You are on page 1of 60

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan dan Sasaran
Tujuan dan sasaran dari proposal ini adalah :
1.2.1 Tujuan
1.2.1.1 Aspek Kebijakan
1.2.1.2 Aspek Fisik
1.2.1.3 Aspek Tata Guna Lahan
1.2.1.4 Aspek Kependudukan
1.2.1.5 Teori Aspek Ekonomi
1.2.1.6 Aspek Sarana dan Prasarana
1.2.1.7 Aspek Transportasi

1.2.2 Sasaran
1.2.2.1 Aspek Kebijakan
1.2.2.2 Aspek Fisik
1.2.2.3 Aspek Tata Guna Lahan
1.2.2.4 Aspek Kependudukan
1.2.2.5 Teori Aspek Ekonomi
1.2.2.6 Aspek Sarana dan Prasarana
1.2.2.7 Aspek Transportasi

1.3 Ruang Lingkup


1.4 Sistematika Pembahasan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Kebijakan

2.2 Tinjauan Teori


2.2.1 Pengertian Wilayah
Wilayah menurut Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 bahwa Wilayah
adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait
kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan
atau aspek fungsional, suatau wilayah juga merupakan unit geografis dengan batas-
batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain
saling berinteraksi secara fungsional. Batasan suatu wilayah tidaklah selalu bersifat
fisik dan pasti, tetapi seringkali bersifat dinamis dan komponen – komponen wilayah
mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta
bentuk-bentuk kelembagaan, jadi wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan
sumberdaya – sumberdaya lainya yang ada di dalam suatu batasan unit gografis
tertentu.
Berdasarkan geografis, nodality dan planning, wilayah dapat diartikan sebagai
berikut:
 Secara Geografis, wilayah adalah kawasan yang homogen yang mempunyai
kegiatan sama, contoh : pertanian.
 Secara Nodality, wilayah adalah adanya pusat yang berhubungan atau berkaitan
 Berdasarkan Planning, konsep wilayah dalam planning adalah dinamis (berubah
setiap waktu/ berkembang).

Sedangkan menurut Glason, 1974 Wilayah diklasifikasikan berdasarkan fase


kemajuan perekonomian menjadi :
 fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan
keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik
yang seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi,
ekonomi, sosial dan politik.
 fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan
interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam
wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan
terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara
fungsional saling berkaitan.
 fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau
kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.

Suatu wilayah dapat dibedakan berdasarkan kategori sebagai berikut:


 Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan, seperti Kabupaten/Kota,
Kecamatan, Desa/Kelurahan dan Dusun/Lingkungan.
 Berdasarkan kesamaan kondisi, yang paling umum adalah kesamaan kondisi
fisik.
 Berdasarkan ruang lingkup pengaruh ekonomi. Perlu ditetapkan terlebih dahulu
beberapa pusat pertumbuhan yang kira-kira sama besarnya, kemudian
ditetapkan batas-batas pengaruh dari setiap pusat pertumbuhan.
 Berdasarkan wilayah perencanaan/program. Dalam hal ini, ditetapkan batas-
batas wilayah ataupun daerah-daerah yang terkena suatu program atau proyek
dimana wilayah tersebut termasuk dalam suatu perencanaan untuk tujuan
khusus.

Jadi suatu wilayah itu terdiri dari pusat – pusat yang saling terhubung dan
berkaitan membentuk suatu system, pusat- pusat tersebut membentuk kawasan yang
bersifat homogen, maka di sebut sebagai wilayah.

2.2.2 Perencanaan Wilayah


Menurut Undang – undang nomor 26 Tahun 2007 Perencanaan Wilayah
merupakan Penentapan langkah yang digunakan untuk wilayah tertentu sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan. Langkah tersebut antara lain menetapkan tujuan,
memperkirakan kondisi masa depan, memperkirakan kemungkinan masalah yang akan
terjadi, menetapkan lokasi kegiatan. Jadi perencanaan Wilayah merupakan proses
merumuskan, menginformasikan serta mengimplementasikan apa yang sudah di
rencanakan dan memiliki tujuan pembangunan dalam skala supra urban atau ruang
yang cakupannya lebih luas dari pada kota.
Dalam upaya pengembangan wilayah menurut Chaprin yakni memiliki tiga
tujuan pokok diantaranya meminimalkan konflik kepentingan antar sektor,
meningkatkan kemajuan sektoral dan membawa kemajuan bagi masyarakat secara
keseluruhan. Dalam pengembangannya dibutuhkan suatu proses perencanaan
pembangunan, proses perencanaan pembangunan disini ialah melakukan perubahan
menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat,
pemerintah, dan lingkungannya dalam wilayah tertentu, dengan memanfaatkan atau
mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang
bersifat menyeluruh, lengkap, tetap berpegang pada azas prioritas (Riyadi dan
Bratakusumah, 2003).
Perencanaan wilayah dibutuhkan dikarenakan di Indonesia memiliki kondisi
wilayah yang berbeda – beda dan harus di rencanakan supaya nantinya dapat
mengoptimalkan semua potensi yang ada di setiap daerah yang dapat meningkatkan
ekonomi suatu wilayah tersebut dan juga. Dan perencanaan wilayah memiliki tujuan:
 Pendayagunaan sumber daya alam secara optimal melalui pengembangan
ekonomi lokal
 Mengurangi kesenjangan antar wilayah (regional imbalances)
 Sustainable Development atau bagai mana sumber daya dimanfaatkan secara
berkelanjutan dan juga lestari pada masa yang akan datang
 Mempertahankan pendapatan dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi
 Mengembangkan daerah-daerah terbelakang sesuai dengan potensinya
 Merangsang pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur.
Perencanaan wilayah ini bukan penjumlahan dari perencanaan sektoral.
Perencanaan wilayah tidak berangkat dari perencanaan sektoral, melainkan merupakan
issue wilayah, ciri utama perencanaan wilayah yaitu sifatnya yang komprehensif;
terdiri atas berbagai sektor, serta mempertimbangkan dan memadukan
(mengintegrasikan) sektor dan subwilayah yang tercakup dalam wilayah rencana.
 Perencanaan Wilayah
Merupakan perencanaan mempunyai perspektif Global keterkaitan antarsektor
dan dampak – dampak yang akan timbul, bertujuan mengembangkan keseluruhan
sektor sebagai satu kesatuan agar optimum, yang mungkin saja satu sektor harus
mengalah untuk pelaksanaan perencanaan wilayah. Kepentingan perencanaan wilayah
adalah untuk seluruh wilayah dan bersifat integral/komprehensif.

 Perencanaan Sektoral

Pada dasarnya bahwa sektor dikembangkan secara optimal, dan memiliki


perspetif satu sektor berada dibawah tanggung jawab Departemen/Dinas. Kadang-
kadang sektor dikembangkan untuk kepentingan wilayah, misalnya sektor industri
dikembangkan untuk memajukan perekonomian suatu wilayah.
Pembagian wilayah di bagi menjadi 3 berdasarkan homogenitas, batas
administrasi, hubungan antar pusat yang diartikan sebagi berikut:
 Homogenitas  Wilayah homogen, yaitu suatu kawasan yang memiliki
kesamaan. Misalnya, dalam hal topografi, perekonomian. Kawasan seperti ini
dapat disebut sebagai satu wilayah.
 Batas Administrasi  Wilayah administrasi, yaitu satu kawasan yang memiliki
batas administrasi yang sama, dapat disebut sebagai satu wilayah.
 Hubungan antar pusat :
Wilayah nodal  interdependensi/fungsional, yaitu suatu wilayah yang
ditentukan oleh node/titik/pusat.
 Pusat-pusat yang saling terhubung dan berkaitan, membentuk sistem
dalam hubungan interregional yang heterogen.
 Misalnya, wilayah fungsional JABODETABEK, jika dilihat dalam
batasan masyarakat yang setiap hari pergi dan pulang.

2.2.3 Teori Pertumbuhan Wilayah


Teori pertumbuhan regional merupakan salah satu indikator utama dalam
pembangunan ekonomi suatu negara atau wilayah dan mempunyai implikasi dalam
berbagai kebijakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan itu sendiri adalah proses-
proses peningkatan output perkapita dalam jangka panjang.

1. Teori Neo Klasik


Teori Neo Klasik atau sering disebut juga teori pertumbuhan Solow
menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi bergantung pada pertumbuhan faktor-
faktor produksi (jumlah penduduk, tenaga kerja, akumulasi kapital) dan tingkat
kemajuan teknologi. Model pertumbuhan ini menunjukkan bagaimana tabungan,
pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi mempengaruhi output
perekonomian serta pertumbuhannya sepanjang waktu.
Menurut Neo-Klasik tingkat bunga dan tingkat pendapatan menentukan
tingginya tingkat tabungan. Pada tingkat teknik tertentu, tingkat bunga akan
menentukan tingginya tingkat investasi. Jika tingkat bunga rendah, maka investasi akan
tinggi, dan demikian pula sebaliknya h. Sebagai akibat adanya investasi yang
bertambah maka tingkat bunga naik yang pada gilirannya akan menaikkan jumlah
tabungan. Apabila permintaan terhadap investasi berkurang maka tingkat bunga turun
dan harga barang- barang kapital kembali turun, hasrat menabung turun. Pada tingkat
perkembangan ini, akumulasi modal berakhir, dan perekonomian statis atau tidak
mengalami perkembangan (Suryana, 2000).
Dasar Teori Neo-Klasik untuk pertumbuhan antar wilayah menurut Harry W.
Richadson, dalam Regional & Urban Economics adalah :
 Investasi adalah pendorong perkembangan wilayah;
 Investasi memilih tempat yang memberikan pengembalian modal tertinggi;
 Region terbuka model interregional;
 Upah merupakan fungsi invers dari ratio K/L;
 Upah tinggi menunjukkan pengembangan modal yang rendah;
 Pengembalian modal yang tinggi didapat di wilayah yang upahnya rendah;
 Terjadi aliran modal dari wilayah kaya ke wilayah miskin dan aliran buruh dari
wilayah miskin ke wilayah kaya.
2. Teori Keynesian
Model pertumbuhan Keynes adalah mengenai keseimbangan pertumbuhan
ekonomi dalam perspektif jangka panjang dengan melihat pengaruh dari investasi ,baik
pada permintaan agregat maupun pada perluasan kapasitas produksi atau penawaran
agregat ,yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Konsumsi
yang dilakukan oleh satu orang dalam perekonomian akan menjadi pendapatan untuk
orang lain pada perekonomian yang sama. Sehingga apabila seorang membelanjakan
uangnya, ia membantu meningkatkan pendapatan orang lain. Siklus ini terus berlanjut
dan membuat perekonomian dapat berjalan secara normal. Ketika Great Depression
melanda, masyarakat secara alami bereaksi dengan menahan belanja dan cenderung
menimbun uangnya. Sehingga mengakibatkan berhentinya siklus perputaran uang dan
selanjutnya membuat perekonomian lumpuh. Solusi dari teori Keynes untuk
menerobos hambatan pereknomian ini adalah dengan campur tangan dari sektor publik
dan pemerintah.

3. Teori Pentahapan
Wilayah dapat tumbuh melalui tahapan – tahapan dan berkembang secara
linear. Tahap – tahap pertumbuhan ekonomi menurut Rostov, terdiri dari 5 tahapn
yaitu:
1) Tahap Masyarakat Tradisional (the traditional society)
Rostov mengartikan bahwa masyarakat yang:
A. Struktur fungsi produksi yang terbatas, cara-cara memproduksi yang relatif
primitif dan sikap serta cara hidup masyarakat sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai
yang dicetuskan pemikiran yang irasional (tidak rasioanal), tetapi oleh kebiasaan
yang secara turun temurun yang biasa dilakukan.
B. Tingkat produksi perkapita dan tingkat produktivitas perkapita masih sangat
terbatas, oleh sebab itu sabagian besar dari sumber-sumber daya ekonomi
masyarakat di gunakan untuk kegiatan dalam sektor pertanian. Dalam sektor ini
struktur sosialnya sangat bersifat herarkis, sehingga mobilitas secara vertikal
dalam masyarakat sedikit sekali.
C. Kegiatan politik dan pemerintahan di daerah-daerah di pegang oleh tuan-tuan
tanah yang berkuasa, kebijakan-kebijakan dari pemerintah pusat selalu
dipengaruhi oleh pandangan tuan-tuan tanah di berbagai daerah tersebut.
2) Tahap Lepas Landas(the precondition for take off)
Rostov mendefinisikan tahap prasyarat lepas landas sebagai suatu masa transisi
pada saat masyarakat mempersiapkan dirinya, ataupun dipersiapkan dari luar untuk
pertumbuhan yang mempunyai kekuatan untuk terus berkembang (self-sustain
growth); Pada tahap ini dan sesudahnya ekonomi akan berlaku secara otonomi.
3) Tahap Lepas Landas (take off)
Tahap lepas landas ini adalah suatu tahap interval dimana tahap masyarakat
tradisional dan tahap prasyarat untuk lepas landas telah dilewati. Pada periode ini,
beberapa penghalang pertumbuhan dihilangkan dan tekanan-tekanan yang
menimbulkan kemajuan ekonomi diperluas dan dikembangkan, serta mendominasi
masyarakat sehingga menyebabkan efektifitas dan meningkatkan tabungan
masyarakat.
4) Gerakan ke Arah Kedewasaan(the drive of maturity)
Gerakan kearah kedewasaan diartikan sebagai suatu periode ketika masyarakat
secara efektif menerapkan teknologi modern dalam mengolah sebagaian besar faktor-
faktor produksi dan kekayaan alamnya. Kedawasaan adalah tingkat dimana suatu
perekonomian menunjukkan kapasitas untuk bergerak melampaui industri-industri
dasar yang telah memeberikan kekuatan kepada periode take off untuk menyerap serta
menerapkan secara efisien hasil perkembangan teknologi modern. Pada tahap ini 10%
– 20% dari jumlah Pendapatan Nasional, di investasikan secara tetap,
hingga output tetap lebih besar daripada tingkat perumbuhan penduduk.
5) Masa Konsumsi Tinggi (the age of high mass consumption)
Pada masa ini perhatian masyarakat mengarah kepada masalah – masalah yang
berkaitan dengan konsumsi dan kesejateraan masyarakat dan bukan lagi kepada
masalah produksi. Leading sector bergerak kea rah barang-barang konsumsi tahan
lama serta jasa-jasa.

4. Teori Unbalance Growth


Wilayah hanya bisa berkembang bila didukung oleh pertumbuhan yang tidak
seimbang. Hal ini dikarenakan tidak seluruh wilayah bisa dikembangkan, sehingga
investasi tidak mungkin ditanam secara merata tetapi harus pada sektor-sektor
unggulan,
Terdapat 2 mekanisme yang mendorong teori ini , yaitu trickle down/ spread
effect dan backwash effect. Dampak negatif dari teori ini adalah timbulnya
ketimpangan regional, ketimpangan ini akan semakin meningkat sampai suatu titik
dimana ketimpangan mulai menurun kembali (Williamson).

5. Teori Economic Base


Teori economic base merupakan teori yang berorientasi pada ekspor. Artinya
dalam pegembangan suatu wilayah, kegiatan ekspor dijadikan sebagai orientasi untuk
memajukan perekonomian wilayah tersebut. Orientasi ini tidak hanya pada sektor
industri, tetapi juga harus mengembangkan pada sektor yang lain. Hal ini dikarenakan
sektor industri tidak selalu memberikan dampak positif. Teori economic base
menekankan pada multiplier effect yang ditimbulkan dari sektor ekonomi basis kepada
sektor ekonomi lain (ekonomi non-basis) pada wilayah belakang (hinterland).

6. Teori New International Division of Labour


Teori ini menjelaskan bahwa proses perpindahan lokasi kegiatan produksi
sektor-sektor industri tertentu dari negara-negara “pusat” ke negara-negara “pinggiran”
yang kemudian tumbuh menjadi pusat-pusat (industri) baru. Biasanya negara pusat
akan mengalami keuntungan yang lebih besar karena keuntungan di negara pinggiran
akan mengalir ke negara pusat.
Industri yang dipindahkan merupakan industri yang berteknologi rendah,
karena industri tersebut memerlukan buruh yang banyak, serta kadang-kadang juga
yang polutif ke negara-negara yang mempunyai upah buruh rendah dan ketrampilan
teknologi yang tidak terlalu tinggi. Syarat dari negara penerima industri tersebut :
ongkos buruhnya murah dan penurut, misal tidak suka mogok, tidak menuntut hak, dsb.

7. Teori Humanitarian
Teori ini menjelaskan bahwa suatu wilayah dapat tumbuh dan berkembang jika
masyarakat sejahtera, sehingga kemiskinan akan semakin berkurang. Konsep
pengembangan yang digunakan adalah :
 Pengembangan kebutuhan dasar;
 Penyediaan bahan pangan, keamanan, lapangan kerja, dan perumahan
•Investasi dialokasikan pada proyek padat karya;
 Penciptaan kerangka yang self reliant (mandiri);
 Kerangka nasional & internasional yang self - reliant , melalui pembentukan
tata internasional ekonomi baru antara negara maju dan berkembang misal :
bantuan asing, dll;
 Pengembangan yang seimbang antara industrialisasi & mempertahankan
kegiatan ekonomi lokal.

8. Teori Dependensi
Interaksi antara wilayah periphery (terbelakang) dengan negara maju
menyebabkan wilayah periphery bergantung pada negara maju. Menurut Theotonio
Dos Santos, Dependensi (ketergantungan) adalah keadaan dimana kehidupan ekonomi
negara–negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan
ekonomi negara–negara lain, di mana negara–negara tertentu ini hanya berperan
sebagai penerima akibat saja. Teori ini menekankan bahwa aspek eksternal dari
pembangunan menjadi penting. Negara-negara yang ekonominya lebih kuat, bukan
saja menghambat karena menang dalam bersaing, tetapi juga ikut campur dalam
mengubah struktur sosial, politik, dan ekonomi negara yang lebih lemah. Hal ini
mengakibatkan negara yang lebih lemah tidak mampu untuk mengontrol sumber
dayanya.

2.2.4 Teori Perkembangan Wilayah


Berdasarkan teori pengembangan, ada tiga konsep tentang teori tersebut, yaitu
pembangunan dari atas (Development from above), Pembangunan dari bawah
(Development from bellow) dan Pengembangan Ekonomi Lokal (Local Economic
Development)

A. Development from above (DFA)


Konsep pengembangan wilayah dari atas (DFA) paling banyak digunakan baik
secara ekonomis maupun praktek. Tujuan dari strategi ini adalah pembangunan pada
sektor-sektor utama (terpilih) pada lokasi tertentu sehingga akan menyebarkan
kemajuan keseluruh bagian wilayah.
Secara umum terdapat 5 (lima) pemikiran yang paling banyak memberikan
pengaruh pada teori-teori pengembangan/pembangunan dari atas (Hansen dalam
Ma’arif 2000: 4), yaitu :
1. Polarization and Trickling Down Effect, yang dikemukakan oleh Hirschman.
2. Backwash effect dan spread effect (Gunnar Mydral, 1957)
3. Konsep kutub pertumbuhan (growth pole ; Perroux, 1955)
4. Konsep pusat pertumbuhan (growth centre : Boudeville)
5. Konsep integrasi ruang ekonomi (centre – periphery : J. Friedman, 1966)
B. Development from bellow (DFB)
Konsep pengembangan wilayah dari bawah (DFB) adalah suatu proses
pembangunan yang menyeluruh dari berbagai kesempatan yang ada untuk individu,
kelompok sosial dan kelompok masyarakat secara teritorial pada skala menengah dan
kecil, memobilisasi sepenuhnya kemampuan dan sumber daya yang ada untuk
memperoleh keuntungan bersama dalam ekonomi, sosial dan politik.
Konsep pengembangan dari bawah merupakan kebalikan dari konsep
pengembangan wilayah dari atas. Ada beberapa pendapat mengenai upaya pendekatan
model pengembangan wilayah dari bawah (Ma’arif 2000: 13-15), yaitu:
1. Efektif spasial closure (Stohr dan Todling, 1978)
2. Territoriality (Friedman dan Weaver, 1979)
3. Teori pengembangan agropolitan

Konsep-konsep pengembangan ini dapat diadopsi untuk perencanaan pusat


pelayanan, dengan pendekatan node (titik) berupa kota-kota yang berinteraksi dengan
skala pelayanan transportasi dengan fungsi-fungsi yang telah diidentifikasikan
sebelumnya sesuai dengan potensi wilayah.
Timbulnya konsep pusat pelayanan dan daerah belakang karena beberapa asumsi
dan kebutuhan. Ada beberapa asumsi konsep-konsep pusat pelayanan (Budiharsono,
2001: 13), yaitu:

1. Penduduk didistribusikan pada beragam ukuran permukiman


2. Mereka mempunyai kebutuhan biofisik sama baiknya dengan kebutuhan sosial
ekonomi
3. Mereka menggunakan sumber daya alam dan manusia seperti barang-barang
dan jasa untuk kebutuhan mereka
4. Mereka membentuk pemukiman dalam bentuk rumah, desa dan kota serta
memutuskan untuk tinggal bersama selama masih tersedia sumber daya yang
dibutuhkan
5. Mereka menggunakan sumber daya untuk kebutuhan dasar yang dibatasi atau
keinginan terbatas
6. Mereka berpindah ke tempat lain untuk mencari kebutuhan yang tidak terdapat
di tempat mereka.

Pusat dan wilayah belakang merupakan suatu wilayah nodal yang mempunyai
hubungan yang bersifat simbiotik dan mempunyai fungsi yang spesifik sehingga
keduanya tergantung secara internal. Fungsinya berupa, pusat permukiman, pelayanan,
industri, perdagangan, sedangkan untuk wilayah belakang berfungsi sebagai; penyedia
barang dasar, daerah pemasaran dan pusat pertanian. Dan wilayah tersebut mempunyai
hierarki, berdasarkan jumlah penduduk, jumlah fasilitas dan jumlah fasilitas pelayanan.

C. Local Economic Development (LED)


Menurut International Labour Organization (ILO) Konsep pengembangan
ekonomi lokal (PEL) adalah proses partisipatif yang mendorong kemitraan antara
dunia usaha dan pemerintah dan masyarakat pada wilayah tertentu, yang
memungkinkan kerjasama dalam perancangan dan pelaksanaan strategi pembangunan
secara umum, dengan menggunakan sumber daya local dan keuntungan kompetitif
dalam konteks global, dengan tujuan akhir menciptakan lapangan pekerjaan yang layak
dan merangsang kegiatan ekonomi.
Menurut Maliza dan Feser (1999) ada 10 teori local economic development
(LED) yaitu:

1. Economic Bases Theory


2. Staple Theory
3. Sector Theory
4. Growth Pole Theory
5. Regional Concentration and Diffusion Theory
6. Newclasiccal Growth Theory
7. Interregional Trade Theory
8. Product Cyrcle Theory
9. Enterprenership Theory
10. Flexible Specialization Theory

Untuk mewujudkan konsep ini didalam pengembangan suatu wilayah maka


harus memaksimalkan beberapa ketentuan. Yaitu:

1. Memaksimalkan kekuatan lokal tanpa mengabaikan perkembangan global.


2. Memaksimalkan kerjasama modal dan pemerintah lokal yang bersifat
Enterpreneur termasuk dalam Perencanaan wilayah dan kota.
3. Pemerintah lokal harus melakukan promosi aktif untuk perkembangan ekonomi
4. LED menitik beratkan proses dengan dengan suatu produk tertentu.
5. Wilayah LED harus dinyatakan secara spesifik sebagai economic zone
6. Menekankan pada peningkatan Quality of life
7. Penekanan pada Software atau keterampilan bukan Hardware.

Tujuan konsep ini dalam pengembangan wilayah antar lain sebagai berikut:

1. Meningkatkan jumlah dan jenis kesempatan kerja yang tersedia bagi


masyarakat dengan menyesuaikan kemampan pendidikan dan eterampilan
SDM dengan jenis pekerjaan.
2. Pengembangan ekonomi melalui peningkatan kepasitas pelaku dan
kelembagaan daerah, menempatkan masyarakan dan institusi sebagai pelaku
utama dalam pembangunan.
3. Reformasi kebijakan-kebijakan ekonomi di pusat-pusat dan daerah yang bisa
memacu pertumbuhan didaerah.
4. Priotitas untuk pengembangan pada sektor daerah yang berorientasi ekspor
5. Upaya bersama dari pemerintah, swasta dengan masyarakat untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal.
6. Fokus pada upaya peningkatan daya saing lokal yang berkelanjutan dengan
menciptakan iklim investasi yang kondusif.

2.2.5 Teori Struktur Ruang dan Pola Ruang


2.2.5.1 Struktur Ruang
A. Pengertian Sruktur Ruang
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan serta meliharan kelangsungan hidupnya.
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem
prasarana maupun sarana. Semua hal itu berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial-
ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Tata ruang merupakan wujud
struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan ataupun tidak. Wujud
struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan
alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural
berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang.
Struktur ruang wilayah kota merupakan gambaran sistem pusat pelayanan
kegiatan internal kota dan jaringan infrastruktur kota sampai akhir masa perencanaan,
yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kota dan melayani fungsi
kegiatan yang ada/direncanakan dalam wilayah kota pada skala kota, yang merupakan
satu kesatuan dari sistem regional, provinsi, nasional bahkan internasional. Rencana
sturktur ruang kota mencakup: rencana pengembangan pusat pelayanan kegiatan kota,
dan rencana sistem prasarana kota. Rencana pengembangan pusat pelayanan kegiatan
kegiatan kota menggambarkan lokasi pusat-pusat pelayanan kegiatan kota, hirarkinya,
cakupan/skala layanannya, serta dominasi fungsi kegiatan yang diarahkan pada pusat
pelayanan kegiatan tersebut. Sedangkan rencana sistem prasarana kota mencakup
sistem prasarana yang mengintegrasikan kota dalam lingkup yang lebih luas maupun
mengitegrasikan bagian wilayah kota serta memberikan layanan bagi fungsi kegiatan
yang ada/direncakan dalam wilayah kota, sehingga kota dapat menjalankan peran dan
fungsinya sesuai dengan tujuan penataan ruang kota yang ditetapkan.
Menurut Nia K. Pontoh & Iwan Setiawan (2008), unsur pembentuk struktur tata
ruang kota terdiri dari pusat kegiatan, kawasan fungsional, dan jaringan jalan. Kota
atau kawasan perkotaan pada dasarnya dapat dipandang sebagai suatu sistem spasial,
yang secara internal mempunyai unsur-unsur yang menjadi pembentuknya serta
keterkaitannya satu sama lain. Kota sebagai suatu sistem/tata ruang merupakan wujud
struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak, yang
mencirikan kawasan dengan kegiatan utama bukan pertanian. Wujud struktural
pemanfaatan ruang kota adalah unsur-unsur pembentuk kawasan perkotaan secara
hierarkis dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang
kota. Wujud struktural pemanfaatan ruang kota di antaranya meliputi hierarki pusat
pelayanan kegiatan perkotaan, seperti pusat kota, pusat bagian wilayah kota, dan pusat
lingkungan; yang ditunjang dengan sistem prasarana jalan seperti jalan arteri, kolektor,
dan lokal.
Selain pusat-pusat pelayanan kegiatan perkotaan dan kawasan fungsional
perkotaan, unsur pembentuk struktur tata ruang kota adalah sistem prasarana dan
sarana. Prasarana perkotaan adalah kelengkapan dasar fisik yang memungkinkan
kawasan permukiman perkotaan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Jenis
prasarana : Transportasi, Air bersih, Air limbah, Drainase, Persampahan, Listrik, dan
Telekomunikasi. Sarana perkotaan adalah kelengkapan kawasan permukiman
perkotaan, yaitu : Pendidikan, Kesehatan, Peribadatan, Pemerintahan dan Pelayanan
umum, Perdagangan dan Industri, dan sarana olahraga serta ruang terbuka hijau.
Menurut Doxiadis (1968), permukiman atau perkotaan merupakan totalitas
lingkungan yang terbentuk oleh 5 unsur :
a. Alam (nature)
Keadaan permukiman perkotaan berbeda dengan permukiman
perdesaan. Lansekap yang ada biasanya lebih luas, dan biasanya berlokasi di
dataran, dekat dengan danau, sungai atau laut, dan dekat dengan rute
transportasi. Hal ini cukup penting untuk perumahan lebih dari 20.000
penduduk, dan menjadi prasyarat utama untuk perumahan 100.000 penduduk
atau lebih. Rumah-rumah kecil perkotaan, seperti yang dibuat di masa lalu
dengan alasan keamanan, mungkin terdapat di lembah, puncak bukit atau
gunung. Akan tetapi, perumahan yang dibangun sekarang, atau perumahan-
perumahan besar di masa lalu, membutuhkan dataran yang luas dan kedekatan
dengan jalur utama komunikasi untuk tetap bertahan.
b. Individu manusia (Antropos) dan Masyarakat (Society)
Perumahan perkotaan berbeda dengan perumahan perdesaan, dan
sebagian besar dikarenakan perbedaan karakteristik dan perilaku. Semakin
besar perubahan perumahan dari desa ke kota, dan semakin besar kepadatan
dan ukuran dari perumahan perkotaan, semakin besar perbedaan di antara
orang-orang. Dimensi dan karakteristik baru dalam pola hidup perkotaan
membutuhkan suatu mekanisme adaptasi dalam usaha untuk mencapai atau
melakukan penyesuaian terhadap sumberdaya baru dan kondisi tempat tinggal.
Di kota besar dengan kepadatan tinggi, terdapat perbedaan komposisi umur dan
jenis kelamin, dala struktur pekerjaan, dalam pembagian tenaga buruh dan
struktur sosial. Hal ini memaksa manusia untuk mengembangkan karakteristik
yang berbeda sebagai individual, kelompok, unt, dan komunitas. Manusia di
perumahan perkotaan adalah anggota dari komunitas yang lebih besar,
masyarakat luas, dan jangkauan interaksi sosialnya meningkat. Anggota
keluarganya mendapat dampak dari institusi sosial yang berbeda pada akhirnya
mengambil alih fungsi tertentu dari keluarga.
c. Ruang Kehidupan (Shells)
Ruang kehidupan dari perumahan perkotaan memiliki banyak
karakteristik meskipun ukurannya bervariasi. Semakin besar ukuran
perumahan, semakin internasional karakteristiknya; sementara semakin kecil
ukurannya, semakin dipengaruhi oleh faktor lokal. Hal ini terjadi karena
sebagian besar perumahan kecil masih dipengaruhi oleh budaya lokal di masa
lalu, dan sebagian lagi karena intervensi ekonomi yang ada lebih kecil bila
dibandingkan dengan perumahan skala besar dan hal ini memperkuat kekuatan
lokal.
d. Jaringan (Network)
Salah satu cara paling mendasar untuk menggambarkan struktur
permukiman adalah berhubungan dengan jaringan dan terutama sistem sirkulasi
– jalur transportasi dan titik-titik pertemuan (nodal point). Tempat ini biasanya
adalah suatu pusat dengan ruang terbuka yang bisa mempunyai beragam bentuk
mulai dari yang alami hingga geometrik. Jika populasi telah tumbuh lebih dar
beberapa ribu jiwa, sebuah titik pertemuan bisa tumbuh mengikuti sepanjang
jalan utama atau terpecah menjadi dua atau lebih titik pertemuan lainnya.
Pecahan titk pertemuan ini lebih kecil bila dibandingkan titik pertemuan utama.
Bila titik pertemuan semacam ini terbentuk, hal ini agak mengurangi
kepentingan nodal utama.

Dalam perspektif yang berbeda, menurut Patrick Geddes, karakteristik


permukiman sebagai suatu kawasan memiliki unsur: Place (tempat tinggal); Work
(tempat kerja); Folk (tempat bermasyarakat). Di Indonesia, Kus Hadinoto (1970-an)
mengadaptasinya menjadi 5 unsur pokok, yaitu :
 Wisma : tempat tinggal (perumahan)
 Karya : Tempat bekerja (kegiatan usaha)
 Marga : Jaringan pergerakan, jalan
 Suka : Tempat rekreasi/hiburan
 Penyempurna : Prasarana – sarana
Menurut Kevin Lynch dalam The image of the city (1960) ada lima unsur dalam
gambaran mengenai kota yaitu :
1. Path, Jalur yang biasa, sering atau potensial dilalui oleh pengamat, misalnya:
jalan, lintasan angkutan umum, kanal, rel kereta api. Manusia mengamati kota
ketika bergerak dalam “path”.
2. Edge, Batas antara dua kawasan yang memisahkan kesinambungan, elemen
linier yang tidak dianggap/digunakan sebagai “path” oleh pengamat. Misalnya
: pantai, lintasan rel kereta api, dinding, sungai.
3. District, Bagian kota berukuran sedang sampai besar, tersusun sampai dua
dimensi yang dapat dimasuki pengamat (secara mental), dan dapat diknali dari
karakter umumnya.
4. Node/core, Titik/lokasi strategis yang dapat dimasuki pengamat. Dapat berupa
konsentrasi pengguanaan/cirri fisik yang penting. Misalnya : persimpangan,
tempat perhentian, ruang terbuka, penggantian moda angkutan, dan lain-lain.
5. Landmark, Titik acuan bersifat eksternal yang tidak dapat dimasuki pengamat,
biasanya berupa struktur fisik yang menonjol. Apabila dilihat dari jauh, dari
berbagai sudut pandang dan jarak, di atas elemen lainnya, dijadikan acuan.

Menurut Eko Budiharjo, Kota merupakan hasil cipta, rasa, karsa dan karya
manusia yang paling rumit dan muskil sepanjang peradaban. Struktur merupakan
bentuk dan wajah serta penampilan kota, merupakan hasil dari penyelesaian konflik
perkotaan yang selalu terjadi, dan mencerminkan perkembangan peradaban warga kota
maupun pengelolanya.
Adapun elemen-elemen yang membentuk struktur ruang kota (Sinulingga,
2005: 97, yaitu:
 Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan,
pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok
dalam pusat pelayanan.
 Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan
grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat.
 Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang
terbuka hijau.
 Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat di atas.

Struktur ruang wilayah kabupaten merupakan gambaran sistem perkotaan


wilayah kabupaten dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan
untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala
kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan
kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, dan sistem jaringan sumber daya air,
termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah aliran sungai. (UU
Penataan Ruang, 2007).
Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah disebutkan bahwa Struktur
dan pola pemanfaatan ruang berisi :
a. Arahan pengembangan dan distribusi penduduk;
b. Arahan pengembangan sistem pusat-pusat permukiman, termasuk sistem pusat
jasa koleksi dan distribusi;
c. Arahan pengembangan kawasan permukiman, perindustrian, pariwisata, jasa
perniagaan, dan kawasan lainnya;
d. Arahan pengembangan sistem prasarana dan sarana primer yang meliputi
prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan prasarana
pengelolaan lingkungan.

B. Teori Tentang Struktur Ruang Kota


Hubungan interaksi antara manusia dengan lingkungannya mengakibatkan
adanya pola penggunahan lahan yang beraneka ragam. Hal ini disebabkan karena
situasi dan kondisi lahan yang berbeda-beda sehingga menuntut manusia yang
mengggunakannya harus menggunakan cara penggunaan yang berbeda pula.
Penggunaan alam sekitar harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang meliputi
keadaan fisik lingkungan, keadaan sosial dan keadaan dari segi ekonomi. Nah,
sehubungan dengan hal ini, munculah beberapa teori seperti teori konsentris, sektoral,
inti ganda, konsektoral, poros dan historis (Danang Endarto, Hal. 209).
1) Teori Konsentris (Concentric Theory)
Teori tentang struktur ruang kota yang pertama adalah teori konsentris yakni
teori yang dikemukakan oleh Ernest W. Burgess, seorang sosiolog asal Amerika
Serikat yang meneliti kota Chicago pada tahun 1920. Ia berpendapat bahwa kota
Chicago telah mengalami perkembangan dan pemekaran wilayah seiring berjalannya
waktu dan bertambahnya jumlah penduduk. Perkembangan itu semakin meluas
menjauhi titik pusat hingga mencapai daerah pinggiran. Zona yang terbentuk akibat
pemekaran wilayah ini mirip sebuah gelang yang melingkar.
Teori ini memungkinkan terjadi pada daerah eropa dan amerika seperti london,
kalkuta, chicago dan Adelaide (Australia) dimana lingkungannya yang sangat mudah
untuk dibangunnya jalur transportasi. Di Indonesia, teori seperti ini sangat sulit
terwujud (hanya di kota-kota besar) karena lingkungan di Indonesia banyak yang
merupakan daerah pegunungan, berlembah, memiliki sungai besar dan daerah yang
terpisah laut. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.

Sumber :
2) Teori Sektoral (Sector Theory)
Teori tentang struktur ruang kota yang kedua adalah teori sektoral yakni teori
yang dikemukakan oleh Hommer Hoyt dari hasil penelitiannya yang dilakukannya
pada tahun 1930-an di kota Chicago. Hommer Hoyt berpendapat bahwa unit-unit
kegiatan di perkotaan tidak menganut teori konsentris melainkan membentuk unit-unit
yang lebih bebas. Ia menambahkan bahwa daerah dengan harga tanah yang mahal pada
umumnya terletak di luar kota sedangkan harga tanah yang lebih murah biasanya
merupakan jalur-jalur yang bentuknya memanjang dari pusat kota (pusat kegiatan)
menuju daerah perbatasan. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.

Sumber :

3) Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory)


Teori tentang struktur ruang kota yang ketiga adalah teori inti ganda yakni teori
yang dikemukakan oleh dua orang ahli geografi yang bernama Harris dan Ullman pada
tahun 1945. Mereka berdua berpendapat bahwa teori konsentris dan sektoral memang
terdapat di perkotaan namun apabila dilihat lebih dalam lagi, maka akan didapati
kenyataan yang lebih kompleks.
Kenyataan yang kompleks ini disebabkan karena dalam sebuah kota yang
berkembang akan tumbuh inti-inti kota yang baru yang sesuai dengan kegunaan sebuah
lahan, misalnya adanya pabrik, universitas, bandara, stasiun kereta api dan sebagainya.
Nah, inti-inti kota tersebut akan menciptakan suatu pola yang berbeda-beda karena kita
tentunya akan tahu bahwa sebuah tempat yang dibuka (misalnya pabrik), maka
disekitarnya akan tumbuh pemukiman kos-kosan, perdagangan kecil dan sebagainya
yang tentunya semua ini akan ikut mempengarui struktur ruang kota. Biasanya faktor
keuntungan dari segi ekonomilah yang melatar belakangi munculnya inti-inti kota ini.

Gambar 2.

Sumber :

4) Teori Konsektoral (Tipe Eropa)


Teori tentang struktur ruang kota yang keempat adalah teori konsektoral (tipe
Eropa) yakni teori yang dikemukakan oleh Peter Mann di Inggris pada tahun 1965.
Peter Mann mencoba untuk menggabungkan teori konsentris dan sektoral, akan tetapi
disini teori konsentris lebih ditonjolkan.
Gambar 2.

Sumber :

5) Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin)


Teori tentang struktur ruang kota yang kelima adalah teori konsektoral (tipe
Amerika Latin) yakni teori yang dikemukakan oleh Ernest Griffin dan Larry Ford saat
melakukan penelitian di Amerika Latin pada tahun 1980. Teori ini bisa Anda lihat
gambarannya seperti pada gambar berikut.

Gambar 2.

Sumber :

6) Teori Poros
Teori tentang struktur ruang kota yang keenam adalah teori poros yakni teori
yang dikemukakan oleh Babcock pada tahun 1932. Teori ini menekankan bahwa jalur
tranportasi dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap struktur ruang
kota.

Gambar 2.

Sumber :

7) Teori Historis
Teori tentang struktur ruang kota yang terakhir yakni teori historis yang
dikemukakan oleh Alonso. Teorinya didasari atas nilai sejarah yang berkaitan dengan
perubahan tempat tinggal penduduk di kota tersebut. Kita bisa melihat gambaranya di
bawah ini.

Gambar 2.

Sumber :

Daerah yang menjadi pusat kegiatan dalam kurun waktu yang lama akan
mengalami kerusakan lingkungan, akibatnya sejumlah penduduk akan pindah ke
daerah pinggiran yang masih asri dan alami (lihat garis yang menunjuk keluar).
Kerusakan lingkungan di daerah pusat kegiatan ini akan mengundang pemerintah
setempat untuk melakukan perbaikan sehingga ketika dirasa telah lebih baik, hal ini
akan mengundang sejumlah masyarakat untuk tinggal di dekat wilayah pusat kegiatan.
Beberapa alasannya adalah karena mudahnya tranportasi, banyaknya pusat
perbelanjaan dan fasilitas umum lainnya (lihat garis yang menunjuk ke dalam).
Perbaikan terus di lakukan dimana yang awalnya hanya di lakukan pada
wilayah 1 (pusat kegiatan) kemudian merambat ke wilayah 2, 3 dan seterusnya.
Tentunya ini akan menarik masyarakat untuk memindahkan tempat tinggalnya dari
wilayah 1 ke wilayah yang lebih tinggi sehingga terjadilah perubahan tempat tinggal.
Beberapa alasannya pada umumnya karena wilayah pusat kegiatan sangat padat
penduduk sehingga tidak begitu nyaman.

2.2.5.2 Pola Ruang


Rencana pola ruang wilayah merupakan rencana distribusi peruntukan ruang
dalam wilayah yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
rencana peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Rencana pola ruang wilayah
berfungsi:
 Sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan
kegiatan pelestarian lingkungan dalam wilayah ;
 Mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang;
 Sebagai dasar penyusunan indikasi program utama jangka menengah lima
tahunan untuk 20 (dua puluh) tahun; dan
 Sebagai dasar pemberian izin pemanfaatan ruang pada wilayah.

Rencana pola ruang wilayah dirumuskan berdasarkan:


 Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah;
 Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah;
 Kebutuhan ruang untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi dan
lingkungan; dan
 Ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
Rencana pola ruang wilayah kota dirumuskan dengan kriteria:
 Merujuk rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRWN beserta rencana
rincinya;
 Merujuk rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRW provinsi beserta
rencana rincinya;
 Memperhatikan rencana pola ruang wilayah kabupaten/kota yang berbatasan;
 Memperhatikan mitigasi bencana pada wilayah;
 Memperhatikan kepentingan pertahanan dan keamanan dalam wilayah;
 Menyediakan ruang terbuka hijau minimal 30 % dari luas wilayah;
 Menyediakan ruang untuk kegiatan sektor informal;
 Menyediakan ruang terbuka non hijau untuk menampung kegiatan sosial,
budaya, dan ekonomi masyarakat; dan
 Jelas, realistis, dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu perencanaan
pada wilayah bersangkutan;
 Mengacu pada klasifikasi pola ruang wilayah yang terdiri atas kawasan lindung
dan kawasan budi daya.

Kawasan Lindung
Kawasan lindung yang dapat terdiri atas:
 hutan lindung;
 kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, yang
meliputi kawasan bergambut dan kawasan resapan air;
 kawasan perlindungan setempat, yang meliputi sempadan pantai, sempadan
sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar mata air;
 ruang terbuka hijau (RTH) kota, yang antara lain meliputi taman RT, taman
RW, taman kota dan permakaman;
 kawasan suaka alam dan cagar budaya;
 kawasan rawan bencana alam, yang meliputi kawasan rawan tanah longsor,
kawasan rawan gelombang pasang dan kawasan rawan banjir; dan
 kawasan lindung lainnya.

Kawasan Budi Daya


Kawasan budi daya yang terdiri atas:
 kawasan perumahan yang dapat dirinci, meliputi perumahan dengan kepadatan
tinggi, perumahan dengan kepadatan sedang, dan perumahan dengan kepadatan
rendah;
 kawasan perdagangan dan jasa, yang diantaranya terdiri atas pasar tradisional,
pusat perbelanjaan dan toko modern;
 kawasan perkantoran yang diantaranya terdiri atas perkantoran pemerintahan
dan perkantoran swasta;
 kawasan industri, yang meliputi industri rumah tangga/kecil dan industri
ringan;
 kawasan pariwisata, yang diantaranya terdiri atas pariwisata budaya, pariwisata
alam, dan pariwisata buatan;
 kawasan ruang terbuka non hijau;
 kawasan ruang evakuasi bencana meliputi ruang terbuka atau ruang-ruang
lainnya yang dapat berubah fungsi menjadi melting point ketika bencana
terjadi;
 kawasan peruntukan ruang bagi kegiatan sektor informal; dan
 kawasan peruntukan lainnya, meliputi antara lain: pertanian, pertambangan
(disertai persyaratan yang ketat untuk pelaksanaan penambangannya),
pelayanan umum (pendidikan, kesehatan, peribadatan, serta keamanan dan
keselamatan), militer, dan lain-lain sesuai dengan peran dan fungsi wilayah.
Ketentuan Pemetaan Pola Ruang

Rencana pola ruang wilayah kota harus digambarkan dengan ketelitian peta skala
minimum 1:25.000 dan mengikuti ketentuan sistem informasi geografis yang
dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang;
Cakupan rencana pola ruang wilayah kota meliputi ruang darat dan ruang laut dengan
batasan 4 (empat) mil laut diukur dari garis pantai di wilayah kota atau sampai batas
negara yang disepakati secara internasional apabila kota terkait berbatasan laut dengan
negara lain;
Rencana pola ruang wilayah kota dapat digambarkan dalam beberapa lembar peta yang
tersusun secara beraturan mengikuti indeks peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) atau
mengikuti ketentuan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal).
Untuk wilayah kota yang memiliki wilayah pesisir dan kelautan perlu dilengkapi
dengan peta batimetri (yang menggambarkan kontur laut) skala 1:25.000; dan
Penggambaran rencana pola ruang wilayah kota harus mengikuti peraturan
perundangan-undangan terkait pemetaan rencana tata ruang, antara lain memuat sistem
jaringan prasarana utama dan sungai;
Rencana pola ruang untuk ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi wilayah
kota diatur lebih lanjut dengan pedoman tersendiri;
Harus mengikuti peraturan perundang-undangan terkait pemetaan rencana tata ruang.
2.2.6 Teori Aspek Kebijakan, Kelembangan, dan Pembiayaan
2.2.7 Teori Aspek Fisik
2.2.8 Teori Aspek Tata Guna Lahan
2.2.9 Teori Aspek Kependudukan
2.2.10 Teori Aspek Ekonomi
2.2.11 Teori Aspek Sarana dan Prasarana
2.2.12 Teori Aspek Transportasi
BAB III

METODOLOGI
3.1 Metode Pendekatan Studi
Metode pendekatan studi yang dilakukan dalam Studio Perencanaan Wilayah
adalah metode pendekatan komprehensif atau menyeluruh. Karena dalam Studio
Perencanaan Wilayah ini menganalisis secara menyeluruh dari masing-masing aspek
seperti Aspek kebijakan kelembagaan dan pembiayaan, fisik, tata guna lahan,
kependudukan sosial budaya dan ketenagakerjaan, ekonomi, sarana dan prasarana serta
transportasi.

3.2 Metode Pengumpulan Data


Sebelum menuju pada analisis, terlebih dahulu mengumpulkan data agar dapat
melakukan tahap analisis. Pada pengumpulan data dibagi menjadi dua yaitu
pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder.

1. Metode Pengumpulan Data Primer

Metode pengumpulan data primer merupakan metode pengumpulan data yang


dilakukan secara langsung seperti observasi lapangan, wawancara serta kuesioner
yang dilakukan oleh masing-masing aspek perencanaan.

2. Metode Pengumpulan Data Sekunder

Metode pengumpulan data sekunder merupakan metode pengumpulan data


dengan cara mengunjungi instansi yang terkait dengan penataan ruang untuk
memperoleh data berbentuk softfile atau hardfile.

3.3 Metode Analisis


Metode analisis pada Kabupaten Cianjur ini bertujuan untuk mengetahui serta
memahami kondisi dan karakteristik wilayah Kabupaten Cianjur secara eksisting, dan
untuk mendapatkan output yang sesuai dengan pengembangan di wilayah tersebut,
serta pengaruh dari masing-masing aspek terhadap pengembangan wilayah Kabupaten
Cianjur. Metode untuk analisis tersebut antara lain:

3.3.1 Metode Analisis Secara Umum


Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah dan
perencanaan aktivitas pada ruang wilayah. Perencanaan ruang wilayah biasanya
dituangkan dalam perencanaan tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan aktivitas
biasanya tertuang dalam rencana pembangunan wilayah, baik jangka panjang, jangka
menengah maupun jangka pendek. (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010).
Metode analisis yang digunakan dalam menyusun konsep dan strategi arahan
pengembangan wilayah Kabupaten Cianjur dapat dilakukan dengan menggunakan
analisis struktur ruang dan pola ruang serta tingkat perkembangan tiap aspek.
3.3.1.1 Analisis Struktur dan Pola Ruang
Pada perkembangan suatu wilayah tidak terlepas dari faktor-faktor pembentuk
wilayah yang terintegrasi dari masing-masing aspek sehingga membentuk pusat-pusat
pelayanan serta jaringan yang saling terintegrasi satu sama lain.

1. Analisis Struktur Ruang


Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan
serta sistem prasarana maupun sarana. Semua hal itu berfungsi sebagai
pendukung kegiatan sosial-ekonomi yang secara hirarki berhubungan
fungsional. Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan
ruang baik yang direncanakan maupun tidak. Wujud struktural pemanfaatan
ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam,
lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural
berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang.
Jaringan dalam st]ruktur ruang ada 2 yaitu jaringan jalan dan jaringan
prasarana. Jaringan jalan merupakan suatu sistem prasarana transportasi yang
menunjang pergerakan pada suatu wilayah dan berperan penting untuk
mewujudkan perkembangan suatu wilayah karena merupakan penghubung
antar suatu wilayah ke wilayah yang lainnya. Sedangkan jaringan prasarana
digunakan untuk penentuan pusat – pusat pelayanan yang ada di Kabupaten
Cianjur. Untuk menentukan pusat – pusat pelayanan tersebut, maka dilakukan
melalui analisis skalogram.
A. Skalogram

Analisis skalogram merupakan salah satu alat untuk mengidentifikasi pusat


pertumbuhan wilayah berdasarkan fasilitas yang dimilikinya, dengan
demikian dapat ditentukan hirarki pusat-pusat pertumbuhan dan aktivitas
pelayanan suatu wilayah. Wilayah dengan fasilitas yang lebih lengkap
merupakan pusat pelayanan, sedangkan wilayah dengan fasilitas yang kurang
akan menjadi daerah belakang (hinterland).
Skalogram pada umumnya digunakan untuk menganalisis pusat-pusat
permukiman, khususnya hirarki atau orde pusat-pusat permukiman. Subjek
dalam analisis ini merupakan pusat permukiman (settlement), sedangkan
obyek diganti dengan fungsi atau kegiatan. Dengan beberapa tambahan
analisis, misalnya aturan Marshall, atau algoritma Reed-Muench, tabel
skalogram menjadi indikasi awal analisis jangkauan pelayanan setiap fungsi
dan pusat permukiman yang dihasilkan.
Alat analisis skalogram membahas mengenai fasilitas perkotaan yang
dimiliki suatu daerah sebagai indikator difungsikannya daerah tersebut
sebagai salah satu pusat pertumbuhan. Tujuan digunakannya analisis ini
adalah untuk mengidentifikasi kota-kota yang dapat dikelompokkan menjadi
pusat-pusat pertumbuhan berdasarkan pada fasilitas kota yang tersedia
(Blakely, 1994: 94-99).
Analisis scalogram mengelompokkan klasifikasi kota berdasarkan tiga
komponen fasilitas dasar yang dimilikinya yaitu :
 Differentiation
Adalah fasilitas yang berkaitan dengan aktifitas ekonomi. Fasilitas ini
menunjukkan bahwa adanya struktur kegiatan ekonomi lingkungan yang
kompleks, jumlah dan tipe fasilitas komersial akan menunjukkan derajat
ekonomi kawasan/kota dan kemungkinan akan menarik sebagai tempat
tinggal dan bekerja.
 Solidarity
Adalah fasilitas yang berkaitan dengan aktifitas social. Fasilitas ini
menunjukkan tingkat kegiatan social dari kawasan/kota. Fasilitas tersebut
dimungkinkan tidak seratus persen merupakan kegiatan social namun
pengelompokkan tersebut masih dimungkinkan jika fungsi sosialnya relative
lebih besar dibandingkan sebagai kegiatan usaha yang berorientasi pada
keuntungan (benefit oriented).
 Centrality
Adalah fasilitas yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi-
politik/pemerintahan. Fasilitas ini menunjukkan bagaimana hubungan dari
masyarakat dalam sistem kota/komunitas. Sentralitas ini diukur melalui
perkembangan hierarki dari insitusi sipil, misalnya kantor pos, sekolahan,
kantor pemerintahan dan sejenisnya.
Hirarki kota akan berfungsi sebagai pusat-pusat pelayanan baik skala
regional maupun lokal. Tahapan penyusunan analisis skalogram adalah
sebagai berikut (Rondinelli, 1985:115 dan Budiharsono, 2005:151) :
1. Membuat urutan kota berdasarkan jumlah penduduk pada sebelah kiri tabel
2. Membuat urutan fasilitas yang ditentukan berdasarkan frekuensi pada bagian
atas
3. Menggambar garis kolom dan baris sehingga lembar kerja tersebut
membentuk matriks yang menampilkan fasilitas yang ada pada masing-
masing wilayah kota
4. Menggunakan tanda (1) pada sel yang menyatakan keberadaan suatu fasilitas
pada suatu wilayah dan tanda (0) pada sel yang tidak memiliki fasilitas
5. Menyusun ulang baris dan kolom berdasarkan frekuensi keberadaan fasilitas,
semakin banyak fasilitas yang ada pada suatu wilayah kota, maka wilayah
tersebut berada di urutan atas, semakin banyak wilayah yang memiliki fasilitas
tersebut, maka jenis fasilitas tersebut berada pada kolom sebelah kiri
6. Mengalikan kolom-kolom yang telah disusun dengan nilai indeks sentralitas
masing-masing kemudian disusun ulang seperti langkah 5
7. terakhir mengidentifikasi peringkat/hirarki kota yang dapat diinterpretasikan
berdasarkan nilai keberadaan fasilitas pada suatu wilayah. Semakin tinggi
nilainya maka hirarki kota tersebut semakin tinggi.
Marshall ( Indeks Sentralitas)

Matriks indeks sentralitas merupakan bagian dari matriks fungsi


wilayah atau yang sering disebut dengan analisis fungsi yang merupakan
analisis terhadap fungsi-fungsi pelayanan yang tersebar di wilayah studi,
dalam kaitannya dengan berbagai aktivitas penduduk/masyarakat, untuk
memperoleh/memanfaatkan fasilitas-fasilitas tersebut (Riyadi, 2003:110).

Indeks sentralitas dimaksudkan untuk mengetahui struktur/hierarki


pusat-pusat pelayanan yang ada dalam suatu wilayah perencanaan
pembangunan, seberapa banyak fungsi yang ada, berapa jenis fungsi dan
berapa jumlah penduduk yang dilayani serta seberapa besar frekuensi
keberadaan suatu fungsi dalam satu satuan wilayah permukiman (Riyadi,
2003:118). Frekuensi keberadaan fungsi menunjukkan jumlah fungsi sejenis
yang ada dan tersebar di wilayah tertentu, sedangkan frekuensi kegiatan
menunjukkan tingkat pelayanan yang mungkin dapat dilakukan oleh suatu
fungsi tertentu di wilayah tertentu.
2. Analisis Pola Ruang
Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk
fungsi budi daya. Pada analisis pola ruang ini bertujuan untuk mengetahui
apakah kawasan tersebut termasuk kedalam kawasan fungsi lindung atau
budidaya sehingga dalam pengembangannya dapat sesuai dengan fungsi yang
ada dan tidak melanggar perundang-undangan yang telah ditetapkan.
Pada analisis pola ruang ini membutuhkan integrasi antara karakteristik
fisik wilayah dari segi morfologi, topografi dengan penggunaan lahan yang ada.
Karena kedua aspek tersebut sangat berperan dalam analisis pola ruang dibantu
dengan hasil-hasil analisis yang dilihat dari aspek lain.

3.3.1.2 Analisis Tingkat Perkembangan


Analisis tingkat perkembangan dilakukan untuk mengidentifikasi dan
menganalisis mengenai perkembangan masing-masing aspek dan seberapa besar
pengaruh aspek-aspek perencanaan yang dominan terhadap wilayah pengembangan
dan dibuat dalam tabel pengembangan dan dibuat dalam bentuk tabel perkembangan
wilayah Kabupaten Cianjur.

Tabel III.1
Matriks Analisis Umum
Wilayah Kabupaten Cianjur
OUTPUT TEKNIK ANALISIS JENIS DATA
Konsep dan Strategi a. Struktur dan Pola Ruang 1. Hasil analisis Aspek
Pengembangan Wilayah b. Analisis Tingkat Kebijakan
Kabupaten Cianjur Perkembangan 2. Hasil analisis Aspek Fisik
c. Konsep dan Strategi 3. Hasil analisis Aspek Tata
Pengembangan Wilayah Guna Lahan
4. Hasil analisis Aspek
Kependudukan, Sosial
Budaya dan
Ketenagakerjaan
5. Hasil analisis Aspek
Ekonomi
6. Hasil analisis Aspek
Sarana dan Prasarana
7. Hasil analisis Aspek
Transportasi

3.3.2 Metode Analisis Aspek


3.3.2.1 Aspek Kebijakan, Kelembagaan dan Pembiayaan
3.3 Matriks Analisis

No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
 Dokumen
Renstra Badan
Lembaga
Kabupaten
Bogor
 Dokumen
RTRWN
Kebijakan internal  Pola ruang
 Documen
dan sentralitas di Deskripsi -  Struktur ruang BAPPEDA
RTRWP Jawa
Kabupaten Bogor  Tupoksi barat
 Documen
RTRW
Kabupaten
1 Bogor
 RPJM
 RPJP
 Pola ruang  TATRALOK
 Struktur ruang  TATRAWIL
Kebijakan,
Kelembagaan  Tupoksi  LP2B
Kebijakan sektoral
dan  Kebijakan pariwisata  SISTRANAS
dan spasial yang
Pembiayaan mempengaruhi
Deskripsi -  Kebijakan  RTRWN BAPPEDA
Kabupaten Bogor transportasi  RTRWP
 Kebijakan kawasan  RTRW
pertanian Kabupaten
Bogor
RTRW
Identifikasi rencana  Pola ruang
Evaluasi - Kabupaten BAPPEDA
kebijakan dan kondisi  Wawancara
Bogor
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
eksisting di Survey Primer
Kabupaten Bogor
 Lembaga
pemerintahan
di Per-
Kecamatan
Wilayah
Timur
Kabupaten
RPJM Bogor.
Identifikasi Lembaga Evaluasi Program kerja
- RPJP  Lembaga
dan Programnya Tupoksi
RENSTRA Swasta yang
ada di
Wilayah
kajian Studi.
 Masyarakat
sekitar
Wilayah
kajian studi.
Lembaga
Identifikasi KISS pemerintahan
(Koordinasi, Program kerja tiap Per-
RENSTRA
Integrasi, Deskripsi - TUPOKSI Kecamatan di
Survey Primer
Singkronisasi, Wawancara wilayah studi.
Integrisa, Sinergitas). Lembaga swasta
Masyarakat.
Identifikasi realisasi
Deskripsi - APBD Dokumen APBD BAPPEDA
dan sumber APBD
𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐀𝐬𝐥𝐢 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡
 PAD Dinas
Mengetahui tingkat APBD
 Desentralisasi 𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐏𝐞𝐧𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚𝐚𝐧 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡
𝐱𝟏𝟎𝟎 %
 APBD Pendapatan
kemandirian suatu
daerah ditinjau dari
Fiskal PAD  Kecamatan Daerah
dalam angka
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
anggaran pendapatan
𝐁𝐚𝐠𝐢 𝐇𝐚𝐬𝐢𝐥 𝐏𝐚𝐣𝐚𝐤
belanja daerah 𝐝𝐚𝐧 𝐁𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐣𝐚𝐤
𝐱𝟏𝟎𝟎 %
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐏𝐞𝐧𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚𝐚𝐧 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡

𝐒𝐮𝐦𝐛𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡
𝐱 𝟏𝟎𝟎 %
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐏𝐞𝐧𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚𝐚𝐧
𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡

𝑺𝑲𝑭
𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉
𝑷𝒆𝒏𝒈𝒆𝒍𝒖𝒂𝒓𝒂𝒏 𝑫𝒂𝒆𝒓𝒂𝒉
/𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒑𝒆𝒏𝒅𝒖𝒅𝒖𝒌
=
 Kebutuhan 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑲𝒆𝒄𝒂𝒎𝒂𝒕𝒂𝒏

Fiskal 𝑰𝑷𝑷𝑷
𝑷𝒆𝒏𝒈𝒆𝒍𝒖𝒂𝒓𝒂𝒏 𝑨𝒌𝒕𝒖𝒂𝒍
𝑷𝒆𝒓𝒌𝒂𝒑𝒊𝒕𝒂 𝑼𝒏𝒕𝒖𝒌
𝑱𝒂𝒔𝒂 𝑷𝒖𝒃𝒍𝒊𝒌
=
𝑺𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓 𝑲𝒆𝒃𝒖𝒕𝒖𝒉𝒂𝒏
𝑭𝒊𝒔𝒌𝒂𝒍 (𝑺𝑲𝑭)

1. PAD
Mengetahui 2. APBD Dinas
kebutuhan investasi - APBD 3. Kecamatan Pendapatan
di Wilayah Timur dalam Daerah
angka
Dinas
Mengetahui tingkat  Dokumen
kesehatan suatu Pendapatan
APBD
daerah ditinjau dari  Sumber alokasi - APBD daerah
 Kecamatan
anggaran pendapatan  Alokasi dana
dalam Kantor
belanja daerah angka kecamatan
Dinas
Mengetahui tingkat  Dokumen
keamanan suatu Pendapatan
APBD APBD
daerah ditinjau dari - daerah
 Dana cadangan  Kecamatan
anggaran pendapatan PAD
dalam Kantor
belanja daerah angka kecamatan
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
Fisik - Topografi BAPPEDA
Materi Teknis
- Klimatologi
RTRW
Teridentifikasinya - Geologi
Deskriptif Kabupaten
Karakteristik Fisik - Hidrologi
Bogor Tahun
- Morfologi
2005-2025
- Jenis Tanah
- Daerah Rawan BPBD
Bencana
Superimpose SKL Morfologi : BAPPEDA
(Sesuai dengan Materi Teknis
Peraturan Menteri 1. Peta Morfologi RTRW
Teridentifikasinya - Skoring
Pekerjaan Umum Kabupaten
Kemampuan Lahan - Overlaying maps 2. Peta Kemiringan
Nomor 20 Tahun Bogor Tahun
2007) 2005-2025

SKL Mudah BAPPEDA


Dikerjakan :

1. Peta Topografi
2. Peta Morfologi
3. Peta Penggunaan
Lahan
4. Peta Geologi
5. Peta Kemiringan
Lereng
SKL Kestabilan BAPPEDA
Lereng :

1. Peta Topografi
2. Peta Morfologi
3. Peta Kemiringan
4. Peta Geologi
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
5. Peta Penggunaan
Lahan
6. Peta Curah Hujan Data Curah
Hujan
7. Peta Bencana Alam BPBD
SKL Kestabilan BAPPEDA
Pondasi :

1. Peta Hidrologi
2. Peta Geologi
3. Peta Penggunaan
Lahan
SKL Ketersediaan BAPPEDA
Air :

1. Peta Hidrologi
2. Peta Klimatologi
3. Peta Morfologi
4. Peta Kemiringan
Lereng
5. Peta Geologi
6. Peta Penggunaan
Lahan
SKL Terhadap Erosi : BAPPEDA

1. Peta Geologi
2. Peta Morfologi
3. Peta Klimatologi
4. Peta Hidrologi
5. Peta Penggunaan
Lahan
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
6. Peta Kemiringan
Lereng
SKL Untuk BAPPEDA
Drainase :

1. Peta Morfologi
2. Peta Kemiringan
Lereng
3. Peta Topografi
4. Peta Geologi
5. Peta Hidrologi
6. Peta Klimatologi
7. Peta Penggunaan
Lahan
SKL Pembuangan BAPPEDA
Limbah :

1. Peta Morfologi
2. Peta Topografi
3. Peta Kemiringan
lereng
4. Peta Klimatologi
5. Peta Hidrologi
6. Peta Geologi
7. Peta Penggunaan
Lahan
SKL Terhadap BPBD
Bencana Alam :

1. Peta Bencana Alam


2. Peta Morfologi Materi Teknis BAPPEDA
3. Peta Klimatologi RTRW
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
4. Peta Hidrologi Kabupaten
5. Topografi Bogor Tahun
6. Peta Kemiringan 2005-2025
Lereng
7. Peta Geologi
8. Peta Penggunaan
Lahan
Peta Perlindungan BAPPEDA
Superimpose
Kawasan Materi Teknis
(Sesuai dengan
- Skoring Bawahannya : RTRW
Teridentifikasinya Keputusan
- Overlaying 1. Peta Kemiringan Kabupaten
Kesesuaian Lahan Presiden Nomor 32
maps Lereng Bogor Tahun
Tahun 1990)
2. Peta Jenis Tanah 2005-2025
3. Peta Topografi
4. Peta Curah Hujan Data Curah
-
Hujan
Peta Kawasan Dinas Bina
Perlindungan Marga dan
Setempat : Pengairan
- Data Air Tanah
1. Peta Sempadan - Data Air Sungai
-
Sungai - Data Air
2. Peta Sekitar Permukaan
Danau/Waduk
3. Peta Sekitar Mata
Air
Peta Kawasan Suaka Dinas Pertanian
dan Cagar Budaya : dan Kehutanan

1. Peta Taman Hutan


Raya
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
2. Peta Taman Wisata
Alam
Peta Kawasan Rawan Dokumen BPDB
Bencana : Penanggulangan
Bencana
1. Peta Rawan Gempa
Bumi
2. Peta Gerakan tanah
3. Peta Rawan Banjir
Peta Hutan Produksi : Materi Teknis BAPPEDA
RTRW
Superimpose Kabupaten
(Sesuai dengan - Skoring 1. Peta kemiringan
lereng Bogor Tahun
Peraturan Menteri - Overlaying 2005-2025
Nomor 41 Tahun maps 2. Peta jenis tanah
2007) 3. Peta hidrologi
4. Peta Penggunaan
lahan eksisting
Peta Pertanian Lahan BAPPEDA
Kering :

1. Peta Hidrologi
2. Peta Jenis Tanah
3. Peta Gerakan BPBD
Tanah
4. Peta Penggunaan Materi Teknis BAPPEDA
Lahan Eksisting RTRW
Kabupaten
Bogor Tahun
2005-2025
Peta Pertanian Lahan BAPPEDA
Basah :
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output

1. Peta Hidrologi
2. Peta Jenis Tanah
3. Peta Gerakan BPBD
Tanah
4. Peta Penggunaan Materi Teknis BAPPEDA
Lahan Eksisting RTRW
Kabupaten
Bogor Tahun
2005-2025
Peta Pertambangan : BAPPEDA

1. Peta Kemiringan
2. Penggunaan Lahan
Eksisting
3. Peta Sebaran Dinas
Pertambangan Pertambangan
4. Peta Gerakan BPBD
Tanah
5. Peta Topografi Materi Teknis BAPPEDA
RTRW
Kabupaten
Bogor Tahun
2005-2025
Peta Permukiman : BAPPEDA

1. Peta Topografi
2. Peta Hidrologi
3. Peta Kemiringan
4. Peta Rawan Dokumen BPBD
Bencana Penanggulangan
Bencana Alam
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
5. Peta Penggunaan Materi Teknis BAPPEDA
Lahan Eksisting RTRW
Kabupaten
Bogor Tahun
2005-2025
Peta Industri : BAPPEDA

1. Peta Kemiringan
2. Peta Hidrologi
3. Peta Klimatologi
4. Peta Geologi
5. Peta Penggunaan
Lahan Eksisting
Peta Pariwisata : BAPPEDA

1. Peta Kemiringan
2. Peta Sebaran Dinas
Pariwisata Kebudayaan dan
Pariwisata
3. Peta Penggunaan Materi Teknis BAPPEDA
Lahan Eksisting RTRW
4. Peta Hidrologi Kabupaten
Bogor Tahun
2005-2025
Tata Guna Teridentifikasi pola Kualitatif Deskriptif Penggunaan lahan peta penggunaan Bappeda Teridentifikasi pola
Lahan penggunaan lahan 2012-2016 lahan penggunaan lahan

Teridentifikasi Kualitatif & Deskriptif & Overlay Kawasan Terbangun peta penggunaan Bappeda Teridentifikasi
Kecenderungan Kuantitatif dan Non Terbangun lahan Kecenderungan
Kawasan terbangun 2012-2016 Kawasan terbangun
dan non terbangun dan Non Terbangun
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
Teridentifikasi Kualitatif & Deskriptif & Overlay Penggunaan lahan peta penggunaan Bappeda Teridentifikasi
perubahan Kuantitatif 2012-2016 lahan perubahan penggunaan
penggunaan lahan lahan
Mengidentifikasi Kualitatif Deskriptif Hasil Analisis sasaran Hasil analisis Mengidentifikasi
potensi dan masalah 1 s/d 4 potensi dan masalah

Kependudukan Karakteristik Deskriptif Deskriptif Jumlah Penduduk dan  Kecamatan BPS Kabupaten Mengetahui Jumlah
, Sosial dan penduduk dari segi Kuantitatif Struktur Penduduk dalam Angka Bogor Penduduk dan Struktur
Ketenagakerja kuantitas.  Kabupaten Penduduk untuk
an Dalam Angka mengidentifikasi
karakteristik penduduk
dari segi kuantitas
Deskriptif Kepadatan = Kepadatan Penduduk Mengetahui Kepadatan
Kuantitatif 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑷𝒆𝒏𝒅𝒖𝒅𝒖𝒌 Penduduk untuk
𝑳𝒖𝒂𝒔 𝑾𝒊𝒍𝒂𝒚𝒂𝒉 mengidentifikasi
karakteristik penduduk
dari segi kuantitas
Deskriptif Laju Pertumbuhan Mengetahui Laju
4 Kuantitatif (1/t) Penduduk Pertumbuhan
r = {(Pt /P0) -1} x 100
Penduduk untuk
Ket: mengidentifikasi
r = laju pertumbuhan karakteristik penduduk
penduduk dari segi kuantitas
Pt = jumlah penduduk
pada tahun ke –t
P0 = jumlah penduduk
pada tahun dasar
t = selisih tahun
Pt dengan P0
Deskriptif Sex Ratio Mengetahui se ratio
Kuantitatif
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
SR
Jumlah Penduduk Laki − laki
= x 100
Jumlah Penduduk Perempuan

Deskriptif Migrasi Penduduk  Survei Mengetahui migrasi


Kuantitatif  Kecamatan Primer dan mobilitas
dalam Angka  Survei Penduduk untuk
 Kabupaten Sekunder mengidentifikasi
Dalam Angka karakteristik penduduk
 Wawancara dari segi kuantitas
Deskriptif  Metode Regresi Proyeksi Penduduk Mengetahui Proyeksi
Kuantitatif Linier  Kecamatan Penduduk untuk
dalam Angka mengidentifikasi
 Kabupaten BPS Kabupaten karakteristik penduduk
Keterangan : Dalam Angka Bogor dari segi kuantitas
P = Jumlah
Penduduk Tahun
terhitung (jiwa)
X = Tambahan
tahun terhitung
a, b = Tetapan
yang diperoleh dari
rumus dibawah ini :

 Metode Lung
polynomial
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output

Dimana :

keterangan :
Pt+θ = Penduduk
daerah yang diselidiki
Pt = Penduduk
daerah pada tahun
dasar
Θ = Selisih
tahun dasar ke tahun
yang diselidiki
b = Rata-rata
tambahan jumlah
penduduk tiap tahun

 Metode
Bunga
Berbunga

Pt+θ = Pt( 1 +
r )θ

Dimana :
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
r = ∆P x 100 %
P
Keterangan:
r = Rata-rata
presentasi tambahan
jumlah penduduk
yang diselidiki
Pt+θ = Penduduk
daerah yang diselidiki
Pt = Penduduk
daerah pada tahun
dasar
Θ = Selisih
tahun dasar ke tahun
yang diselidiki
Karakteristik Deskriptif Dependency Ratio  Kecamatan BPS Kabupaten Mengetahui Depedency
penduduk dari segi Kuantitatif dalam Angka Bogor Ratio untuk
kualitas  Kabupaten mengidentifikasi
Dalam Angka karakteristi penduduk
dari segi kualitas
Karakterisrik Deskriptif TPAK (Tingkat  Kecamatan BPS Kabupaten Mengetahui TPAK
Ketenagakerjaan Kuantitatif Partisipasi Angkatan dalam Angka Bogor untuk mengidentifikasi
Kerja)  Kabupaten ketenagakerjaan
Dalam Angka
Deskriptif Tingkat  Kecamatan BPS Kabupaten Mengetahui TPT untuk
Kuantitatif Pengangguran dalam Angka Bogor mengidentifikasi
Terbuka  Kabupaten ketenagakerjaan
Dalam Angka
Deskriptif Produktivitas Tenaga  Kecamatan BPS Kabupaten Mengetahui PTK untuk
Kuantitatif PTKsi = PDRBsi/JPsi Kerja dalam Angka Bogor mengidentifikasi
 Kabupaten ketenagakerjaan
Dalam Angka
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
Sosial Budaya Desrkiptif Identifikasi kondisi Wawancara Survei Primer Mengetahui kondisi
sosial budaya sosial budaya
Ekonomi Karakteristik  PDRB  Kabupaten  BPS Karakteristik
Ekonomi:  Jumlah produksi Dalam Angka Ekonomi:
a. Struktur Ekonomi: b. Struktur Ekonomi:
 Primer Deskripsi  Primer
 Sekunder  Sekunder
 Tersier  Tersier
 Jumlah produksi  Kecamatan  Kantor
Dalam Angka Kecamatan

c. Laju Pertumbuhan PDRB (n,k,i)  PDRB (n 1,k,i)  PDRB  Kabupaten 8. BPS d. Laju Pertumbuhan
LPE (n,i)  X100%
Ekonomi PDRB (n 1,k,i)  Jumlah Produksi Dalam Angka Ekonomi
 Jumlah Produksi  Kecamatan  Kantor
Dalam Angka Kecamatan
 PDRB  Kabupaten
e. Pendapatan
Pendapatan Perkapita 
PDRB
 Jumlah Penduduk Dalam Angka  BPS f. Pendapatan Perkapita
Perkapita Jumlah Penduduk

g. Pola Aliran Barang  kuisioner h. Pola Aliran Barang


Deskripsi Survey Primer -
a. LQ  PDRB  Kabupaten  BPS
Si/Ni  Jumlah Produksi Dalam Angka
LQ 
S/ N komoditi
b. ME kehutanan,
Sektor Potensial ME = Sektor Potensial
𝑺𝒆𝒌𝒕𝒐𝒓 𝑩𝒂𝒔𝒊𝒔 pertanian,
𝑺𝒆𝒌𝒕𝒐𝒓 𝑵𝒐𝒏 𝑩𝒂𝒔𝒊𝒔 perkebunan,
c. Shift-Share peternakan, dan
 Komponen
perikanan
Nasional Share
(Ns)
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
Ns = E r,i,t-n (E
N,t / E N,t-n) –
Er,i,t-n
 Komponen
Proportional
Share (Ps)
P = E r,i,t-n
(E N,i,t /
E N,i,t-n)
-
EN,t/EN,
t-n
 Komponen
Diferential Shift
(Ds)
D = E r,i,t –
EN,i,t / E N,i,t-
n (E r,i,t-n)
 Total
SSA = NS + Ds +
Ps
 Jumlah Produksi  Kecamatan  Kantor
komoditi kehutana, Dalam Angka Kecamatan
pertanian,
perkebunan,
peternakan, dan
perikanan
d. DLQ  LPE  Hasil Analisis -
DLQ = LPE
(1 + 𝑔𝑖𝑗)/(1 + 𝑔𝑗) 𝑡
( )
(1 +𝐺𝑖𝑛)/(1+𝐺𝑛)
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
 PDRB Kabupaten BPS
 Jumlah Produksi Dalam Angka
komoditi
kehutanan,
pertanian,
perkebunan,
peternakan, dan
perikanan
ME - Sektor basis Hasil analisis
ME = dan Sektor LQ -
𝑺𝒆𝒌𝒕𝒐𝒓 𝑩𝒂𝒔𝒊𝒔
non basis
𝑺𝒆𝒌𝒕𝒐𝒓 𝑵𝒐𝒏 𝑩𝒂𝒔𝒊𝒔
Sarana dan Mengidentifikasi Deskriftif Data Jumlah  Kabupaten Badan Pusat Mengetahui
Prasarana kondisi,ketersediaada Kuantitatif Ketersediaan Sarana : Dalam Statistik Kondisi,ketersediaan
n sebaran sarana  Pendidikan Angka 2016 dan sebaran Sarana
-  Kesehatan
 Peribadatan
 Olahraga
 Perdagangan
Mengdentifikasi 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑆𝑒ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠𝑛𝑦𝑎  Data Jumlah  Kabupaten Badan Pusat Untuk mengetahui
tingkat kebutuhan 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 Sarana Dalam Statistik tingkat kebutuhan
=
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑘𝑢𝑛𝑔
sarana Pendidikan,Keseh Angka 2016 sarana
atan, Peribadatan,
Olahraga dan
Deskriftif
Perdagangan.
Kuantitatif
 Data Jumlah
Penduduk
Wilayah
 Data Sebaran
Sarana
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
Identifikasi tingkat Deskriftif  Data Jumlah Kabupaten Badan Pusat Untuk ,mengetahui
pelayanan sarana Kuantitatif 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑃𝑒𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑎𝑛 Sarana Dalam Angka Statistik tingkat pelayanan
Pendidikan,Keseh 2016 sarana
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐴𝑑𝑎 atan, Peribadatan,
= 𝑥 100%dan
Olahraga
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑆𝑒ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠𝑛𝑦𝑎
Perdagangan.
 Tingkat Kepuasan Kuisioner/Wawa -
Masyarakat ncara
Terhadap Sarana
Terkait
Mengidentifikasi  Hasil analisis  Kabupaten Badan Pusat Untuk mengetahui
proyeksi kebutuhan proyeksi Dalam Statistik proyeksi kebutuhan
sarana penduduk Angka sarana
Deskriftif 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑦𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘
Data Jumlah
Kuantitatif 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑘𝑢𝑛𝑔
Sarana
 Data Sebaran
Sarana

Mengidentifikasi Jarak antara sarana Kuisioner/Wawa - Untuk mengetahui


Deskriftif
keterjangkauan Jpr (m) = Mt x (Jt/t) dengan permukiman ncara keterjangkauan sarana
Kuantitatif
sarana
Prasarana
Data Jumlah Kondisi ,Keterse Untuk mengetahui
Ketersediaan diaan dan Kondisi,ketersediaan
Prasarana : sebaran dan sebaran prasarana
Mengidentifikasi prasarana yg
Deskriftif
kondisi,ketersediaan terdapat di
Kuantitatif
dan sebaran prasarana wilayah kajian
Air Minum PDAM
Air Limbah
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
 Irigasi  Dinas Bina
 Drainase Marga dan
Pengairan
Persampahan  Dinas
Kebersihan dan
Pertamanan
Listrik  PLN
Telekomunikasi  Dinas
Komunikasi
dan Informasi
Mengidentifikasi Deskriptif - Data Jumlah 
pelayanan prasarana Kuantitatif Ketersediaan
Prasarana
- Data jumlah
penduduk
- Data sebaran
prasarana

Air Minum :  Air Minum PDAM Untuk mengetahui


 Air Limbah tingkat pelayanan
prasarana

Air Limbah :
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
Irigasi :  Irigasi Laporan
 Drainase Tahunan Dinas
Bina Marga dan
Pengairan
Drainase :

𝑆𝑆𝑃𝑀
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑓𝑟𝑎𝑠𝑡𝑟𝑢𝑘𝑡𝑢𝑟 𝑑𝑟𝑎𝑖𝑛𝑎𝑠𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑘𝑒𝑙𝑜𝑙𝑎(𝐴)
=
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑓𝑟𝑎𝑠𝑡𝑟𝑢𝑘𝑡𝑢𝑟 𝑑𝑟𝑎𝑖𝑛𝑎𝑠𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛(𝐵)

Persampahan : Persampahan Laporan


Tahunan Dinas
Kebersihan dan
Pertamanan
Listrik : Listrik Laporan
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑃𝑒𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑎𝑛 𝐿𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑘 = Tahunan PLN
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑛 𝑥 5 𝑗𝑖𝑤𝑎
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘

x 100%

Telekomunikasi : Telekomunikasi Laporan


Tahunan Dinas
Kebersihan dan
Pertamanan.
Mengidentifikasi Deskriptif 
Hasil analisis Kabupaten Untuk mengetahui
proyeksi tingkat Kuantitatif 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 proyeksi Bogor Dalam proyeksi tingkat
kebutuhan prasarana penduduk Angka 2016 kebutuhan prasarana.
𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑘𝑢𝑛𝑔
 Data Jumlah
Sarana
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
 Data Sebaran
Sarana
Transportasi  Tatralok
Dinas Lalu
Deskriptif  Kondisi dan  Tatrawil
Lintas dan
Sistem Jaringan
Kualitatif
Analisis deskripsi
jumlah sarana  Materi dan Angkutan
Mengetahui Sistem
Dan Deskriptif prasana Rencana Jaringan Transportasi
Jalan
Kuantitatif transportasi Induk (DLLAJ)
Transportasi
Indeks aksesbilitas = Mengetahui Indeks
 Panjang jalan
𝑷𝒂𝒏𝒋𝒂𝒏𝒈 𝑱𝒂𝒍𝒂𝒏  Aksesibilitas
100  Luas wilayah
𝑳𝒖𝒂𝒔 𝑾𝒊𝒍𝒂𝒚𝒂𝒉 Transportasi
 Landuse
Wilayah Barat
 Jenis-jenis Kabupaten Mengetahui Kondisi
Deskriptif
Sistem Kegiatan Analisis deskripsi Penggunaan Bogor - BAPPEDA Eksisting Sistem
Kualitatif
Lahan Eksisting  RTRW Kegiatan
Kabupaten
Bogor
 Tatralok
- Dinas Lalu
Indeks mobilitas =  Tatrawil
 Panjang jalan Lintas dan
𝑷𝒂𝒏𝒋𝒂𝒏𝒈 𝑱𝒂𝒍𝒂𝒏  Materi dan Mengetahui Indeks
100  Jumlah Angkutan
𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒑𝒆𝒏𝒅𝒖𝒅𝒖𝒌 Rencana Mobilitas Transportasi
penduduk Jalan
Induk (DLLAJ)
Transportasi
1. - Volume  Tatralok
Dinas Lalu
n  Jumlah  Tatrawil Mengetahui
Sistem Deskriptif Q Pergerakan  Rencana
Lintas dan
Perkembangan Sistem
Pergerakan Kuantitatif T Angkutan Jalan
 Arah pergerakan Induk Pergerakan
(DLLAJ)
Transportasi
Mengetahui
- Indeks  Jumlah
konektivitas antar
Konektivitas kecamatan
wilayah
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
 Jumlah jaringan
β= e/V jalan

You might also like