You are on page 1of 33

LAPORAN KASUS

DISPROPORSI SEFALOPELVIK

Oleh
Adhang Isdyarsa
132011101060

Pembimbing
dr. Gogot Suhariyanto, Sp.OG

disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik madya


SMF Ilmu Penyakit Obstetri dan Ginekologi RSD dr. Soebandi Jember

SMF ILMU PENYAKIT OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSD dr. SOEBANDI JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2017
DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3

2.1 Anatomi Jalan Lahir ........................................................................................... 3

2.1.1 Tulang-Tulang Panggul ................................................................................... 3

2.1.3 Bentuk-Bentuk Panggul .................................................................................. 6

2.2 Cephalopelvic Disproportion (CPD).................................................................. 7

2.2.1 Definisi ............................................................................................................ 7

2.2.2 Insiden ............................................................................................................. 7

2.2.3 Faktor Resiko .................................................................................................. 8

2.2.4 Mekanisme Persalinan ................................................................................... 10

2.2.5 Diagnosis ....................................................................................................... 11

2.2.6 Penanganan .................................................................................................... 16

2.2.7 Komplikasi dan Prognosis ............................................................................. 17

BAB 3. LAPORAN KASUS....................................................................................... 19

3.1 Identitas Penderita ............................................................................................ 19

3.2 Anamnesa ......................................................................................................... 19

3.3 Pemeriksaan Fisik ............................................................................................. 20

3.4 Pemeriksaan Penunjang .................................................................................... 21

3.5 Resume ............................................................................................................. 23

3.6 Diagnosa Kerja ................................................................................................. 24

3.7 Foto Bayi .......................................................................................................... 24

3.8 Tatalaksana ....................................................................................................... 25

BAB 4. PEMBAHASAN ............................................................................................ 26

ii
BAB 5. KESIMPULAN .............................................................................................. 28

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 29

iii
BAB 1. PENDAHULUAN

Berdasarkan data dari Reproductive Health Library, terdapat 180 sampai 200
juta kehamilan. Dari angka tersebut terjadi 585.000 kematian maternal akibat
komplikasi kehamilan dan persalinan. Penyebab kematian tersebut adalah perdarahan
24,8%, infeksi dan sepsis 14,9%, hipertensi dan preeklampsi/eklampsi 12,9%,
persalinan macet (distosia) 6,9%, abortus 12,9%, dan sebab langsung yang lain
sebanyak 7,9%.1

Sectio cesarea primer lebih sering dilakukan pada wanita nulliparitas daripada
wanita multiparitas. Cara persalinan pada kelahiran pertama memiliki pengaruh
penting pada kehamilan selanjutnya. Ibu yang mengalami sectio cesarea pada
persalinan pertama cenderung akan mengalami komplikasi pada kehamilan
selanjutnya seperti plasenta previa, ruptur uteri, dan sectio cesarea berulang. Indikasi
sectio cesarea primer tersering pada wanita nulliparitas adalah cephalopelvic
disproportion (CPD) dengan insiden sebesar 66,7% berdasarkan American College of
Obstretician and Gynaecologist (ACOG). Angka ini menunjukkan peningkatan
dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Gregory et al pada tahun 1985 dan 1994
dengan masing-masing 49,7% dan 51,4% kejadian distosia menyebabkan sectio
cesarea.2,3
Saat ini, istilah seperti CPD dan kegagalan kemajuan (failure to progress)
sering digunakan untuk menjelaskan persalinan yang tidak efektif sehingga perlu
dilakukan sectio cesarea. Istilah CPD mulai digunakan sebelum abad ke-20 untuk
menjelaskan obstruksi persalinan akibat disparitas (ketidaksesuaian) antara ukuran
kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.
Namun, istilah ini berasal dari masa saat indikasi utama sectio cesarea adalah
penyempitan panggul yang nyata akibat rakitis. Saat ini disproporsi seperti itu jarang
dijumpai dan sebagian disproporsi disebabkan oleh malposisi kepala janin atau akibat
kontraksi yang tidak efektif.3

1
Kegagalan kemajuan (failure to progress) baik pada persalinan spontan
maupun persalinan diinduksi telah menjadi istilah yang semakin populer untuk
menggambarkan persalinan yang tidak efektif. Istilah ini juga digunakan untuk
menggambarkan tidak adanya kemajuan pembukaan servik atau penurunan janin.3
CPD dapat menimbulkan berbagi komplikasi baik pada ibu maupun janin. Oleh
karena itu, diagnosis dan penanganan yang tepat sangat diperlukan untuk menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin.

2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Jalan Lahir


2.1.1 Tulang-Tulang Panggul
Panggul tersusun atas empat tulang, yaitu sakrum, koksigis, dan dua tulang
inominata yang terbentuk oleh fusi ilium, iskium, dan pubis. Tulang-tulang inominata
bersendi dengan sakrum pada sinkondrosis sakroiliaka dan bersendi dengan tulang
inominata sebelahnya di simfisis pubis. Panggul dibagi menjadi dua regio oleh bidang
imajiner yang ditarik dari promontorium sakrum ke pinggir atas simfisis pubis, yaitu:
a. Panggul palsu
Terletak di atas bidang, berfungsi untuk menyokong intestinum.
b. Panggul sejati
Terletak di bawah bidang, memiliki dua bukaan yang harus dilewati bayi
selama persalinan pervaginam, yaitu arpertura pelvis superior (pintu atas
panggul) dan arpetura pelvis inferior (pintu bawah panggul).3

Gambar 1. Gambaran Anteroposterior Panggul Normal Wanita Dewasa.


(AP= Diameter Anteroposterior, T= Diameter Transversal)3

3
2.1.2 Bidang Diameter Panggul
2.1.2.1 Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum, linea
innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak dari pinggir
bawah simfisis ke promontorium. Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur
dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke
seluruh permukaan anterior sacrum. Promontorium teraba sebagai penonjolan tulang.
Dengan jari tetap menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai
menyentuh arkus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara
ujung jari pada promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk merupakan
panjang konjugata diagonalis.4
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang
dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5cm, panjangnya kurang lebih
11cm. Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak
antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium. Umumnya selisih nilai
antara konjugata vera dan konjugata obstetrika sangatlah sedikit.4

Gambar 2. Tiga Diameter Anteroposterior Pintu Atas Panggul.


(P = Promontorium Sakrum; Sim = Simfisis Pubis)3

4
2.1.2.2 Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Panggul tengah tidak
dapat diukur secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina iskiadika,
sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement. Jarak antara
kedua spina ini yang biasa diisebut distansia interspinarum merupakan jarak panggul

terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina iskiadika
berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, yaitu jarak antara sakrum dengan garis
diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.3,4

Gambar 3.Diameter Anteroposterior dan Transversal Pintu Atas Panggul Serta


Diameter Transversal (Interspinosus) Panggul Tengah.3

2.1.2.3 Pintu Bawah Panggul


Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua
segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber iskiadikum
kiri dan kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis
adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari
ujung sakrum ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior
(7,5 cm), dan jarak antara pinggir bawah simfisis ke ujung sakrum (11,5 cm).4

5
Gambar 4. Pintu Bawah Panggul.3

2.1.3 Bentuk-Bentuk Panggul


Panggul menurut anatominya dibagi dalam 4 jenis pokok. Jenis-jenis panggul
ini dengan ciri-ciri pentingnya ialah:3,4
1. Panggul ginekoid, ditandai dengan pintu atas panggul yang bundar, atau
diameter transversa yang lebih panjang sedikit dari pada diameter antero-
posterior dan dengan panggul tengah serta pintu bawah panggul yang cukup
luas. Panggul ini dianggap sebagai panggul normal pada wanita.
2. Panggul antropoid, ditandai dengan diameter antero-posterior yang lebih
panjang daripada diameter transversa dan sedikit penyempitan arkus pubis.
3. Panggul android, ditandai dengan pintu atas panggul yang berbentuk seperti
segitiga, berhubungan dengan penyempitan kedepan, dengan spina ischiadica
menonjol kedalam dan dengan arcus pubis menyempit.
4. Panggul platipelloid, ditandai dengan diameter antero-posterior yang jelas lebih
pendek dari pada diameter transversa pada pintu atas panggul, dan arcus pubis
yang luas.

6
Gambar 5. Jenis-Jenis Panggul.3

2.2 Cephalopelvic Disproportion (CPD)

2.2.1 Definisi
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah suatu kondisi dimana kepala bayi
terlalu besar sehingga tidak sesuai dengan ukuran pelvis ibu. CPD yang murni jarang
terjadi. Hal ini terlihat dari dua pertiga atau lebih perempuan yang menjalani
persalinan sesar dengan indikasi CPD selanjutnya dapat melahirkan bayi pervaginam.
Namun sebagian besar kasus kegagalan kemajuan persalinan didiagnosis sebagai
CPD. 2,3,5

2.2.2 Insiden
Prevalensi CPD di Indonesia berjumlah 3,8% dari kelahiran total, dan
merupakan indikasi tersering dilakukannya tindakan sectio cesarea di Indonesia.

7
Menurut laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2005, CPD
menyumbang sebanyak 8% dari seluruh penyebab kematian ibu di seluruh dunia.6

2.2.3 Faktor Resiko


CPD merupakan salah satu penyebab terjadinya distosia atau kemacetan pada
persalinan. Menurut American College of Obstericians and Gynecologists (ACOG),
distosia dapat terjadi akibat abnormalitas dari 3 faktor, yaitu:
a. Power (kekuatan) – kontraktilitas uterus dan daya ekspulsif ibu.
b. Passanger – melibatkan janin.
c. Passage (jalan lahir) – melibatkan panggul.3

Sementara itu, faktor risiko terjadinya CPD dapat dibedakan atas 2 faktor, yaitu:
1. Ibu
Faktor ibu yang dapat menyebabkan CPD adalah kapasitas pelvis yang tidak
memadai. Setiap penyempitan diameter panggul yang mengurangi kapasitasnya
dapat membuat distosia selama persalinan. Penyempitan tersebut dapat terjadi
pada pintu atas panggul, panggul tengah, dan pintu bawah panggul.
a. Kesempitan pada pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit bila diameter anteroposterior terpendeknya
kurang dari 10 cm, atau diameter transversa kurang dari 12 cm. Pada panggul
sempit kemungkinan besar kepala tertahan oleh pintu atas panggul. Hal ini
menyebabkan serviks uteri kurang mengalami tekanan kepala sehingga dapat
terjadi inersia uteri dan lambatnya pembukaan serviks.4

b. Kesempitan panggul tengah


Ukuran distansia interspinarum kurang dari 9,5 cm memerlukan kewaspadaan
akan kemungkinan kesukaran dalam persalinan, terutama jika ukuran diameter
sagitalis juga pendek.4

c. Kesempitan pintu bawah panggul

8
Pintu bawah panggul terdiri atas segitiga depan dan segitiga belakang yang
mempunyai dasar yang sama, yakni distansia tuberum. Bila distansia tuberum
dengan diameter sagitalis posterior kurang dari 15 cm, maka dapat timbul
kemacetan pada kelahiran ukuran normal.4

2. Janin
Faktor ibu yang dapat menyebabkan CPD adalah ukuran bayi yang terlalu besar
serta kelainan letak janin berupa malposisi ataupun malpresentasi kepala.
a. Ukuran Janin
Janin yang besar adalah janin dengan berat melebihi 4000 gram, atau disebut juga
dengan makrosomia. Kondisi ini dapat disebabkan oleh faktor herediter, ibu yang
menderita diabetes mellitus, postmaturitas, dan multiparitas. Ukuran janin saja
jarang menimbulkan distosia. Bahkan dengan kemajuan teknologi saat ini, batas
ukuran janin untuk memprediksi adanya CPD masih sulit dilakukan. Sebagian
besar kasus disproporsi timbul pada janin yang berat badannya baik dalam
jangkauan populasi obstetri secara umum. Dua pertiga neonatus yang
membutuhkan kelahiran sesar setelah kegagalan forseps, beratnya kurang dari
3700 gram. Dengan itu, faktor-faktor lain, seperti malposisi kepala, merupakan
faktor yang turut menghambat penurunan janin.5

b. Malposisi atau malpresentasi kepala


Pada persalinan normal, kepala janin pada waktu melewati pintu jalan lahir
berada dalam keadaan fleksi dengan presentasi belakang kepala. Dengan adanya
malpresentasi kepala seperti presentasi puncak kepala, presentasi dahi dan
presentasi muka maka dapat menimbulkan kemacetan dalam persalinan. Hal ini
dimungkinkan karena kepala tidak dapat masuk PAP karena diameter kepala pada
malpresentasi lebih besar dibanding ukuran panggul khususnya panjang
diameteranteroposterior panggul.3,4Keadaan Positio Occipito Posterior Persistent
atau presentasi ubun-ubun kecil di belakang adalah suatu keadaan yang
disebabkan kegagalan rotasi interna. Keadaan ini dapat disebabkan oleh kelainan
panggul, kesempitan panggul tengah, KPD, fleksi kepala kurang, serta inersia

9
uteri. Adakalanya oksiput berputar ke belakang dan anak lahir dengan muka di
bawah simfisis. Hal ini terutama terjadi bila fleksi kepala kurang. Penyulit yang
timbul dalam persalinan yaitu kala II yang lebih panjang.7

2.2.4 Mekanisme Persalinan


Pada panggul sempit, kepala dapat tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga
gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara langsung menekan bagian selaput
ketuban yang menutupi serviks. Hal ini menyebabkan pecahnya ketuban pada
pembukaan kecil dan terdapat resiko prolapsus funikuli. Setelah selaput ketuban
pecah, tidak terdapat tekanan kepala terhadap serviks dan segmen bawah rahim
sehingga kontraksi menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat atau tidak sama
sekali. Jadi, pembukaan yang berlangsung lambat dapat menjadi prognosa buruk pada
wanita dengan pintu atas panggul sempit.3,8
Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah masuk
dalam rongga panggul sebelum persalinan. Penyempitan pintu atas panggul
menyebabkan kepala janin mengapung bebas di atas pintu panggul sehingga dapat
mengubah presentasi janin. Pada wanita dengan panggul sempit terdapat presentasi
wajah dan bahu tiga kali lebih sering dan prolaps tali pusat empat sampai enam kali
lebih sering dibandingkan wanita dengan panggul normal atau luas.3
Pada panggul normal, biasanya janin yang beratnya kurang dari 4500 gram
tidak menimbulkan kesulitan dalam proses melahirkan. Kesulitan biasanya terjadi
karena kepala janin besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada postmaturitas
tidak dapat memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui
rongga panggul.Bahu yang lebar selain dapat ditemukan pada janin yang memiliki
berat badan lebih juga dapat dijumpai pada anensefalus. Janin dapat meninggal
selama proses persalinan karena terjadinya asfiksia dimana selama proses kelahiran
kepala anak sudah lahir, akan tetapi karena lebarnya bahu mengakibatkan terjadinya
kemacetan dalam proses melahirkan bagian janin yang lain. Sementara itu penarikan

10
kepala janin yang terlalu kuat ke bawah dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada
nervus brakhialis dan muskulus sternokleidomastoideus.8

2.2.5 Diagnosis
Penegakan diagnosis CPD dapat dilakukan dengan melakukan proses
anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Anamnesis
Anamnesis tentang persalinan-persalinan terdahulu dapat memberi petunjuk
tentang keadaan panggul. Apabila persalinan tersebut berjalan lancar dengan
dilahirkannya janin dengan berat badan normal, maka kecil kemungkinan bahwa
wanita yang tersebut menderita kesempitan panggul yang berarti.8
2. Pemeriksaan Antepartum
a. Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan umum kadang-kadang sudah dapat mengarahkan pikiran
pemeriksa akan kemungkinan kesempitan panggul. Adanya tuberkulosis pada
kolumna vertebra atau pada panggul, luksasio koksa kongenitalis dan poliomielitis
dalam anamnesis memberi petunjuk penting. Demikian pula ditemukannya kifosis,
ankilosis pada artikulosio koksa di sebelah kanan atau kiri dan lain-lain pada
pemeriksaan fisik. Pada wanita yang lebih pendek daripada ukuran normal bagi
bangsanya , kemungkinan panggul kecil perlu diperhatikan pula.8

b. Pelvimetri
Pelvimetri terdiri dari dua jenis yaitu pelvimetri klinis dan radiologis.
Pelvimetri radiologis menggunakan X-ray, CT-Scan, MRI dan USG transvaginal,
namun tidak rutin dikerjakan. Untuk pelvimetri klinis, kriteria diagnosisnya adalah:4,8
1) Kesempitan pintu atas pangul
Panggul sempit relatif : Jika konjugata vera > 8,5-10 cm
Panggul sempit absolut : Jika konjugata vera < 8,5 cm
2) Kesempitan panggul tengah

11
Bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah simfisis dan spina os
ischium dan memotong sacrum kira-kira pada pertemuan ruas sakral ke-4 dan ke-5.
Ukuran yang terpenting dari bidang ini ialah:
 Diameter transversa (diameter antara kedua spina) – 10,5 cm.
 Diameter anteroposterior dari pinggir bawah simfisis ke pertemuan ruas sakral
ke-4 dan ke-5 – 11,5 cm.
 Diameter sagitalis posterior dari pertengahan garis antara kedua spina ke
pertemuan sacral ke-4 dan ke-5 – 5 cm.
Bidang tengah panggul dikatakan sempit jika :
 Jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5 cm atau
kurang (10,5 cm + 5 cm = 15,5 cm).
 Diameter antara spina kurang dari 9 cm .
Ukuran-ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh secara klinis,
melainkan harus diukur secara rontgenologis, tetapi kesempitan bidang tengah
panggul dapat diduga akan terjadi jika:
 Spina ischiadica sangat menonjol.
 Dinding samping panggul konvergen.
 Diameter antara tuber ischii 8,5 cm atau kurang.
3) Kesempitan pintu bawah panggul
Bila jarak antara tuber os ischium 8 cm atau kurang.

c. USG untuk mengukur diameter kepala bayi:


Pemeriksaan dengan USG relatif lebih aman dibandingkan dengan pemeriksaan
rontgenologis, dimana pada pemeriksaan USG ini akan dilakukan pengukuran
Biparietal diameter (BPD), Occipto-frontal diameter (OFD), dan Head
circumference (HC).8
d. Perasat untuk Mendeteksi CPD
1) Perasat Osborn8
Teknik perasat Osborn:
 Pasien terlentang, tungkai sedikit fleksi.

12
 Kepala janin dipegang oleh tangan kiri pemeriksa.
 Dua jari lainnya di atas simfisus, permukaan jari berada pada permukaan anterior
dari simfisis.
 Tentukan derajat tumpang tindih ketika kepala janin ditekan ke bawah dan ke
belakang.

Interpretasi perasat Osborn:


 Kepala dapat ditekan ke dalam panggul, tidak terdapat tumpang tindih dari tulang
parietal, berarti CPD (-).
 Kepala dapat ditekan sedikit, terdapat sedikit tumpang tindih dari tulang parietal,
sekitar 0,5 cm, berarti CPD sedang. Pemeriksaan dilanjutkan dengan perasat
Muller.
 Kepala tidak dapat dimasukkan ke dalam tulang panggul, tulang parietal
menggantung di atas simfisis dengan dibatasi jari, berarti CPD positif.

2) Perasat Muller8
Teknik perasat Muller:
 Pasien terlentang, tungkai sedikit fleksi.
 Satu tangan memegang kepala dari luar di atas simfisis.
 Dua jari dari tangan yang lain masuk ke dalam vagina, sampai pintu atas
panggul.
 Tangan luar mendorong kepala anak ke arah simfisis.

Interpretasi perasat Muller:


 Kepala anak teraba oleh kedua jari, berarti CPD (-).
 Kepala anak tidak teraba oleh kedua jari, berarti CPD (+). (panggul sempit)
e. Pemeriksaan Intrapartum
1) Posisi Janin
Posisi oksipitoposterior berhubungan dengan kemacetan persalinan.
Defleksi kepala yang terjadi pada posisi oksipitoposterior mengakibatkan
diameter kepala lebih besar terpresentasikan pada pelvis.7

13
2) Dilatasi Serviks
Dilatasi serviks dapat dipantau sesuai partograf WHO. Jika grafik
melewati garis bertindak, dapat diberikan drip oksitosin. Kegagalan kemajuan
persalinan dengan pemberian drip mengindikasikan adanya Cephalopelvic
Disproportion.9
3) Penurunan Kepala
Penurunan kepala dapat dinilai dengan sistem perlimaan sesuai partograf
WHO. Debby, Rotmensch, Girtler, et al. dari Israel mendapatkan bahwa 100%
kasus dimana kepala bayi belum turun pada dilatasi 7 cm memerlukan
persalinan dengan operasi sesar.10
4) Molase
Molase adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat
menyesuaikan diri terhadap bagian keras panggul ibu. Semakin besar derajat
molase semakin menunjukkan risiko CPD.11
Derajat-derajat molase:11
0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi
1 : tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih dapat dipisahkan
3 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan
5) Caput Succedanium
Caput merupakan pertanda persalinan yang lama, yang dapat disebabkan
oleh adanya CPD.13
Menurut ACOG Practice Bulletin: Dystocia and Augmentation of Labour tahun
2003 diagnosis distosia tidak dapat ditegakkan sebelum persalinan percobaan (trial of
labor) yang adekuat tercapai.3

14
Tabel 1. Derajat Molase pada Saat Persalinan (Mean + Standard Error) Terkait
Dengan Persalinan Normal, Disfungsi Uterus Primer, CPD Minor dan CPD Mayor.12

Tabel 2. Pola Kelainan Persalinan, Kriteria dan Penanganan3

15
2.2.6 Penanganan
Penanganan pada pasien dengan kecurigaan terjadinya distosia atau kemacetan
pada persalinan akibat CPD adalah dengan melakukan sectio cesarea. Sementara
pada pasien yang belum terbukti akan mengalami distosia, suatu persalinan percobaan
dapat dilakukan terlebih dahulu.
1. Sectio cesarea8,14
Seksio sesaria dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni sebelum
persalinan mulai atau pada awal persalinan, dan secara sekunder yakni setelah
persalinan berlangsung selama beberapa waktu. Seksio sesaria elektif direncanakan
lebih dahulu dan dilakukan pada kehamilan cukup bulan karena kesempitan panggul
yang cukup berat, atau karena terdapat CPD yang nyata, namun pada CPD pelvimetri
tidak sepenuhnya memprediksi kegagalan dalam persalinan dan sebaiknya tidak
sepenuhnya dapat digunakan untuk menentukan metode dalam persalinan. Ukuran
kaki, tinggi badan ibu, dan ukuran bayi yang diperoleh dari usg dan pemeriksaan
klinis tidak akurat dalam memprediksi CPD dan tidak dapat digunakan untuk
menentukan kegagalan dalam persalinan.15

Selain itu seksio tersebut diselenggarakan pada kesempitan ringan apabila ada
faktor- faktor lain yang merupakan komplikasi, seperti primigravida tua, kelainan
letak janin yang tak dapat diperbaiki, kehamilan pada wanita yang mengalami
infertilitas yang lama, penyakit jantung, dan lain-lain.

Seksio sesaria sekunder dilakukan karena persalinan percobaan dianggap gagal,


atau karena timbul komplikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin,
sedang syarat-syarat untuk persalinan pervaginam tidak atau belum dipenuhi.2,3

2. Persalinan Percobaan8,14
Setelah panggul sempit disingkirkan berdasarkan pemeriksaan yang teliti pada
hamil tua diadakan penilaian tentang bentuk serta ukuran- ukuran panggul dalam
semua bidang dan hubungan antara kepala janin dan panggul, dan setelah dicapai
kesimpulan bahwa ada harapan bahwa persalinan dapat berlangsung pervaginam

16
dengan selamat, dapat diambil keputusan untuk menyelenggarakan persalinan
percobaan.

Dengan demikian persalinan ini merupakan suatu test terhadap kekuatan his
dan daya akomodasi, termasuk molase kepala janin, kedua faktor ini tidak dapat
diketahui sebelum persalinan berlangsung beberapa waktu. Pemelihan kasus-kasus
untuk persalinan percobaan harus dilakukan dengan cermat. Diatas sudah dibahas
indikasi- indikasi untuk seksio sesaria elektif, keadaan- keadaan ini dengan sendirinya
menjadi kontra indikasi untuk persalinan percobaan. Selain itu beberapa hal perlu
pula mendapat perhatian. Janin harus berada dalam presentasi kepala dan lamanya
kehamilan tidak lebih dari 42 minggu.

Alasan bagi ketentuan yang terakhir ini ialah kepala janin bertambah besar serta
lebih sukar mengadakan molase, dan berhubung dengan kemungkinan adanya
disfungsi plasenta janin mungkin kurang mampu mengatasi kesukaran yang dapat
timbul pada persalinan percobaan. Perlu disadari pula bahwa kesempitan panggul
dalam satu bidang, seperti pada panggul picak, lebih menguntungkan daripada
kesempitan dalam beberapa bidang.

2.2.7 Komplikasi dan Prognosis


Terdapat beberapa komplikasi yang dapat diakibatkan oleh CPD, dimana
komplikasi ini terbagi menjadi komplikasi yang terjadi terhadap kehamilan,
komplikasi pada saat persalinan, serta komplikasi pada janin.
1. Komplikasi pada kehamilan 8,14
a. Pada kehamilan lanjut, pintu atas panggul yang sempit tidak dapat dimasuki oleh
bagian terbawah janin, menyebabkan fundus uteri tetap tinggi dengan keluhan
sesak, sulit bernafas, terasa penuh di ulu hati dan perut besar.
b. Perut seperti abdomen pendulus (perut gantung).
c. Kesalahan-kesalahan letak, presentasi dan posisi.
d. Sering dijumpai tali pusat terkemuka dan menumbung.

17
2. Komplikasi pada saat persalinan8,14
Komplikasi panggul sempit pada persalinan tergantung pada derajat
kesempitan panggul.
a. Persalinan akan berlangsung lama
b. Ketuban pecah dini
c. Tali pusat menumbung
d. Molase kepala berlangsung lama
e. Inersia uteri sekunder
f. Pada panggul sempit menyeluruh sering terjadi inersia uteri primer
g. Partus yang lama akan menyebabkan peregangan SBR dan dapat menyebabkan
ruptur uteri
h. Simfisiolisis, infeksi intrapartal
i. Partus lama mengakibatkan penekanan yang lama pada jaringan lunak
menyebabkan edema dan hematoma jalan lahir yang kelak dapat menjadi
nekrotik dan terjadilah fistula.
3. Komplikasi pada janin8,14
a. Infeksi intrapartal
b. Kematian janin intrapartal (KJIP)
c. Prolaps funikuli
d. Perdarahan intracranial
e. Kaput suksedaneum dan sefalohematoma yang besar
f. Robekan pada tentorium serebri dan perdarahan otak karena molase yang hebat
dan lama

Prognosis dari kejadian CPD sangat tergantung pada derajat komplikasi yang
dialami oleh ibu dan janin. Apabila tidak ditangani secara tepat, CPD dapat
menimbulkan bahaya pada ibu dan janin, bahkan dapat mengakibatkan kematian.

18
BAB 3. LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita

Nama : Ny. SH
Tanggal Lahir/Umur : 18 Juli 1985/32 tahun
Alamat : Sukowono
Agama : Islam
Suku : Madura
CM : 194379
Jaminan : BPJS NPBI
Tanggal masuk : 15 November 2017

3.2 Anamnesa
Keluhan Utama : Mules-mules.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengaku hamil 9 bulan. HPHT 12-2-20167 TTP: 19-11-2017 sesuai dengan
usia kehamilan 39-40 minggu. Pasien datang dengan keluhan mules-mules sejak 6
jam SMRS. Pasien juga mengeluhkan keluarnya lendir bercampur darah dari jalan
lahir. Keluarnya cairan dari jalan lahir tidak dikeluhkan. Pasien ANC teratur di bidan
4 kali dan di dokter spesialis obgyn sebanyak 2 kali. USG terakhir 3 bulan terakhir
dikatakan bahwa janin dalam keadaan baik.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), asma (-), alergi (-), riwayat trauma panggul (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat keluhan yang sama seperti pasien.
Riwayat Pemakaian Obat:
Tidak ada.
Riwayat Kebiasaan Sosial:
Pasien sehari-hari bekerja sebagai seorang ibu rumah tangga.

19
Riwayat Menarche:
Usia 13 tahun, selama 6 hari, 3x-4x ganti pembalut, dismenore tidak ada
Riwayat Pernikahan:
Pernikahan satu kali, pada usia 20 tahun.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan:
I. Perempuan, 10 tahun BBL: 3300 gram, lahir secara Pervaginam di bidan.
II. Perempuan 3,5 tahun BBL: 3500 gram, lahir secara Pervaginam di bidan.
III. Kehamilan saat ini
Riwayat ANC:
Pasien rutin melakukan Antenatal Care, menurut keterangan pasien pada kehamilan
yang terakhir pasien melakukan ANC teratur di bidan 4 kali dan dokter Sp.OG 2 kali.
Riwayat KB:
Riwayat penggunaan pil KB dan suntik pada tahun 2007

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Vital Sign
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Denyut nadi : 82 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,5 C
Berat badan : 94 kg
Tinggi badan : 158 cm
3.3.2 Status Generalisata
- Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-), pucat (-)
- Mata : Konjunctiva pucat (-/-), ikterik (-/-), sekret (-/-)
- Telinga/ Hidung/Mulut : Dalam batas normal
- Leher : Simetris, Pembesaran KGB (-)
- Thorax : Simetris, Vesikular (+/+), Rh (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung : BJ I > BJ II , reguler (+), bising (-)

20
- Abdomen : Soepel, peristaltik (+), laserasi (-), nyeri tekan (-),
spider naevi (-)TFU 2 jari di bawah processus xiphoideus.
- Ekstremitas :Edema (-/-), Sianosis (-/-), akral dingin (-/-)
3.3.3 Status Obstetri
Leopold I : TFU 38 cm, TBJ 3875 gr
Leopold II : Punggung kanan, DJJ 150x/menit
Leopold III : Presentasi kepala
Leopold IV : Belum masuk pintu atas panggul
Inspeksi : V/U tenang
Inspekulo : Portio livid, OUE terbuka, Fluxus (+), Fluor (-)
VT : Axial, lunak, Tebal 2 cm, Pembukaan 2 cm, kepala
hodge I, ketubanutuh.
Clinical pelvimetry: Promontorium tidak teraba, Linea Inominata teraba<
1/3 dextra-sinistra,Os Sacrum cekung, spina ischiadica
menonjol, Distansia Intertuberosum >9,5 cm, Os
Cocygeus fleksibel, arkus pubis> 90 degrees
Kesimpulan: Pelvis adekuat

3.4 Pemeriksaan Penunjang


3.4.1 Laboratorium

Jenis Tanggal Tanggal


Pemeriksaan 03-10-17 (pre SC) 05-10-17 (post SC)
Hemoglobin 11,2 10,7
Hemotokrit 36 34
Eritrosit 5,1 4,9
Leukosit 10,8 12,4
Trombosit 274 257
Natrium (Na) 142
Kalium (K) 4,0

21
Klorida (Cl) 111
GDS 75
Ureum 7
Kreatinin 0,5

3.4.2 Pemeriksaan USG

 FHR (+)
 Fetal activity (+)
 BPD : 96,9 mm
 HC : 376 mm
 AFI : 10 cm
 EFW : 3800 gr
Kesimpulan:
Janin presentasi kepala tunggal hidup hamil 40 minggu.

22
3.4.3 Pemeriksaan CTG

CTG :
 Baseline : 150bpm
 Variability : 5-25 bpm
 Acceleration : (+) 3x/10’
 Deceleration : (-)
 Contraction : (+) 4 x
 Fetal movement : (+)
Kesimpulan :CTG kategori 1

3.5 Resume

Datang dengan keluhan mules-mules

Dilakukan pemeriksaan obstetri didapatkan keadaan inpartu, OUE terbuka Ø


2cm, serviks belum matang

Dilakukan observasi kemajuan persalinan

Pembukaaan lengkap dan His adekuat

23
Kepala belum masuk PAP

Sectio cesarean

3.6 Diagnosa Kerja


P3003 Ab000 post Sectio Caesarea a/i disproporsi sefalopelvik
Lahir bayi laki-laki dengan berat badan lahir 3550 gr, panjang badan 49cm,
lingkar kepala 37 cm, lahir langsung menangis, Apgar Score 7-8, ketuban
jernih.

3.7 Foto Bayi

24
3.8 Tatalaksana
a. Terapi Operatif
- Sectio cesarean
b. Terapi post operasi
- Cek DL 2 jam post op
- Drip oksitosin 20 IU dalam 500 cc RL 20 tpm sampai 12 jam post op
- Tidak angkat kepala sampai 12 jam post op
- Bila Hb <8 gr/dl pro transfusi PRC 2 kolf hingga Hb >8 gr/dl
- Inj. Cefotaxime 3x1 gram
- Inj. Antrain 3x1 ampul
- Inj Alinamin F 3x1 ampul
- Inj Vit C 2x1 ampul

25
BAB 4. PEMBAHASAN

Seorang pasien perempuan datang ke IGD RSUD Dr. Soebandi dengan keluhan
mules-mules sejak 6 jam SMRS.Pasien mengaku hamil 9 bulan. HPHT 12-2-2017,
TTP: 19-11-2017 sesuai dengan usia kehamilan 39-40 minggu. Pasien juga
mengeluhkan keluarnya lendir bercampur darah dari jalan lahir.Keluarnya air-air
tidak dikeluhkan. Pasien ANC teratur di bidan 4 kali dan di dokter spesialis obgyn
sebanyak 2 kali dan USG terakhir dikatakan bahwa janin dalam keadaan baik.
Keluhan keputihan tidak dikeluhkan.Keluhan demam dan anoreksia tidak ada.Pasien
datang dalam keadaan inpartu yang ditandai dengan mulai adanya His adekuat dan
keluar lendir bercampur darah (bloody show) yang lebih banyak, karena robekan-
robekan kecil pada serviks.Namun terkadangketuban dapat pecah dengan sendirinya.
Pada pemeriksaan dalam bisa didapatkan serviksmendatar dan telah ada pembukaan.
Pemeriksaan pelvimetri klinis pada pasien ini didapatkan pelvis adekuat dan
sudah teruji dengan persalinan normal per vaginam anak sebelumnya sebanyak 2 kali,
masing-masing dengan berat janin 3500 gr dan 3300 gr. Dengan demikian dapat
dipastikan keadaan jalan lahir ibu tidak memiliki ukuran panggul yang sempit.
Tujuan dilakukan pelvimetri klinis untuk menilai ukuran jalan lahir atau kesempitan
panggul yang akanmemungkinkan untuk dapat persalinan pervaginam atau tidak.
Pada CPD pemeriksaan pelvimetri klinis tidak sepenuhnya dapat memprediksi
kegagalan dalam persalinan dan tidak mutlakuntuk menentukan metode dalam
persalinan. Ukuran kaki, tinggi badan ibu, dan ukuran bayi yang diperoleh dari USG
dan pemeriksaan klinis tidak akurat dalam memprediksi CPD dan tidak dapat
digunakan untuk menentukan kegagalan dalam persalinan.
Pada kehamilan saat ini, pasien sudah dilakukan USG sebelumnya yang
didapatkan BPD (biparietal diameter) 9,69 cm dan HC (head circumference) 37,6
cm. TBJ 3800 gr. Dari hasil tersebut didapatkan tanda-tanda janin makrosefali. Hal
ini sesuai dengan teori dimana CPD adalah suatu kondisi dimana kepala bayi terlalu
besar sehingga tidak sesuai dengan ukuran pelvis ibu. Kesulitan persalinan biasanya
terjadi karena kepala janin besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada

26
postmaturitas tidak dapat memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang lebar
sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dapat ditemukan pada janin
yang memiliki berat badan lebih juga dapat dijumpai pada anensefalus, jika
didapatkan adanya tanda-tanda makrosefali dan makrosemi dapat menjadi faktor
resiko terjadinya CPD.
Persalinan pasien tidak mengalami kemajuan, dengan keadaan janin belum
masuk PAP pada Kala I dengan kontraksi his 3 kali dalam 10 menit. Setelah
diobservasi selama 3 jam, pembukaan serviks sudah 4 cm, kemudian diobservasi
ulang selama beberapa jam dan pembukaan sudah lengkap dan kontraksi adekuat,
namun kepala janin belum turun ke PAP. Hal ini menunjukkan tidak adanya
kemajuan persalinan yang kemungkinan diakibatkan oleh CPD.
Penegakan diagnosis CPD dapat dilakukan dengan melakukan proses
anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang, pemeriksaan
pelvimetri klinis untuk menentukan ada tidak penyempitan dari panggul, serta USG
untuk mengukur diameter kepala bayi. Pemeriksaan dengan USG relatif lebih aman
dibandingkan dengan pemeriksaan rontgen, dimana pada pemeriksaan USG ini akan
dilakukan pengukuran Biparietal diameter (BPD), Occipto-frontal diameter (OFD),
dan Head circumference (HC). Pada pasien ini CPD tidak dapat ditegakkan sejak
awal proses persalinan, melainkan baru diketahui saat proses persalinan berjalan
dikarenakan tidak ada tanda-tanda panggul sempit dari ibu yang dibuktikan dengan
riwayat persalinan sebelumnya sebanyak dua kali secara pervaginam, namun dari
pemeriksaan USG sebelumnya didapatkan tanda-tanda makrosefali yang dapat kita
curigai penyebab CPD pada pasien ini.
CPD pada pasien ini baru ditegakkan dengan adanya kemajuan persalinan yang
lama dan segera dilakukan sectio caesare adengan berat badan lahir 3550 gr,panjang
badan 49 cm, lingkar kepala 37 cm, Apgar Score 7-8. Dari data antropometri bayi
tersebut, didapatkan ukuran lingkar kepala bayi diatas normal. Normalnya lingkar
kepala bayi berkisar 34-35 cm. Ukuran lingkar kepala bayi yang besar dapat
menimbulkan ketidaksesuaian antara kepala janin dengan panggul ibu.

27
BAB 5. KESIMPULAN

Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah salah satu persalinan macet yang


diakibatkan oleh adanya ketidaksesuaian antara faktor panggul ibu dengan faktor
kepala janin. Faktor panggul ibu dapat berupa bentuk dan ukuran yang tidak adekuat,
sedangkan faktor kepala janin berupa diameter biparietal dan lingkar kepala janin
yang lebih besar dari batas normal. CPD dapat terjadi jika kedua faktor diatas ataupun
salah satunya yang menimbulkan kemacetan dalam persalinan normal.
Diagnosis CPD dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang dan observasi percobaan persalinan normal. Dari anamnesis
bisa didapatkan adanya riwayat sectio cesarea atas indikasi persalinan macet
sebelumnya. Dari pemeriksaan fisik bisa ditemukan keadaan panggul ibu yang tidak
adekuat untuk dilakukan persalinan secara pervaginam dan kepala janin yang belum
turun ke PAP pada usia kehamilan tua. Pemeriksaan penunjang melalui USG dapat
ditemukan tanda-tanda ukuran kepala janin yang lebih besar dari normal. Jika sudah
dalam keadaan inpartu, dapat ditemukan kepala janin yang belum turun ke dalam
PAP dengan serviks yang sudah berdilatasi maksimal.
CPD adalah salah satu indikasi dilakukannya Sectio Cesarea, sebelumnya dapat
dilakukan partus percobaan jika ada harapan untuk dilahirkan secara normal. Namun
jika terdapat terdapat indikasi untuk dilakukan Sectio Cesareaelektif dan panggul
sempit mutlak, partus percobaan tidak dilakukan.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Saifuddin, A.B. Kematian Ibu dan Perinatal. Dalam: Ilmu Kebidanan. Edisi
Keempat. Jakarta: BP-SP, 2008. Hal. 61-65
2. Nicholson, James M. dan Lisa C. Kellar. The Active Management of Impending
Cephalopelvic Disproportion in Nulliparous Women at Term: A Case Series.
Journal of Pregnancy 2010;706815:1-5

3. Cunningham, F.G. et al. Williams Obstetrics 23rd Ed. The McGraw-Hill


Companies. 2010. Hal 464-465
4. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Bandung. Obstetri Fisiologi. Bandung: Elstar, 1983. Hal. 11-40
5. American College of Nurse Midwife. 2007. Cephalopelvic Disproportion.
http://www.ancm.org [4 November 2013]
6. World Health Organization. 2005. Maternal Mortality in 2005
7. Siswishanto Rukmono. Malpresentasi dan Malposisi. Dalam: Ilmu Kebidanan.
Edisi Ketiga. Jakarta: BP-SP, 2006. Hal. 581-598
8. Wiknjosastro, H. Distosia karena Kelainan Panggul. Dalam: Ilmu kebidanan.
Edisi Ketiga. Jakarta: BP-SP, 2006. Hal. 637-647.
9. World Health Organization Maternal Health and Safe Motherhood Programme.
World Health Organization Partograph in Management of Labour. Lancet
1994;343:1399-404.
10. Debby A, Rotmensch S, Girtler O, Sadan O, Golan A, Glezerman M. Clinical
Significance of the Floating Fetal Head in Nulliparous Women in Labor. J
Reprod Med 2003;48:37-40.
11. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Asuhan Persalinan Normal. 2008.
Hal. 54-65
12. Stewart KS, Philpott RH. Fetal response to cephalopelvic disproportion. Br J
Obstet Gynaecol 1980;87:641-649
13. Odendaal HJ. Poor Progress During the First Stage of Labour. In: Cronje HS,
Grobler CJF, eds. Obstetrics in Southern Africa. 2nd ed. Pretoria: Van Schaik,
2003:303-13.

29
14. Mochtar,R. Panggul Sempit (Pelvic Contraction), Lutan,D. Synopsis obstetri:
edisi 2. Jakarta. EGC. 1998. Bab 9. Hal: 332-328.

15. National Institute for Health and Care Excellence. 2012. Caesarean
Section.https://www.nice.org.uk/guidance/cg132/chapter/1-Guidance#planned-
cs[29Januari 2017]

30

You might also like