You are on page 1of 20

MAKALAH SAINTIFIKASI DAN RASIONALISASI OBAT

TRADISIONAL

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bahan Alam Farmasi

Dosen Pengampu : Hendy Suhendy, M. Si

Disusun Oleh:

Amelia Maulidasari (31116152)

Farmasi 3D

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat
serta petunjuk-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah saintifikasi dan
rasionalisasi obat tradisional ini.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarga dan sahabatnya, serta seluruh umat yang
senantiasa taat dalam menjalankan syariatnya
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa
bermanfaat, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi penyusunan maupun pembahasannya.
Kritik dan saran dari pembaca sebagai koreksi sangat saya harapkan untuk
perbaikan makalah ini . Semoga taufik, hidayah dan rahmat senantiasa menyertai
kita semua menuju terciptanya keridhaan Allah SWT.

Tasikmalaya, 30 September 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................

DAFTAR ISI .................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................

A. Latar Belakang ...................................................................................


B. Tujuan ...............................................................................................
C. Prinsip Percobaan ...............................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................

A. Pengobatan Tradisional ......................................................................


B. Obat Tradisional .................................................................................

C. Tujuan pengaturan saintifikasi jamu ..............................................

D. Ruang lingkup saintifikasi jamu .........................................................


BAB III PEMBAHASAN ............................................................................
A. Saintifikasi Jamu ................................................................................

B. Alur Pelayanan di Klinik Jamu Hortus Medicus Tawangmangu ......


C. Rasionalisasi Obat Tradisional ...........................................................
BAB IV PENUTUP ......................................................................................

A. Kesimpulan ........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................


BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Indonesia merupakan negara yang mempunyai banyak potensi dan sumber


daya alam yang dapat digunakan untuk pengobatan. Obat tradisional di Indonesia
sangat besar peranannya dalam pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia,
sehingga obat tradisional sangat berpotensi untuk dikembangkan. Indonesia kaya
akan tanaman obat-obatan, yang mana masih belum dimanfaatkan secara optimal
untuk kesehatan. Indonesia diketahui memiliki keragaman hayati terbesar kedua di
dunia setelah Brasil (Notoatmodjo, 2007).
Obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa yang perlu terus
dilestarikan dan dikembangkan untuk menunjang pembangunan kesehatan
sekaligus untuk meningkatkan perekonomian rakyat. Obat tradisional ini tentunya
sudah diuji bertahun-tahun bahkan berabad-abad sesuai dengan perkembangan
kebudayaan bangsa Indonesia, (Notoatmodjo, 2007).
Kini banyak masyarakat yang memiliki kecenderungan untuk kembali ke
alam. Gerakan kembali ke alam memiliki sisi positif oleh adanya keinginan untuk
menggunakan dan mengkonsumsi produk-produk alamiah dalam arti sumber daya
hayati tanaman obat tradisional yang di yakini tidak mempunyai efek samping,
maraknya isu lingkungan yang merupakan reaksi dari semakin besarnya dampak
negatif produk kimiawi.
Data Susenas 2001 menunjukkan pemanfaatan obat tradisional cukup
tinggi, walaupun obat modern tersedia dan mudah didapat. Sebanyak 31.7%
rnasyarakat menggunakan obat tradisional dan 9,8% rnereka mencari pengobatan
dengan cara tradisional untuk mengatasi masalah kesehatannya. Oleh karena itu
pembinaan dan pengembangan pengobatan tradisional perlu dilakukan dan
diarahkan, agar menjadi pengobatan yang dapat dipertanggungjawabkan, aman,
benutu, dan bermanfaat sehingga khasiat dan keamanannya dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dengan demikian diharapkan obat
tradisional dapat dimanfaatkan berdasarkan landasan ilmiah dan akhirnya
digunakan dalam upaya pelayanan kesehatan formal (Kristiana, 2006).
Salah satu obat tradisional adalah jamu. Jamu sudah lama dikenal sebagai
obat tradisional Indonesia. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2010 menunjukkan
sebanyak 95,60% dari penduduk Indonesia yang mengonsumsi jamu pernah
merasakan manfaat dari jamu pada semua kelompok umur dan status ekonomi, baik
yang tinggal di pedesaan maupun di perkotaan tetapi pemanfaatannya selama ini
masih sebatas pengobatan sendiri dan belum dilakukan di fasilitas kesehatan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana saintifikasi dan rasionalisasi obat tradisional ditawangmangu

C. Tujuan
Mengetahui saintifikasi dan rasionalisasi obat tradisional ditawangmangu
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

a) Pengobatan tradisional
Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara,
obat dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun
temurun, dan/atau pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku dalam masyarakat.
b) Obat Tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman (Kepmenkes, 2003).
Jamu adalah obat tradisional yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan,
hewan, mineral, sediaan galenik, atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang
secara turun temurun dipergunakan dalam upaya pengobatan berdasarkan
pengalaman. Bentuk sediaan terwujud sebagai serbuk seduhan, rajangan untuk
seduhan dan sebagainya. Sedangkan fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah
dibuktikan keamanann ya dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau
sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku. Dasar pembuatan
simplisia meliputi beberapa tahapan. Adapan tahapan tersebut dimulai dari
pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian, pengubahan bentuk,
pengeringan, sortasi kering, pengepakan dan penyimpanan. (Gunawan dan Sri
Mulyani, 2004)

c) Tujuan pengaturan saintifikasi jamu

Tujuan pengaturan saintifikasi jamu adalah:

a. Memberikan landasan ilmiah (evidence based ) penggunaan jamu secara


empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan.

b. Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan
lainnya sebagai peneliti dalam rangka upaya preventif, promotif, rehabilitatif
dan paliatif melalui penggunaan jamu.
c. Meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien dengan
penggunaan jamu.

d. Meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki khasiat nyata yang teruji
secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri
maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.

d) Ruang lingkup saintifikasi jamu

Ruang lingkup saintifikasi jamu adalah

a. Ruang lingkup saintifikasi jamu diutamakan untuk upaya preventif, promotif,


rehabilitatif dan paliatif.

b. Saintifikasi jamu dalam rangka kuratif hanya dapat dilakukan atas permintaan
tertulis pasien sebagai komplementer-alternatif setelah pasien memperoleh
penjelasan yang cukup(permenkes, 2010)
BAB III
PEMBAHASAN

A. Saintifikasi Jamu
Saintifikasi jamu adalah upaya untuk mengangkat jamu agar dapat
mempunyai nilai ilmiah. Bahan-bahan jamu atau campuran jamu ini didukung oleh
data-data uji praklinik pada hewan coba baik in vitro dan uji klinik terbatas pada
sejumlah pasien. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010, menunjukkan
bahwa 50% penduduk Indonesia menggunakan jamu baik untuk menjaga kesehatan
maupun untuk pengobatan karena sakit. Data Riskesdas ini menunjukkan bahwa,
jamu sebagai bagian dari pengobatan tradisional, telah diterima oleh masyarakat
Indonesia. Meskipun pengobatan tradisional, termasuk jamu, sudah banyak
digunakan oleh tenaga kesehatan profesional maupun battra, namun banyak tenaga
profesional kesehatan yang mempertanyakan pengobatan tradisional (jamu) dalam
pelayanan kesehatan formal. Hal ini bisa dimengerti, karena sesuai dengan Undang-
undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dokter/dokter gigi dalam
memberikan pelayanan kesehatan harus memenuhi standar pelayanan medis, yang
pada prinsipnya harus memenuhi kaidah praktik kedokteran berbasis bukti
(evidence based medicine)

Di pihak lain, bukti-bukti ilmiah tentang mutu, keamanan dan manfaat


pengobatan tradisional (jamu) dinilai belum adekuat untuk dapat dipraktikkan pada
pelayanan kesehatan formal. Dengan kata lain, pengobatan tradisional (jamu) masih
memerlukan bukti ilmiah yang cukup untuk dapat digunakan oleh tenaga
profesional kesehatan. Dalam rangka menyediakan bukti ilmiah terkait mutu,
keamanan, dan manfaat obat tradisional (jamu), maka Pemerintah Indonesia, dalam
hal ini Kementerian Kesehatan RI, telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Kesehatan No. 03/MENKES/PER/2010 tentang Saintifikasi Jamu. Saintifikasi
Jamu adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan
kesehatan. Salah satu tujuannya adalah memberikan landasan ilmiah (evidenced
based) penggunaan jamu secara empirik melalui penelitian berbasis pelayanan yang
dilakukan di sarana pelayanan kesehatan, dalam hal ini klinik pelayanan
jamu/dokter praktik jamu. Penelitian dan pengembangan kesehatan merupakan
salah satu sumber daya kesehatan dalam rangka pembangunan kesehatan dalam
rangka mengantisipasi persaingan global di bidang jamu dan tersedianya jamu yang
aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah. Jamu yang aman dan
bermutu dapat dimanfaatkan untuk pelayanan kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat

Meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien dengan


penggunaan jamu. Tujuan lainnya yaitu meningkatkan penyediaan jamu yang
aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara
luas baik untuk pengobatan sendiri maupaun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.
Ruang lingkup saintifikasi jamu diutamakan untuk upaya preventif, promotif,
rehabilitative dan paliatif. Saintifikasi jamu dalam rangka upaya kuratif hanya
dilakukan atas permintaan tertulis pasien sebagai komplementer alternatif setelah
pasien memperoleh penjelasan yang cukup. Pengobatan komplementer alternative
adalah pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat, meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative
yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan
efektifitas yang tinggi yang berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik, yang belum
diterima dalam kedokteran konvensional

Jamu yang digunakan dalam pelayanan saintifikasi jamu harus memenuhi


kriteria aman,sesuai dengan persyaratan khusus, klaim khasiat dibuktikan
berdasarkan data empiris yang ada dan memenuhi persyaratan mutu yang khusus.
Jamu dan/atau bahan yang digunakan dalam penelitian berbasis pelayanan
kesehatan harus sudah terdaftar dalam vademicum, atau merupakan bahan yang
ditetapkan oleh Komisi Nasional Saintifikasi Jamu. Jamu yang telah diberikan
kepada pasien dalam rangka penelitian berbasis pelayanan kesehatan hanya dapat
diberikan setelah mendapatkan persetujuan tindakan (informed consent) dari
pasien, di mana pasien telah mendapatkan penjelasan dan diberikan secara lisan
atau tertulis sesuai dengan ketentuan peraturan perundanganyang berlaku.

Saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan hanya


dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang telah mendapatkan izin atau
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan
fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk saintifikasi jamu dapat
diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta. Fasilitas pelayanan kesehatan
meliputi klinik pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan
Obat Tradisional (B2P2TOOT),Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan, Klinik jamu dapat merupakan praktik perorangan dokter
atau dokter gigi maupun praktek berkelompok dokter atau dokter gigi. Sentra
Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (SP3T), Balai Kesehatan
Tradisional Masyarakat (BKTM)/Loka Kesehatan Tradisional Masyarakat
(LKTM) dan Rumah Sakit yang ditetapkan.

Kementerian Kesehatan mendorong percepatan proses saintifikasi jamu.


Dengan demikian, masyarakat bisa memiliki pengobatan komplementer serta
alternatif yang berkhasiat dan aman. Proses saintifikasi jamu perlu waktu dua tahun.
Dari empat formula jamu yang diteliti, dua formula sudah ada bukti ilmiahnya,
yakni jamu tekanan darah tinggi dan asam urat. Dua jenis jamu itu mendapat
sertifikat dari Komisi Nasional Saintifikasi Jamu serta dinyatakan terbukti aman
dan berkhasiat. Penelitian meliputi uji standardisasi, toksisitas pada hewan coba,
observasi klinik, dan uji klinik. Komposisi jamu tekanan darah tinggi adalah seledri,
daun kumis kucing, daun pegagan, rimpang temulawak, rimpang kunyit, dan
meniran. Adapun komposisi jamu asam urat adalah daun tempuyung, kayu secang,
daun kepel, rimpang temulawak, rimpang kunyit, dan herba meniran.

Poliklinik Herbal (Saintifikasi Jamu) ‘Hortus Medicus’ di kompleks


B2P2TO2T Tawangmangu sejauh ini telah mengelompokkan jenis penyakit yang
dapat diterapi dengan herbal menjadi 18 jenis penyakit (indikasi). Jenis penyakit
atau indikasi obat herbal tersebut adalah :

1. Analgenik inflamasi
2. Imunomodulator
3. Diabetes
4. Hiperurikemia
5. Hipertensi
6. Antihemoroid
7. Kolesterol
8. Nefrolitiasis
9. Fertilitas
10. Batuk
11. Common cold
12. Roborantia
13. Nafsu makan
14. Antikanker
15. Asma
16. Hepatoprotektor
17. Gangguan lambung
18. Preventif-promotif

Saintifikasi jamu dikembangkan agar dapat dipromosikan oleh profesional


medis dalam kesehatan formal, bertujuan untuk memberikan dasar ilmiah
pemanfaatan jamu di pelayanan kesehatan, membangun jaringan, mendorong
penyediaan jamu yang aman, efektif, dan berkualitas. Penelitian dirancang untuk
mengetahui efektivitas penggunaan simplisia dalam formula jamu (antihipertensi,
antihiperglikemia, antihiperkolesterolemia dan anti hiperurisemia, membandingkan
biaya terapi menggunakan simplisia jamu dan obat generik

No Khasiat Formulasi saintifikasi jamu


1 Antihipertensi Seledri, kumis kucing, pegagan,
meniran, temulawak, kunyit
2 Antihiperglikemia Sambiloto, brotowali, meniran,
temulawak, kunyit
3 Antihiperurisemia Daun kepel, kayu secang,
tempuyung, meniran, temulawak,
kunyit.
4 Antihiperkolesterol Daun jati belanda, kemuning,
meniran, temulawak, kunyit.
(Febrianti, 2014)

1. Proses pengembangan tanaman obat yang dilakukan di B2P2TOOT


a) Pembibitan dan Budidaya
Kebun budidaya yang dimiliki B2P2TOOT terdapat di Kalisoro dengan luas
2644 m2 pada ketinggian 1200 mdpl. Karang pandan pada ketinggian 400
mdpl dengan luas 9154 m2 yang terbagi menjadi 2 lokasi yaitu Doplang dan
Toh Kuning dan Logo Dlingo pada ketinggian 1800 mdpl dengan luas 13,6
ha.
b) Proses penyiapan simplisia
a) Panen dan pengumpulan bahan
b) Sortasi basah
c) Pencucian
d) Perajangan
e) Pengeringan
 Pengeringan alami : dilakukan dibawah sinar matahari langsung
(selama 4-7 hari)
 Pengeringan buatan : dilakukan dengan menggunakan oven
c) Sortasi kering
d) Pengemasan dan pelabelan
e) Penyimpanan dalam gudang
B. Alur Pelayanan di Klinik Jamu Hortus Medicus Tawangmangu
Klinik jamu hortus medicus merupakan klinik medis dengan standar
pelayanan konvensional, tetapi untuk terapinya kita menggunakan jamu, prosedur
pelayanan sama dengan prosedur pelayanan klinik pada umumnya. Hanya saja
pemeriksaan di klinik saintifikasi jamu lebih holistic menitikberatkan kepada gaya
hidup sehat, persoalan sosialnya, tetapi tidak meninggalkan pemeriksaan fisik
dasar sebagai standar pelayanan dokter.
Diagnosis diterapkan berdasarkan diagnosis konvensional yang
dilengkapi dengan hasil analisis laboratorium rekam medis dan juga
dikembangakan dengan data kualitatif untuk menilai aspek sehat. Dokter
kemudian akan memberikan resep berupa jamu herbal yang dapat ditebus di
griya jamu klinik saintifikasi jamu. Di tempat ini resep pasien akan diproses
dan diracik sesuai dosisnya juga ditentukan dengan usia pasien.
Setelah pemberian resep,pasien akan menebus langsung di griya
jamu. Pasien mendapatkan satu kantong herbal beserta keterangan cara
meminum herbal. Resep yang diberikan kepada pasien berupa ramuan
simplisia yang kemudian diracik oleh bagian instalasi obat herbal.
Jamu yang digunakan berupa racikan simplisia, serbuk, dan juga ekstrak
tanaman obat yang telah diteliti khasiat dan keamanannya melalui uji pra klinik atau
observasi klinik. Untuk menjamin keamanan dan mutu maka cara pembuatannya
mengacu pada cara pembuatan simplisia yang baik, dimulai dari standarisasi
benih/bibit budidaya, pasca panen, maupun analisis mutu di laboratorium B2P2TO-
OT
C. Rasionalisasi Obat Tradisional
Dalam upaya pembinaan industri obat tradisional, pemerintah telah
memberikan petunjuk pembuatan obat tradisional dengan komposisi rasional
melalui pedoman rasionalisasi komposisi obat tradisional dan petunjuk
formularium obat tradisional. Hal ini terkait dengan masih banyaknya ditemui
penyusunan obat tradisional yang tidak rasional (irrasional) ditinjau dari jumlah
bahan penyusunnya sehingga kita perlu waspada obat herbal.
Sejumlah simplisia penyusun obat tradisional tersebut seringkali
merupakan beberapa simplisia (bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum
mengalami perubahan proses apa pun) yang mempunyai khasiat yang sama.
Komposisi obat tradisional/yang biasa diproduksi oleh industri jamu dalam bentuk
jamu sederhana pada umumnya tersusun dari bahan baku yang sangat banyak dan
bervariasi. Sedang bentuk obat ekstrak alam dan fitofarmakapada umumnya
tersusun dari simplisia tunggal atau maksimal 5 macam jenis bahan tanaman obat.
Mengingat cukup banyak komposisi jamu yang irrasional seperti penggunaan
bahan dengan khasiat sejenis pada satu ramuan sehingga menyebabkan efek
samping obat herbal yang merugikan, penggunaan simplisia yang tidak sesuai
dengan manfaat yang diharapkan, dll. Agar dapat disusun suatu komposisi obat
tradisional maka beberapa hal yang perlu diketahui adalah :
1. Nama umum obat tradisional/jamu
Jamu yang diproduksi pada umumnya mempunyai tujuan pemanfaatan yang
tercermin dari nama umum jamu. Perlu diketahui bahwa terdapat peraturan
tentang penandaan obat tradisional. Jamu yang diproduksi dan didistribusikan
kepada konsumen harus diberi label jamu yang menjelaskan tentang obat
tradisional tersebut, di antaranya tentang manfaat atau khasiat jamu. Penjelasan
tentang manfaat jamu hanya boleh disampaikan dalam bentuk mengurangi atau
menghilangkan keluhan atau gejala yang dialami seseorang dan bukan
menyembuhkan suatu diagnosis penyakit.
Secara umum, jamu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu yang bertujuan untuk
menjaga kesehatan atau promotif dan mencegah dari kesakitan, serta jamu yang
dimanfaatkan untuk mengobati keluhan penyakit.
2. Komposisi bahan penyusun
Menyusun komposisi bahan penyusun jamu dapat dilakukan dengan
memperhatikan manfaat yang akan diambil dari ramuan yang dibuat serta
kegunaan dari masing-masing simplisia penyusun jamu terebut. Tujuan
pemanfaatan jamu untuk suatu jenis keadaan tertentu harus memperhatikan
keluhan yang biasa dialami pada kondisi tersebut. Misalkan pada orang hamil
tua sering mengalami kejang pada kaki, badan mudah lelah, dan lain sebagainya;
penderita rematik biasa mengeluhkan nyeri pada persendian
Keterbatasan yang dijumpai dalam penyusunan komposisi jamu adalah
takaran dari masing-masing simplisia maupun dosis sediaan. Penelitian ilmiah
masih sangat kurang sehingga seringkali penetapan takaran maupun dosis hanya
mengacu pada pengalaman peracik obat tradisional yang lain dan atas dasar
kebiasaan penggunaan terdahulu atau resep nenek moyang. sehingga efek
samping jangka panjang penggunaan jamu tradisional masih dipertanyakan, jadi
jika ada iklan obat herbal/tradisional/jamu tanpa efek samping maka hal tersebut
adalah kebohongan bahkan termasuk dalam kasus penipuan konsumen.
3. Pengetahuan Simplisia dan kegunaanya
Indonesia yang terletak di katulistiwa sangat kaya akan jenis tanaman.
Sekitar 940 jenis diantara puluhan ribu jenis tanaman telah diketahui mempunyai
khasiat obat, sedangkan dari jumlah tersebut yang sudah dimanfaatkan dalam
industri jamu baru sekitar 250 jenis. Dari jenis simplisia yang umum digunakan
oleh industri jamu, ada beberapa tanaman yang mempunyai kegunaan yang
mirip satu dengan lainnya meskipun pasti juga terdapat perbedaan mengingat
kandungan bahan berkhasiat antara satu tanaman dengan lainnya tidak dapat
sama. Bahkan, untuk jenis tanaman yang sama, masih ada kemungkinanan kadar
bahan berkhasiat yang terkandung tidak sama persis mengingat adanya pengaruh
dari tanah tempat tumbuh, iklim, dan perlakuan, misalnya pemupukan
Pengetahuan tentang kegunaan masing-masing simplisia sangat penting.
Dengan diketahui kegunaan masing-masing simplisia, diharapkan tidak terjadi
tumpang tindih pemanfaatan/khasiat tanaman obat serta dapat mencarikan
alternatif pengganti yang tepat apabila simplisia yang dibutuhkan ternyata tidak
dapat diperoleh.
4. Penelitian yang telah dilakukan terhadap simplisia
Obat tradisional terdiri dari berbagai jenis tanaman dan bagian tanaman.
Sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional maka obat tradisional yang terbukti
berkhasiat perlu dimanfaatkan dan ditingkatkan kualitasnya. Sampai saat ini
telah banyak dilakukan penelitian. Tetapi, masih bersifat pendahuluan dan masih
sangat sedikit percobaan dilakukan sampai fase penelitian klinik, baru ada 5
produk fitofarmaka yang telah lolos uji klinik fase IV. Pengalaman empiris
ditunjang dengan penelitian semakin memberikan keyakinan akan khasiat dan
keamanan obat tradisional, sehingga dapat diketahui takaran/dosisnya, cara
penggunaannya, cara penyimpanannya sampai pada kontraindikasi saat
mengkonsumsi obat tradisional agar dapat meminimalkan efek samping yang
timbul
BAB IV

KESIMPULAN

Saintifikasi jamu adalah upaya untuk mengangkat jamu agar dapat mempunyai nilai
ilmiah. Saintifikasi jamu dikembangkan agar dapat dipromosikan oleh profesional
medis dalam kesehatan formal, bertujuan untuk memberikan dasar ilmiah
pemanfaatan jamu di pelayanan kesehatan, membangun jaringan, mendorong
penyediaan jamu yang aman, efektif, dan berkualitas. Rasionalisasi dilakukan
terkait dengan masih banyaknya ditemui penyusunan obat tradisional yang tidak
rasional (irrasional) ditinjau dari jumlah bahan penyusunnya.
DAFTAR PUSTAKA

Febriyanti, raden, dkk, 2014 ‘Analisis Farmakoekonomi Saintifikasi Jamu


Antihipertensi, Antihiperglikemia, Antihiperkolesterolemia, dan
Antihiperurisemia’, IJPST Volume 1, Nomor 2, Oktober 2014
Kristiana, lusi & Suharmiati 2006 ‘ANALISIS RASlONALlSASl KANDUNGAN
RAMUAN DIABETES MELLITUS Dl LABORATORIUM
PENELlTlAN DAN PENGEMBANGAN
PELAYANAN PENGOBATAN OBAT TRADISIONAL (LP40T)’,
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan - Vol. 9 No. 2 April 2006: 107-112
Triyono, agus 2015 ‘Studi Klinik Pengaruh Formula Jamu Hiperurisemia terhadap
Fungsi Ginjal’ JOURNAL OF PHARMACEUTICAL SCIENCE AND
PHARMACY PRACTICE | VOLUME 2 | NUMBER 1 |
Notoatmodjo, Soekidjo.2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta.
Rineka Cipta

You might also like