan profesional lainnya dalam bidang-bidang seperti:
o pendidikan pekerja
o menyelidiki keluhan
o rehabilitasi
o kesejahteraan sosial tenaga kerja
o hal-hal lain yang relevan dengan tempat kerja yang optimal dan
lingkungan kerja dan kesehatan pekerja.

Appendix 1.1 Tindakan yang memiliki potensi bahaya dan berhubungan dengan kontaminasi
udara
Jenis Proses Jenis Kontaminan Contoh Kontaminan
Tindakan yang berhubungan
dengan panas:
-pengelasan Gas (g) Kromat (p)
-reaksi kimia Partikel (p) Zink dan senyawanya (p)
-solder (debu, asap, kabut) Mangan dan senyawanya (p)
-peleburan
-percetakan
-pembakaran
Tindakan yang berhubungan
dengan zat cair:
-mengecat Uap (v) Benzene (v)
-degreasing Gas (g) Trichloroethylene (v)
-dipping Kabut (m) Methylene chloride (v)
-menyemprot 1,1,1-trichlorethylene(v)
-brushing Asam hidroklorida (m)
-coating Asam sulfur (m)
-etching Hydrogen klorida (g)
-cleaning Garam sianida (m)
-dry cleaning Asam kromat (m)
-pickling Hydrogen sianida (g)
-plating mixing TDI, MDI (v)
-galvanizing Hydrogen sulfida (g)
-reaksi kimia Sulphur dioksida (g)
Karbon tetraklorida (v)
Tindakan yang berhubungan
dengan zat padat:
-pouring debu Semen
-pengadukan Quartz (silica bebas)
-pemisahan Fibrous glass
-ekstraksi
-penghancuran
-conveying
-loading
-bagging
Tindakan penyemprotan
dengan tekanan:
-cleaning parts Uap (v) Organik solvent (v)
-pemakaian pestisida Debu (d) Chlordane (m)
-degreasing Kabut (m) Parathion (m)
-sand blasting Trichloroethylene (v)
-painting 1,1,1- Trichloroethylene (v)
Methylene klorida (v)
Quartz (d)
Tindakan yang berhubungan
dengan shaping:
-pemotongan debu Asbestos
-penggilingan Berilium
-filing Uranium
-milling Zink
-moulding Timbal
-pengergajian
-pengeboran

Appendix 1.2 Cek List untuk survey occupational hygiene


1. Tentukan tujuan dan ruang lingkup penelitian:
- Survei kesehatan kerja yang komprehensif
- Evaluasi batas paparan pada kelompok pekerja untuk agen tertentu
- Menentukan penyesuaian dengan menggunakan standar tertentu
- Evaluasi penyesuaian dengan menggunakan standar tertentu
- Respon untuk keluhan spesifik
2. Mendiskusikan tujuan penelitian dengan wakil manajemen dan tenaga kerja yang
tepat.
3. Membiasakan diri dengan segala hal yang ada di perusahaan:
- Mempelajari proses data dan tata letak perusahaan.
- Menyusun penyimpanan bahan baku, produk setengah jadi dan produk akhir.
- Ulasan relevan mengenai informasi toksikologi.
- Mendapatkan daftar klasifikasi pekerjaan dan tekanan yang ada di lingkungan untuk
pekerja yang berpotensi terpapar.
- Amati kegiatan yang berhubungan dengan klasifikasi pekerjaan.
- Ulasan laporan dari penelitian sebelumnya.
- Menentukan secara subyektif tenyang potensi bahaya kesehatan yang terkait dengan
operasi di perusahaan.
- Ulasan pelabelan dan peringatan yang adekuat
4. Menyiapkan untuk studi lapangan:
- Menentukan agen kimia dan fisika yang akan dievaluasi.
- Memperkirakan konsentrasi kontaminan.
- Mengulas atau mengembangkan, metode pengambilan data dan analisis, perhatian
khusus pada keterbatasan metode.
- Mengkalibrasi alat untuk di lapangan.
- Merakit semua peralatan untuk di lapangan.
- Mendapatkan alat pelindung diri yang diperlukan (hard hat, kacamata keselamatan,
perlindungan pendengaran, perlindungan pernapasan, sepatu safety, baju, sarung
tangan, dll).
- Menyiapkan jadwal pengambilan sampel tentatif.
- Mengulas peraturan tentang kesehatan dan keselamatan kerja yang diterapkan oleh
otoritas kesehatan.
5. Melakukan studi lapangan:
- Konfirmasi jadwal proses operasi dengan staf pengawas.
- Konsultasi dengan wakil manajemen dan tenaga kerja yang ada di area tersebut
- Melakukan pemantauan di tempat pengambilan sampel.
- Untuk setiap sampel, diperlukan hal-hal berikut ini:
o nomor identifikasi sampel
o deskripsi sampel (sedetail mungkin)
o waktu sampling dimulai
o laju aliran pada sampel udara (harus sering diperiksa)
o waktu sampling berakhir
o informasi lain atau observasi yang mungkin signifikan (misalnya, adanya
gangguan, sistem ventilasi tidak beroperasi, penggunaan alat pelindung
diri)
- Menguraikan sampel.
- Segel dan beri label pada semua sampel (saringan, larutan cair, arang atau gel silika,
dll) yang membutuhkan analisis laboratorium lebih lanjut.
6. Menafsirkan hasil sampling:
- Mengumpulkan semua hasil analisis.
- Menentukan paparan TWA sesuai klasifikasi kerja.
- Menentukan paparan paling tinggi pada pekerja
- Menentukan data statistik, misalnya memperkirakan kemungkinan terjadi
kesalahan dalam penentuan eksposur rata-rata.
- Bandingkan hasil sampling dengan standar kebersihan industri dan peraturan yang
berlaku.
7. Diskusikan hasil survei dengan wakil manajemen dan tenaga kerja.
8. Melakukan tindakan korektif yang terdiri dari:
- Engineering control (isolasi, ventilasi, dll).
- Kontrol administratif (rotasi pekerjaan, pengurangan waktu kerja, dll).
- Alat pelindung diri.
- Program sampling biologi.
- Medical surveillance.
- Pendidikan dan Pelatihan.
9. Menentukan apakah kesehatan dan keselamatan lainnya menjamin evaluasi lebih
lanjut:
- Polusi udara
- Polusi air
- pembuangan limbah padat
- Keamanan
- Kesehatan fisik
10. Menjadwalkan kunjungan kembali untuk mengevaluasi efektivitas kontrol:
- Walk-through dan observasi.
- Pengukuran.
MODUL 2
PENYAKIT AKIBAT KERJA/ TERKAIT DENGAN PEKERJAAN

1. TUJUAN
- Memahami hubungan antara pekerjaan dan kesehatan
- Memahami interaksi antara manusia, lingkungan dan pekerjaan
- Mengetahui berbagai jenis tekanan atau bahaya yang mungkin ada di berbagai jenis
pekerjaan termasuk industri, pertanian dll
- Mengetahui konsep penyakit akibat kerja dan konsep aggravation
- Mengenali masalah kesehatan umum pada pekerja dan apakah masalah tersebut terkait
dengan pekerjaan.
- Survey tempat kerja, mengenali tanda-tanda dan gejala awal pada gangguan kesehatan
dan melakukan tes sederhana untuk mendukung diagnosis penyakit akibat kerja
- Memberikan saran kepada manajemen mengenai pengendalian dan pencegahan hazard
yang sudah teridentifikasi
- Memberikan saran dan mendidik pekerja mengenai hazard yang mereka dapat, tindakan
pengendalian, kebersihan pribadi, gejala awal dan pertolongan pertama
- Rujuk pasien dan pekerja yang terkena hazard untuk penyelidikan dan perawatan lebih
lanjut
- Berkonsultasi dengan otoritas terkait pemantauan lingkungan tempat kerja dan dengan
pelaksanaan dan pemeliharaan tindakan pengendalian (terutama engineering)
- Mengetahui hukum, aturan dan peraturan yang mengatur keselamatan dan kesehatan
kerja termasuk pengendalian bahaya di tempat kerja, standar yang direkomendasikan dan
nilai-nilai ambang batas, pemeriksaan kesehatan berkala, penyakit akibat kerja, asuransi
dan kompensasi untuk penyakit akibat kerja dan kecelakaan
- Menyimpan catatan medis termasuk file medis pribadi, catatan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja, catatan pemeriksaan kesehatan berkala
- Menyimpan catatan tentang pemantauan lingkungan, kegiatan keselamatan, survei
tempat kerja dan melaporkan data kesehatan dan keselamatan di tempat kerja.

2. PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR


2.1. Penyakit Akibat Kerja/ Terkait Pekerjaan
Penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang terkait dengan pekerjaan dimana
tempat kerja sebagai faktor penyebabnya dan faktor-faktor yang bersangkutan dapat
diidentifikasi, diukur, dan dikendalikan. Di sisi lain ada juga penyakit yang mungkin
memiliki kelemahan, tidak konsisten, tidak terkait pekerjaan; tetapi bisa saja ada
hubungan kausal dengan kekuatan dan besar yang bervariasi.

2.2. Tingkat Keterkaitan Pekerjaan dengan Penyakit


Tingkat keterkaitan pekerjaan dengan penyakit akibat kerja bervariasi dalam situasi
yang berbeda dan menentukan apakah penyakit dianggap sebagai penyakit akibat
kerja, penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan atau perburukan dari penyakit
yang sudah ada, misalnya
- Agen tertentu seperti timah atau silika, yang pada dasarnya ada di tempat kerja,
menyebabkan penyakit dimana tidak dapat terjadi karena penyebab lain; ini
merupakan penyakit akibat kerja.
- Infeksi dapat terjadi di tempat kerja, penyakit akibat kerja juga dapat disebabkan
oleh agen tertentu, seperti tuberkulosis pada petugas kesehatan di pusat
pengobatan TB. Tentu saja infeksi juga dapat terjadi pada populasi umum yang
tidak bekerja.
- Penyakit terkait pekerjaan jauh lebih sering terjadi daripada penyakit akibat kerja.
Hal ini disebabkan oleh interaksi beberapa faktor ekstrinsik dan sejumlah faktor
intrinsik, dimana masing-masing factor ini mungkin ada berpengaruh dan ada
yang tidak dalam setiap individu. Potensi bahaya kerja merupakan salah satu
faktor risiko yang dapat berkontribusi terhadap terjadinya penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan, contohnya:
o Perilaku
o Penyakit psikosomatik
o Hipertensi
o Penyakit jantung koroner
o Penyakit pernapasan kronis non-spesifik
o Gangguan gerak.
- Kondisi kerja dapat memperberat penyakit yang sudah ada: disfungsi hati dapat
diperburuk oleh paparan chlorinated hydrocarbon tertentu; asma bronkial dapat
diperburuk oleh paparan debu dan penyakit ginjal dapat diperburuk oleh merkuri
anorganik, cadmium dan pelarut tertentu.
- Paparan dari kombinasi potensi bahaya kerja dapat mengakibatkan efek sinergis
yang jauh lebih jelas daripada efek dari paparan individu
- Kerentanan individu terhadap efek dari beberapa paparan pekerjaan bervariasi.
Faktor genetik merupakan penentu penting dalam kerentanan individu.

3. PENYAKIT AKIBAT KERJA


3.1. Definisi
Penyakit akibat kerja adalah kondisi kesehatan yang buruk pada manusia, yang
terjadi atau keparahannya terkait dengan faktor paparan di tempat kerja atau di
lingkungan kerja. Faktor-faktor tersebut dapat berupa:
- Fisik: misalnya panas, bising, radiasi
- Kimia: misalnya pelarut, pestisida, logam berat, debu
- Biologi: misalnya TBC, virus hepatitis B, HIV
- Ergonomis: misalnya rancangan alat atau wilayah kerja yang tidak tepat, gerakan
yang berulang
- Stres psikososial: misalnya kurangnya kontrol pekerjaan yang berlebih, dukungan
pribadi yang tidak memadai
- Mekanik: hal utama yang menyebabkan kecelakaan kerja dan cedera daripada
penyakit akibat kerja.

3.2. Karakteristik Penyakit Akibat Kerja


Penyebab kerja dari penyakit akibat kerja sering diabaikan oleh penyedia layanan
kesehatan. Hal ini disebabkan beberapa karakteristik khusus dari penyakit akibat
kerja yang dapat menyembunyikan sumber asalnya
- Presentasi klinis dan patologis penyakit akibat kerja yang paling sering adalah
identik dengan penyakit non-occupational; misalnya asma (penyempitan saluran
napas di paru-paru) akibat udara terpapar toluene diisosianat yang tidak dapat
dibedakan secara klinis dari asma karena penyebab lain.
- Penyakit akibat kerja juga dapat terjadi setelah pekerja tidak terpapar lagi. Contoh
ekstrim berhubungan dengan asbes yang mengakibatkan mesothelioma (kanker
pada paru-paru dan perut) yang dapat terjadi 30 atau 40 tahun setelah paparan.
- Manifestasi klinis dari penyakit akibat kerja berhubungan dengan dosis dan waktu
paparan; misalnya pada konsentrasi udara yang sangat tinggi, raksa sangat
beracun pada paru-paru dan dapat menyebabkan gagal paru, sedangkan pada
konsentrasi udara yang rendah , raksa tidak memiliki efek patologi pada paru-
paru, tetapi dapat memiliki efek buruk yang kronis pada sistem saraf pusat dan
perifer.
- Faktor pekerjaan dapat berkombinasi dengan faktor-faktor non-occupational
dalam menimbulkan penyakit; misalnya paparan asbes saja meningkatkan risiko
kanker paru-paru lima kali lipat; dan merokok jangka panjang dapat meningkatkan
risiko kanker paru-paru antara 50 dan 70 kali lipat.

3.3. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja


Pencegahan primer
Pencegahan primer dilakukan dengan mengurangi risiko penyakit. Dalam dunia
kerja, hal ini paling sering dilakukan dengan mengurangi besarnya paparan zat
berbahaya. Jika dosis paparan dikurangi maka resiko perburukan pada kesehatan
dapat dicegah. Kegiatan reduksi biasanya dikelola oleh tenaga kebersihan industri
dan dicapai dengan merubah proses produksi atau infrastruktur, misalnya substitusi
bahan berbahaya dengan bahan yang lebih aman, atau memasang ventilasi khusus
atau melakukan suatu proses yang dapat menghilangkan bahaya di udara. Ini dikenal
sebagai engineering control.
Metode lain untuk mengurangi paparan meliputi penggunaan alat pelindung diri dan
rotasi pekerja pada area yang terdapat potensi bahaya kerja, untuk mengurangi dosis
paparan pada setiap pekerja (NB: metode ini, meningkatkan jumlah pekerja yang
terpapar bahaya).

Pencegahan Sekunder
Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi masalah kesehatan sebelum masalah
kesehatan ini menjadi jelas secara klinis (yaitu sebelum pekerja merasa sakit) dan
melakukan intervensi untuk membatasi dampak buruk dari masalah yang terjadi. Hal
ini juga dikenal sebagai surveilans penyakit akibat kerja. Asumsi yang mendasarinya
adalah bahwa identifikasi lebih awal akan menghasilkan hasil yang lebih
menguntungkan.
Contoh dari pencegahan sekunder adalah pengukuran kadar timbal dalam darah pada
pekerja yang terpapar timbal. Peningkatan jumlah timbal dalam darah menunjukkan
kegagalan dari pencegahan primer, tetapi masih mungkin untuk dilakukan tindakan
korektif sebelum keracunan timbal secara klinis terlihat jelas. Tindakan korektif
akan dapat meningkatkan keberhasilan pencegahan primer seperti tercantum di atas.
Pencegahan Tersier
Hal ini dicapai dengan meminimalkan efek klinis yang buruk pada penyakit atau
paparan. Biasanya ini dianggap sebagai clinical occupational medicine. Contoh
pencegahan tersier adalah pengobatan keracunan timbal (sakit kepala, nyeri otot dan
sendi, nyeri perut, anemia, disfungsi ginjal) dengan pemberian obat chelating.
Tujuannya adalah untuk mengurangi gejala atau ketidaknyamanan, meminimalkan
cedera pada tubuh dan memaksimalkan kapasitas fungsional.

3.4. Potensi Bahaya Fisik di Tempat Kerja


Thermal Stress
a) Thermal Environment
Suhu tubuh manusia ketika sehat adalah konstan sekitar 37°C melalui
keseimbangan dinamis antara produksi panas dan kehilangan panas. Pusat
pengatur panas di hipotalamus yang mengontrol keseimbangan ini.
Panas dihasilkan dari proses metabolisme oleh aktivitas otot dan konsumsi
makanan. Pertukaran panas ke lingkungan sekitar dengan cara konduksi,
konveksi, radiasi dan penguapan keringat. Pertukaran panas dipengaruhi oleh suhu
udara, kecepatan udara, kelembaban relatif dan radiasi. Berbagai kombinasi dari
faktor-faktor ini dapat menyebabkan tingkat kenyamanan dan ketidaknyamanan
yang berbeda dan beberapa indeks telah dijelaskan untuk memperlihatkan tingkat
thermal stress yang dihasilkan dari kombinasi faktor-faktor ini, misalnya effective
temperature, corrected effective temperature, dan indeks wet-bulb-globe
temperature

b) Jenis-Jenis Thermal Stress


Stress dingin:
Ini terjadi ketika suhu rendah, terjadi saat memasuki ruang penyimpanan dingin.
Manusia mencoba untuk mengurangi permukaan kulit yang dapat terpapar
(dengan menekuk sendi jika memungkinkan atau dengan mengenakan pakaian
wol tebal). Vasokonstriksi perifer dari pembuluh darah di kulit dapat
mengakibatkan cedera vaskular, kaligata, frost bite (gangren kering) atau trench
foot (gangren basah). Peningkatan produksi panas melalui peningkatan tonus otot
dan menggigil. Kasus yang ekstrim dapat mengakibatkan hipotermia, penurunan
suhu organ inti dan kematian.
Stress panas:
- Kontrol vasomotor: Sebagai kompensasi dari peningkatan heat stress, sejumlah
darah dipompa ke kulit dan kurang ke organ visceral dan otak. Terjadi
kardiovaskular stres dan takikardia. Kerja otot berkurang karena menghasilkan
panas berlebihan. Heat exhaustion memiliki manifestasi sakit kepala, pusing,
mengantuk, kurang konsentrasi dan anoreksia.
- Pendinginan dengan penguapan: Tubuh mulai berkeringat sesuai dengan tingkat
stres dan aklimatisasi. Kehilangan natrium klorida melalui keringat menyebabkan
kram panas (nyeri kram dimulai pada otot yang sedang bekerja dan menyebar ke
otot-otot lain) dan dehidrasi dapat memperburuk masalah kardiovaskular. Volume
urine berkurang. kecepatan udara yang tinggi dan kelembaban relatif rendah
membantu proses pendinginan melalui penguapan keringat. Paparan panas kering
dapat ditemui di pengecoran, pabrik baja dan industri kaca dan paparan panas
lembab dapat ditemui di pabrik tekstil, pertambangan, industri pengalengan
makanan dan laundry.
- Heat stroke: Jika berkeringat tidak cukup untuk menjaga suhu tubuh dalam
kisaran fisiologis, pusat mengatur panas gagal, berhenti berkeringat, kulit
memerah dan pasien dikatakan menderita heat stroke. Kehilangan sadar dan
kematian dapat terjadi. Heat stroke terjadi pada pekerja di lingkungan panas
lembap terutama saat terkena sinar matahari langsung. Ini adalah situasi darurat di
mana pendinginan cepat, rehidrasi dan penggantian elektrolit harus segera
dilakukan.

c) Pencegahan Stres Panas


Paparan bertahap dengan lingkungan yang panas menyebabkan aklimatisasi dan
toleransi yang lebih baik. Stres panas sangat berbahaya bagi anak-anak, orang tua
dan pasien dengan penyakit kardiovaskular, ginjal dan kulit.
Engineering control harus dilakukan untuk mencegah paparan panas dengan
menggunakan pelindung, isulation dan ventilasi. Pemeriksaan kesehatan secara
berkala sangat penting; kehilangan cairan dan natrium klorida harus diganti;
pakaian pelindung diri dapat membantu dalam beberapa situasi dan pekerja harus
diberikan waktu istirahat yang cukup untuk berada di lingkungan yang lebih
nyaman.
Bising
Bising adalah suara yang tidak diinginkan. Para pekerja dapat terpapar bising di:
- industri tekstil dan kaca
- pembuatan kapal
- pembuatan pesawat
- industri mesin
- pembuatan boiler dan bejana tekan
- pembangkit listrik
Suara disebarkan dalam bentuk gelombang, yang dapat dijelaskan dalam frekuensi
atau jumlah siklus per detik diukur dalam hertz (Hz) dan intensitas dalam desibel
(dB). Telinga manusia dapat mendengar suara mulai dari frekuensi 20 Hz sampai
20.000 Hz. Intensitas suara yang sangat samar adalah sekitar 0 dB dan mesin jet dapat
menghasilkan suara 130 dB, yang dapat menyakitkan telinga. Suara yang biasanya
kita dengar adalah suara kompleks yang terbentuk dari banyak gelombang dengan
frekuensi dan intensitas yang berbeda-beda. Pidato biasa terdengar pada frekuensi 500
Hz sampai 2000 Hz.
Selain gangguan pada pendengaran ketika berbicara normal, bising dapat
menyebabkan gangguan dan stres yang dapat menyebabkan peningkatan kasus
kecelakaan dan produktivitas yang rendah. Efek ekstra-auditori diamati dari sistem
yang berbeda, meliputi endokrin, gastrointestinal dan sistem kardiovaskular, dan
gangguan tidur.
Efek yang paling penting dari paparan bising adalah tuli akibat bising (NIHL).
Gangguan pendengaran awalnya bersifat sementara; jika paparan bising (sekitar 85
dB) berlanjut, maka gangguan pendengaran menjadi permanen. NIHL biasanya
memakan waktu bertahun-tahun (7-10 tahun). Yang paling berbahaya adalah
intensitas tinggi, frekuensi tinggi, bising yang terus menerus. Kerentanan pribadi
memiliki efek yang pasti.
Audiometry menunjukkan gangguan pendengaran awal pada frekuensi 3000-6000 Hz
sebelum pendengaran normal terganggu. Oleh karena itu, penting dilakukan
pengukuran pendengaran dan pemeriksaan pendengaran secara berkala.
Langkah-langkah untuk mengontrol kebisingan di tempat kerja meliputi:
- Mendesain dan memelihara mesin
- Memisahkan dan menjauhkan sumber bising
- Mencegah perambatan dan pantulan bising dengan menggunakan bahan kedap
suara untuk lantai, dinding dan langit-langit
- Rotasi pekerja
- Pengurangan jam paparan kerja
- Penggunaan alat pelindung diri, misalnya ear plug, ear muff dan helm.

Getaran
Pekerja yang terpapar seluruh getaran yaitu supir traktor, pekerja transportasi, pekerja
yang terlibat dalam pengeboran minyak bumi dan orang-orang di industri tekstil.
Getaran seluruh tubuh menyebabkan berbagai penyakit yang berkaitan dengan
kongesti organ panggul dan perut.
Getaran segmental didapat pada pekerja yang menggunakan alat getar pneumatik atau
listrik di pertambangan, konstruksi jalan, pembuatan sepatu dan menggergaji.
Perubahan vaskular pada tungkai atas menyebabkan "tangan mati" dan "jari putih"
dan kontak yang terlalu lama menyebabkan penipisan tulang kecil dan pergelangan
tangan.

Pencahayaan yang Buruk atau Kurang Baik


Standar pencahayaan tergantung pada jenis pekerjaan yang dilakukan dan tingkat
ketelitian yang diperlukan. Pencahayaan yang memadai harus disediakan baik dengan
cara alami atau buatan, menghindari bayangan dan silau dan memperhatikan warna
dan kontras yang sesuai.
Pencahayaan yang kurang baik dapat menyebabkan ketegangan pada mata, kelelahan
dan meningkatkan angka kecelakaan. Pencahayaan yang kurang baik di pertambangan
dapat menyebabkan nistagmus (gerakan mata yang spontan dan cepat).

Radiasi
a) Radiasi Non-ionisasi
- Radiasi Ultraviolet
Paparan terjadi pada pengelasan, pemotongan logam dan pancaran karbon yang
dapat menyebabkan eritema, luka bakar dan hiperpigmentasi pada kulit. Paparan
mata akan menyebabkan "arc eye" dengan konjungtivitis dan sakit parah dan
dapat menyebabkan ulserasi kornea. Untuk pelindung mata harus menggunakan
pelindung wajah khusus. Kontak yang terlalu lama dapat menyebabkan atrofi kulit
dan epithelioma.
- Radiasi infra merah
Paparan terdapat di depan tungku, pabrik baja, industri kaca, pandai besi dan
pembuatan rantai. Paparan pada mata dapat menyebabkan katarak atau corneal
affection. Luka bakar pada kulit juga dapat terjadi. Perlindungan lengkap pada
mata dapat dilakukan dengan memakai kacamata khusus.

b) Radiasi Ionisasi
Sumber radiasi berasal dari isotop radioaktif dan mesin X-ray. Radiasi ionisasi
digunakan dalam kedokteran, industri, pertanian, penelitian dan perang atom.
Radiasi adalah gelombang elektromagnetik, seperti sinar X dan sinar gamma, atau
partikel yang sangat kecil, seperti alpha, beta dan neutron. Keduanya ini
menyebabkan ionisasi atau eksitasi atom yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan.
Pengaruh radiasi ionisasi tergantung pada dosis, jenis radiasi, apakah paparan itu
terus menerus atau terputus dan apakah paparan mengenai seluruh tubuh atau
hanya lokal. Kekuatan penetrasi berbagai jenis radiasi bervariasi, dari yang sangat
tinggi, seperti radiasi sinar-X dan sinar gamma, sampai yang sangat rendah,
seperti radiasi alpha.
Setiap jaringan memiliki sensitivitas yang berbeda-beda terhadap radiasi, yang
paling sensitive adalah jaringan sistem hemopoietik dan mukosa gastrointestinal
sedangkan tulang dan otot kurang sensitive.
Efek dapat bervariasi:
- Kematian dapat terjadi dalam beberapa jam jika seluruh tubuh terkena dosis
tinggi.
- Sindrom radiasi akut terjadi jika dosisnya rendah. Tanda dan gejala muncul dalam
waktu 24-48 jam dan karena affection dari mukosa gastrointestinal dapat
menyebabkan diare berdarah yang parah dan syok sistem haemopoietik dan kulit.
Jika kematian terjadi, hal ini disebabkan oleh karena perdarahan (karena
trombositopenia) atau infeksi (akibat kerusakan mukosa usus dan leukopenia).
- Radiasi beta hanya mempengaruhi kulit saja, menyebabkan luka bakar pada kulit
dan alopecia.
- Efek radiasi kronis dapat terjadi setelah mengalami radiasi akut yang lama atau
mendapat paparan berulang dengan dosis tidak cukup untuk menyebabkan efek
akut.
- Efek kronis berupa atrofi kulit, hilangnya sidik jari, alopecia, perubahan kuku,
telangiectasis, pigmentasi, keratosis dan epithelioma. Efek lainnya dapat berupa
kemandulan, aborsi, mutagenik dan cacat lahir.
Pengendalian paparan radiasi eksternal berpegang pada tiga prinsip umum:
1. Menjaga jarak yang cukup antara sumber dan pekerja.
2. Mengurangi waktu paparan.
3. Pengendalian dan alat pelindung.
Pengendalian paparan radiasi internal (bahan radioaktif) harus mengikuti peraturan
yang ketat.
Laboratorium atau perusahaan yang menggunakan bahan radioaktif harus dibangun
sedemikian rupa dengan dinding pelindung yang maksimal dari bahan radioaktif, dan
harus mudah dibersihkan bila terjadi kasus tumpahan. Penanganan dengan remote
control sangat berguna.
Ventilasi dan sistem pembuangan limbah harus terpisah dari area lain dan limbah
radioaktif tidak boleh masuk ke sistem pembuangan limbah umum. Limbah radioaktif
harus dibuang sedemikian rupa sehingga tidakn terjadi pencemaran lingkungan.
Pemantauan lingkungan harus dilakukan dan sistem alarm harus disediakan.
Langkah-langkah lain meliputi:
- pemeriksaan kesehatan secara berkala khususnya pada mata, kulit dan darah
- pakaian pelindung diri
- personal monitoring bedges
- dosimeter
- whole body counters
- pemantauan radioaktif dalam cairan biologis.

Perubahan Tekanan Barometrik


a) Tekanan Barometrik yang Tinggi
Pekerja yang terpapar dengan tekanan barometrik tinggi adalah penyelam,
pasukan katak, awak kapal selam dan pekerja yang terlibat dalam konstruksi
dermaga dan jembatan yang berada di bawah air, dll. Tekanan barometric
meningkat sebesar 1 atmosfer untuk setiap 10 meter di bawah air.
Selama di dalam air jika jalan ke arah sinus paranasal atau telinga tengah diblokir
(misalnya karena radang dan edema dari membrane mukosa), tekanan di dalam
rongga tidak dapat menyamakan kedudukan dengan tekanan di luar sehingga akan
menyebabkan sakit yang parah, edema membrane mukosa, perdarahan dan
mungkin pecahnya gendang telinga.
Selama di bawah air, terjadi pemutusan gas dalam darah dan jaringan ayng dapat
mengakibatkan keracunan oksigen dan narkosis nitrogen. Penyelam juga mungkin
menderita asfiksia dan bahkan tenggelam.
Jika proses naik ke atas air terjadi cepat dengan keadaan glotis tertutup (misalnya
pada pekerja yang panik) paru-paru dapat ruptur karena ekspansi gas, terutama di
bagian yang lemah. Proses naik ke atas air yang cepat dan tidak mengikuti
rekomendasi standar yang ada, dapat menyebabkan terjadinya pembentukan
gelembung gas dalam darah dan jaringan akibat pembebasan cairan yang banyak
mengandung gas yang terlarut selama di bawah air. Di aliran darah, gas (terutama
N2) menyebabkan emboli udara dan kelumpuhan dan pada jaringan yang keras
(seperti ligamen di sekitar sendi) menyebabkan sakit parah dikenal sebagai "the
bends", juga disebut sebagai "penyakit Caisson" atau penyakit dekompresi.
Pekerja yang bekerja di bawah air dengan tekanan tinggi selama bertahun-tahun
mungkin akan menderita nekrosis tulang aseptik, terutama di kepala femur.
Penyakit caisson dapat bermanifestasi dalam waktu 24 jam setelah naik ke atas air
dan perlu dilakukan kompresi dalam ruang kompresi sampai gejala hilang.
Kemudian tekanan dihilangkan sesuai dengan langkah-langkah yang disarankan.
Pekerja dengan infeksi saluran pernapasan atas seharusnya tidak diperbolehkan
menyelam untuk menghindari komplikasi selama turun ke bawah air.

b) Tekanan Barometrik yang Rendah


Penumpang pesawat biasanya berada di ruangan bertekanan, tapi pilot militer
berada di ruangan dengan tekanan atmosfer yang rendah. Dalam kasus ini, gas
usus yang banyak dapat menyebabkan susah bernafas. Pekerja yang berada di
ketinggian memiliki tekanan parsial oksigen yang rendah. Tubuh akan
berkompensasi dengan meningkatkan denyut nadi, meningkatkan laju pernapasan
dan polisitemia.

3.5. Potensi Bahaya Kimia (Keracunan di Tempat Kerja)


Pekerja di tempat kerja yang berbeda dapat terpapar ribuan bahan kimia, dan beberapa
di antaranya dapat menyebabkan penyakit akibat kerja. Bahan kimia diklasifikasikan
menurut keadaan fisik, komposisi kimianya atau reaksi fisiologis.

Gas dan Uap


Dapat diklasifikasikan sesuai dengan reaksi fisiologis, yaitu: asfiksian, gas iritan,
senyawa organo logam dan uap anestesi.
a) Asfiksian
Dapat menyebabkan asfiksia dengan mengganti kedudukan oksigen atau dengan
mekanisme lain. Diklasifikasikan menjadi: asfiksian sederhana dan asfiksia kimia.

Asfiksian sederhana: menggantikan oksigen, misalnya nitrogen, metana, hidrogen


dan karbon dioksida.
- Nitrogen: asfiksian sederhana yang digunakan dalam industri pupuk dan terdapat
di pertambangan ketika O2 menurun. Di pertambangan, penurunan O2 dapat
dideteksi dengan lampu keamanan yang akan menyala pada konsentrasi O2 17%.
Pada konsentrasi O2 12% dapat menyebabkan dyspnea, sianosis, ketidaksadaran,
hilangnya energi, kejang dan kematian.
- Metana (gas rawa): merupakan hasil dari dekomposisi bahan organik dan terdapat
di rawa, selokan dan tambang. Metana adalah asfiksian sederhana, mudah terbakar
dan lebih ringan dari udara.
- Karbon dioksida (CO2): hasil dari pembakaran bahan bakar; gas yang tidak
berwarna, lebih berat dari udara. Dapat ditemukan di tambang, sumur, gua, tungku
dan pembakaran batubata. CO2 juga dipakai dalam pembuatan minuman ringan,
bir, industri gula dan digunakan sebagai es kering. Selain itu dapat digunakan
untuk memadamkan kebakaran. CO2 adalah asfiksian sederhana namun dalam
konsentrasi rendah akan merangsang respirasi menjadi cepat. Resusitasi
digunakan untuk inhalasi O2, kehangatan, stimulan cardio-respiratori jika
pernapasan berhenti, pernapasan buatan.

Asfiksian kimia: menimbulkan gangguan melalui beberapa reaksi kimia dengan


darah, sel-sel jaringan atau pusat pernapasan, misalnya karbon monoksida (CO),
hidrogen sulfida dan asam hydrocyanic.
- Karbon monoksida (CO): tidak berwarna, tidak berbau, dihasilkan dari
pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna. CO adalah produk distilasi
batubara, tungku baja, fuel boiler, tungku dan peralatan pemanas rumah. Juga
terdapat dalam asap knalpot kendaraan. CO memiliki afinitas yang besar dengan
hemoglobin (HbCO) (210 kali dari O2) dan sehingga mengganggu pengangkutan
O2. Paparan CO dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, dada sesak, hilangnya
energi, tidak sadar, kejang, gangguan kardiovaskular, koma dan kematian
(tergantung pada persentasi HbCO dalam darah). Pencegahan keracunan CO
tergantung pada desain yang tepat, pemeliharaan dan pemeriksaan rutin pada
peralatan rumah tangga dan sumber industri dan juga pengendalian di garasi.
Dalam kasus keracunan, diperlukan inhalasi O2 (dengan 5% CO), dengan
kehangatan, stimulan dan pernapasan buatan disediakan jika diperlukan; pekerja
harus dijauhkan dari paparan.
- Hidrogen sulfida (H2S): gas yang tidak berwarna, lebih berat dari udara; memiliki
bau telur busuk. Terdapat di ladang minyak dan kilang, tanneries, selokan dan di
tempat pembuatan rayon dan karet. Dapat dideteksi dengan baunya dan dapat
menyebabkan kelumpuhan saraf penciuman setelah beberapa saat. Dapat
mengiritasi mata dan pusat pernapasan atas; juga menyebabkan asfiksia dengan
berikatan bersama enzim sitokrom oksidase dan mencegah respirasi jaringan. Jika
terjadi kelumpuhan pernapasan maka dibutuhkan pernapasan buatan. Nitrit
(sublingual dan intravena) berfungsi untuk memutuskan ikatan antara gas dan
enzim sitokrom oksidase dengan membentuk methaemoglobin.
- Asam Hydrocyanic (HCN): gas yang tidak berwarna, memiliki bau almond pahit.
HCN digunakan dalam fumigation kapal sebagai pestisida dan garamnya
digunakan dalam fotografi, pengerasan logam, electroplating dan ekstraksi emas
dari bijih. Gas ini dapat diserap kulit dan garam anorganik adalah salah satu racun
yang paling ampuh. Gas ini menghambat enzim sitokrom oksidase sehingga
mengganggu respirasi jaringan. Tanda dan gejala muncul dalam beberapa menit
seperti pusing, dada sesak, manifestasi cardio-respiratori, pingsan dan kematian.
Garam organik tidak begitu beracun. Pertolongan pertama dengan menghirup amil
nitrit dan injeksi intravena natrium nitrit dilanjutkan dengan natrium tiosulfat.
Cobalt EDTA dan hydroxocobalamin juga digunakan dalam pengobatan
keracunan sianida. Stimulan cardio-respiratori, kehangatan dan pernapasan buatan
juga dapat diberikan. Karena HCN adalah racun yang sangat cepat, maka
peralatan pertolongan pertama harus sangat dekat dengan tempat kerja dan
petugas untuk pertolongan pertama yang sudah terlatih harus tersedia di semua
shift kerja.
b) Gas Iritan
Dapat menyebabkan iritasi atau peradangan pada selaput lender. Efeknya
tergantung pada tingkat kelarutan dalam air. Gas yang sangat larut, seperti
amonia, mengganggu saluran pernapasan bagian atas. Gas yang kurang larut
seperti klorin dan sulfur dioksida mengganggu saluran pernapasan bagian atas dan
jaringan paru-paru. Gas yang tidak larut, seperti nitrogen oksida dan fosgen,
mengganggu paru-paru dan juga dapat mengiritasi tetapi efeknya mungkin dapat
dirasakan setelah beberapa jam.
- Sulfur dioksida (SO2): salah satu polutan udara yang paling umum. Merupakan
hasil dari pembakaran bahan bakar yang mengandung sulfur dan juga ada di asap
knalpot kendaraan, di tungku dan dari ekstraksi logam dari bijih sulfida. SO2
digunakan dalam produksi asam sulfat, pelestarian buah-buahan, industri gula dan
pemutihan wol. Gas ini tidak berwarna, memiliki bau yang menyengat dan
teroksidasi di udara menjadi sulfur trioksida. Gas ini dapat menyebabkan iritasi
mata dan saluran pernapasan bagian atas. Pada konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan edema laring, edema paru, pneumonia dan bahkan kematian.
- Amonia (NH3): gas iritan yang paling sering mengiritasi saluran napas.
Merupakan gas alkali sangat larut yang banyak digunakan dalam industri sebagai
pendingin, di industry pupuk, industry bahan peledak dan industry plastik. Gas ini
mengiritasi kulit, konjungtiva dan membran mukosa dari saluran pernapasan atas.
Paparan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan edema laring dan edema paru dan
bahkan kematian. Manajemen pertolongan dengan menjauhkan pasien dari
paparan lalu memberikan perawatan suportif dengan oksigen dan memperhatikan
homeostasis elektrolit dan cairan. Kebanyakan pasien secara bertahap akan
mengalami perbaikan dari waktu ke waktu dan pulih penuh tanpa kerusakan
parenkim paru-paru kecuali bronkiektasis.
- Formaldehid (HCHO): iritan pada saluran pernapasan yang poten, digunakan
sebagai desinfektan dan pembersih industri dan dapat melepaskan gas. Merupakan
penyebab karsinogen pada hewan dan dapat menyebabkan iritasi bronkial akut
pada manusia.
- Hidrogen fluorida (HF): iritan asam pada saluran pernapasan atas yang poten,
yang menyebabkan edema paru. Digunakan dalam industri mikroelektronika
untuk etching silicon chip dan untuk etch glass
- Ozon (O3): iritan yang diproduksi dari oksidasi fotokimia asap knalpot kendaraan
dan pengelasan busur. Ozon menyebabkan iritasi hidung dan mata dan juga
merupakan iritan pada saluran pernapasan yang menyebabkan batuk, sesak di
dada dan sesak napas.
- Klorin (Cl2): gas kuning kehijauan dengan bau menyengat yang dapat mengiritasi
saluran pernapasan atas dan bawah. Cl2 berasal dari produksi natrium hidroksida.
Gas ini digunakan dalam pemutihan dan disinfeksi air dan paparan juga dapat
terjadi selama pengangkutan klorin cair, dapat menyebabkan iritasi pada mata dan
saluran pernapasan bagian atas dan pada konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan
edema paru dan kematian.
- Fosgen (COCl2): hasil dari dekomposisi chlorinated hidrokarbon dan hasil dari
kontak dengan permukaan yang panas (CCl4 digunakan dalam pemadam
kebakaran). Fosgen sedikit larut dalam air, sehingga iritasi pada saluran
pernapasan atas tidak begitu bahaya. Namun, edema paru dapat tertunda sehingga
pasien harus diamati selama 48 jam dan diberi istirahat, stimulan kehangatan dan
O2.
- Nitrogen oksida (NO2): nitrous oksida (N2O) adalah obat bius dan dalam keadaan
tidak ada O2 merupakan asfiksian sederhana. nitrogen oksida adalah campuran
NO2 dan N2O4 dan berwarna coklat. Paparan terdapat di laboratorium kimia,
industri bahan peledak, pembuatan asam nitrat atau asam sulfat, industri pupuk
dan pembakaran lambat bahan yang mengandung nitrogen. Juga terdapat dalam
proses pengelasan dan di tanah. Karena kurang larut dalam air, nitrogen oksida
dapat terhirup dalam konsentrasi tinggi tanpa gejala iritasi tapi cukup memiliki
efek iritasi yang berat pada jaringan paru-paru. Gejala dapat tertunda selama 2-20
jam, setelah itu dapat terjadi edema paru yang fatal. Oleh karena itu, terlepas dari
kondisi pasien ketika pertama kali terlihat, ia harus selalu dipantau, sebaiknya di
rumah sakit, selama minimal 24 jam.
c) Senyawa Organo Logam
- Arsine (ASH): dihasilkan selama proses kimiawi logam, tidak berwarna dan
memiliki bau bawang putih, dapat menyebabkan hemolisis, anemia, penyakit
kuning dan anuria pada kasus berat.
- Nikel karbonil [Ni(CO)4]: cairan yang mudah menguap, dihasilkan dari ekstraksi
nikel. Inhalasi menyebabkan iritasi paru yang berat.
d) Uap Anestesi
Memiliki beberapa efek sistemik dan cenderung menumpuk di tempat berventilasi
buruk, rendah, dan tertutup.

Berikut yang harus diamati ketika ada potensi paparan gas beracun:
- Tempat kerja harus memiliki ventilasi
- Jika kemungkinan ada gas beracun atau tidak cukup oksigen, masker gas harus
disediakan.
- Para pekerja harus terlatih dan harus selalu bekerja dalam tim dengan satu anggota
tim dinominasikan untuk mengamati dari kejauhan, jauh dari kemungkinan
kontaminasi.
- Peralatan pertolongan pertama, termasuk oksigen, harus tersedia dengan tim
penolong yang terlatih.
- Pekerja yang sudah terpapar harus dijauhkan dari paparan dan diberi kehangatan
dan diistirahatkan. Jika pernapasan berhenti, pemberian napas buatan harus
diteruskan sampai terjadi pemulihan atau sudah dapat dipastikan meninggal.

Logam
Dalam industri, keracunan logam biasanya ditemukan kronis dan hasil dari
penyerapan jumlah kecil selama jangka waktu yang panjang. Keracunan akut
mungkin hasil dari kecelakaan (atau bunuh diri) mengkonsumsi beberapa senyawa
yang sangat toksik (seperti arsenicals) dalam dosis besar. Logam dan senyawanya
masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi, tertelan dan sedikit kasus melalui kulit.
Sejumlah besar senyawa logam yang digunakan dalam industri :
a) Timbal
- Timbal anorganik : Paparan terhadap timbal anorganik terjadi di pertambangan,
ekstraksi, peleburan, pemotongan logam, pembuatan pipa dari timbal, pengecatan
timbal, pembuatan baterai dari timbal, kaca kristal dan typesetting logam panas.
Timbal diserap sebagai debu melalui saluran pernapasan, dan melalui saluran
pencernaan dari makanan dan minuman. Timbal anorganik tidak diserap melalui
kulit. Tanda-tanda dan gejala terpapar timbale adalah garis biru pada gusi, kolik
usus dan sembelit, anemia, kelemahan seluruh tubuh, pada kasus yang berat
menyebabkan foot drop dan wrist drop. Ensefalopati akibat timbal sekarang
sangat jarang ditemukan.
Engineering control untuk mencegah paparan timbal adalah ventilasi, mekanisasi
dan housekeeping. Kebersihan pribadi, mengganti pakaian, pembersihan daerah
makan dan menyimpan makanan akan mengurangi penyerapan timbal melalui
mulut. Pemeriksaan kesehatan secara berkala membantu mendeteksi gejala awal.
- Timbal organik: masih digunakan sebagai zat tambahan untuk bahan bakar bensin.
Timbal organic adalah cairan yang mudah menguap dan dapat diserap jika
terhirup dan melalui kulit. Paparan dapat menyebabkan eksitasi dari sistem saraf
pusat kemudian depresi dan mungkin berakhir dengan kematian.

b) Merkuri
Merkuri merupakan logam cair yang mudah menguap. Paparan terdapat di
pertambangan, ekstraksi, laboratorium kimia, industri kimia, industri farmasi,
pembuatan termometer dan barometer, industri bahan peledak, pembuatan lampu uap
merkuri, pembuatan pestisida, cermin dan dalam kedokteran gigi.
- Senyawa merkuri anorganik: menyebabkan stomatitis, garis coklat pada gusi, gigi
menjadi jarang, metallic taste, tremor dan perubahan kepribadian, gangguan ginjal
dan gangguan pencernaan.
- Merkuri organik (pestisida): berefek pada sistem saraf pusat. Mercury fulminate
(bahan peledak) menyebabkan ulserasi pada kulit dan perforasi septum hidung.

c) Mangan
Paparan terdapat di pertambangan, ekstraksi, industri baja, industri baterai kering,
industry kaca dan keramik, pembuatan batang las dan industri kimia. Paparan mangan
dapat menyebabkan pneumonia dan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang
menyebabkan penyakit Parkinson, tremor, mask face, kekakuan dan perubahan
kepribadian.

d) Arsenik
Paparan terdapat di pertambangan dan ekstraksi. Senyawa arsenik digunakan dalam
pestisida, pengawet kayu, kedokteran, cat dan industri kimia. Paparan akut
menyebabkan gastroenteritis berat, syok dan bahkan kematian. Paparan kronis
menyebabkan gangguan saraf perifer, lesi kulit, kanker kulit, anemia, perforasi
septum hidung dan kanker paru-paru

Pelarut Organik
Pelarut organik adalah cairan organik di mana zat-zat yang terkandung didalamnya
dapat dipisahkan tanpa mengubah komposisi kimianya. Digunakan dalam ekstraksi
minyak dan lemak dalam industri makanan, industri kimia, cat, pernis, enamel, proses
degreasing, dry cleaning, pencetakan dan proses pengeringan di industri tekstil dan
industry rayon. Pelarut organik bersifat mudah menguap, mudah terbakar dan
dianggap sebagai bahaya kebakaran, terdiri dari:
- pelarut hidrokarbon
- alkohol dan eter
- keton
- ester
- glikol dan senyawanya
Pelarut terutama diserap melalui paru-paru, melalui saluran pencernaan jika diminum,
dan dapat diserap melalui kulit. Pelarut mempengaruhi beberapa sistem tubuh dan
dapat menyebabkan efek sebagai berikut:
- sistem saraf: pusing, ketidaksadaran dan kematian, neuritis perifer, gangguan
penglihatan, insomnia, sakit kepala dan mudah lelah
- sistem gastrointestinal: dispepsia, anoreksia dan mual, gangguan hati
- saluran pernapasan: iritasi saluran napas bagian atas
- ginjal: nefritis atau gagal ginjal
- darah: anemia atau bahkan leukemia
- kulit: dermatitis kontak atau jerawat.
Contoh-contoh spesifik dari keracunan pelarut organik:
- Produk minyak bumi: dapat menyebabkan ketidaksadaran dan jika tertelan secara
tidak sengaja menyebabkan gastritis atau pneumonia karena aspirasi ke paru-paru.
- Benzol (benzena, C6H6): merupakan produk penyulingan batubara dan digunakan
dalam industri cat, pembuatan karet, industry farmasi dan kimia, dan degreasing.
Keracunan sistem saraf pusat adalah aspek yang paling penting dari paparan dosis
tinggi bensol. Anemia aplastik adalah penyebab kematian klasik pada keracunan
bensol kronis. Bensol-induced leukemia dapat berkembang pada beberapa kasus
yang sebelumnya telah menderita anemia aplastik. Efek racun dari bensol
sebaiknya dicegah dengan menggantinya dengan senyawa yang kurang beracun.
Ada banyak pelarut yang lebih aman daripada bensol.
- Chlorinated hidrokarbon: penambahan klorin pada karbon dan hidrogen
meningkatkan stabilitas dan mengurangi sifat mudah terbakar. Memiliki bau agak
tajam. Enam chlorinated aliphatic hydrocarbon biasanya digunakan sebagai
pelarut:
o trichloroethylene
o perkloroetilena (tetrachloroethylene)
o 1-1-1-trikloroetana (metil kloroform)
o metilen klorida (diklorometana)
o karbon tetraklorida
o kloroform
Efek akut meliputi:
- Mati rasa: pusing, sakit kepala, mual, muntah, lelah, mabuk, bicara cadel,
tidakseimbangan, disorientasi, depresi, kehilangan kesadaran
- Iritasi saluran pernapasan: hidung sakit, sakit tenggorokan, batuk.
Efek kronis meliputi: dermatitis, disfungsi neurobehavioural, cedera hepatoseluler
dan disfungsi tubulus ginjal.

Penyakit Paru Akibat Debu


Jika lingkungan kerja berdebu, debu pasti akan terhirup. Partikel debu dengan
diameter di bawah lima mikron disebut respirable karena dapat menembus ke alveoli.
Saluran pernafasan memiliki mekanisme pertahanan tertentu terhadap debu tapi ketika
lingkungan sangat berdebu sejumlah besar debu dapat tertahan di paru-paru.
Berbagai jenis debu memiliki efek yang berbeda sebagai berikut:
- Partikel yang terlarut dalam senyawa beracun mencapai darah dan menyebabkan
keracunan, misalnya timbal.
- Iritan debu menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan bagian atas dan paru-paru
dan asap logam tertentu menyebabkan pneumonia kimia, misalnya kadmium,
berilium dan mangan.
- Beberapa diantaranya dapat menyebabkan sensitisasi asma atau extrinsic allergic
alveolitis, misalnya debu organik.
- Demam asap logam disebabkan oleh menghirup asap dari seng dan tembaga yang
menyebabkan demam, nyeri tubuh dan menggigil selama 1-2 hari
- Pneumonia anthrax disebabkan oleh inhalasi debu wol yang mengandung spora.
- Pneumoconiosis jinak dengan gambaran opak (nodulasi) pada X-ray tanpa gejala
atau cacat disebabkan karena menghirup debu besi, debu barium dan debu timah.
- Bisinosis disebabkan oleh paparan yang lama (7-10 tahun) terhadap debu kapas di
industri tekstil terutama di ginning, bale opening dan carding. Memiliki manifestasi
sesak dada pada hari pertama setelah akhir pekan. Biasanya pasien tidak ada gejala
pada hari libur. Bronkitis kronis, emfisema dan kecacatan adalah komplikasi
umum.
- Pneumokoniosis adalah fibrosis paru akibat menghirup berbagai jenis debu
anorganik, seperti silika, asbes, batu bara, bedak dan tanah liat cina, misalnya
silikosis dan asbestosis
o Silikosis: akibat menghirup partikel kristal silika bebas (SiO2). Paparan
terjadi di pertambangan dan penggalian batu, pemotongan dan
pembentukan batu, pengecoran, industry kaca dan keramik, sandblasting
dan pembuatan sabun abrasif. Perkembangan penyakit membutuhkan
waktu bertahun-tahun (7-10 tahun, kadang-kadang kurang) dan ini
tergantung dengan konsentrasi debu di tempat kerja, kandungan silika,
ukuran partikel dan kerentanan individu. Partikel debu menetap di paru-
paru dan menyebabkan nodul kecil fibrosis yang secara progresif menjadi
lebih banyak, membesar dan menyatu menyebabkan fibrosis dan hilangnya
fungsi paru-paru dan kecacatan. Mungkin ada batuk dan dahak. Pada tahap
awal mungkin ada tanda-tanda yang dapat terdeteksi oleh X-ray tetapi
kemudian, pekerja mengeluh sesak saat aktivitas. Komplikasi berupa TB
paru dan gagal jantung atau pernafasan. Penyakit ini dapat dideteksi
bahkan sebelum gejala muncul dengan pemeriksaan X-ray yang
menunjukkan banyak bayangan nodular bilateral dengan ukuran yang
berbeda atau massa fibrosis yang lebih besar
o Asbestosis: akibat menghirup serat asbes. Asbes adalah magnesium silikat
terhidrasi yang tahan terhadap panas dan bahan kimia. Selain di
pertambangan dan ekstraksi, paparan asbes juga terjadi di proses
insulation, pembuatan kain asbes, pembuatan pipa semen dari asbes, lantai
vinyl dan brake and cloth lining. Serat asbes, ketika dihirup, akan
menyebabkan fibrosis interstitial paru difus, penebalan dan kalsifikasi
pleura. Karsinoma bronkogenik atau mesothelioma pleura dan peritoneal
adalah penyakit yang sering terjadi. Gejala awal termasuk sesak yang
progresif saat aktivitas, batuk, dahak, nyeri dada, sianosis dan clubbing
finger. Penyakit ini membutuhkan waktu sekitar tujuh tahun untuk
berkembang dan tergantung pada konsentrasi debu di tempat kerja. Deteksi
dini tergantung pada gejala dan tanda-tanda dan gambaran X-ray. Merokok
beberapa kali lipat meningkatkan risiko menjadi kanker paru-paru.

Langkah-langkah pengendalian debu meliputi:


- Substitusi debu berbahaya dengan yang kurang berbahaya
- Otomatisasi dan mekanisasi proses-proses yang menghasilkan debu
- Segregasi pekerjaan berdebu
- Membuat penutup pada tempat yang menghasilkan berdebu
- Ventilasi asap knalpot umum dan lokal
- Housekeeping dan kebersihan
- Penggunaan air
- Untuk debu beracun: kebersihan pribadi, fasilitas mencuci, mengganti pakaian
kerja sebelum pulang, mencuci pakaian kerja, penyediaan wilayah yang terpisah
untuk makan, minum dan merokok
- Pendidikan Kesehatan
- Pemeriksaan kesehatan berkala
- Alat pelindung diri.

Pestisida
Pestisida adalah kelompok bahan kimia yang digunakan untuk memusnahkan
berbagai jenis hama termasuk serangga, tikus, gulma, siput, jamur, dll. Tingkat
toksisitas tiap pestisida sangat bervariasi, dari yang paling beracun sampai kurang
beracun. Paparan pestisida terjadi di industri pestisida, di bidang pertanian atau
kesehatan masyarakat. Pestisida juga digunakan di rumah. Pestisida diklasifikasikan
menjadi beberapa kelompok, sesuai dengan komposisi kimianya. Yang paling sering
digunakan saat ini adalah organofosfat, karbamat dan thiocarbamates, piretroid dan
pestisida organoklorin. Kelompok-kelompok lain meliputi arsenat timbal, merkuri
organik, senyawa thallium, coumarin, bromometana, kresol, fenol, nikotin, zinc
phosphide, dll. Pestisida diserap melalui paru-paru, saluran pencernaan dan kadang-
kadang melalui kulit dan mata (organofosfat).
a) Organoklorin
Contohnya adalah DDT, aldrin, dieldrin, toxafene dan gammaxane. Mereka
tergolong sedikit sampai cukup beracun, dan tidak biodegradable di lingkungan
atau dalam tubuh manusia. Mereka menumpuk di lingkungan dan untuk alasan ini,
penggunaannya telah dilarang di banyak negara. Paparan akut menyebabkan
iritabilitas dari sistem saraf pusat. Gejala muncul setelah 30 menit sampai
beberapa jam (biasanya tidak lebih dari 12 jam) meliputi sakit kepala, pusing,
mual, nyeri perut, iritabilitas, kejang, koma, demam, takikardia, pernapasan
dangkal dan kematian. Jika pasien bertahan, kejang berhenti dalam waktu 24 jam,
tetapi kelemahan, sakit kepala dan anoreksia dapat berlanjut selama dua minggu
atau lebih. Paparan kronis dapat menyebabkan gangguan pencernaan, hati, ginjal
atau saraf.
Pertolongan pertama:
- Lepaskan pakaian yang terkontaminasi.
- Cuci kulit dengan sabun dan air, tetapi jangan menggosok kulit.
- Merangsang muntah, cuci perut dan garam katarsis.
- Berikan obat penenang untuk kejan.
- Berikan stimulan cardio-respiratori.

b) Organofosfat
Meliputi parathion, metil parathion, malathion dan tetraethyl pirofosfat.
Organofosfat ada yang sangat beracun dan ada yang sedikit beracun. Mereka tidak
menumpuk di lingkungan atau dalam tubuh manusia, bersifat biodegradable dalam
beberapa minggu. Organofosfat menghambat enzim kolin-esterase yang
mengakibatkan akumulasi asetil kolin dalam tubuh. Gejala dan tanda-tanda berupa
dispnea, berkeringat, mual, kolik perut, diare, konstriksi pupil, otot berkedut,
iritabilitas, cemas, sakit kepala, ataksia, kejang, kegagalan pernapasan dan
peredaran darah, koma dan kematian. Pada kasus yang berat gejala muncul dalam
beberapa menit dan pada kasus ringan timbul setelah beberapa jam tetapi tidak
pernah melebihi 24 jam. Kematian dapat terjadi dalam hitungan jam pada kasus
yang berat. Masa pemulihan membutuhkan waktu beberapa minggu bagi pasien
untuk kembali normal. Pemeriksaan darah menunjukkan pengurangan aktivitas
kolin-esterase; tes ini digunakan dalam pemeriksaan kesehatan berkala.
Pertolongan pertama:
- Bawa pasien ke rumah sakit.
- Lepaskan pakaian yang terkontaminasi.
- Cuci kulit dengan air tanpa menggosok (jika tersedia, larutan 5% amonia atau 2%
chloramine yang lebih efektif daripada air). Namun, jika mata yang terkena maka
harus dicuci dengan air.
- Jika pestisida telah tertelan, pertama berikan air minum pada pasien dan kemudian
rangsang untuk muntah dengan meletakkan jari Anda ke tenggorokan pasien.
- Berikan atropin (obat penawar) secara intravena.
- Berikan nafas buatan jika diperlukan.
- Berikan stimulan cardio-respiratori.
- Lalu, obati pasien dengan Oxime.

c) Carbamates dan Thiocarbamates


Senyawa ini cukup beracun (carbaryl) dan menyebabkan keracunan melalui
mekanisme yang sama seperti organofosfat kecuali penghambatan enzim kolin-
esterase hanya sementara dan dapat pulih secara spontan dalam waktu 48 jam jika
kematian tidak terjadi.

d) Piretroid
Merupakan pestisida sintetis dengan toksisitas rendah yang digunakan di rumah-
rumah. Gejala toksik mirip reaksi sensitivitas.

Penggunaan Pestisida yang Aman


- Pestisida dilisensikan untuk digunakan oleh pemerintah dengan pertimbangan
yang hati-hati mengenai toksisitasnya bagi manusia.
- Zat sangat beracun seharusnya tidak ditangani secara bebas oleh masyarakat.
- Perhatian khusus untuk transportasi bahan kimia dengan memastikan bahwa
kontainer tidak pecah atau isinya tumpah. Jika ada tumpahan, harus dilaporkan
dan dilakukan prosedur dekontaminasi.
- Semua wadah pestisida harus diberi label dalam bahasa lokal. •
- Tempat penyimpanan harus dibersihkan dengan benar dan berventilasi dan tidak
boleh digunakan oleh personel yang tidak sah.
- Sebelum menggunakan bahan kimia, pekerja harus dilatih dengan baik dan telah
mendapatkan pendidikan kesehatan.
- Langkah-langkah kesehatan masyarakat harus diambil untuk menghindari
kontaminasi air dan daerah pemukiman dari bahan kimia.
- Tanaman jangan dipanen sebelum waktu, agar pestisida dapat terurai.
- Wadah kosong dan limbah pestisida harus dibuang dengan benar.
- Pekerja harus mempraktekkan hidup bersih dan sehat.
- Pengobatan untuk pertolongan pertama dan obat penawar harus tersedia.
- Pemeriksaan kesehatan berkala harus dilakukan.
- Semua yang bersangkutan, termasuk masyarakat, harus mendapatkan pendidikan
kesehatan tentang pestisida.
- Alat pelindung diri harus diberikan kepada pekerja.
- Langkah-langkah engineering kontrol harus diterapkan dalam industri kimia

3.6. Potensi Bahaya Biologi


Infeksi Akibat Kerja
Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan yang terpapar dengan agen mikroba, seperti
bakteri, virus, rickettsia, jamur dan parasit (cacing, protozoa), disebut infeksi akibat
kerja. Infeksi digambarkan sebagai infeksi akibat pekerjaan ketika beberapa aspek
pekerjaan melibatkan kontak dengan organisme biologis aktif. Paparan terjadi antara
petugas kesehatan di rumah sakit, laboratorium dan rumah sakit umum; antara dokter
hewan dan pekerja pertanian di peternakan dan peternakan susu dan toko-toko hewan
peliharaan; dan di antara pekerja pembuangan kotoran, penyortir wol dan pekerja di
industri kulit.
a) (Occupational) TB paru
Petugas kesehatan di pusat-pusat pengobatan TB, di laboratorium dan di klinik
hewan terutama terpengaruh. Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis (bacillus Koch) dan ditularkan occupationally oleh infeksi droplet,
kontak dengan bahan yang terinfeksi dari manusia (sputum) atau hewan.
organisme dapat bertahan hidup dalam debu dan jauh dari sinar matahari langsung
selama beberapa hari dan memasuki tubuh melalui saluran pernapasan atau kulit
terkelupas di mana hal itu menyebabkan ulkus kulit.
Penyakit ini biasanya menyerang paru-paru tetapi juga dapat menyerang saluran
pencernaan, tulang, ginjal, meningen, pleura dan peritoneum. Manifestasi klinis
tuberkulosis paru berupa batuk, dahak, hemoptisis, penurunan berat badan,
kehilangan nafsu makan, keringat malam dan demam pada malam hari. Penyakit
ini dapat didiagnosis dengan X-ray thorax dan pemeriksaan bakteriologis dari
dahak. Para pekerja harus menjalani pemeriksaan kesehatan dan diuji dengan
tuberkulin dan divaksinasi dengan BCG jika tes tuberkulin negatif. Pemeriksaan
kesehatan dan X-Ray secara berkala harus dilakukan. Pendidikan kesehatan sangat
penting dan pembungan bahan-bahan yang infeksius harus diamati.

b) Brucellosis
Brucellosis disebabkan oleh organisme yang dapat menginfeksi sapi, domba dan
babi. Penyakit ini menyebabkan aborsi berulang pada hewan dan organisme
penyebab brucellosis terdapat di plasenta, di sekresi hewan, susu dan urin. Pekerja
yang sering terpapar adalah dokter hewan, pekerja di bidang pertanian dan
peternakan, gembala, laboratorium dan rumah jagal. Sebagian besar kasus kerja
terjadi melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi atau dari sekresi dan produk
hewan. Masa inkubasi 2-4 minggu. Tahap akut (demam undulant) selama 2-4
minggu dengan demam, pembesaran limpa dan kelenjar getah bening. Pada tahap
subakut, organisme berada di sendi, usus, organ reproduksi, pleura atau meningen.
Pada fase kronis, penyakit berlanjut dengan demam yang hanya sesekali atau
timbul gejela kelemahan pada selutuh tubuh. Selama tahap ini penyakit sulit untuk
didiagnosis. Oleh karena itu, pemeriksaan kesehatan berkala untuk semua pekerja
yang terpapar harus dilakukan dengan menggunakan uji serologis.
Pengendalian penyakit pada manusia tergantung dengan pengendalian pada
hewan. Pekerja harus memakai pakaian pelindung dan memasak produk hewani
dan mendidihkan susu dengan tepat karena penyakit ini juga dapat ditularkan
melalui makanan.

c) Anthrax
Anthrax pada dasarnya adalah penyakit hewan. pekerja yang terpapar adalah
mereka yang bekerja di bidang pertanian dan peternakan, rumah potong, tanneries,
pembuatan barang dari wol, rambut, tulang dan kulit. Penyakit ini menyerang sapi,
domba, kuda dan babi dan ketika hewan mati, basil anthrax membentuk spora
yang sangat kebal dan dapat bertahan selama bertahun-tahun. Infeksi dapat terjadi
melalui kulit, paru-paru atau usus. Infeksi melalui kulit menyebabkan “pustule
ganas", dimulai dengan eritema selama 1-8 hari setelah infeksi lalu membentuk
papul, kemudian menjadi pustule dengan pembengkakan di sekitarnya dan
pembesaran kelenjar getah bening lokal. Infeksi melalui paru-paru terjadi di toko-
toko wol yang menyebabkan pneumonia berat yang fatal. Infeksi melalui usus
menyebabkan septikemia. Produk hewani yang digunakan dalam industri harus
diteliti dengan seksama dan didesinfeksi.

d) Virus hepatitis B dan C


Petugas kesehatan yang cenderung kontak dengan darah dan cairan tubuh dari
orang yang terinfeksi beresiko besar terinfeksi. Onset akut hepatitis adalah
pengecualian; lebih sering timbul dengan gejala umum yang kabur atau tidak ada
gejala sama sekali. Infeksi baru ditemukan pada pemeriksaan serologi rutin.
Penyakit ini dapat berlanjut menjadi hepatitis kronis aktif: sirosis hati, gagal hati
dan karsinoma hati. Hal ini dikarenakan terpapar cairan tubuh pasien melalui gelas
yang terkontaminasi dan peralatan lain yang terkontaminasi, seperti jarum, yang
dapat memberikan kesempatan untuk kontak dengan membran mukosa atau
inokulasi parenteral, prosedur pengendalian infeksi yang ketat harus dilakukan
pada situasi yang memiliki potensi risiko, seperti plebotomi, kedokteran gigi dan
hemodialisis. Pekerja dengan risiko infeksi hepatitis B yang tinggi harus
menerima imunisasi hepatitis B.

e) Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS)


Transmisi dari AIDS/HIV hanya terjadi melalui kontak seksual, perinatal dari ibu
yang terinfeksi dan darah atau produk darah yang terkontaminasi. Serokonversi
setelah terjadi cedera jarum suntik diperkirakan kurang dari 1%, yang jauh lebih
rendah daripada risiko (6% -30%) terkena hepatitis B setelah terjadi cedera jarum
suntik. Virus ini tidak ditularkan melalui kontak kerja non-intim atau pertemuan
sosial, seperti makan di restoran atau menggunakan transportasi umum atau kamar
mandi.
Kelompok berikut ini beresiko terkena cairan tubuh yang terinfeksi HIV:
- Petugas bank darah
- Teknisi dialisis
- Petugas di ruangan gawat darurat
- Pemeriksa mayat
- Dokter gigi
- Tenaga kesehatan
- Ahli bedah
- Pekerja laboratorium
- Pelacur
Untuk petugas kesehatan kerja profesional, karyawan dilatih untuk dapat
memberikan pertolongan pertama dan keamanan publik sehingga dapat
memberikan pelayanan medis kepada individu yang terinfeksi HIV, langkah-
langkah yang wajar harus diambil untuk menghindari kulit, membran parenteral
atau lendir kontak dengan darah, plasma atau sekresi yang terinfeksi.
- Tangan atau kulit harus segera dicuci jika kontak dengan darah
- Membran mukosa (termasuk mata dan mulut) harus dilindungi oleh kacamata atau
masker selama prosedur yang dapat menghasilkan percikan atau aerosol dari darah
atau sekresi yang terinfeksi (penyedotan, endoskopi).
- Permukaan yang terkontaminasi harus didesinfeksi menggunakan sodium
hipoklorit 5%.
Pekerja di sektor layanan pribadi, yang bekerja dengan jarum atau alat lain yang
dapat menembus kulit, seperti tukang tato dan penata rambut, harus mengikuti
tindakan pencegahan yang diindikasikan untuk pekerja di pelayanan kesehatan
dan melakukan tindakan aseptik dan sterilisasi pada peralatan yang dipakai.
Semua pekerja di layanan pribadi harus dididik mengenai penularan infeksi
melalui darah, termasuk AIDS dan hepatitis B.

3.7. Paparan Lainnya dan Efeknya Bagi Kesehatan


Penyakit Kulit Akibat Kerja
Adalah penyakit akibat kerja yang paling umum dan hampir selalu dapat dicegah
dengan kombinasi tindakan lingkungan, pribadi dan medis.
Penyakit kulit dapat terjadi oleh banyak faktor, antara lain:
- Iritasi mekanis berulang dapat menyebabkan callosities dan penebalan kulit
- Radiasi (lihat Modul 1, poin 3.2. Potensi bahaya kesehatan)
- TBC dan antraks
- Bahan kimia yang dapat menyebabkan iritasi atau sensitisasi.
Macam-macam penyakit kulit akibat kerja:
- Eksim kontak akut akibat iritasi atau sensitisasi
- Eksim kontak kronis akibat iritasi atau sensitisasi
- Chloracne (pelumas dan minyak pemotong, tar dan naftalena terklorinasi)
- fotosensitisasi (bahan kimia, obat-obatan dan tanaman)
- hipopigmentasi dan hiperpigmentasi (pewarna, logam berat dan hidrokarbon
diklorinasi)
- keratosis (radiasi ionisasi, radiasi ultraviolet)
- tumor jinak dan epithelioma (UV, radiasi ionisasi, tar, jelaga, arsenik)
- ulkus (trauma, luka bakar).

Kanker Akibat Kerja


Penyebab kanker masih belum sepenuhnya dapat dipahami. Namun, telah diamati
melalui studi epidemiologi dan data statistik bahwa kanker dari organ-organ tertentu
berhubungan dengan paparan tertentu. Kanker akibat kerja tidak berbeda dari kanker
pada umumnya, sejauh tanda dan gejala atau histopatologi sama. Riwayat positif
pernah terpapar agen karsinogenik dapat menyebabkan kanker akibat kerja.
Contoh beberapa agen karsinogenik dan organ-organ yang terkena.
Agen Karsinogenik Organ yang Terkena
Arsenic Paru-paru dan kulit
Senyawa kromium, heksavalen Paru-paru
Nikel Paru-paru dan sinus hidung
Polisiklik aromatic hidrokarbon Kulit
Coal tar Kulit, skrotum, paru-paru, kandung kemih
Benzol Darah (leukimia)
B-napthalamine Kandung kemih
Radiasi ionisasi Kulit, tulang, paru-paru, darah (leukimia)
Asbes Paru-paru, pleura, peritoneum

Efek Pada Organ Reproduksi


Pajanan bahan kimia tertentu atau faktor fisik (seperti radiasi ionisasi) telah
ditemukan memiliki efek tertentu pada fungsi reproduksi:
- disfungsi pada laki-laki (kemandulan atau spermatozoa rusak) dan pada perempuan
(anovulasi, implantasi cacat di dalam rahim)
- peningkatan insiden keguguran, lahir mati dan kematian neonatal
- menginduksi cacat struktural dan fungsional pada bayi baru lahir
- menginduksi cacat pada tahap pengembangan postnatal awal.
Paparan pada salah satu orang tua dapat menyebabkan cacat reproduksi.
Bahan kimia yang telah diduga memiliki efek pada organ reproduksi, yaitu:
- alkohol
- gas anestesi
- kadmium
- karbon disulfida
- timbale
- mangan
- polyvinyl chloride.

Asma Akibat Kerja


Pasien asma menderita serangan sesak napas. Meskipun asma bronkial dapat
disebabkan oleh sejumlah besar zat atau kombinasi zat di luar tempat kerja, tetapi
banyak pajanan di tempat kerja yang dapat dikaitkan dengan asma. Meskipun dalam
banyak kasus sulit untuk mengevaluasi berapa banyak asma yang disebabkan oleh
paparan di tempat kerja, tetapi dalam kasus tertentu jelas bahwa serangan asma
disebabkan oleh paparan pekerjaan saja dan bukan dari faktor di luar pekerjaan.
Contoh zat yang dapat menyebabkan asma akibat kerja:
- Tanaman:
o serbuk kayu
o tepung dan debu biji-bijian
o spora jamur
o formaldehida
o gum arabic
- Hewan:
o wol
o rambut
o bulu
- Zat lain:
o antibiotik (penisilin)
o toluena diisosianat
o garam platinum.

4. PENYAKIT TERKAIT PEKERJAAN


4.1.Karakteristik Penyakit Terkait Pekerjaan
Kategori ini memiliki karakteristik tertentu yang sudah diidentifikasi dan dinyatakan
oleh Komite Ahli WHO sebagai berikut: "Penyakit multifaktorial", yang mungkin
terkait pekerjaan, juga terjadi di antara populasi umum, dan kondisi kerja dan eksposur
tidak perlu faktor risiko dalam setiap penyakit. Namun, ketika penyakit menyerang
pekerja, hai ini mungkin terkait dengan pekerjaan, mungkin sebagian penyakit
disebabkan oleh kondisi kerja yang membahayakan; pekerjaan memperburuk penyakit
yang sudah ada, dipercepat atau diperburuk oleh paparan di tempat kerja; dan dapat
mengganggu kapasitas kerja. Penting untuk diingat bahwa karakteristik pribadi, faktor
lingkungan dan sosial budaya lainnya biasanya berperan sebagai faktor risiko untuk
penyakit. Multifaktorial “penyakit terkait pekerjaan” seringkali lebih umum daripada
penyakit akibat kerja dan karena itu mendapat perhatian yang lebih dari infrastruktur
pelayanan kesehatan, yang menggabungkan pelayanan kesehatan kerja.
Penyakit terkait pekerjaan yang layak menjadi perhatian khusus adalah:
- gangguan perilaku dan psikosomatik
- hipertensi
- penyakit jantung koroner
- tukak lambung
- penyakit pernapasan nonspesifik kronis
- gangguan alat gerak.

4.2.Gangguan Perilaku dan Psikosomatik


Lingkungan rumah dan kerja dapat menjadi sumber utama faktor psikososial yang
merugikan.

Faktor Risiko Untuk Gangguan Perilaku dan Psikosomatik


a) Faktor risiko psikososial lingkungan
- kelebihan beban kerja dan underload
- kebosanan dan kurangnya kontrol situasi kerja yang berlebihan
- kerja shift
- Migrasi (TKI)
- struktur organisasi di perusahaan dan peran individu dalam organisasi; peran
ambiguitas dan peran konflik
- kesempatan untuk pengembangan karir dan promosi
- ketidakamanan fisik (kebakaran, ledakan) dan tanggung jawab untuk keselamatan
orang lain
- rancangan kerja dan tingkat bunga
- upah rendah
- omset pekerjaan
- pensiun awal atau paksa
- pengangguran.

b) Stres fisik
- Suhu lingkungan
- Kebisingan
- Getaran
- Radiasi
- Pencahayaan yang buruk.

c) Stres kimia Lingkungan


Ini dapat meningkatkan risiko penyakit psikosomatik. Beberapa bahan kimia
berbahaya memiliki efek tertentu pada sistem saraf pusat, misalnya karbon
monoksida, karbon disulfida, alkohol dan beberapa pelarut lainnya.

d) Sistem pendukung sosial


Hal ini meningkatkan kemampuan individu untuk beradaptasi dengan stres
psikososial lingkungan. Dukungan bisa dari keluarga, komunitas kerja atau
komunitas di luar pekerjaan.

e) Faktor psikososial individu


- hubungan antar-individu di tempat kerja
- jenis kepribadian
- kerentanan individu
- usia
- seks.

Reaksi Perilaku dan Psikososial Terhadap Stres


- makan berlebihan yang mengarah ke obesitas
- merokok
- alkohol dan penyalahgunaan narkoba dan kecanduan narkoba
- kelelahan
- kecemasan
- depresi
- permusuhan dan agresi
- neurosis menyebabkan berbagai gangguan mental dan emosional
- gangguan mental dan gangguan kejiwaan
- Massa penyakit psikogenik (histeria massa)
- Penyakit psikosomatis: sakit kepala, sakit punggung, kram otot, gangguan tidur,
ulkus peptikum, diabetes mellitus, gangguan kardiovaskular dll

4.3.Hipertensi
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi adalah "hipertensi esensial" dan tidak ada
penyebab yang dapat diidentifikasi. Predisposisi genetik merupakan faktor risiko
penting. Paparan timbal, kadmium dan kebisingan merupakan faktor risiko hipertensi
dan juga stres psikososial adalah faktor hipertensi. Faktor risiko lain hipertensi adalah
kebiasaan diet (kelebihan garam dan lemak), obesitas dan kurangnya aktivitas fisik.

4.4.Penyakit Jantung Koroner (PJK)


Penyempitan arteri koroner menyebabkan suplai darah yang tidak memadai ke otot
jantung menyebabkan "angina pectoris" atau serangan singkat berulang nyeri dada
sering dikaitkan dengan olahraga. Oklusi di setiap arteri menyebabkan infark miokard
atau nekrosis bagian dari otot jantung yang dapat menyebabkan kematian dalam waktu
singkat karena komplikasi. Insiden penyakit ini meningkat dan semakin banyak orang
muda yang terkena. Hal ini lebih sering terjadi pada pria daripada wanita di bawah 45
tahun, tetapi wanita >45 tahun, resiko antara dua jenis kelamin sama. Risiko penyakit
jantung koroner berhubungan dengan hipertensi, asupan diet lemak tinggi, kolesterol
serum tinggi dan kelebihan berat badan. Selain itu ada kecenderungan dari factor
keluarga. Orang yang rentan terkena PJK dianggap sebagai orang agresif, orang yang
kompetitif, mengambil terlalu banyak pekerjaan, mengejar waktu dan terobsesi oleh
kurangnya cukup waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya. Overload di tempat kerja
juga dapat dikaitkan dengan penyakit jantung koroner. stres psikososial meningkatkan
kolesterol serum, menyebabkan hipertensi dan meningkatkan pembentukan gumpalan.
Merokok merupakan faktor risiko untuk penyakit jantung koroner. faktor pekerjaan
lain yang terkait dengan PJK adalah pekerjaan yang santai, paparan karbon disulfida,
karbon monoksida dan nitrat dan paparan kronis bising, panas dan dingin. Pelarut
seperti benzena, trichloroethylene, kloroform, etil klorida dan senyawa fluorocarbon
langsung mempengaruhi jaringan miokard. Timah dan merkuri penyebab PJK,
sekunder hipertensi, dan kobalt, arsen dan antimon menghasilkan kerusakan miokard.

4.5.Peptic Ulcer
Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan ulkus lambung dan duodenum,
meliputi faktor keturunan, obat-obatan tertentu (analgesik dan obat anti-inflamasi non-
steroid), merokok, penyakit medis, prosedur bedah, tipe kepribadian, infeksi lokal
(Helicobacter pylori) dan pekerjaan. Faktor pekerjaan yang berhubungan dengan risiko
tukak lambung adalah pekerjaan yang memiliki tanggung jawab yang tinggi dan kerja
shift tidak teratur; semakin tinggi stres kerja semakin tinggi tingkat ulkus. Tukak
lambung juga berkaitan dengan menghiruo gas iritan yang larut dalam sputum dan
tertelan.

4.6.Kronis penyakit pernapasan nonspesifik


Penyakit ini adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan sekelompok
penyakit di mana ada batuk dan produksi dahak kronis dan / atau sesak napas saat
istirahat dan / atau selama latihan. Kondisi ini termasuk bronkitis kronis, emfisema,
asma bronkial dan bronkitis asma. Semua penyakit ini mungkin akut atau kronis
diperburuk oleh infeksi. CNRD adalah penyakit dari beberapa etiologi dan merupakan
contoh klasik dari gangguan yang mungkin berasal dari pekerjaan, pekerjaan yang
berhubungan atau terkait dengan fenomena sosial urbanisasi dan industrialisasi. Ketika
risiko gangguan ini sangat terkait dengan paparan tertentu seperti debu non-fibrogenic
(misalnya kapas, beras dan rami) atau iritasi, mereka mungkin dengan mudah dianggap
sebagai penyakit akibat kerja. Faktor-faktor lain, seperti merokok, kondisi iklim,
polusi udara masyarakat, atopi, faktor genetik keluarga, kerentanan individu, bronkial
hiper-reaktivitas, infeksi saluran pernapasan anak-anak, infeksi pernafasan berulang
dalam kehidupan dewasa dan status sosial ekonomi, dapat memainkan peran utama.
Dalam setiap kasus individual, sulit untuk memastikan berapa banyak sinergisme
antara dua kombinasi atau lebih. Pada masyarakat yang terpapar rokok atau polusi
udara di tempat kerja, rokok memainkan peran lebih penting dalam penyebab CNRD
daripada polusi udara. Dalam pekerjaan berdebu di mana debu diketahui menyebabkan
penyakit paru tertentu (silicosis, asbestosis, pneumokoniosis, Bisinosis, dll),
konsentrasi debu lebih rendah dan jangka waktu yang lebih pendek daripada yang
menyebabkan CNRD. Contoh pekerjaan yang berhubungan dengan CNRD adalah
mereka yang terpapar debu (organik atau anorganik), gas atau aerosol iritan. Polutan
ini dapat berkontribusi mengakibatkan CNRD dengan mengiritasi selaput lendir
pernapasan atau melalui mekanisme alergi. Pekerjaan ini meliputi industri kimia,
pertambangan, peleburan, pabrik tekstil, silo, pabrik semen, industri kaca, industri
pupuk, pabrik baja, peleburan dan banyak pekerjaan lainnya.

4.7.Gangguan Alat Gerak


Nyeri Belakang Punggung
Gejala yang umum terjadi di masyarakat, mempengaruhi laki-laki dan perempuan di
segala usia, tetapi lebih sering terjadi antara usia 25 dan 64 tahun. LBP mempengaruhi
lebih dari setengah penduduk yang bekerja dan diperkirakan 2% -5% dari pekerja
industri mengalami nyeri punggung setiap tahun. Nyeri di daerah lumbosakral
merupakan hasil dari peradangan, degeneratif, trauma, neoplastik atau lainnya
gangguan. Dalam beberapa kasus, dapat diklaim sebagai psikogenik. Nyeri punggung
akibat kerja memiliki patologi yang tidak spesifik, dan sering dikaitkan dengan postur,
mengangkat benda berat dan gerakan yang menyebabkan cedera. Faktor risiko nyeri
punggung adalah cacat punggung bawaan, lemah otot, rematik dan kondisi degeneratif
tulang belakang dan diskus intervertebralis. Pekerjaan tertentu memiliki risiko lebih
tinggi terkena nyeri punggung, yaitu pekerjaan manual berat, pertambangan, docking,
penanganan material, pekerjaan yang membutuhkan postur canggung dan postur yang
harus dipertahankan untuk waktu yang lama atau sering membungkuk, memutar atau
getaran seluruh tubuh, keperawatan dan kepolisian. Pekerjaan ini membutuhkan
seleksi yang tepat, latihan fisik, penempatan yang tepat dan mengadopsi kriteria aman
untuk angkat beban.

Nyeri Leher & Bahu


Berbagai penyakit dapat menyebabkan bahu dan leher sakit: contoh adalah reaksi
inflamasi pada membran dan sistem bursa dan gangguan sinovial di tulang rawan,
ligamen dan tendon yang bersifat degeneratif. Selain itu, otot, pembuluh darah dan
gangguan neuromuscular dapat menyebabkan nyeri bahu dan dapat juga merupakan
penjalaran dari dada. Gangguan yang berkaitan dengan kelemahan otot umum dan
malaise umum, seperti infeksi, juga dapat mengakibatkan peningkatan keluhan pada
bahu dan leher dari beban di bahu yang seorang pekerja biasanya dapat mentolerir.
Dari sudut pandang kesehatan kerja, faktor predisposisi individual seperti usia,
kesulitan dalam mengatur tugas kerja dan kecenderungan rematik inflamasi berperan.
Bekerja dengan posisi tangan lebih tinggi dari bahu lebih sering terkena sakit leher dan
bahu baik akut maupun kronis. Namun, peningkatan beban kerja di bahu dan otot leher
juga dapat diproduksi tanpa mengangkat lengan di atas bahu. Penerapan prinsip-
prinsip ergonomis untuk meningkatkan metode kerja mengurangi rasa sakit.

5. TUGAS UNTUK PEKERJA BARU


1. Melaksanakan survei tempat kerja dan melakukan pengamatan.
- Mencari bahaya potensial dan aktual (fisik, kimia, mekanis, biologis dan
psikologis)
- Mempertimbangkan ketersediaan atau kebutuhan untuk tindakan pengendalian
- Mencari tanda-tanda awal penyakit akibat kerja dan penyakit terkait pekerjaan.
2. Bergabung dan bekerja dengan anggota tim kerja yang sehat; melaporkan pengamatan
Anda dan berkonsultasi mengenai langkah-langkah pengendalian, dan pemantauan
lingkungan dan biologis dan pengelolaan masalah kesehatan kerja tertentu (jika ada)
3. Gunakan keahlian Anda dalam melakukan tes sederhana; mengumpulkan sampel
biologis untuk analisis dan saran untuk penyelidikan lebih lanjut (sebagaimana
berlaku).
4. Mendidik pekerja tentang penggunaan dan pemeliharaan alat pelindung diri.
5. Diskusikan dengan pekerja mengenai hal-hal yang berkaitan dengan gizi dan sanitasi
dan menyarankan kebiasaan makan yang sehat, langkah-langkah sanitasi yang baik
dan kebersihan pribadi.
6. Menyarankan manajemen tentang perlunya tindakan pengendalian dan menyelidiki
beberapa masalah kesehatan kerja yang memerlukan konsultasi dengan anggota lain
dari tim kesehatan kerja.
7. Menyarankan manajemen tentang implementasi undang-undang kesehatan kerja di
tempat kerja.
8. Menyarankan pekerja untuk mengobservasi tindakan pengendalian yang diterapkan
untuk tempat kerja yang sehat dan aman.
9. Menyimpan dan memperbarui catatan semua kegiatan kesehatan kerja yang Anda
dilakukan (laporan survei perusahaan, laporan pemantauan dan laporan tentang tren
kesehatan di tempat kerja lingkungan dan biologis).
MODULE 3

DETEKSI DINI PENYAKIT AKIBAT KERJA

1. TUJUAN

1. Mengerti pentingnya deteksi dini penyakit pada lingkungan kerja


2. Pilih cara diagnostik untuk deteksi dini penyakit akibat kerja
3. Mengetahui cara berpartisipasi secara efektif dalam melaksanakan pemeriksaan kesehatan
berkala bagi pekerja

2. PENGENALAN DAN KONSEP-KONSEP DASAR


Penyakit akibat kerja diartikan unik karena hazard yang menyebabkan mereka sudah
diketahui bahkan sebelum terkena paparan terhadap pekerja. Fakta ini mencirikan bahwa sebenarnya
penyakit akibat kerja bisa dicegah; paparan dapat dicegah dan dikontrol. Situasi untuk mengkontrol
penyakit akibat kerja ternyata pada kenyataannya tidak berjalan baik, dan penyakit akibat kerja
kembali terjadi.

Untuk meminimalisir dampak yang terjadi karena penyakit akibat kerja alternatif terbaik
adalah deteksi dini dari perubahan patologis pada tahap ketika mereka reversible. Beberapa paparan
tertentu dapat menyebabkan perubahan secara fungsional, biokimia, fisiologis atau morfologi dapat
dideteksi dini dan bisa reversible. Ada banyak klinik, laboratorium atau tes lainnya yang telah
dikembangkan untuk mendeteksi perubahan awal dan masing-masing paparan memiliki tes yang
spesifik.

Sayangnya, ada beberapa penyakit akibat kerja yang tidak dapat dideteksi pada tahap
reversible. Ini termasuk reaksi akut kepada gas iritan contohnya ammonia, asfiksia, misalnya CO dan
asam hidrosianat, dan bahan-bahan korosif, seperti asam dan basa; pneumoconiosis kolagen, seperti
silicosis dan asbestosis; kanker kerja, dan berbagai kondisi lainnya. Kondisi akut sebagian besar
disebabkan oleh kecelakaan kerja.

Penyebaran pneumoconiosis dapat dihentikan jika paparannya juga dihentikan. Selain itu,
diketahui bahwa deteksi kanker pada pekerja pada tahap awal dapat meningkatkan prognosis. Oleh
karena itu, terlepas dari reversibilitas perubahan patologis yang disebabkan oleh paparan kerja,
deteksi dini penyakit akibat kerja sangat dibutuhkan.
Banyak indeks yang digunakan dalam deteksi dini penyakit akibat kerja memiliki rentang
yang sangat luas dari variabilitas normal. Hasil tes tersebut dapat berpindah diantara kedua ujung
rentang normal pada individu tertentu tanpa diakui sebagai abnormal; individu dengan kapasitas vital
prediksi ± 4 l dapat memburuk dari 5 l sampai 3 l tanpa diakui sebagai abnormal kecuali tingkat pra-
kerja dikenal. Oleh karena itu, rekor pra-penempatan variabel, serta pemeriksaan periodik, diperlukan
untuk deteksi dini penyakit.

Istilah deteksi dini dan pemeriksaan berkala digunakan untuk mendeteksi penyakit akibar
kerja apakah bisa reversible (dapat disembuhkan) atau tidak.

Melihat dari banyaknya pekerja yang harus dievaluasi, pemeriksaan periodik tidak perlu
dilakukan secara komprehensif. Evaluasi biasanya dimulai dengan tes screening yang cukup simpel
untuk membuktikan apakah ada atau tidak ada penyakit akibat kerja tersebut. Tes screening haruslah
simpel, sensitive, mudah, tidak mahal dan non-invasive.

Tes screening dapat mendeteksi :

 Adanya bahan beracun dalam sampel biologis tertentu, sebagai indeks yang digunakan
sebagai bukti bahwa memang ada bahan tersebut di dalam tubuh. Contoh : evaluasi zat timbal
di dalam darah
 Adanya metabolisme dari bahan beracun tersebut. Contoh : melihat adanya organic sulfate di
dalam urin pada pekerja yang sering terpapar fenol.
 Perubahan fungsi organ sebagai hasil dari paparan bahan-bahan tersebut. Contoh : perubahan
fungsi ginjal, hati, dan paru.
 Perubahan morfologi di dalam darah yang dapat mempengaruhi sistem hemopoietik.
 Perubahan jaringan yang irreversible. Contoh : katarak akibat radiasi inframerah, pemeriksaan
x-ray untuk mendeteksi silicosis dan asbestosis.
 Fungsi psikomotor dan sistem nevus sentral. Contoh : tes digunakan untuk mengevaluasi
paparan dari substansi tertentu yang mempengaruhi sistem saraf seperti pada manganese,
merkuri, dan karbon disulfida.
Pemeriksaan bergantung dengan tipe paparannya. Penyakit kerja yang memiliki progres yang
cepat untuk berkembang seperti contoh perubahan aktivitas choline-esterase pada pekerja yang sering
terpapar pestisida, harus dimonitor setiap bulannya atau lebih.

Pada pekerja yang terkena paparan radiasi ion, bisa dimonitor 1-6 bulan tergantung berapa
lama sudah terkena paparan. Untuk penyakit kerja yang baru muncul setelah beberapa tahun bekerja,
seperti tuli akibat bising kerja dan silicosis, pemeriksaan secara periodic dapat dilakukan apabila
sudah terkena paparan cukup lama (35 tahun) karena progresnya lama.
3. DETEKSI DINI PADA PENYAKIT AKIBAT KERJA YANG DISEBABKAN OLEH
FAKTOR FISIKA
3.1 PANAS
Tingkat keparahan pada kesehatan berdampak pada kenaikan temperature, kelembaban dan
lamanya terpapar paparan. Hal yang dapat dilihat adalah :

 Tingkat kelesuan, cepat marah, rasa tidak nyaman


 Penurunan kinerja, susah berkonsentrasi
 Terdapan ruam
 Kelelahan akibat panas
 Heat stroke
3.2 Kebisingan
Tuli akibat bising kerja bisa dideteksi dengan audiometri. Tuli diawali dengan hilangnya
pendengaran pada frekuensi yang tinggi, selanjutnya mempengaruhi frekuensi lain yang
sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Tuli akibat bising kerja bersifat permanen.
3.3 Getaran
Geteran menyebabkan kelainan vascular pada lengan dan perubahan tulang-tulang kecil di
pergelangan tangan. Kelainan pembuluh darah susah dideteksi, tesnya rumit dan tidak
spesifik, tapi perubahan pada tulang bisa dideteksi dengan X-Ray yang dilakukan pada
pergelangan tangan.
3.4 Radiasi Inframerah
Paparan pada radiasi inframerah dapat menyebabkan katarak. Katarak menyebabkan
kerusakan yang progresif pada fungsi penglihatan dan bisa dideteksi dengan tes slit lamp.
3.5 Radiasi ion
Paparan pada radiasi ion juga dapat menyebabkan katarak. Periksa darah harus dilakukan
secara rutin. Keratoses pada kulit adalah salah satu kondisi pre-kanker.

4. DETEKSI DINI PENYAKIT AKIBAT KERJA YANG DISEBABKAN OLEH AGEN


BIOLOGI
4.1 Tuberkulosis Paru
Penyakit ini dapat dideteksi dengan tes X-Ray dibagian dada. Selain itu, tes mantoux yang
positif dan ada gram negative, bakteri tahan asam dapat dideteksi dengan tes sputum
4.2 Brucellosis kronis
Penyakit ini susah di diagnosa secara klinis tapi dapat dideteksi dengan tes serologi (tube
agglutination test).
4.3 Virus Hepatitis B dan C
Penyakit ini dapat dideteksi dengan tes serologi dan hepatitis marker.
5. DETEKSI DINI PENYAKIT AKIBAT KERJA DISEBABKAN OLEH BAHAN KIMIA
5.1 Logam
Timbal

(a) Essentials of diagnosis

Efek akut inorganic


 Nyeri pada perut
 Ensefalopati
 Hemolisis
 Gagal Ginjal Akut
Efek kronis inorganic

 Kelelahan dan asthenia


 Atralgia dan myalgia
 Anemia
 Neuropati perifer
 Gangguan neurobehavioral dan ensefalopati kronis
 Gout dan Nefropati Gout
 Gagal ginjal kronis
Senyawa timbal alkyl

 Kelelahan
 Sakit kepala
 Mual dan muntah
 Gejala neuropsikatri
 Delirium
 Kejang
 Koma
(b) Deteksi dini pada paparan timbal dapat dibagi sebagi berikut:
Penentuan konsentrasi timbal dalam darah dan urin

Rata-rata normal timbal dalam darah 30 Ug/dl tidak sama dengan rata-rata normal di kota
yang tinggi kemacetan. Pasien dengan keracunan timbal memiliki nilai 80 Ug/dl bahkan
bisa lebih tinggi.
Indeks
 Delta-aminolevulinate dehidrase didalam darah
 Asam delta aminovulinic didalam uin
 Coprophyrin dalam urin
 Zinc protoporphyrin didalam eritrosit

Mercury

(a) Essentials of diagnosis

Inorganic Mercury
 Akur respiratory distress
 Gingivitis
 Tremor
 Ertism
 Proteinuria, gagal ginjal
Organic Mercury (Alkyl Mercury)

 Gangguan jiwa
 Ataksia
 Parasthesitas
 Kerusakan penglihatan dan pendengaran
(b) Deteksi dini paparan merkuri (inorganic dan alkyl organic)
Dinilai dengan melihat jumlah merkuri didalam urin. Nilai normalnya dibawah 20
Ug/dl/

Manganese

(a) Essential of diagnosis


Keadaan Akut
 Demam
 Panas dingin
 Dispnea

Keadaan kronis
 Parkinson
 Kelainan perilaku
 Pneumonia
(b) Estimasi
Perkiraan manganese didalam tubuh tidak membantu dalam deteksi dini. Deteksi pada
penyakit ini bergantung apabila sudah ada gejala-gejala neuropsikiatri.

Arsenic
(a) Essentials of diagnosis
Akut
 Mual
 Muntah
 Diare
 Hemolisis intravascular
 Kuning
 Oliguria
 Cardiovaskular collapse
Kronik

 Hiperkeratosis dan hiperpigmentasi (melanosis)


 Neuropati perifer
 Anemia
 Penyakit pembuluh darah perifer
(b) Chronic exposure
Dapat dievaluasi dengan melihat nilai arsenic di dalam urin. Pada orang normal tidak
mencapai 30 Ug/dl.

5.2 PESTISIDA
Paparan organofosfat dapat dievaluasi dengan menentukan tingkat hambatan aktivitas
kolin esterase dalam darah. Ada metode laboratorium yang digunakan untuk evaluasi aktivitas
kolin-esterase yang akurat. Ada juga banyak metode survey lapangan yang digunakan dan
beberapa alat yang kurang akurat namun juga bisa digunakan.

Dikarenakan banyaknya variasi dari aktivitas kolin esterase terhadap manusia,


penting bagi kita untuk dapat membandingkan tingkat paparan terhadap masing-masing
individual. Gejala dari keracunan organofosfat tersebut muncul ketika aktivitas kolin esterase
berkurang 50%-60% dari tingkat paparan.
Nilai dari aktivitas kolin-esterase juga menjadi tes deteksi untuk mengetahui
terkenanya keracunan dari karbamat atau thiokarbamat pestisida.

5.3 PENYAKIT PADA PARU


Diagnosis dini pada byssinosis dibuat dengan menggunakan kuisioner khusus yang
menunjukkan adanya sesak dada pada hari pertama setelah 1 minggu, pada kasus awal.
Pemeriksaan X-Ray pada kasus byssinosis menghasilkan hasil negatif dan demonstrasi
penyumbatan jalan nafas dengan pengujian fungsi paru tidak spesifik.

Dalam kasus paparan debu fibrogenik, setelah mengetahui riwayat pekerjaan, sinar x
positif adalah alat utama untuk melakukan diagnosis dini. Hal ini berlaku untuk kasus
silicosis, asbestosis, pneumoconiosis talc . Penyakit ini bersifat irreversible.

Dalam kasus extrinsic allergic alveolitis, diagnosis akut, subakut dan kronis bisa
dikonfirmasi dengan menggunakan x-ray.

Tes serologi juga berguna.

6. TUGAS UNTUK PESERTA PELATIHAN


1. Kenalkan diri anda dengan teknik dan teknologi yang digunakan untuk deteksi dini
penyakit akibat kerja
2. Observasi bagaimana tes evaluasi periodik dan catat hasil observasi dari informasi yang
didapatkan dari pekerja.
3. Diskusian hasil dari tes evaluasi prodik dan hasil pada monitoring di lingkungan kerja.
Buat laporan hasil observasi.
4. LIhat rekam medis di tempat kerja dan buat observasi berdasarkan riwayat penyakit dan
gejala dari penyakit akibat kerja.
5. Lakukan pendekatan dengan International Labour Organisation’s (ILO) International
Classification of Radiographs of Pnemuoconioses.
6. Lihat data terbaru mengenai hazard pekerja.
7. Memberi saran kepada managjemen untuk membawa hasil rekam medis pekerjanya.
8. Memberi edukasi kepada pekerja untuk harus melewati tahap evaluasi medic
9. Memberi edukasi kepada pekerja untuk menyadari tanda dan gejala awal dari penyakit
akibat kerja.
MODUL 4

ERGONOMI PEKERJAAN

1. Tujuan
 Memahami hubungan manusia-mesin-lingkungan
 Menyadari ergonomik sebagai alat menuju kondisi kerja yang lebih sehat dan aman
 Mengetahui bagaimana memperhitungkan dimensi pekerja dan kemampuan fisik atau
psikososial serta keterbatasan pekerja dalam rangka menghindari kondisi kerja yang
berbahaya
 Mengumpulkan informasi di situasi kerja baik tentang para pekerja dan sifat pekerjaan
dalam rangka menyediakan saran yang tepat dan terprioritaskan
 Menciptakan kesadaran akan mengapa dan bagaimana memperbaiki situasi kerja dan
untuk memberikan anjuran sederhana dalam rangka mendesain situasi kerja baru yang
secara ergonomis efesien.
 Berkomunikasi tentang perbaikan situasi kerja yang dibutuhkan dengan manajemen dan
para pekerja dalam rangka mendapatkan manfaat sebanyak-banyaknya

2. Konsep Dasar dan Perkenalan


Ergonomik adalah studi tentang hubungan kompleks antara manusia, aspek fisis dan
psikologis suasana kerja (contohnya fasilitas, perlengkapan, dan peralatan), tututan pekerjaan,
dan sistem kerja. Ergonomik adalah bidang yang memadukan pengetahuan yang berasal dari
ilmu pengetahuan tentang manusia (khususnya anatomi, fisiologi, dan psikologi) untuk
menyesuaikan dengan pekerjaan, hasil, dan lingkungan terhadap kemampuan fisik dan mental
serta keterbatasan para pekerja. Ergonomik menekankan penyesuaian perkerjaan terhadap
pekerja dibandingkan dengan kebiasaan yang lebih umum dimana para pekerja yang berusaha
untuk menyesuaikan diri terhadap pekerjaan yang ada.

Tujuan ergonomik yang utama adalah untuk mengoptimalkan, yang pertama dan
terutama, kenyamanan juga kesehatan, keamanan, dan efisiensi para pekerja. Penerapan
prinsip ergonomik pada kenyataannya tidak hanya bermanfaat bagi para pekerja. Manfaatnya
terhadap para karyawan sama signifikannya, dan terasa nyata serta dapat diukur dalam hal
peningkatan efisiensi dan produktivitas, serta pengurangan waktu kerja yang hilang akibat
penyakit atau kecelakaan, serta penurunan biaya asuransi.
Prinsip dasar ergonomik adalah setiap aktivitas kerja pasti menyebabkan pekerja
mengalami beberapa tingkatan stres fisik dan mental. Selama stres masih berada dalam batas
kewajaran, performa kerja para pekerja seharusnya memuaskan, dan kesehatan para pekerja
serta kesejahteraan mereka harus dipertahankan.

Jika stres berlebihan, hasil yang tidak diharapkan dapat terjadi dalam bentuk kesalahan,
kecelakaan, cedera atau penurunan kesehatan fisik dan mental. Cedera dan penyakit yang
berhubungan dengan ergonomik bervariasi mulai dari kelelahan mata dan sakit kepala hingga
penyakit muskuloskeletal seperti nyeri punggung, leher, dan pundak kronis, cumulative
trauma disordess (CTDs), repetitive strain injuris (RSIs), dan repetitive motion injuries ---
tiga istilah yang sering digunakan secara bergantian.

Pencegahan kelelahan mata, sakit kepala, dan penyakit muskuloskeletal dan memperoleh
hasil yang optimal dapat dicapai ketika perlengkapan, area kerja, produk, dan sistem kerja
dibentuk berdasarkan kemampuan dan keterbatasan manusia, contohnya dengan menerapkan
berbagai prinsip ergonomik.

Akibat diabaikannya berbagai prinsip ergonomik yaitu :

 Cedera dan penyakit akibat kerja


 Peningkatan ketidakhadiran
 Besarnya biaya pengobatan, dan asuransi
 Peningkatan kecenderungan terjadinya kecelakaan dan kesalahan
 Peningkatan frekunsi pergantian pekerja
 Hasil produksi dan menurun
 Tututan hukum
 Pekerjaan berkualitas rendah
 Kapasitas cadangan yang berkurang untuk menghadapi situasi emergensi

Tujuan program ergonomik pekerjaan adalah untuk membuat lingkungankerja yang


aman dengan mendesain berbagai fasilitas, furnitur, mesin, alat-alat dan tututan perkerjaan
agar sesuai dengan kualifikasi para pekerja.
Contoh

Pencegahan kecelakaan akibat kerja

 Mendesain pelapis mesin yang akan membuat pekerja mengoperasikan sebuah


perlengkapan dengan cara yang mudah, non-awkward, serta efisien dari segi waktu.
 Belajar biomekanika gait/gaya berjalan untuk menentukan gaya dan momentum yang
terjadi saat lantai dan sol sepatu saling bergesekan. Informasi tersebut dapat
digunakan untuk memperbesar gesekan yang terjadi antara lantai dan sol sepatu
sehingga mengurangi risiko terpeleset atupun jatuh.

Pencegahan kelelahan

 Mendesain tempat kerja berkomputer (perlengkapan dan barang-barang) sedemikian


rupa sehingga operator komputer dapat menatap monitor dalam waktu yang lama
tanpa mengalami kelelahan visual maupun postural.
 Mengevaluasi kebutuhan metabolisme dari sebuah pekerjaan yang dilakukan dalam
lingkungan yang panas dan lembab sehingga dapat disarankan aturan kerja-istirahat
yang akan mencegah terjadinya heat stress.

Pencegahan penyakit muskuloskeletal

 Mengevaluasi tugas mengangkat/pengangkatan barang untuk menentukan stress


biomekanika yang dapat terjadi pada punggung bawah dan mendesain cara keja
pengangkatan barang sedemikian rupa untuk memastikan stress biomekanika tersebut
tidak menyebabkan terjadinya cedera punggung.
 Mengevaluasi operasi perakitan manual yang cenderung berulang/repetitif dan
mengembangkan alat serta cara kerja alternative untuk mengurangi risiko terjadinya
penyakit kumulatif akibat trauma seperti tendonitis, epikondilitis, tenosynovitis, dan
CTS (Carpal Tunnel Syndrome).

3. Ergonomik: Ilmu Multidisipliner


Ergonomic adalah ilmu multidisiplin yang terdiri atas 4 bidang utama:
 Pengaturan faktor manusia
 Fisiologi kerja
 Biomekanika pekerjaan
 Antopometri
3.1. Pengaturan Faktor Manusia
Pengaturan faktor manusia (human faktor engineering) kadang disebut engineering
physiology adalah bidang tentang informasi aspek processing kerja.

Tujuan human faktor engineering

Secara umum, tujuannya adalah untuk mendesain tata cara, perlengkapan, dan
lingkungan kerja sehingga dapat meminimalisir kecenderungan terjadinya suatu kecelakaan
akibat kesalahan manusia.

 Tujuan operasional dasar


 Mengurangi kesalahan
 Meningkatkan keamanan
 Memperbaiki prestasi kerja
 Tujuan terhadap hubungan keandalan, rawatan dan ketersediaan, serta integrated logistic
support
 Meningkatkan keandalan (reliabilitas)
 Memperbaiki kualitas rawatan
 Menurangi kebutuhan pekerja
 Mengurangi kebutuhan pelatihan
 Tujuan terkait penguna dan operator
 Memperbaiki lingkungan kerja
 Mengurangi kelelahan dan stress fisik
 Meningkatkan kenyamanan
 Mengurangi kebosanan
 Meningkatkan kemudahan penggunaan
 Meningkatkan kesediaan pengguna
 Meningkatkan kesediaan pengguna
 Tujuan lainnya
 Mengurangi kerugian waktu dan perlengkapan
 Meningkatkan ekonomi produksi
Penyebab tersering kecelakaan kerja akibat kesalahan manusia

(a) Kegagalan untuk mendeteksi atau mengenali kodisi/situasi dengan potensi bahaya
Untuk menghadapi situasi yang berbahaya, perlu untuk waspada bahwa bahaya selalu
ada. Banyak potensi bahaya di tempat kerja yang tidak dapat dideteksi oleh panca indra,
antara lain :

 Tekanan yang berlebihan didalam pemanas dapat menyebabkan terjadinya ledakan


 Truk pengangkat barang yang melintas dari arah belakang di pabrik yang bising
 Mesin tanpa pembatas/pelindung pada ruang dengan pencahayaan kurang
 Penyebaran cepat gas toksik yang tak berbau

Dalam situasi bahaya tersebut diperlukan fungsi indra tambahan dengan tanda informasi
khusus, contohnya:

 Pengukur tekanan dengan batas merah yang mengindikasikan kondisi yang berbahaya
didalam sebuah pemanas
 Alarm atau pager pada truk pengangkut barang yang akan berbunyi otomatis ketika
kendaraan tersebut berjalan
 Tanda bahaya yang bersinar pada pintu masuk ruangan perlengkapan yang mempunyai
pencahayaan buruk
 Sistem alarm kegawat daruratan yang mengawali pelepasan gas toksik

(b) Kegagalan dalam mengolah informasiatau membuat keputusan


Pembuatan keputusan melibatkan pemaduan berbagai informasi dengan pengetahuan
yang ada untuk menentukan langkah yang akan diambil selanjutnya. Kesalahan dapat terjadi
pada fase ini jika beban informasi yang diolah berlebihan, contohnya pada kecelakaan yang
terjadi di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Three Mile Island di USA pada tahun 1970,
dimana operator pada waktu itu wajib manangani semua alarm yang bunyi pada waktu
bersamaan.
Kesalahan juga dapat terjadi jika pelatihan pendahuluan salah dan tidak sesuai untuk
menghadapi dan menangani situasi yang spesifik.

(c) Kegagalan dalam tindakan setelah membuat keputusan yang benar


Setelah membuat keputusan, biasanya pekerja perlu segera melakukan suatu tindakan
dengan menggunakan suatu alat untuk menghasilkan perubahan yang dikehendaki, antara lain
menekan saklar atau menyesuaikan tuas. Kegagalan dapat terjadi jika pengaturan yang ada
tidak didesain selaras dengan kemampuan gerak manusia, misalnya gaya yang diperlukan
untuk menyesuaikan pengaturan/kontrol katup dalam pabrik kimia sebaiknya tidak dibuat
melebiihi kekuatan yang dimiliki manusia biasa, atau jika perubahan dari pengaturan
menghasilkan respon yang tak terduga.
Pengaturan yang melibatkan mesin atau perlengkapan dengan potensi bahaya besar perlu
dibatasi atau diberikan tanda waspada untuk mencegah terjadinya kecelakaan pengaktivan
diluar kontrol, salah satunya dengan melapisi tombol aktivasi atau unit kontrol pada lokasi
tertentu sehingga tak akan mudah tersentuh secara sengaja.

Tugas untuk peserta pelatihan

 Perhatikan sekitar lingkungan Anda dan indentifikasi tiga alat, sistem, proses, atau
kombinasi dari alat, sistem, dan proses yang dianggap salah dilihat dari sisi faktor
manusia
 Untuk masing-masing, deskripsikan mengapa Anda memilih hal diatas sebagai masalah
dan sarankan bagaimana masalah tersebut dapat diperbaiki. Batasi jawaban Anda dalam
beberapa kalimat dalam setiap masalah.

3.2. Fisiologi Kerja


Fisiologi kerja adalah subdisiplin dari ergonomik yang membidangi stres selama
konversi metabolik dari sumber energi biomekanik terjadi, seperti dari glukosa menjadi kerja
mekanik. Jika stres yang terjadi berlebihan, pekerja akan mengalami kelelahan. Kelelahan
dapat dialami oleh sedikit otot dan dapat pula dialami seluruh tubuh.

Kerja statis dan kelelahan otot lokal

Kerja statis terjadi ketika otot atau kelompok otot tetap dalm keadaan berkontraksi dalam
waktu yang lama tanpa diselingi dengan relaksasi. Kerja statis yang berlebihan dapat
disebabkan oleh :
 Postur awkward/aneh yang bertahan lama, misalnya yang terjadi pada seorang mekanik
yang harus membengkokkan badannya secara terus menerus untuk memperbaiki mesin
kendaraan bermotor.
 Tututan kekuatan fisik yang besar terkait tugas tertentu, misalnya untuk menggunakan
kunci inggris untuk memutar mur roda yang sudah sangat berkarat ketika mengganti ban
mobil.

Ketika otot berkontraksi, pembuluh darah yang menyuplai nutrisi dan membuang sampah
metabolisme akan mengalami vasokontriksi akibat tenaga eksternal dari jaringan otot yang
mengelilinginya. Sebagai akibatnya, resistensi vaskular meningkat seiring meningkatnya
tegangan otot, dan suplai darah menuju otot yang sedang berkontraksi akan menurun. Jika
otot tidak diizinkan untuk berelaksasi dari waktu ke waktu, kebutuhan nutrisi akan melebihi
persediaan yang ada. Sampah metabolisme pun akan menumpuk. Efek jangka pendek dari
kejadian tersebut antara lain nyeri iskemik, tremor, atau menurunkan kemampuan otot untuk
menciptakan tegangan. Salah satu dari efek tersebut dapat mempengaruhi/ memperburuk
perfoma kerja.

Kerja statis juga menyebabkan peningkatan sementara pada resistensi perifer sistem
kardiovaskular. Peningkatan detak jantung dan tekanan arteri rerata yang bermakna
ditemukan bersamaan akibat kontraksi statis dalam waktu singkat.

Pada kebanyakan situasi, aktivitas dinamis yang melibatkan kontraksi dan relaksasi siklis
pada otot yang sedang bekerja, lebih baik atau lebih diharapkan dibandingkan kerja statis.
Akan tetapi, jika suatu pekerjaan membutuhkan pengerahan tenaga yang besar dan repetitif,
berbagai trauma kumulatif yang bersifat lokal dapat saja terjadi pada jaringan
muskuloskeletal atau saraf perifer.

Kerja dinamis, dan kelelahan seluruh badan

Kerja seluruh badan yang bersifat dinamis terjadi ketika sekumpulan bnayak otot rangka
berkontraksi dan berelaksasi secara bergantian untuk melakukan sebuah tugas, misalnya,
berjalan pada dataran yang meninggi, mengayuh sepeda, menaiki tangga dan menggerakkan
benda (dengan mendorong, membawa, menarik, atau menyekop) dari satu lokasi ke lokasi
lainnya.

Intensitas kerja dinamis dan seluruh badan dibatasi utamanya oleh kapasitas paru dan
system kardiovaskular untuk menyalurkan oksigen dan glukosa yang mencukupi untuk
menggerakkan otot-otot dan membersihkan sisa metabolisme yang terbentuk.

Kelelahan seluruh badan terjadi jika tututan metabolisme yang terkumpul akibat
berbagai otot yang bekerja diseluruh tubuh melebihi kapasitasnya. Gejala-gejala yang sering
terjadi pada kelelahan seluruh tubuh diantaranya sesak nafas, kelemahan pada otot yang
bekerja dan sesasi umum kelelahan. Gejala-gejala tersebut akan berlanjut dan dapat
memburuk sampai aktivitas kerja dihentikan atau dikurangi intensitasnya.

Untuk aktivitas dinamis seluruh badan yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat
(biasanya 4 menit atau lebih cepat), seseorang dapat bekerja pada intensitas yang sama
dengan kapasitas aerobiknya. Seiring dengan meningkatkan durasi kerja yang dilakukan,
intesitas kerja yang dilakukan harus dikurangi. Jika kerja yang dilakukan akan bertahan dan
berlanjut selama 1 jam, energi ekspenditur rata-rata untuk durasi tersebut tidak boleh
melebihi 50% kapasitas aerobik pekerja yang melakukan kerja tersebut. Untuk kerja yang
dilakukan dalam waktu 8 jam, rerata energi ekspenditurnya tidak boleh melebihi 33%
kapasitas aerobik pekerja tersebut.

Kapasitas aerobik berbeda beda didalam populasi. Berbagai faktor individu yang
menentukan kapasitas aerobik termasuk umur, jenis kelamin, berat badan, genetik, dan status
kebugaran fisik saat ini.

Pencegahan kelelahan seluruh badan dapat dicapai melalui desain pekerjaan yang baik.
Syarat energi ekspenditur pekerjaan sebaiknya cukup rendah untuk memenuhi populasi orang
dewasa yang bekerja, termasuk mereka memiliki kapasitas aerobik yang rendah. Syarat dapat
dipenuhi dengan mendesain tempat kerja untuk meminimalisir pergerakan tubuh yang tidak
diperlukan dan menyediakan bantuan mekanis dalam menangani material yang berat. Jika
pendekatan ini tidak dapat/ mungkin dilakukan, mungkin diperlukan penambahan waktu
istirahat untuk mencegah kelelahan yang berlebihan, terutama di lingkungan kerja yang panas
dan lembab karena kontribusi metabolisme terhadap heat stress.
Untuk menilai potensi kelelahan seluruh badan, perlu dilakukan pengukuran atau
perkiraan laju energi ekspenditur dari sebuah pekerjaan, yang biasanya dilakukan melalui tiga
cara yaitu :

1. Tabel referensi: table yang menjelaskan panjang lebar mengenai kebutuhan energi dari
berbagai aktivitas kerja yang ada
2. Kalorimetri tidak langsung:energi ekspenditur dapat diperkirakan dengan mengukur
ambilan oksigen pekerja ketika melakukan pekerjaannya.
3. Modelling: suatu pekerjaan dianalisis dan dipecah menjadi tugas dasar seperti berjalan,
membawa dan mengangkat. Parameter yang mewakili masing-masing tugas dihitung dan
dijumlahkan kedalam persamaan untuk meperkirakan energi ekspenditurnya.

3.3. Biomekanika Pekerjaan


Biomekanika adalh subdisiplin ergonomik yang membidangi sifat-sifat mekanis dari
jaringan manusia, terutama resistensi jaringan terhadap stres mekanik. Fokus utama
biomekanika pekerjaan adalah pencegahan nyeri punggung bawah dan ekstremitas atas.

Stres mekanik
 Kecelakaan yang jelas/terbuka:beberapa stress mekanik yang menyebabkan cedera dalam
lingkungan kerja berhubungan dengan kecelakaan yang nyata, seperti patah tulang kaki
akibat kejatuhan objek/benda. Potensi bahaya yang menyebabkan berbagai cedera
tersebut dapat dikontrol melalui teknik mesin yang aman.
 Cedera trauma kumulatif: cedera akibat stress mekanik lainnya lebih ringan dan dapat
menyebabkan cedera trauma kumulatif. Stres seperti itu dapat terjadi eksternal, seperti
gergaji yang bergetar dapat menyebabkan Reynaud Syndrome, atau internal, seperti
kompresi diskus intervetebralis selama pengangkatan benda berat.
Stress mekanik dapat dikontrol secara efektif melalui ergonomik, contohnya dengan
mendesain tuntutan pekerjaan yang menyebabkan stress mekanik dapat ditoleransi tanpa
menyebabkan cedera.

Biomekanika lifting, pushing, dan pulling


(a) Prinsip-prinsip lifting
 Tes batas kekuatan diri Anda dan pastikan beban yang akan diangkat beratnya dibawah
50% batas kekuatan.
 Hindari pengangkatan beban yang melebihi batas kekuatan umum yang ditentukan untuk
berbagai jenis pengangkatan (lifting).
 Mengurangi gerakan memutar sumbu tubuh ketika mengangkat beban, ketika memang
diharuskan untuk berputar, maka putarlah pinggul.
 Pastikan beban dekat dengan badan ketika mengangkatnya.
 Berhati-hati ketika bekerja dalam area yang licin dan berantakan.

(b) Prinsip prinsip pushing dan pulling


 Pastikan area yang dituju datar dan bebas hambatan, jika area nya tidak datar, beberapa
sistem pengereman perlu disediakan.
 Gunakan sepatu yang nyaman untuk traksi kaki, koefisien gesekan antara lantai dan alas
kaki stidaknya harus sebesar 0,8 dimanapun setiap beban berat dipindahkan.
 Ketika memulai mendorong beban, tahan satu kaki dan gunakan punggung,
dibandingkan dengan lengan dan tangan, untuk menggunakan gaya; jika beban tidak juga
bergerak ketika telah dikerahkan gaya/usaha yang sesuai, mintalah bantuan terhadap
teman kerja atau gunakan kendaraaan bermotor.

Mendorong atau menarik benda lebih mudah ketika pegangan troli yang berisi beban
berada stinggi pinggul (91-114 cm untuk laki-laki) dibandingkan jika pegangan tersebut
berada setinggi pundak atau lebih. Pengangan yang lebih rendah dari tinggi pinggul bersifat
awkward dan tidak aman untuk dilakukan.

3.4. Kegunaan Data Antropometrik


Salah satu sebab utama stress fisik dalam suatu pekerjaan adalah ketidak cocokan ukuran
antara pekerja dan tempat kerja, perlengkapan, atau mesin. Ketidak cocokan ini dapat
menyebabkan pekerja harus bekerja membungkuk, atau bekerja dengan menahan satu atau
kedua tangan dan pundak dalam posisi tinggi untuk waktu yang lama, atau harus duduk di
kursi yang terlalu tinggi atau lerlalu pendek.

Antropometri perduli dalam hal menyesuaikan alat-alat dan tempat kerja dengan dimensi
tubuh manusia: Karena manusia memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda satu dengan
yang lainnya, antropometri terkadang sulit untuk diaplikasikan. Mengetahui distribusi bentuk
dan ukuran, adalah langkah pertama dalam desain antropometris. Terdapat ribuan pengukuran
tubuh manusia yang sesuai dengan desain peralatan, tempat kerja, dan bahkan pakaian.

Tabel Antropometrik

Rangkuman daftar tabel antropometrik berdasarkan berbagai pengukuran yang dilakukan


terhadap kelompok populasi yang berbeda. Banyak sumber data antropometrik yang tersedia,
masing-masing wakil dari populasi yang berbeda diukur, misalnya terdapat data dasar untuk
anggota militer, populasi industrial Amerika, dan Negara serta area di dunia yang berbeda.

Reach and fit

Konsep reach dan fit sangat esensial dalam antropometri dan digunakan dalam berbagai
situasi yang berbeda termasuk dalam mendesain hamper seluruh barang/produk atau
teknologi yang masyarakat gunakan:

 Kursi dan bangku


 Bak mandi, shower, dan dapur
 Tempat kerja secara umum
 Ruang kerja berkomputer
 Mobil dan kendaraan bermotor lainnya
 Koridor, tangga, dan interior bangunan umum
 Peralatan

Langkah dalam mendesain:


1. Menentukan siapa yang akan dijadikan objek untuk didesain (menentukan populasinya)
Kebanyakan perusahaan dan pabrik mempunyai populasi yang berbeda, baik dalam atau
berbeda tempat kerja. Karena itu pupulasi yang ditargetkan harus diketahui untuk
memastikan desain yang dibuat cocok dengan sifat fisik dari populasi yang ada di tempat
kerja.

2. Menentukan bagian dan dimensi yang penting untuk digunakan


Untuk mendesain atau medesain ulang perlengkapan, peralatan, tempat kerja atau
pekerjaan, dimensi tubuh yang secara spesifik berhubungan dengan pekerjaan/tugas yang
dilakukan harus digunakan, misalnya
 Mendesain dalam jarak dekat-yang dapat dicapai untuk meraih alat dari rak pada meja
kerja sehingga nyaman bagi pegawai untuk meraihnya tanpa melakukan posisi yang
canggung,
 Untuk meja kerja yang memiliki tempat duduk, pemberian dimensi jarak dengan
menjadikan pekerja laki-laki yang bertubuh paling besar sebagai patokan akan membuat
kebanyakan pekerja lainnya dapat meletakkan kakinya dibawah meja kerja dengan
nyaman/leluasa tanpa melakukan posisi yang canggung.
 Untuk desain pekerjaan baru, pekerja harus juga menentukan:
 Bagaimnaa pekerjaan tersebut dilakukan (pengenalan pekerjaan)
 Bagaimana alat atau perlengkapan baru akan digunakan
 Bagian tubuh yang mana yang akan dalam desain kerja tersebut.
Yang paling minimal, dimensi yang berhubungan dengan tinggi (tinggi dimana tangan
bekerja), prinsip reach dan fit harus diingat.

3. Mendesain untuk kesesuaian


Strategi ini mengakomodasi hampir seluruh usaha/gaya pekerjaan, misalnya lantai
tempat kerja yang ada membuat pekerja yang pendek dapat berdiri tanpa membungkuk, tetapi
justru menyebabkan pekerja yang tinggi menjadi membungkuk. Permukaan tampat kerja
yang dapat disesuaikan berdasarkan tinggi badan pekerja membuat para pekerja yang tinggi
dapat berdiri tanpa membungkukkan tubuhnya. Pada meja kerja yang berkomputer,
kesesuaian harus diperhatikan terutama untuk kursi, lantai ruang kerja, dan monitor.

4. Mendesain untuk kondisi ekstrem


Pendekatan alternatif untuk mendesain kesesuaian adalah dengan mendesain untuk
kondisi ekstrim (persentil ke-95 untuk laki-laki dan persentil ke-5 untuk perempuan) dan
mengakomodasi populasi yang tersisa, misalnya ketinggian permukaan kerja untuk populasi
ekstrim tersebut.
Tugas untuk Para Peserta

1. Kunjungi tempat kerja yang berbeda disekitar wilayah tempat tinggal Anda dan catat
observasi Anda mengenai masalah ergonomik yang mungkin ada
2. Prioritaskan observasi Anda dan buat rencana tindakan secara cepat berdasarkan diskusi
pada section 2 di modul ini.
3. Kembangkan, bekerjasama dengan pihak manajemen dan para pekerja,
tindakan/saran/sugesti korektif dalam rangka mengurangi atau memperbaiki masalah
yang paling merugikan di lingkungan kerja
4. Untuk masalah yang tidak dapat diperbaiki/dituntaskan, temukan penyelesaian dari
masalah tersebut, apakah harus dirujuk ke instansi tertentu, termasuk pusat khusus
tertentu jika memungkinkan
5. Melatih manajemen dan para pekerja dengan berbagai perbaikan yang dilakukan dan
semangati mereka untuk terus memelihara/mempertahankan perubahan yang sudah ada
6. Mengecek apakah tindakan korektif yang telah Anda sarankan benar-benar
diimplementasikan
7. Beri informasi kepada manajemen dan para pekerja mengenai apa yang sebaiknya
mereka lakukan untuk menghindari berbagai situasi kerja yang secara fisik maupun
psikososial bersifat merugikan.
8. Dokumentasikan tugas 1 hingga 7.
Modul 5
Stres dan Faktor Psikologi yang Merugikan pada Pekerjaan

1. Tujuan
 Mempelajari bagaimana mengidentifikasi pekerja dengan masalah psikologis
 Mempelajari bagaimana mendorong pekerja dengan masalah psikologis untuk
mengendalikan stresnya dengan meminta bantuan dari kerabat dan teman-
teman
 Mengetahui bagaimana menyimpan dokumen dan menulis laporan
 Membantu dalam tes psikometri sederhana
 Menyoroti stresor.

2. Perkenalan dan Konsep Dasar


2.1 Definisi
Stres: ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan untuk merespons dalam
kondisi dimana terjadi kegagalan dalam memenuhi kebutuhan tersebut akan memiliki
konsekuensi yang penting. Stres juga didefinisikan sebagai rangkaian antara stresor
dan reaksi stres serta konsekuensi jangka panjangnya.
Stresor: kondisi lingkungan yang dapat mengakibatkan stres.
Tegang (reaksi stres): Gejala fisiologis, psikologis, ataupun perilaku dari stres.
Modifier: karakteristik individu atau faktor lingkungan yang mungkin berperan dalam
tingkat stres dan menghasilkan respon yang bervariasi antar individu.
Faktor psikososial: faktor yang mempengaruhi kesehatan, pelayanan kesehatan, dan
kesejahteraan masyarakat yang berakar dari psikologi individu dan struktur serta
fungsi individu dalam suatu kelompok sosial. Hal ini juga termasuk karakteristik
sosial seperti pola interaksi antara keluarga atau kelompok kerja, karakteristik budaya
seperti cara-cara tradisional dalam menyelesaikan konflik, dan karakteristik
psikologis seperti sikap, kepercayaan, dan faktor kepribadian.

2.2 Stresor Umum di Tempat Kerja


Terkait Organisasi
 Perubahan dalam suatu organisasi
 Komunikasi inadekuat
 Konflik interpersonal
 Konflik dengan tujuan organisasi

Perkembangan karir

 Sedikit kesempatan untuk mempromosikan diri


 Tanggung jawab baru melewati level
 PHK

Peran

 Konflik peran
 Peran yang ambigu
 Sumber inadekuat untuk menyelesaikan suatu pekerjaan
 Tidak adanya wewenang untuk menyelesaikan suatu pekerjaan

Tugas

 Beban tugas yang berlebihan baik secara kuantitatif maupun kualitatif


 Beban tugas yang terlalu sedikit baik secara kuantitatif maupun kualitatif
 Tanggung jawab kepada kehidupan dan kesejahteraan orang lain
 Kesalahan dalam bertugas

Lingkungan Kerja

 Estetika yang buruk


 Pajanan fisik
 Masalah ergonomis
 Bising
 Bau
 Bahaya keamanan

Shift kerja

2.3 Komponen dari Proses Stres


Stresor
 Struktur pekerjaan
- Kelebihan waktu
- Shift kerja
- Mesin yang mondar-mandir
- Pekerjaan yang dibayar menurut hasil yang dikerjakan
 Konten pekerjaan
- Kelebihan beban secara kuantitatif
- Kelebihan beban secara kualitatif
- Kurangnya kontrol
 Kondisi fisik
- Tidak menyenangkan
- Ancaman terhadap bahaya fisik ataupun racun
 Organisasi
- Konflik peran
- Kompetisi
- Persaingan
 Ekstraorganisasi
- Ketidakamanan dalam pekerjaan
- Perkembangan karir
- Pulang pergi
 Sumber lainnya
- Perorangan
- Keluarga
- Komunitas

Outcome

Fisiologis

 Jangka pendek
- Katekolamin
- Kortisol
- Kenaikan tekanan darah
 Jangka panjang
- Hipertensi
- Penyakit jantung
- Ulkus
- Asma

Psikologis (kognitif dan afektif)

 Jangka pendek
- Kecemasan
- Ketidakpuasan
- Penyakit psikogenik
 Jangka panjang
- Depresi
- Kelelahan
- Penyakit mental

Perilaku

 Jangka pendek
- Pekerjaan: bolos terus menerus, berkurangnya produktifitas dan partisipasi
- Komunitas: berkurangnya persahabatan dan partisipasi
- Personal: Penggunaan alkohol dan obat-obatan secara berlebihan, merokok
 Jangka panjang
- “learned helplessness”

Modifier

 Individu
- Gaya perilaku
- Sumber dari individu
 Dukungan sosial
- Emosional
- Harga dan nilai diri
- Informasi

3. Pencegahan dan Kontrol Stres


Mengobati individu
 Pengobatan secara medis
- Hipertensi
- Sakit punggung
- Depresi
 Pelayanan konseling
 Program pengawasan pegawai
- Merokok
- Alkohol
- Obat-obatan

Mengurangi Kerentanan Individu

 Konseling
- Individu
- Program kelompok
 Program pelatihan
- Relaksasi
- Medikasi
- Biofeedback
 Dukungan umum
- Program olahraga
- Aktivitas rekreasi

Mengobati organisasi

 Diagnosis
- Survey attitude
- Sesi hukuman
 Membangun gaya manajemen yang fleksibel dan responsif
 Meningkatkan komunikasi internal

Mengurasi stres organisasi

 Jadwal kerja yang bervariasi


 Pengaturan ulang kerja (restruktur)
 Pelatihan supervisor dan pengembangan manajemen

4. Prinsip dari Pengaturan Kerja


Jadwal kerja
Jadwal kerja seharusnya diatur untuk menghindari konflik antara kebutuhan dan
tanggung jawab di luar tempat kerja. Ketika menggunakan jadwal rotasi
shift,rotasinya harus stabil dan dapat diprediksi.
Partisipasi/kontrol
Pekerja seharusnya diikutsertakan dalam pengambilan keputusan atau aksi yang akan
berpengaruh terhadap pekerjaan mereka dan performa dalam melaksanakan tugas.
Beban kerja
tuntutan seharusnya tidak melebihi kemampuan dari individu. Pekerjaan seharusnya
diatur agar masih dapat melakukan recovery dari tuntutan kerja baik fisik maupun
mental.
Konten
Tugas kerja seharusnya diatur untuk memberikan makna, stimulasi, rasa melengkapi,
dan kesempatan untuk menggunakan kemampuan diri.
Peran kerja
Peran dan tanggung jawab dalam nerkerja seharusnya benar-benar didefinisikan
dengan baik.
Lingkungan sosial
Kesempatan seharusnya diberikan untuk melakukan interaksi sosial, termasuk
dukungan emosional dan bantuan nyata diperlukan dalam menyelesaikan tugas.
Masa depan pekerjaan
Ambiguitas harus dihindari agar tercipta keamanan kerja dan kesempatan
perkembangan karir.

5. Tugas dari Trainee


1. Survei tempat kerja menggunakan metode dan teknik sederhana dan
mengidentifikasi stresor yang mungkin dan potensial di suatu area.
2. Mengumpulkan sampel biologi dan lingkungan terutama stresor fisik, kimia,
biologi, dan ergonomik.
3. Menyimpan dokumen sederhana dari pekerja, begitu juga kelompok kerja dan
survey.
4. Kolaborasi dengan dokter yang berada di tempat, mengidentifikasi dan
mendokumentasikan pekerja dengan masalah psikologis di tempat kerja dengan
bantuan dari pekerja sosial yang tersedia.
5. Membantu dalam teknik dan analisis psikometri sederhana.
6. Mempraktekkan pendidikan kesehatan untuk pekerja terutama masalah kesehatan
yang berhubungan dengan kondisi kerja, lifestyle, dan keadaan mental dan
psikologis.
7. Mencoba untuk membantu orang-orang yang kecanduan obat-obatan.
MODULE 6

KESELAMATAN KERJA DAN PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA

1. TUJUAN
 Mengerti pentingnya pencegahan kecelakaan kerja di tempat kerja dan mendukung
perlindungan yang professional dalam pencegahan kecelakaan kerja.
 Berpartisipasi dalam mengedukasi dan melatih pekerja
 Simpan dan analisa data
 Berkontribusi dalam komite keselamatan kerja
 Memberi saran dalam menurunkan angka morbiditas, disabilitas dan mortalitas dalam
kecelakaan akibat kerja dan trauma.

2. PENGENALAN DAN KONSEP-KONSEP DASAR


2.1 Definisi
Kecelakaan : kejadian tiba-tiba yang tidak diinginkan seperti kerusakan property, cedera fisik
atau kematian
Kecelakaan kerja : kejadian yang terjadi di tempat kerja yang menyebabkan kerusakan kepada
mesin, alatm dan manusia.
Injury : kerusakan fisik yang disebabkan oleh kejadian atau terpapar stressor lingkungan.
Cedera ini dapat menyebabkan kematian yang disebut “kecelakaan fatal” atau dapat
menyebabkan bagian setengah tubuh disabilitias atau juga dapat menyebabkan cedera yang
harus disembuhkan dalam waktu yang lama.
Hazard : kondisi potensial di dalam lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kematian,
cidera, kerusakan atau kerugian
Resiko : kemungkinan bahaya
Bahaya : kerugian untuk seseorang
Cedera : kerugian kualitas (physical atau biological)
Bahaya : tingkatan paparan pada hazard
Safety : tidak adanya bahaya
Occupational healthy : identifikasi resiko di tempat kerja dan pencegahan terhadap hazard
yang kemungkinan dapat terjadi.
Safe behaviour : bertindak sedemikian rupa sehingga tidak ada cedera yang disebabkan oleh
seseorang.
Safety professional : seseorang yang mempunyai pekerjan dan bertanggung jawab untuk
mencegah terjadinya kecelakaan dan cidera baik secara personal, penyakit ataupun property
yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan.
2.2 Tujuan keselamatan kerja
Filosopi keselamatan kerja sudah dikembangkan untuk :
 Mencegah kerusakan akibat kecelakan kerja
 Meningkatkan moral pekerja
 Mencegah inefisiensi di tempat kerja karena kecelakaan kerja
 Mencegah bahaya bagi lingkungan sekitar akibat dari kecelakaan kerja
 Mempromosikan pencegahan kecelekaan kerja

2.3 Klasifikasi tipe dari kecelakaan kerja


Tipe kecelakaan kerja
 Jatuh atau terkena bahan material
 Tertimpa objek
 Pergerakan berat
 Terpapar temperature yang sangat ekstrim
 Kontak dengan arus listrik
 Terpapar dengan substansi yang berbahaya atau terpapar radiasi
 Dan tipe kecelakaan lainnya

Agen
 Mesin
 Transport dan alat angkat barang
 Peralatan lainnya
 Material, substansi dan radiasi
 Lingkungkan kerja
 Agen lain yang tidak terklasifikasi
 Beberapa agen tidak terklasifikasi karna kurangnya data
Sifat luka

 Luka, fraktur dan dislokasi


 Luka bakar dan keracunan
 Penyakit
Lokasi luka

 Kepla
 Batang tubuh
 Ekstremitas atas
 Ekstremitas bawah
 Sistem tubuh

2.4 Penyebab kecelakaan kerja


Faktor manusia
Ada banyak factor manusia yang memiliki efek terhadap resiko kecelakaan kerja pada
kondisi tertentu. Beberapa factor tersebut adalah umur, pengalaman, penggunaan obat-obat
terlarang, motivasi, dan liannya. Tetapi sebagian besar aktivitas manusia dapat
mengakibatkan cedera atau kerusakan material. Untuk mencegah kejadian tersebut, masing-
masing individu harus observasi dan menyadari adanya bahaya, sebelum melakukan tindakan
untuk menghindari terjadinya kecelakaan.
Kecelakaan dapat terjadi jika hazard tidak terlihat, tidak tersadari dan tidak
dimengerti sebagai bahaya, atau jika seseorang tidak melindungi dirinya, atau seseorang tidak
tau harus berbuat apa.

Faktor lingkungan

Faktor lingkungan termasuk factor dari agen luar dan factor lain dari lingkungan kerja
seperti: suhu, kebisingan, cahaya dan lainnya.
Penyebab terpenting dari kecelakaan ini adalah kontak dengan objek yang berbahaya.
Kecelakaan kerja juga bisa disebabkan oleh kurangnya energi seperti contoh, kurang oksigen
di lingkungan kerja. Agen penyebab kecelakaan tersebut disebut hazard. Jika ada hazard di
dalam lingkungan kerja pasti ada kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Inilah alasan
mengapa keselamatan kerja harus ditaruh menjadi prioritas utama untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja.
Penyebab Cidera atau Kelainan Pekerja yang Terkena
Trauma
Energi mekanik Laserasi Pekerja logam, tukang, operator, penggergaji,
pemotong kain
Fraktur Penangan bahan, penambang, pekerja bangunan
Penangan bahan dan pekerja lain yang terpapar
Luka memar Tukang daging, operator mesin
Pekerja konstruksi
Amputasi Penambang, penggiling, dll
Crushing injuries Penambang, pembawa barang, pekerja konstruksi
Luka pada Mata
Keseleo
Energi Thermal Luka bakar Tukang cor, tukang las, pekerja kaca, pekerja laundry
atau binatu
Heat strain Petugas pemadam kebakaran, pekerja pabrik baja
Tukang kayu, tukang jagal
Cold strain
Energi Kimia Luka bakar Pekerja limbah berbahaya
Asfiksasi, Keracunan Petugas pemadam kebakaran, pekerja limbah
berbahaya
Energi Listrik Listrik, guncangan, luka Pekerja konstruksi, tukang listrik, pengguna perkakas
bakar listrik atau mesin
Energi Nuklir Radiasi Petugas rumah sakit, petugas industry, pegawai nuklir
Pengangkat Back pain Perawat, supri truk, operator mesin, dll
barang berat
Pekerja dengan Trauma ekstremitas atas Musisi, operator, pengolah ikan dan unggas, pemetik
gerakan tangan (Carpal tunnel syndrome, buah dll
berulang tendonitis, dll)
Getaran Sindrom Raynaud Operator mesin penggiling, operator jackhammer

Faktor organisasi
Lingkungan social memiliki pengaruh yang besar terhadap kinerja manusia.
Mengontrol frekuensi dan tingkat keparahan kejadian kecelakaan dan pengendalian
kualitas dan kuantitas produk memiliki banyak kesamaan. Dalam banyak kasus, praktik
kesalahan yang sama juga terjadi, yang menyababkan terjadinya kecelakaan dan produksi
yang tidak memuaskan.
3. PENCATATAN DAN INVESTIGASI KECELAKAAN
Perusahaan dan pekerja yang bekerja dibidang kesehatan harus menginvestigasi kecelakaan
kerja untuk :
 Mengidentifikasi penyebab kecelakaan, kerusakan properti dan lainnya.
 Mengembangkan metode efektik untuk mencegah kejadian selanjutnya
 Memenuhi persyaratan legislative
Laporan kasus kecelakaan harus terdapat informasi sebagai berikut :

 Keadaan kcelakaan
 Penyebab kecelakan
 Data-dat yang ada untuk melihat penyebab dari kecelakaan dan efek yang
ditimbulkan kepada lingkungan
 Langkah-langkah darurat yang harus diambil
 Langkah-langkah selanjutnya yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya
kecelakaan.
Suatu kecelakaan dapat dilaporkan apabila terdapat :

 Penyebab kecelakaan
 Tempat kecelakaan
 Tipe kecelakaan
 Terdapat data personal korban seperti umur, jenis kelamin dan pendidikan korban.
 Waktu kecelakaan.
Beberapa poin-poin berikut ini harus dipertimbangkan ketika melakukan investigasi
kecelakaan :

 Laporan apa saja yang diminta ?


 Siapa yang bertanggung jawab untuk melakukan investigasi ini ?
 Kepada siapa laporan ini ditujukan ?
 Apakah ada prosedur tindak lanjut untuk memastikan bahwa rekomendasi laporan
dapat diimplementasikan ?
 Apakah pihak yang berwenang telah diberitahu ?
 Kecelakaan yang bagaimana yang harus diinvestigasi ?
 Apakah seluruh kecelakaan dicatat?
 Apakah training yang dibutuhkan untuk investigator ?
 Dimana laporan pencatatan dan penginvestigasian disimpan ?
4. TINGKAT KECELAKAAN
Perbandingan kecelakaan antara waktu, industry, pekerjaan dan Negara hanya bisa dibuat
apabila statistic kecelakaan kerja dapat dipertembangkan dengan datanya termasuk pekerjaa,
jam kerja, produksi, dll. Hal ini bertujuan untuk menghitung frekuensi kejadian dan tingakt
keparahan.

 Tingkat frekuensi = jumlah total kecelakaan x 103 : jumlah jam kerja


 Tingkat frekuensi = jumlah total kecelakaan x 103 : jumlah paparan kerja
Dua indikator tingkat keparahan adalah

 Jumlah rata-rata hari tidak masuk per kecelakaan


 Jumlah hari tidak masuk per hari bekerja oleh orang-orang yang terpapar resiko, atau
yang terkena resiko.
Di beberapa negara, tingkat keparahan didefinisikan sebagai jumlah hari tidak masuk per
1000 jam kerja.

Kematian dan cedera yang melumpuhkan secara permanen ditangani secara terpisah dari
kecelakaan lain dalam statistic.

5. PENCEGAHAN DAN KONTROL DARI KECELAKAAN KERJA


Dasar-dasar pencegahan yang dapat dilakukan adalah :
 Mengeliminasi hazard dari mesin, metode, material dan struktur fasilitas
 Menyingkirkan hazard
 Melatih operator yang bertugas agar hati-hati terhadap hazard dan mengikuti prosedur
yang berlaku
 Menentukan APD yang harus digunakan oleh pekerja
 Menyediakan konsultan kesehatan lingkungan kerja untuk mendiskusikan masalah
yang ada
 Mengembangkan program untuk mengontrl kecelakaan dan hazard
 Mengembangkan standard keselamatan untuk fasilitas dan produk
 Bekejrasama dengan teknisi, hygiene industry, medis, untuk memberitahukan bahwa
hanya alat-alat yang aman yang dapat dibeli
 Mengembangkan dan merencanakan program kesehatan yang akan dibawa ke
supervisor untuk diidentifikasi mengenai personal hazard baik ditempat kerja ataupun
dari produk-produk yang digunakan.
 Menyediakan peralatan yang sudah terstandard untuk keselamatan lingkungan kerja
 Bekerjasama dengan operator supervisor untuk mengidentifikasi penyebab terjadinya
kecelakaan
 Mengumpulkan dan menganalisa data dari kecelakaan dengan tujuan untuk
melakukan tindakan perbaikan.
 Menyedikan latihan dan training pada pekerja mengenai prosedur keselamatan kerja
 Bekerjasama dengan industrial hygiene untuk mengontrol masalah personal hygiene.

6. TUGAS UNTUK PEKERJA


6.1 EDUKASI
Tujuan dari edukasi mengenai keselamatan kerja agar dapat bekerja secara aman dan
menjadikan hal tersebut sebagai kebiasaan. Peralatan audiovisual seperti poster, film, video,
slide, radio, dan program televisi sangatlah penting dalam edukasi ini.

6.2 Training
Program pelatihan dibutuhkan untuk pekerja ketika diperkenalkan dengan alat-alat yang baru.

Pelatihan kembali dijalankan apabila terjadi :


 Tingkat kecelakaan tinggi
 Limbah berlebihan
 Ekspansi perusahaan

6.3 Evaluasi Keselamatan


Hukum mengenai keselamatan kerja, peraturan dibutuhkan untuk pekerja dalam
mempertimbangkan tanggung jawab dan manajemen pekerja. Hukum mengenai keselamatan
kerja termasuk nilai yang diambil untuk mencegah kecelakaan kerja tersebut.

6.4 Alat Perlindungan Pribadi


Alat perlindungan diri adalah pertahanan kedua yang harus digunakan ketika kontrol
elektronik tidak dapat digunakan. Hal ini termasuk : masker, kacamata, sepatu pengaman,
helm, penutup telinga, sarung tangan, celemek.

6.5 Kontrol dari Bahaya Listrik


Banyak kejadian terjadi karena peralatan listrik yang rusak, terutama peralatan listrik portable
seperti soket, colokan dan kabel fleksibel. Semua saklar harus memiliki voltase dan ampere
yang sesuai dengan penggunaan yang diinginkan. Pemutus arus harus digunakan bila
diperlukan. Dan semua peralatan listrik harus diperiksa dan dipelihara secara teratur.
6.6 Kontrol dari Bahaya Kebakaran
Api biasa berasa l dari kombinasi bahan bakar, panas dan oksigen. Bahaya kebakaran umum
meliputi rokok, cairan yang mudah terbakar, api yang tidak rata, mesin yang tidak terpelihara
dan terlalu panas, kabel listrik, listrik statis, peralatan pengelasan dan pematerian.

Prinsip pengendalian kebakaran adalah :


 Mencegah terjadinya kebakaran
 Menyimpan bahan kimia dan bahan peledak dengan benar
 Memasang dan menggunakan alarm kebakaran
 Menyediakan peralatan pemadam kebakaran dan secara teratur memeriksa dan
merawatnya
 Melatih setiap pekerja untuk dapat menggunakan peralatan pemadam kebakaran yang
tersedia
 Periksa tempat kerja secara berkala untuk resiko kebakaran
 Melakukan latihan penyelamatan kebakaran
 Bekerjasama dengan pemadam kebakaran setempat

6.7 Tujuan dari investigasi kecelakaan kerja


Investigasi dan analisis digunakan untuk mencegah kecelakaan, baik yang mengakibatkan
cedera pada personil maupun yang tidak. Penyelidikan atau analisis kecelakaan dapat
menghasilkan informasi yang mengarah pada tindakan pencegahan untuk mencegah
kecelakaan atau mengurangi jumlah dan tingkat keparahannya. Investigasi setiap kecelekaan
yang menyebabkan kecacatan atau penyakit harus dilakukan. Insiden yang mengakibatkan
luka yang tidak melumpuhkan atau tidak ada luka juga harus diselidiki untuk mengevaluasi
penyebabnya sehubungan dengan kecelakaan yang menyebabkan kerusakan. Untuk tujuan
pencegahan kecelakaan, investigasi harus berupa pencarian fakta, bukan penemuan kesalahan.

6.8 Jenis Investigasi Kecelakaan Kerja


Ini adalah beberapa teknik investigasi kecelakaan dan analisis yang tersedia. Pilihan metode
tertentu bergantung pada tujuan dan orientasi penyelidikan. Prosedur investigasi kecelakaan
dan analisis terutama berfokus pada keadaan yang tidak aman seputar terjadinya kecelakan
dan merupakan teknik yang paling sering digunakan. Teknik serupa lainnya melibatkan
investigasi dalam kerangka cacat pada ke empat M : man, machine, media dan management;
atau tiga E yaitu : education, enforcement and engineering.
Modul 7
Pertolongan Pertama dan Penerapannya

1. Tujuan
a. Mengetahui teknik pertolongan pertama
b. Dapat menyediakan emergency care di lingkungan kerja
c. Mengetahui bagaimana memutuskan merujuk suatu kasus emergensi ke rumah
sakit atau pusat layanan kesehatan spesialis
d. Mengetahui bagaimana menampilkan dan menerapkan pendidikan kesehatan
e. Mempelajari bagaimana menyimpan dokumen dan menulis laporan.

2. Pentingnya Pertolongan Pertama

Pertolongan pertama adalah pertolongan segera yang diberikan kepada korban


dari kecelakaan sebelum tenaga kesehatan yang lebih terlatih tiba di lokasi. Tujuannya
adalah untuk menghentikan, atau jika mungkin membalikkan kerusakan yang ada. Hal
ini meliputi penilaian secara cepat dan sederhana pada patensi jalan napas,
memberikan tekanan pada luka dengan perdarahan atau mengguyur luka kimia pada
mata maupun kulit. Faktor kritis yang membentuk fasilitas pada pertolongan pertama
adalah resiko spesifik terkait pekerjaan dan ketersediaan pelayanan kesehatan
definitif, contohnya pertolongan yang diberikan pada injuri yang disebabkan oleh
gergaji bertenaga tinggi akan berbeda dengan inhalasi zat kimia.

Pertolongan pertama tidak hanya tentang apa yang harus dilakukan (seberapa
lama, seberapa kompleks) tetapi juga siapa yang bisa melakukannya. Walaupun sikap
yang sangat hati-hati sangat dibutuhkan, setiap pekerja dapat dilatih untuk 10 langkah
krusial pada pertolongan pertama. Pada beberapa situasi, aksi segera dapat
menyelamatkan nyawa, ekstremitas, ataupun penglihatan. Pekerja yang menjadi
korban seharusnya tidak menjadi lumpuh karena menunggu petugas kesehatan yang
terlatih tiba. 10 langkah krusial akan sangat bervariasi tergantung lingkungan kerja
dan harus diajarkan sesuai dengan keadaannya.

Personil pada pertolongan pertama adalah orang yang berada di tempat,


pekerja yang familiar terhadap kondisi spesifik di lingkungan kerja. Mereka mungkin
tidak medically qualified tetapi mereka harus dilatih dan disiapkan untuk memberikan
tugas yang sangat spesifik. Personil pertolongan pertama harus dipilih hati-hati,
karena akan berhubungan dengan reliabilitas, motivasi, dan kemampuan untuk
menghadapi orang dalam keadaan kritis.

3. Cedera
3.1 Definisi
Cedera: Kerusakan fisik pada jaringan tubuh yang diakibatkan oleh kecelakaan atau
pajanan dari stressor lingkungan.
Luka: Terputusnya kontinuitas jaringan tubuh atau terbukanya lapisan kulit. Luka
mungkin adalah cedera, namun tidak semua cedera menyebabkan luka.

3.2 Cedera Kepala


Langkah krusial
1. Mempertahankan jalan napas.
2. Kontrol perdarahan.
3. Perlindungan terhadap infeksi.
4. Menghindari cedera lebih lanjut.

Kemudian:

- Pada kasus syok, cari kemungkinan cedera lain yang mungkin menyebabkan
hilangnya darah.
- Pada kasus cedera kepala tertutup, cari gejala perilaku yang tidak biasa, hilangnya
ingatan, mengantuk, eksitasi, ataupun delirium.
- Waspada karena memar pada otak akan menyebabkan kejang, mengantuk,
ataupun hilangnya kesadaran.
- Waspada karena perdarahan dari telinga, hidung, dan tenggorokan mungkin
disebabkan oleh fraktur basis kranii.
- Jangan mencoba untuk mengangkat benda asing yang melekat didalam kepala
karena mungkin akan menyebabkan perdarahan yang tidak terkontrol.
- Berikan dressing pada kepala hingga balutan tersebut tidak akan bergeser selama
perjalanan ke rumah sakit.
- Tempatkan pasien pada posisi miring untuk drainase yang baik.
- Pada kasus kerusakan sentral pada sistem pernapasan, berikan resusitasi mouth-to-
mouth untuk memberikan suplai oksigen yang adekuat.

3.3 Cedera Wajah


Langkah krusial
1. Periksa jalan napas yang tersumbat karena injuri pada wajah mungkin dapat
menyebabkan perdarahan yang berujung sumbatan pada jalan napas. Perdarahan
berat mungkin dapat berasal dari kavum oral.
2. Kontrol perdarahan dengan mengendalikan rahang, sebagai contoh, dengan
memegang dagu dan menariknya ke arah luar.
3. Pertahankan jalan napas dengan merubah posisi korban menjadi miring ke satu
sisi.

3.4 Cedera Thoraks


Langkah krusial
1. Tutup luka pada daerah thoraks dari luar secepat mungkin.
2. Jangan pernah mengangkat benda asing dari luka pada thoraks.
3. Pertahankan jalan napas.
4. Berikan oksigen.
5. Memberikan resusitasi mouth-to-mouth dan pijatan luar jantung jika diperlukan.
6. Kirim pasien pada posisi duduk kecuali pasien dalam keadaan syok.

3.5 Cedera Abdomen


Langkah krusial
1. Tutup luka dengan dressing steril; berikan bebat tekan untuk mengontrol
perdarahan.
2. Cari luka tembus dan gejala lain seperti muntah, nyeri abdomen, dan nyeri tekan.
3. Jangan mencoba untuk menarik organ yang menonjol keluar, tutup organ tersebut
dengan alas tipis dan pertahankan dalam keadaan lembab.
4. Tempatkan pasien pada posisi semi-duduk kecuali pasien dalam keadaan syok.
5. Pertahankan pasien dalam keadaan hangat dengan menggunakan selimut.
6. Jangan memberikan apapun kepada pasien untuk minum atau makan.

3.6 Cedera Mata


- Jangan turut campur pada cedera mata kecuali kasus minor. Rujuk korban ke
rumah sakit segera.
- Gejala serius pada cedera mata adalah:
 Penglihatan kabur yang tidak hilang dengan berkedip
 Kehilangan sebagian besar lapangan penglihatan pada mata
 Luka bacok atau nyeri berdenyut yang dalam
 Diplopia (penglihatan ganda)
- Tanda dari cedera mata yang membutuhkan evaluasi oftalmologi, antara lain:
 Mata hitam
 Mata merah
 Benda asing di kornea
 Satu mata tidak bergerak bebas seperti sebelahnya
 Satu mata menonjol dari yang sebelahnya
 Satu mata dengan ukuran, bentuk, refleks pupil yang abnormal
 Adanya darah antara kornea dan iris (hifema)
 Laserasi pada kelopak mata, terutama jika melibatkan batas pinggir
kelopak
 Laserasi atau perforasi pada mata.

Langkah krusial

1. Zat kimia yang terpercik ke mata harus dicurigai sebagai vision-threatening


emergency. Tetap pertahankan kelopak mata dalam keadaan terbuka saat
melakukan irigasi dengan air setidaknya selama 5 menit, kemudian rujuk pasien
ke oftalmologis. Berikan informasi kepada oftalmologis mengenai asal dari
kontaminan kimiawi tersebut.
2. Tambal mata yang cedera secara gentle dengan bantalan yang kering dan steril.
Jika dicurigai terjadi laserasi pada mata, tambahkan penutup protektif pada
bantalan steril. Instruksikan pasien jangan mengucek mata kuat-kuat karena akan
meningkatkan tekanan intraokular. Rujuk pasien ke oftalmologis.
3. Konjungtivitis, dengan penglihatan normal dan kornea yang jernih, mungkin dapat
diobati dengan salep antibiotik untuk mata selama beberapa hari. Jika tidak ada
peningkatan, rujuk ke oftalmologis jika ada indikasi.
4. Jangan pernah menaruh salep mata pada pasien yang akan dirujuk ke
oftalmologis. Salep tersebut akan membuat visualisasi retina menjadi lebih sulit.
5. Jangan pernah memberikan anestesi topikal untuk meringankan nyeri, seperti dari
luka bakar percikan. Pemakaian anestesi topical yang lama dapat menyebabkan
kebutaan akibat rusaknya kornea.
6. Jangan mengobati pasien dengan steroid topical kecuali diinstruksikan oleh
oftalmologis. Steroid topical dapat menyebabkan beberapa kondisi menjadi lebih
buruk, seperti pada kasus herpes simpleks, keratitis, infeksi jamur, dan beberapa
infeksi bakteri.
7. Jika ragu-ragu dalam memastikan seberapa parah gejala ocular yang terjadi, rujuk
segera ke oftalmologis untuk didiagnosis dan diobati.

4. Fraktur
4.1 Definisi
Fraktur: Suatu kerusakan pada tulang.
Fraktur simple (fraktur tertutup): kulit masih menutupi lokasi fraktur.
Fraktur compound (fraktur terbuka): kulit telah rusak dan tulang yang patah
berkontak langsung dengan udara bebas.

Sangat penting untuk mengingat beberapa hal berikut:


1. Jangan membahayakan. Percobaan yang dilakukan pasien untuk tetap
menggunakan ekstremitas yang mengalami fraktur akan menyebabkan laserasi
pada jaringan lunak dan dapat menyebabkan tulang yang patah menusuk kulit atau
dapat berujung kepada syok.
2. Proteksi dan imobilisasi. Lakukan pemasangan bidai pada bagian yang fraktur,
sehingga korban dapat dipindahkan dengan nyaman tanpa menyebabkan cedera
lainnya.

4.2 Fraktur Ekstremitas


Langkah krusial
1. Tempatkan tungkai yang cedera dengan posisi seanatomi/sealami mungkin
sebelum diberi bantalan dan dibidai.
2. Jika tulang yang patah tidak menonjol keluar dari kulit, lakukan traksi untuk
mengembalikan posisi otot dan meluruskan tungkai dengan nyeri minimal. Jika
tulang yang patah menonjol keluar, jangan melakukan traksi untuk menghindari
cedera pada jaringan dalam.
3. Untuk mengontrol perdarahan, berikan tekanan yang gentle, menutup luka dengan
dressing steril dan membungkusnya dengan perban elastik.
4. Jangan mencoba untuk memperbaiki fraktur terbuka. Lakukan pemasangan bidai
sebelum memindahkan pasien.

4.3 Fraktur Tulang Belakang dan Pelvis


Fraktur tulang belakang mungkin dapat terjadi di leher dan tulang belakang
bagian atas atau bawah dan mungkin akan mempengaruhi sum-sum tulang belakang.
Gejala fraktur tulang belakang meliputi nyeri punggung parah dan kesemutan serta
kebas pada tangan dan kaki. Fraktur pelvis sering terjadi namun sulit diperkirakan.
Fraktur tulang belakang biasanya berhubungan dengan cedera lain yang mungkin
parah dan dapat menyebabkan syok. Fragmen fraktur dari fraktur pelvis dapat
menembus kantung kemih dan menyebabkan obstruksi usus.

Langkah krusial

Jangan melakukan percobaan untuk memindahkan korban kecuali anda sudah


terlatih ataupun meninggalkan korban di lokasi dapat membahayakan korban.

1. Pastikan patensi jalan napas korban adekuat.


2. Rujuk pasien dengan kecurigaan cedera tulang belakang dengan rigid support.
3. Pasien harus dipindahkan oleh 3-5 orang, 1 diantaranya memegang kepala pasien
secara kuat.
4. Untuk menghindari gerakan yang tidak perlu, taruh gulungan selimut ataupun
bantal sepanjang sisi dari tubuh pasien.
5. Tempatkan pasien dengan kecurigaan fraktur pelvis dengan gentle pada bidang
datar.
6. Imobilisasi regio pelvis dengan membalut lutut dan pergelangan kaki bersamaan
dengan bidang datar diantara lutut untuk kenyamanan pasien.
7. Bungkus dengan balutan atau selimut yang dilipat disekitar paha pasien sedikit
tinggi dari tulang pinggul yang kira-kira terletak 5 cm dibawah paha.
8. Menghindari syok.
5. Cedera Termal
5.1 Luka Bakar
 Terdapat 3 tipe dari luka bakar, antara lain: termal, listrik, dan kimia.
 Memperkirakan derajat keparahan dari luka bakar dengan menggunakan Rule
of Nine: Kepala dan leher merupakan 9% area kulit; dada, 18%; Punggung,
18%; Masing-masing tangan, 9%; dan masing-masing kaki 18% (Area
kelamin 1%).
 Luka bakar derajat 1 superfisial dengan hanya menunjukkan kemerahan pada
kulit.
 Luka bakar derajat 2 menembus ke dalam kulit dan kemerahan.
 Luka bakar derajat 3 melibatkan keseluruhan tebal kulit.

Langkah Krusial

1. Hindari syok.
2. Jangan mencoba untuk melepas baju pasien kecuali kasus luka bakar kimia.
3. Bungkus pasien dengan kain yang bersih untuk menghindari infeksi.
4. Pertahankan suhu tubuh.
5. Netralkan agen kimia dengan penetral jika ada.
6. Putuskan agen kimiawi apa yang menjadi penyebab luka bakar sebelum merujuk
ke rumah sakit.

5.2 Cedera Suhu Rendah (Cold)


Pajanan lama dengan suhu dingin yang ekstrem akan menyebabkan hipotermia dan
koma. Gejala awal dari frostbite adalah kebas, kesemutan, nyeri, kulit berwarna
merah keunguan, sensasi gatal, dan kemudian kehilangan semua sensasi di area yang
terpapar. Pajanan yang lama dari suhu dingin yang ekstrem dapat menyebabkan
terjadinya hipotermia dan akhirnya korban akan jatuh ke dalam koma.

Langkah krusial
1. Celupkan daerah yang terkena paparan pada air dengan suhu 40°-42° C.
2. Jangan mencoba untuk mencairkan area yang terkena.
3. Jangan meletakkan korban dekat dengan api.
4. Jangan memijat area yang terkena.
5.3 Heat Stroke
Faktor yang berkontibusi dengan heat stroke antara lain: beban kerja, lingkungan
yang panas, stress, tidak dapat beradaptasi, kondisi kerja yang buruk, overweight,
pakaian yang tidak pas, ventilasi yang buruk, dehidrasi, konsumsi alcohol, dan
riwayat penyakit kardiovaskular atau terkena paparan panas yang sangat.

Langkah krusial
1. Pastikan kasus yang dicurigai heat stroke dengan mengukur suhu tubuh. seseorang
dengan suhu tubuh antara 40°-43° C dapat dipertimbangkan sebagai korban heat
stroke.
2. Gosok dengan air dingin, bungkus dengan kain dingin atau handuk atau tiup
dengan udara dingin ke pasien.

6. Keracunan
Langkah krusial
1. Rangsang muntah secepat mungkin dengan memberikan 1 sendok makan sirup
ipecac kecuali tertelan asam, alkali, dan produk petroleum. Berikan air, susu, dan
antidotum universal; air seharusnya digunakan jika tidak ada lagi bahan yang
tersedia. Jangan berikan cairan kepada korban yang tidak sadar.
2. Dalam kasus tertelan asam, alkali, ataupun produk petroleum dan sebab lain:
cobalah untuk mengidentifikasi produk secara spesifik, konsentrasi dari bahan
aktif, dan perkiraan jumlah yang tertelan. Tempat dan atau label dari produk
mungkin masih ada. Pelarut mungkin bermanfaat jika diberikan dalam 30 menit
dalam kasus tertelan alkali yang padat ataupun berbutir. Air atau susu mungkin
dapat diberikan, dosis 250 ml untuk dewasa dan 15 ml/kg pada anak-anak.
Rangsang muntah atau percobaan untuk netralisasi bahan dengan
menggunakan asam lemah atau alkali merupakan kontraindikasi absolute.
3. Berikan resusitasi mouth-to-mouth atau mekanik jika didapatkan kesulitan
bernapas.
4. Jika racun berkontak dengan kulit, lepaskan semua baju yang terkontaminasi dan
guyur area yang terkena dengan air.
5. Jika racun berkontak dengan mata, irigasi kedua mata dengan jumlah air yang
banyak.
6. Identifikasi bahan beracun atau kumpulkan semua bahan yang dimuntahkan dalam
container dan bawa bersamaan dengan merujuk ke rumah sakit untuk analisis
laboratorium.

7. Perdarahan
Perdarahan dapat berasal dari arteri, vena, ataupun, kapiler.

Langkah krusial
1. Berikan tekanan dengan ujung jari atau dengan balutan jika diperlukan.
2. Pasang torniket hanya ketika metode lain gagal dan dalam kasus yang mengancam
nyawa.
3. Torniket adalah pita yang paling tidak memiliki lebar 1 inci seperti dasi, sapu
tangan, handuk, selendang, ataupun ikat pinggang. Jangan pernah menggunakan
tali tambang atau kabel. Torniket hanya dapat dipakai di 2 tempat tergantung
dengan lokasi cedera:
o Lengan, lebar 1 tangan dibawah siku
o Kaki, lebar 1 tangan dibawah lipat paha.

8. Syok
Syok adalah keadaan dimana tidak ada cukup darah yang bersirkulasi di tubuh. Gejala
syok meliputi: pucat, dingin dan lembab di kulit, napas dangkal, kuku dan bibir
kebiruan, serta rasa haus dan gelisah.
Langkah krusial
1. Tatalaksana syok dengan menghilangkan kausanya: menghentikan perdarahan,
menghilangkan nyeri, pemasangan bidai pada fraktur.
2. Mencegah infeksi dan pertahankan panas tubuh.
3. Pasien dibaringkan.
4. Korban luka bakar yang menderita syok diberikan cairan dalam jumlah kecil.

9. Gangguan Pernapasan
Resusitasi mouth-to-mouth
1. Bersihkan mulut dan tenggorokan dari gigi palsu, mucus, makanan, darah, atau
sumbatan lainnya.
2. Miringkan kepala ke belakang sejauh mungkin dan regangkan leher.
3. Angkat rahang bawah ke atas.
4. Tekan hidung.
5. Buka mulut anda lebar dan tempelkan bibir anda sehingga menutupi semua mulut
korban, ambil napas dalam sebelumnya dan tiup sampai anda melihat dada korban
terangkat.
6. Lepaskan bibir anda saat anda melihat dada korban terangkat; dengarkan
ekshalasi.
7. Teruskan prosedur yang sama 12-20 kali per menit.

10. Tugas untuk Trainee


1. Buatlah diri anda familiar dengan teori pertolongan pertama
2. Praktikkan prosedur pertolongan pertama pada pekerja.
3. Mengetahui bagaimana menampilkan teknik pertolongan pertama dan respirasi
buatan.
4. Mengetahui bagaimana memutuskan merujuk kasus ke rumah sakit atau pusat
kesehatan emergensi saat dibutuhkan.
5. Simpan dokumen kesehatan individu dari pekerja.
MODUL 8

EDUKASI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

1. Tujuan
 Mendeskripsikan pola penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja
 Mendeskripsikan bagaimana kondisi yang berbeda dalam lingkungan kerja mungkin
berhubungan dengan penyakit akibat kerja dan bagaimana cara mengurangi risiko yang
ada
 Mengidentifikasi penyebab kecelakaan akibat kerja dan cara pencegahannya
 Mendeskripsikan bagaimana gaya/style yang berbeda dari praktik kerja mungkin
berpengaruh terhadap kesehatan pekerja, rekan sejawat, dan lainnya.
 Berdiskusi tentang pengurangan risiko dari penyakit dan kecelakaan akibat kerja dengan
para pekrja dan para manajer di tempat kerja dan mengidentifikasi prosedur yang sesuai
untuk memelihara lingkungan kerja yang sehat.
 Berdiskusi bagaimana gaya hidup dan perilaku dapat mempengaruhi kesehatan
 Mendeskripsikan berbagai metode/cara baru dalam melakukan edukasi kesehatan dan
bagaiman, kapan, dan dimana akan mengaplikasikan cara tersebut juga berbagai cara
untuk memotivasi.
 Mendeskripsikan tugas edukasi kesehatan yang akan diaplikasikan dan dilakukan dalam
berbagai situasi masalah kesehatan yang berbeda dalam tempat kerja.
 Mengidentifikasi nilai psikologis, kultural, religius, dan etika yang mungkin berpengaruh
kemampuan pekerja kesehatan komunitas untuk mengedukasi para pekerja atau para
manajer dalam lingkungan kerja dan pencegahan serta kontrol terhadap kecelakaan dan
penyakit akibat kerja.

2. Penyakit akibat Kerja


2.1 Langkah Awal
Menjelaskan kepada para peserta definisi penyakit akibat kerja dan penyebabnya
 Agen kimia: gas, uap air, mist, pestisida, dan lainnya
 Agen fisik: bising, getaran, thermal, dan stress dingin, radiasi, cahaya, dan lainnya
 Agen biologis: bakteri, pasit, jamur, allergen, dan lainnya.
 Faktor psikologis: efek sosial dan interpersonal, hubungan dengan manajemen, jam
pergantian kerja (shift), dan lainnya.
 Faktor-faktor ergonomik.
Berdiskusi tentang cara/jalan masuk berbagai agen yang berbahaya (kulit, inhalasi,
ingesti) dan berbagai bentuk dari agen berbahaya tersebut (debu, uap air, cairan, dan lainnya)
Menunjukkan pentingnya deteksi dini gangguan kesehatan dan tanda serta gejala utama
dari berbagai penyakit akibat kerja yang sering terjadi di daerah sekitar
Berdiskusi tentang berbagai tipe pemeriksaan medis (pra-penempatan, periodik, dan
rutin), kegunaannya masing-masing, dan bagaimana cara melakukannya.

2.2 Metodologi
Pinta para peserta untuk membentuk kelompok yang terdiri dari dua orang. Kemudian
arahkan mereka (dalam kelompok) untuk berdiskusi tentang pertayaan berikut. Setiap
anggota kelompok harus menuliskan jawaban mereka.

Pertanyaan:

1. Menurut pendapat Anda, apa saja penyakit akibat kerja yang akan kamu temukan di
daerah sekitarmu dan mengapa?
2. Apakah Anda berpikir bahwa penyakit akibat kerja penting untuk dicegah?
3. Bilamana Anda menjawab ya tau tidak, jelaskan mengapa.
Selanjutnya, pinta tiap-tiap kelompok untuk bergabung dengan kelompok lainnya di
sebuah ruang. Jika terdapat kelompok yang tersisa dipersilahkan untuk ikut kelompok
lainnya yang sudah terbentuk atas 4 orang. Berikan mereka waktu yang cukup untuk
melanjutkan diskusi mereka dalam kelompok kecil yang baru tersebut. Kemudian Tanya
mengenai pendapat dari kelas tersebut mengenai

4. Penyakit akibat kerja yang mereka akan temukan di daerah sekitar mereka masing-
masing dan alasannya mengapa.
5. Efek ekonomi dan sosial dari penyakit akibat kerja.

3. Kecelakaan Akibat Kerja


3.1. Langkah awal
 Menjelaskan definisi dan berbagai penyebab kecelakaan akibat kerja, misalnya
terpeleset, tersandung, kejatuhan benda dan orang, mesin, transportasi, listrik di tempat
kerja, terkunci, kebakaran dan ledakan, hingga faktor-faktor personal.
 Menjelaskan bahwa terdapat banyak cara untuk meminimalisasi risiko kecelakaan.
Berdiskusi tentang perilaku pekerja yang aman dan berbahaya. Tekankan perlunya
kerapihan dan kebersihan di tempat kerja dalam pencegahan kecelakaan akibat kerja.
 Menjelaskan langkah pertongan pertama yang utama dalam kasus kecelakaan akibat
kerja dan bagaimana merujuk kasus yang mendesak untuk segera mendapat bantuan
medis.
 Berdiskusi tentang rehabilitasi, kerugian kompensasi dan ekonomis akibat kecelakaan
akibat kerja. Berdiskusi tentang peran para pegawai, pekerja, dan pemerintah dalam
rangka mneurunkan angka kecelakaan akibat kerja.

3.2. Metodologi
1. Tempelkan tanda yang betuliskan “Berbahaya” dan “Aman” pada papan tulis dan beri
jarak. Siapkan terlebih dahulu potongan kertas atau kartu dalam jumlah yang banyak.
Pada setiap kartu tulis atau gambar situasi tertentu, baik situasi yang berbahaya atau yang
aman, misalnya
 Tumpahan minyak pada lantai tempat kerja
 Mesin yang diberi pelindung
 Kabel-kabel listrik yang telah robek
 Kotak berat yang ditaruh sembarangan pada mesin angkut
 Menggunakan pakaian yang longgar dengan ikat pinggang longgar atau helaian kain
didekan roda mesin yang sedang berputar.
 Situasi lainnya yang mungkin berhubungan dengan para peserta pelatihan

2. Bagikan kartu-kartu tersebut secara acak kepada pada anggota dalam kelompok dan pinta
mereka untuk menempelkan kartu tersebut di papan yang telah ditandai aman/berbahaya
sesuai dengan keterangan yang tergambar pada kartu tersebut. Masing-masing peserta
yang mengambil giliran untuk menemperlakn kartu harus menyatakan pendapatnya
apakah ia setuju-tidak setuju dengan kartu-kartu yang telah ditempel pada papan tersebut.

3. Pada akhirnya, pindahkan beberapa kartu yang salah diletakkan dan jelaskan alasannya
mengapa letak tersebut salah.

3.3. Riwayat kasus


Terdapat lima pekerja dalam sebuang bengkel mobil di kotamu. Salah satu pekerja
tersebut mengalami kecelakaan ketika mengecek bagian yang berputar dalam mesin truk. Dia
mengalami robek yang cukup dalam di tangan kirinya, kehilangan cukup banyak darah, dan
merasa kesakitan yang amat sangat.

3.4. Metodologi
 Bagi kelas dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 5 orang termasuk satu orang
sebagai ketua dan satu orang lainnya sebagai sekertaris dan berikan mereka kasus diatas.
 Pinta kelas untuk berdiskusi langkah yang perlu dilakukan oleh rekan kerja pekerja yang
terluka tersebut saat menolong dia.
 Berikan cukup waktu untuk diskusi kelompok dan mencatat berbagai komentar, dan
pinta sekertaris untuk memberikan pendapatnya ke kelas.
 Setelah itu, arahkan kelas untuk melakukan diskusi umum. Pastikan pertolongan pertama
yang esensial harus dilakukan, contohnya menghentikan perdarahandengan membungkus
tangan dengan kain yang bersih di tempat luka terjadi. Selanjutnya, dapat juga dipanggil
ambulan atau korban segera dibawa ke fasilitas kesehtan terdekat untuk penanganan
lebih lanjut.

4. Lingkungan kerja dan Ukuran Pengontrolan di Tempat Kerja


4.1. Langkah Awal
 Jelaskan pada para peserta definisi dari lingkungan kerja dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya: baik fisik, kimia, biologi ataupun ergonomik.
 Berdiskusi tentang berbagai risiko yang terlibat ketika kondisi-kondisi diluar kendali
terjadi
 Mendeskripsikan berbagai cara mengevaluasi lingkungan kerja (pengukuran dan
interpretasi dari hasil) untuk bising, thermal dan dingin, cahaya, radiasi, polutan udara,
gas, uap air, dan partikel.
 Berdiskusi tentang cara meminimalisasi risiko kesehatan pada semua tipe lingkungan
melalui ukuran pengendalian (antisipasi, rekognisi, evaluasi, dan kontrol dan pencegahan
terjadinya kecelakaan. Tunjukkan bahwa ambang nilai harus selalu diperhatikan.
 Berdiskusi tentang pentingnya inspeksi berkala pada tempat kerja. Juga mengenai
pentingnya penggunaan bentuk dan kusioner standar
4.2. Metodologi
Kunjungi laboratorium kebersihan kerja

 Hyginiest atau teknisi yang bertanggung jawab di laboratorium harus memperkenalkan


kepada para peserta berbagai perlengkapan yang digunakan untuk menilai lingkungan
kerja, misalnya noise level meter, lux meter, dust sampler, gas sampler, atau lainnya.

Kunjungi Pabrik atau Tempat Kerja

 Pilih tiga atau empat pabrik atau tempat kerja yang memiliki aktivitas industrial dan
potensi bahaya lingkungan kerja yang berbeda-beda.
 Dapatkan izin dari manajemen pabrik untuk membawa para peserta untuk kunjungan dan
pastikan hari, tanggal, serrta jam kunjungan.
 Persiapkan kormulis untuk inspeksi pabrik atau tempat kerja yang akan diisi
menggunakan Factory Inspection Guideline dibawah ini.
 Pada hari kunjungan, bagikan kopian dari formulir pada setiap kelompok peserta.
 Perintahkan setiap kelompok untuk memilih ketua dan sekertaris mereka.
 Pada saat masuk ke pabrik, perintahkan kelompok peserta untuk bertanya dan mengisi
nomor telepon orang yang dapat dihubungi dari pabrik tersebut menggunaan form yang
telah disediakan
 Setiap kelompok selanjutnya berkeliling ke berbagai bagian yang berbeda dari pabrik,
sambil mengisi formulir yang telah dibagikan.
 Seluruh kelompok kembali ke kelas dan sekertaris dari setiap kelompok akan
mempresentasikan temuan mereka.
 Buat diskusi kelas mengenai poin berikut:
 Lingkungan kerja
 Kebersihan tempat kerja
 Kondisi tempat kerja
 Penggunaan APD
 Kebutuhan program pendidikan kesehatan
 Saran terhadap manejemen pabrik\

4.3. Pedoman Inspeksi Pabrik/Tempat Kerja


 Nama dan alamt pabrik/tempat kerja
 Aktivitas industrial
 Bahan mentah yang digunakan
 Produk akhir
 Jumlah pekerja
 Kebersihan umum tempat kerja
 Pendekatan keamanan kerja
 Perlengkapan
 Mesin, berupa pelapis atau himbauan
 Ventilasi
 Lainnya
 Potensi bahaya dan risiko yang ada
 Fisika
 Kimia
 Biologi
 Ergonomis
 Pendekatan keamaan pekerja
 Sistem kerja
 Pelatihan saat kerja
 APD
 Pemeriksaan medis berkala dan pre penempatan
 Program pendidikan kesehatan yang diterapkan
 Kebutuhan program pendidikan kesehtan
 Dan poin lainnya

5. Pencegahan Penyakit dan Kecelakaan Akibat Kerja


5.1. Langkah Awal
 Berdiskusi dengan peserta pelatihan tentang pentingnya lokasi tempat kerja, rencana
pengoperasian bangunan, dan tata ruang mesin (pendekatan keamanan tempat.
 Tanya peserta metode mana yang sesuai untuk memelihara standar kesehatan di tempat
kerja
 Berdiskusi tentang pentingnya praktik kerja dan pelatihan kerja untuk para pekerja
(pendekatan keamanan perorangan)
 Tekankan pentingnya memelihara kebersihan tempat kerja dan kebersihan personal
 Uraikan manfaat pemeriksaan medis berkala dan pemeriksaan medis pra penempatan
 Berdiskusi tentang peran pegawai, pekerja, dan pemerintah
 Menjelaskan peran penting pendidikan kesehatn dalam pencegaharan penyakit akibat
kerja dan kecelakaan akibat kerja

5.2. Metodologi
Perlengkapan

Bawa perlengkapa APD ke kelas, misalnya sarung tangan, masker, kacamata, pelindung
kepala, sepatu boots, dan apron, serta alat lainnya, lalu diskusikan berbagai tipe perlengkapan
dan fungsi masing-masing perlengkapan tersebut dalam rangka mencegah kecelakaan dan
penyakit akibat kerja. Persilahkan para peserta untuk mencoba APD yang ada agar mereka
mengetahui bagaimana cara memakai APD tersebut.

Poster

Persiapkan dan pajang berbagai poster yang menunjukkan para pekerja mempraktikkan
kerja yang aman: cara mengangkat beban, memakai masker, googles dan sarung tangan, serta
APD lainnya secara benar, dan poster lainnya yag menunjukkan praktik kerja yang
berbahaya, diantaranya pekerja yang berdiri didekat bagian mesin yang berputar yangtidak
memiliki pelindung atau pembatas, pekerja tanpa APD yang terpapar gas, debu dan bising.

Diskusi

Pimpin kelas untuk berdiskusi tentang poster diatas. Beri semangat kepada para peserta
untuk berkomentar pada setiap poster dan bilamana mereka setuju atau tidak setuju terhadap
praktik kerja yang tergambar di poster. Jika mereka tidak setuju, beri mereka kesempatan
untuk menyarankan berbagai perbaikan yang dapat dilakukan.

6. Legislasi
6.1. Langkah Awal
 Beri tahu para peserta mengenai hukum terkait tempat kerja dan praktik kerja yang
diberlakukan oleh kementerian ketenagakerjaan, kementrian kesehatan, kementrian
perindustrian, dan kementrian sosial, serta kementrian yang terkait lainnya
 Berdiskusi mengenai kompensasi kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja serta
aturan rehabilitasi
 Sebutkan peran pekerja, pegawai, dan pemerintah dalam penyelesaian masalah tersebut.
6.2. Riwayat Kasus
Tn. A adalah seorang pekerja dalam sebuah bengkel kereta. Beliau mengalami
kecelakaan akibat kerja sehingga dua tulang di jari telunjuk kanannya hancur. Beliau harus
dirawat di rumah sakit terdekat.

6.3. Metodologi
 Bagi kelas kedalam beberapa kelompok kecil, dan masing –masing kelompok memiliki
ketua serta sekertaris
 Perkenalkan kepada para peserta kasus tersebut
 Perintahkan kepada para peserta untuk berdiskusi tentang saran apa aja yang sebaiknya
diberikan kepada Tn. A tentang langkah legislative atau administrative yang sebaiknya
beliau ambil atau jalankan
 Tanya kelompok tentang pendapat mereka
 Para peserta sebaiknya menyimpulkan bahwa setelah Tn. A menyelesaikan
perawatannya, beliau sebaiknya segera menyerahkan bukti cederanya kepada kantor
ketenagakerjaan atau asuransi sosial dalam rangka mendapatkan kompensasi dan/atau
rehabilitasi

7. Efek Gaya Hidup dan Perilaku dalam Kesehatan


7.1. Langkah Awal
 Beri tahu kepada kelas bahwa pada kesempatan kali ini mereka akan mempelajari efek
gaya hidup baik individual/kamunitas dan perilaku dalam kondisi kesehatan. Pada
beberapa kejadian, baik dirumah atau dikantor, seseorang dapat menjadi sakit atau tetap
sehat sangat berkaitan dengan perilaku dan sikapnya.
 Beri semangat kepada para peserta untuk memberikan contoh perilaku hidup sehat yang
benar, misalnya menncuci tangan, dan peralatan dengan sabun, menyimpan material
yang mudah meledak jauh dari tempat kerja, mengenakan APD ketika dibutuhkan, dan
menutup makanan agar terhindar dari lalat.
 Tanya para peserta untuk berdiskusi tentang apa yang membuat orang-orang berperilaku
dalam cara tertentu. Tanya mereka untuk memberikan contoh penyebab dilakukan nya
perilaku tersebut dan saran alasan yang mungkin dari penyebab tersebut. Sebutkan
faktor-faktor utama yang mempengaruhi dan mengarahkan perilaku manusia:
pengetahuan, kepercayaan, sikap, dan nilai/norma.
 Pinta para peserta untuk menyebautkan sebuah masalah kesehatan yang sedang terjadi di
tempat kerja mereka masing-masing dan pertimbangkan melalui diskusi, cara edukasi
yang cocok untuk menangani masalah tersebut secara efektif.

7.2. Riwayat Kasus


Di sebuah pabrik pembuat kaca, bernama pabrik X, terdapat sebuah generator listrik kuat
yang menyediakan kebutuhan listrik pabrik dalam keadaan lampu mati atau bila pabrik butuh
energi listrik tambahan. Tiga operator dari generator tersebut telah mendapatkan pelajaran
mengenai pendidikan tentang mencegah ketulian akibat bising dan pengukuran pengendalian
bising. Saat waktu bekerja, mereka secara regular mengenakan penutup telinga dan mengatur
waktu paparan bising mereka.
Pabrik lainnya, yaitu pabrik Y juga memiliki generator degan ukuran yang sama yang
juga digunakan untuk tujuan yang sama. Akan tetapi tiga operator yang berkerja
mengoperasikan generator tersebut belum mendapat pelatihan pendidikan tentang tuli akibat
bising dan pengukuran pengendalian bising. Mereka tidak menggunakan penutup pelinga
ataupun menghitung waktu paparan bising mereka.

7.3. Metodologi
 Bagi kelas kedalam beberapa kelompok kecil, dan masing –masing kelompok memiliki
ketua serta sekertaris
 Perkenalkan kepada para peserta kasus tersebut
 Perintahkan kepada para peserta untuk berdiskusi tentang:
 Perilaku kedua kelompok pekerja pabrik dan masalah pendengaran pada masing-
masing pabrik
 Perilaku personal pada kedua situasi
 Hubungan, jika ada, antara perilaku masing-masing kelompok dan kondisi dari
pabrik

8. Pendidikan kesehatan di Tempat Kerja


8.1. Langkah Awal
 Ingatkan para peserta bahwa lingkungan tempat kerja dapat mempengaruhi kesehatan
para pekerja melalui paparan dari potensi bahaya yang ada antara lain potensi bahaya
fisik, kimia, biologi, dan ergonomis.
 Jelaskan bahwa pendidik kesehatan yang berhasil adalah mereka yang:
 Berdiskusi dengan manajer dan para pekerja serta mendengarkan dengan baik apa
masalah mereka
 Memikirkan tentang berbagai sikap yang dapat menyebabkan masalah tersebut atau
menyelesaikan masalah tersebut atau bahkan melindungi para pekerja.
 Menemukan alasan dibalik perilaku para pekerja dan masalah kesehatan yang ada
 Mempersilahkan para pekerja untuk memberikan pendapat mereka dalam
penyelesaian masalah
 Bersama para pekerja, menimbang berbagai saran yang adadan menentukan yang
mana yang paling bermanfaat, praktis, dan mudah untuk dilakukan
 Menyemangati manajer pabrik dan para pekerjanya untuk memilih saran/ide yang
dibutuhkan dalam lingkungan mereka
 Berdiskusi tentang poin-poin berikut yang mana yang lebih penting ketika menerapkan
program pendidikan kesehatan
 Membangun hubungan kerja yang baik; bagaimana mendukung kerja sama dan
pastisipasi
 Perencanaan pendidikan kesehataan dalam PHC: pengumpulan informasi,
identifikasi masalah, menentukan priorotas masalah, tujuan dan tata cara untuk
diikuti, identifikasi dan mobilisasi sumber daya, mendukung aksi dan tindakan lanjut
yang sesuai, pemilihan cara pendidikan kesehatan yang cocok, evaluasi hasil, dan
revisi langkah perencanaan
 Pendidikan kesehatan individual: konseling
 Pendidikan kesehatan kelompok
 Pentingnya penyampaian pesan edukasi pada waktu dan tempat yang tepat dengan
partisipasi para pekerja dan persiapan subjek yang baik serta kebutuhan untuk
mengetes program tersebut dalam kelompok kecil sebelum diaplikasikan pada
seluruh pekerja.
 Beri tahu kepada kelas tentang prinsip-prinsip pendidikan kesehatan atau aturan
kesehatan yang dapat diatur di tempat kerja
 Tekankan bahwa tujuan pendidikan para kerja adalah untuk mengembangkan kapasitas
untuk membangun suatu sistem operasional yang mampu mengurangi potensi bahaya
pekerjaan. Kefektivitasan dari sistem tersebutnharus dinilai dengan menentukan sampai
titik mana cedera, penyakit, atau gangguan kesehtan dapat dikurangi.
 Jelaskan untuk menghasilkan efek tersebut dibutuhkan beberapa langkah untuk
dilakukan, yaitu:
 Menyediakan dokumentasi yang diperlukan
 Menggunakan pengalaman para pekerja
 Menentukan potensi bahaya yang menjadi prioritas
 Menyusun kriteria perbaikan tempat kerja
 Menentukan tujuan khusus yang harus dicapai
 Menilai efektivitas pengukuran pengendalian
 Perkenalkan sebuah ide/saran bahwa pendidikan kesehatan mengenai pelajaran
keselamatan sebaiknya secara spesifik dibuat dan dilakukan untuk mandor atau ketua
kelompok. Rapat berkala perlu diadakan oleh mereka dengan para manajer perusahaan,
anggota kesehatan pabrik, dan pekerja keselamatan untuk menelaah mengenai persiapan
yang telah dibuat untuk kampanye keselamatan dan untuk mempertimbangkan statistic
kecelakaan, penyebab dari suatu kecelakaan, risiko terhadap kesehtanm dan bagaimana
untuk mengeleminasi mereka.
 Tinjau ulang pengarahan yang para pekerja harus dapatkan ketika mereka bergabung
termasuk leaflet yang berisi informasi tentang:
 Internal traffic route (jika ada)
 Deskripsi lengkap mengenai kerja yang akan mereka lakukandan alat-alat serta
bahan mentah yang akan mereka olah, juga berbagai bahaya dan peringatanyang
harus mereka ketahui
 Regulasi kemaanan umum
 Aturan keamanan khusus untuk tipe pekerjaan tertentu
 Perlengkapan keamanan individu atau kelompok
 Kebutuhan untuk memanggil pertolongan pertama ketika mereka berada dalam
situasi kecelakaan dan dimana mereka bias mendapatkan pertongan tersebut
 Diet seimbang dan sanitasi yang aman.
Leaflet yang berisi informasi ini harus ditinjau ulang dari waktu ke waktu dan diniali
oleh manajemen pabrik. Insidens yang berhubungan sebaiknya digunakan oleh pelatih
sebagai contoh dasar untuk pelajaran keselamatan, penerapan keselamatan, dan instruksi
kesehatan.

8.2. Riwayat Kasus


Terdapat 200 pekerja di pabrik semen sekitar daerah Anda. Selama bulan kemarau, para
pekerja mengeluh kram otot, pusing, dan kelelahan. Pada akhir bulan kemarau, 4 pekerja
didiagnosa oleh dokter setempat menderita heat exhaustion.
8.3. Metodologi
 Bagi kelas kedalam beberapa kelompok kecil, dan masing –masing kelompok memiliki
ketua serta sekertaris
 Perkenalkan kepada para peserta kasus tersebut
 Perintahkan kepada para peserta untuk mempelajari riwayat kasus tersebut dan
rencanakan program pendidikan kesehatan untuk para pekerja dari pabrik semen tersebut.
Ingatkan mereka untuk menyebutkan seluruh langkah yang dibutuhkan untuk
mengimplementasikan program yang berhasil.
 Setelah waktu diskusi yang cukup telah diberikan, sekertaris tiap kelompok memberikan
presentasi mengenai saran yang ada dan diikuti diskusi umum.

9. Cara Pendidikan Kesehatan dan Alat Bantu


9.1. Langkah awal
 Menjelaskan dua cara pendidikan kesehatan-langsung dan tidak langsung- dan
diskusikan tentang keuntungan dan kerugian masing-masing cara tersebut.
 Cara langsung: seseorang memberikan informasi kepada individu atau kelompok
yang ada pada tempat dan waktu yang sama
 Cara tidak langsung : orang yang memberikan informasi berada jauh dari mereka
yang menerima informasi, misalnya melalui televise, broadcasting, internet, majalah,
ataupun buku
 Berdiskusi tentang strategi mengajar yang interaktif yang dibutuhkan untuk perintah,
praktik, saran, dan motivasi berkembang:
 Presentasi
 Diskusi kelompok besar
 Diskusi kelompok kecil
 Drama
 Studi kasus
 Temuan fakta
 Kerja proyek
 Pertanyaan
 Berdiskusi tentang alat-alat bantu yang dapat menyalurkan pesan pendidikan:
 Alat bantu visual: papan tulis atau kertas ukuran besar atau flip-chart, foto, poster,
publikasi, Koran, majalah, proyektor, slide, objek nyata, model
 Alat bantu audio: alat perekam
 Alat bantu audiovisual: video tapes, film, drama, perhelatan, model

9.2. Riwayat kasus


Kementerian pertanian mempunyai daerah agrikultur di kota Anda. Daerah tersebut
menggunakan berbagai pestisida yang berbeda untuk mengendalikan serangga yang merusak
tanaman. Bahan kimia juga digunakan untuk memberantas hama binatang antara lain tikus,
dan burung.

Minggu kemarin kelompok penyemprot hama yang terdiri dari 15 pekerja satu
kelompoknya, memulai program penyemprotan tanaman menggunakan insektisida
organofosfat. Mereka idlengkapi dengan pakaian protektif tetapi beberapa pekerja tidak
memakai pakaian tersebut. Mereka sarapan dan makan siang saat istirahat yang diberikan
pada saat tengah hari. Ketika kerja telah selesai mereka pulang ke rumah masing-masing
masih memakai baju pelindung yang mereka gunakan saat penyemprotan tanaman.

Dua hari lalu, empat dari 15 pekerja dilaporkan ke perawat klinik terdekat dengan
keluhan masalah respiratorius dan sakit kepala. Diagnosis diduga akibat keracunana
insektisida. Tidak ada persedian antidotum insektisida organofosfat di klinik tersebut. Pekerja
yang keracunan insektisida tersebut dirujuk ke rumah sakit umum daerah, yang jaraknya 50
kilimeter jauhnya, untuk penanganan lebih lanjut.

9.3. Metodologi
 Mengadakan sesi kelas praktek yang mendemostrasikan penggunaan alat bantu mengajar
 Sesekali untuk alternatif diadakan kunjungan ke pusat pendidikan kesehatan terdekat
dimana para peserta pelatihan dapat melihat bagaimana alat bantu mengajar digunakan
 Perkenalkan kasus diatas kepada para peserta pelatihan dan bagi mereka kedalam
kelompok dengan ketua dan sekertaris. Pinta tiap kelompok untuk mengembangkan
program pendidikan kesehatan untuk situasi tersebut.
 Para peserta pelatihan harus menggunakan alat bantu dari setiap alat bantu pengajaran
dan kategorinya (visual, audio, dan audiovisual).
 Pinta para peserta pelatihan untuk memperhatikan poin berikut:
 Informasi apa yang Anda sampaikan melalui alat bantu tersebut?
 Untuk siapa informasi tersebut?
 Bagaimana Anda merencanakan penggunaan alat bantu tersebut?
 Beri waktu pada kelompok untuk mengembangkan program pendidikan kesehatan
mereka dan menyiapkan alat bantu yang mereka gunakan. Kunjungi tiap kelompok untuk
memberikan arahan dan saran.
 Pinta tiap kelompok untuk mempresentasikan program pendidikan kesehatan mereka
menggunakan 3 alat bantu yang dibutuhkan.
 Setelah presentasi, adakan diskusi kelas mengenai seberapa baik tiap kelompok
menyusun atau membuat dan menyajikan program yang dibutuhkan serta seberapa baik
mereka menggunakan alat bantu pengajaran yang tersedia.

10. Kemampuan Berkomunikasi dalam Pendidikan Kesehatan


10.1. Proses Komunikasi
 Jelaskan kepada kelas bahwa ketika kita menyampaikan pesan kesehatan kepada
seseorang atau kelompok orang, kita membutuhkan proses komunikasi. Ketika target
audiens memahami pesan dalam cara yang kita inginkan, maka proses komunikasi telah
berlangsung dengan sukses. Edukasi atau Pengajaran pada dasarnya adalah sebuh bentuk
komunikasi.
 Kemampuan komunikasi yang paling penting antara lain adalah:
 Membangun hubungan yang baik dengan masyarakat
 Berbicara dengan jelas dan menggunakan kosakata yang sesuai
 Mendengarkan dengan penuh perhatian
 Memastikan bahwa pesan yang disampaikan telah dimengerti sepenuhnya dan
menjelaskan lebih jauh jika diperlukan
 Menggunakan alat komunikasi non verbal secara efektif
 Mencegah terjadi bias dan ketidak adilan
 Menghindari melakukan kritik langsung dan komentar yang menyakitkan
 Menjaga rahasia jika diperlukan
 Menyiapkan diri ketika menyampaikan suatu pesan
 Mengatur tingkat pengajaran yang disampaikan sesuai dengan tingkat pengetahuan
resepien yang ada
 Menggunakan alat bantu pengajaran yang cocok
 Memimpin rapat secara kompeten.

10.2. Metodologi
 Tulis dua tanda di papan tulis yaitu “Benar” dan “Salah”.
 Siapkan banyak kartu, yang telah dituliskan berbagai tipe perilaku sampai kemampuan
berkomunikasi, dan mungkin beberapa kata penjelasan.
 Bagikan kartu secara acak kepada para peserta pelatihan
 Pinta peserta pelatihan untuk meletakkan kartu tersebut dibawah tanda yang sesuai di
papan tulis. Jika mereka ragu mereka dapat memberikan kartu mereka kepada oaring
lain. Peserta pelatihan boleh tidak setuju satu sama lain.
 Pada akhir, pindahkan kartu yang salah diletakkan, dan adakan diskusi umum untuk
situasi yang berbeda dan pilihan mana yang tepat.

10.3. Daftar Kemampuan Komunikasi dan Perilaku


1. Berbicara dalam santun ketika mengahdapi kelompok besar
2. Berteriak marah pada seorang pendengar
3. Gagal menjawab ketika ditanya pertanyaan valid tentang suatu lingkungan kerja
4. Memihak kepada satu atau dua orang didalam kelompok walaupun mereka memberikan
jawaban yang tidak tepat/cocok.
5. Mengkritik secara terbuka seorang murid yang salah menjawab
6. Memberikan informasi yang benar dengan kesabaran setelah kesalahan jawaban seorang
murid
7. Berdiskusi secara terbuka tentang hal yang menyangkut kerahasiaan yang diketahui
pelatih waktu konseling pribadi dengan seorang murid.
8. Persiapan pelajaran dengan teliti sebelum kelas dimulai
9. Berbicara berdasarkan tingkat pengetahuan dan pendidikan kelompok target
10. Memilih seorang murid yang berpengetahuan luas untuk memimpin diskusi kelas
11. Menggunakan drama sebagai alat untuk menginformasikan petani buta huruf tentang
penegndalian potensi bahaya biologis di kebunnya.

11. Tugas untuk Peserta Pelatihan


1. Menunjukkan kemampuan dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada para pekerja
di sebuah tempat kerja
2. Mengetahui berbagai tipe penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja yang terjadi
di kota masing-masing
3. Menunjukkan kemampuan dalam mendesain poster dan persiapan surat selebaran untuk
para pekerja
4. Menunjukkan kemampuan dalam diskusi kelompok
5. Menunjukkan komunikasi yang baik dengan para pekerja, pegawai, dan para manajer.
6. Mengetahui bagaimana cara menggunakan dan mengaplikasikan alat bantu yang cocok
untuk digunakan dalam program pendidikan kesehatan
7. Mengetahui bagaimana memberi dan mendiskusikan poin poin utama dalam legislasi
kerja dengan perhatian terhadap hubungan kerja, penyakit dan kecelakaan akibat kerja,
rehabilitasi, kompensasi, inspeksi tempat kerja, dan lainnya.
MODUL 9

EPIDEMIOLOGI DAN BIOSTATISTIKA DALAM LINGKUNGAN KERJA

1. Tujuan
 Mengetahui tujuan dan menerima pentingnya epidemiologi dan biostatistika dalam
pekerjaan dalam menemukan penyebab, mengukur risiko, dan menentukan prioritas
dalam intervensi dan evaluasi.
 Menerangkan karakteristik epidemiologi yang membedakan ilmu tersebut dengan ilmu
lainnya
 Berdiskusi tentang aplikasi biostatistika dalam studi epidemiologi.
 Mendeskripsikan jenis utama desain studi yang digunakan dalam epidemiologi
perkerjaan.

2. Definisi
Kesehatan kerja termasuk dalam komponen kesehatan masyarakat. Epidemiologi dan
biostatistika adalah kunci disiplin ilmu dalam kesehatan masyarakat. Walaupun kedokteran
klinis lebih cenderung berkutat dengan investigasi dan tatalaksana penyakit perseorangan,
studi pada populasi merupakan bagian yang integral dari praktik kesehatan masyarakat.
Epidemiologi: ilmu mengenai distribusi dan determinan dari keadaan atau kejadian yang
berhubungan dengan kesehatan dalam populasi dan penerapan ilmu ini adalah untuk
mengendalikan berbagai masalah kesehatan. Tujuan penting dari berbagai investigasi ini
adalah untuk menghasilkan perkiraan hubungan paparan-penyakit dalam kelompok yang
valid dan cukup tepat. Ketika digunakan dalam kesehatan kerja, epidemiologi memiliki tugas
ganda yaitu mendeskripsikan distribusi kematian, kecelakaan, penyakit, dan berbagai
pencetusnya…. dalam tenaga kerja…. Dan untuk mencari berbagai determinan kesehatan,
cedera dan penyakit dalam lingkungan kerja.
Epidemiologi okupasi: ilmu mengenai hubungan terjadinya suatu penyakit dengan
determinan terkait pekerjaan. Dalam meninjau setaip individu dengan masalah terkait
kesehatan atau stiap tempat kerja dengan lingkungan dengan banyak potensi bahaya, para
peneliti harus menanyakan poin berikut:
 Siapa yang berada dalam risiko?
 Dimana?
 Kapan?
 Bagaimana?
Biostatistika: suatu disiplin ilmu statistika yang berkaitan dengan deskripsi, peringkasan
dan interpretasi data begitu pula pengemvangan tatacara untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Biostatistika okupasi: suatu alat penting dalam studi kuantitatif tentang morbiditas dan
mortalitas manusia, relatif terhadap papatan di tempat kerja.
Sampel acak: suatu ukuran sampel yaitu n yang dipilih dalam suatu populasi adalah
acak jika setiap individu dalam populasi tersebut memiliki kesempatan yang sama untuk
dipilih/terpilih. Ketika suatu sampel tidak acak/random, kejadian suatu sifat yang sedang
diteliti/diinvestigasi mungkin berhubungan dengan kecenderungan bahwa seorang individu
dipilih untik menjadi sampel. Oleh karena itu, perlu dinilai faktor bias dan seleksi secara hari
hati sebelum menggeneralisasi hasil dari sebuah studi dengan teknik non random sampling.
Rerata arimetrik: biasanya diwakili oleh x, rerata aritmetrik diukur dari ukuran
pemusatan data, yang dapat dicari dengan rumus:

Jika sampel dipilih secara acak dari sebuah populasi yang memperkirakan rerata
populasi biasanya diditandai sebagai µ.
Rerata aritmetrik dipengaruhi secara kuat oleh nilai ekstrem pada data. Jika sebuah
variabel memiliki distribusi yang relative simetris, rerata yang digunakan sebagai nilai yang
sesuai dari ukuran pemusatan.
Median/Nilai Tengah: data “pertengahan”, atau persentil ke-50, contohnya setengah
dari data berada diatas median dan setengahnya lagi berada dibawah median.
Modus: adalah data yang paling sering muncul. Jarang digunakan kecuali ketika ada
sedikit outcome yang mungkin terjadi.
Simpangan baku: bisanya diwakili sebagai S, simpangan baku adalah ukuran
penyebaran data adalah x. rumus untuk mencari simpangan baku adalah:

Kuadrat dari simpangan baku, adalah s2 adalah variansi. Jika sampel secara acak dipilih
dari populasi yang besar, s dan s2 memperkirakan parameter populasi σ dan σ2
Bias: biasanya dhasilkan akibat kesalahan dalam desain penelitian atau pengumpulan
data
Confounding: efek variabel asing yang mungkin sebagian atau penuh mempengaruhi
asosiasi yang terlihat antara suatu paparan dan penyakit.

3. Data biostatistik
3.1 Jenis Data
Data yang terkumpul dalam penelitian medis dapat terbagi dalam tiga jenis: nominal
(kategorikal), ordinal, dan interval (kontinu).

Data nominal (kategorikal): data yang dapat dibagi menjadi dua atau lebih kategori
yang tidak berurutan/bertingkat, misalnya jenia kelamin, ras, agama. Pada keswhatan kerja,
penilaian hasil seperti rate kanker dapat dibedakan untuk kategori jenis kelamin dan ras yang
berbeda.
Data ordinal: lebih tinggi setingkat dari data nominal, perbedaannya adalah adanya
kategori yang ada didasarkan atas tongkatan/urutan yang telah ditentukan. Contoh dari data
ordinal adalah tingkat keparahan klinis, status sosioekonomi, kategori profusi ILO untuk
pneumonioconisos pada x ray dada.
Baik data nominal ataupun data ordinal termasuk dalam data diskrit.
Data interval: disebut juga data kontinu, data interval diukur diukur dalam skala
arimetrik. Contohnya termasuk tinggi badan, berat badan, timbal dalam darah, FEV. Akurasi
angka yang dicatat bergantung pada instrumen pengukuran dan variabel dapat mencapai nilai
angka yang tak terhingga dalam range yang telah ditentukan.

3.2 Ukuran sampel


Adalah jumlah subjek yang perlu dinilai potensi hubungan paparan-penyakit dan
merupakan maslaah yang penting ketika merencanakan suatu penelitian. Makin besar ukuran
suatu sampel, makan besar pula kekuatan untuk mendeteksi perbedaan khusus dalam
besarnya pengaruh paparan dan penyakit ketika itu terjadi.

3.3 Variasi kesempatan


Istilah ini merujuk pada variasi alami dalam luaran kesehatan yang diamati diantara
individu individu yang terpapar. Dua alat statistika yang digunakan unuk menilai peran
kesempatan adalah nilai p dan interval kepercayaan.
Nilai p adalah probabilitas mendapatkan perbedaan angka kejadian antara kelompok
yang terpapar dan yang tidak terpapar sebesar mungkin atau lebih ekstrem dari yang diamati
secara kebetulan. Sebuah nilai p sebsar 0,005 berarti probabilitas yang didapatkan secara
kebetulan efek paparan sebesar atau yang lebih ekstrem dari yang teramati hanya sebesar 5
per 1000. Nilai p yang kecil (dibawah 0,05) terkadang berarti secara statistika
berarti/signifikan.
Interval kepercayaan memberikan nilai yang dapat dipercaya mengenai efek asli dari
paparan sesuai tingkat kepercayaan yang diinginkan, misalnya tingkat kepercayaan 95%
untuk risiko yang berhubungan dengan paparan saat kerja/pekerjaan adalah sebuah interval
dimana risiko relatif akan termasuk dalam 95% waktu. Sebuah tingkat kepercayaan 95%
yang mengikutkan 1.0 menunjukkan nilai 1.0 untuk risiko relatif dapat dipercaya sehingga
hipotesis null (Ho) tidak ada dampak/efek sesuai dengan data.

Tabel 2x2
Teknik statistic paling sederhana, tabel 2x2, berguna jika seseorang yang berkerja
maupun yang tidak bekerja di follow up dalam waktu yang sama untuk melihat kejadian suatu
penyakiit.

4. Jenis studi epidemiologi


Studi epidemiologi mengukur risiko suatu penyakit secara langsung pada populasi
manusia. Tidak perlu bergantung pada ekstrapolasi yang masih diragukan melalui binatang
untuk memperkirakan efek dari satu paparan terhadap manusia. Pemeriksaan akibat dari
paparan lingkungan dan pekerjaan mungkin dilakukan dalam epidemiologi dalam keadaaan
yang benar benar terjadi pada manusia. Tidak dalam keadaaan buatan yang dilakukan pada
studi laboratorium terhadap binatang. Masalah dosis, rute paparan, paparan lainnya yang
terjadi bersamaan dan faktor host juga secara langsung dinilai.
Pada dasarnya terdapat tiga jenis studi epidemiologi walaupun dalam prakteknya, jenis
yang ketiga jarang digunakan, untuk alasan etik.
 Studi deskriptif, menjelaskan kejadian berdasarkan observasidan harus mengarah ke
perkembangan hipotesis penyebab, yang mana hipotesis tersebut dapat diuji.
 Studi analitik, studi yang menguji hipotesis. Jika sebuah hipotesis dirasa medukung,
harus dilakukan studi berikutnya dan/atau melakukan studi intervensi.
 Studi intervensi, studi ini melihat apakah pemberian perlakuan menyebabkan adanya
perubahan luaran kesehatan dalam populasi.
Studi kohort adalah jenis studi yang paling sering dalam epidemiologi okupasi. Informasi
tentang suatu faktor dikumpulkan pada suatu populasi yang dituju selama waktu tertentu
untuk melihat kejadian suatu penyakit. Rate suatu penyakit pada kelompok terpapar
dibandingkan dengan rate pada kelompok tidak terpapar untuk menilai apakah ada hubungan
antara faktor studi dan penyakit tersebut. Penelitian ini memakan waktu yang lama untuk
dilakukan dan peneliti harus menunggu beberapa tahun sebelum mengumpulkan cukup
banyak kasus (kematian). Studi kohort restrospektif digunakan untuk mengeliminasi periode
follow-up yang terlalu lama. Riwayat penyakit individu digunakan untuk mengelompokkan
status paparan dari objek penelitian dan status penyakit yang dinilai sampai dengan batas
waktu tertentu.

Keuntungan utama metode ini adalah informasi paparan sudah diketahui sebelumnya,
sebelum penyakit berkembang. Hal ini mengurangi bias yang terjadi.

Studi kasus-kontrol memeriksa dua kelompok. Satu kelompok terdiri dari individu
dengan penyakit tertentu sedangkan kelompok yang lain berasal dari sumber populasi yang
tidak mempunyai penyakit. Informasi mengenai paparan sebelumnya dan kebiasaan
didapatkan dari masing-masing individu dalam 2 kelompok tersebut. Jika paparan yang
diteliti lebih banyak dialami oleh kelompok kasus dibanding kelompok kontrol, maka
terdapat hubungan antara paparan yang terjadi dengan penyakit. Studi kasus-kontrol lebih
efesien dan cocok untuk penelitian pada penyakit yang langka dan pada penyakit dengan
periode laten yang lama.

Pada studi potong lintang, subjek penelitian dipilih tanpa memperhatikan paparan atau
status penyakitnya. Studi ini disebut juga studi survey atau studi prevalensi.

5. Pengukuran Umum dalam Frekuensi Penyakit


5.1. Pendahuluan
Jumlah individu yang tediagnosis suatu penyakit atau memiliki hasil tes yang abnormal,
secara umum, tidak dapat diartikan tanpa memiliki informasi tambahan. Terdapat
pengecualian dalam aturan ini yaitu ketika kejadian suatu penyakit sangat jarang/langka
dimana satu kasus saja yang timbul sudah merupakan keadaan yang tidak biasa, misalnya tiga
kasus angiosarkoma hepatic didiagnosis dari 270 pekerja selama jangka waktu tiga tahun
sudah cukup menjadi dasar bagi seorang dokter untuk mencurigai bahwa vinyl chloride yang
terpapar terhadap para pekerja tersebut merupakan sebuah karsinogen.

5.2. Angka Kasar


Rate adalah frekuensi penyakit per unit ukuran kelompok (populasi) yang ada pada
waktu tertentu.

Point prevalence rate: rate paling sederhana berdasarkan jumlah kasus yang terjadi pada
suatu waktu.

Prevalence rate: jumlah kasus yang terjadi pada suatu waktu dibagi jumah populasi yang
berisiko dalam suatu waktu tersebut.

Angka ini dapat dibandingkan dengan angka populasi umum atau angka dari kelompok
yang berhubungan untuk menentukan apakah angka tersebut lebih besar. Keterbataan angka
prevalensi adalah angka tersebut menghitung semua kasus kejadian suatu penyakit tanpa
membedakan apakah kasus tersebut kasus baru atau kasus lama.

Incidence rate: sebuah angka yang tidak menghiraukan latar belakang kasus dan lebih
terfokus pada kasus yang baru terjadi.

Incidence rate: jumlah kasus baru yang terjadi selama periode waktu tertentu dibagi
jumlah populasi yang berisiko selama periode waktu tersebut.

Person-years: ketika angka insidens (incidence rate) digunakan untuk menentukan onset
penyakit yang terjadi dalam suatu populasi yang berisiko selama lebih dari 1 tahun maka
denominator yang tepat adalah person-years. Nilai ini secara simultan mempertimbangkan
jumlah individu dan jangka waktu selama individu tersebut diamati serta individu yang
berisiko menderita penyakit tersebut. Nilai ini juga membolehkan inklusi individu lain yang
tidak berada dalam risiko selama jangka waktu tersebut. Nilai ini penting ketika
karyawan/pegawai baru dan penghentian kontrak dihitung atau ketika risiko dalam periode
waktu tertentu dinilai.

5.3. Angka khusus


Dalam beberapa keadaan, angka kasar atau adjusted rate untuk seluruh populasi
mungkin dapat mengaburkan suatu hubungan/asosiasi yang penting. Ketika tren yang
berlawanan terjadi dalam spectrum kelompok umur yang berbeda, berbagai tren tersebut akan
mengimbangi satu dengan yang lainnya dan tersembunyi oleh summary rate.

5.4. Perbandingan rate


Terlepas dari suatu angka diwakili oleh sub kelompok yang homogen atau disesuaikan
untuk variabel yang berhubungan pada seluruh kelompok, angka tersebut harus diartikan
menjadi risiko untuk menilai efek paparan.

Dua jenis utama perkiraan risiko berdasarkan perbandingan angka adalah rasio rate (rate
ratio) dan perbedaan antara rate (attributable risk).

Risiko relatif, atau rate ratio, dicari untuk menunjukkan kepentingan relatif dari suatu
paparan dengan membandingkan rate dari kelompok yang terpapar terhadap kelompok yang
normal/tidak terpapar. Dalam bahasa yang sederhana, adalah rasio dari dua buah rates.

Attributable risk, atau perbedaan risiko, dicari untuk mewakili jumlah penyakit yang
dapat terkait dengan paparan dalam penelitian. Konsep ini sangat berguna dan diperlukan
dalam berbagai studi tentang penyakit akibat kerja karena hanya beberapa penyakit yang
dapat dikaitkan pada paparan saat kerja. Perbedaan risiko dihitung dengan mengurangi rate
suatu penyakit pada populasi yang terpapar dengan rate penyakit tersebut pada populasi yang
normal atau tidak terpapar.

6. Tugas untuk Peserta Pelatihan


6.1. Pertanyaan 1
Data pada tabel dibawah menunjukkan distribusi hari-hari absen para pekerja di empat
industri yang terpilih. Hitung rerata, nilai tengan atau median, modus durasi waktu absen
pada masing masing industri. Jelaskan perbedaan dari masing-masing industri.
6.2. Pertanyaan 2
Sebuah survei pada pekerja perempuan di pabrik tekstil menunjukkan bahwa 8% dari
mereka mengalami bakteriuria (terdapat bakteri dalam jumlah signifikan/>105 dalam urin).
 Tentukan rumusan masalah yang sesuai.
 Tentukan informasi tambahan yang dibutuhkan untuk menentukan kejadian suatu
masalah kesehatan.
 Tentukan apakah rumusan masalah yang telah ditentukan merupakan masalah
epidemiologik.

6.3. Jawaban Pertanyaan 1

6.4. Jawaban Pertanyaan 2


 Berapa angka prevalensi bakteriuri pada para pekerja wanita di pabrik tekstil?
 Expected prevalence rate pada kelompok yang dibandingkan perlu dihitung atau
dibutuhkan.
 Ini merupakan masalah epidemiologis.
MODUL 10

SISTEM PENCATATAN

1. Tujuan
 Mengetahui pentingnya sistem pencatatan dan pelaporan dalam kesehatan kerja
 Mengamati kesehatan para pekerja dan melaporkan hasil dari penelitian sesuai
persyaratan
 Mengenal dengan sistem koding yang digunakan dalam sistem pencatatan

2. Tujuan dan Jenis Pencatatan


2.1 Tujuan
Seberapa kecil pun suatu layanan kesehatan kerja, sistem pencatatan adalah bagian yang
penting dalam layanan tersebut. Catatan tidak pernah berhenti, dan merupakan alat yang
harus diisi. Dalam pelayanan kesehatan kerja, catatan digunakan untuk:
 Dokumentasi paparan tenaga kerja terhadap potensi bahaya yang ada
 Data kesehatan pekerja untuk penempatan pekerja
 Dokumentasi kesehatan pegawai selama waktu tertentu
 Menyediakan kesehatan para pekerja
 Pemenuhan kebutuhan regulasi

2.2 Jenis
Terdapat tujuh jenis pencatatan dasar kesehatan pekerja. Penyimpanan beberapa catatan
ini mungkin dibutuhkan/harus dilakukan untuk hukum di beberapa Negara tertentu. Pekerja
kesehatan masyarakat harus diinformasikan mengenai tuntutan hukum yang ada terkait
dengan pencatatan kesehatan para pekerja.

Inspeksi Kesehatan dan Keamanan

Catatan-catatan mengenai inspeksi kesehatan dan keamanan harus mengandung tangga,


orang yang melakukan inspeksi dan hasil dari inspeksi yang dilakukan. Dalam membuat
formulir pencatatan inspeksi, disarankan untuk berkonsultasi dengan pusat layanan kesehatan
setempat karena mungkin instansi tersebut telah memproduksi formulir standar untuk seluruh
tempat kerja di wilayah sekitar.
Pengawasan lingkungan

Catatan ini hanya dapat diaplikasi oleh tempat-tempat yang memang rutin melakukan
pengawasan lingkungan dalam kesehariannya. Skema pengawasan dapat dirancang oleh
komite kesehatan kerja ataupun komite keamanan kerja di tempat kerja atau oleh pusat
layanan kesehatan lokal. Terdapat formulir untuk pencatatan pengawasan lingkungan.
Pekerja pada pusat layanan primer dilatih untuk membaca menggunakan teknik yang
sederhana dan mencatat informasi yang ada secara sistematis. Catatan yang ada secara
berkala diberikan kepada ahli untuk diinterpretasikan.

Pengawasan Kesehatan

Hal ini hanya diterapkan untuk kelompok pekerja tertentu di tempat kerja. Pekerja pusat
layanan primer dilatih untuk mengambil spesimen secara berkala dan juga mengirim
spesimen tersebut ke laboratorium yang telah ditunjuk untuk melakukan analisis, atau untuk
menyusun jadwal pengambilan spesimen untuk para pekerja dan melakukan pemeriksaan
berkala di laboratorium yang ditunjuk. Pekerja pusat layanan primer bertanggung jawab
untuk selalu mencatat/mengisi formulir yang disediakan oleh laboratorium yang ditunjuk
secara sistematis dan untuk menyerahkan catatan tersebut ke komite keselamatan dan
kesehatan kerja di tempat kerja atau pusat layanan kesehatan setempat untuk informasi dan
tindakan yang mungkin perlu dilakukan.

Pertolongan Pertama yang Disediakan di Tempat kerja

Catatan tatalaksana pertolongan pertama sering disimpan di pos pertolongan pertama


pada setiap tempat kerja dibandingkan di pusat klik kesehatan kerja di sebuah pabrik di
cakupan wilayah pusat layanan kesehatan primer. Hal ini menyebabkan berbagai cedera yang
secara tak sengaja terjadi dapat dicatat di tempat kerja, mengurangi kebutuhan para pekerja
dengan cedera yang biasa untuk meninggalkan kerja dan mengunjungi klinik hanya untuk
mencatat kejadian cedera biasa tersebut. Klinik kesehatan kerja atau pusat layanan kesehatan
primer harus menerima dan menyimpan kopi catatan yang ada mengenai seluruh tatalaksana
pertolongan pertama yang telah disediakan olehnya. Catatan tersebut disebut acute care
register.

Catatan pertolongan pertama terkadang dimandatkan oleh peraturan pemerintah dan


selalu penting dalam penilaian klain kompensasi. Peraturan pemerintah juga menyediakan
data penting untuk penilaian berbagai program pencegahan kecelakaan.
Penyelidikan Kecelakaan

Terdapat tiga alasan mengapa perusahaan harus mencatat dan menyelidiki kecelakaan
akibat kerja:

 Untuk mengidentifikasi penyebab sejati dari suatu cedera atau penyakit, kerusakan
properti, dan kejadian near-miss (kecelakan yang hampir terjadi)
 Untuk mengembangkan berbagai cara untuk mencegah kecelakaan yang sama dimasa
mendatang
 Untuk memenuhi peraturan yang ada
Pencatatan ini biasanya dilakukan oleh mereka yang ahli sebagai anggota komite
kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja atau pengawas para pekerja. Catatan ini
harus disimpan secara sistematis. Pekerja layanan kesehatan primer harus membaca catatan
tersebut secara teliti sehingga pengetahuan mengenai penemuan yang didapat bisa
diaplikasikan.

Sertifikasi penyakit

Pencatatan ini biasanya dilakukan oleh petugas kesehatan dan disimpan oleh menejemen.
Pekerja layanan kesehatan primer harus disediakan ringkasan catatan yang ada secara
periodik. Ini akan membuat petugas layanan kesehatan primer dapat menghubungkan
penyakit yang umum diderita pekerja dengan berbagai penemuan dalam inspeksi kesehatan
dan keamanan serta program pendidikan kesehatan.

Catatan Kesehatan Personal

Kumpulan catatan ini berisi tentang status kesehatan dari setiap pekerja. Catatan ini
mengandung informasi rahasia dan personal yang memiliki peran khusus dalam hukum.
Catatan kesehatan personal harus disimpan dalam bentuk formulir yang ditulis tangan
walaupun versi terkomputerisasi juga tersedia.

Catatan kesehatan personal para pekerja harus mewakili status kesehatan pekerja tersebut
sejauh berhubungan dengan kerja yang mereka lakukan. Konten yang ada mungkin sangat
bervariasi. Informasi yang biasanya ditemukan dalam catatan ini adalah:

 Hasil pemeriksaan fisik


 Hasil pemeriksaan X-ray dan laboratorium termasuk hasil EKG dan respirometri serta
audiogram
 Imunisasi
 Riwayat medis dan pekerjaan
 Partisipasi dalam program kesehatan
 Kompensasi pekerja dan asuransi kesehatan
 Formulir informed consent dan surat kuasa untuk menyebarkan informasi
 Dokumentasi surat penolakan menjalani pemeriksaan, penilaian, dan partisipasi program.
 Catatan perbaikan untuk rehabilitasi
 Laporan konsultan.

3. Sistem Pencatatan
Cara terbaik untuk mencatat adalah dengan cara yang paling sederhana konsisten dengan
prinsip mudah, ekonomis, dan efisien tetapi aksesnya terkendali. Form ekskusif mungkin
berguna tetapi harus selalu dilakukan percobaan penggunaan terlebih dahulu sebelum
dikenalkan ke layanan yang ada. Jika sistem koding digunakan, maka sistem tersebut harus
kompatibel dengan sistem yang telah ada dan umum digunakan, misalnya pengelompokkan
penyakit harus sesuai dengan International Classification of Diseases and related Health
Problems of the World Health Organization.

Pada beberapa negara catatan yang ada disarankan untuk disimpan setidaknya selama 30
tahun (berdasarkan hukum). ini terkait dengan penyakit/masalah kesehatan susulan yang bisa
saja terjadi. Catatan-catatan ini harus ditransfer ke penerima yang bertanggung jawab atau
badan pemerintahan jika pengusaha, pusat klinik tutup atau bangkrut.

Penyimpanan terkomputerisasi menyebabkan pengumpulan data yang otomatis dan


sangat cepat dalam berbagai kombinasi dan urutan yang diinginkan. Ini sangat penting bukan
hanya untuk penilaian kesehatan para pekerja juga untuk audit dan operasi berbagai program
kesehatan.

Ketika menilik kemungkinan mencatat informasi khusus atau berhenti mencatat suatu
informasi, pertanya berikut harus diperhatikan:

 Apakah informasi ini disyaratkan oleh peraturan yang ada?


 Apakah informasi ini akan digunakan/dimanfaatkan?
 Apakah kegunaan informasi ini memenuhi biaya penympanannya?
 Apakah informasi ini mudah didapatkan dan dengan akurasi?
 Akankah proses mendapatkan informasi ini ini melanggar hak asasi manusia?
 Apakah terdapat fasilitas yang aman untuk menyimpan catatan dalam waktu yang telah
ditentukan?
Biasanya, catatan kesehatan kerja yang baik membuat pembaca mendapatkan gambaran
yang jelas dan utuh mengenai paparan yang dialami pekerja saat bekerja, status kesehatan
para pekerja, perawatan yang didapatkan, dan tugas yang dilakukan selama setidaknya 30
tahun. Terdapat banyak hubungan antar penyakit kronik dan paparan saat bekerja telah
diketahui menggunakan berbagai catatan tersebut, catatan tersebut merupakan dokumen legal
yang selalu penting untuk dilakukan dan disimpan.

4. Tugas untuk Peserta


1. Mengunjungi pos kesehatan di tempat kerja: mengecek catatan yang tersedia an
mengevaluasi kualitas catatan yang ada
2. Biasakan diri Anda dengan formulir yang digunakan oleh pusat layanan kesehatan
setempat untuk mengumpulkan informasi mengenai kesehatan para pekerja
3. Meninjau ulang peraturan nasional terkait sistem pencatatan penyakit dan kecelakaan
akibat kerja
4. Membuat/mendesai suatu formulir usntuk mengumpulkan informasi dari setiap jenis
catatan yang dituju dalam modul
5. Membiasakan diri Anda dengan software yang digunkaan untuk mencatat penyakit dan
kecelakaan akibat kerja
6. Membiasakan diri Anda dengan International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problems of the World Health Organization.
MODUL 11
KESEHATAN KERJA DI DAERAH KHUSUS

1. PERTAMBANGAN
1.1 Tujuan
 Berhati-hati dan dapat menggambarkan secara khusus masalah di
pertambangan baik secara fisik, kimiawi, biologis dan social
 Belajar untuk menetapkan prioritas agar bisa menilai tindakan terkait
pekerjaan dan tindakan yang terkait dengan layanan sanitasi.
 Kenali situasi dan masalah khas mereka khususnya overloading, kondisi tidak
sehat dan paparan debu
 Pelajari dimana dan kepada siapa harus dilakukan konsultasi
 Memiliki pengetahuan mengenai pertolongan pertama
 Ketahui sistem kesehatan dan peraturan kesejahteraan sosial
 Pelajari cara menggunakan literature, daftar periksa dan lembar data yang
sesuai
 Menemukan cara untuk mempromosikan kesehatan kerja, menciptakan
kesadaran dan memperbaiki lingkungan kerja
 Mempelajari laporan kecelakaan, investigasi kecelakaan dan pencegahaan
kecelakaan.

1.2 Pengantar
Produk mineral merupakan tulang punggung sebagian besar perusahaan industry.
Untuk beberapa negara, pertambangan menyumbang sebagian besar pendapatan
devisa dan investasi asing.

Para pekerja tambang menghadapi kombinasi situasi tempat kerja yang terus berubah,
baik setiap hari maupun sepanjang shift kerja. Beberapa bekerja di atmosfer yang
tanpa cahaya alami atau ventilasi. Meskipun ada banyak upaya di banyak negara
berkembang, jumlah korban tewas, cedera di pertambangan merupakan pekerjaan
yang paling berbahaya.
1.3 Evaluasi dan Kontrol Sederhana terhadap Faktor-Faktor Berbahaya di Pertambangan
Physical Hazard
(a) Kebisingan
 Definisi
 Efeknya pada manusia contoh ketulian, hearing loss
 Tindakan pencegahan dan pengendalian seperti inspeksi instrument,
melampirkan sumber kebisingan, hambatan akustik untuk alat bising dan
alat pelindung telinga.
(b) Getaran
 Definisi dan contoh dari alat getar
 Tipe getaran
 Tindakan pencegahan dan pengendalian
(c) Panas dan Kelembaban
 Definisi dan sumber panas
 Efeknya pada manusia : kelelahan, ruam panas, kelelahan karna panas.
 Tindakan pencegahan dan pengendalian seperti penggunaan cairan dingin
dan asin, penentuan waktu kerja dan istirahat.
(d) Radiasi Berbahaya
 Definisi dari radiasi ionisasi
 Efek radiaso non-ion pada organ manusia seperti mata dan kulit
 Tindakan pencegahan dan pengendalian seperti menggunakan baju yang
sesuai dan alat pelindung diri.
 Pemantauan radiasi eksternal dengan dosimeter film
Chemical Hazards

 Definisi dan karakteristik dari debu, asap, gas


 Debu yang menyebabkan pneumoconiosis, silicosis, silicotuberculosis
 Bahan kimia yang bisa bercampur dengan oksigen yang dapat menyebabkan
ledakan
 Bahaya merokok di kalangan penambang
 Efek dari karbon dioksida, methane, dan hydrogen sulfide pada kesehatan
 Gas buang diesel : nitrogen oksida, partikulat halus, sulfur oksida, polisiklik
aromatic hidrokarbon
 Tindakan pencegahan dan pengendalian: mengurangi produksi debu dan alat
pelindung diri
 Menentukan jam kerja dan istirahat
 Ventilasi yang memadai untuk penambang
 Identifikasi dan monitoring kontiminan dengan tabung deteksi
 Biological hazard, Infeksi kerja, tuberculosis

Ergonomics

 Latar belakang biomekanik


 Latar belakang fisiologi
 Postur (duduk, berdiri)
 Perubahan posture
 Postur tangan dan lengan
 Pergerakan
 Mengangkat, membawa, menarik, mendorong
 Physcososial

Fasilitas Kesehatan di Penambangan

 Toilet higienis
 Kamar mandi
 Restauran
 Tempat berganti baju
 Air minum yang aman
 LImbah dan manajemen limbah

Pengawasan Kesehatan

 Pemeriksaan pra-kerja, pemeriksaan periodik


 Tes untuk penilaian gangguan kesehatan, contoh kapasitas vital, volume
ekspirasi, tekanan darah, suhu tubuh, denyut nadi, pengukuran berat dan tinggi
badan.
1.4 Tugas
 Mengunjungi tempat kerja, mengumpulkan data pekerja dan lingkungannya
 Menentukan prioritas dengan melakukan observasi, penilaian dan diskusi
 Memberikan saran mengenai pencegahan dan pengontrolan sederhana
 Rujuklah masalah apabila masalah tidak bisa dipecahkan oleh petugas
kesehatan masyarakat
 Edukasi pekerja mengenai kesehatan dan keselamatan kerja
 Memberikan pertolongan pertama

2. INDUSTRI KECIL
2.1 Tujuan
 Berhati-hati pada semua hazard yang menyangkut keselamatan kerja,
mempelajari bagaimana cara menentukan masalah dan kebutuhan khusus
 Menjelaskan physical hazard
 Mempelajari cara menentukan prioritas untuk melakukan tindakan
 Mengenali tipikal masalah di industry kecil seperti waktu kerja yang lama,
tidak adanya libur, kurangnya perawatan medis dan tidak adanya asuransi
 Mengetahui sistem kesehatan dan peraturan kesejahteraan social
 Memiliki pengetahuan mengenai pertolongan pertama
 Pelajari cara menggunakan literature, daftar periksa dan lembar data yang
sesuai
 Menemukan cara untuk mempromosikan kesehatan kerja, menciptakan
kesadaran dan memperbaiki lingkungan kerja

2.2 Definisi
Tidak ada definisi pasti mengenai industry kecil. Hanya ada beberapa parameter bisa
digunakan untuk mendefinisikan ini, seperti :
 Jumlah pegawai
 Jumlah modal yang diinvestasikan
 Omset tahunan atau penjualan
 Jumlah bahan baku yang digunakan
 Derajat mekanisasi dan otomasi
2.3 Suasana kerja
Dalam kebanyakan kasus, suasana kerja di industry kecil tidak
sebanding dengan industri yang besar: upah rendah, praktik kerja yang buruk,
kurangnya sumber daya dan lingkungan kerja yang relative berbahaya merupakan
faktor utama yang mempengaruhi kondisi di sektor industri.
Jam kerja panjang, 12 jam kerja dan kerja selama 7 hari bisa terjadi.
Anak kecil bisa dipekerjakan, bahkan untuk pekerjaan yang berat. Mesin yang
digunakan mungkin yang sudah usang dan tidak dirawat dengan baik yang dapat
meningkatkan kemungkinan kecelakaan dan paparan bahaya. Lokasi kerja yang
mungkin terletak di tempat tinggal keluarga, menimbulkan bahaya tidak hanya bagi
para pekerja tetapi juga bagi anggota keluarga lainnya, ataupun didaerah kumuh
dimana kepadatan penduduk, panas, debu dan ventilasi yang buruk merupakan
masalah yang sering terjadi.
Standar sanitasi, kebersihan, keselamatan kebakaran, peralatan
pelindung dan pertolongan pertama umumunya rendah. Pekerja yang menderita
kecelakaan mungkin tidak diliputi oleh kompensasi dan pekerja bahkan mungkin
tidak dibayar tepat waktu. Kondisi ini berkontribusi pada lingkungan kerja yang
umumnya buruk dari industri ini.
Pekerja yang bekerja di perusahan kecil di negara berkembang
umumnya memiliki tingkat pendidikan rendah dan berasal dari tingakt ekonomi
masyarakat yang rendah. Tingkat nutrisinya dan kondisi kesehatan umumnya
biasanya di bawah ideal. Hal ini dikombinasikan dengan lingkungan kerja yang sering
panas, lembab, penuh sesak dan dimana zat berbahaya sering ditangani dan diproses
bahkan tanpa tindakan pencegahan keamanan dasar. Hal ini menciptakan kebutuhan
ang luar biasa untuk layanan kesehatan kerja.

2.4 Kondisi Kesehatan Pekerja


Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan pekerja
 Keadaan kesehatan pekerja sebelum dia mulai bekerja
 Kondisi kerja yang berlaku di tempat kerja
 Ketersediaan dan aksesibilitas layanan kesehatan dan keselamatan kerja di
tempat kerja, termasuk ketentuan untuk pemeriksaan kesehatan berkala
 Kesadaran pekerja dan pengelola bahaya yang melekat di lingkungan kerja
 Tingkat penegakan dan kepatuhan terhadap ketentuan hukum untuk layanan
kesehatan dan keselamatan kerja.

Parameter dalam penilaian kondisi kesehatan pekerja

Beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menilai kesehatan pekerja adalah :
 Angka kejadian kecelakaan
 Gejala yang timbul yang berhubungan dengan pekerjaan
 Tes fungsi paru
 Audiometri
 Tes darah rutin dan urin

2.5 Metode yang Digunakan Untuk Pencegahan dan Intervensi


 Meningkatkan kesadaran akan kesehatan dan keselamatan kerja di kalangan
manajer industry kecil maupun para pekerja itu sendiri
 Temukan alternative biaya rendah untuk pengiriman layanan kesehatan di
sektor industry
 Menerapkan hukum yang dapat diterapkan dan berlaku untuk masalah yang
belum pernah ada
 Memberikan insentif dan motivasi untuk mematuhi undang-undang tersebut
dan menegakkan dengan ketentuan pidana jika perlu

2.6 Tugas untuk Pekerja Kesehatan


 Mengunjungi tempat bekerja, mengumpulkan data dari pekerja dan
lingkungan kerja
 Menentukan prioritas berdasarkan observasi, penilaian dan diskusi
 Memberikan saran berupa pencegahan dan kontrol sederhana
 Cari tahu dimana harus merujuk masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh
petugas kesehatan
 Edukasi pekerja mengenai kesehatan dan keselamatan kerja
 Memberikan pertolongan pertama
3. WILAYAH PERTANIAN DAN PEDESAAN
3.1 Tujuan
 Memiliki ide tentang kondisi kerja umum, bahaya lingkungan dan masalah
kesehatan utama di pertanian dan daerah pedesaan
 Tahu bagaimana cara mensurvey tempat kerja menggunakan metode yang
sederhana
 Tahu bagaimana cara memutuskan untuk merujuk kasus ke rumah sakit atau
pusat kesehatan jika diperlukan
 Tahu bagaimana mengenali masalah kesehatan umum pada pekerja apakah
mereka berhubungan dengan pekerjaan atau tidak
 Tahu bagaimana menyimpan catatan dan menulis laporan

3.2 Kondisi Umum dan Permasalahan yang Terjadi di Wilayah Pedesaan


Demografi
 Jumlah anak yang tinggi
 Jumlah laki-laki dewasa yang tidak proposional
 Perempuan dan anak-anak berpartisipasi untuk sebagian besar dalam
pekerjaan
Sosio ekonomi

 Penurunan lahan pertanian yang tersedia karena bertambahnya ukuran


populasi
 Kehilangan tanah
 Pengangguran
 Migrasi petani
Perumahan

 Bahan bangunan yang buruk


 Kurangnya perencanaan internal dan prinsip sanitasi
 Potensi menimbulkan api
 Ternak dan ungags bertempat tinggal di tempat yang sama dengan petani
Air

 Prevalensi penyakit yang ditularkan melalui air


 Kurangnya sistem penyediaan air di pedesaan
Limbah dan Pembuangan Limbah

 Kotoran dicampur dengan sampah sebagai pupuk kandang


 Mandi dan fasilitas mencuci yang buruk
 Penggunaan sungai dank anal sebagai fasilitas pembuangan
Nutrisi

 Kurang gizi karena kelebihan populasi


 Gizi buruk
 Kekurangan mikronutrien
 Prevalensi penyakit parasite
 Kebutuhan metabolic tinggi karena pengeluaran metabolic tinggi dalam
kegiatan pertanian
Edukasi

 Pendidikan yang rendah


 Fasilitas pengajar yang sedikit
 Tingkat ketidakhadiran yang tinggi pada anak-anak pedesaan
 Kurangnya saran tranasportasi dan cuaca yang buruk
Komunikasi dan Transportasi

 Tidak adanya layanan telepon


 Kurangnya pemasaran dan perawatan medis
Pakaian

 Kualitas yang buruk


 Kurangnya alat perlindungan diri

3.3 Karakteristik Pekerjaan di Wilayah Pertanian


 Tipe pekerjaan
 Tempat pekerjaan
 Pekerja di Pertanian :
 Petani penggarap
 Bekerja sendiri
 Bekerja dibaya
 Bekerja sementara
3.4 Hazard di Wilayah Pertanian
Physical Hazard
 Panas dan kelembaban
 Dingin
 Sinar matahari
 Kebisingan
 Getaran
Chemical Hazard

 Pestisida
 Pupuk
 Pakan hewan
Biological Hazard

 Zoonosis
 Gigitan ular, serangga dan kalajengking
 Penyakit menular
Dust Hazard

 Dari tanah, tumbuhan dan hewan


 Mengandung zat silica, jamur, bahan hewan termasuk seranggan dan cacing,
debu butiran dan lain-lain
 Bisa juga mengandung bahan kimia seperti pupuk dan pestisida
Ergonomic Hazard
 Pekerjaan berat
 Pekerjaan yang diulang-ulang
 Alat yang using
 Kebiasaan kerja yang tidak benar
Kecelakaan Kerja

 Tingkat kematian akibat kecelakaan di bidang pertanian adalah salah satu yang
tertinggi dibandingkan dengan cabang produksi lainnya
 Tingkat kecelakaan serius dan ringan, rata-rata lebih tinggi di bidang pertanian
daripada di pekerjaan lain.
 Kematian paling sering disebabkan oleh faktor mekanik terutama faktor hewan
seperti sapi jantan, kuda, gigitan ular; kebakaran dan bahan kimia misalnya
pestisida
 Cedera yang tidak fatal disebabkan oleh mesin pertanian seperti perkakas
tangan, ketegangan fisik, tergelincir dan jatuh
 Kelainan musculoskeletal akibat bahaya ergonomic juga sering terjadi

3.5 Tugas untuk Petugas Kesehatan


 Membantu dan melakukan tes diagnostik sederhana untuk penyakit zoonosis
 Membantu teknisi laboratorium dalam analisis tinja dan urin untuk penyakit
parasit dan endemic
 Membantu penilaian pestisida atau produk akhir dan metabolitnya dalam
sampel biologis
 Menganli antidote khusus untuk pestisida dan agrokimia lainnya
 Melaksanakan pertolongan pertama untuk kasus-kasus yang terkena bahan
kimia atau pestisida
 Survey tempat kerja menggunakan metode dan teknik sederhana
 Mengumpulkan sampel biologis dan lingkungan
 Identifikasi kemungkinan dan potensi cedera di tempat kerja
 Kenali masalah kesehatan umum pekerja pertanian dan apakah itu terkait
masalah pekerjaan atau tidak
 Rujuk pasien bila diperlukan ke unit yang sesuai dalam sistem layanan
kesehatan
 Mendidik dan memberi saran kepada pekerja tentang masalah kesehatan dan
keselamatan kerja di bidang pertanian
 Simpan catatan pekerja individual serta catatan kelompok kerja, dan lakukan
survey
 Bergabunglah dengan anggota tim kesehatan kerja, laporkan pengamatan dan
konsultasikan dengan mereka mengenai tindakan pengendalian, kebutuhan
untuk pemantauan lingkungan dan pengelolaan masalah kesehatan kerja atau
pekerjaan terkait jika ada
 Membantu sanitiasi tempat kerja yang berkenaan dengan air, limbah, makanan
dan lain-lain
 Mendeteksi dan melaporkan penyakit menular, endemic, parasit dan penyakit
pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan di tempat kerja
 Pertahankan pengawasan dan pemantauan secara konstan terhadap alat
perlindungan diri dan alat ukur yang tepat
 Berpartisipasi dengan manajer maupun personil keselamatan kerja dalam
pelaksanaan program kesehatan kerja
 Menganli tanda awal keracuncan dan dapat menanggapi dengan tepat
 Memeriksa hewan di daerah tersebut setiap hari untuk mendeteksi hewan yang
sakit sedini mungkin
 Mampu mengekstrak pekerja yang terluka dari peralatan pertanian tanpa
cedera lebih lanjut
 Pelajari dan pertimbangkan kemungkinan faktor manusia dalam kecelakaan
kerja
 Mendidik pekerja pertanian tentang penyebab dari panas
 Menemukan spot kasus heat stroke kemudian konfirmasikan dengan
mengamati suhu tubuh dan gejala fisik
 Mengetahui bagaimana cara memberikan perawatan pertolongan pertama
segera untuk kasus heat stroke
 Membantu penerapan proyek penelitian sesuai prioritas yang ditetapkan
dengan menggunakan metode dan teknik yang sederhana
 Membuat peta kesehatan suatu area, menyoroti area resiko dan identifikasi
faktor resiko untuk menerapkan metode yang tepat yang dapat mengendalikan
dan memecahkan masalah.
Modul 12
Occupational Health untuk Wanita dan Anak

1. Pekerja Wanita
1.1 Tujuan
 Mengetahui dampak dari bahaya dalam lingkungan kerja pada kesehatan
pekerja wanita
 Mendapatkan pelatihan yang memadai dalam layanan kesehatan primer untuk
pekerja wanita
 Memahami pentingnya kesehatan pekerja wanita dan anak-anak sebagai
komponen layanan kesehatan primer di tempat kerja
 Lebih mengenal eputar kesehatan reproduksi wanita dari pekerja wanita di
pekerjaan yang berbeda-beda
 Mengetahui tindakan pencegahan yang akan memiliki dampak bagi kesehatan
para pekerja wanita

1.2 Bahaya dalam Lingkungan Kerja


Jumlah dari wanita yang bekerja didapatkan terus meningkat di seluruh dunia
dalam beberapa dekade terakhir. Sepanjang sejarah, wanita di negara berkembang
selalu bekerja keras, bukan hanya sebagai seorang istri dan ibu tetapi juga sebagai
pekerja di sektor yang berbeda-beda. Seringkali direpotkan dengan mengurus banyak
anak dan menjadi lemah karena kehamilan yang sering, pekerja wanita sangat
berisiko, antara lain lemas, malnutrisi, sampai kepada stres mental dan pajanan
terhadap bahan-bahan berbahaya di lingkungan kerja mereka.

Kerja menyebabkan banyak pajanan berbahaya pada wanita yang dapat


mempengaruhi kesehatan mereka, misalnya kecelakaan, luka bakar, sakit punggung
karena membungkuk, dan pajanan bahan kimia dari detergen yang akan berakibat
menjadi masalah pada kulit seperti dermatitis.

Di beberapa negara, perkembangan industri terjadi tanpa dibarengi dengan


standar perlindungan yang adekuat untuk pekerjanya. Wanita berada dalam tekanan
khusus karena di beberapa instansi, pekerjaan mereka dianggap oleh manajemen
sebagai prioritas kedua dan fasilitas medis kurang adekuat.

Pekerja wanita berbeda dengan pekerja pria dari fisiknya yang lebih kecil dan
beberapa hal yang menempatkan mereka berada di dalam stres, seperti menstruasi,
kehamilan, dan menyusui. Pekerja layanan kesehatan primer yang secara khusus
melayani maslaah pekerja wanita harus waspada pada beberapa kondisi dan
kemungkinan efek terhadap performa kerjanya, dan efek dari lingkungan kerja
terhadap kesehatan wanita saat ini, seperti adanya peningkatan dari frekuensi nafas
pada ibu hamil yang dapat menyebabkan peningkatan hirupan zat kimia di udara.

Masalah psikososial
Masalah yang berhubungan dengan stres terjadi pada hampir seluruh pekerjaan yang
dilakukan oleh wanita. Mayoritas wanita diperkerjakan dengan bayaran yang rendah.
Untuk seorang single mother, upah yang kecil dan keharusan adanya rumah untuk
mengurus anak dan mengerjakan pekerjaan rumah dapat menjadi penyebab serius dari
stres

Stres saat kerja dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain:
 Pekerja kantor dan pekerja perakit di pabrik berhadapan dengan pekerjaan
yang menuntut dan berulang, yang akan menyebabkan stres
 Perawat sering mengalami stres karena pekerjaan mereka secara fisik berat
dan hektik.

Agen kimiawi

Tubuh wanita memiliki kadar lemak lebih tinggi daripada pria menyebabkan bahan
beracun seperti pelarut organik akan lebih mudah tertahan di tubuh wanita. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa pajanan terhadap pelarut organik akan menyebabkan
gangguan pada menstruasi. Beberapa logam, seperti timbal dapat menyebabkan
abortus spontan. Beberapa bahan kimia yang digunakan di rumah sakit, seperti etilen
oksida, diketahui dapat menyebabkan abortus.
Banyak wanita berkecimpung dalam aktivitas pertanian yang berarti mereka akan
terpapar dengan pestisida dan fertilizer. Beberapa pestisida yang digunakan di bidang
pertanian diduga dapat menyebabkan gangguan pada organ reproduksi wanita. Wanita
yang bekerja di pabrik tekstil terpapar dengan debu organik, seperti kapas yang dapat
menyebabkan bisinosis.

Agen fisik
Wanita yang bekerja pada industri tekstil terpapar dengan kebisingan, getaran,
dan panas. terutama di bagian pemintalan dan penenunan. Kebisingan menyebabkan
vasokonstriksi yang akan menyebabkan berat bayi lahir rendah. Penelitian
menunjukkan bahwa wanita lebih rentan terhadap getaran yang terjadi di seluruh
tubuh dan panas. Getaran pada seluruh tubuh dapat menyebabkan gangguan pada
sistem reproduksi. Radiasi juga dapat menyebabkan beberapa masalah. Sebagai
tambahan, pencahayaan yang buruk meskipun jarang ditemui dapat menyebabkan
gangguan pada mata.

Agen biologi
Perawat dapat terpapar dengan tubekulosis, hepatitis B, virus rubella,
toxoplasma gondii, AIDS, dsb. Wanita yang bekerja di bidang pertanian dapat terkena
gigitan ular, schistosoma, infeksi cacing, tetanus, dsb.

Masalah ergonomis
Dimensi tubuh merupakan pertimbangan yang sangat penting dalam performa
kerja fisik dan perancangan mesin dan pengoperasiannya. Banyak insdustri dan proses
pertanian dan permesinan didesain untuk pekerja pria sehingga banyak mesin yang
sulit dioperasikan oleh wanita.

1.3 Layanan Kesehatan Okupasi Bagi Pekerja Wanita


Layanan kesehatan okupasi harus diadakan di seluruh tempat kerja untuk
memastikan kebutuhan akan keamanan dan kesehatan dapat terpenuhi untuk pekerja
wanita. Sayangnya, di beberapa negara layanan ini tidak dapat sepenuhnya didapatkan
oleh banyak pekerja, terutama di bidang pertanian dan industri skala kecil. Pada kasus
ini, layanan kesehatan primer seharusnya memenuhi kebutuhan khusus bagi pekerja
wanita.
Secara umum, beberapa poin berikut adalah relevansi khusus pada program pelayan
kesehatan bagi pekerja wanita

Pendidikan kesehatan khusus


Pemerhati kesehatan dan keamanan, layanan okupasi, serta pembuat kebijakan
bagi pekerja dan kesehatannya seharusnya mendapatkan pelatihan khusus dalam
pendidikan kesehatan bagi pekerja wanita. Pendidikan dikhususkan kepada resiko
kesehatan, termasuk resiko reproduksi bagi pria dan wanita demikian pula efeknya
terhadap janin, dan pelatihan dalam penggunaan bahan kimia secara aman harus
diprioritaskan.

Pengaturan untuk menjaga pekerja wanita


Pengaturan dan standar yang ditujukan bagu seluruh buruh harus dievaluasi
secara kontinu sesuai dengan relevansinya dan keadekuatan bagi pekerja wanita. Hal
ini penting khususnya untuk memberikan lingkungan kerja yang aman bagi pekerja
wanita dan pekerja yang hamil. Penting untuk mencegah bahaya okupasi yang akan
berdampak buruk bagi wanita khsususnya. Standar minimum harus dibuat untuk
parameter antropometri dan kapasitas fisik yang dibutuhkan pada tes sebelum bekerja.

Monitoring lingkungan
Peran dari industrial hygienist adalah untuk memonitor lingkungan kerja dan
bahaya potensialnya. Monitoring lingkungan seharusnya dilakukan secara teratur
untuk mengidentifikasi masalah yang dapat berdampak bagi kesehatan pekerja wanita.
Standar higienitas pekerjaan dikhususkan untuk beberapa pajanan, seperti timbal,
pelarut, pestisida, dll.

Tes kesehatan sebelum penempatan


Hal ini seharusnya dilakukan untuk membantu penempatan yang tepat bagi
wanita untuk pekerjaannya sesuai dengan kemampuan fisik, fisiologis, dan psikologis.
Tes kesehatan periodik
Pekerja wanita seharusnya mendapatkan tes kesehatan secara periodik,
khususnya mereka yang bekerja pad alingkungan yang beresiko.

Desain peralatan
Desain dari alat, mesin, dan peralatan lainnya harus disesuaikan dengan
keadaan anatomis dan kemampuan fisiologis dari seorang wanita.

Perhatian pada pekerja wanita yang kurang terperhatikan


Layanan kesehatan primer sebaiknya fokus kepada pekerja wanita yang
kurang terperhatikan, terutama mereka yang bekerja di bidang pertanian dan industri
skala kecil. Sebagai tambahan, layannan kesehatan ibu dan anak sebaiknya ada untuk
beberapa wanita.

Penelitian dan survey


Penelitian seharusnya membahas tentang efek bahaya spesifik yang terjadi
pada pekerja wanita yang berhubungan dengan pajanan luas dan bervariasi dari bahan
berbahaya.

Hak wanita
Pekerja wanita memiliki hak untuk menerima informasi terkait keamanan dan
kesehatan pada pekerjaan, haknya untuk menerima pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Sebaiknya dipastikan bahwa wanita memiliki istirahat yang cukup pad atrimester
terakhir kehamilannya ataupun pada saat menyusui.

Permasalahan wanita
Dalam merencanakan layanan kesehatan primer untuk pekerja wanita
sangatlah esensial untuk mempertimbangkan permasalahan spesifik yang terjadi pada
mereka dan memasukkan elemen dasar dari perlindungan kehamilan, perencanaan
keluarga (pertanggungjawaban dari pria dan wanita) dan konseling.

1.4 Pajanan Pekerjaan dan Kehamilan


Potensi membahayakan pada reproduksi akibat pajanan di lingkungan kerja secara
luas dikenali. Hal ini meliputi:
 Infertilitas
 Abortus spontan
 Malformasi
 Mortalitas perinatal
 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
 Gangguan perkembangan
 Kanker pada masa kanak-kanak.
Dari kesemua hal tersebut, abortus spontan dan malformasi telah menarik banyak
perhatian pada lingkungan kerja. Diperkirakan bahwa pajanan pada pria dan wanita
mungkin menjadi penyebabnya. Meskipun, banyak penelitian dan bukti kuat
berhubungan dengan pajanan dan wanita pada saat hamil.

1.5 Faktor resiko yang teridentifikasi di lingkungan kerja dan industri


Layanan kesehatan okupasi melibatkan pajanan terhadap berbagai racun-racun yang
berefek pada sistem reproduksi. Faktor pekerjaan yang mungkin dapat meningkatkan
resiko abortus spontan termasuk:
 Gas anastesi
 Etilen oksida (gas sterilizer)
 Agen antineoplastik
 Pelarut organik
 Metilen klorida
 Tetrakloretilene
 Hidrokarbon alifatik
 Kontak dengan binatang berbulu
 Mengangkat benda berat
 X-ray

Gas anastesi adalah gas pertama yang diduga dapat menyebabkan gangguan pada
janin. Pajanan ini telah dikurangi di banyak negara. Penelitian terbaru tidak
menemukan peningkatan resiko signifikan dari abortus spontan dan malformasi
kongenital. Pajanan etilen oksida, gas yang digunakan untuk sterilisasi, meningkatkan
resiko abortus spontan. Kontak dengan agen antineoplastik di rumah sakit
meningkatkan resiko terjadinya abortus spontan dan malformasi.
Faktor pekerjaan yang dapat meningkatkan resiko malformasi dan gangguan fungsi:
a. Malformasi
- Pelarut organik
- Agen antineoplastik
- Radiasi ionisasi (x-ray, isotop radioaktif)
b. Gangguan fungsional
- Timbal (penurunan fungsi kognitif)
- Bising (hilangnya pendengaran)

Efek berbahaya dari radiasi ionisasi telah banyak diketahui, dan pajanan di pekerjaan
medis telah terkontrol. Pekerjaan dalam pelayanan kesehatan akan menyebabkan
pekerjanya sering terpapar dengan beberapa penyakit menular, diantaranya adalah
HIV yang merupakan masalah serius.

Menurut beberapa penelitian, pajanan terhadap pelarut organik dan atau pekerjaan di
laboratorium selama kehamilan dapat meningkatkan resiko abortus spontan dan
malformasi kongenital. Walaupun pajanan terhadap pelarut sangat sering ditemui di
beberapa industri dan pekerjaan, sangat sulit untuk menentukan pelarut khusus, atau
kombinasinya, atau pelarut secara umum yang bertanggung jawab atas pajanan
berbahaya tersebut.

Pajanan logam berat seperti timbal diduga dapat menjadi racun terhadap sistem
reproduksi. Pajanan yang kecil sekalipun selama kehamilan dapat menyebabkan
gangguan perkembangan kognitif dari anak.

Faktor pekerjaan yang lain terutama yang seharusnya dikontrol selama kehamilan,
antara lain:
 Logam berat
 PCBs (polychlorinated biphenyls)
 Pestisida
 Karbon monoksida
 Karsinogen
Makan makanan dengan minyak yang mengandung PCBs dapat menyebabkan
gangguan pada anak-anak, bayi baru lahir dari ibu yang terpajan terlihat bayi
berukuran kecil, perubahan warna pada kulit dan kuku dan erupsi gigi prematur.

Karbon monoksida dikenal dapat menyebabkan janin mengalami asfiksia. Pajanan


kerja selama kehamilan harus dihindari; walaupun, pajanan yang sering terjadi adalah
dari ibu yang merokok.

Banyak agen kimia yang diduga menjadi racun terhadap sistem reproduksi dan
banyak industri terbilang berbahaya dalam sudut pandang reproduksi. Umumnya,
pajanan bahan yang diketahui karsinogenik dan mutagenik harus dihindari selama
kehamilan karena mereka berpotensi menyebabkan efek buruk terhadap janin.
Kerusakan akibat agen ini pada gamet juga dimungkinkan sebelum terjadinya
konsepsi.

Malformasi kongenital dan abortus spontan adalah hasil yang diinvestigasi sejauh ini.
Laporan kontaminasi ASI (Air Susu Ibu) secara umum disebabkan oleh polusi
lingkungan, tetapi tidak dapat diabaikan juga pajanan yang terjadi selama bekerja
terakumulasi dalam tubuh sebelumnya, seperti timbal dan PCBs. Perhatian juga harus
diperhatikan untuk pajanan yang lain (seperti pelarut) pada ibu yang bekerja selama
periode menyusui.

Produksi dan pembuatan plastik dapat menyebabkan pajanan monomer atau degradasi
termal produk plastik. Industri tekstil memiliki kemungkinan besar beracun terhadap
racun reproduksi. Penata rambut menggunakan bahan yang berpotensi beracun dan
pramugari sering mengalami masalah menstruasi.

Sektor pertanian sering dikatakan sebagai lingkungan kerja yang aman, tetapi juga
ternyata dapat menyebabkan ancaman kesehatan bagi para pekerja wanita. Dalam
bidang pertanian, perbedaan antara lingkungan kerja dan lingkungan rumah hanya
sedikit, dan pekerja tani sepenuhnya mandiri di sawahnya untuk penghidupannya,
waktu luang, dan rumahnya. Pekerja wanita di bidang pertanian menghadapi resiko
proteksi yang inadekuat dari bahan beracun, seperti pestisida, herbisida, bahan kimia
perendam, cat, fertilizer, dan bahan bakar. Bertani juga menyebabkan pajanan
terhadap agen biologi, seperti mikroba, toksin mikroba, dan mikotoksin. Pajanan
biologi di pertanian terjadi secara signifikan dan menjadi masalah pada bioteknologi
yang baru.

Faktor fisik dan psikofisiologis dapat berperan dalam bahaya reproduksi. Efek
teratogenik dan bahaya lainnya pada janin diketahui dapat berasal dari radiasi ionisasi
(misalnya x-ray, radioisotop). informasi ini di beberapa negara dengan pajanan bahan
pada wanita hamil diatur secara hukum. Efek dari kerja malam, mengangkat beban
berat, dan suhu tinggi, serta getaran pada seluruh tubuh, seperti juga kerja dengan
visual display, harus dipelajari lebih lanjut.

1.6 Tugas untuk Trainee


1. Menjelaskan pekerjaan utamanya dimana wanita terlibat dalam area kerja anda.
2. Mencirikan resiko kesehatan yang dapat terjadi pada pekerja wanita yang terpajan
dari lingkungan kerjanya.
3. Membuat daftar layanan kesehatan primer yang penting di fasilitas kesehatan anda
yang dapat memberikan dampak menguntungkan bagi pekerja wanita.
4. Memprioritaskan topik pendidikan kesehatan yang anda rekomendasikan untuk
mengedukasi wanita dengan pekerjaan tertentu.

2. Pekerja Anak
2.1 Tujuan
 Mengetahui dampak dari bahaya pekerjaan bagi pertumbuhan anak yang
bekerja
 Waspada terhadap konsekuensi dari mempekerjakan anak-anak dalam
komunitas secara umum
 Mengetahui apakah cedera pada anak-anak ataupun sakitnya berhubungan
dengan pekerjaan
 Mengetahui bagaimana mengajari pendidikan kesehatan kepada pekerja anak,
pegawai, orang tua, guru, dan komunitas.

2.2 Definisi dan Konsep Dasar


Pekerja anak diartikan sebagai anak berusia kurang dari 18 tahun yang bekerja
dan dibayar karena pekerjaannya tersebut. Umur minimal yang sah untuk bekerja
berbeda antar negara dan aktivitasnya. Banyak negara membuat perbedaan antara
pekerjaan ringan dan berbahaya terkait umur minimal yang dapat melakukan
pekerjaan tersebut, secara umum 12 tahun, tetapi juga bervariasi antara 16 dan 18
tahun. The International Labour Organisation Minimum Age Convention (No. 138,
1973) juga mengikuti pendekatan ini, memperbolehkan anak berusia 12 atau 13 tahun
untuk pekerjeaan ringan, tetapi untuk pekerjaan yang berbahaya tidak diperbolehkan
sebelum mencapai 18 tahun. Namun, ILO juga mengumumkan umur secara umum
minimal 15 tahun, mengingat 15 tahun merupakan umur dimana anak paling tidak
telah menyelesaikan sekolahnya.

Pekerja anak dapat dibagi menjadi 7 tipe, antara lain:


 Layanan domestik
 Buruh terikat dan paksa
 Eksploitasi seksual
 Pekerjaan industrial dan cocok tanam
 Pekerja jalanan
 Bekerja untuk keluarga
 Pekerjaan wanita

Banyak anak-anak yang bekerja tidak memiliki kekuatan untuk memilih secara bebas.
Pekerja anak berhubungan dengan kemiskinan, tidak memiliki kesempatan untuk
mengenyam pendidikan, dan kegagalan untuk menegakkan hukum dan standar yang
relevan. Terutama pelecehan anak yang parah telah didokumentasikan dalam apa
yang disebut zona perdagangan bebas, misalnya area khusus industri dimana hukum
tidak ditegakkan untuk para pekerja.

Pekerja anak ilegal tersebar luas dan ratusan dari jutaan anak di seluruh dunia
dipekerjakan dalam kondisi yang tidak dilindungi hukum. Menurut ILO setidaknya
200 juta anak dibawah 14 tahun dipekerjakan di seluruh dunia.
Anak dipekerjakan secara ilegal di seluruh sektor industri dan sering dalam kondisi
‘sweatshop’ . Sweatshop didefinisikan sebagai suatu pelanggaran terhadap upah, jam,
dan hukum pekerja anak yang selayaknya hukum tersebut melindungi keamanan dan
kesehatan pekerja. Kondisi keamanan dan kesehatan pada ‘sweatshop’ sering
berbahaya.

Beberapa dekade yang lalu, UNICEF memutuskan bahwa pekerja anak dikatakan
eksploitatif jika melibatkan:
 Kerja waktu penuh pada umur yang masih muda
 Terlalu banyak waktu yang dihabiskan untuk bekerja
 Pekerjaan yang akan mencetuskan stress fisik, sosial, ataupun psikologis
 Bekerja dan hidup di jalan dengan kondisi yang buruk
 Bayaran yang tidak sesuai
 Terlalu banyak tanggung jawab
 Pekerjaan yang menghambat akses ke pendidikan
 Pekerjaan yang merendahkan martabat seorang anak dan harga dirinya, seperti
budak atau buruh terikat dan eksploitasi seksual
 Pekerjaan yang mengganggu perkembangan sosial dan psikologis.

2.3 Mengapa Anak Bekerja?


 Kemiskinan (lingkungan sosial dan ekonomi yang buruk) yang selalu menjadi
alasan mengapa seorang anak bekerja. Anak dari petani yang tidak memiliki
sawah atau orang tua yang tidak bekerja lagi beresiko tinggi, karena dengan
bekerja mereka dapat berkontribusi menambah pendapatan keluarga.
 Anak yang bekerja dalam kondisi eksploitatif dan berbahaya sering datang
dari kelompok populasi yang kurang beruntung dan sulit secara ekonomi,
termasuk rumah tangga yang dikepalai oleh seorang wanita, kasta rendah,
suku asli ataupun dari keluarga migran.
 Anak dalam lingkungan yang kolot, biasanya dalam situasi keluarga yang erat
dikirim bekerja oleh orang tuanya yang memikirkan bahwa bekerja adalah
bagian penting dalam perkembanganya dan sosialisasi.
 Pekerja anak juga secara umum kurang dalam mengenyam pendidikan.
Sekolah kemungkinan bukan merupakan jalan keluar dari kemiskinan.
Kualitas yang rendah dengan biaya tinggi dari layanan pendidikan yang
diberikan kepada masyarakat miskin, sehingga akhirnya banyak orang tua
mereka lebih memutuskan untuk memasukkan anak mereka ke pasar kerja
lebih awal, daripada bersekolah sebagai jalan terbaik untuk membuat anak
mereka menambah keahlian untuk masa depan.

2.4 Pekerjaan dan Kesehatan pada Anak


Banyak dari mereka yang mendukung argumen bahwa anak-anak harus
bekerja untuk selamat dari situasi tertentu sangat mempercayai bahwa dengan bekerja
dapat terjadi promosi kesehatan bagi anak-anak tersebut. Alasan mereka adalah:
ketika anak-anak menghasilkan gaji, gaji tersebut dapat digunakan untuk membeli
makanan, pakaian, dan sewaktu-waktu sebuah tempat tinggal, dan anak tersebut dapat
terlindungi dari berbagai bentuk masalah, misalnya berkelana di jalan. Dalam situasi
dimana anak merupakan satu-satunya sumber pendapatan, keluarga anak tersebut
dapat mendapatkan keuntungan dan dapat mendukung anggota keluarga yang lain.
Mereka beralasan bekerja dalam konteks ini dapat meningkatkan kesehatan baik anak
tersebut maupun keluarganya.

Konsekuensi dari pekerjaan berbahaya bagi kesehatan anak

Meskipun pernyataan diatas mungkin benar dalam beberapa situasi, sayangnya


beberapa penelitian menunjukkan banyak anak yang kehilangan kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan yang optimal, kurang berinteraksi dalam lingkungan sosial,
serta pertumbuhan fisik juga tidak terlalu baik. Review pada beberapa literatur dan
laporan-laporan menyatakan berikut beberapa konsekuensi dari pekerjaan berbahaya
pada kesehatan anak:
 Anak yang bekerja memiliki taraf kesehatan yang rendah bila dibandingkan
dengan anak yang tidak bekerja
 Malnutrisi adalah hal yang sering terjadi pada anak-anak yang bekerja
 Perkembangan psikososial yang buruk dari anak-anak yang bekerja
berdampak jangka panjang
 Kecelakaan sering terjadi pada anak-anak yang bekerja
 Anak yang bekerja dan tidak cocok dengan peralatan yang disediakan oleh
tempat kerja, sehingga tidak ergonomis
 Lingkungan kerja memberikan kesempatan untuk terpapar racun baik akut
maupun kronik.

Faktor yang berkontribusi terhadap bahaya pada anak

Anak-anak dipekerjakan pada beberapa pekerjaan dimana bahaya tidak jelas. Bahaya
ini dapat mempengaruhi keamanan dan kesehatan anak. Faktor yang terlibat dalam
bahaya pada anak meliputi:
 Pengaturan kerja tertentu (misalnya berpisah dengan keluarga, tinggal di
dalam lingkungan kerja)
 Pajanan terhadap bahaya spesifik dalam tugas (misalnya mengangkat beban
berat, bekerja di bawah tanah)
 Pajanan materi berbahaya seperti bahan kimia (baik industri maupun
pertanian), mesin berbahaya dan alat yang berbahaya
 Pajanan fisik berbahaya di lingkungan kerja, meliputi tingkat kebisingan,
pajanan radiasi, temperatur ekstrim.
 Pencahayaan yang buruk, agen kimiawi dan biologi berbahaya, postur saat
bekerja, dan terkena debu
 Kondisi kerja secara umum, termasuk jam kerja, upah, jumlah weekdays (per
minggu atau per bulan), jumlah istirahat dan rekreasi
 Tidak adanya pengukuran yang pasti tentang standar kesehatan dan keamanan
termasuk Alat Pelindung Diri (APD), kesejahteraan dan fasilitas kesehatan,
pertimbangan ergonomis, pertolongan pertama, fasilitas kesehatan reguler, dan
sistem perujukan
 Tidak adanya pengukuran keamanan lingkungan (seperti suplai air yang aman
dan toilet) dan akses buruk terhadap makanan
 Kurangnya perlindungan legislatif (dalam sektor informal, dalam kerja
domestik, dll)
 Pengawasan yang tidak adekuat
 Layanan inspeksi pekerja yang tidak adekuat.
2.5 Resiko pada Pekerja Anak
Resiko terhadap Perkembangan
Pekerjaan yang tidak berbahaya pada orang dewasa dapat menjadi sangat bahaya pada
anak-anak. Diantara aspek perkembangan anak yang dapat berbahaya akibat kerja
adalah:
 Perkembangan fisik: termasuk kesehatan secara menyeluruh, koordinasi,
kekuatan, penglihatan, dan pendengaran. Membawa beban berat atau duduk
dalam waktu yang terlalu lama dalam posisi yang tidak baik dapat
mempengaruhi pertumbuhan badan secara permanen. Kerja fisik berat dalam
periode tahun dapat membatasi pertumbuhan anak hingga 30% dari potensi
biologisnya, karena mereka menghabiskan tenaga yang harusnya
dipergunakan saat dewasa.
 Perkembangan kognitif: termasuk buta huruf, kemampuan menghitung, dan
perolehan ilmu wajib untuk kehidupan normal.
 Perkembangan emosional: termasuk harga diri, merasakan kasih sayang, dan
perasaan diterima.
 Perkembangan sosial dan moral: termasuk rasa akan identitas kelompok,
kemampuan bekerja sama dengan yang lain, dan kemampuan untuk
membedakan mana yang benar dan salah. Pekerja anak juga jarang bisa
bermain, yangmana hal ini penting untuk perkembangan yang normal.
Relaksasi dan kebebasan dari rasa lelah adalah hal wajib untuk tumbuh dan
belajar.

Resiko Cedera dan Kematian


Resiko cedera hampir 10x lipat lebih besar pada anak yang bekerja di kondisi ilegal
daripada mereka yang bekerja namun sesuai dengan hukum, contohnya:
 Laserasi
 Amputasi dan cedera ‘crush’ yang diakibatkan oleh mesin
 Kecelakaan kendaraan bermotor yang melibatkan kendaraan bertani di jalan
umum
 Sufokasi di ‘grain elevators’ dan ‘silos’
 Trauma tumpul akibat binatang besar, misalnya akibat di tendang oleh sapi.
Resiko Penyakit Kerja dan Keracunan
Anak-anak sangat rentan terkena beberapa masalah dan penyakit dan beresiko
tinggi dalam lingkungan kerja mereka karena masih minim pengalaman.

Lingkungan kerja memiliki banyak jenis bahaya seperti kimiawi, fisik,


biologis, dan ergonomis, misalnya, pajanan terhadap debu dapat menyebabkan
penyakit paru kronik. Pekerja anak juga kemungkinan akan terpapar dengan beberapa
racun di tempat kerja, misalnya formaldehid dan pewarna di industri garmen, pelarut
pada toko cat, pestisida di bidang pertanian, asbestos pada bangunan dan benzen pada
tempat pengisian minyak. Orang yang masih muda mungkin tidak memiliki informasi
atau ilmu mengenai bahaya ini dan terkadang bahkan jika memiliki informasi
sekalipun, mereka tidak berkeinginan untuk mengambil langkah demi melindungi diri
mereka sendiri.

Resiko Pendidikan
Pendidikan membantu perkembangan kognitif, emosional, dan sosial pada anak.
Intervensi dalam hal sekolah dapat memberikan konsekuensi serius pada pekerja
anak. Pekerja anak beresiko hanya memiliki sedikit waktu untuk pekerjaan rumah
mereka dan dapat terlalu kelelahan pada hari sekolah. Lingkungan sosial pada
pekerjaan terkadang merusak nilai pendidikan di mata anak-anak.

Kurangnya pendidikan menyebabkan anak memiliki prospek yang buruk dalam


pekerjaannya, tekanan untuk bertahan hidup malah akan menyebabkan anak tetap
bekerja dengan upah yang rendah.

2.6 Langkah Pencegahan dan Perlindungan


Langkah efektif untuk melindungi anak yang bekerja dari bahaya di
lingkungan kerja dimulai dari menekankan pada bahaya yang akan dihadapi oleh anak
tersebut. Memahami situasi adalah langkah vital yang pertama. Selanjutnya, adanya
keputusan politik yang kuat juga dibutuhkan untuk merumuskan kebijakan dan
program yang realistik untuk terminasi yang efektif dari praktek kerja bagi anak-anak.

Bagaimanapun, masalah kesehatan dari pekerja anak legal dapat dihindari


dengan menempatkan mereka pada pekerjaan yang sesuai, contohnya pencocokkan
kebutuhan kerja dengan kemampuan dan potensi dari individu. Tes kesehatan
sebelum penempatan juga dapat mencegah beberapa kesulitan, antara lain bakal
pekerja yang mungkin alergi terhadap beberapa bahan.

Anak muda yang bekerja harus dilindungi, sejauh mungkin, dari lingkungan
kerja yang berbahaya, antara lain seperti area dimana terdapat mesin yang bergerak
dengan cepat.

Tempat dimana terdapat bahan berbahaya, seperti debu timbal, pengawasan


terhadap konsentrasi beberapa bahan di udara, seperti halnya dalam darah dan urine
menjadi hal yang penting. Record keeping juga dapat digunakan untuk
mengindikasikan kesakitan dan banyaknya kejadian bolos kerja yang mungkin
berujung kepada kesulitan tertentu.

Promosi kesehatan di lingkungan kerja harus melibatkan pendidikan dalam


masalah yang lebih luas seperti pencegahan kecelakaan, nutrisi, lifestyle yang sehat,
dan lain-lain.

Tatalaksana awal dan rehabilitasi lanjut dari anak muda yang terkena cedera
dan penyakit, baik fisik maupun psikologis, harus diberikan.

Bagaimanapun, pencegahan terhadap injuri dan penyakit pada pekerja anak,


termasuk jenis kerja yang ilegal, membutuhkan aksi yang terkoordinasi di beberapa
area:
 Pendidikan yang lebih baik terhadap anak, orang tua, guru, dokter, dan
komunitas bisnis tentang bahaya pada pekerja anak.
 Metode diagnosis yang lebih baik: riwayat pekerjaan harus rutin dievaluasi
untuk trauma akut dan dapat digunakan dalam menilai anak dengan potensi
penyakit yang berhubungan dengan kerja, seperti cedera akibat gerakan
berulang atau keracunan organofosfat.
 Perkembangan data lebih baik untuk merumuskan pola dari pekerja anak:
sistem yang lebih baik juga dibutuhkan untuk pengawasan pola kerja (legal
dan ilegal) dari anak dan dewasa muda: jumlah mereka, umur, pola pegawai di
industri dan kerja dan jumlah jam serta hari kerja. Informasi ini akan
membantu usaha penegakkan hukum dan kecenderungan lajur dari pekerjaan
pada anak-anak.
 Perkembangan data yang lebih baik pada cedera terkait kerja pada anak dan
dewasa: pekerja harus melapor semua cedera pada anak dan dewasa yang
bekerja pada pemegang kewenagan kesehatan dan kerja.
 Penguatan dan peningkatan terhadap standar hukum bagi pekerja anak.
 Memastikan tempat utama anak bekerja dan bentuk terburuk dari pekerja anak
dicakup oleh hukum nasional.
 Memastikan hukum pekerjaan dan pendidikan nasional konsisten untuk
mengeleminasi ketidaksesuaian yang mungkin akan timbul antara umur
minimum yang dibutuhkan oleh hukum untuk bekerja dan yang diperbolehkan
untuk meninggalkan sekolah.
 Meningkatkan penyekolahan untuk orang tidak mampu: langkah paling efektif
untuk mencegah anak umur sekolah bekerja pada pekerjaan yang mungkin
dapat menimbulkan kekerasan yaitu dengan meningkatkan penyekolahan
sehingga akan menarik mereka.

2.7 Tugas untuk Trainee


1. Mendeskripsikan jenis utama pekerjaan anak di area kerja anda.
2. Menggolongkan tingkat pengetahuan dan sikap keluarga mereka dalam masalah
pekerja anak secara umum.
3. Meninjau data yang tersedia pada pekerja anak di level nasional dan
mendeskripsikan kelemahannya. Mendiskusikan jalan untuk memperluas sumber
dan kekuatan dari validitas data pada pekerja anak.
4. Merancang kuesioner riwayat kerja untuk pendekatan cedera yang terjadi pada
anak dan penyakit yang diduga terkait kerja.
5. Mendiskusikan hukum nasional dan standar yang berhubungan dengan pekerja
anak. Menyarankan jalan untuk meningkatkan kualitas dan penyelenggaraannya.
6. Mendiskusikan langkah pencegahan dan perlindungan yang dapat diterapkan pada
beberapa pekerjaan dimana anak bekerja secara legal.
7. Mendiskusikan peran sekolah yang mungkin berhadapan dengan masalah pekerja
anak; juga peran dari komunitas secara umum.

You might also like