Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
2.1 IDENTIFIKASI
Nama : Tn. H
Usia : 73 tahun
Tanggal lahir : 16 Juli 1945
Agama : Islam
Tanggal masuk : 02 Mei 2018, pukul 22.15 WIB
Unit : Instalasi Gawat Darurat
2
keringat dingin malam hari (-), penurunan berat badan (-), BAK tidak ada
keluhan, BAB tidak ada keluhan.
Riwayat Sosial
Riwayat merokok diakui pasien sejak usia 21 tahun dan merokok rata-rata 2
bungkus per hari namun selama batuk Os merokok 1 bungkus per hari. Os mulai
berhenti meroko sejak 5 hari SMRS. Aktivitas pasien sehari-hari tidak terbatas.
b. Tanda Vital
TD : 120/70 mmHg
HR : 96x/menit
RR : 29x/menit , SaO2 : 98%
3
Suhu : 36,5oC
c. Pemeriksaan Fisik
Kepala
Normocephali, warna rambut sebagian besar putih namun masih ada yang
berwarna hitam, penyebaran rambut merata, tidak mudah dicabut
Mata
Edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-), pupil
isokor (+/+), reflek cahaya normal,
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik,
tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping hidung (-
)
Telinga
Tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-), pendengaran baik.
Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (-), atrophi papil (-), hipertrofi
ginggiva (-), gusi berdarah (-), stomatitis (-), faring tidak ada kelainan.
Leher
Pembesaran kelenjar thyroid (-), JVP (5-2) cmH2O, pembesaran kelenjar getah
bening (-), kaku kuduk (-)
Dada
Bentuk dada barrel chest, diameter anteroposterior 16 cm, diameter transversal
28 cm, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-), spider nevi (-).
Paru
Inspeksi : Statis, dinamis simetris kanan dan kiri, Pursed - lips breathing, barrel
chest, sela iga melebar (+), otot bantu intercostal (+)
4
Palpasi : Stem fremitus sama kanan dan kiri melemah
Perkusi : Hipersonor pada lapangan paru kanan dan kiri.
Auskultasi: Vesikuler menurun pada paru kanan, ronkhi (-), wheezing (-).
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di Spasium Inter Costa V 2 cm medial Linea Mid
Clavicula Sinistra, kuat angkat (-), melebar (-), pulsasi parasternal (-),
pulsasi epigastrial (-), sternal lift (-)
Perkusi : Batas atas :Spasium Inter Costa II Lineaparasternal Sinistra
Batas kanan : Linea Parasternal Dextra
Batas kiri : Spasium Inter Costa V 2 cm medial Linea Mid
Clavicula Sinistra
Auskultasi: HR 96 x / menit, reguler, gallop sulit dinilai
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, NT (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi: BU (+) N
Ekstremitas atas:
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-), jaringan
parut (-), akral dingin (-), jari tabuh (-), turgor baik, clubbing finger (-), eritem
palmar (-).
Ekstremitas bawah:
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), nyeri otot tungkai
(-), edema pretibial (-), edema pedis (-), jaringan parut (-), lebam (-), turgor
kembali cepat.
5
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi (-), scar (-), ikterus pada kulit (-), sianosis (-),
spider nevi (-), pucat pada telapak tangan dan kaki (-), eritema palmar (-),
pertumbuhan rambut normal.
6
a. Pemeriksaan EKG
Interpretasi EKG
Irama Sinus rythm
QRS rate 96x/menit
Regularitas Regular
Axis Normoaksis
Interval PR 0,12s
Gelombang P normal
Kompleks QRS <0.12 s
ST Elevasi -
ST Depresi -
T inverse -
Q patologis -
VES -
Kesan : Normal
Pemeriksaan Radiologi ( Foto thorax PA,
tanggal 2 Mei 2018)
7
RESUME
± 1 bulan SMRS, os mengeluh batuk, dahak (+), warna putih, ± 1 sendok
makan setiap batuk, batuk berdarah (-). Demam (-), sesak (-), nyeri dada (-), mual (-),
muntah (-), nafsu makan biasa, BAB dan BAK biasa. Os merupakan perokok berat, 1
hari bisa menghabiskan 1-2 bungkus rokok.
± 10 hari SMRS, os mengeluh batuk berdahak semakin sering, dahak warna
putih, ± 1 sendok makan setiap batuk, sesak (+) tidak dipengaruhi oleh aktifitas, tidur
tidak menggukan bantal tinggi, tidak dipengaruhi cuaca, mengi (-). Demam (-),
keringat dingin malam hari (-), penurunan berat badan disangkal, nafsu makan (-),
BAK (+) lancar, BAB(+) lancar. Os masih merokok 1 hari 4 batang rokok.
± 1 hari SMRS os mengeluh sesak napas semakin memberat, mengi(-). Sesak
napas tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca, dan emosi. Sesak napas tidak berkurang
saat istirahat. Batuk (+), dahak warna putih ± 2 sendok makan setiap batuk . Nyeri
dada (+) di dada kanan seperti ditusuk setiap os batuk. Nyeri dada tidak menjalar ke
tempat lain. Mual (-), muntah (-), penurunan nafsu makan (-), keringat dingin malam
hari (-), penurunan berat badan (-), BAK tidak ada keluhan, BAB tidak ada keluhan.
Riwayat darah tinggi disangkal, kencing manis disangkal. Riwayat penyakit
asma disangkal. Riwayat minum obat selama 6 bulan disangkal. Riwayat merokok
(+) sejak umur 21 tahun, 2 bungkus/hari. Os berhenti merokok sejak 5 hari SMRS.
Riwayat Penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan os tampak sakit sedang dengan
kesadaran compos mentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 96 x/menit,
pernapasan 29 x/menit, temperatur 36,9°C, status gizi kurang. Pada pemeriksaan
paru, inspeksi Statis, dinamis simetris kanan sama dengan kiri, barrel chest, dan sela
iga yang melebar, pursed lips breathing dengan palpasi stem fremitus thorak kanan
dan kiri melemah, perkusi dada didapatkan hipersonor pada lapangan paru kanan dan
kiri. Pada auskultasi, Vesikuler menurun pada paru kanan.
Pemeriksaan penunjang :
Laboratorium : tidak terdapat peningkatan nilai leukosit dan dalam batas
normal.
EKG : Normo sinus
8
.
DIAGNOSIS KERJA
PPOK eksaserbasi akut
DIAGNOSIS BANDING
Asma Bronkial
Tuberkulosis
Congestif heart failure
Bronkiektasis
TATALAKSANA
a. Non medikamentosa
O22-4 L/menit
Tirah baring
Edukasi : pengendalian Faktor risiko
Konsul Sp.P
Konsul Sp.GK
b. Medikamentosa
• Aminofilin + Nacl 500cc/ 8jam
• Metyl Prednison 2x 125mg IV
• Nebul meptin mini/ 4jam
• Nebul Flexotide/ 8jam
• Ceftriaxone 2x1gr IV
• GG 3x100mg PO
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Spirometri
BTA I,II,III
Kultur sputum
Sitologi sputum
Bronkoskopi
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
9
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Paru-paru adalah salah satu organ sistem pernapasan yang berada di dalam
kantong yang dibentuk oleh pleura perietalis dan pleura viseralis. Kedua paru-
paru sangat lunak, elastis, sifatnya ringan terapung di dalam air, dan berada dalam
rongga torak.
Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul dan menjorok
keatas kira-kira 2,5 cm di atas klavikula. Fasies kostalis yang berbentuk konveks
berhubungan dengan dinding dada sedangkan fasies mediastinalis yang berbentuk
konkaf membentuk pericardium. Pada pertengahan permukaan paru kiri terdapat
hilus pulmonalis yaitu lekukan di mana bronkus, pembuluh darah, dan saraf
masuk ke paru-paru membentuk radiks pulmonalis.2,8
a. Apeks pulmo
Berbentuk bundar menonjol ke arah dasar yang melebar melewati apartura
torasis superior 2,5-4 cm di atas ujung iga pertama.
b. Basis pulmo
10
11
11
12
Fisiologi Paru1
Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan
membuang karbondioksida ke lingkungan. Dalam mengambil nafas ke dalam
tubuh dan membuang napas ke udara dilakukan dengan dua cara pernapasan,
yaitu:
Respirasi / Pernapasan Dada
Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang
rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antar tulang rusuk
sehingga rongga dada membesar.
2. Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot
antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang
rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil.
Otot-otot yang digunakan ketika bernapas yaitu:
a. Otot yang Digunakan Saat Inspirasi
Kontraksi diafragma
Kontraksi otot eksternal
Kontraksi otot aksesori, seperti sternocleidomastoid, serratus anterior,
pectoralis minor, dan otot scalens.
b. Otot yang Digunakan Saat ekpirasi
Otot internal inetrkostal dan transversus thoracis.
Otot abdominal, termasuk oblique internal dan eksternal, tranversus
abdominis dan otot rectus abdominis, dapat membantu otot internal
interkostal saat ekshalasi.
3.2 Definisi
COPD atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat
dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan,
yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual.
Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam
saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya
12
13
disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas
berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini
dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi
dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.3
3.3 Prevalensi
Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat
mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan
119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK
menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakti
serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai $24 milyar
per tahunnya. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi
PPOK akan meningkat. Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya
akan meningkat dari ke duabelas menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian
akan meningkat dari ke enam menjadi ke tiga. Berdasarkan survey kesehatan
rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial
menduduki peringkat ke enam. Merok merupakan farktor risiko terpenting
penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor
genetik dan lain-lainnya.
3.4. Etiologi
Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari
partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika kita
mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang
berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan.
Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan
kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah
dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut.1
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting
dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai
13
14
adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari
protease serin.3
Faktor resiko COPD bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-
partikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya :4
Asap rokok
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala
respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari
pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung
pada “dosis merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok,
jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut
merokok. Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat
mengalami gejala-gejala respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikel-
partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru
“terbakar”. Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor
resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-
paru dan perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga
dapat mengganggu sistem imun dari janin tersebut.
Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)
Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan.
Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu
bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk
memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga
IAP memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar
ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor. IAP diperkirakan
membunuh 2 juta wanita dan anak-anak setiap tahunnya.
Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu
jalanan.
Infeksi saluran nafas berulang
Jenis kelamin
Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita.
Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi
14
15
dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini
dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena
COPD dibandingkan perokok pria.
Status sosio ekonomi dan status nutrisi
Asma
Usia. Onset usia dari COPD ini adalah pertengahan
3.5. Patogenesis
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari
COPD ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang
perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu,
silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia
ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan
mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus
berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan
menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan
pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat
mukus yang kental dan adanya peradangan.4
Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif
merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran
udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps
terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan
(recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi
recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara
kolaps.4
Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien COPD,
yakni : peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag
15
16
3.6 Klasifikasi
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat :4
1. Derajat I: COPD ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran
udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini,
orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
2. Derajat II: COPD sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% <
VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam
tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas
yang dialaminya.
3. Derajat III: COPD berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin
memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak
nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi
yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.
4. Derajat IV: COPD sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 <
30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas
kronik dan gagal jantung kanan.
16
17
Pasien dikatakan “low risk” jika hasil spirometri GOLD 1 atau 2. Pasien
dikatakan “high risk” jika hasil spirometri GOLD 3 atau 4.
3. Resiko eksaserbasi
Pasien dikatakn “low risk” jika eksaserbasi terjadi sebanyak ≤ 1 kali
dalam setahun dan tidak ada rawat inap saat eksaserbasi. Pasien
dikatakan “high risk” jika eksaserbasi ≥ 2 kali dalam setahun dan ≥ 1 kali
rawat inap.
4. Komorbid
Komorbid antara lain penyakit kardiovaskular, osteoporosis, depresi,
Kanker paru, sindrom metabolik dan diabetes. Komrobid perlu ditangani.
Komorbid ini menurunan status kesehatan pada pasien PPOK.
Hasil dari penilaian beberapa aspek diatas digabungkan untuk
menentukan pasien dikategorikan ke dalam PPOK grup A, B, C atau D.
Dalam menentukan resiko (low risk atau high risk), dipilih salah satu yang
tertinggi/terparah dari skor GOLD spirometri atau eksaserbasi. Satu atau
lebih rawat inap saat eksaserbasi masuk ke dalam “high risk”.3
17
18
3.7 Diagnosa
Penderita COPD akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas,
batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan COPD
ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dapat ditegakkan dengan cara :1
1. Anamnesis
Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit
sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di
RS sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll.
2. Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya :
Pernafasan pursed lips
Takipnea
Dada emfisematous atu barrel chest
Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater
Pelebaran sela iga
Hipertropi otot bantu nafas
Bunyi nafas vesikuler melemah
Ekspirasi memanjang
Ronki kering atau wheezing
Bunyi jantung jauh
3. Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan:
18
19
Hiperinflasi
Hiperlusen
Diafragma mendatar
Corakan bronkovaskuler meningkat
Bulla
Jantung pendulum
4. Uji Spirometri, yang merupakan diagnosis pasti, dijumpai :
VEP1 < KVP < 70%
Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : VEP1 paska bronkodilator
< 80% prediksi
5. Uji Coba kortikosteroid
6. Analisis gas darah
Semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi
Secara klinis diperkirakan gagal nafas atau payah jantung kanan
19
20
3.9. Penatalaksanaan
Adapun tujuan dari penatalaksanaan COPD ini adalah :1
Mencegah progesifitas penyakit
Mengurangi gejala
Meningkatkan toleransi latihan
Mencegah dan mengobati komplikasi
Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang
Mencegah atau meminimalkan efek samping obat
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
Meningkatkan kualitas hidup penderita
Menurunkan angka kematian
20
21
21
22
22
23
- PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV)
- Eksaserbasi akut
c. Obat-obat tambahan lain
Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol,
karbosistein, gliserol iodida
Antioksidan : N-Asetil-sistein
Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak
rutin
Antitusif : tidak rutin
Vaksinasi : influenza, pneumokokus
Terapi Non-Farmakologis
a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan
pernapasan, rehabilitasi psikososial
b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK
derajat IV, AGD=
PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa
hiperkapnia
PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi
pulmonal, edema perifer karena gagal jantung, polisitemia
Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen
harus dipantau secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK
terjadi hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi
kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan
normal berespons terhadap karbon dioksida. Maka yang
menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya
konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus
merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang relatif
kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan
muatan apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk
bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya
23
24
c. Nutrisi
d. Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki
fungís paru atau gerakan mekanik paru)
24
25
terapi berulang
pemeliharaan
b. LABA
c. Simptomatik
2. Rehabilitasi
Derajat IV VEP1 / KVP < 70%; 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih
(PPOK VEP1 < 30% prediksi bronkodilator:
sangat atau gagal nafas atau a. Antikolinergik kerja lama sebagai
berat) gagal jantung kanan terapi pemeliharaan
b. LABA
c. Pengobatan komplikasi
d. Kortikosteroid inhalasi bila
memberikan respons klinis atau
eksaserbasi berulang
2. Rehabilitasi
3. Terapi oksigen jangka panjang bila
gagal nafas
pertimbangkan terapi bedah
25
26
26
27
27
28
28
29
29
30
30
31
31
32
32
33
33
34
Gejala eksaserbasi :
- Sesak bertambah
- Produksi sputum meningkat
- Perubahan warna sputum
34
35
35
36
36
37
BAB IV
ANALISIS KASUS
37
38
38
39
39
40
DAFTAR PUSTAKA
40