Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan dan Sasaran
Tujuan dan sasaran dari proposal ini adalah :
1.2.1 Tujuan
1.2.1.1 Aspek Kebijakan
1.2.1.2 Aspek Fisik
1.2.1.3 Aspek Tata Guna Lahan
1.2.1.4 Aspek Kependudukan
1.2.1.5 Teori Aspek Ekonomi
1.2.1.6 Aspek Sarana dan Prasarana
1.2.1.7 Aspek Transportasi
1.2.2 Sasaran
1.2.2.1 Aspek Kebijakan
1.2.2.2 Aspek Fisik
1.2.2.3 Aspek Tata Guna Lahan
1.2.2.4 Aspek Kependudukan
1.2.2.5 Teori Aspek Ekonomi
1.2.2.6 Aspek Sarana dan Prasarana
1.2.2.7 Aspek Transportasi
Jadi suatu wilayah itu terdiri dari pusat – pusat yang saling terhubung dan
berkaitan membentuk suatu system, pusat- pusat tersebut membentuk kawasan yang
bersifat homogen, maka di sebut sebagai wilayah.
Perencanaan Sektoral
3. Teori Pentahapan
Wilayah dapat tumbuh melalui tahapan – tahapan dan berkembang secara
linear. Tahap – tahap pertumbuhan ekonomi menurut Rostov, terdiri dari 5 tahapn
yaitu:
1) Tahap Masyarakat Tradisional (the traditional society)
Rostov mengartikan bahwa masyarakat yang:
A. Struktur fungsi produksi yang terbatas, cara-cara memproduksi yang relatif
primitif dan sikap serta cara hidup masyarakat sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai
yang dicetuskan pemikiran yang irasional (tidak rasioanal), tetapi oleh kebiasaan
yang secara turun temurun yang biasa dilakukan.
B. Tingkat produksi perkapita dan tingkat produktivitas perkapita masih sangat
terbatas, oleh sebab itu sabagian besar dari sumber-sumber daya ekonomi
masyarakat di gunakan untuk kegiatan dalam sektor pertanian. Dalam sektor ini
struktur sosialnya sangat bersifat herarkis, sehingga mobilitas secara vertikal
dalam masyarakat sedikit sekali.
C. Kegiatan politik dan pemerintahan di daerah-daerah di pegang oleh tuan-tuan
tanah yang berkuasa, kebijakan-kebijakan dari pemerintah pusat selalu
dipengaruhi oleh pandangan tuan-tuan tanah di berbagai daerah tersebut.
2) Tahap Lepas Landas(the precondition for take off)
Rostov mendefinisikan tahap prasyarat lepas landas sebagai suatu masa transisi
pada saat masyarakat mempersiapkan dirinya, ataupun dipersiapkan dari luar untuk
pertumbuhan yang mempunyai kekuatan untuk terus berkembang (self-sustain
growth); Pada tahap ini dan sesudahnya ekonomi akan berlaku secara otonomi.
3) Tahap Lepas Landas (take off)
Tahap lepas landas ini adalah suatu tahap interval dimana tahap masyarakat
tradisional dan tahap prasyarat untuk lepas landas telah dilewati. Pada periode ini,
beberapa penghalang pertumbuhan dihilangkan dan tekanan-tekanan yang
menimbulkan kemajuan ekonomi diperluas dan dikembangkan, serta mendominasi
masyarakat sehingga menyebabkan efektifitas dan meningkatkan tabungan
masyarakat.
4) Gerakan ke Arah Kedewasaan(the drive of maturity)
Gerakan kearah kedewasaan diartikan sebagai suatu periode ketika masyarakat
secara efektif menerapkan teknologi modern dalam mengolah sebagaian besar faktor-
faktor produksi dan kekayaan alamnya. Kedawasaan adalah tingkat dimana suatu
perekonomian menunjukkan kapasitas untuk bergerak melampaui industri-industri
dasar yang telah memeberikan kekuatan kepada periode take off untuk menyerap serta
menerapkan secara efisien hasil perkembangan teknologi modern. Pada tahap ini 10%
– 20% dari jumlah Pendapatan Nasional, di investasikan secara tetap,
hingga output tetap lebih besar daripada tingkat perumbuhan penduduk.
5) Masa Konsumsi Tinggi (the age of high mass consumption)
Pada masa ini perhatian masyarakat mengarah kepada masalah – masalah yang
berkaitan dengan konsumsi dan kesejateraan masyarakat dan bukan lagi kepada
masalah produksi. Leading sector bergerak kea rah barang-barang konsumsi tahan
lama serta jasa-jasa.
7. Teori Humanitarian
Teori ini menjelaskan bahwa suatu wilayah dapat tumbuh dan berkembang jika
masyarakat sejahtera, sehingga kemiskinan akan semakin berkurang. Konsep
pengembangan yang digunakan adalah :
Pengembangan kebutuhan dasar;
Penyediaan bahan pangan, keamanan, lapangan kerja, dan perumahan
•Investasi dialokasikan pada proyek padat karya;
Penciptaan kerangka yang self reliant (mandiri);
Kerangka nasional & internasional yang self - reliant , melalui pembentukan
tata internasional ekonomi baru antara negara maju dan berkembang misal :
bantuan asing, dll;
Pengembangan yang seimbang antara industrialisasi & mempertahankan
kegiatan ekonomi lokal.
8. Teori Dependensi
Interaksi antara wilayah periphery (terbelakang) dengan negara maju
menyebabkan wilayah periphery bergantung pada negara maju. Menurut Theotonio
Dos Santos, Dependensi (ketergantungan) adalah keadaan dimana kehidupan ekonomi
negara–negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan
ekonomi negara–negara lain, di mana negara–negara tertentu ini hanya berperan
sebagai penerima akibat saja. Teori ini menekankan bahwa aspek eksternal dari
pembangunan menjadi penting. Negara-negara yang ekonominya lebih kuat, bukan
saja menghambat karena menang dalam bersaing, tetapi juga ikut campur dalam
mengubah struktur sosial, politik, dan ekonomi negara yang lebih lemah. Hal ini
mengakibatkan negara yang lebih lemah tidak mampu untuk mengontrol sumber
dayanya.
Pusat dan wilayah belakang merupakan suatu wilayah nodal yang mempunyai
hubungan yang bersifat simbiotik dan mempunyai fungsi yang spesifik sehingga
keduanya tergantung secara internal. Fungsinya berupa, pusat permukiman, pelayanan,
industri, perdagangan, sedangkan untuk wilayah belakang berfungsi sebagai; penyedia
barang dasar, daerah pemasaran dan pusat pertanian. Dan wilayah tersebut mempunyai
hierarki, berdasarkan jumlah penduduk, jumlah fasilitas dan jumlah fasilitas pelayanan.
Tujuan konsep ini dalam pengembangan wilayah antar lain sebagai berikut:
Menurut Eko Budiharjo, Kota merupakan hasil cipta, rasa, karsa dan karya
manusia yang paling rumit dan muskil sepanjang peradaban. Struktur merupakan
bentuk dan wajah serta penampilan kota, merupakan hasil dari penyelesaian konflik
perkotaan yang selalu terjadi, dan mencerminkan perkembangan peradaban warga kota
maupun pengelolanya.
Adapun elemen-elemen yang membentuk struktur ruang kota (Sinulingga,
2005: 97, yaitu:
Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan,
pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok
dalam pusat pelayanan.
Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan
grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat.
Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang
terbuka hijau.
Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat di atas.
Gambar 2.
Sumber :
2) Teori Sektoral (Sector Theory)
Teori tentang struktur ruang kota yang kedua adalah teori sektoral yakni teori
yang dikemukakan oleh Hommer Hoyt dari hasil penelitiannya yang dilakukannya
pada tahun 1930-an di kota Chicago. Hommer Hoyt berpendapat bahwa unit-unit
kegiatan di perkotaan tidak menganut teori konsentris melainkan membentuk unit-unit
yang lebih bebas. Ia menambahkan bahwa daerah dengan harga tanah yang mahal pada
umumnya terletak di luar kota sedangkan harga tanah yang lebih murah biasanya
merupakan jalur-jalur yang bentuknya memanjang dari pusat kota (pusat kegiatan)
menuju daerah perbatasan. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.
Sumber :
Gambar 2.
Sumber :
Sumber :
Gambar 2.
Sumber :
6) Teori Poros
Teori tentang struktur ruang kota yang keenam adalah teori poros yakni teori
yang dikemukakan oleh Babcock pada tahun 1932. Teori ini menekankan bahwa jalur
tranportasi dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap struktur ruang
kota.
Gambar 2.
Sumber :
7) Teori Historis
Teori tentang struktur ruang kota yang terakhir yakni teori historis yang
dikemukakan oleh Alonso. Teorinya didasari atas nilai sejarah yang berkaitan dengan
perubahan tempat tinggal penduduk di kota tersebut. Kita bisa melihat gambaranya di
bawah ini.
Gambar 2.
Sumber :
Daerah yang menjadi pusat kegiatan dalam kurun waktu yang lama akan
mengalami kerusakan lingkungan, akibatnya sejumlah penduduk akan pindah ke
daerah pinggiran yang masih asri dan alami (lihat garis yang menunjuk keluar).
Kerusakan lingkungan di daerah pusat kegiatan ini akan mengundang pemerintah
setempat untuk melakukan perbaikan sehingga ketika dirasa telah lebih baik, hal ini
akan mengundang sejumlah masyarakat untuk tinggal di dekat wilayah pusat kegiatan.
Beberapa alasannya adalah karena mudahnya tranportasi, banyaknya pusat
perbelanjaan dan fasilitas umum lainnya (lihat garis yang menunjuk ke dalam).
Perbaikan terus di lakukan dimana yang awalnya hanya di lakukan pada
wilayah 1 (pusat kegiatan) kemudian merambat ke wilayah 2, 3 dan seterusnya.
Tentunya ini akan menarik masyarakat untuk memindahkan tempat tinggalnya dari
wilayah 1 ke wilayah yang lebih tinggi sehingga terjadilah perubahan tempat tinggal.
Beberapa alasannya pada umumnya karena wilayah pusat kegiatan sangat padat
penduduk sehingga tidak begitu nyaman.
Kawasan Lindung
Kawasan lindung yang dapat terdiri atas:
hutan lindung;
kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, yang
meliputi kawasan bergambut dan kawasan resapan air;
kawasan perlindungan setempat, yang meliputi sempadan pantai, sempadan
sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar mata air;
ruang terbuka hijau (RTH) kota, yang antara lain meliputi taman RT, taman
RW, taman kota dan permakaman;
kawasan suaka alam dan cagar budaya;
kawasan rawan bencana alam, yang meliputi kawasan rawan tanah longsor,
kawasan rawan gelombang pasang dan kawasan rawan banjir; dan
kawasan lindung lainnya.
Rencana pola ruang wilayah kota harus digambarkan dengan ketelitian peta skala
minimum 1:25.000 dan mengikuti ketentuan sistem informasi geografis yang
dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang;
Cakupan rencana pola ruang wilayah kota meliputi ruang darat dan ruang laut dengan
batasan 4 (empat) mil laut diukur dari garis pantai di wilayah kota atau sampai batas
negara yang disepakati secara internasional apabila kota terkait berbatasan laut dengan
negara lain;
Rencana pola ruang wilayah kota dapat digambarkan dalam beberapa lembar peta yang
tersusun secara beraturan mengikuti indeks peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) atau
mengikuti ketentuan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal).
Untuk wilayah kota yang memiliki wilayah pesisir dan kelautan perlu dilengkapi
dengan peta batimetri (yang menggambarkan kontur laut) skala 1:25.000; dan
Penggambaran rencana pola ruang wilayah kota harus mengikuti peraturan
perundangan-undangan terkait pemetaan rencana tata ruang, antara lain memuat sistem
jaringan prasarana utama dan sungai;
Rencana pola ruang untuk ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi wilayah
kota diatur lebih lanjut dengan pedoman tersendiri;
Harus mengikuti peraturan perundang-undangan terkait pemetaan rencana tata ruang.
2.2.6 Teori Aspek Kebijakan, Kelembangan, dan Pembiayaan
2.2.7 Teori Aspek Fisik
2.2.8 Teori Aspek Tata Guna Lahan
2.2.9 Teori Aspek Kependudukan
2.2.10 Teori Aspek Ekonomi
2.2.11 Teori Aspek Sarana dan Prasarana
2.2.12 Teori Aspek Transportasi
BAB III
METODOLOGI
3.1 Metode Pendekatan Studi
Metode pendekatan studi yang dilakukan dalam Studio Perencanaan Wilayah
adalah metode pendekatan komprehensif atau menyeluruh. Karena dalam Studio
Perencanaan Wilayah ini menganalisis secara menyeluruh dari masing-masing aspek
seperti Aspek kebijakan kelembagaan dan pembiayaan, fisik, tata guna lahan,
kependudukan sosial budaya dan ketenagakerjaan, ekonomi, sarana dan prasarana serta
transportasi.
Tabel III.1
Matriks Analisis Umum
Wilayah Kabupaten Cianjur
OUTPUT TEKNIK ANALISIS JENIS DATA
Konsep dan Strategi a. Struktur dan Pola Ruang 1. Hasil analisis Aspek
Pengembangan Wilayah b. Analisis Tingkat Kebijakan
Kabupaten Cianjur Perkembangan 2. Hasil analisis Aspek Fisik
c. Konsep dan Strategi 3. Hasil analisis Aspek Tata
Pengembangan Wilayah Guna Lahan
4. Hasil analisis Aspek
Kependudukan, Sosial
Budaya dan
Ketenagakerjaan
5. Hasil analisis Aspek
Ekonomi
6. Hasil analisis Aspek
Sarana dan Prasarana
7. Hasil analisis Aspek
Transportasi
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
Dokumen
Renstra Badan
Lembaga
Kabupaten
Bogor
Dokumen
RTRWN
Kebijakan internal Pola ruang
Documen
dan sentralitas di Deskripsi - Struktur ruang BAPPEDA
RTRWP Jawa
Kabupaten Bogor Tupoksi barat
Documen
RTRW
Kabupaten
1 Bogor
RPJM
RPJP
Pola ruang TATRALOK
Struktur ruang TATRAWIL
Kebijakan,
Kelembagaan Tupoksi LP2B
Kebijakan sektoral
dan Kebijakan pariwisata SISTRANAS
dan spasial yang
Pembiayaan mempengaruhi
Deskripsi - Kebijakan RTRWN BAPPEDA
Kabupaten Bogor transportasi RTRWP
Kebijakan kawasan RTRW
pertanian Kabupaten
Bogor
RTRW
Identifikasi rencana Pola ruang
Evaluasi - Kabupaten BAPPEDA
kebijakan dan kondisi Wawancara
Bogor
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
eksisting di Survey Primer
Kabupaten Bogor
Lembaga
pemerintahan
di Per-
Kecamatan
Wilayah
Timur
Kabupaten
RPJM Bogor.
Identifikasi Lembaga Evaluasi Program kerja
- RPJP Lembaga
dan Programnya Tupoksi
RENSTRA Swasta yang
ada di
Wilayah
kajian Studi.
Masyarakat
sekitar
Wilayah
kajian studi.
Lembaga
Identifikasi KISS pemerintahan
(Koordinasi, Program kerja tiap Per-
RENSTRA
Integrasi, Deskripsi - TUPOKSI Kecamatan di
Survey Primer
Singkronisasi, Wawancara wilayah studi.
Integrisa, Sinergitas). Lembaga swasta
Masyarakat.
Identifikasi realisasi
Deskripsi - APBD Dokumen APBD BAPPEDA
dan sumber APBD
𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐀𝐬𝐥𝐢 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡
PAD Dinas
Mengetahui tingkat APBD
Desentralisasi 𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐏𝐞𝐧𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚𝐚𝐧 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡
𝐱𝟏𝟎𝟎 %
APBD Pendapatan
kemandirian suatu
daerah ditinjau dari
Fiskal PAD Kecamatan Daerah
dalam angka
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
anggaran pendapatan
𝐁𝐚𝐠𝐢 𝐇𝐚𝐬𝐢𝐥 𝐏𝐚𝐣𝐚𝐤
belanja daerah 𝐝𝐚𝐧 𝐁𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐣𝐚𝐤
𝐱𝟏𝟎𝟎 %
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐏𝐞𝐧𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚𝐚𝐧 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡
𝐒𝐮𝐦𝐛𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡
𝐱 𝟏𝟎𝟎 %
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐏𝐞𝐧𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚𝐚𝐧
𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡
𝑺𝑲𝑭
𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉
𝑷𝒆𝒏𝒈𝒆𝒍𝒖𝒂𝒓𝒂𝒏 𝑫𝒂𝒆𝒓𝒂𝒉
/𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒑𝒆𝒏𝒅𝒖𝒅𝒖𝒌
=
Kebutuhan 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑲𝒆𝒄𝒂𝒎𝒂𝒕𝒂𝒏
Fiskal 𝑰𝑷𝑷𝑷
𝑷𝒆𝒏𝒈𝒆𝒍𝒖𝒂𝒓𝒂𝒏 𝑨𝒌𝒕𝒖𝒂𝒍
𝑷𝒆𝒓𝒌𝒂𝒑𝒊𝒕𝒂 𝑼𝒏𝒕𝒖𝒌
𝑱𝒂𝒔𝒂 𝑷𝒖𝒃𝒍𝒊𝒌
=
𝑺𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓 𝑲𝒆𝒃𝒖𝒕𝒖𝒉𝒂𝒏
𝑭𝒊𝒔𝒌𝒂𝒍 (𝑺𝑲𝑭)
1. PAD
Mengetahui 2. APBD Dinas
kebutuhan investasi - APBD 3. Kecamatan Pendapatan
di Wilayah Timur dalam Daerah
angka
Dinas
Mengetahui tingkat Dokumen
kesehatan suatu Pendapatan
APBD
daerah ditinjau dari Sumber alokasi - APBD daerah
Kecamatan
anggaran pendapatan Alokasi dana
dalam Kantor
belanja daerah angka kecamatan
Dinas
Mengetahui tingkat Dokumen
keamanan suatu Pendapatan
APBD APBD
daerah ditinjau dari - daerah
Dana cadangan Kecamatan
anggaran pendapatan PAD
dalam Kantor
belanja daerah angka kecamatan
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
Fisik - Topografi BAPPEDA
Materi Teknis
- Klimatologi
RTRW
Teridentifikasinya - Geologi
Deskriptif Kabupaten
Karakteristik Fisik - Hidrologi
Bogor Tahun
- Morfologi
2005-2025
- Jenis Tanah
- Daerah Rawan BPBD
Bencana
Superimpose SKL Morfologi : BAPPEDA
(Sesuai dengan Materi Teknis
Peraturan Menteri 1. Peta Morfologi RTRW
Teridentifikasinya - Skoring
Pekerjaan Umum Kabupaten
Kemampuan Lahan - Overlaying maps 2. Peta Kemiringan
Nomor 20 Tahun Bogor Tahun
2007) 2005-2025
1. Peta Topografi
2. Peta Morfologi
3. Peta Penggunaan
Lahan
4. Peta Geologi
5. Peta Kemiringan
Lereng
SKL Kestabilan BAPPEDA
Lereng :
1. Peta Topografi
2. Peta Morfologi
3. Peta Kemiringan
4. Peta Geologi
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
5. Peta Penggunaan
Lahan
6. Peta Curah Hujan Data Curah
Hujan
7. Peta Bencana Alam BPBD
SKL Kestabilan BAPPEDA
Pondasi :
1. Peta Hidrologi
2. Peta Geologi
3. Peta Penggunaan
Lahan
SKL Ketersediaan BAPPEDA
Air :
1. Peta Hidrologi
2. Peta Klimatologi
3. Peta Morfologi
4. Peta Kemiringan
Lereng
5. Peta Geologi
6. Peta Penggunaan
Lahan
SKL Terhadap Erosi : BAPPEDA
1. Peta Geologi
2. Peta Morfologi
3. Peta Klimatologi
4. Peta Hidrologi
5. Peta Penggunaan
Lahan
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
6. Peta Kemiringan
Lereng
SKL Untuk BAPPEDA
Drainase :
1. Peta Morfologi
2. Peta Kemiringan
Lereng
3. Peta Topografi
4. Peta Geologi
5. Peta Hidrologi
6. Peta Klimatologi
7. Peta Penggunaan
Lahan
SKL Pembuangan BAPPEDA
Limbah :
1. Peta Morfologi
2. Peta Topografi
3. Peta Kemiringan
lereng
4. Peta Klimatologi
5. Peta Hidrologi
6. Peta Geologi
7. Peta Penggunaan
Lahan
SKL Terhadap BPBD
Bencana Alam :
1. Peta Hidrologi
2. Peta Jenis Tanah
3. Peta Gerakan BPBD
Tanah
4. Peta Penggunaan Materi Teknis BAPPEDA
Lahan Eksisting RTRW
Kabupaten
Bogor Tahun
2005-2025
Peta Pertanian Lahan BAPPEDA
Basah :
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
1. Peta Hidrologi
2. Peta Jenis Tanah
3. Peta Gerakan BPBD
Tanah
4. Peta Penggunaan Materi Teknis BAPPEDA
Lahan Eksisting RTRW
Kabupaten
Bogor Tahun
2005-2025
Peta Pertambangan : BAPPEDA
1. Peta Kemiringan
2. Penggunaan Lahan
Eksisting
3. Peta Sebaran Dinas
Pertambangan Pertambangan
4. Peta Gerakan BPBD
Tanah
5. Peta Topografi Materi Teknis BAPPEDA
RTRW
Kabupaten
Bogor Tahun
2005-2025
Peta Permukiman : BAPPEDA
1. Peta Topografi
2. Peta Hidrologi
3. Peta Kemiringan
4. Peta Rawan Dokumen BPBD
Bencana Penanggulangan
Bencana Alam
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
5. Peta Penggunaan Materi Teknis BAPPEDA
Lahan Eksisting RTRW
Kabupaten
Bogor Tahun
2005-2025
Peta Industri : BAPPEDA
1. Peta Kemiringan
2. Peta Hidrologi
3. Peta Klimatologi
4. Peta Geologi
5. Peta Penggunaan
Lahan Eksisting
Peta Pariwisata : BAPPEDA
1. Peta Kemiringan
2. Peta Sebaran Dinas
Pariwisata Kebudayaan dan
Pariwisata
3. Peta Penggunaan Materi Teknis BAPPEDA
Lahan Eksisting RTRW
4. Peta Hidrologi Kabupaten
Bogor Tahun
2005-2025
Tata Guna Teridentifikasi pola Kualitatif Deskriptif Penggunaan lahan peta penggunaan Bappeda Teridentifikasi pola
Lahan penggunaan lahan 2012-2016 lahan penggunaan lahan
Teridentifikasi Kualitatif & Deskriptif & Overlay Kawasan Terbangun peta penggunaan Bappeda Teridentifikasi
Kecenderungan Kuantitatif dan Non Terbangun lahan Kecenderungan
Kawasan terbangun 2012-2016 Kawasan terbangun
dan non terbangun dan Non Terbangun
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
Teridentifikasi Kualitatif & Deskriptif & Overlay Penggunaan lahan peta penggunaan Bappeda Teridentifikasi
perubahan Kuantitatif 2012-2016 lahan perubahan penggunaan
penggunaan lahan lahan
Mengidentifikasi Kualitatif Deskriptif Hasil Analisis sasaran Hasil analisis Mengidentifikasi
potensi dan masalah 1 s/d 4 potensi dan masalah
Kependudukan Karakteristik Deskriptif Deskriptif Jumlah Penduduk dan Kecamatan BPS Kabupaten Mengetahui Jumlah
, Sosial dan penduduk dari segi Kuantitatif Struktur Penduduk dalam Angka Bogor Penduduk dan Struktur
Ketenagakerja kuantitas. Kabupaten Penduduk untuk
an Dalam Angka mengidentifikasi
karakteristik penduduk
dari segi kuantitas
Deskriptif Kepadatan = Kepadatan Penduduk Mengetahui Kepadatan
Kuantitatif 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑷𝒆𝒏𝒅𝒖𝒅𝒖𝒌 Penduduk untuk
𝑳𝒖𝒂𝒔 𝑾𝒊𝒍𝒂𝒚𝒂𝒉 mengidentifikasi
karakteristik penduduk
dari segi kuantitas
Deskriptif Laju Pertumbuhan Mengetahui Laju
4 Kuantitatif (1/t) Penduduk Pertumbuhan
r = {(Pt /P0) -1} x 100
Penduduk untuk
Ket: mengidentifikasi
r = laju pertumbuhan karakteristik penduduk
penduduk dari segi kuantitas
Pt = jumlah penduduk
pada tahun ke –t
P0 = jumlah penduduk
pada tahun dasar
t = selisih tahun
Pt dengan P0
Deskriptif Sex Ratio Mengetahui se ratio
Kuantitatif
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
SR
Jumlah Penduduk Laki − laki
= x 100
Jumlah Penduduk Perempuan
Metode Lung
polynomial
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
Dimana :
keterangan :
Pt+θ = Penduduk
daerah yang diselidiki
Pt = Penduduk
daerah pada tahun
dasar
Θ = Selisih
tahun dasar ke tahun
yang diselidiki
b = Rata-rata
tambahan jumlah
penduduk tiap tahun
Metode
Bunga
Berbunga
Pt+θ = Pt( 1 +
r )θ
Dimana :
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
r = ∆P x 100 %
P
Keterangan:
r = Rata-rata
presentasi tambahan
jumlah penduduk
yang diselidiki
Pt+θ = Penduduk
daerah yang diselidiki
Pt = Penduduk
daerah pada tahun
dasar
Θ = Selisih
tahun dasar ke tahun
yang diselidiki
Karakteristik Deskriptif Dependency Ratio Kecamatan BPS Kabupaten Mengetahui Depedency
penduduk dari segi Kuantitatif dalam Angka Bogor Ratio untuk
kualitas Kabupaten mengidentifikasi
Dalam Angka karakteristi penduduk
dari segi kualitas
Karakterisrik Deskriptif TPAK (Tingkat Kecamatan BPS Kabupaten Mengetahui TPAK
Ketenagakerjaan Kuantitatif Partisipasi Angkatan dalam Angka Bogor untuk mengidentifikasi
Kerja) Kabupaten ketenagakerjaan
Dalam Angka
Deskriptif Tingkat Kecamatan BPS Kabupaten Mengetahui TPT untuk
Kuantitatif Pengangguran dalam Angka Bogor mengidentifikasi
Terbuka Kabupaten ketenagakerjaan
Dalam Angka
Deskriptif Produktivitas Tenaga Kecamatan BPS Kabupaten Mengetahui PTK untuk
Kuantitatif PTKsi = PDRBsi/JPsi Kerja dalam Angka Bogor mengidentifikasi
Kabupaten ketenagakerjaan
Dalam Angka
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
Sosial Budaya Desrkiptif Identifikasi kondisi Wawancara Survei Primer Mengetahui kondisi
sosial budaya sosial budaya
Ekonomi Karakteristik PDRB Kabupaten BPS Karakteristik
Ekonomi: Jumlah produksi Dalam Angka Ekonomi:
a. Struktur Ekonomi: b. Struktur Ekonomi:
Primer Deskripsi Primer
Sekunder Sekunder
Tersier Tersier
Jumlah produksi Kecamatan Kantor
Dalam Angka Kecamatan
c. Laju Pertumbuhan PDRB (n,k,i) PDRB (n 1,k,i) PDRB Kabupaten 8. BPS d. Laju Pertumbuhan
LPE (n,i) X100%
Ekonomi PDRB (n 1,k,i) Jumlah Produksi Dalam Angka Ekonomi
Jumlah Produksi Kecamatan Kantor
Dalam Angka Kecamatan
PDRB Kabupaten
e. Pendapatan
Pendapatan Perkapita
PDRB
Jumlah Penduduk Dalam Angka BPS f. Pendapatan Perkapita
Perkapita Jumlah Penduduk
Air Limbah :
No Aspek sasaran Metodologi Teknik Analisis Data Sumber Data Instansi Output
Irigasi : Irigasi Laporan
Drainase Tahunan Dinas
Bina Marga dan
Pengairan
Drainase :
𝑆𝑆𝑃𝑀
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑓𝑟𝑎𝑠𝑡𝑟𝑢𝑘𝑡𝑢𝑟 𝑑𝑟𝑎𝑖𝑛𝑎𝑠𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑘𝑒𝑙𝑜𝑙𝑎(𝐴)
=
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑓𝑟𝑎𝑠𝑡𝑟𝑢𝑘𝑡𝑢𝑟 𝑑𝑟𝑎𝑖𝑛𝑎𝑠𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛(𝐵)
x 100%