You are on page 1of 135

BAB IV

WELL COMPLETION DAN SURCAFE FASILITIES

4.1. Perencanaan Well Completion


Apabila pemboran telah mencapai formasi yang merupakan terget terakhir dan
pemboran telah selesai, maka sumur perlu dipersiapkan untuk diproduksikan. Persiapan
atau penyempurnaan sumur untuk diproduksikan ini disebut dengan well completion.
Pada well completion dilakukan pemasangan alat-alat dan perforasi apabila diperlukan
dalam usahanya untuk mengalirkan hidrokarbon ke permukaan. Tujuannya adalah untuk
menyerap hidrokarbon secara optimal.
Berdasarkan jenisnya well completion diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :
1. Formation Completion
2. Tubing completion
3. Well Head Completion

4.1.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Well Completion


Tujuan utama well completion adalah memperoleh hasil hidrokarbon yang
maksimal dengan pengeluaran biaya yang minimal. Faktor-faktor yang memegang
peranan penting diantara kondisi reservoir seperti production rate, jumlah lapisan
produksi, reservoir drive mechanism, secondary recovery, stimulation dan sand control.
Peralatan mekanis seperti operasional dan safety.
Faktor yang mempengaruhui dalam pemilihan well completion pada dasarnya
dibagi menjadi tiga bagian yaitu formation completion (kekompakkan batuan), tubing
completion (sifat fluida produksi, jumlah lapisan produktif, dan produktivitas sumur)
serta well head completion (kondisi tekanan reservoir).

4.1.1.1. Pengaruh Kondisi Reservoir


Pengaruh dari kondisi reservoir ini diantaranya adalah production rate,
jumlah lapisan produktif, reservoir drive mechanism, secondary recovery,
stimulasi dan sand control.
1. Production Rate ...
1. Production Rate
Production rate diharapkan ini akan menentukan diameter casing serta diameter
tubing yang akan dipasang.
2. Jumlah lapisan produktif
Formasi produktif yang ditembus sumur tersebut dapat satu atau dapat pula
beberapa lapisan, yang akan diproduksikan sekaligus (multiple completion).
Selanjutnya akan ditentukan sistem produksi dengan satu tubing atau beberapa
tubing, dengan atau tanpa packer.
3. Reservoir drive mechanism
Hal ini menentukan apakah interval produksi akan diubah sehubungan dengan
bergeraknya batas air-minyak atau gas-minyak. Misalnya, pada water drive rservoir
kita menghadapi kemungkinan produksi air, sehubungan bergeraknya batas air-
minyak.
4. Secondary recovery
Secondary recovery ikut menentukan rencana penyelesaian sumur. Misalnya
untuk water flooding diperlukan injeksi air dalam jumlah besar, untuk high
temperatur recovery proses casing yang khusus.
5. Stimultion
Stimulation juga menentukan cara menyelesaikan sumur. Misalnya untuk
fracturing diperlukan casing yang lebih kuat, untuk high temperatur stimulasi
diperlukan casing dan semen khusus.
6. Sand control
Adakalanya pasir merupakan suatu masalah. Perlu saringan khusus untuk
mencegah produksi pasir (sand screen).

4.1.1.2. Pengaruh Peralatan/Mekanis


Mechanical configuration dari sumur sangat menentukan suksesnya pengurasan
reservoir. Hal yang perlu diperhatikan yaitu :
 Kondisi operasional, misalnya temperatur dan tekanan yang tinggi
 Safety, misalnya shut-down system
Dari pertimbangan di atas ditentukan :
 Cara penyelesaian sumur
 Jumlah komplesi dalam satu sumur
 Casing-tubing configuration
 Diameter casing dan tubing
 Completion interval
Secara garis besar komplesi sumur dibagi menjadi tiga bagian penting, yaitu
formation completion tubing completion dan wellhead completion.

4.1.2. Formation Completion


Metode formation (down hole) completion dapat dibagi menjadi tiga bagian
yaitu open hole completion, perfarated casing completion dan sand exclusion types.

4.1.2.1. Open hole completion


Metode ini merupakan metode yang sederhana dimana casing dipasang hanya
sampai puncak formasi produktif sehingga formasi produktif tidak tertutup secara
mekanis, dengan demikian aliran fluida reservoir dapat langsung masuk ke dalam sumur
tanpa halangan.
Metode ini hanya cocok digunakan pada formasi yang kompak atau tidak mudah
runtuh. Bila laju produksi besar maka produksi dilakukan melalui casing sedangkan
untuk laju produksi kecil produksi dilakukan melalui tubing.
Dalam mengevaluasi kelakuan sumur (well performence) standart yang
digunakan adalah produktivity indeks dari open hole yang menembus seluruh zona
lapisan produktif dimana tidak ada gangguang permeabilitas disekitar lubang sumurnya.
Produktivity ratio (PR) adalah perbandingan antara produktivity indeks pada suatu
sumur untuk setiap kondisi terhadap produktivity indeks standart sumur tersebut. Harga
PR dapat lebih kecil dari satu.
Pemakaian metode open hole completion memiliki beberapa keuntungan dan
kerugian sebagai berikut :
Keuntungan :
1. Fluida mengalir ke lubang sumur dengan diameter penuh dan tanpa hambatan,
sehingga dengan cara ini umumnya dapat diperoleh laju produksi yang lebih besar
dibandingkan dengan cara lain.
2. Dengan memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan formasi (formation
damage)
3. Interpretasi log tidak kritis
4. Mudah ditambah kedalaman bila diperlukan
5. Mudah ditambah secara liner atau perforated completion

Gambar 4.1.
Open Hole Completion1)
Kerugian
1. Sukar dilakukan pengontrolan terdapat produksi air atau gas
2. Sukar melakukan stimulasi pada interval produksi bila diperlukan suatu selective
stimulation
3. Harus sering dibersihkan pada interval formasi produktifnya, terutama bila
formasinya kurang kompak
4. Pemasangan casing dilakukan dengan coba-coba sebelum pemboran terhadap
formasi produktif

4.1.2.2. Perforated Casing Completion


Dalam metode ini casing produksi dipasang sampai dasar formasi produktif dan
disemen selanjutnya diperforasi pada interval-interval yang diinginkan. Metode ini
dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Dengan adanya casing maka formasi yang mudah gugur dapat ditahan.
Perforated casing completion umumnya digunakan pada formasi-formasi dengan faktor
sementasi (m) sebesar 1,4.

Gambar 4.2.
Perforated Casing Completion1)

Adapun keuntungan dan kerugian dalam penggunaan metode ini adalah sebagai
berikut :
Keuntungan :
1. Dapat mengontrol air dan gas berlebihan
2. Stimulasi dan treatment dapat dilakukan lebih selektif
3. Mudah ditambah kedalaman bila diperlukan
4. Casing ditambah kedalaman bila diperlukan
5. Casing akan menghalangi masuknya pasir, komplesi tambahan dapat dilakukan
sesuai dengan teknik pengontrolan pasir yang dikehendaki
6. Dapat disesuaikan dengan semua konfigurasi multiple completion
Kerugian
1. Memerlukan biaya perforasi
2. Interpretasi log kritis
3. Kemungkinan terjadinya kerusakan formasi lebih besar
4.1.2.3. Sand Exclusion Type Completion
Metode ini digunakan untuk mencegah terproduksinya pasir dari formasi
produktif yang kurang kompak. Metode yang umum digunakan untuk menanggulangi
masalah kepasiran adalah liner completion, gravel pack completion serta sand
consolidation.
4.1.2.3.1. Screen Liner
Dalam metode ini casing dipasang sampai puncak dari lapisan atau zona
produktif. Kemudian liner dipasang pada formasi produktif sehingga pasir yang ikut
aliran produksi tertahan oleh screen tersebut. Komplesi jenis ini dilukiskan seperti
Gambar 4.3. Keuntungan screen liner completion adalah :
1. Formation damage selama pemboran melewati zona produktif dapat dikurangi
2. Tidak ada biaya perforasi
3. Interpretasi log tidak kritis
4. Dapat disesuaikan dengan cara khusus untuk mengontrol pasir
5. Pembersihan lubang dapat dihindarkan
Kerugian screen liner completion adalah :
1. Produksi air dan gas sulit dikontrol
2. Stimulasi tidak dapat dilakukan secara selektif
3. Rig time bertambah dengan digunakannya cable tool
4. Sumur tidak mudah ditambah kedalamannya
5. Fluida tidak mengalir dengan diameter penuh
Dalam screen liner completion, dijumpai beberapa macam jenis screen liner
completion yang dapat digunakan, yaitu :
slotted screen liner atau screen liner dengan lubang berupa celah yang horizontal atau
vertikal, wire wrapped screen liner yaitu pipa saringan berupa anyaman dan prepack
screen liner yang berupa pipa saringan terdiri dari dua pipa yang diantara diisi oleh
gravel. Bentuk-bentuk dari screen liner ini ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3.
Screen Liner Completin1)

Gambar 4.4.
Perforated Liner Completion1)
Gambar 4.5.
Bentuk-bentuk dari Screen Liner (lanjutan) 12)

4.1.2.3.2. Gravel Pack Completion


Metode ini dilakukan bila screen liner masih tidak mampu menahan
terproduksinya pasir. Caranya adalah dengan menginjeksikan sejumlah gravel dan
fomasi produktif disekeliling casingnya hingga fluida akan tertahan oleh pasir yang
membentuk berrier di belakang gravel dan gravel ditahan oleh screen.
A. Prosedur Pemasangan Gravel Pack
Dalam pengerjaannya tidak terlepas dari kondisi lubang sumur yaitu open hole
atau cased hole. dari keadaan lubang sumur ini maka pemasangannya dibagi dalam dua
sistem yaitu :
 External gravel pack
Adalah jenis gravel pack yang diterapkan pada kondisi open hole. Secara luas
open hole gravel pack diterapkan dimana karakteristik formasi memenuhi komplesi
lubang terbuka dan instalasi kontrol kepasiran harus mempu mengalirkan fluida
reservoir secara maksimum.

Gambar 4.6.
Open Hole (External) gravel Pack21)

Perencanaan dan pemakaian gravel pack open hole yang tepat akan memberikan
produktivitas lebih besar dibandingkan dengan inside gravel pack atau sand
consolidation, karena casing yang terperforasi akan bersifat membatasi dan lubang bor
yang diperbesar akan memperbaiki aliran radial yang terjadi di dalam sumur. Open hole
(external) gravel pack akan sesuai untuk diterapkan pada sumur yang indeks
produktivitasnya tidak mengalami penurunan yang besar selama produksi.
 Internal gravel pack
Adalah jenis gravel pack yang diterapkan pada kondisi lubang bor dalam
keadaan tercasing dan terperforasi. Prinsip pemasangan gravel pack adalah dengan
menempatkan gravel tersebut diantara liner dan casing. Metode cased hole (internal)
gravel pack dapat diterapkan pada :
 Formasi dengan internal produksi yang panjang, dimana penempatan pasir (sand)
consolidation tidak dapat diterapkan.
 Formasi yang berlapis-lapis, dimana produksi diharapkan dapat dilakukan melalui
satu rangkaian pipa produksi.

Gambar 4.7.
Cased Hole (Internal) Gravel Pack21)

Faktor utama yang harus diperhatikan dalam cased hole gravel pack ini adalah
dilakukan pembersihan lubang perforasi dengan menggunakan fluida komplesi sebelum
gravel dimasukkan ke dalam lubang sumur atau formasi, hal ini dapat mencegah
terjadinya sumbatan pada alur maupun lubang perforasi. Pengoperasian gravel dengan
konsentrasi tinggi akan memberikan hasil yang baik karena fluida yang kental akibat
konsentrasi tinggi akan dapat mengurangi terjadinya pencampuran antara pasir formasi
dengan butiran gravel. Pada Gambar 4.7. ditunjukkan penempatan gravel pada internal
gravel pack completion.
Dengan mengetahui teknik penempatan gravel dalam formasi produktif, maka
bisa mendasari metode pengerjaan gravel packing. Terdapat tiga metode yang sering
digunakan dalam teknik itu yaitu reverse circulation, cross over tool dan wash-down
atau simplified method of gravel packing.
Metode Reserverse Circulation
Metode ini merupakan metode sirkulasi yang dilakukan dengan memompakan
butir gravel melalui annulus antara casing dan string, dimana kemudian fluida
pendorong akan kembali ke atas melalui screen dan kepermukaan melalui string, terlihat
pada Gambar 4.8.
Metode Cross-over Tool
Metode ini merupakan sirkulasi yang dilakukan melalui tubing dengan bantuan
pompa, melewati packer dan cross-over pipa dan kembali ke permukaan melalui
annulus antara tubing dan casing seperti terlihat pada Gambar 4.9.
Metode Wash-down atau Simplified Method
Gambar 6.10. dibawah ini memberikan langkah pengerjaan metode ini.

Gambar 4.8.
Metode Gravel Packing dengan Reverse Circulation12)

Keterangan gambar
a. Formasi produktif yang akan di gravel diperforasi, kemudian lubang dibersihkan
dari pasir formasi.
b. Rangkaian pipa diturunkan, kemudian diinjeksikan dengan tekanan tertentu.
c. Screen liner dengan packer diturunkan disertai dengan pipa pembersih (wash-pipe)
untuk membersihkan pasir yang ada di dalam lubang sumur.
d. Setelah selesai penempatan screen liner pada kedalaman yang diinginkan, maka
wash-pipe-nya diangkat.
Metode ini mempunyai keuntungan yang mempertahankan aliran kedalaman
formasi dan menjamin bahwa caving (rongga) dipenuhi oleh gravel tanpa terikutnya
sand atau shale. Pencucian screen dan liner mempunyai keuntungan untuk mengatur
packing disekitar screen yang akan membuang berbagai butir-butir halus atau debris
dalam gravel. Kesulitan yang mungkin timbul lepasnya packing dan kemungkinan
terjadinya segregasi butir.

Gambar 4.9.
Metode Gravel Packing dengan Cross-over12)
Gambar 4.10.
Simplified Methode Of Gravel Packing12)

4.1.2.3.3. Sand Consolidation


Masalah kepasiran juga terjadi di dalam komplesi formasi yang secara alamiah
tidak terkonsolidasi. Dalam hal ini para ahli mencoba untuk meningkatkan pengontrolan
pasir dengnan melakukan konsolidasi batuan. Cara ini dikenal dengan sand
consolidation. Metode ini umumnya dilakukan pada lapisan tipis berbutir relatif besar,
permeabilitas seragam (uniform) dan clean sand.
Prinsip dari metode ini adalah menginjeksikan bahan kimia ke alam lapisan pasir
sehingga butiran pasir yang terlepas menjadi tersemen. Bahan kimia yang umum
digunakan adalah epoxy resin, furun dan phenol formaldehyde.
Metode lain yang merupakan kombinasi antara gravel pack dengan konsolidasi
adalah plastic pack. Dalam ini gravel dicampur dulu dengan plastic kemudian
diinjeksikan ke dalam lubang perforasi di depan formasi. Di sini ukuran gravel yang
akan digunakan menuruti hukum Karpoff, yaitu diameter gravel pada 10 % kumulatif
sama dengan 6 kali diameter pasir formasi pada 10 % berat kumulatifnya.

4.1.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Formation Completion


Merupakan jenis komplesi yang bertujuan untuk memaksimalkan aliran fluida
ke dalam lubang sumur. Yang menjadi masalah dalam formasi komplesi ini adalah
bagaimana memaksimalkan fluida yang dihasilkan di dalam lubang sumur yang berasal
dari formasi produktif. Untuk itu perlu diketahui produktivity index, kekompakkan
batuan formasi dan masalah terproduksinya pasir, yang mana hal tersebut merupakan
faktor-faktor yang berpengaruh di dalam pemilihan jenis formation completion.
A. Kekompakan Batuan dan masalah Kepasiran
Kekompakan batuan merupakan dasar pemilihan jenis formation completion
sehubungan dengan pencegahan terjadinya keguguran formasi dan terproduksinya pasir.
Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sifat kestabilan formasi adalah :
 Sementasi Batuan
Merupakan suatu cara untuk menentukan kestabilan suatu formasi produktif.
Hubungan faktor sementasi batuan, porositas, faktor formasi dan saturasi dari suatu
formasi yang dinyatakan Archie sebagai berikut :
F =  -m ........................................................................................................ (4-
1)
0,5
 F Rw 
SW =   ......................................................................................... (4-2)
 Rt 

dimana :
F : faktor formasi
 : porositas batuan, fraksi
m : faktor sementasi
Sw : saturasi air, fraksi
Rt : true resistivity, ohm-m
Faktor sementasi batuan (m) dipengaruhi oleh tingkat konsolidasi batuan
penyusunnya, dimana semakin tinggi tingkat penyemenan batuan sedimen maka
semakin tinggi pula kekompakan batuan.
 Kandungan Lempung
Lempung atau clay merupakan mineral yang biasanya mengendap bersama
batuan pasir. Pada batuan sedimen lempung berfungsi sebagai semen sebab mempunyai
sifat mengikat air (water wet). Apabila mineral lempung bercampur dengan air formasi
maka akan terjadi pengembangan mineral yang disebut “Clay swelling” yang bersifat
lunak sehingga butir pasir formasi yang diikat oleh mineral lempung akan mudah lepas
dan akan bergerak mengikuti aliran.
Kadar mineral lempung yang terkandung dalam batuan formasi dapat dihitung
dengan analisa data logging seperti gamma ray log, SP log dan Neutron log.
 Kekuatan Formasi
Kekuatan formasi merupakan kemampuan dari formasi untuk menahan butiran
pasir yang akan terlepas dari formasi akibat diproduksikannya fluida yang terkandung
dalam reservoir. Dalam masalah kepasiran, Tixier et al berpendapat bahwa kekuatan
formasi terhadap kepasiran tergantung dari dua hal yaitu “intrinsic strength of
formation” dan kesanggupan pasir untuk membentuk lingkungan yang di sekitar
perforasi.
Besarnya intrinsic strength dipengaruhi oleh confining stress yang ditentukan
oleh tekanan pori-pori dan tekanan overburden, bentuk sorting butiran serta sementaasi
diantara butiran yang kadang-kadang diperkuat oleh clay. Besarnya kekuatan formasi
batuan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
  D
Vsh = s .........................................................................…....…...... (4-
s
3)
 = 0,125 (Vsh ) + 0,27 .................................................…........................ (4-

4)
1,34 x 1010 (1  U ) ( b)
G= ...........................................................….... (4-
2 (1 -  ) ( T) 2

5)
1,34 x 1010 (1   ) ( b)
1/cb = ..................................................………...... (4-
3 (1 -  ) ( T) 2

6)
dimana :
Vsh : kadar shale, fraksi
D : porositas dari densitas log, persen
s : porositas dari sonic log, persen
1/cb: bulk modulus, psi-1
G : shear modulus, psi-1
b : bulk density, gr/cc
t : transite time, sec/ft
U : poison’s ratio
Dari perbandingan antara shear dan bulk modulus maka besanya kekuatan formasi dapat
ditentukan.
Untuk menentukan apakah foramsi bersifat labil atau stabil, menurut Damsey,
suatu lapangan bersifat kritis terhadap masalah kepasiran, misalnya lapangan Gulf coast
G/Cb kritisnya sebesar 0,8 x 1012psi2. Ini berati bahwa untuk formasi dengan G/C b < 0,8
x 1012psi2, maka formasi tersebut tidak memproduksikan pasir.
B. Produktivity Index
Produksivitas formasi akan mencerminkan kemampuan formasi untuk
mengalirakan fluida pada kondisi tertentu, yang besarnya tergantung dari sifat-sifat fisik
batuan, fluida, dan mekanisme pendorongnya. Dimana reservoir dengan mekanisme
pendorong water drive akan mampu memberikan perolehan lebih baik dibandingkan
dengan mekanisme pendorong lainnya. Untuk memberikan gambaran yang jelas
pengaruh produktivitas formasi pada pemilihan jenis well completion, diambil contoh
produktivitas batuan rekah vokanik. Dimana pada umumnya batuan yang berbentuk
fracture mempunyai pemeabilitas yang tinggi. Akulumasi minyak terdapat pada macro
fracture maupun micro fracture, oleh karena permeabilitasnya tidak merata, maka
dengan cara open hole completion diharapkan aliran fluida dari lapisan produktif ke
lubang sumur akan menjadi besar. Sedang apabila diselesaikan secara cased hole
completion, maka fracture akan tertutup semen dan sukar ditembus perforasi.

4.1.2.5. Perencanaan Formastion Completion


Merupakan perencanaan tahap awal well completion dan terpenting, kerena
tahap ini langsung berhubungan dengan zona atau formasi produktifnya.
A. Open Hole Completion
Perencanaan dan perhitungan yang ada pada komplesi ini didasarkan pada
penempatan komplesinya dalam formasi produktif, yaitu penembusan sebagian dan
total.
1. Perhitungan Laju Produksi Pada Fully Penetrating
Tingkat pemboran di dalam formasi sangat berpengaruh terhadap besarnya laju
produksi yang dihasilkan. Fully penetrating well merupakan sumur dimana pemboran
menembus seluruh ketebalan formasi produtif.
Untuk kondisi ini dimana aliran fluida membentuk aliran radial, maka penentuan rate
dengan menggunakan persamaan yang dikemukan oleh Darcy, sebagai berikut :
7,082 . k . h . (Pe - Pwf)
q = ................................................................ (4-7)
o . Bo . ln (re / rw)
dimana :
q : rate produksi, BPD
k : permeabilitas effektif minyak, md
h : ketebalan formasi produtif, ft
Pe : tekanan formasi pada jarak re dari sumur, psi
Pwf : tekanan dasar sumur, psi
o : viscositas minyak, cp
Bo : faktor volume formasi minyak, STB/bbl
rw : jari-jari sumur, ft
re : jari-jari pengurasan, ft
Fully penetrating well umumnya diterapkan pada sumur dengan mekanisme
pendorong reservoir berupa depletion drive diman tidak ada akumulasi air ataupun gas.
2. Perhitungan Rate Produksi Pada Partially Penetrating
Partialy Penetrating well merupakan sumur dengan lubang bornya hanya
mencapai sebagian dari ketebalan formasi produktif, dapat dilihat pada Gambar 4.11.
Muskat menyatakan bahawa kepasiran produksi pada partially penetrating well
adalah berbanding langsung/lurus terhadap fraksi penembusan dari ketebalan total
formasi produktif. Gambar 4.12. menunjukkan untuk ketebalan formasi sebesar 130 ft
dengan fraksi penetrasi 0,2 (926 ft) dan 0,8 (110 ft) akan didapatkan produktivity ratio
(PR) masing-masing adalah 30 % sampai 90 %. Dengan kata lain sumur dengan
kedalaman penetrasi 110 ft akan mempunyai kapasitas produksi tiga kali lebih besar bila
dibandingkan dengan sumur yang mempunyai kedalaman penetrasi 26 ft.
Untuk kondisi ini dimana aliran fluida tidak lagi bergerak radial penuh tetapi ada
juga terjadi aliran sperical sehingga rumus yang diterapkan pada fully penetrating well
tidak bisa digunakan. Untuk itu Craft dan Hawkins telah melakukan penyelidikan
dengan berdasarkan Electric Model dan menghasilkan perumusan perhitungan laju
produksi dengan persamaan sebagai berikut :
7,082 . k . h . f .(Pe - Pwf)  rw 
q = 1 + 7 Cos (f . 90 0 ) ............... (4-8)
o . Bo . ln (re / rw)  2fh 

Gambar 4.11.
Partially Penetrating Well Water Drive1)

Gambar 4.12.
Produktivity Ratio Pada Partially Penetrating Well1)

Sedangkan produktivity ratio dinyatakan sebagi berikut :


 r 
PR = f  1 + 7 w Cos (f . 90 0 ) ........................................................... (4-9)
 2fh 
dimana :
f : fraksi penetrasi = D/h, tanpa satuan
D : Jarak kedalaman penetrasi/lubang bor, ft
Pw = Pwf
Dari persamaan di atas terlihat bahwa harga q (laju produksi) akan semakin kecil
untuk f semakin kecil atau jarak kedalaman lubang bor yang semakin kecil. Sebaliknya
harga laju produksi akan semakin besar bila f semakin besar. Bila harga f = 1 atau
kedalaman lubang bor sama dengan ketebalan formasi maka persamaan akan menjadi
persamaan seperti fully penetrating well.
Penerapan partially penetrating well biasanya pada reservoir water drive untuk
menghindari produksi air yang tinggi. Pada partially penetrting ada beberapa pengaruh
diantaranya adalah :
1. Pengaruh Coning
Adanya pengaruh coning dalam hubungannya dengan partial penetrasi akan
mengganggu efisiensi pengurasan sumur. Gambar 4.13, menunjukkan jenis “cone” yang
terjadi pada suatu sumur akibat berkurangnya tekanan disekitar sumur flowing. Tinggi
dari cone akan bertambah dengan bertambahnya tekanan drow-down sumur. Tekanan
drow-down maksimum tanpa menyebabkan air masuk ke dalam sumur dapat
diperkirakan sebagai berikut :
Pmax  0,433 ( w  o) h max .................................................................... (4-10)
Bila selesih specific gravity dari fluida reservoir adalah 0,30 dan jarak vertikal
antara dasar sumur dengan batas air-minyak awal adalah 10 ft, maka Pmax akan
didapatkan sekitar 1,00 psi. dengan demikian untuk suatu sumur dengan produktivity
index 10 STB/hari/psi, aliran maksimal tanpa menyebabkan air masuk ke dalam sumur
adalah sekitar 13 BPD.
2. Pengaruh berkurangnya tekanan dasar sumur (Pwf)
Tekanan dasar sumur pada partially penetrating adalah lebih kecil daripada
kondisi totally penetrating. Hal ini disebabkan adanya skin demage (pseudo skin
damage).
3. Pengaruh Skin Damage
Adanya perubahan aliran fluida secara radial menjadi spherical karena pengaruh
partial penetration ini, akan menyebabkan bertambahnya pressure drop di sekitar lubang
bor yang dinyatakan sebagai extra skin faktor.

Gambar 4.13.
Pengaruh Partial Penetration dan Skin Damage
terhadap Tekanan Dasar Sumur1)

Menurut Brons dan Marting, besarnya pseudo skin dapat ditentukan dan
merupakan fungsi dua parameter, yaitu fraksi penetration (b) dan perbandingan h/rw
dimana :
total interval penembusan
b =
ketebalan total formasi produktif

ketebalan lapisan produktif


h / rw =
jari - jari sumur

Dari harga (b) dan (h/rw) untuk masing-masing kondisi maka dapat ditentukan besarnya
pseudo skin (Sb) masing-masing kondisi. Besarnya pseudo skin (Sb) ini harus dikurangi
dari besarnya skin total (St) yang diperoleh dari well test untuk mendapatkan besarnya
skin faktor mekanik (mechanical skin factor).
B. Perforated Completion
1. Pelaksanaan Perforator dan Peralatan Perforasi
Peralatan perforasi terangkum dalam suatu perforator gun, dimana jenisnya
dapat digolongkan bullet perforator dan shaped large perforator. Perbedaan dari kedua
tipe ini adalah pada jenis peluru pelubang.
Bulet Perforator
Gambar (4.14) memperlihatkan alat perforasi jenis ini. Komponen utama dari
bullet perforator meliputi :
 Fluida seal disk yang menahan masuknya fluida sumur ke dalam alat diman
dapat melemahkan kekuatan membakar powder.
 Gun barrel
 Gun body, dimana barrel disekrupkan dan juga untuk menempatkan sumbu
(igniter) dan propelant dengan shear disk didasarnya, untuk memegang bullet
ditempatnya sampai tekanan maksimum tercapai karena terbakarnya powder.
 Bullet
 Thead sell
 Shear Disk
 Powder Centrifuge
 Contact-pin Assembly
 Back Contack Spring
Prinsip kerja bullet perforator karena arus listrik melalui wireline timbul
pembakaran pada propelant dalam centrifuge-tube sehingga terjadi ledakan yang
melontarkan bullet dengan kecepatan tinggi.
Keuntungannya :
1. Bullet lebih murah dan mudah dari jet perforator
2. Bullet menyebabkan perekahan formasi yang dapat dipakai pada formasi yang
tebal
3. Perforasi yang dihasilkan bersifat “burrless” (rata pada bagian dalam) serta
lubang berbentuk bulat, dengan kondisi ini maka sebagian perforasi dapat ditutup
dengan klep-klep bola/ball sealer sementara waktu diperlukan
4. Bullet cocok untuk formasi lunak, dimana ia dapat menebus lebih dalam
dibanding jet
Keterbatasannya
1. Efek fracturing dapat merugikan bila lapisan produktif tipis-tipis dan air atau fluida
formasi lainnya ikut terproduksi pula
2. Bullet tidak dapat digunakan untuk temperatur yang tinggi, lebih dari 250 oF
3. Bullet sukar menembus formasi yang keras, dan untuk casing yang terlalu
tebal/berlapis-lapis
4. Bullet yang ukuran kecil tidak memberikan hasil yang baik

Gambar 4.14
Kontruksi Bullet Peerforator1)
Jet Perforator
Proses perforasi dengan jet perforator dilukiskan dalam Gambar 4.15.
Detonator elektris memulai reaksi berantai dimana berturut-turut meledakkan
primacord, booster berkecepatan tinggi di dalam change dan akhirnya peledak utama.
Tekanan tinggi yang dihasilkan oleh bahan peledak menyebabkan logam di dalam
charge liner mengalir, memisahkan inneer dan outer liner. Pembentukan tekanan lebih
lanjut pada liner menyebakan suatu dorongan jet berkecepatan tinggi dan menyebabkan
suatu dorongan jet berkecepatan tinggi dan pertikel-partikel yang dimuntahkan dari
cone pada kecepatan sekitar 20.000 ft/sec tekanan pada titik unjungnya kira-kira 5 juta
psi.
Selubung terluar liner rusak untuk membentuk suatu gerakan aliran metal yang
rendah dengan kecepatan antara 1500 dan 3000 psi. Sisa outer liner ini mungkin dapat
membentuk slug tunggal yang disebut sebagai carrot atau aliran partikel-partikel logam.
Keuntungannya
1. Dapat digunakan untuk temperatur sampai 400 oF
2. Rekahan yang terjadi tidak terlalu besar sehingga cocok untuk formasi yang tipis
3. Lebih banyak tembakan yang dapat dilakukan untuk sekali penurunan gun ke
dalam sumur, sehingga untuk formasi dengan interval yang panjang akan lebih
baik dan murah.
4. Jet perforator menembus formasi keras tapi baik
5. Untuk operasi dalam tubing (parmaneny type completion) hanya jet yang cocok
karena alat untuk bullet memerlukan diameter yang besar agar peluru cukup besar
diameternya

Keterbatasannya
1. Rekahan yang terbentuk tidak terlalu lebar sehingga tidak banyak membantu
meningkatkan permeabilitas pada lapisan yang tebal
2. Penggunaan ball sealer tidak dapat dipakai karena hasil pelubangan yang runcing
dibagian dalam dan tidak bulat di bagian luar
3. Jet lebih mahal jika dibandingkan dengan bullet bila dipakai pada interval
perforasi yang pendek atau sedikit jumlah penembakannya
Pengerjaan perforasi ini sangat penting sekali karena mempengaruhi
produktivitas sumur. Beberapa hal yang perlu direncanakan dalam pengerjaan perforasi
adalah menentukan posisi dan intrval perforasi.
Gambar 4.15.
Prinsip Kerja Jet Perforator1)
2. Penentuan Interval dan Posisi Perforasi
Dalam proses produksi minyak dapat terjadi water conning, dimana hal ini akan
memberikan pengaruh negatif terhadap perolehan minyak. Dengan fenomena gas dan
water conning tersebut, maka para ahli mencari hubungan antara laju produksi kritis
dengan parameter reservoir serta parameter produksi untuk menentukan interval
perforasi dan posisinya.
 Metode Chierici
Beberapa anggapan yang digunakan dalam metode ini untuk mendapatkan laju
produksi kritis, adalah :
1. Reservoir homogen
2. Bidang kontak antar fluida horizontal dan statis
3. Pengaruh tekanan kapalier diabaikan
4. Fluida reservoir incompresibel
5. Aquifer terbatas sehingga tidak merupakan tenaga pendororng
6. Pengembangan gas cap pelan-pelan, sehingga gradien potensial dapat diabaikan
Dengan anggapan-anggapan tersebut di atas maka Chierici menurunkan
persamaan dalam tujuan penentuan posisi dan interval perforasi adalah sebagai berikut :
  wo K ho 
Qow = 0,003073  h 2    rDe , ,  w  ................................. (4-11)
 Bo  o 

  og K ho 
Qog = 0,003073  h 2
 Bo  o 

  rDe , ,  g  .................................. (4-12)

dimana :
Qow : laju produksi maksimum minyak tanpa terjadi water conning, STB/hari
Qog : laju produksi maksimum minyak tanpa terjadi gas conning, Mscfd
h : ketebalan zona minyak, ft
Kho : permeabilitas efektif horizontal minyak, md
 : fungsi yang tak berdimensi
 : b/h : panjang interval perforasi/ketebalan zone minyak
rDe : (re/h)  K vo / K ho 
Kvo : permeabilitas efektif verikal minyak, md
g : Lg/h = jarak antara GOC-top perforasi/ketebalan zona minyak
w : 1 - g
: Lw/h = jarak antara WOC-bottom perforasi/ketebalan zona minyak
Dari persamaan di atas, suatu syarat untuk tidak berproduksinya air dan gas bebas ke
permukaan adalah :
Qo  Qow atau Qo  Qog
Gambar di bawah menunjukkan diagram sistem water dan gas conning.
5  rDe  80
0    0,75
0,07    0,9
Penetuan interval dan posisi perforasi dengan metode ini didasarkan pada gambar-
gambar tersebut.

Gambar 4.16
Diagram Sistem Water dan Gas Conning di dalam Formasi yang Homogen1)

Langkah-langkah penentuan interval dan posisi perforasi dengan metode ini


adalah :
1. Hitung rDe
2. Hitung og/ow
3. Ambil beberapa kemungkinan harga (misalnya 0,1 ; 0,2 dan seterusnya)
4. Dengan memakai grafik plot antara  vs  (sesuai dengan harga rDe yang telah
dihitung) dan salah satu dari beberapa kemungkina harga , akan didapat  dan
g optimum berdasr harga yang telah dihitung pada langkah 2. Bila aguifer dan
gas cap, kondisi maksimum laju produksi kritis secara teoritis memenuhi Qoptimum
= Qog = Qow.
5. Hitung harga melalui Persamaan (4-11) atau (4-12) dengan menggunakan harga-
harga yang telah ditentukan pada langkah 4.
6. Dengan mengetahui kemampuan sumur pada berbagai interval perforasi maka dari
berbagai harga Qoptimum yang telah dihitung pada langkah 5, dapat ditentukan harga
Qoptimum yang sesuai atau laju produksi kritis yang sesuai dengan sumur yang
bersangkutan
7. Perhitungan-perhitungan tersebut diulangi lagi untuk harga interval perforasi yang
lain sampai diperoleh harga Qoptimum yang sama atau hampir dama dengan Qactual.
Hubungan antara rDe, ,  dengan  ditunjukkan pada Gambar 4.17.
 Metode Pirson
Persamaan -persamaan yang dibuat Pirson untuk menetukan laju produksi kritis
dalam tiga kasus sebagai berikut :
( o -  g ) K o
Q og = 1,535
 o ln (re / rw)
h 2

- (h - D) 2 ........................................ (4-13)

Untuk kasus water conning (lihat gambar 4.16)


( w -  o )
Q ow = 1,535
 o ln (re / rw)
h 2

- D .................................................... (4-14)

Untuk kasus gas dan water conning yang terjadi bersama-sama seperti yang terlihat
pada gambar (4.18), laju aliran minyak maksimum dibagi menjaadi dua aliran, pertama
Qog yang diambil di atas bidang zo, disebut laju aliran minyak maksimum tanpa gas dari
gas conning, dan Qow yang diambil bidang bagi zo, disebut laju aliran minyak
maksimum tanpa air dari water conning.
Persamaan-persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
( o -  g ) K o
Q og = 1,535 (h - z o ) - (h - D - h c - z o ) 2 ................... (4-15)
 o ln (re / rw)
( w -  g ) K o
Q ow = 1,535 (z o 2 - (z o - h + D)) ................................ (4-16)
 o ln (re / rw)
sehingga Qo maksimum = Qog + Qow ......................................................................... (4-17)
dimana :
Qo maks : laju produksi maksimum tanpa produksi air dan gas, bbl/hari
w : berat spesifik air
o : berat spesifik minyak
g : berat spesifik gas
hc : interval perforasi
D : jarak dari puncak zone minyak ke dasar perforaasi, ft
zo : jarak dari dasar zone minyak ke bidang bagi, ft
Gambar 4.17.
Kurva Fungsi  terhadap rDe untuk Menentukan Interval Perforasi1)

Harga-harga D dan zo dapat dihitung dengan persamaan :


o - g
D = h - (h - h c ) ................................................................... (4-18)
w - g

o -  g
zo = h ...................................................................................... (4-19)
w -  g

Gambar 4.18.
Kondisi Water and Gas Conning Menurut Pirson35)

Langkah-langkah penentuan interval dan posisi perforasi :


1. Ambil beberapa kemungkinan harga hc
2. Hitung D dengan persamaan menggunakan persamaan (6-18)
3. Hitung zo dengan persamaan (6-19)
4. Hitung harga-harga Qog dan Qow melalui persamaan (6-15) dan (6-16)
5. Hitung harga Q optimum dengan persamaan (6-17)
6. Dengan mengetahui kemampuan sumur pada berbagai interval perforasi, maka
dari berbagai harga Qoptimum yang telah dihitung diatas, dapat ditentukan harga Q op
yang sesuai atau laju produksi kritis yang cocok untuk sumur yang bersangkutan.
7. Dari harga Qopt yang dipilih pada langkah 6, maka harga interval perforasi hc, dan
posisi D, untuk sumur yang bersangkutan dapat diketahui.

3. Penentuan Densitas Perforasi


Densitas perforasi adalah jumlah lubang dalam casing per satuan panjang
(feet). Untuk menentukan densitas perforasi dapat menggunakan penelitian yang dibuat
oleh Muskat, dimana dihasilkan hubungan antara produktivitas ratio (Qp/Qo) densitas
perforasi untuk berbagai jarak penetrasi radial, diameter lubang perforasi dan diameter
casing. Hasil penelitiannya ditunjukkan pada Gambar 6.19.
dimana :
re
ln ( )
Qp rw
= .............................................................................. (4-20)
Qo re
S p + ln ( )
rw
Qp : laju produksi maksimum sumur perforasi, bpd
Qo : laju produksi sumur open hole, bpd
Sp : faktor skin perforasi, yang tergantung pada diameter perforasi, diameter
sumur, dalam penembusannya dan sudut penembakannya.
Misalkan suatu sumur dengan jari-jari casing 3 inchi, akan diperforasi pada suatu
interval dan posisi untuk ini menghasilkan harga Qp/Qo = 0.6 maka dari gambar 6.19
diperoleh bahwa perforasi ini dapat dilakukan dengan harga density perforasi yang lebih
kecil atau sama dengan 1. Sehingga apabila digunakan peluru dengan diameter 1/2 in
atau jari-jari 1/4 inch, maka density perforasi yang harus digunakan adalah 4 hole/ft.
Hubungan ini diperluas untuk suatu variabel harga dari densitas perforasi untuk
suatu varibel harga dari densitas perforasi x jari-jari lubang perforasi yang berlaku untuk
aliran steady state dalam formasi yang homogen. Kurva garis tebal pada gambar
menunjukan jari-jari casing 3 in. dan garis putus-putus adalah untuk jari-jari 6 inchi.

Gambar 4.19.
Grafik Hubungan kv/kh terhadap Hubungan Qo/Qp dan Densitas Perforasi21)
4. Perhitungan Diameter Perforasi
Pada gambar dibawah ini menunjukan bahwa untuk mendapatkan rate sebesar
100 bbl/day, dengan kedalaman penetrasi perforasi 12 inchi (305 mm) dan dimeter
lubang perforasi sebesar 0,375 inchi (9,5) dibutuhkan drowdown (P) sebesar 1,0 psi.
Jadi dengan menggunakan persamaan Fanning diatas dapat ditentukan diameter
lubang perforasi pada rate (laju aliran) yang diinginkan, dengan catatan bahwa
parameter-parameter yang lain sesuai seperti yang tertera pada grafik, yaitu :
 f (friction faktor) = 0.85
 L (perforation lengtih) = 12
 (spesific gravity minyak) = 0.85
K.C. Hong, mengambarkan pengaruh pola perforasi terhadap productivity ratio,
seperti terlihat pada Gambar 6.22.
Gambar tersebut menggambarkan productivity ratio versus kedalaman penetrasi
perforasi untuk tiga pola perforasi.

Gambar 4.20.
Produktivity Ratio Diameter Lubang Perforasi21)

Gambar 4.21.
Grafik Drowdown vs Diameter Lubang Perforasi21)
dari Persamaan Fanning

Ketiga pola tersebut disusun secara vertikal dan lurus, dimana pola pertama
(yang terbawah) mempunyai phasing 0o yang disebut “srtip Shooting”, pola yang
kedua (ditengah) mempunyai phasing 90o dan pelubangan dilakukan pada suatu bidang
horizontal (simple pattern), sedangkan pola ketiga (teratas) juga mempunyai phasing
90o tetapi pelubangan dilakukan pada dua bidang horizontal . Permeabilitas vertikal dan
hirizontal diasumsikan sama.
Pola pertama (strip shooting) menghasilkan productivity ratio yang lebih rendah
bila dibandingkan dengan kedua pola lainnya. Hal ini disebabkan oleh distribusi tekanan
pada kedua pola menghasilkan drow-down yang lebih merata untuk memproduksi fluida
yang lebih besar.
Pada formasi yang isotropic (permeabilitas horizontal dan vertikal sama),
keseragaman besarnya drow-down dihubungkan terhadap jarak antara pelubangan yang
berdekatan. Jarak yang terbesar terdapat pada pola ketiga (staggered pattern),
(staggered pattern), sehingga pola tersebut mempunyai productivity ratio yang
tertinggi.

Gambar 4.22.
Pengaruh Pola Perforasi pada Produktivity Ratio21)

Kedalaman Penetrasi Perforasi


Dari hasil penelitian Stanley Locke, digambarkan pengaruh dari kedalaman
penetrasi perforasi (perforation length) terhadap productivity ratio, seperti terlihat pada
gambar 6.23. Productivity ratio mencapai harga maksimum pada kedalaman penetrasi
kira-kira 12 inch (395 mm). Juga terlihat bahwa productivity ratio akan makin
meningkat dengan pertambahan kedalaman penetrasi perforasi.
Pada Gambar 6.24, digambarkan untuk suatu kedalaman penetrasi yang sama,
maka besarnya productivity ratio akan bertambah dengan bertambahnya density
perforasi. Jadi density perforasi akan mempengaruhi besarnya productivity ratio pada
suatu harga kedalaman penetrasi dari perforasi.
Gambar 4.23.
Produktivity Ratio vs Kedalaman Penetrasi Perforasi21)

Gambar 4.24.
Produktivity ratio vs Kedalaman Penetrasi pada Berbagai
Harga Density Perforasi21)
5. Perhitungan Faktor Skin Perforasi
Laju aliran dari formasi kedalam sumur pada perforted casing completion,
dipengaruhi oleh kerusakan (damage) dan lubang perforasi. Dalam hal ini keduanya
dapat dikatakan sebagai skin yang sama secara kwantitatif dapat berharga positif atau
negatif. Untuk selanjutnya masing-masing dinyatakan sebagai skin damage (Sd) dan
skin perforasi (Sp).
Sedangkan hasil dari analisa tes tekanan memberikan harga skin total (St), dimana :
St = Sd + Sp ................................................................................................... (4-19)
Teori analisa fluida menuju ke sumur menganggap geometri aliran radial dengan
batas-batas r = rw (dinding.formasi) dan r = re (batas pengurasan). Apabila faktor skin
diperhitungkan sebagai kehilangan tekanan, maka persamaan menjadi :
7,08 k h (Pr - Pwf)
q = ............................................................ (4-22)
 B (ln (re / rw) - 1 / 2 + S)
dimana :
S = St untuk sumur berselubung (ber-casing)
St = Sd atau Sp = 0 untuk open hole completion
Dalam hal ini, makin kecil diameter perforasi, semakin besar skin perforasinya.
Dan makin banyak lubang juga makin dalam perforasinya, maka skin semakin kecil.
Untuk menentukan harga skin faktor akibat perforasi (Sp), K.C. Hong telah
membuat beberapa grafik seperti pada gambar 6.25 (simple pattern) dan gambar (4.26)
(Staggered patterns)
Gambar 6.27 berfungsi untuk koreksi bila diameter perforasi 0,25 dan 1,0 inch.
Langkah-langkah untuk menentukan (Sp) dengan menggunakan grafik sebagai
berikut :
1. Tentukan harga :
 Diameter sumur (dw) yaitu diameter outside casing (OD) ditambah dua kali
ketebalan semen.
 Ratio permeabilitas vertikal dengan horizontal, kv/kh
 Pola perforasi (yaitu harga perforations phasing, 0 dan masing-masing
perforasi, h)
 Depth of penetration (dihitung dari muka semen), ap.ap adalah total Berea
Sandstone sebagai dasarnya, yang memiliki compresive strength sebesar 6500
psi. Jika harga compresive strength untuk suatu formasi diketahui, harga ap
dapat dikoreksi dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
 Bullet Perforation :
1,15
C 
Pf = PB  B  ........................................................................... (4-23)
 Cf 

 Jet Perforation :
-5
Pf  PB e 8,6 x 10 (C B - C f ) ........................................................... (4-24)
dimana :
Pf = penetration in formation, in = ap
PB = TCP pada Beroa Sandstone, in
CB = compressive strength pada Barea Sandstone, 6500 psi
Cf = compressive strength pada formasi, psi
2. Gunakan Gambar 4-25 (untuk simple patterns) atau Gambar 6-26 (untuk
staggered patterns) untuk mendapatkan harga (Sp). Mulailah dari sisi kiri
nomogram dan dibuat garis penghubung dengan parameter-parameter dari
langkah 1.
3. Dengan memakai Gambar 4.27, dilakukan koreksi harga Sp dari langkah 2 untuk
diameter perforasi yang berbeda. Setelah harga Sp didapat, maka dapat dihitung
harga skin total (St) apabila skin damage (Sd) diketahui, sehingga perhitungan
productivitas sumur bisa dilakukan dengan menggunakan Persamaan 4-21.
Sedangkan untuk menetukan productivity ratio-nya dapat menggunakan
persamaan :
re
qp ln
Produktivity Ratio (PR) = = rw
........................................ (4-25)
q re
St + ln
rw
Apabila St berharga negatif, berarti PR akan mempunyai harga lebih dari satu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa laju produksi sumur yang diperforasi dapat lebih
besar dari laju produksi sumur pada kondisi open hole.
Gambar 6.25.
Grafik untuk menentukan perforation skin
faktor (Sp, (Simple patterns, 1/2 inch perforation) 21)

4. Dengan memakai Gambar 4.27, dilakukan koreksi harga Sp dari langkah 2 untuk
diameter perforasi yang berbeda. Setelah harga Sp didapat, maka dapat dihitung
harga skin total (St) apabila skin damage (Sd) diketahui, sehingga perhitungan
productivitas sumur bisa dilakukan dengan menggunakan Persamaan 4-21.
Sedangkan untuk menentukan productivity ratio-nya dapat menggunakan
persamaan :
re
qp ln
Produktivity Ratio (PR) = = rw
........................................ (4-25)
q re
St + ln
rw
Apabila St berharga negatif, berarti PR akan mempunyai harga lebih dari satu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa laju produksi sumur yang diperforasi dapat lebih
besar dari laju produksi sumur pada kondisi open hole.

Gambar 6.26.
Grafik untuk perforation skin faktor (Sp) (Simple patterns, 1/2 inch perforation) 21)
Gambar 6.27.
Koreksi Sp untuk diameter perforasi 0.25 inch dan 1.0 inch21)

6. Perhitungan Pressure Drop Perforasi


Salah satu penyebab rendahnya productivitas sumur pada perforated completion
adalah karena program pelubangan selubung (perforasi) yang tidak memadai. Apabila
kondisi ini terjadi akan berakibat timbulnya suatu hambatan terhadap aliran atau
bertambahnya penurunan tekanan (pressure drop) dalam formasi.
Oleh karena itulah, Carl Granger dan Kermit Brown telah menggunakan analisa
Nodal untuk mengevaluasi besarnya penurunan tekanan melalui lubang perforasi, pada
berbagai harga density perforasi.
Analisa Nodal disini, diterapkan untuk Standart Perforated Well, dengan
menganggap perforated hole turn 90o dan tidak terjadi damage zone disekeliling lubang
bor.
Anggapan-anggapan lain yang digunakan dalam mengevaluasi pressure drop
melalui lubang perforasi ini adalah :
1. Permeabilitas dari crushed zone atau compact zone yaitu :
 dari permeabilitas formasi apabila diperforasi dengan tekanan overbalanced
(tekanan hidrostatis dalam lubang bor lebih besar daripada tekanan formasi).
 dari permeabilitas formasi, apabila diperforasi dengan tekanan underbalanced
(tekanan hidrostatis dalam lubang bor lebih kecil daripada tekanan formasi).
2. Ketebalan crushed zone adalah 1/2 inch.
3. Infiniti reservoir, sehingga Pwst tetap pada sisi dari compact zone, jadi pada closed
outer boundary, konstanta - 3/4 pada persamaan Darcy dihilangkan.
4. Untuk mengevaluasi pressure drop melalui lubang perforasi digunakan persamaan
dari Jones, Blount dan Galze.
Open Perforated Pressure Drop
Persamaan dibawah ini hanya berlaku untuk sumur minyak pada umumnya,
yaitu sebagai berikut :
Pwfs - Pwf = aq 2 + bq = P .................................................................... (4-26)

P =
 2,30 x 10 -4
 Bo 2 o (1 / rp + 1 / re) 2
+ ...
Lp 2 q
............................. (4-27)
 o Bo (ln re / rp) 
 q
 7,08 x 10 -3 Lp kp 

dimana :

a =
 2,30 x 10 -4
 Bo 2 o (1 / rp + 1 / re)
Lp 2
 o Bo (ln re / rp) 
b =   q
 7,08 x 10 -3 Lp kp 
2,33 x 1010
 = turbilence faktor, ft -1 = kp
1,201

dimana :
Bo = faktor volume formasi, bbl/STB
o = densitas minyak, lb/cuft
Lp = perforation length, ft
Kp = permeabilitas compact zone, md (kp = 0,1 k formasi, jika overbalanced dan
kp = 0,4 k formasi, jika konsidi underbalanced).
rp = jari-jari lubang perforasi, ft
re = jari-jari compact zone, ft (re = rp + 0,5 inch)
o = voscositas minyak, cp.

Tabel IV-1
Perforating Gun data21)

C. Sand Exclusion Type Completion


Metode ini digunakan dengan maksud mencegah terproduksinya pasir dari
formasi produktif yang kurang kaompak.
Metode-metode yang umum digunakan untuk menanggulangi masalah
kepasiran adalah liner completion, grevel pack completion yang biasa dikombinasikan
dengan screen liner dan consolidation completion.

1. Perhitungan Ukuran Lubang pada Screen


Prosedur analisa besar butir adalah sebagai berikut :
Sample yang diambil dari side wall coring ditumbuk agar butiran-butiran pasirnya
terpisah. Kemudian dimasukkan kedalam alat analisa butiran yang tersusun dengan
sieve opening yang berbeda dimana ukuran yang paling besar diletakkan paling atas dan
yang lebih kecil diletakkan dibawahnya.
Dengan adanya getaran dari vibrator maka diperoleh butiran-butiran pasir pada
tiap-tiap saringan tersebut selanjutnya butiran-butiran pasir dari masing-masing saringan
ditimbang.
Prosen berat kumulatif pasir yang tertahan pada sagan (sieve) diplot terhadap log
dari pada ukuran masing-masing saringan pada kertas grafik. Plot dapat juga dilakukan
untuk prosen berat pasir pada masing-masing saringan terhadap ukuran masing-masing
saringan. Penentuan ukuran pelubangan pada screen liner biasanya didasarkan pada
diameter butiran (pasir) pada persen kumulatipnya. Beberapa peneliti yang memberikan
batasan mengenai ukuran lubang pada screen liner sebagai berikut :

Wilson : W = d 10 ......................................................................................(4-28)
Coberly : W = 2d10.......................................................................................(4-29)
Gill : W = d 15 ......................................................................................(4-30)
De Priester : 0,050 in. s W s d 20 .......................................................................(4-31)

dimana :
W = ukuran pelubangan screen liner, inch
d10 = diameter butir pasir pada titik 10 % berat kumulatif pada kurva distribusi, in
d15 = diameter butir pasir pada titik 15 % berat kumulatif pada kurva ditribusi, in
d20 = diameter butir pasir pada titik 20 % berat kumulatif pada kurva distribusi, in

Selain ukuran lebar celah, faktor penting lainnya adalah perencanaan diameter
screen yang akan digunakan. Perencanana dimeter screen dimaksudkan untuk
memperoleh produktivitas yang tinggi dan kemudian pengoperasikan pada sand control

dengan gravel pack. Beberapa petunjuk yang digunakan untuk merencanakan diameter
screen pada sumur-sumur yang dipasang casing, antara lain adalah :
1. Secara pratis, diameter luar (OD) screen paling tidak berukuran 2 inc lebih kecil
dibanding diameter dalam (ID casing)
2. Screen tidak membutuhkan diameter yang lebih besar dari diameter prodution
string.
Tabel (IV-2) dibawah ini menunjukkan diameter screen yang dianjurkan untuk
setiap diameter casing tertentu.
Disamping hal tersebut di atas, berikut ini adalah beberapa petunjuk yang
digunakan untuk merencanakan diameter dari screen pada open hole completion, yaitu :
1. Diameter luar screen paling tidak berukuran 4 inch lebih kecil dibanding diameter
lubang sumur
2. Screen tidak selalu membutuhkan diameter yang lebih besar dari diameter
produktion string

Tabel IV-2
Diameter screen yang dianjurkan21)
Casing Size Maksimum Screen Diameter
OD WT ID Pipe OD Wire OD
(in) (lbs) (in) (in) (in)
4 9,5 3,5 1 1,815
4 –1/2 11,6 4,0 1-1/4 2,160
5 18,0 4,2 1-1/2 2,400
5 –1/2 17,0 4,8 2-3/8 2,875
6 5/8 24,0 5,9 3-1/2 4,000
7 29,0 6,1 3-1/2 4,000
7 5/8 33,7 6,7 4 4,500
8 5/8 36,0 7,8 5 5,500
9 5/8 47,0 8,6 5-1/2 6,000

2. Perhitungan Ukuran Lubang Gravel Pack


Dalam penentuan ukuran gravel yang akan digunakan, beberapa ahli
memberikan pendapat sebagai berikut :
Coberly menyarankan bahwa ukuran diameter gravel terbesar adalah 10 kali daripada
ukuran diameter pasir formasi dan 10 % berat kumulatif pada sieve analisis (10xd10).
Tausch dan Corley menyarankan, bahwa ukuran diameter gravel (D) adalah lebih kecil
dari 6d10 dan lebih besar dari 4d10.
Untuk ukuran slot ada beberapa pendapat (rumus) yang dapat dikemukakan disini antara
lain :
Coberley dan Wagner : W = D100 ...................................................................... (4-32)
Tausch dan Corley : W = D50 ........................................................................ (4-33)
dimana : Ds = diameter gravel terkecil
D1 = diameter gravel terbesar
Pendekatan lain dalam menentukan ukuran gravel beserta screen lot-nya
diberikan oleh David H. Schwartz dengan memperhatikan parameter-parameter berikut
ini :
 Analisa butiran pasir formasi-uniformity dari pasir formasi
 Kecepatan aliran aliran fluida kedalam lubang screen.
 Harga perbandingan gravel terhadap pasir (G-S ratio).
Adapun prosedur penentuannya adalah sebagai berikut :
Tabel IV-3
Ukuran untuk gravel pack21)
Sumber Interval Gravel Interval Pasir Rumus
Butiran Bentuk Bola Satu Ukuran Satu Ukuran D = 2,41d
Ukuran untuk penahan
sederhana :
Corberly & Wagner
(1937) Kecil Besar D  10 d10
Gumpertz (1940) Kecil Besar D  11 d11
Ukuran untuk mencegah
migrasi butiran halus Hill
(1941) Kecil Besar D  8 d10
Depriester (1967) Besar Besar D50  8 d10
D90  12 d90
D10  3 d10
Stein (1969) Besar Besar D85  4 d15

Prosedur penetuan ukuran dan gravel lot-nya :


1. Plot persen berat vs ukuran butiran
Tentukan harga-harga d10,d40,d90 dan C.
C adalah uniformity coefficient (d40/d90).
Kriteria Schwartz : C > 5 maka pemilahan baik
C < 5 maka pemilahan buruk
2. Tentukan kecepatan aliran masuk melalui lubang saringan dengan menggunakan
persamaan :
Q
Ve = ......................................................................................... (4-35)
Ap x 0,5

dimana :
Ve : kecepatan aliran masuk, ft/dt
Q : gross Produktion rate, ft3/dt
Ap : luas lubang perforasi, ft
0,5 : safety factor karena adanya plugging
3. Tentukan ukuran butiran kritik
 Untuk C < 5, kecepatan < 0,05 gunakan d10
 Untuk C > 5, kecepatan > 0,05 gunakan d40
 Untuk C > 5, kecepatan < 0,10 gunakan d70
4. Tentukan ukuran gravel kritik
Ukuran gravel kritis = 6x ukuran pasir kritik
5. Pada grafik persen kumulatif berat vs ukuran butiran dibuat lurus melalui titik
gravel kritik dengan koefisien arah C , 1,5.
6. Tentukan range ukuran gravel dari Do sampai d100, kemudian diubah ke dalam
satuan mesh tyler
7. Stangard pelubang screen liner diambil pada harga d100.
8. Bila ukuran slot hasil perhitungan berbeda lebih dari 20 % dengan perkiraan, maka
perhitungan diulangi lagi dengan ukuran slot hasil perhitungan dijadikan sebagai
anggapan baru.

4.1.3. Tubing Completion


Penentuan jenis tubing completion terutama didasarkan atas jumlah tubing yang
akan digunakan dimana hal ini erat hubungannya dengan jumlah atau zone produktif
yang dimiliki serta produktivitas formasinya.
Tubing completion dapat dibedakan menjadi tiga jenis yang didasarkan jumlah
production string (pipa produksi) yang digunakan dalam satu sumur. Jenis-jenis tersebut
adalah : single completion, comingle completion, multiple completion.

4.1.3.1. Single Completion


Merupakan metode produksi yang hanya menggunakan satu pipa produksi
dimana sumurnya hanya memiliki satu zone produktif.
Berdasarkan kondisi reservoir dan lapisan batuan produktifnya, single
completion dibedakan menjdai dua jenis, yaitu open hole dan perforated completion.
a. Open Hole Completion
Yatiu cara komplesi yang dilakukan bila formasinya cukup kompak, lihat
Gambar 4.28.

Gambar 4.28.
Single Completion Jenis Open Hole1)

b. Perforated Completion
Yaitu cara komplesi yang dilakukan bila formasinya kurang kompak dan bila
diselingi lapisan-palisan tipis dari air atau gas, seperti yang terlihat pada Gambar 4.29.
Gambar 4.29.
Single Completion Jenis Perforated1)

Sedangkan cara memproduksikannya minyak ke permukaan maka ada macam-


macam jenis single completion, yaitu :

 Flowing Well-casing Flow, Gambar 4.30.


Aliran ke atas melalui casing tanpa dibatasi oleh tubing atau packer. Komplesi ini
dilakukan untuk sumur-sumur yang mampu memproduksi dengan rate sangat
tinggi.

 Pumping Well, Gambar 4-31.


Tempat kedudukan tubing dan pompa dipasang pada suatu kedalaman di bawah
working level. Pompa dan rod string dipasang ditengah-tengah di dalam tubing.
Gambar 4.30.
Single Completion Flowing Well-casing Flow1)

Gambar 4.31.
Single Completion Pumping Well1)
 Flowing Well-tubing Folw, Gambar 4.32.
Gambar 4.32.
Single Completion Flowing Well-tubing Flow1)
Di sini tubing dan packer dipasang bersama-sama. Dengan demikian aliran
produksi lewat di dalam tubing.

4.1.3.2. Commingle Completion


Metode jenis ini dilakukan pada sumur yang mempunyai resrvoir berlapis atau
memilki lebih dari satu zone lapisan produktif. Metode ini dapat diterapkan dengan
syarat tidak menimbulkan interflow antara lapisan produktif.
Macam-macam commingle completion dapat digolongkan pada beberapa jenis sebagai
berikut :
1. Single tubing dengan single packer
Merupakan cara produksi yang dipakai untuk sumur yang mempunyai dua
lapisan produktif, dimana dua lapisan produktif tersebut dibatasi oleh packer. Fluida
produksi dari lapisan bawah diproduksikan melalui tubing, sedangkan untuk lapisan di
atasnya diproduksikan melalui annulus antara tubing dan casing, seperti yang terihat
pada Gambar 4.33.
Gambar 4.33.
Commingle Completion dengan Single Tubing dan Single Packer1)

Jenis komplesi ini diterapkan untuk sumur yang produktivitasnya rendah.


Keuntungan metode ini terutama adalah biaya ringan karena hanya menggunakan satu
tubing. Sedangkan kerugianya hanya lapisan bawah yang dapat dilakukan pengangkatan
buatan bila nanti diperlukan, produktion casing tidak terlindungi dari tekanan sumur dan
fluida korosif, endapan-endapan solid dari lapisan di atasnya dapat merusak tubing
string, dan diperlukan untuk mematikan lapisan bawah bila akan dilakukan work over
(kerja ulang) pada lapisan tersebut.
2. Single Tubing dengan Dual Packer dan Tubing
Pada komplesi ini dinginkan untuk memproduksikan fluida formasi bagian atas
melalui dalam tubing dengan bantuan croos over atau dengan regulator flow choke.
Sedanngkan untuk fluida formasi dari bawah diproduksikan malalui tubing itu juga, dan
kemudian melalui annulus tubing dan casing
Komplesi jenis ini akan lebih murah jika dibandingkan denga multiple
completion tapi cukup menimbulkan kesulitan bila terjadi gangguan pada salah satu
lapisan produktifnya harus mematikan lapisan yang lain untuk melakukan kerja ulang.
Dalam hal perencanaan pamakaian tubing juga mendasarkan pada cara single
completion, hanya perlu dipertimbangkan produktivita lapisan secara keseluruhan untuk
mendapatkan kapasitas tubing yang sesuai.
Komplesi ini dapat dipasang pada Gambar 4.34. Packer dibagian bawah untuk
memisahkan aliaran fluida masing-masing lapisan .

Gambar 4.34.
Single Tubing dengan Dual Packer dan Tubing1)

4.1.3.3. Multiple Completion


Multiple completion merupakan metode komplesi yang digunakan untuk sumur
yang mempunyai lapisan lebih dari satu zone produktif. Dimana setiap lapisan produktif
tersebut diproduksikan sendiri-sendiri secara terpisah sesuai dengan produktivitas
masing-masing. Dengan cara multiple completion ini pengontrolan produksi dari
masing-masing lapisan, kerusakan peralatan produksi dan kerusakan formasi dapat
dilakukan dengan mudah. Akan tetapi biaya untuk multiple cukup mahal. Karena setiap
lapisan harus memiliki peralatan sendiri, juga peralatan untuk menanggulangi masalah
scale dan korosi.
Metode komplesi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut :
1. Two Packer-two Tubing Strings “paralel” Dual Completion
Metode komplesi jenis ini, fluida dialirkan melalui dua tubing yang terpisahkan
oleh dua packer. Komplesi jenis ini dapat dilihat pada Gambar 4.35

Gambar 4.35.
Two Paakers-two Tubing Strings “Paralel” Dual Completion 1)

Dengan demikian masalah kepasiran dan artificial lift dapat diselesaikan dengan baik,
akan tetapi biaya komplesinya menjadi mahal, dikarenakan setiap lapisan mempunyai
komplesi sendiri-sendiri.
2. Dual Well with Two Alternated Completion
Metode ini didasarkan letak kedua lapisan produktif yang akan diplilh untuk
diselesaikan, maka dapat diproduksikan melalui rangkaian tubing yang panjang atau
yang pendek, seperti pada Gambar 4.36.
3. Triple Completion-Three Zones, Two Paker or Three Packer and Twoor Three
Tubing Strings
Komplesi jenis ini diselesaikan dengan dua atau tiga tubing dan dua atau tiga
packer. Dengan cara ini dapat menghasilkan total produksi harian yang tinggi tiap
lubang sumur dan pada umumnya dapat memperbaiki ongkos yang telah dikeluarkan.
Tetapi komplesi ini sulit untuk dipasang dan mudah dikenai problem komunikasi antar
lapisan, lihat Gambar 4.37.
4. Multiple Packer Completion
Jenis komplesi ini memisahkan aliran fluida dari masing-masing zona yang
dilakukan dengan memakai packer. Konfigurasi multiple packer ini ditunjukkan pada
Gambar 4,38a. Kelemahan metode ini adalah artificial lift sulit diterapkan dan
workover tidak mudah dilakukan.
5. Multiple Tubingless Completion
Sistem komplesi ini tidak memakai production tubing, tetapi menggunakan
casing berukuran kecil, biasanya berukuran 27/8”. Konfigurasi multiple tubingless
completion ini dapat dilihat pada Gambar 4.38b.
Metode ini sesuai untuk sumur-sumur yang mempunyai masa produksi relatif
panjang, adanya masalah fracturing, acidizing, sand control dan masalah lain yang
memerlukan stimulasi atau treatment. Untuk sumur yang menghasilkan fluida bersifat
korosif, cara ini tidak cocok karena casing produksi disemen secara permanen.
Keuntungan multiple tubingless completion
1. Mengurangi biaya, karena menggunakan casing produksi yang besar dapat
dihindarkan dan tidak memerlukan packer ataupun peralatan produksi lainnya.
Juga biaya komplesi dan dan workover dimasa datang lebih murah.
2. Masing-masing zona dapat diproduksi tanpa mengganggu zona yang lain.
3. Tidak ada kerugian karena kebocaran packer atau tubing
4. Pelaksanaan artifisial lift, penutupan atau workover suatu zona tidak mengganggu
zona yang lain sehingga lebih aman
Kerugian multiple tubingless completion
1. Laju produksi terbatas
2. Pengontrolan zona pasir yang tebal sulit dilakukan. Juga pengerjaan stimulasi atau
treatment lebih sulit dilakukan untuk laju produksi yang tinggi
3. Resiko yang tinggi akibat adanya tekanan fluida sumur

Gambar 4.36.
Dual Well With Two Alternated Completion 1)
Gambar 4.37.
Triple Completion-Three Zone, Two or Three Packers,
Two or Three Strings1)

Gambar 4.38.
a. Multiple Packer Completion
b. Multiple Tubingless Completion 1)
4.1.3.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Tubing Completion
Agar dihasilkan laju produksi yang optimum harus diperhatikan faktor pressure
loss atau kehilangan tekanan yang erat kaitannya dengan hubungan ukuran tubing yang
digunakan. Selain itu dalam menentukan jenis tubing komplesi perlu dipertimbangkan
sifat-sifat fluida produksi yang mungkin menimbulkan masalah produksi sehingga
memudahkan operasi treatment atau workover dimasa mendatang.
A. Jumlah Lapisan Produktif dan Produktivitas Sumur
Untuk sumur yang memiliki satu zona produktif maka produksi dilakukan
melalui satu production string (single completion). Sedangkan untuk reservoir berlapis
(lebih dari satu zona produktif) dapat juga diproduksi dengan satu tubing (commingle
completion). Metode ini digunakan apabila kondisi reservoir untuk masing-masing
lapisan produktif hampir sama serta jarak antar lapisan tersebut tidak terlalu jauh. Bila
kondisi dari setiap lapisan berbeda, misalnya mekanisme pendorong dan jumlah
cadangan dari masing-masing lapisan tersebut memiliki produktivitas dan tekanan
formasi yang berbeda pula. Dalam kondisi seperti ini maka masing-masing lapisan
produktif diproduksikan melalui tubing yang berbeda. Jenis komplesi ini dikenal dengan
multiple completion.
Bila pada sumur yang memiliki lebih besar dari satu lapisan atau zona produktif
dengan perbedaan tekanan formasi (Pf) cukup besar, yaitu Psu (tekanan upper zone) lebih
besar dari Pfi (tekanan formasi lower zone) dilakukan single completion, maka
perbedaan tekanan tersebut akan berpengaruh pada kemampuan produksi dari zona
dengan tekanan formasi yang lebih rendah karena adanya “interflow”. Interflow akibat
Psu lebih besar dari Pfi dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pwfi = Pwfu + G f h ................................................................................. (4-36)
Drowdown pressure untuk upper zone = Psu - Pwfu
Drowdown pressure untuk upper zone = pw1 - Pwf1
= pw1 - Pwfu - Gf h
karena :
(Psu - Pwfu) > (Ps1 - Pwfu - Gf h)
Maka perbedaan tekanan yang menyebabkan interflow adalah :
Pif = Pwu - Pw1 + Gf h ............................................................................... (4-37)

dimana :
Pif : perbedaan tekanan yang menyebabkan interflow, psig
Psu : tekanan formasi upper zone, psig
Pw1 : tekanan formasi lower zone psig
Pwfu : tekanan aliran dasari sumur upper zone, psig
Pwf1 : tekanan aliran dasar sumur lower zone, psig
Gf : gradien tekanan fluida produksi, psi/ft
h : perbedaan kedalaman antara upper dengan lower zone

Gambar 4.39.
Terjadinya interflow Akibat Adanya Perbedaan Tekanan
Formasi Antara Dua Lapisan 1)

B. Perencanaa Laju Produksi


Laju produksi sumur erat sekali hubungannya dengan mekanisme pendorong
reservoir, kondisi reservoir dan kehilangan tekanan di tubing. Dalam hubungannya
dengan kehilangan tekanan di tubing tersebut, maka penyelesaian sumur dengan cara
tubing completion perlu dipertimbangkan laju produksi yang direncanakan. Laju
produksi tersebut merupakan besarnya laju aliran fluida dari reservoir sesuai dengan
kapasitasnya dan tidak merusak formasinya. Pengambilan ukuran tubing yang sangat
besar dari kapasitas sumur akan cepat mematikan sumur karena akan membutuhkan
tenaga pendorongan lebih besar dari kolom fluida yang terdapat di dalamnya, sedangkan
pemilihan ukuran tubing yang terlalu kecil akan memberikan fraksi yang besar pula,
sehingga ukuran tubing sebaiknya sesuaikan dengan kebutuhannya.

C. Sifat Fluida Produksi


Fluida formasi mengandung banyak komponen penyusunan, adanya sifat
korosif, pembentuk scale dan parafin maka perlu dilakukan tindakan pencegahan karena
dapat merusak peralatan produksi dan mengurangi kapasitas produksinya.
Setiap lapisan produktif mempunyai sifat fluida yang berbeda-beda sehingga
menimbulkan persoalan yang berbeda pula. Suatu zone akan mengandung bahan
penyebab korosi sedangkan yang lainnya mengandung bahan penyebab scale atau bahan
lain. Completion, meskipun kedalaman zone-zone produktif perbedaanya tidak besar
sehingga pencegahannya dapat dilakukan hanya untuk zone yang mempunyai masalah
saja yang berarti melakukan penghematan biaya.
D. Kemungkinan Operasi Treatment dan Workover
Laju produksi besarnya diatur dengan menggunakan choke. Apabila besarnya
laju produksi berkurang sedang ukuran choke yang dipakai tetap, maka kemungkinan
terjadi kerusakan pada lapisan formasi produktif atau peralatannya. Maka perlu
dilakukan pemeriksaan terhadap terjadinya penurunan laju produksi tersebut.
Treatment karena rendahnya laju produksi
Rendahnya laju produksi dapat disebabkan karena menurunnya permeabilitas
batuan disekitar lubang bor yang dapat disebabkan oleh :
1. Gas/water blocking, pengendapan material organik maupun anorganik.
2. Kompaksi/penyumbatan akibat operasi perforasi
3. Invasi mud filtrat atau padatan lumpur
Untuk perbaikannya dapat dilakukan dengan :
1. Injeksi gas, air atau miscible fluid injection
2. Hydraulic fracturing, aciding atau steam stimulation (injeksi uap air
panas kedalam reservoir)
Metode yang aman untuk mengatur distribusi tekanan maupun jumlah zat untuk
treatment dalam operasi acidizing atau fracturing adalah dengan menggunakan multiple
injection packer.
Workover akibat kerusakan alat
Kerusakan pada alat produksi didalam sumur dapat mengakibatkan menurunnya
laju produksi yang diinginkan. Sedang penyebab terjadinya alat yang rusak dapat
disebabkan :
 Tersumbatnya peralatan oleh scale, parafin atau pasir yang terkandung didalam
reservoir (fluida reservoir)
 Adanya pasir yang terkandung didalam fluida reservoir yang terproduksi dan
bersifat abrasif dan fluida yang korosif, menyebabkan peralatan menjadi aus.
Cara yang dilakukan untuk mengatasi masalah penurunan laju produksi akibat
kerusakan alat dapat dilakukan dengan memperbaiki atau mengganti peralatan. Ini
dilakukan dari permukaan dengan menggunakan wireline melalui production string.
Tetapi bila kerusakan sudah parah, maka perbaikan atau penggantian alat dilakukan
dengan mengangkat seluruh rangkaian peralatan dari dalam sumur. (pulling of tubing).

6.1.3.5. Perencanaan Tubing Completion


Dasar dari perencanaan tubing completion adalah vertical flow performance,
karena menjadi dasar utama dalam penentuan ukuran tubing dan analisa kehilangan
tekanan pada tubing.
A. Perhitungan Untuk Penentuan Ukuran Tubing Completion
Sebagai dasar perencanaan ukuran tubing yang tepat :
 Melakukan perhitungan mengenai kemampuan produksi dari formasi sumur
tersebut, yaitu dengan menghitung basarnya PI yang secara grafis dinyatakan oleh
kurva IPR
 Melakukan perhitungan kehilangan tekanan selama terjadi aliran melalui pipa
vertikal atau tubing. Pada prinsipnya perhitungan dalam perencanaan ukuran
tubing selain dimaksudkan untuk mengatasi atau mengurangi terlalu besarnya
kehilangan tekanan di tubing, dipakai pula untuk memenuhi tekanan pada kepala
tubing (THP=tubing head pressure), karena bila THP terlalu kecil menimbulkan
tekanan balik (back pressure) sehingga fluida sanggup untuk mengalir ke
permukaan.
Untuk tekanan aliran dasar sumur Pwf tertentu, maka akan dihasilkan laju
produksi dengan THP yang tertentu pula. Hal ini dapat dilihat laju produksi pada
Gambar 4.40. Untuk suatu harga tekanan aliran dasar sumur Pwf pada titik A yang
memotong garis IPR secara horizontal di titik B, maka diperoleh laju produksi pada titik
C. Dengan melakukan analisa tekanan sepanjang tubing maka akan diperoleh nilai
kehilangan tekanan di titik D, dimana BD adalah kehilangan tekanan pada tubing dan
CD adalah tekanan di kepala tubing.
Prosedur Perhitungan
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa perhitungan untuk
menentukan ukuran tubing yang dipakai adalah berdasarkan pada prduktivitas sumur
(IPR dan GLR-nya) dan kehilangan tekanan minimum sehingga diharapkan
menghasilkan laju produksi yang optimum.
Gambar 4.40.
Pwf dan THP Sebagai Fungsi dari q 30)

Untuk suatu ukuran tubing, GLR dan kedalaman tertentu, serta berdasarkan
grafik distribusi tekanan dari salah satu metode vertikal lift performence (VLP), maka
dapat dibuat suatu tabel seperti yang terlihat pada halaman berikutnya, bila tubing head
pressure telah diketahui.
Beberapa ukuran tubing misalnya 1,9”, 2 3/8” dan 2 7/8” sehingga dihasilkan
suatu grafik seperti dalam Gambar 4.40. Seandainya grafik IPR terpotong oleh ketiga
ukuran tubing tersebut maka harus dipilih salah satu dari ketiga ukuran tubing tersebut
yang dapat memberi laju produksi optimum. Apabila tidak terdapat perpotongan antara
grafik IPR dan TPC untuk ukuran tubing manapun, berarti sumur yang bersangkutan
sudah tidak mampu lagi berproduksi secara sembur alam.

Tabel IV-4
Penentuan Tekanan Aliran Dasar Sumur (Pwf)
untuk Tiap Laju Aliran yang Dimisalkan 30)
q eq eq Pwf
(bbl/D) (ft) (ft) (psi)
- - - -
- - - -
- - - -
- - - -
dst
dimana :
q = laju aHB

B. Perhitungan Pressure Loss pada Tubing


Perhitungan tekanan selama terjadi aliran melalui pipa vertikal (tubing) telah
dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain yang dikemukan oleh Gilbert, Hagerdorn
& Brown dan Beggs & Brill.
1. Metode Gilbert
Percobaan Gilbert untuk pendekatan aliran vertikal dua fasa didasarkan pada
pengukuran kehilangan tekanan pada aliran di dalam tubing yang kemudian dibuat
sekelompak grafik yang bisa digunakan untuk maksud-maksud ekstrapolasi dan
interpolasi.
Parameter-parameter yang diamati oleh Gilbert dalam percobaan adalah :
a. kedalaman tubing, ft
b. tekanan aliran dasar sumur (Pwf), psi
c. tekanan di kepala tubing (THP), psi
d. gross liquid rate (q), bpd
e. GLR, mcf/bbl
f. diameter tubing, in
Gambar 4.41.
Kurva Distribusi Tekanan untuk Aliran Dua Fasa 30)

Dari variabel-variabel tersebut dihasilkan suatu pendekatan pengukuran


kehilangan tekanan di dalam tubing aliran dua fasa Gambar 4.41. Dari gambar tersebut
didapatkan besarnya tekanan aliran dasar sumur Pwf dari tekanan kepala sumur atau
tubing (Pwh).
Untuk menentukan besarnya Pwf apabila panjang tubing dan THP diketahui,
maka dengan memplot THP pada sumbu horizontal akan diperoleh ekivalen THP
(dengan menarik garis secara vertikal sampai kedalaman tertentu, menarik titik
kedalaman secara horizontal sampai memotong kurva, lalu ditarik secara vertikal ke atas
sampai memotong sumbu horisontal, maka akan diperoleh harga Pwf).

2. Metode Hagedorn dan Brown


Usaha yang dilakukan oleh Hagedorn dan Brown, adalah membuat suatu
korelasi perhitungan gradien tekanan yang dapat digunakan pada range laju aliran yang
sering ditemui dalam praktek, range GLR yang luas, dapat dgunakan untuk setiap
ukuran tubing serta berbagai sifat fisik daripada fluida yang mengalir. Pengembangan
metode ini berdasarkan pada data yang diambil dari percobaan pada pipa berukuran 1”
nominal dan 2” serta ditambah data-data penelitian sebelumnya.
Di samping itu memberikan persamaan untuk kehilangan tekanan pada aliran
dua fasa vertikal dengan memperhatikan adanya liquid hold-up.
Untuk menentukan kehilangan tekanan selama aliran dalam pipa Hegedorn dan
Brown, mengembangkan metodenya berdasarkan pada persamaan umum energi, yang
mana persamaan tersebut, apabila ditulis dalam bentuk aliran massa total adalah sebagai
berikut :
P f w2 (v 2 m) / h
144 = m + +  m + ... (4.38)
h 2,9652 x 1011 d 5 m h

dimana :
m = L . HL + g (1 - HL)
Hagedorn dan Brown, menunjukkan bahwa hold-up (HL), dapat dihubungkan dengan
empat parameter tidak berdemensi sebagai berikut :
NLv = 1,938 VsL (L/)0,25 .................................................................... (4-39)
Ngv = 1,938 Vsg (L/)0,25 .................................................................... (4-40)
Nd = 120,872 . d (L/)0,25 .................................................................. (4-41)
NL = 0,157226 L (1/(L. )3)0,25 ......................................................... (4-42)
dimana :
d : ft
 : lb/cuft
VsL : ft/sec
Vsg : ft/sec
L : cp
 : dyne/cm
Tetapi harus diingat bahwa korelasi hold-up ini merupakan korelasi pseudo
hold-up. Hal ini disebabkan karena Hagedorn dan Brown tidak melakukan pengukuran
hold-up, melainkan hold-up ditentukan berdasarkan perhitungan atas dasar data
penurunan tekanan dan faktor gesekan yang ditentukan dengan bilangan Reynold.
Gambar 4.42.
Korelasi Faktor Hold-up (After Hagedorn) 30)

Untuk menentukan harga hold-up, diperlukan faktor korelasi sekunder () yang
grafiknya diperlihatkan pada Gambar 4.42.
Berdasarkan parameter-parameter tersebut, maka gradien tekanan dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan (4.38).
Prosedur perhitungan gradien tekanan dengan metode Hagedorn dan Brown,
adalah sebagai berikut :
1. Hitung tekanan rata-rata antara dua titik teanan dalam satuan psia.
Pav = (P1 + P2)/2 + 14,7
Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan titik tekanan adalah :
a. Apabila perhitungan dimulai dari permukaan dengan tekanan lebih kecil dari
100 psi, maka perbedaan antara dua titik takanan yang berurutan harus sebesar
25 psia, sampai tercapai tekanan 400 psi, setalah itu perbedaan antara dua titik
yang berurutan dapat diambil lebih besar.
b. Apabila dimulai dari dasar sumur, yang tekanannya lebih besar dari 1000 psia,
maka perbedaan tekanan antara dua titik tekanan yang berurutan dapat diambil
200 psia.
2. Hitung specific Gravity dari minyak
3. Tentukan massa total, sesuai dengan 1 STB cairan
 1   1 
m = o (350)  + w   + 0,0764 (GLR) g
 1 + WOR   1 + WOR 

4. Hitung massa laju aliran, w = q . m


5. Tentukan harga kelarutan gas dalam minyak pada tekanan rata-rata (langkah 1) dan
temperatur rata-rata.
6. Hitung density dari fasa cair :
 o (62,4) + R s  g (0,0764)/5,614   1 
 =     + .....
 Bo  1 + WOR 
  1 
 w (62,4)  1 + WOR 
  
7. Dengan menganggap temperatur rata-rata konstant, tentukan harga faktor
kompressibilitas (z) pada harga temperatur rata-rata, tekanan rata-rata dan specific
gravity yang konstan.
8. Hitung densitas gas rata-rata,
_ _

 = g (0,0764) ( P / 14,7) (520 / T) (1 / Z)


9. Hitung viscositas rata-rata minyak dari korelasi yang telah ada.
10. Tentukan viscositas air rata-rata
11. Hitung viscositas cairan campuran
L  o (1/(1  WOR))  g (WOR/(1  WOR))
12. Dengan menganggap tegangan permukaan konstan pada tiap-tiap titik tekanan,
hitung tegangan permukaan fasa cair.
L  o (1/(1  WOR))  g (WOR/(1  WOR))

13. Hitung liquid viscositas number (NL) dengan menggunakan persamaan (4-24)
14. Dari Gambar 4-28. tentukan harga CNL
15. Hitung luas permukaan tubing (Ap)
Ap = ( . d2/4)
16. Dari korelasi yang tersedia, tentukan faktor volume formasi minyak (Bo), pada
tekanan dan temperatur rata-rata.
17. Dengan menganggap Bw = 1,0, hitung suoerficial liquid velocity (VSL, ft/sec)
5,61 qL  1   WOR 
VsL = . Bo   + Bw  
86400 . Ap  1 + WOR   1 + WOR 
Gambar 4.43.
Korelasi Untuk Faktor Koreksi Sekunder (After Hagedorn) 30)
18. Hitung liquid velocity number (nLv) dengan persamaan (4-39)
19. Hitung superficial gas velocity (Vsg)
qL . GLR - Rs (1/(1  WOR))  14,7   520   z 
Vsg     
86400. Ap  P  T 1

20. Hitung gas velocity number (Ngv) dengan rumus (4-36)


21. Hitung pola aliran yang terjadi untuk menentukan apakah Hagedorn dan Brown
(metode tersebut) dapat dilanjutkan atau tidak. Hitung harga A sebagai berikut :
 0,2218 (VsL + Vsg) 2 
A = 1,071 -  
 d 

Apabila harga A > 0,13 maka gunakan harga tersebut untuk perhitungan
selanjutnya, tetapi bila A < 0,13 gunakan harga A = 0,13
Selanjutnya hitung harga B, yaitu :
B = Vsg /(Vsg + VsL)
Apabila (A-B) berharga positif atau sama dengan nol, maka metode Hagedorn dan
Brown dapat digunakan, tetapi apabila berharga negatif, maka metode Hagedorn
dan Brown, dianjurkan untuk digunakan.
22. Hitung pipa diameter number (Nd) dengan rumus (4-41)
23. Hitung fungsi korelasi hold-up dengan persamaan :
 NLv   P   CNL 
m =  0,575    0,10  
 Ngv   14,7   Nd 

24. Tentukan HL/ dengan korelasi hold-up


25. Tentukan harga faktor koreksi sekunder dengan korelasi parameter  :
 Ngv . NL0,380 
  
 Nd 2,14 
 

26. Tentukan , dari gambar (4.44)


27. Hitung harga HL, dengan rumus :
HL = (HL/)()
Untuk cairan yang viscositasnya rendah, tidak perlu dilakukan koreksi, dimana
=1
28. Hitung bilangan Reynold dua fasa (NRe)TP, dengan menggunakan persamaan :
2,2 x 10-2 . w
( N Re)TP 
(d) ( L HL ) ( g (1 - HL))

29. Tentukan harga /d, apabila harga  tidak diketahui gunakan harga 0,00015 ft,
yang mana harga ini merupakan harga rata-rata untuk comercial pipe
30. Tentukan faktor gesekan dengan menggunakan gambar (4.35).
31. Hitung densitas dua fasa rata-rata, ada dua cara
Dengan memperhitungkan slip, yaitu :

 m  L HL  g (1 - HL)
Bandingkan kedua harga densitas tersebut, dan yang digunakan adalah yang
densitasnya lebih besar.
32. Ulangi langkah-langkah 5, 7, 16, 17 dan 19, untuk tekanan-tekanan P1 dan P2.
33. Hitung kecepatan campuran dua fasa pada tekanan P1 dan P2, sebagai berikut :
Vm1 = VsL1 + Vsg1
Vm2 = VsL2 + Vsg2
34. Tentukan harga (Vm2), yaitu :
(Vm2) = Vm12 - Vm22

35. Hitung H yang sesuai dengan P = P1 - P2, yaitu :


[ 144 P - m 2 (Vm/2.gc) ]
h
f . w2
m 
2,9652 x 1011 d 5 . m

36. Mulai dari P2 kedalaman titik tekanan P2, anggaplah titik tekanan yang lain dan
ulangi prosedur di atas
Gambar 4.44.
Hubungan Bilangan Reynold dan Faktor Gesekan30)

3. Metode Beggs dan Brill


Korelasi Beggs dan Brill berdasarkan data percobaan aliran dalam pipa skala
kecil. Pipa yang digunakan adalah pipa acrylic dengan diameter 1 inc dan 1,5 inc
dengan panjang 90 ft. Pipa tersebut dapat dimiringkan pada berbagai sudut kemiringan.
Range dari parameter-parameter yang diukur :
laju aliran gas : 0 - 300 MSCF/hari
laju aliran cairan :0 - 30 gal/menit
tekanan sistem rata-rata : 35 - 95 psia
diameter pipa : 1 dan 1,5 in
liquid hold-up : 0 - 0,87
gradien tekanan : 0 - 0,80 psi/ft
sudut kemiringan : -90o - (+)90o
pola aliran : hrizontal
Seperti halnya peneliti yang lain, Beggs dan Brill juga menghitung liquid hold-
up berdasarkan pola aliran yang terjadi. Mula-mula liquid hold-up dihitung berdasarkan
pola aliran pada pipa horizontal, tetapi kemudian dikembangkan untuk pipa dengan
kemiringan tertentu, dimana liquid hold-up dapat ditentukan setelah dikorelasikan
terhadap hal kemiringannya.
Pola aliran pada kondisi horisontal oleh Beggs dan Brill dibagi dalam daerah-
daerah pola aliran pada tabel (IV-5). Variabel yang digunakan untuk menentukan pola
aliran menggunakan persamaan :
Vm 2
NFR = ............................................................................. (4-43)
g. d

 L = VsL Vm ......................................................................... (4-44)

L1 = 3,16 L0,302 ............................................................... (4-45)


L2 = 0,0009252L -2,4684 .................................................. (4-46)
L3 = 0,10 L-1,4516 ............................................................ (4-47)
L4 = 0,5 L -0,738 ............................................................... (4-48)
Pada kondisi horisontal liquid hold-up dapat ditentukan dengan persamaan :
HL () = HL (o) ........................................................................... (4-49)
HL (o) = a L b ......................................................................... (4-50)
NFR c
dimana harga a, b, dan c tergantung dari pola aliran yang terjadi, seperti tabel 4-5

Tabel IV-5.
Konstantan untuk Penentuan Liquid Hold-Up
No Pola Aliran a b c
1 Segregated flow 0.980 0.4846 0.0868
2 Intermittent flow 0.845 0.5351 0.0173
3 Distribusi flow 0.065 0.5824 0.0609

Faktor koreksi () ditentukan dengan persamaan :


 = 1 + C [ sin (1,8 i) - [0,333 sin3 (1,8 i)]] ............................... (4-51)
dimana :
i : sudut kemiringan pipa dengan bidang horisontal
Untuk aliran vertikal i = 90o, maka persamaan di atas menjadi :
 = 1 + 0,3 C
Harga C ditentukan dengan persamaan :
C = (1 - L) ln (d Le NLvf NFRg ) .......................................... (4-52)
dimana harga d, e, f dan g merupakan konstanta yang besarnya tergantung dari pola
aliran, seperti tabel (IV-6).
Batasan untuk harga C, adalah C  0.
Penentuan faktor Gesekan.
Persamaan yang digunakan untuk menentukan gradien tekanan akibat agesekan,
adalah :
 dP  ftp  n Vm 2
  f = ............................................................ (4-53)
 dZ  2 gc d

dimana :
n = L  L +g g ....................................................................... (4-55)
Tabel IV-6
Konstanta Untuk Penentuan Faktor Koreksi Liquid Hold-up Pada Pipa Vertikal
Pola Aliran d e f g
Segregated flow up-hill 0,011 - 3,768 3,5390 - 1,614
Intermitted flow 2,965 0, 305 - 0,4473 0,0978
Distribusi flow up-hill - - - -
Semua pola aliran down- 4,700 - 0,3692 0,1244 - 0,505
hill

ftp
ftp = fn ............................................................................... (4-54)
fn
1
fn = 2
 NRe 
 
 (2 log 4,5223 log (NRe) - 3,8215) 

dengan menggunakan bilangan Reynold, maka :


 n Vm d
NRe = .................................................................................. (4-55)
n

dimana :
n = L  L + g g
Perbandingan antar faktor gesekan dua fasa (ftp), dengan faktor gesekan no-slip (fn),
adalah sebagai berikut :
( ftp / fn ) = eS ............................................................................................. (4-56)
ln y
S =
-0,0523 + 3,182 ln y - 0,8725 (ln y) 2 + 0,01853 (ln y) 4

............................................. (4-57)
dan
L
y =
(HL ( )) 2

harga S menjadi tidak terbatas untuk : 1 < y < 1,2 pada selang harga ini, S ditentukan
dengan persamaan :
S = ln (2,2 y - 1,2) ...................................................................................... (4-58)
Persamaan untuk menghitung gradient tekanan.
Beggs dan Brill menentukan gradien tekanan dengan persamaan berikut :

g ftp Gm Vm
 tp sin i +
dP gc 2 gc d
= ..................................................... (4-59)
dZ 1 -  tp Vm Vsg
gc P

Apabila persamaan tersebut diuraikan untuk menghitung Z, maka :


  tp Vm Vsg 
dP  1 - 
 gc 
dZ = .................................................... (4-60)
g  tp Gm Vm
 tp sin i +
gc 2 gc d

dimana :
Gm : total massa flux rate, Gm = GL + Gg
GL : liquid flux rate
Gg : gas flux rate
tp : densitas dua fasa
Vm : kecepatan campuran, VsL + Vsg
VsL: superficial liquid velocity
Vsg : superficial gas velocity
Prosedur perhitungan gradien tekanan dengan menggunakan metode Beggs dan
Brill, adalah sebagai berikut :
1. Menghitung tekanan rata-rata dan kedalaman rata-rata anatara dua titik takanan
P = (P2 + P2)/2 dan Z = (Z1 + Z2)/2
2. Menentukan temperatur rata-rata (T), pada kedalaman rata-rata. temperatur dan
kedalamaan.
3. Dari data PVT atau korelasi PVT, hitung harga-harga : Rs; Bo; o; g; w, o, w
dan Zg pada tekanan temperatur rata-rata.
4. Menentukan spesific gravity minyak (o).
5. Menghitung densitas cairan dan gas kondisi dan temperatur rata-rata, yaitu :
 1   WOR 
L = o  +w  
 1 + WOR   1 + WOR 

350  o + 0,0764 Rs  g
o =
5,615 Bo

350  w
w =
5,615 Bw

0,0774  g P 520
g =
14,7 (T + 460) Zg

6. Menghitung laju aliran gas dan cairan,


3,27 x 10 -7 Zg qo (R - Rs) (T + 460)
qg =
P
qL = 6,49 x 10-5 (qo Bo + qw Bw)
7. Hitung kecepatan superficial cairan, gas dan campuran :
VsL = qL/Ap
Vsg = qg/Ap
Vm = VsL + Vsg
8. Hitung total massa flux rate dari cairan, gas dan campuran :
GL = L VsL
Gg = g Vsg
Gm = GL + Gg
9. Hitung input liquid content (L)
10. Hitung L, m, L dan NFR dengan persamaan
NFR = Vm2/g d
o = o fo + w fw
m = [L  + g (1 - )] (6,72 x 10-4)
L = o fo + w fw
11. Hitung no-slip, bilangan Reynold (NRe)ns dan liquid velocity number,
Gm d
( NRe)ns =
m
0 , 35
  L
NLv = 1,938 Vsl  
 L 

12. Hitung variabel-variabel yang merupakan batasan pola aliran, yaitu L1, L2, L3, L4.
13. Menentukan pola aliran berdasarkan harga variabel-variabel paa langkah 12.
14. Menghitung liquid hold-up pada kondisi horisontal HL (o) denngan menggunakan
persamaan (4-52).
15. Menghitung faktor koreksi kemiringan (C) dengan menggunakan persamaan (4-54)
tp = L HL + g Hg
16. Menghitung ftp/fn dengan menggunakan persamaan (4-57), (4-58) dan persamaan
(4-59)
17. Menghitung no-slip friction faktor (fn) dengan menggunakan persamaan :
0,5
fns = 0,0056 +
(NRe)ns 0,32
18. Menghitung ftp dengan menggunakan persamaan (4-52).
19. Menghitung dZ dengan menggunakan persamaan (4-59) tentukan P
20. Apabila P yang diperkirakan dari langkah 1 dan yang dihitung dari langkah 21 tidak
sama, gunakan (P)c dari langkah 21 sebagai anggapan baru dan ulangi perhitungan
mulai dari langkah 2. Prosedur ini diulangi sampai diperoleh (P)a = (P)c sampai
mencapai kedalaman yang dimaksud.

4.1.4. Wellhead Completion


Wellhead atau kepala sumur adalah suatu istilah yang digunakan untuk
mengulirkan peralatan yang terpaut pada bagian atas dari rangkaian pipa didalam suatu
sumur untuk menahan dan menopang rangkaian pipa, menyekat daripada masing-
masing casing dan tubing serta untuk mengontrol produksi sumur.
Gambar 4.45.
Rangkaian peralatan wellhead completion21)

Komponen-komponen utama dari wellhead, seperti ditunjukkan dalam gambar


diatas terdiri dari : lower casing head, intermediate casing head, tubing head dan
christmas tree.
Dalam menentukan jenis dan ukuran wellhead completion sebagai tindak lanjut
dari formation completion dan tubing completion, maka pada bagian ini akan dibahas
mengenai pemilihan peralatan wellhead (ukuran, grade, desain, dimensi dan kualitas)
yang bertujuan untuk memberikan keselamatan kerja pada saat penggantian atau
pemasangan peralatan tersebut. Dalam hal ini pemilihan peralatan dibatasi berdasarkan
standart American Petroleum Institute (API).
Peralatan wellhead dalam standart API diklasifikasikan berdasarkan
kesanggupannya dalam menahan tekanan kerja (working pressure) yang berkisar antara
960 psi sampai 15.000 psi, seperti ditunjukkan dalam Tabel (IV-7).
Tabel IV-7.
Seri tekanan kerja peralatan wellhead
Max cold-working Hydrostatic test Former corresponding
pressure, psi pressure, psi series designation
900 1440 series 400
2000 4000 series 600
3000 6000 series 900
5000 10000 series 1500
10000 15000 series 2900
10000 15000
15000 22500

4.1.4.1. Casing Head


Casing head disebut juga sebagai landing base, digunakan untuk menahan
casing berikutnya yang lebih kecil, memberikan suatu hubungan dengan annulus dan
sebagai landasan dari BOP. Casing head dapat dibagi menjadi dua, yaitu lower casing
head dan intermediate casing head.
a. Lower casing head
Lower casing head merupakan casing head paling bawah yang berpaut dengan
bagian atas surface casing serta menyekat annulus antara rangkaian casing,
seperti diperlihatkan dalam Gambar 4-46.
Bagian-bagian dari lower casing head adalah :
1. Lower connection, merupakan bagian paling bawah yang berfungsi untuk
menyambung puncak dari surface casing dengan lower casing.
2. Outlet, merupakan saluran keluar yang berfungsi untuk mencacat annulus
dan tempat untuk memasang katub.
3. Casing hunger, berfungsi untuk menopang rangkaian casing berikutnya.
4. Top flange, merupakan bagian paling atas yang berfungsi sebagai tempat
berpautnya BOP, intermediate casing head dan tubing head.

Gambar 4.46.
Komponen Lower Casing Head

Ukuran dari lower casing head berkisar antara 6 inch sampai 20 inch, yang
dipergunakan untuk menopang rangkaian casing dari ukuran 4 1/2 inch sampai 16
inch, yang ditujukan dalam Tabel 4-8
Tabel 4-8
Ukuran Casing Head dan Tubing Head Flange2)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan lower casing head
adalah :
1. Tekanan kerja; Tekanan kerja minimum sekurang-kurangnya harus sama
dengan tekanan rekah formasi pada dasar surface casing. Sedangkan tekanan
kerja maksimum paling tidak harus sama dengan tekanan formasi pada
dasar casing string berikutnya yang lebih kecil.
2. Ukuran flange harus dapat memberikan lubang masuk yang leluasa untuk
pipa dipermukaan dengan ukuran minimum.
3. Casing head harus didesain agar dapat menerima casing hanger, tanpa
menyebabkan kerusakan pada rangkaian casing.

b. Intermediate Casing Head


Intermediate casing head disebut juga sebagai casing head spool, yang
berfungsi untuk menahan casing berikutnya yang lebih kecil dan memberikan
suatu hubungan dengan annulus antara kedua casing. Gambar 4.45
memperlihatkan komponen-komponen intermediate casing Head yaitu :
Gambar 4.45.
Intermediate casing Head21)

1. Top flange, merupakan komponen intermediate casing yang berfungsi untuk


meletakkan casing dengan menggunakan lock srew.
2. Casing hanger, berfungsi sebagai penopang rangkaian casing yang lebih
kecil tanpa menyebabkan kerusakan pada pipa.
3. Lower flange, berfungsi sebagai alat untuk memasang bit guide yang dapat
dipindahkan dan tempat untuk memasang seal selanjutnya. pemasangan bit
guide ini bertujuan untuk melindungi bagian atas dari rangkaian
intermediate casing terhadap kerusakan oleh bit, dan peralatan-peralatan
lain yang diturunkan ke dalam sumur.
4. Outlet, merupakan saluran keluar yang jumlahnya bisa satu atau dua buah.
Pada saluran keluar ini biasanya dipasang katub-katub.
Flange dapat ditentukan berdasarkan Tabel IV-9 dimana memperlihatkan ukuran
flange mulai dari 6 inch sampai 20 inch yang dipergunakan untuk menopang
rangkaian pipa casing ukuran 4 inch sampai 13 3/8 inch. Tekanan kerja pada
casing head berkisar antara 960 psi sampai 5000 psi. Pada umumnya tekanan
kerja minimum yang menyebabkan kerusakan formasi pada bagian dasar dari
rangkaian casing intermediate. Sedangkan tekanan kerja maksimum paling tidak
sama dengan tekanan pada dasar rangkaian pipa casing yang bergantung pada
intermediate casing head.
Tabel IV-9
Minimum Full Opening Nominal Flange sisa21)

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan intermediate casing


head adalah :
1. Ukuran dan tekanan kerja dari bottom flange; bahwa bottom flange harus
sesuai dengan top flange dari casing head dibagian bawahnya. Misalnya
ukuran bottom flange dari intermediate casing head harus sama dengan
ukuran top flange dari lower casing head.
2. Top flange intermediate casing head ukurannya disesuaikan dengan
pemakaian tubing spool.
3. Ukuran bit guide dan secondary seal harus sesuai dan cocok dalam hal
menggantungkan casing.
4. Harus memiliki penyesuaian ukuran, jenis dan tekanan kerja untuk lubang
saluran keluar.
5. Casing head harus direncanakan untuk dapat menahan berat intermediate
casing atau oil string berikutnya yang akan dipasang tanpa menyebabkan
kerusakan pada casing.
Dalam hal pemilihan casing hanger, akan sangat ditentukan oleh ukuran
diameter luar casing yang akan ditopang oleh casing hanger tersebut.
Ukuran dari casing hanger umumnya berkisar antara 6 inch sampai 20 inch untuk
menopang casing dengan ukuran 4 1/2 inch sampai 16 inch. Beberapa spesifikasi dari
casing hanger tersebut adalah :
1. Casing hanger 8 inch untuk casing 4 1/2 inch sampai 5 1/2 inch.
2. Casing hanger 10 inch untuk casing 4 1/2 sampai 7 5/8 inch.
3. Casing hanger 12 inch untuk casing 5 1/2 inch sampai 9 5/8 inch.
Pada umumnya casing hanger harus mampu menahan tekanan kerja tinggi
karena akan menahan rangkaian casing berikutnya. beberapa kurva akan diberikan
oleh pabrik untuk melihat perubahan bentuk yang terjadi dalam daerah slip untuk
beberapa macam muatan casing pada ukuran standart seperti dalam Gambar 4-46
dengan tekanan 5000 psi pada pack off.
Beberapa faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan casing hanger antara
lain :
1. Casing hanger harus mampu menggantungkan seluruh joint strength dari
casing yang digunakan dan tidak mengurangi ukuran penampang. Apabila
terjadi pengurangan penampang maka akan timbul kesulitan-kesulitan pada
pemasangan alat didalam sumur.
2. Pack off atau seal utama harus disusun sedemikian rupa sehingga tekanan
sumur, tekanan flange atau tekanan rekah tidak dapat mengeurangi kekuatan
casing hanger.
3. Memilih pack off yang dapat diatur dan dipindahkan tanpa menggerakan
rangkaian casing yang digantung.
4. Memilih casing hanger yang sesuai, sehingga dapat cocok didalam
mangkok casing head dan dapat digunakan untuk menopang casing.
Gambar 4.46.
Casing Hanger Pull Curve21)
4.1.4.2. Tubing Head
Tubing head ditempatkan diatas casing head dan berfungsi untuk
menggantungkan tubing string dan memberikan suatu pack off antara tubing string dan
production string. Disamping itu juga memberikan hubungan anulus casing dan tubing
melalui outlet samping. Pemilihan tubing head untuk single completion maupun untuk
multiple completion didasarkan pada perencanaan mangkuk tubingnya (tempat
menggantungnya tubing hanger). Fungsi utama dari tubing head adalah :
1. Sebagai penyokong (support) rangkaian tubing.
2. Menutup ruang antara casing dan tubing.
3. Cairan dan gas dapat dikontrol dengan adanya connection diatas permukaan .
Gambar 4.47.
Komponen-komponen tubing head21)

Adapun bagian-bagian dari peralatan tubing head adalah sebagai berikut :


1. Top flange, disini dilengkapi dengan locksrew yang berfungsi untuk menahan
tubing hanger pada tempatnya dan memberikan tekanan pada tubing hanger seal
dan seal annulus.
2. Tubing hanger, fungsinya untuk menggantung tubing dan memberikan penyekat
antara tubing dengan tubing head.
3. Outlet, merupakan saluran keluar yang jumlahnya bisa satu atau dua buah.
4. Lower flange, merupakan tempat untuk memasang bit guide dan secondary seal.
a. Tubing Head untuk Single Completion
Pemilihan tubing head untuk single completion dapat didasarkan pada tabel IV-
10 yang memberikan ukuran flange pada tubing head yang umum digunakan pada saat
ini.
Untuk tubing head yang mempunyai ukuran 6 inch maka top flange minimum
mempunyai ukuran 6 5/16 inch dimana akan memberikan pembukaan penuh (full
opening) sampai 7 inch atau rangkaian peralatan produksi yang mempunyai ukuran
yang lebih kecil. Apabila digunakan production string dengan ukuran 7 5/8 inch, maka
harus digunakan tubing head dengan ukuran pembukaan penuh untuk bit 6 3/4 inch.
Adapun lower flange berkisar antara 6 inch sampai 12 inch dan fungsinya
sebagai penopang rangkaian casing produksi dengan ukuran 4 1/2 inch sampai 10 3/4
inch.
Tubing head pada umumnya digunakan pada tekanan kerja 960, 2000, 3000,
5000, 10000 psi.
Pada umumnya tubing hanger yang dipilih harus memberikan penyekat diantara
tubing head dan tubing dan akan memberikan ukuran yang cocok agar peralatan
pemboran dapat melalui casing hanger dengan pembukaan terbatas atau penuh. Pada
Gambar 4.35 memperlihatkan single tubing hanger.
Gambar 4.48.
Single tubing hanger21)

b. Tubing Head untuk Multiple Completion


Pada perencanaan tubing head untuk multiple completion agak berbeda dalam
pemilihan ukuran mangkuk tubing head-nya (tubing head bowl), dimana harus
disesuaikan dengan ukuran dan jumlah tubing yang digunakan untuk produksi. Gambar
4.48. memperlihatkan tubing head untuk dual completion, dengan dual completion
tubing hanger.
Beberapa hal yang diperlihatkan dalam memilih mangkuk tubing untuk multiple
completion, yaitu :
1. Memilih ukuran yang sesuai dan direncanakan bagian dalam agar dapat menerima
tubing hanger yang diinginkan.
2. Merencanakan tubing hanger sehingga masih tetap berlaku untuk menggantungkan
jumlah rangkaian tubing.
3. Tubing head direncanakan agar dapat menerima hange-rnya, sehingga tubingnya
dapat dipasang tanpa membuka blowout preventer-nya.
4. Menggunakan alat pedoman untuk menentukan arah tubing dan hanger dengan
tepat.
Gambar 4.49.
Tubing head multiple Completion21)

Hanger harus memperhatikan beberapa faktor di bawah ini :


 Memilih seal yang terdapat di atas masing-masing hanger, tujuannya agar tidak
terjadi kerusakan pada waktu memasang tubing..
 Memilih elemen pack off yang tepat atau seal yang sesuai.
 Merencanakan suatu terusan untuk valve gas lift jika diperlukan nantinya.
 Mengusahkan agar pada waktu mengantungkan rangkaian tubing di dalam
casing bagian atasnya tidak terpencar-pencar.
 Menyusun hanger sehingga pemasangan katub back pressure sesuai dan tepat
pada tempatnya.
 Hanger harus disusun untuk ketepatan atau keakuratan tes tekanan
Di dalam pemilihan tubing head, secara keseluruhan faktor-faktor di bawah ini yang
harus dipertimbangkan untuk perawatan dan pengontrolan yang baik pada sumur, yaitu :
 Lower flange dari tubing head harus mempunyai ukuran dan tekanan kerja yang
sesuai dengan top flange dari casing head sebelumnya, atau cross over
sebelumnya.
 Memilih bit guide dab secondary seal yang sesuai ukurannya dengan rangkaian
casing yang digunakan untuk produksi fluida sumur.
 Besarnya tekanan kerja dari tubing head harus sama atau lebih besar dari harga
tekanan permukaan pada saat sumur ditutup (shut in pressure)
 Ukuran flange bagian atas harus sesuai dengan ukuran tubing hanger yang
diperlukan, adaptor flange dan blow out prevebternya.
 Tubing head harus sesuai dengan semua kemungkinan keadaan produksi,
seperti pumping dan gas lift.

4.1.4.3. Christmas-tree
Christmas-tree merupakan suatu susunan dari katup-katup (valve) dan fitting
yang ditempatkan di atas tubing head untuk mengatur sarta mengalirkan fluida dari
sumur.
Chistmas-tree dibuat dari baja berkualitas tinggi, sehingga di samping mampu
menahan tekanan tinggi, juga mampu menahan aliran air formasi yang bersifat korosif
yang mengalir bersama-sama minyak atau dapat menahan pengikisan yang disebabkan
oleh pasir yang terbawa oleh aliran fluida formasi.
Berdasarkan jenis komplesi sumurnya, christmas-tree dibedakan untuk single
completion dan multiple completion.
4.1.4.3.1. Single Completion Christmas-Tree
Untuk komplesi sumur single completion, ditunjukkan pada gambar di bawah
ini.

Gambar 4.50a.
Christmas-Tree Single Wing Single Completion21)

Sedangkan berdasrkan bentuk dan jumlah wing valve-nya christmas-tree dapat


dibagi menjadi christmas-tree berlengan satu (single wing atau single string), christmas-
tree berlengan dua (dual wing atau dual string). Pada umumnya single completion
menggunakan satu wing valve.
4.1.4.3.2. Multiple Completion Christmas-Tree
Merupakan jenis chritmas-tree yang digunakan pada sumur yang diproduksikan
dengan cara lebih dari pada satu tubing atau multiple completion dan sering disebut
dengan “double wing christmas-tree”.
Pemasangan christmas-tree jenis multiple paralel string well head dengan semua
fitting, berada pada flange bagian atas dari tubing head. Sedangkan untuk christmas-tree
yang menggunakan sambungan jenis ulir, las dan flange yang berdiri sendiri serta flange
dengan kesatuan yang lengkap dipakai untuk tubing dengan ukuran : 1 1/4, 1 3/4, 2 2/8,
2 7/8, 3 dan 4 inch.
Berdasarkan bentuk sambungan manifoldnya, maka multiple completion
christmas-tree, dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :
Jenis ulir, “threaded paralel string dual/triple completion” Gambar 4.50a.
Jenis flange, “All flange paralel string dual completion” Gambar 4.50b.
Pada christmas-tree yang mempunyai bentuk sambungan jenis ulir, las dan
flange yang berdiri sendiri, besarnya tekanan kerja sebesar 2000 psi; sedangkan untuk
jenis flange dengan kesatuan lengkap, besarnya tekanan kerja 2000, 3000, 5000 dan
10000 psi.
Gambar 4.50b.
All flange paralel string dual completion21)

Komponen-komponen yang terdapat di christmas-tree adalah :


 Mastre gate, berfungsi untuk menutup sumur bila diperlukan dan untuk sumur
tekanan tinggi, biasanya dipasang dua buah.
 Wing valve, digunakan untuk membuka dan menutup dari aliran bercabang.
 Manometer, berfungsi untuk mengukur tekanan casing (Pc) dan tekanan tubing
(Pt)
 Choke, berfungsi untuk menahan sebagian aliran fluida sehingga produksi
fluida formasi diatur menurut kebutuhan

4.14.4. Choke
Choke atau beam (jepitan) digunakan pada sumur-sumur sembur alam (natural
flow atau flowing well) dan pada sumur gas lift, yaitu pada inlet gas injeksinya.
Fungsinya untuk mengontrol atau mengatur produksi minyak dan gas dari sumur
tersebut. Choke ini terbuat dari besi baja berkualitas tinggi supaya dapat menahan
kikisan pasir serta fluida yang korosif.
Ada dua macam choke yang terkenal dalam industri minyak dan gasbumi, yaitu
positive choke dan adjustable choke.
 Positive choke
Positive choke terbuat dari besi baja pejal, dimana pada bagian dalamnya
terdapat lubang dengan ukuran tertentu (orifice), dimana minyak atau gas dapat
mengalir didalamnya. Karena aliran fluida melalui choke ini, maka akan terjadi
penurunan tekanan yang besarnya tergantung pada besarnya diameter orifice dari choke
tersebut. Positive choke ini hanya mempunyai satu ukuran orifice untuk setiap choke
(fixed orifice). Untuk lanjut, ditunjukkan pada Gambar 4.51.
Gambar 4.51.
Positive Choke

 Adjustable Choke
Untuk mencegah penutupan sumur sewaktu mengganti ukuran choke atau perubahan
laju produksi, maka lebih praktis memakai adjustable choke, yaitu dengan memutar
handweel yang akan menaik-turunkan stem tip menjauhi/medekati removable seat,
dimana ini berarti memperbesar/memperkecil ukuran orifice, lihat Gambar 4.52.
Di sini fluida harus mengalir mengelilingi stem tip terlebih dahulu, sehingga
aliran akan lebih bersifat turbulen, sehingga ini akan memperbesar kemungkinan
terjadinya sumbatan (plug) pada orifice oleh pasir atau padatan-padatan lainnya. Karena
sifat dan konstruksinya ini, maka jenis choke ini sangat sesuai pemakaiannya bila kita
harus sering mengubah-ubah laju produksi.
Seringkali, positive dan adjustable choke mempunyai choke body yang sama,
sehingga choke dapat diganti dari adjustable ke positive atau sebaliknya, tanpa melepas
choke body dari X-mas tree.

Gambar 4.52.
Adjustable Choke
4.1.4.5. Faktor yang Mempengaruhi Wellhead Completion
Pemilihan metode wellhead completion seperti halnya pada pemilihan metode
tubing competion, dilakukan berdasarkan pada laju produksi atau jumlah lapisan
produktif, produktivitas formasi dan kondisi tekanan reservoir.
Dengan adanya beberapa lapisan produktif yang diproduksikan melalui satu
sumur maka jumlah tubing yang digunakan juga lebih dari satu hal ini akam
mempengaruhi jenis wellhead yang akan digunakan.

4.1.4.5.1. Kondisi Tekanan Reservoir


Pemasangan wellhead dimaksudkan untuk menopang rangkaian pipa di bawah
permukaan dan menahan tekanan dari reservoir. Kondisi reservoir dengan tekanan yang
berbeda-beda akan berpengaruh selama berlangsungnya produksi, tekanan tersebut akan
meningkat di puncak tubing akibat adanya pengaturan laju produksi oleh choke.
Christmas-tree sebagai bagian dari wellhead completion dalam pemilihannya juga
dipengaruhi oleh tekanan dari sumur.
4.1.4.5.2. Laju Produksi Sumur
Selain berfungsi sebagai penghubung tubing dengan pipa produksi horisontal
dipermukaan (flowline), christmas-tree juga berfungsi sebagai pengatur laju produksi
sumur. Perencanaan dan pemilihan wellhead sangat dipengaruhi oleh jumlah lapisan
produktif yang diproduksikan (jumlah rangkaian tubing dalam satu sumur). Di daerah
dengan tepat terbatas, misalnya platform dimana produksi dari beberapa lapisan
dilakukan dalam satu lubang, rangkaian wellhead yang biasanya dipilih adalah jenis
multiple wellhead.
Untuk lapisan produktif dengan produktivitas tinggi dapat digunakan tubing
dengan diameter besar, sebaliknya tubing ukuran kecil digunakan untuk
memproduksikan hidrokarbon dari lapisan dengan produktivitas kecil. Demikian pula
untuk sumur yang produksinya menggunakan casing karena kondisi formasinya
memungkinkan untuk diproduksikan tanpa tubing, maka wellhead yang digunakan
disesuaikan dengan kondisi tersebut.

4.1.4.6. Perencanaan Wellhead Completion


Hal yang penting dalam merencanakan wellhead completion adalah memilih
wellhead yang sesuai dengan range tekanan dan menentukan diameter choke yang
dibutuhkan. Di samping itu perencanaan terhadap chrismastree dan choke yang akan
digunakan.
4.1.4.6.1. Perencanaan Wellhead
Perencanaan ukuran wellhead dipilih perbagian yang dimulai dari lower most
casing head yang dirancang bagian dalamnya dapat memberikan lubangg yang masih
terbuka luas, agar peralatan yang diturunkan ke bawah permukaan tidak merusak tubing
head. Dalam perencanaan ukuran atau kekuatan dari lower most casing head yang akan
digunakan adalah tergantung dari ukuran casing yang akan dipakai dan harus
mempunyai tekanan kerja minimal sama dengan tekanan formasinya. Di samping itu
dalam perencanan lower most casing head perlu diperhatikan bahwa lower most casing
head harus dapat menerima casing heaad tanpa menimbulkan kerusakan casing beserta
rangkaiannya dan ukuran flange yang digunakan harus tepat. Misalnya ukuran flange
12” adalah untuk tekanan 3000 psi, bila ukuran casing yang digunakan 11 3/4” sampai
13 3/8”.
Sedangkan dalam perencanaan dan kekuatan intermediate casing head
tergantung dari rangkaian casing yang digantungnya serta mempunyai tekanan kerja
minimal sama dengan tekanan permukaan maksimal yang dapat menyebabkan
kerusakan formasi pada dasar rangkaian casing intermediate, dan tekanan kerja
maksimal harus paling tidak sama dengan tekanan formasinya. Lower dan Upper flange
dari intermediate casing mempunyai ukuran dari 6” samapai 20”, yang digunakan untuk
menompang ukuran casing dari 4 1/2” sampai 13 3/8” . Intermediate casing head
digunakan pada tekanan kerja 960, 2000, 3000 dan 5000 psi.
Selain itu dalam perencanaan intermediate casing head harus memperhatikan
beberapa faktor, antara lain bahwa bagian bawah flange intermediate casing head
mempunyai ukuran tekanan kerjanya harus sesuai dengan atas dari lower most casing
head dan bagian atas flange intermediate casing. Head harus cocok ukuran dan tekanan
kerjanya dengan alat-alat yang dipasang pada casing head spool tersebut. Di samping
itu ukuran dan tekanan kerja serta jenisnya harus cocok dengan ukuran lubang saluran
keluar (out let). Sedangkan casing henger yang berfungsi untuk menggantungkan
rangkaian casing berikutnya, ukurannya tergantung dari penampang flange dan ukuran
dari casing yang digantung.
Dalam perencanaan ukuran dan kekuatan tubing head tergantung dari ukuran
casing yang digunakan dan harus mempunyai tekanan kerja yang mampu menahan
tekanan alir fluida formasi. Di samping itu dalam perencanaan tubing head ini harus
memperhatikan beberapa hal, seperti ukuran flange bagian bawah dari tubing head dan
tekanan kerjanya harus sesuai dengan flange bagian atas dari casing head atau crossover
flange yang telah dipasang sebelumnya. Tubing head yang dipilih harus dapat
memberikan lubang terusan yang luas, sehingga rangkaian casing produksi dan untuk
pemasangan produksi dan untuk pemasangan alat-alat artificial lift dapat masuk jika
diperlukan.
4.1.4.6.2. Perencanaan Christmas-Tree
Perencanaan christmas tree sangat dipengaruhi oleh kondisi tekanan dari sumur,
di samping itu juga oleh banyaknya komplesi yang digunakan. Kondisi tekanan perlu
diperhatikan karena peralatan christmas-tree dalam standart API diklasifikasikan
berdasarkan kesanggupan dalam menahan tekanan kerja. Setiap cristmas-tree
mempunyai seri dan tekanan kerja masing-masing. Menurut standart API lama, dikenal
kode “seri” misalnya :
 Seri 400 untuk tekanan kerja 960 psi
 Seri 600 untuk tekanan kerja 2000 psi dan seterusnya
Berdasarkan jumlah komplesinya maka dalam perencanaan diperlukan
pemilihan chrismas-tree sesuai dengan jumlah komplesinya dua maka digunakan
chrismas- tree double wing, dan seterusnya.
4.1.4.6.3. Perencanaan Choke
Setiap sumur yang berproduksi secara sembur alam selalu dipasang choke,
dikenal dengan istilah beam, dengan maksud untuk menentukan laju aliran.
Dalam hal pengontrolan wellhead, pemakian choke bertujuan untuk :
 Menjaga laju produksi yang diinginkan
 menjaga tekanan balik (back pressure) yang sesuai untuk mencegah masuknya
pasir ke dalam sumur
 Melindungi fasilitas permukaan (surface equipment)
 Mencegah terjadinya gas coning
 Memproduksi reservoir pada laju produksi terbaik
Agar maksud dari pemakain choke tersebut tercapai, maka perlu ditentukan ukuran
choke yang paling sesuai yang akan digunakan.
Beam performence mempelajari pengaruh ukuran choke yang diganakan
terhadap perubahan tekanan balik (back pressure) yang didapat dari flow line dan
separator. Untuk choke harus sedemikian rupa sehingga perubahan back pressure tidak
mempengaruhi THP, dengan demikian tidak mempengaruhi IPR. Hal yang terpenting
dalam perencanaan choke adalah perencanaan ukuran dan perhitungan pressure drop
yang terjadi pada choke.
Untuk pemilihan ukaran choke yang sesuai dengan laju produksi yang
direncanakan dapat ditentukan dengan dua metode, yaitu Gilbert dan Ros Formula. Pada
prinsip metode Gilbert dan Ros Formula adalah sama, akan tetapi Ros mengembangkan
formula untuk gas-cairan kritis yang melalui suatu hambatan.
A. Analisa Menurut Gilbert
Secara teoritis, Gilbert menurunkan suatu persamaan dengan anggapan bentuk
choke tajam (knife edge) dan menyederhanakan sifat-sifat fisik minyak dan gas, yaitu :
C R 0,5 q
Pth = ........................................................................................ (4-61)
S2
dimana :
Pth : tekanan kepala sumur, psia
R : gas-liquid ratio, mcf/bbl
q : laju produksi cairan total, STB/hari
S : ukuran choke per 64 inc
C : konstanta yang besarnya kira-kira 600 untuk satuan yang dipakai di atas
Setalah disesuaikan dengan satuan lapangan, maka persamaan tersebut menjadi :
435 R 0,456 q
Pth = ................................................................................ (4.-62)
S1,89
Dari Persamaan 4-61 dapat dibuat nomogram (Gambar 4.53.) yang dapat dipakai
untuk mencari ukuran choke bila telah tersedia data Pth, q dan R
Gambar 4.53.
Nomogram dari Gilbert untuk Menentukan
Ukuran Choke yang Sesuai

Bagian kiri dari nomogram menunjukkan kelakuakn choke dengan satuan 1/64 inc,
sedangkan bagian kanan choke dengan satuan selain 1/64 inc.
Gambar 4.54. menunjukkan kurva peramalan laju produksi pada suatu ukuran
choke tertentu.
Gambar 4.54.
Besar Laju Produksi Berdasarkan Ukuran Choke

Persamaan Gilbert mengganggap bahwa kecepatan campuran sebenarnya


melewati choke melebihi kecepatan suara, sehingga kecepatan down-tream atau tekanan
flow line tidak mempunyai pengaruh terhadap laju aliran dari tekanan up-stream.
kecepatan suara terjadi bila tekanan up-stream sekurang-kurangnya dual kali tekanan
down-stream. meskipun demikian, Gilbert menyatakan bahwa persamaannya itu cukup
baik juga untuk tekanan down-stream lebih kecil 0,7 kali up-stream.
B. Ros Formula (disesuaikan Poettman dan Back)
Berdasarkan pada analisa persamaan keseimbangan energi Ros dalam tahun
1960 mengembangkan flow-meter formula untuk aliran gas-cairan kritis melaui suatu
hambatan.
Dalam bentuk sederhanan persamaan itu adalah :
17,4 R 0,5 q
Pwh = ................................................................................... (4-63)
S2
dimana :
0,00504 T Z (Rp - Rs)
R =
Bo P
P1
P =
4636
1
mL =
1 + R ( p / L)

VL = mL/L
q : laju produksi minyak, STB/hari
C : discharge coefficient (= 1,03)
A : luas penampang minimum choke, in2
Ls : densitas crude, lb/cuft (60oF @ 14,7 psia)
tg : specific gravity gas (60 oF@ 14,7 psia)
Rp : Gas oil ratio, SCF/STB
Pwh : tekanan tubing, psi
P1 : tekanan tubing, lbf/ft2
VL : volemu cairan per-satuan massa fluida, cuft/lb
mL: mas cairan per massa fluida total, tanpa satuan
T : temperatur tubing (absolut), dianggap 85oF
Z : faktor kompressibilitas gas pada tekanan tubing dan 85oF
Rs : kelarutan gas dalam crude pada tekanan tubing dan temperatur 85oF
Bo : faktor volume formasi crude pada tekanan tubing dan teperatur 85oF
L : densitas crude pada tekanan P dan 85oF, lbm/cuft
g : densitas gas pada tekanan P dan 85oF, lbm/cuft
Berdasarkan persamaan di atas dan korelasi Borden dan Rzesa untuk gravity
minyak 20, 30 dan 40 oApi, Poettmann dan Beck membuat grafik seperti pada Gambar
4.55. dan 4.56. dengan anggapan gravity gas 0,6 temperatur tubing 85oF dan harga
down-stream pressure 0,55 kali up-stream pressure.
Gambar 4.55.
Grafik Choke Performence

Gambar 4.56.
Grafik Choke Performence
(after Poettmann dan Beck)

Grafik-grafik tersebut dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan-


persoalan berikut :
 Merencanakan ukuran choke untuk sumur-sumur baru.
 Memperkirakan GOR dan laju produksi gas dari sumur-sumur yang ada, bila
diketahui tekanan tubing dan laju produksi minyak.
 Meramalkan performence dari suatu ukuran choke tertentu, jika diketahui gas
liquid ratio produksi.
Hasil yang baik akan diperoleh dari penggunaan gafik tersebut jika tidak ada produksi
air dam aliran dua fasa srta kondisi aliran kritis.

4.2. PERENCANAAN SURFACE FACILITY


Surface facility adalah peralatan produksi yang terdiri dari wellhead, manifold
(kerangan-kerangan), separator dan tangki pengumpul serta pompa bila diperlukan.
Menurut fungsinya surface facility berfungsi sebagai media pengangkut, pemisah dan
penimbun, maka dapat dipengaruhi oleh kondisi permukaan yang relatif datar untuk
memperoleh efisiensi atau untuk mengurangi pressure drop (kehilangan tekanan akibat
elevasi). Selain itu sifat fasa, komposisi kimia, tekanan dan temperatur fluida reservoir,
besarnya cadangan, laju produksi sangat menentukan di dalam perencanaan surface
facility.

4.2.1. Gathering System


Pada kenyataannya di lapangan minyak terdapat sumur sembur alam dan sumur
sembur buatan (artificial lift), sumur-sumur ini mengalirkan fluida dengan rate yang
berbeda-beda, demikian juga dengan tekanan tiap-tiap sumur dihubungkan dengan satu
pipa khusus ke separator.
klasifikasi dari gathering system dapat dierangkan sebagai berikut :
1. Untuk sumur-sumur yang mempunyai kapasitas sangat besar, maka setiap sumur
akan mempunyai fasilitas pengukuran dan pemisahan sendiri-sendiri. Untuk sumur
minyak yang mengandung parafin, maka pemisahan gas yang terhambat akan
menyebabkan endapan parafin yang akhirnya akan menyumbat pipa, untuk itu gas
langsung dipisahkan di dekat wellhead, demikian juga untuk sumur-sumur minyak
yang jaraknya cukup jauh. Penggunaan sistem ini, secara ekonomis kurang
mengguntungkan.

Gambar 4.57.
Individual oil and Gas Gathering System

2. Well Centre Gathering System


Pada sistem ini beberpa sumur disatukan dalam satu gathering system dan baru
dipisahkan fluidanya seperti terlihat pada Gambar 4.57, sumur dengan satu well
centre dua melalui flowline. Pada well centre dipilih satu sumur untuk diuji dan
dihubungkan ke central gathering system tiga. Untuk jelasnya dapat dilihat gambar
gathering system dari Muravyov, pada Gambar 4.58.

Gambar 4.58.
Well Centre Gathering System

Gambar 4.59.
Oil and Gas Gathering System
3. Common Line Gathering System
Pada system ini beberpa sumur produksi disatukan dalam satu flowline dimana
produksi minyak, gas dan air diukur pada interval-interval tertentu oleh
portable well tester yang dipasang dekat pada well side.
Gambar 4.60.
Common Line Gathering System

Beberapa faktor yang menentukan dalam desain gathering system adalah sebagai
berikut :
1. Tekanan wellhead sumur, dimana semakin rendah tekanan akan semakin baik,
keuntungannya antara lain adalah :
 umur sumur untuk flowing lebih lama
 pemakaian gas injeksi akan rendah untuk sumur-sumur gas lift.
 hasil rate produksi akan lebih besar pada pemakaian bottom hole pump.
2. Kehilangan fluida hidrokarbon dalam sistem diusahakan minimum serta kemudahan
tentang pengawasan dan pengontrolan.
3. Ketelitian dalam pengukuran produksi air, gas dan minyak baik untuk individual
well control atau common well.
4. Perluasan dari fasilitas di kemudian hari yang memerlukan modifikasi dari instalasi
tidak akan mengganggu produksi sumur terdahulu.
5. Pertimbangan akan kecelakaan harus diperhatikan, serta biaya pengoperasian sistem
diharapkan serendah mungkin.

4.2.1.1. Ukuran Pipa Alir Horisontal


Dalam penentuan ukuran pipa alir horisontal yang paling penting adalah
penentuan diameter pipa, jarak atau panjang pipa dari stasiun pompa satu ke stasium
pompa berikutnya serta tekanan dan temperatur mula-mula yang diperlukan sehingga
minyak dapat dialirkan sesuai denga laju pemompaan yang diinginkan.
Untuk menentukan ukuran pipa horisontal dapat digunakan persamaan sebagai
berikut :
1. Persamaan Poisseuille, digunakan untuk aliran yang viscous (stream line, laminer)
yaitu :
0,000668 z L v
P = .............................................................................. (4-64)
D2 S
2. Persamaan Flaningan, digunakan untuk aliran turbulen, yaitu :
0,323 f L S Q 2
P = ........................................................................... (4-65)
D

0,0558 f L S Q 2
atau, P = ......................................................................... (4-66)
D5
dimana :
P : pressure drop, psi
z : viscositas absolut minyak,cp
L : jarak transportasi (panjang pipa), ft
v : kecepatan linier rata-rata, ft/dt
D : diameter dalam pipa alir horisontal, inc
S : spesific gravity minyak pada temperatur alir
f : faktor gesekan
B. Q : laju pemompaan, gal/menit
Kemudian untuk menentukan horse power pompa yang diperlukan, dapat menggunakan
persamaan :
19,2 Q P
HP = ......................................................................................... (4.67)
33.000 E
E adalah effisiensi volumetris dan mekanis pompa

4.2.1.2. Pengaturan Tekanan Wellhead


Pengaturan tekanan wellhead ini diusahakan serendah mungkin, dimana semakin
rendah tekanan dari wellhead akan semakin baik disamping itu kehilangan tekanan
antara wellhead dan separator dibuat sekecil mungkin. Dengan demikian break dan
perubahan yang tiba-tiba sepanjang flowline ini dapat dihindari dengan tetap
mempertahankan kehilangan tekanan yang minimum. Selain itu jika minyak yang
dialirkan mengadung parafin atau pasir, maka harus dicegah agar keduanya tidak
terendapakan bersama-sama di flowline. Pencegahan agar tidak terjadi pengendapan
parafin ini dapat dilakukan dengan memanaskan minyak di wellhead, mengisolasi
dengan air panas pada flowline atau dengan menginjeksikan bahan-bahan kimia.
Di samping tekanan wellhead diusahakan serendah mungkin, tekanan seperator
serendah mungkin, untuk itu dianjurkan dalam pemasangan separator lebih tinggi dari
storage tank, agar pengaruh gravitasi pemisahan minyak dapat berjalan baik. Manfaat
lain dengan pemasangan ini adalah tekanan yang diperlukan untuk mengalirkan fluida
dari separator menuju station kompresor tidak terlalu besar. Untuk menjaga keamanan
dari tekanan yang tinggi, pada wellhed dilengkapi dengan safety valve, seperti tampak
pada Gambar 4.61.

Gambar 4.61.
Grafik Penentuan Faktor Gesekan “f” pada Aliran dalam Pipa15)
Gambar 4.62.
Wellhead dan Safety Valve15)

4.2.1.3. Pengukuran Laju Produksi Cairan, Air dan Minyak


Peralatan yang digunakan umumnya memakai alat orifice meter, yaitu sebagai
pengembangan alat-alat sebelumnya yang didasari oleh alat-alat pilot tube, venture
meter. Alat ini dibagi menjadi 2 macam yaitu :
1. Open system (oritical flow prover), dan
2. Closed system (orifice meter)
Untuk open system dapat dilihat pada Gambar 4.63. yang merupakan skematik dari
critical flow prover dimana gas dialirkan ke atmosfir.
Gambar 4.63.
Open System (Critical Flow Prover) 15)

Persamaan yang digunakan untuk perhitungan laju produksi gas dengan menggunakan
critikal flow prover adalah :
q sc = 0,001 C (p) (Ftf ) (Fg ) (Fpv ) .. .......................................................... (4-
68)
dimana :
qsc : laju aliran gas, MMSC/D
p : tekanan hulu, psia
Ftf : faktor temperatur aliran (520/T)1/2
T : temperatur aliran, oR
Fg : faktor SG (0,1/G) 1/2
G : Sg gas (udara = 1,00)
Fpv : faktor super kompressibilitas gas (1/z) 1/2
z : super kompressibilitas gas pada T dan P
C : koefisien orifice (dari tabel)
Pengukuran laju aliran gas dengan close system dapat menggunakan persamaan sebagai
berikut :
q sc = 24 x 10 -6 C (h w P) 1/2 ..................................................................... (4-69)
dimana :
qsc : laju aliran gas, MMSCF/D
P : tekanan hulu, in H2O
hw : beda tekanan sesudah melewati lubang orifice, inch H2O pada 60oF
C : koefisien orifice
Gambar 4.64.
Close System (Orifice meter)

Pengaturan laju produksi air, dimana air dapat berasal dari uap air di dalam gas karena
perubahan kondisi P dan T selama proses produksi sumur, maka uap air akan berubah
menjadi flash water (air) dan untuk mengetahui volume ekivalen terhadap gas dapat
dihitung dengan persamaan :
n R Tsc
GE w  …………………………………………..……...........… (4-70)
Psc
350,5 . w . 10,73 . 520
GE w   7390, SCF/STB
Mw . 14,7

dimana :
w = Berat jenis air (=1,00)
Mw = Berat Molekul air (=18)
Umumnya pada reservoir gas akan menghasilkan minyak kondensat yang jumlahnya
cukup banyak, sehingga tidak mungkin untuk dialirkan. Persamaan untuk menghitung
volume ekvivalen kondensat dapat digunakan :
n R Tsc
GFo = ........................................................................................ (4-71)
Psc
o 10,73 . 520 o
= 350,5 x = 133000 SCF / STB
Mo 14,7 Mo

dimana :
o : berat jenis kondensat
Mo : berat molekul kondensat, lb/mole
n : jumlah mole
350,5 : gr/cc dibagi dengan lb/bbl
R : konstanta gas (10,73 psi ft3/lb mol oK)
Tsc : temperatur standart (520oR)
Psc : tekanan standart (14,7 psi)
Berat jenis kondensate dapat dihitung dengan persamaan :
141,5
o = .............................................................................. (4-72)
131,5 + o API

Berat molekul dihitung dengan persamaan :


44,29
Mo = ..................................................................................... (4-73)
1,03 -  o

6084
Mo = o ................................................................................ (4-74)
API - 5,9

Secara umum diagram alir dari sumur minyak maupun sumur gas dapat dilihat pada
Gambar 4.65., dimana pada sumur minyak berakhir pada tangki penimbun.

Gambar 4.65.
Skema gathering system pada lapangan minyak dan gas15)

4.2.2. Manifold System


Untuk suatu lapangan minyak yang terdiri dari banyak sumur, maka minyak
yang keluar dari kepala sumur perlu dikumpulkan dulu ke suatu tempat pemusatan
sumur (well centre) seperti tampak pada Gambar 4.66.
Dasar pengelompokan sumur ini sumur ini adalah sebagai berikut :
 kapasitas produksi masing-masing sumur
 tekanan masing-masing sumur
 GOR sumur
 ada tidaknya kandungan material produksi sumur dan
 sifat-sifat fisik dan kimia fluida sumur.
Pada tiap-tiap produksi sumur ini, setelah dikelompokkan kepemusatan sumur maka
dialirkan ke tangki pengumpul.

Gambar 4.66.
Sistem Pemusatan sumur-sumur gas15)

4.2.2.1. Pengaturan Sistem Manifold


Pada tiap-tiap sumur ada suatu sistem pengaturan pengaliran fluida dengan
tujuan untuk pengaturan produksi dan pengetesan sumur, sistem ini dinamakan dengan
sistem manifold. Jadi dapat dikatakan manifold adalah jajaran pipa alir dari produksi
tiap-tiap sumur yang dipotong oleh pipa-pipa yang menuju ke fasilitas produksi dan
fasilitas pengetesan produksi.
Pengaturan aliran ini menggunakan valve-valve dari sistem manifold yang
menuju ke sistem produksi atau sistem pengetasan produksi, sedangkan di dalam
gambar (a), menunjukkan pengaturan tiga buah valve yang terdiri dari dua buah valve
dua jurusan, gambar (b) menunjukkan cara pengaturan posisi dua buah valve tiga
jurusan dan pada gambar (c) menunjukkan pengaturan tiga buah valve yang terdiri dari
dua buah valve tiga jurusan dan sebuah valve satu jurusan.
Ada beberapa prinsip dalam perencanaan pemusatan sumur dan sistem manifold-nya,
antara lain :
1. Perbedaan tekanan masing-masing kepala sumur diusahakan serendah mungkin.
demikian pula kehilangan tekanan pada pipa sepanjang sumur ke separator dan di
dalam sistem manifold-nya harus sekecil-kecilnya, hal ini dapat dilakukan dengan
menghindari belokan-belokan pipa yang terlalu tajam. Di samping itu pipa harus
bersih dari endapan pasir dan parafin, diameter dan panjangnya sesuai dengan desain
manifold yang baik. Viscositas minyak yang tinggi dapat mengakibatkan kehilangan
tekanan yang besar, untuk itu dapat dihindari dengan pemanaasn pada pipa sebelum
masuk ke sistem manifold-nya.
2. Tekanan separator diusahakan serendah mungkin
3. Dalam proses pemisahan cairan dengan gas untuk sekelompok sumur diusahakan
efisiensi yang maksimum, untuk itu GOR masing-masing sumur dan sifat-sifat fisik
dari fluida serta material-material lain dari produksi sumur harus diperhatikan.
Untuk aliran yang besar harus diarahkan menuju separator yang bertekanan tinggi
atau diterapkan pemisahan bertingkat.
4. Sistem manifold harus dengan mudah dioperasikan dan dikontrol sewaktu-waktu.
5. Dalam fasilitas pengetesan harus tersedia alat ukur untuk produksi minyak, air dan
gas dapat juga ditambahkan alat ukur untuk material lain yang terikut dalam fluida
produksi.
6. Biaya instalasi serendah mungkin dan sistem keamanan terjamin.
7. Dalam sistem pemisahan untuk produksi pada suatu kelompok maka fasilitas
penimbun harus memenuhi kepasitasnya, baik untuk separator maupun tangki
penimbunnya. Kapasitas ke dua alat ini harus mencukupi untuk produksi sumur dua
sampai tiga hari.
8. Sistem pemusatan sumur harus memberikan kemudahan apabila diinginkan reparasi
separator dan sambungan-sambungan pipa serta melakukan treatment, semua itu
tidak boleh mengganggu jalannya produksi sumur-sumur yang lainnya. Sambungan-
sambungan harus siap sedia ditempat dan sistem penyambungannya tidak boleh
dengan pengelasan.

Gambar 4.67.
Contoh Pengaturan Valve Pada Stasiun Compresor15)

4.2.2.2. Pemilihan Valve


Valve-valve yang dipakai dari sistem manifold jenisnya ada beberapa macam,
antara lain seperti tampak pada Gambar 4.68 dan Gambar 4.69. Pemakaian valve ini
tergantung dari kebutuhan, jenis ball valve sering juga dipakai karena mempunyai
kehilangan tekanan yang kecil.
Kehilangan tekanan fluida selama mengalir di dalam valve berhubungan dengan
laju alirnya dapat diperhitungkan dengan persamaan sebagai berikut :
P
Q = Cv A .......................................................................................... (4-75)

dimana :
Q : laju alir fluida
Cv : koefisien aliran
A : luas penampang aliran
P : pressure drop
 : densitas fluida
Untuk mengetahui koefisien aliran, Cv maka seluruh kondisi aliran harus diketahui
terlebih dahulu dan biasanya sudah diketahui dari pabrik pembuat, atau jika besaran-
besaran lain diketahui maka persamaan 4-65. dapat digunakan untuk mencari harga Cv.
Gambar 4.68.
Jenis-jenis Valve15)

Sedangkan untuk fluida gas dalam menentukan ukuran valve dan kapasitasnya dapat
digunakan persamaan sebagai berikut :
_

v S g Ta .............................................................................. (4-76)
Cv =
1360 ( P) P2
atau,
_ 1360 C v ( P) P2
v= ......................................................................... (4-77)
S g Ta

dimana :

: laju aliran gas pada 14,7 psia dan 60 oF, cuft/jam
v
P : pressure drop pada aliran maksimum, psi
P2 : tekanan out let pada aliran aliran maksimum, psi
Sg : spesific gravity gas (udara = 1)
Ta : temperatur aliran, oR
Jika tekanan out let tidak berada pada kondisi aliran maksimum atau kurang dari

setengah tekanan in let maka P . P2 dalam persamaan tersebut diperkirakan sebasar

P1/2, dimana P1 merupakan tekanan in let pada sistem valve tersebut.

4.2.2.3. Header Manifold


Header manifold merupakan rangkaian kelanjutan dari sistem manifold itu
sendiri. Secara lengkap header dapat terdiri dari produksi header, test header dan
beberapa valve untuk keperluan produksi. Dari rangkaian manifold biasanya terdapat
beberapa jenis header yang sesuai dengan karakteristik yang diproduksikan.
Jenis ini antara lain :
1. Low Pressure Header
Low pressure header ini digunakan untuk sumur-sumur yang bertekanan rendah
dengan demikian tekanan sumur juga kecil. Untuk jumlah produksi dan GOR yang
sama, peralatan low pressere header ini akan lebih besar dibandingkan dengan
peralatan high pressure header.
2. High Presseru Header
Header ini digunakan untuk sumur-sumur yang mempunyai tekanan aliran yang
tinggi, demikian juga jenis pipa yang digunakan harus mempunyai grade dan
ketebalan yang cukup baik, sehingga dapat digunakan untuk menahan tekanan yang
terjadi pada header.
3. Test Header
Pada aliran di dalam pipa secara periodik, dilakukan test aliran dari tiap-tiap sumur
dan biasanya dilakukan pada block station dan header yang digunakan adalah test
header. Dengan demikian fungsi dari test header ini adalah mengalirkan fluida
produksi ke peralatan test. Di bawah ini merupakan gambar dari perlengkapan
header-manifold dan beberapa valve untuk kelengkapan produksi, sedangkan posisi,
letak dari header ini dapat dilihat kembali pada Gambar 4.69.

Gambar 4.69.
Header Manifold15)
Gambar 4.70.
Skema Penempatan Header pad Test Produksi 15)
4.2.3. Separator
Fungsi utama separator adalah memisahkan gas dari cair yang terproduksi dari
sumur. Kerja separator ini memisahkan fluida atas dasar fisik fluida produksi. Hal yang
perlu diketahui tentang alat separator ini adalah komponen, jenis dan perencanaan
kapasitas dan tekanan separator.
Komponen Separator :
Secara garis besar separator dapat menjadi tiga komponen seperti tampak pada
Gambar 4.71.
Masing-masing komponen tersebut adalah :
A. Bagian Pemisah Utama
Berfungsi sebagai pemisah cairan/slug cairan yang masuk separator juga butir-
butir cairan yang terbawa oleh gas akan dipisahkan secara cepat.
Gambar 4.71.
Komponen Utama Separator15)

B. Bagian Pemisah Cairan


Berfungsi untuk tempat menampung cairan yang telah terpisahkan. Bagian ini
harus cukup besar untuk menampung cairan dan harus sedemikian rupa sehingga fluida
yang telah terpisahkan tidak terganggu oleh aliran gas.
C. Bagian Pemisah Kedua
Bagian ini memisahkan butir-butir cairan yang sangat kecil, yang tidak
terpisahkan pada bagian pertama. Prinsip kerja bagian ini adalah gravity setting dari
aliran gas.
D. Mist Extraction Section
Sisa cairan yang berbentuk kabut dapat dipisahkan secara efektif dari aliran gas
dengan menggunakan mist extractor. Pemisahan antara bituran cairan yang berbentuk
kabut dengan gas dipengaruhi beberapa hal seperti beda densitas antara gas dengan
minyak; kecepatan aliran gas dan waktu yang tersedia. Bila kecepatan aliran gas cukup
rendah maka pemisahan butir cairan gas dapat berlangsung dengan baik tanpa
memerlukan mist extractor. Prinsip kerja mist extractor ada bermacam-macam, secara
tumbukan; perubahan aliran; perubahan kecepatan aliran; gaya sentrifugal dan juga
filter.

4.2.3.1. Jenis Separator


Jenis separator dapat dibedakan berdasarkan bentuk dan jumlah fasa yang
dihasilkan. Berdasarkan jumlah fasanya separator dibagi menjadi dua yaitu : separator
dua fasa dan separator tiga fasa.
Sesuai dengan bentuknya separator dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
separator vertikal, separator horizontal dan separator spherical.
A. Separator Vertikal
Skema separator vertikal tampak pada Gambar 4.72. Fluida sumur masuk ke
separator melalui disain elemen yang bekerja memisahkan gas dan cairan. Cairan akan
turun karena beratnya sedangkan gas akan naik karena ringan dan akan ditangkap oleh
mist extractor. Dalam mist extractor ini butir-butir cairan yang masih terbawa gas akan
dipisahkan sehingga tertinggal dan akan ke bawah, sedang gas terus naik.
Keuntungan separator vertikal
1. Tidak memerlukan liquid level controller
2. Dapat menampung pasir dalam jumlah banyak
3. Mudah dibersihkan
4. Punya kapasitas “surge” yang besar
5. Kecenderungan cairan untuk menguap kembali, kecil
Kerugian separator vertikal
1. Karena bentuknya yang tinggi maka peralatan-peralatan keselamatan yang terletak
di atas sulit untuk dicapai dan dirawat.
2. Outlet gas yang berada di atas menyebabkan pemasangan lebih sulit.
Gambar 4.72.
Skema Separator Vertikal15)

B. Separator Horisontal
Separator jenis ini ada dua yaitu bertabung tunggal dan bertabung ganda. Pada
separator bertabung tunggal seperti pada gambar 4.73., fluida sumur masuk lewat inlet
dan mengenai dished deflector.
Di sini gas akan terpisah dari cairan, dan akan turun ke daerah akumulasi cairan dan gas
akan masuk ke straightening section. Devider plates merupakan bagian pemisah antara
cairan dan gas. Dari bagian straightening, gas dimurnikan lagi dari butir-butir cairan dan
dialirkan ke bagian pemisah kedua, dan akhirnya gas dialirkan ke mist extractor
untuk pemurnian terakhir.

Gambar 4.73.
Separator Horisontal Bertabung Tunggal15)
Selain separator harisontal bertabung tunggal juga terdapat separator horisontal
bertabung ganda seperti terlihat pada gambar 4.73. Prinsip pemisahannya sama dengan
yang bertabung tunggal, hanya di sini masing-masing gas dan cairan terpisah dalam
masing-masing tabung dan proses pemisahan berada pada tabung bagian atas yaitu
bagian gas yang mengalir.
Keuntungan separator horisontal
1. Dapat menampung crude dalam bentuk foam (busa)
2. Lebih murah dibanding dengan separator vertikal
3. Mudah diangkat
4. Lebih ekonomis dan efisien untuk memproses gas dalam jumlah besar
Kerugian separator horisontal
1. Kurang menguntungkan apabila fluida mengandung pasir
2. Sukar dibersihkan
3. Dalam pemasangan memerlukan ruangan yang luas kecuali di susun secara
bertingkat.

Gambar 4.74.
Separator Horisontal Bertabung Ganda15)
C. Separator Spherical
Separator spherical atau bulat merupakan desain yang memungkinkan proses
pemisahan bekerja secara gravity, kecepatan rendah, gaya sentralfugal dan kontak
permukaan luas, seperti yang terlihat pada Gambar 4.74.
Aliran fluida yang masuk separator akan dipecah lewat inlet flow diverter dan
dilempar ke dinding separator secara tangensial. Setelah bergerak dibagian dinding
maka cairan akan bergerak turun ke tempat akumulasi dan gas akan naik ke mist
exterctor untuk pemisahan lebih lanjut.
Keuntungan separator spherical
1. Lebih murah dibanding jenis separator lainnya
2. Lebih mudah dibersihkan dari tipe vertikal
3. lebih kompak
Kerugian separator spherical
1. Kurang ekonomis untuk kepasitas gas besar
2. Memerlukan tempat yang relatif luas

4.2.3.2. Ukuran kapasitas Separator


Dalam melakukan perencanaan suatu separator maka harga kapasitas separator
perlu diperhitungkan. Penentuan kapasitas separator memerlukan kondisi sebagai
berikut :
1. Tidak terjadi foam
2. Sistem pipa dan valve dengan kapasitas yang sesuai
3. Temperatur kerja sebasar 60 oF (di atas cloud point) dan di atas hydrate dari gas
4. Butir cairan yang paling kecil dapat dipisahkan berbentuk bola dengan diameter
10 micron (0,00039 inch)
Pada kondisi di atas, sisa cairan yang tidak terpisahkan dari aliran gas tidak lebih dari
0,1 gal/106 SCF
Kapasitas untuk dapat menampung minyak dari suatu separator, sebesar q adalah
berdasarkan hubungan antara volume minyak normal V dan retention time (t), yang
biasanya t tersebut 1 menit untuk kesempatan air dan gas terpisah dari minyak.
Persamaannya adalah :
V cuft
q = ............................................................................................. (4-78)
t menit
Oleh karena 1 cuft/menit = 257 bbl/hari, maka :
V
q = 257 bbl / hari .............................................................................. (4-79)
t
Kapasitas minyak yang dapat digunakan, diambil setengah dari kapasitas sebenarnya,
oleh karena adanya kemungkinan timbulnya aliran dari sumur. Persamaan (4-79)
berubah menjadi :
q = 128 V/t bbl/hari .................................................................................. (4-80)
Pada separator vertikal
V = 0,785 d2 h ........................................................................................... (4-81)
Bila V ini dimasukkan dalam persamaan (4-76) maka didapat kapasitas untuk separator
vertikal, yaitu :
d2 h
q r  100,5 …………...................................................................................... (4-
t
82)
dimana :
d : diameter dalam separator, ft
h : tinggi kolom minyak di atas outlet minyak didasarkan pada tinggi separator
]

Table IV-10
Tinggi Kolom separator.................
Table IV-10
Tinggi Kolom separator
Tinggi Separator h (ft)
5 ft 2,5
10 ft 3,25
15 ft 4,25

Pada separator horisontal :


L
V  0,785 d 2 .........….......................................................................... (4-
2
83)
Bila distribusikan ke Persamaan (4-82), maka Persamaan (4-83) kapasitas separator
horisontal bertabung tunggal :
d2 L
q r  50,24 ........................................................................................ (4-
t
84)
Untuk separator bertabung ganda volume minyak adalah :
V  0,785 d 2 L ........................................................................................ (4-
85)
Maka kapasitas separator bertabung ganda menjadi :
d2 L
q r = 100,5 ..................................................................................... (4-86)
t
dimana L adalah panjang dari separator horisontal.
Pada separator bulat/spherical :
Untuk separator spherical, volume minyak diambil setengah dari volume
spherical, yaitu :
4 3 d 1/2 d
V = r ( ) = 0,2618 d 3 ( ) 1/2 ..................................................... (4-87)
6 2 2
Bentuk dari separator spherical, menyebabkan separator jenis ini mempunyai surge
capacity yang lebih besar. Apabila Persamaan (4-83) disubsitusikan ke persamaan (4-
82), maka akan diperoleh kapasites minyak untuk separator spherical yaitu :
d 3 d 1/2
q r = 33,51 ( ) .............................................................................. (4-88)
t 2

4.2.3.3. Perhitungan Fasa dalam Separator


Untuk mengetahui jumlah cairan dan gas yang keluar dari separator serta
bagaimana komposisi dari masing-masing fluida perlu diketahui. Untuk perhitungan
tersebut, digunakan suatu konsep konstanta keseimbangan dengan melakukan anggapan
bahwa effisiensi kerja dari separator 100 %.
Konsep Konstanta Keseimbangan
Penggunaan konsep ini untuk perhitungan fasa dalam separator, berdasarkan
pada kenyataan bahwa antara minyak dan gas tidak dapat lagi dinyatakan sebagai
larutan yang ideal.
Untuk larutan yang ideal, berlaku hubungan :
Pi
Yi = xi ................................................................................................. (4-
PT
89)
dimana :
Yi : fraksi mol komponen i dalam larutan gas
xi : fraksi mol komponen i dalam larutan minyak
Pi : tekanan uap komponen murni i
PT : tekanan total atau buble point pressure
Sedangkan untuk larutan tidak ideal, berlaku hubungan :
Yi = Ki xi ..................................................................................................... (4-90)
dimana : Ki = konstanta keseimbangan yang ditentukan dari percobaan.
Metode perhitungan.
Apabila :
zi : fraksi mol zat i dalam fasa gas maupun cair
xi : fraksi mol komponen i dalam larutan minyak
Yi : fraksi mol zat i dalam fasa gas
n : jumlah total mol dalam sistem
nL : jumlah total mol dalam cairan (liquid)
nv : jumlah total mol dalam gas (vapour)
zi n : mol dari komponen i dalam sistem
xi nL : mol dari komponen i dalam cairan
Yi nv : mol dari komponen i dalam gas
zi n = xi nL + Yi nv
Jika Persamaan (4-85) disubsitusikan ke Persamaan (4-86) maka akan didapat :
zi n = xi nL + Ki xi nv ................................................................................... (4-91)
atau
yi nL
zi n = + y i n i ............................................................................. (4-92)
Ki
Sedangkan,
n = nL + nv atau nL = n - nv dan nv = n - nL
Pemisahan harga xi dan yi dari Persamaan (4-87) dan (4-88) didapatkan :
zi n
xi = ................................................................................... (4-93)
nL + Ki nv
Jumlah dari seluruh fraksi mol masing-masing fasa adalah satu , yaitu :
xi = x1 + x2 + ….. + xn = 1 ……………………………………….......….. (4-94)
yi = y1 + y2 + ….. + yn = 1 …………………………………………….... (4-95)

dengan demikian :
zi n
xi  ……….…………………………………………...….. (4-96)
n L  Ki n v

zi n
yi  ………….……………………………………………. (4-97)
n v  n L/ K i

Untuk menghitung komposisi fasa cair dan gas yang keluar dari separator,
dilakukan secara trial dan error dengan mengganggap harga n = 1 dan mengganggap n L
dan atau nv tertentu sehingga diperoleh harga xi = 1 dan yi = 1

4.2.3.4 Perhitungan Tekanan kerja Separator


Tekanan kerja separator merupakan suatu bagian perencanaan yang penting oleh
karena besarnya tekanan kerja akan mempengaruhi antara lain :
a. besar GOR yang akan dihasilkan
b. oAPI dari minyak yang dipisahkan
Pemilihan tekanan kerja separator berdasarkan pada kedua hal di atas, dimana
cara yang dilakukan dengan coba-coba, yaitu dengan menganggap beberapa tekanan
dimana masing-masing tekanan tersebut ditentukan harga GOR dan oAPI. Penentuan
tekanan kerja separator di sini tidak lepas dari tingkat pemisahan yang terjadi di
lapangan. Pemisahan bertingkat dua terdiri dari separator pada tingkat pertama dan
stock tank pada tingkat kedua yang bekerja pada kondisi atmosfir. Pemisahan tingkat
tiga terdiri dari dua separator pada tingkat pertama dan stock tank pada tingkat terakhir,
demikian juga untuk tingkat pemisahan lebih tinggi akan menambah jumlah separator
dengan posisi stock tank tetap pada bagian/tingkat terakhir.
a. Perhitungan tekanan kerja separator dua tingkat
Di sini separator yang kedua mempunyai tekanan kerja sama dengan tekanan
atmosfir. Prosedur perhitungannya adalah :
1. Anggap suatu tekanan kerja tertentu.
2. Berdasarkan tekanan kerja tersebut tentukan komposisi cairan dan gas yang keluar
dari separator pertama.
3. Berdasarkan komposisi cairan yang keluar dari separator pertama atau yang masuk
ke dalam separator tentukan komposisi cairan dan gas yang dihasilkan oleh
separator.
4. Dari perhitungan langkah (3), tentukan GOR dan oAPI dari minyak.
5. Ulangi langkah (1) sampai (4) untuk beberapa tekanan kerja yang lain.
6. Plot antara tekanan kerja separator tersebut dengan oAPI dan GOR seperti Gambar
4.75. berikut.
7. Pemilihan tekanan kerja adalah berdasarkan gambar tersebut yaitu tekanan kerja
versus GOR dari grafik dipilih yang menghasilkan GOR minimum. Sedangkan
untuk grafik antara tekanan kerja versus oAPI, tekanan kerja dipilih yang memberi
harga oAPI terbesar.

Gambar 4.76.
Plot antara Tekanan Kerja Separator, oAPI vs P15)

b. Perhitungan Tekanan Kerja Separator Tiga Tingkat


Dalam hal ini proses pemisahan terdiri dari dua separator dan satu stock tank
yang bekerja pada tekanan dan temperatur atmosfer. Untuk menentukan tekanan kerja
separator dapat dilakukan ddengan cara :
1. Berdasarkan perhitungan flash, seperti pada cara untuk dua tingkat di atas, yaitu
dengan melakukan beberapa anggapan tekanan tertentu.
2. Dengan menggunakan metode kenneth F.W dan John M. Cambell
Cara pertama akan memerlukan perhitungan panjang, dimana pada prinsipnya tidak
berbeda cara perhitungan tekanan separator dua tingkat. Cara kedua cukup sederhana
dan teliti.
Kenneth F.W dan John M. Campbell memberikan dua persamaan masing-
masing untuk crude (SG > 1,0) dan condensate (SG < 1,0).
Untuk Crude (SG > 1,0)
P2 = A (P1)0,686 + C1 .................................................................................... (4-98)
dimana :
P2 : tekanan kerja separator kedua
P1 : tekanan kerja separator pertama
A : konstanta
C1 : dimensionless shifting constant, ditentukan dengan persamaan :
A + 0,057
C1 = .................................................................................... (4-99)
0,0233

Untuk Condensate (SG < 1,0) :


P2 = A (P1)0,765 + C2 ................................................................................. (4-100)
dimana harga C2 ditentukan dengan persamaan :
A + 0,028
C2 = .................................................................................. (4-101)
0,012

Konstanta A, baik untuk crude maupun condensate, ditentukan dengan menggunakan


grafik Gambar 4.77., dimana dalam hal ini diperlukan prosentase C 1, C2 serta C3 dan
pseduo specific gravity. Sedangkan harga dimensionless shifting konstan C 1 dan C2
selain dengan persamaan di atas juga apat ditentukan dengan menggunakan Gambar
6.77.
Gambar 4.77.
Hubungan antara Konstanta A dengan Pseduo SG15)

Gambar 4.77.
Hubungan antara Konstanta A dengan C15)
4.2.3.5. Pemilihan Separator
Prosedur pemilihan separator untuk suatu penggunaan tertentu adalah sebagai
berikut :
1. Pertimbangan biaya
2. Tentukan type yang sesuai, ditinjau dari ruang yang tersedia
3. Tentukan apakah biaya keseluruhan dipengaruhi oleh pemasangan instalasi dari
pada type yang dipilih
4. Tentukan apakah adanya penyimpangan kondisi aliran dari sumur (foam, pasir dan
sebagianya) dapat menyebabkan separator yang dipilih menjadi sulit untuk
beroperasi dan dirawat
5. Tentukan apakah tidak ada perencanaan khusus yang menyebabkan type separator
yang dipilih menjadi mahal dan sulit untuk bekerja

4.2.4. Treating Facilities


Alat ini digunakan untuk memisahkan air yang tercampur dalam minyak.
Pemisahan air ini diperlukan bukan saja karena minyak sebelum ke refinery perlu
dimurnikan dulu, tetapi juga karena pipa akan berkurang kapasitanya jika harus
menstransportasikan bersama air. Selain itu air menyebabkan korosi.
Air selalu ada di lapangan-lapangan minyak dan akan selalu ikut terproduksi
bersama minyak. Air di dalam minyak dibedakan menjadi dua macam yaitu air bebas
dan air emulsi. Air bebas mudah sekali dipisahkan dengan minyak dengan cara settling
misalnya, tetapi untuk air emulsi yaitu air yang tersebar dalam fasa minyak memerlukan
cara-cara khusus untuk menanganinya/memisahkannya.
Proses dehidrasi/pemisahan air pada dasarnya dilakukan dengan cara gravitasi,
mengurangi viscositas minyak, tegangan permukaan dan menggabungakan partikel-
partikel air agar tetesnya lebih besar sehingga dapat turun ke dasar. metode-metode
dehidrasi yang banyak digunakan adalah metode gravitasi settling, metode panas,
metode listrik dan metode kimia. Metode-metode ini umumnya dilakukan secara
kombinasi karena hasilnya lebih efektif.

4.2.4.1. Wash Tank


Merupakan tangki pemisahan yang dilengkapi dengan alat pemanas yang dapat
menaikkan efeisiensi pemisahan.
Gambar 4.78.
Wash tank15)
4.2.4.2. Heater Treater
Alat ini bekerja dengan metode panas, dimana panas membantu memisahkan
minyak dan memperlemah tegangan permukaan antar minyak dan air. Treater pada
dasarnya merupakan suatu penggabungan dari tiga fungsi unit terpisah, yaitu separator
minyak-gas, pemanas dan gun barrel tank. Gun barrel merupakan sistem teatment
otomatis pertama yang menyediakan tempat untuk air yang terpisah dari minyak.
Pada Gambar 4.79. tampak bahwa fluida dari sumur masuk ke dalam separator
section, dimana gas mengalir melalui suara mist extractor dan fluida mengalir ke bawah
menuju sistem free-water knock-out section.
Air bebas di alam free-water knock-out yang dipisahkan dari cairannya
seluruhnya dikeluarkan dari bagian ini. Pengeluaran air bebas ini untuk mencegah
timbulnya emulsi dan mengurangi bebas pemanasan. Minyak dan emulsi lalu mengalir
melalui deflektor plate, ke dalam heating section. Emulsi megalir melalui filter dan
diperas antara serat-serat saringan tersebut dan lapisan tipis dari emulsifying agent akan
pecah.
Setalah gas dan air bebas dikeluarkan dan setelah mengalami pemanasan,
emulsi akan mengalir melalui hay section ini menuju settling section. Pada settling
section sedapat mungkin harus bebas dari agitasi.
Gambar 4.79.
Heater Treater15)

Perhitungan kapasitas Heater Treater


Dalam perencanaan heater treater maka sangat penting di dalam menghitung
kapasitas pemanas pada firebox. Penentuannya didasarkan atas keseimbangan panas,
yaitu :
Q = W Cp T ........................................................................................... (4-102)
dimana :
Q : panas yang diperlukan, BTU/jam
Cp : specific heat cairan, BTU/lb/oF
W : berat cairan yang dipanaskan, lb/jam
T : beda temperatur, oF
Dalam perencanaan heater treater maka perlu melihat jenis emulsi, apabila ketat maka
kapasitas heater treater hendaknya dibuat 500 bbl/hari, sedang bila tidak ketat sebaiknya
kapasitas minyak 150 bbl/hari.

4.2.4.3. Oil Skimmer


Oil skimmer dirancang untuk memisahkan butir-butir minyak yang masih
tertinggal dalam air dari heater treater atau gun barrel sebelum dibuang atau
diinjeksikan ke dalam sumur. Seperti tampak pada Gambar 4.80., air yang mengandung
sedikit minyak memasuki oil skimmer melalui flow distribution section yang berisi coal
yang sangat tipis. Bagian ini berfungsi untuk mencegah timbulnya turbulensi di inlet
pada settling section. Pada settling section, aliran air tidak merupakan aliran turbulen,
hal ini menyebabkan butiran minyak akan terpisah. Minyak yang telah dipisahkan
dikeluarkan melalui outlet minyak.

Perhitungan kapasitas Oil Skimmer


Kapasitas oil skimmer tergantung pada beberapa variabel, terutama densitas air
dan minyak. Persamaan untuk kapasitas air oil skimmer adalah:
Aw L
q w = 1440 ........…….............................................................. (4-103)
5,615 t r
dimana :
qw : kapasitas air, bbl/hari
L : panjang efektif skimmer, ft
Aw : (r2/2) + y(r2 -y2) 1/2 + r2 sin-1 (y/r)
r : jari-jari tabung skimmer
y : beda tinggi antara air-minyak, h dengan jari-jari skimmer r dalam feet
tr : retention time untuk minyak, menit
Ditentukan dengan rumus :
h
tr = .................................…....….............................................. (4-104)
60 v so

dimana :
h : tinggi batas air-minyak di atas dasar skimmer
Vso : kecepatan ke atas dari partikel minyak, ft/sec
g d p ( w -  o )
2

v so =
18 
dimana :
g : 32,2 ft/detik2
dp : diameter partikel air
 : viscositas minyak, cp
Gambar 4.80.
Skema Oil Skimmer15)

4.2.5. Oil Storage


Minyak, kondensat dan air yang diproduksikan dari sumur mengalir dari
wellhead ke separator dan akhirnya ditampung dalam storage tank. Jumlah dan ukuran
tangki-tangki ini bervariasi tergantung pada tingkat produksi sumur-sumur frekuensi
aliran pipa. umumnya di lapangan-lapangan jumlah tangki akan cukup banyak sehingga
dikatakan sebagai tank battery (deretan tangki) dimana kapasitas total penyimpanannya
biasanya tiga sampai tujuh hari produksi.
4.2.5.1. Jenis tangki Penimbun
Ada beberapa jenis storage tank yang dikenal di lapangan dimana pembagiannya
didasarkan pada susunan, fungsi dan bahan pembentuknya.
Berdasarkan susunannya :
A. Primary Tank
Adalah tangki utama yang digunakan untuk menampung dan memisahkan mnyak
dari separator.
B. Surge tank
Merupakan tangki terahkir dalam suatu proses pemisahan berfungsi sebagai
penampung minyak dari hasil pemisahan.
C. Emergency Storage Tank
Tangki ini berfungsi menerima minyak yang berasal dari surge tank, jika surge tank
volumenya tidak mencakupi. Digunakan juga penampung sementara sebelum
dikirim ke terminal.
Berdasarkan Fungsinya :
A. Test Tank
Tangki ini digunakan untuk jumlah produksi satu atau beberapa sumur di lapangan.
Dengan adanya tangki pengukur ini dapat diketahui besarnya penurunan produksi
dan perbedaan antara produksi yang ada dengan produksi yang diinginkan.
B. Tangki Penimbun
Tangki untuk menyimpan gas atau minyak.

Berdasarkan bahan pembentuknya :


A. Bolted-steel tank
Merupakan tangki penyimpan yang dari bahan baja berbentuk plat atau
lempengan yang dihubungkan dengan paku kelling, sehingga mudah diangkut dan
dipasang di lapangan, seperti Gambar 4.81. tangki jenis ini sangat sesuai digunakan
pada berbagai kapasitas dari 100 sampai 10.000 bbl dan dapat dirancang sesuai
dngan kondisi lokasi. Spesifikasi tangki jenis ini diberikan pada tabel (IV-11).
Gambar 4.81.
Penampang Storage tank Jenis Bolted-Stell Tank15)

Tabel IV-12.
Spesifikasi tank Jenis Bolted-Steel15)

B. Welded-Steel tank
Adalah tangki yang tesusun dari lempengan-lempengan baja dimana
penyambungnya dilakukan dengan mengelas. Dengan kondisi ini maka keuntungan
yang didapat adalah mempu menahan tekanan gas yang lebih besar dibandingkan
dengan jenis bolted-steel tank. Kekurangannya dari jenis ini adalah tidak tersedianya
ukuran yang besar, sangat peka terhadap korosi dan harganya lebih mahal. Spesifikasi
tangki ini terlihat pada Tabel IV-13.
Tabel IV-13.
Spesifikasi Tangki Welded-Steel tank Menurut Standart API-12F15)
C. Wooden Tank
Yaitu tangki penyimpan minyak yang terbuat dari kayu, dimana jenis kayu yang
sering digunakan adalah rewood, whitepine atau cypress. Tangki ini sering digunakan
untuk mengatasi korosi, tanpa memerlukan pengecatan, tampak pada Gambar 4.83.
Sesuai dengan kebutuhan menampung minyak, maka tangki ini mempunyai
beberapa ukuran tertentu, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Gambar 4.82.
Wooden Storage Tank dengan Jenis Kontruksi Water-groove15)

D. Plastic Tank.
Tangki ini terbuat dari bahan plastik sehingga sangat cocok digunakan untuk
lapangan yang mempnyai problem korosi tinggi. keterbatasan penggunaan tangki ini
adalah umur pakai yang relatif pendek dan harganya paling mahal dibandingkan jenis-
jenis yang lain.
Tabel IV-14.
Spesifikasi Wooden Tank.......

Tabel IV-14.
Spesifikasi Wooden Tank15)
4.2.5.2. Penentuan Tekanan Kerja Tangki
Perencanaan tekanan kerja tangki haruslah lebih besar daripada tekanan uap
sesungguhnya dari fluida yang tersimpan sebagai akibat dari tekanan uap itu maka,
tangki akan dihitung pada kondisi tekanan dan temperatur permukaan cairan diruangan
gas/uap.
Untuk kondisi Pmin <Pv maka,
 T 
Pst = Pmaks + (Pv - Pmin ) maks  - A .............……............................ (4-105)
 Tmin 

Untuk kondisi Pmin <Pv maka,


Pst = Pmaks - A
dimana :
Pst : tekanan storage tank, psig
Pmaks : tank vapour pressure (TVP) padatemperatur cairan maksimum, psia
Pmin : tank vapour pressure (TVP) pada temperatur cairan minimum, psia
Pv : tekanan dimana vaccum cent terbuka, psia
Tmaks : rata-rata temperatur uap maksimum, oR
Tmin : rata-rata temperatur uap minimum, oR
A : tekanan atmosfir, psia

4.2.5.3. Penentuan Volume Oil Storage


Dalam perencanaan suatu tangki penyimpan, maka perlu ditentukan besarnya
kapasitas tangki. Besarnya kemampuan tangki untuk menampung minyak ini dapat
diketahui dengan cara menghitung besarnya volume tangki. Dengan menganggap tangki
berbentuk silider, maka isi tangki dapat dihitung dengan memakai persamaan :
  D2 
V =   H ....................................……….................................... (4.106)
 4 

dimana :
V : volume tangki
D : diameter dalam tangki
H : tinggi tangki
Di dalam prakteknya, tiap-tiap bagian dinding tangki penyimpanan mempunyai
ketebalan yang tidak sama, dimana bagian bawah tangki lebih tebal dari bagian atasnya.
Adanya bagian tangki yang tebalnya tidak sama ini dimaksudkan agar tangki mampu
menahan tekanan yang berbeda pada setiap bagian tangki. Dengan demikian untuk
menghitung secara akurat mengenai isi tangki, maka harus dilakukan dengan cara
menghitung isi setiap ketinggian bagian tangki yang mempunyai ketebalan dinding
sama. Kemudian dengan menjumlahkan isi masing-masing bagian teersebut maka
kapasitas tangki dapat diketahui secara tepat.
Di lapangan besanya kapasitas oil storage yang berbentuk silinder dapat dicari
dengan menggunakan persamaan :
B2 . D
kapasitas Total = bbl .............................................................. (4-107)
715307
dimana :
B : inside diameter, ft
D : kedalaman, ft
4.2.5.4. Pemilihan Tangki Penimbun
Dari data spesifikasi untuk tiap jenis tangki penimbun yang tersedia, kita
diharuskan untuk mengadakan pemilihan ukuran kapasitas tangki penimbun yang paling
optimal yang sesuai dengan produktivitas lapangan.
Menurut Chilingar, pemilihan tangki yang didasarkan pada produktivitas
lapangan adalah sebesar dua sampai tiga kali produksi harian maksimal lapangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan tangki penimbun ini antara lain :
1. Topografi daerah, pemilihan daerah ini sedapat mungkin dipilih yang mempunyai
topografi datar, kecuali jika dperlukan aliran fluida dengan memanfaatkan pengaruh
gravitasi.
2. Kemudahan dari sarana transportasi, mudah dijangkau dan dekat dengan fasilitas
produksi seperti station pompa dan terminal transportasi.
3. Dipilih tanah yang keras untuk menampung berat tangki dan harga tanah yang
murah.
4. Dijauhkan dari kemungkinan kebakaran dan korosi.

4.2.6. Fasilitas Produksi di Permukaan


Fasilitas produksi di permukaan adalah peralatan produksi yang terdiri dari
wellhead, kerangan-kerangan, separator dan peralatan penimbun dimana dalam
penempatannya diperlukan pengaturan dengan tata letak yang sesuai dengan keadaan
lapangan tersebut.

4.2.6.1. Tata Letak Fasilitas Produksi


Tata letak fasilitas produksi diatur mengenai posisi dan jarak pengaturannya,
dasar ini timbul mecam-macam pengaturan yang dijumpai di lapangan sebagai contoh
dapat dijumpai pada pengaturan flowline, posisi flowline yang dapat diatur dengan
posisi radial maupun sistem axial.
Flowline dengan sistem radial pada Gambar 4.48a. dapat dilihat bahwa beberapa
flowline mengalir ke suatu pipa yang dinamakan header, penempatan header
ditempatkan di tengah lokasi sumur yang ada di lapangan. Sedangkan pada posisi axial,
beberapa flowline dari sumur-sumur yang ada, bermuara terlebih dahulu pada remote
header, kemudian dari remote header fluida produksi dialirkan ke trunk line dan
selanjutnya dialirkan ke peralatan pemisah. Pada Gambar 4.84b. dapat dilihat jarak
penempatan peralatan produksi pada sumur gas dengan sistem pemisah dalam satuan
feet.
Pada gambar tersebut jarak dari kepala sumur ke separator cukup jauh sebelum
gas masuk ke separator di sini dialirkan terlebih dahulu ke header gas, ini berbeda pada
pemasangan separator pada sumur minyak yang berjarak 100 ft.
Gambar 4.83.
Posisi Tata Letak Flowline15)

4.2.6.2. Total Design System


Di dalam total design system agak berbeda dengan gathering system-nya terdiri
dan pipa-pipa, valve-valve dan sambungan-sambungan yang diperlukan untuk
menghubungkan wellhead dari setiap sumur ke bagian pemisah atau separator.
Total design system bertujuan untuk menciptapkan sistem yang aman untuk
melindungi fasilitas-fasilitas produksi agar minyak dan gas dapat di produksikan secara
aman dan efisien. Jadi Total design sistem adalah usaha untuk mengatasi gangguan yang
terjadi dan penyelesaiannya merupakan perpaduan antara teknik dan kreatifitas.
Gangguan di sini meliputi semua fasilits produksi yang ada di lapangan.

You might also like