Professional Documents
Culture Documents
Gambar 4.1.
Open Hole Completion1)
Kerugian
1. Sukar dilakukan pengontrolan terdapat produksi air atau gas
2. Sukar melakukan stimulasi pada interval produksi bila diperlukan suatu selective
stimulation
3. Harus sering dibersihkan pada interval formasi produktifnya, terutama bila
formasinya kurang kompak
4. Pemasangan casing dilakukan dengan coba-coba sebelum pemboran terhadap
formasi produktif
Gambar 4.2.
Perforated Casing Completion1)
Adapun keuntungan dan kerugian dalam penggunaan metode ini adalah sebagai
berikut :
Keuntungan :
1. Dapat mengontrol air dan gas berlebihan
2. Stimulasi dan treatment dapat dilakukan lebih selektif
3. Mudah ditambah kedalaman bila diperlukan
4. Casing ditambah kedalaman bila diperlukan
5. Casing akan menghalangi masuknya pasir, komplesi tambahan dapat dilakukan
sesuai dengan teknik pengontrolan pasir yang dikehendaki
6. Dapat disesuaikan dengan semua konfigurasi multiple completion
Kerugian
1. Memerlukan biaya perforasi
2. Interpretasi log kritis
3. Kemungkinan terjadinya kerusakan formasi lebih besar
4.1.2.3. Sand Exclusion Type Completion
Metode ini digunakan untuk mencegah terproduksinya pasir dari formasi
produktif yang kurang kompak. Metode yang umum digunakan untuk menanggulangi
masalah kepasiran adalah liner completion, gravel pack completion serta sand
consolidation.
4.1.2.3.1. Screen Liner
Dalam metode ini casing dipasang sampai puncak dari lapisan atau zona
produktif. Kemudian liner dipasang pada formasi produktif sehingga pasir yang ikut
aliran produksi tertahan oleh screen tersebut. Komplesi jenis ini dilukiskan seperti
Gambar 4.3. Keuntungan screen liner completion adalah :
1. Formation damage selama pemboran melewati zona produktif dapat dikurangi
2. Tidak ada biaya perforasi
3. Interpretasi log tidak kritis
4. Dapat disesuaikan dengan cara khusus untuk mengontrol pasir
5. Pembersihan lubang dapat dihindarkan
Kerugian screen liner completion adalah :
1. Produksi air dan gas sulit dikontrol
2. Stimulasi tidak dapat dilakukan secara selektif
3. Rig time bertambah dengan digunakannya cable tool
4. Sumur tidak mudah ditambah kedalamannya
5. Fluida tidak mengalir dengan diameter penuh
Dalam screen liner completion, dijumpai beberapa macam jenis screen liner
completion yang dapat digunakan, yaitu :
slotted screen liner atau screen liner dengan lubang berupa celah yang horizontal atau
vertikal, wire wrapped screen liner yaitu pipa saringan berupa anyaman dan prepack
screen liner yang berupa pipa saringan terdiri dari dua pipa yang diantara diisi oleh
gravel. Bentuk-bentuk dari screen liner ini ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3.
Screen Liner Completin1)
Gambar 4.4.
Perforated Liner Completion1)
Gambar 4.5.
Bentuk-bentuk dari Screen Liner (lanjutan) 12)
Gambar 4.6.
Open Hole (External) gravel Pack21)
Perencanaan dan pemakaian gravel pack open hole yang tepat akan memberikan
produktivitas lebih besar dibandingkan dengan inside gravel pack atau sand
consolidation, karena casing yang terperforasi akan bersifat membatasi dan lubang bor
yang diperbesar akan memperbaiki aliran radial yang terjadi di dalam sumur. Open hole
(external) gravel pack akan sesuai untuk diterapkan pada sumur yang indeks
produktivitasnya tidak mengalami penurunan yang besar selama produksi.
Internal gravel pack
Adalah jenis gravel pack yang diterapkan pada kondisi lubang bor dalam
keadaan tercasing dan terperforasi. Prinsip pemasangan gravel pack adalah dengan
menempatkan gravel tersebut diantara liner dan casing. Metode cased hole (internal)
gravel pack dapat diterapkan pada :
Formasi dengan internal produksi yang panjang, dimana penempatan pasir (sand)
consolidation tidak dapat diterapkan.
Formasi yang berlapis-lapis, dimana produksi diharapkan dapat dilakukan melalui
satu rangkaian pipa produksi.
Gambar 4.7.
Cased Hole (Internal) Gravel Pack21)
Faktor utama yang harus diperhatikan dalam cased hole gravel pack ini adalah
dilakukan pembersihan lubang perforasi dengan menggunakan fluida komplesi sebelum
gravel dimasukkan ke dalam lubang sumur atau formasi, hal ini dapat mencegah
terjadinya sumbatan pada alur maupun lubang perforasi. Pengoperasian gravel dengan
konsentrasi tinggi akan memberikan hasil yang baik karena fluida yang kental akibat
konsentrasi tinggi akan dapat mengurangi terjadinya pencampuran antara pasir formasi
dengan butiran gravel. Pada Gambar 4.7. ditunjukkan penempatan gravel pada internal
gravel pack completion.
Dengan mengetahui teknik penempatan gravel dalam formasi produktif, maka
bisa mendasari metode pengerjaan gravel packing. Terdapat tiga metode yang sering
digunakan dalam teknik itu yaitu reverse circulation, cross over tool dan wash-down
atau simplified method of gravel packing.
Metode Reserverse Circulation
Metode ini merupakan metode sirkulasi yang dilakukan dengan memompakan
butir gravel melalui annulus antara casing dan string, dimana kemudian fluida
pendorong akan kembali ke atas melalui screen dan kepermukaan melalui string, terlihat
pada Gambar 4.8.
Metode Cross-over Tool
Metode ini merupakan sirkulasi yang dilakukan melalui tubing dengan bantuan
pompa, melewati packer dan cross-over pipa dan kembali ke permukaan melalui
annulus antara tubing dan casing seperti terlihat pada Gambar 4.9.
Metode Wash-down atau Simplified Method
Gambar 6.10. dibawah ini memberikan langkah pengerjaan metode ini.
Gambar 4.8.
Metode Gravel Packing dengan Reverse Circulation12)
Keterangan gambar
a. Formasi produktif yang akan di gravel diperforasi, kemudian lubang dibersihkan
dari pasir formasi.
b. Rangkaian pipa diturunkan, kemudian diinjeksikan dengan tekanan tertentu.
c. Screen liner dengan packer diturunkan disertai dengan pipa pembersih (wash-pipe)
untuk membersihkan pasir yang ada di dalam lubang sumur.
d. Setelah selesai penempatan screen liner pada kedalaman yang diinginkan, maka
wash-pipe-nya diangkat.
Metode ini mempunyai keuntungan yang mempertahankan aliran kedalaman
formasi dan menjamin bahwa caving (rongga) dipenuhi oleh gravel tanpa terikutnya
sand atau shale. Pencucian screen dan liner mempunyai keuntungan untuk mengatur
packing disekitar screen yang akan membuang berbagai butir-butir halus atau debris
dalam gravel. Kesulitan yang mungkin timbul lepasnya packing dan kemungkinan
terjadinya segregasi butir.
Gambar 4.9.
Metode Gravel Packing dengan Cross-over12)
Gambar 4.10.
Simplified Methode Of Gravel Packing12)
dimana :
F : faktor formasi
: porositas batuan, fraksi
m : faktor sementasi
Sw : saturasi air, fraksi
Rt : true resistivity, ohm-m
Faktor sementasi batuan (m) dipengaruhi oleh tingkat konsolidasi batuan
penyusunnya, dimana semakin tinggi tingkat penyemenan batuan sedimen maka
semakin tinggi pula kekompakan batuan.
Kandungan Lempung
Lempung atau clay merupakan mineral yang biasanya mengendap bersama
batuan pasir. Pada batuan sedimen lempung berfungsi sebagai semen sebab mempunyai
sifat mengikat air (water wet). Apabila mineral lempung bercampur dengan air formasi
maka akan terjadi pengembangan mineral yang disebut “Clay swelling” yang bersifat
lunak sehingga butir pasir formasi yang diikat oleh mineral lempung akan mudah lepas
dan akan bergerak mengikuti aliran.
Kadar mineral lempung yang terkandung dalam batuan formasi dapat dihitung
dengan analisa data logging seperti gamma ray log, SP log dan Neutron log.
Kekuatan Formasi
Kekuatan formasi merupakan kemampuan dari formasi untuk menahan butiran
pasir yang akan terlepas dari formasi akibat diproduksikannya fluida yang terkandung
dalam reservoir. Dalam masalah kepasiran, Tixier et al berpendapat bahwa kekuatan
formasi terhadap kepasiran tergantung dari dua hal yaitu “intrinsic strength of
formation” dan kesanggupan pasir untuk membentuk lingkungan yang di sekitar
perforasi.
Besarnya intrinsic strength dipengaruhi oleh confining stress yang ditentukan
oleh tekanan pori-pori dan tekanan overburden, bentuk sorting butiran serta sementaasi
diantara butiran yang kadang-kadang diperkuat oleh clay. Besarnya kekuatan formasi
batuan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
D
Vsh = s .........................................................................…....…...... (4-
s
3)
= 0,125 (Vsh ) + 0,27 .................................................…........................ (4-
4)
1,34 x 1010 (1 U ) ( b)
G= ...........................................................….... (4-
2 (1 - ) ( T) 2
5)
1,34 x 1010 (1 ) ( b)
1/cb = ..................................................………...... (4-
3 (1 - ) ( T) 2
6)
dimana :
Vsh : kadar shale, fraksi
D : porositas dari densitas log, persen
s : porositas dari sonic log, persen
1/cb: bulk modulus, psi-1
G : shear modulus, psi-1
b : bulk density, gr/cc
t : transite time, sec/ft
U : poison’s ratio
Dari perbandingan antara shear dan bulk modulus maka besanya kekuatan formasi dapat
ditentukan.
Untuk menentukan apakah foramsi bersifat labil atau stabil, menurut Damsey,
suatu lapangan bersifat kritis terhadap masalah kepasiran, misalnya lapangan Gulf coast
G/Cb kritisnya sebesar 0,8 x 1012psi2. Ini berati bahwa untuk formasi dengan G/C b < 0,8
x 1012psi2, maka formasi tersebut tidak memproduksikan pasir.
B. Produktivity Index
Produksivitas formasi akan mencerminkan kemampuan formasi untuk
mengalirakan fluida pada kondisi tertentu, yang besarnya tergantung dari sifat-sifat fisik
batuan, fluida, dan mekanisme pendorongnya. Dimana reservoir dengan mekanisme
pendorong water drive akan mampu memberikan perolehan lebih baik dibandingkan
dengan mekanisme pendorong lainnya. Untuk memberikan gambaran yang jelas
pengaruh produktivitas formasi pada pemilihan jenis well completion, diambil contoh
produktivitas batuan rekah vokanik. Dimana pada umumnya batuan yang berbentuk
fracture mempunyai pemeabilitas yang tinggi. Akulumasi minyak terdapat pada macro
fracture maupun micro fracture, oleh karena permeabilitasnya tidak merata, maka
dengan cara open hole completion diharapkan aliran fluida dari lapisan produktif ke
lubang sumur akan menjadi besar. Sedang apabila diselesaikan secara cased hole
completion, maka fracture akan tertutup semen dan sukar ditembus perforasi.
Gambar 4.11.
Partially Penetrating Well Water Drive1)
Gambar 4.12.
Produktivity Ratio Pada Partially Penetrating Well1)
Gambar 4.13.
Pengaruh Partial Penetration dan Skin Damage
terhadap Tekanan Dasar Sumur1)
Menurut Brons dan Marting, besarnya pseudo skin dapat ditentukan dan
merupakan fungsi dua parameter, yaitu fraksi penetration (b) dan perbandingan h/rw
dimana :
total interval penembusan
b =
ketebalan total formasi produktif
Dari harga (b) dan (h/rw) untuk masing-masing kondisi maka dapat ditentukan besarnya
pseudo skin (Sb) masing-masing kondisi. Besarnya pseudo skin (Sb) ini harus dikurangi
dari besarnya skin total (St) yang diperoleh dari well test untuk mendapatkan besarnya
skin faktor mekanik (mechanical skin factor).
B. Perforated Completion
1. Pelaksanaan Perforator dan Peralatan Perforasi
Peralatan perforasi terangkum dalam suatu perforator gun, dimana jenisnya
dapat digolongkan bullet perforator dan shaped large perforator. Perbedaan dari kedua
tipe ini adalah pada jenis peluru pelubang.
Bulet Perforator
Gambar (4.14) memperlihatkan alat perforasi jenis ini. Komponen utama dari
bullet perforator meliputi :
Fluida seal disk yang menahan masuknya fluida sumur ke dalam alat diman
dapat melemahkan kekuatan membakar powder.
Gun barrel
Gun body, dimana barrel disekrupkan dan juga untuk menempatkan sumbu
(igniter) dan propelant dengan shear disk didasarnya, untuk memegang bullet
ditempatnya sampai tekanan maksimum tercapai karena terbakarnya powder.
Bullet
Thead sell
Shear Disk
Powder Centrifuge
Contact-pin Assembly
Back Contack Spring
Prinsip kerja bullet perforator karena arus listrik melalui wireline timbul
pembakaran pada propelant dalam centrifuge-tube sehingga terjadi ledakan yang
melontarkan bullet dengan kecepatan tinggi.
Keuntungannya :
1. Bullet lebih murah dan mudah dari jet perforator
2. Bullet menyebabkan perekahan formasi yang dapat dipakai pada formasi yang
tebal
3. Perforasi yang dihasilkan bersifat “burrless” (rata pada bagian dalam) serta
lubang berbentuk bulat, dengan kondisi ini maka sebagian perforasi dapat ditutup
dengan klep-klep bola/ball sealer sementara waktu diperlukan
4. Bullet cocok untuk formasi lunak, dimana ia dapat menebus lebih dalam
dibanding jet
Keterbatasannya
1. Efek fracturing dapat merugikan bila lapisan produktif tipis-tipis dan air atau fluida
formasi lainnya ikut terproduksi pula
2. Bullet tidak dapat digunakan untuk temperatur yang tinggi, lebih dari 250 oF
3. Bullet sukar menembus formasi yang keras, dan untuk casing yang terlalu
tebal/berlapis-lapis
4. Bullet yang ukuran kecil tidak memberikan hasil yang baik
Gambar 4.14
Kontruksi Bullet Peerforator1)
Jet Perforator
Proses perforasi dengan jet perforator dilukiskan dalam Gambar 4.15.
Detonator elektris memulai reaksi berantai dimana berturut-turut meledakkan
primacord, booster berkecepatan tinggi di dalam change dan akhirnya peledak utama.
Tekanan tinggi yang dihasilkan oleh bahan peledak menyebabkan logam di dalam
charge liner mengalir, memisahkan inneer dan outer liner. Pembentukan tekanan lebih
lanjut pada liner menyebakan suatu dorongan jet berkecepatan tinggi dan menyebabkan
suatu dorongan jet berkecepatan tinggi dan pertikel-partikel yang dimuntahkan dari
cone pada kecepatan sekitar 20.000 ft/sec tekanan pada titik unjungnya kira-kira 5 juta
psi.
Selubung terluar liner rusak untuk membentuk suatu gerakan aliran metal yang
rendah dengan kecepatan antara 1500 dan 3000 psi. Sisa outer liner ini mungkin dapat
membentuk slug tunggal yang disebut sebagai carrot atau aliran partikel-partikel logam.
Keuntungannya
1. Dapat digunakan untuk temperatur sampai 400 oF
2. Rekahan yang terjadi tidak terlalu besar sehingga cocok untuk formasi yang tipis
3. Lebih banyak tembakan yang dapat dilakukan untuk sekali penurunan gun ke
dalam sumur, sehingga untuk formasi dengan interval yang panjang akan lebih
baik dan murah.
4. Jet perforator menembus formasi keras tapi baik
5. Untuk operasi dalam tubing (parmaneny type completion) hanya jet yang cocok
karena alat untuk bullet memerlukan diameter yang besar agar peluru cukup besar
diameternya
Keterbatasannya
1. Rekahan yang terbentuk tidak terlalu lebar sehingga tidak banyak membantu
meningkatkan permeabilitas pada lapisan yang tebal
2. Penggunaan ball sealer tidak dapat dipakai karena hasil pelubangan yang runcing
dibagian dalam dan tidak bulat di bagian luar
3. Jet lebih mahal jika dibandingkan dengan bullet bila dipakai pada interval
perforasi yang pendek atau sedikit jumlah penembakannya
Pengerjaan perforasi ini sangat penting sekali karena mempengaruhi
produktivitas sumur. Beberapa hal yang perlu direncanakan dalam pengerjaan perforasi
adalah menentukan posisi dan intrval perforasi.
Gambar 4.15.
Prinsip Kerja Jet Perforator1)
2. Penentuan Interval dan Posisi Perforasi
Dalam proses produksi minyak dapat terjadi water conning, dimana hal ini akan
memberikan pengaruh negatif terhadap perolehan minyak. Dengan fenomena gas dan
water conning tersebut, maka para ahli mencari hubungan antara laju produksi kritis
dengan parameter reservoir serta parameter produksi untuk menentukan interval
perforasi dan posisinya.
Metode Chierici
Beberapa anggapan yang digunakan dalam metode ini untuk mendapatkan laju
produksi kritis, adalah :
1. Reservoir homogen
2. Bidang kontak antar fluida horizontal dan statis
3. Pengaruh tekanan kapalier diabaikan
4. Fluida reservoir incompresibel
5. Aquifer terbatas sehingga tidak merupakan tenaga pendororng
6. Pengembangan gas cap pelan-pelan, sehingga gradien potensial dapat diabaikan
Dengan anggapan-anggapan tersebut di atas maka Chierici menurunkan
persamaan dalam tujuan penentuan posisi dan interval perforasi adalah sebagai berikut :
wo K ho
Qow = 0,003073 h 2 rDe , , w ................................. (4-11)
Bo o
og K ho
Qog = 0,003073 h 2
Bo o
rDe , , g .................................. (4-12)
dimana :
Qow : laju produksi maksimum minyak tanpa terjadi water conning, STB/hari
Qog : laju produksi maksimum minyak tanpa terjadi gas conning, Mscfd
h : ketebalan zona minyak, ft
Kho : permeabilitas efektif horizontal minyak, md
: fungsi yang tak berdimensi
: b/h : panjang interval perforasi/ketebalan zone minyak
rDe : (re/h) K vo / K ho
Kvo : permeabilitas efektif verikal minyak, md
g : Lg/h = jarak antara GOC-top perforasi/ketebalan zona minyak
w : 1 - g
: Lw/h = jarak antara WOC-bottom perforasi/ketebalan zona minyak
Dari persamaan di atas, suatu syarat untuk tidak berproduksinya air dan gas bebas ke
permukaan adalah :
Qo Qow atau Qo Qog
Gambar di bawah menunjukkan diagram sistem water dan gas conning.
5 rDe 80
0 0,75
0,07 0,9
Penetuan interval dan posisi perforasi dengan metode ini didasarkan pada gambar-
gambar tersebut.
Gambar 4.16
Diagram Sistem Water dan Gas Conning di dalam Formasi yang Homogen1)
Untuk kasus gas dan water conning yang terjadi bersama-sama seperti yang terlihat
pada gambar (4.18), laju aliran minyak maksimum dibagi menjaadi dua aliran, pertama
Qog yang diambil di atas bidang zo, disebut laju aliran minyak maksimum tanpa gas dari
gas conning, dan Qow yang diambil bidang bagi zo, disebut laju aliran minyak
maksimum tanpa air dari water conning.
Persamaan-persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
( o - g ) K o
Q og = 1,535 (h - z o ) - (h - D - h c - z o ) 2 ................... (4-15)
o ln (re / rw)
( w - g ) K o
Q ow = 1,535 (z o 2 - (z o - h + D)) ................................ (4-16)
o ln (re / rw)
sehingga Qo maksimum = Qog + Qow ......................................................................... (4-17)
dimana :
Qo maks : laju produksi maksimum tanpa produksi air dan gas, bbl/hari
w : berat spesifik air
o : berat spesifik minyak
g : berat spesifik gas
hc : interval perforasi
D : jarak dari puncak zone minyak ke dasar perforaasi, ft
zo : jarak dari dasar zone minyak ke bidang bagi, ft
Gambar 4.17.
Kurva Fungsi terhadap rDe untuk Menentukan Interval Perforasi1)
o - g
zo = h ...................................................................................... (4-19)
w - g
Gambar 4.18.
Kondisi Water and Gas Conning Menurut Pirson35)
Gambar 4.19.
Grafik Hubungan kv/kh terhadap Hubungan Qo/Qp dan Densitas Perforasi21)
4. Perhitungan Diameter Perforasi
Pada gambar dibawah ini menunjukan bahwa untuk mendapatkan rate sebesar
100 bbl/day, dengan kedalaman penetrasi perforasi 12 inchi (305 mm) dan dimeter
lubang perforasi sebesar 0,375 inchi (9,5) dibutuhkan drowdown (P) sebesar 1,0 psi.
Jadi dengan menggunakan persamaan Fanning diatas dapat ditentukan diameter
lubang perforasi pada rate (laju aliran) yang diinginkan, dengan catatan bahwa
parameter-parameter yang lain sesuai seperti yang tertera pada grafik, yaitu :
f (friction faktor) = 0.85
L (perforation lengtih) = 12
(spesific gravity minyak) = 0.85
K.C. Hong, mengambarkan pengaruh pola perforasi terhadap productivity ratio,
seperti terlihat pada Gambar 6.22.
Gambar tersebut menggambarkan productivity ratio versus kedalaman penetrasi
perforasi untuk tiga pola perforasi.
Gambar 4.20.
Produktivity Ratio Diameter Lubang Perforasi21)
Gambar 4.21.
Grafik Drowdown vs Diameter Lubang Perforasi21)
dari Persamaan Fanning
Ketiga pola tersebut disusun secara vertikal dan lurus, dimana pola pertama
(yang terbawah) mempunyai phasing 0o yang disebut “srtip Shooting”, pola yang
kedua (ditengah) mempunyai phasing 90o dan pelubangan dilakukan pada suatu bidang
horizontal (simple pattern), sedangkan pola ketiga (teratas) juga mempunyai phasing
90o tetapi pelubangan dilakukan pada dua bidang horizontal . Permeabilitas vertikal dan
hirizontal diasumsikan sama.
Pola pertama (strip shooting) menghasilkan productivity ratio yang lebih rendah
bila dibandingkan dengan kedua pola lainnya. Hal ini disebabkan oleh distribusi tekanan
pada kedua pola menghasilkan drow-down yang lebih merata untuk memproduksi fluida
yang lebih besar.
Pada formasi yang isotropic (permeabilitas horizontal dan vertikal sama),
keseragaman besarnya drow-down dihubungkan terhadap jarak antara pelubangan yang
berdekatan. Jarak yang terbesar terdapat pada pola ketiga (staggered pattern),
(staggered pattern), sehingga pola tersebut mempunyai productivity ratio yang
tertinggi.
Gambar 4.22.
Pengaruh Pola Perforasi pada Produktivity Ratio21)
Gambar 4.24.
Produktivity ratio vs Kedalaman Penetrasi pada Berbagai
Harga Density Perforasi21)
5. Perhitungan Faktor Skin Perforasi
Laju aliran dari formasi kedalam sumur pada perforted casing completion,
dipengaruhi oleh kerusakan (damage) dan lubang perforasi. Dalam hal ini keduanya
dapat dikatakan sebagai skin yang sama secara kwantitatif dapat berharga positif atau
negatif. Untuk selanjutnya masing-masing dinyatakan sebagai skin damage (Sd) dan
skin perforasi (Sp).
Sedangkan hasil dari analisa tes tekanan memberikan harga skin total (St), dimana :
St = Sd + Sp ................................................................................................... (4-19)
Teori analisa fluida menuju ke sumur menganggap geometri aliran radial dengan
batas-batas r = rw (dinding.formasi) dan r = re (batas pengurasan). Apabila faktor skin
diperhitungkan sebagai kehilangan tekanan, maka persamaan menjadi :
7,08 k h (Pr - Pwf)
q = ............................................................ (4-22)
B (ln (re / rw) - 1 / 2 + S)
dimana :
S = St untuk sumur berselubung (ber-casing)
St = Sd atau Sp = 0 untuk open hole completion
Dalam hal ini, makin kecil diameter perforasi, semakin besar skin perforasinya.
Dan makin banyak lubang juga makin dalam perforasinya, maka skin semakin kecil.
Untuk menentukan harga skin faktor akibat perforasi (Sp), K.C. Hong telah
membuat beberapa grafik seperti pada gambar 6.25 (simple pattern) dan gambar (4.26)
(Staggered patterns)
Gambar 6.27 berfungsi untuk koreksi bila diameter perforasi 0,25 dan 1,0 inch.
Langkah-langkah untuk menentukan (Sp) dengan menggunakan grafik sebagai
berikut :
1. Tentukan harga :
Diameter sumur (dw) yaitu diameter outside casing (OD) ditambah dua kali
ketebalan semen.
Ratio permeabilitas vertikal dengan horizontal, kv/kh
Pola perforasi (yaitu harga perforations phasing, 0 dan masing-masing
perforasi, h)
Depth of penetration (dihitung dari muka semen), ap.ap adalah total Berea
Sandstone sebagai dasarnya, yang memiliki compresive strength sebesar 6500
psi. Jika harga compresive strength untuk suatu formasi diketahui, harga ap
dapat dikoreksi dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Bullet Perforation :
1,15
C
Pf = PB B ........................................................................... (4-23)
Cf
Jet Perforation :
-5
Pf PB e 8,6 x 10 (C B - C f ) ........................................................... (4-24)
dimana :
Pf = penetration in formation, in = ap
PB = TCP pada Beroa Sandstone, in
CB = compressive strength pada Barea Sandstone, 6500 psi
Cf = compressive strength pada formasi, psi
2. Gunakan Gambar 4-25 (untuk simple patterns) atau Gambar 6-26 (untuk
staggered patterns) untuk mendapatkan harga (Sp). Mulailah dari sisi kiri
nomogram dan dibuat garis penghubung dengan parameter-parameter dari
langkah 1.
3. Dengan memakai Gambar 4.27, dilakukan koreksi harga Sp dari langkah 2 untuk
diameter perforasi yang berbeda. Setelah harga Sp didapat, maka dapat dihitung
harga skin total (St) apabila skin damage (Sd) diketahui, sehingga perhitungan
productivitas sumur bisa dilakukan dengan menggunakan Persamaan 4-21.
Sedangkan untuk menetukan productivity ratio-nya dapat menggunakan
persamaan :
re
qp ln
Produktivity Ratio (PR) = = rw
........................................ (4-25)
q re
St + ln
rw
Apabila St berharga negatif, berarti PR akan mempunyai harga lebih dari satu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa laju produksi sumur yang diperforasi dapat lebih
besar dari laju produksi sumur pada kondisi open hole.
Gambar 6.25.
Grafik untuk menentukan perforation skin
faktor (Sp, (Simple patterns, 1/2 inch perforation) 21)
4. Dengan memakai Gambar 4.27, dilakukan koreksi harga Sp dari langkah 2 untuk
diameter perforasi yang berbeda. Setelah harga Sp didapat, maka dapat dihitung
harga skin total (St) apabila skin damage (Sd) diketahui, sehingga perhitungan
productivitas sumur bisa dilakukan dengan menggunakan Persamaan 4-21.
Sedangkan untuk menentukan productivity ratio-nya dapat menggunakan
persamaan :
re
qp ln
Produktivity Ratio (PR) = = rw
........................................ (4-25)
q re
St + ln
rw
Apabila St berharga negatif, berarti PR akan mempunyai harga lebih dari satu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa laju produksi sumur yang diperforasi dapat lebih
besar dari laju produksi sumur pada kondisi open hole.
Gambar 6.26.
Grafik untuk perforation skin faktor (Sp) (Simple patterns, 1/2 inch perforation) 21)
Gambar 6.27.
Koreksi Sp untuk diameter perforasi 0.25 inch dan 1.0 inch21)
P =
2,30 x 10 -4
Bo 2 o (1 / rp + 1 / re) 2
+ ...
Lp 2 q
............................. (4-27)
o Bo (ln re / rp)
q
7,08 x 10 -3 Lp kp
dimana :
a =
2,30 x 10 -4
Bo 2 o (1 / rp + 1 / re)
Lp 2
o Bo (ln re / rp)
b = q
7,08 x 10 -3 Lp kp
2,33 x 1010
= turbilence faktor, ft -1 = kp
1,201
dimana :
Bo = faktor volume formasi, bbl/STB
o = densitas minyak, lb/cuft
Lp = perforation length, ft
Kp = permeabilitas compact zone, md (kp = 0,1 k formasi, jika overbalanced dan
kp = 0,4 k formasi, jika konsidi underbalanced).
rp = jari-jari lubang perforasi, ft
re = jari-jari compact zone, ft (re = rp + 0,5 inch)
o = voscositas minyak, cp.
Tabel IV-1
Perforating Gun data21)
Wilson : W = d 10 ......................................................................................(4-28)
Coberly : W = 2d10.......................................................................................(4-29)
Gill : W = d 15 ......................................................................................(4-30)
De Priester : 0,050 in. s W s d 20 .......................................................................(4-31)
dimana :
W = ukuran pelubangan screen liner, inch
d10 = diameter butir pasir pada titik 10 % berat kumulatif pada kurva distribusi, in
d15 = diameter butir pasir pada titik 15 % berat kumulatif pada kurva ditribusi, in
d20 = diameter butir pasir pada titik 20 % berat kumulatif pada kurva distribusi, in
Selain ukuran lebar celah, faktor penting lainnya adalah perencanaan diameter
screen yang akan digunakan. Perencanana dimeter screen dimaksudkan untuk
memperoleh produktivitas yang tinggi dan kemudian pengoperasikan pada sand control
dengan gravel pack. Beberapa petunjuk yang digunakan untuk merencanakan diameter
screen pada sumur-sumur yang dipasang casing, antara lain adalah :
1. Secara pratis, diameter luar (OD) screen paling tidak berukuran 2 inc lebih kecil
dibanding diameter dalam (ID casing)
2. Screen tidak membutuhkan diameter yang lebih besar dari diameter prodution
string.
Tabel (IV-2) dibawah ini menunjukkan diameter screen yang dianjurkan untuk
setiap diameter casing tertentu.
Disamping hal tersebut di atas, berikut ini adalah beberapa petunjuk yang
digunakan untuk merencanakan diameter dari screen pada open hole completion, yaitu :
1. Diameter luar screen paling tidak berukuran 4 inch lebih kecil dibanding diameter
lubang sumur
2. Screen tidak selalu membutuhkan diameter yang lebih besar dari diameter
produktion string
Tabel IV-2
Diameter screen yang dianjurkan21)
Casing Size Maksimum Screen Diameter
OD WT ID Pipe OD Wire OD
(in) (lbs) (in) (in) (in)
4 9,5 3,5 1 1,815
4 –1/2 11,6 4,0 1-1/4 2,160
5 18,0 4,2 1-1/2 2,400
5 –1/2 17,0 4,8 2-3/8 2,875
6 5/8 24,0 5,9 3-1/2 4,000
7 29,0 6,1 3-1/2 4,000
7 5/8 33,7 6,7 4 4,500
8 5/8 36,0 7,8 5 5,500
9 5/8 47,0 8,6 5-1/2 6,000
dimana :
Ve : kecepatan aliran masuk, ft/dt
Q : gross Produktion rate, ft3/dt
Ap : luas lubang perforasi, ft
0,5 : safety factor karena adanya plugging
3. Tentukan ukuran butiran kritik
Untuk C < 5, kecepatan < 0,05 gunakan d10
Untuk C > 5, kecepatan > 0,05 gunakan d40
Untuk C > 5, kecepatan < 0,10 gunakan d70
4. Tentukan ukuran gravel kritik
Ukuran gravel kritis = 6x ukuran pasir kritik
5. Pada grafik persen kumulatif berat vs ukuran butiran dibuat lurus melalui titik
gravel kritik dengan koefisien arah C , 1,5.
6. Tentukan range ukuran gravel dari Do sampai d100, kemudian diubah ke dalam
satuan mesh tyler
7. Stangard pelubang screen liner diambil pada harga d100.
8. Bila ukuran slot hasil perhitungan berbeda lebih dari 20 % dengan perkiraan, maka
perhitungan diulangi lagi dengan ukuran slot hasil perhitungan dijadikan sebagai
anggapan baru.
Gambar 4.28.
Single Completion Jenis Open Hole1)
b. Perforated Completion
Yaitu cara komplesi yang dilakukan bila formasinya kurang kompak dan bila
diselingi lapisan-palisan tipis dari air atau gas, seperti yang terlihat pada Gambar 4.29.
Gambar 4.29.
Single Completion Jenis Perforated1)
Gambar 4.31.
Single Completion Pumping Well1)
Flowing Well-tubing Folw, Gambar 4.32.
Gambar 4.32.
Single Completion Flowing Well-tubing Flow1)
Di sini tubing dan packer dipasang bersama-sama. Dengan demikian aliran
produksi lewat di dalam tubing.
Gambar 4.34.
Single Tubing dengan Dual Packer dan Tubing1)
Gambar 4.35.
Two Paakers-two Tubing Strings “Paralel” Dual Completion 1)
Dengan demikian masalah kepasiran dan artificial lift dapat diselesaikan dengan baik,
akan tetapi biaya komplesinya menjadi mahal, dikarenakan setiap lapisan mempunyai
komplesi sendiri-sendiri.
2. Dual Well with Two Alternated Completion
Metode ini didasarkan letak kedua lapisan produktif yang akan diplilh untuk
diselesaikan, maka dapat diproduksikan melalui rangkaian tubing yang panjang atau
yang pendek, seperti pada Gambar 4.36.
3. Triple Completion-Three Zones, Two Paker or Three Packer and Twoor Three
Tubing Strings
Komplesi jenis ini diselesaikan dengan dua atau tiga tubing dan dua atau tiga
packer. Dengan cara ini dapat menghasilkan total produksi harian yang tinggi tiap
lubang sumur dan pada umumnya dapat memperbaiki ongkos yang telah dikeluarkan.
Tetapi komplesi ini sulit untuk dipasang dan mudah dikenai problem komunikasi antar
lapisan, lihat Gambar 4.37.
4. Multiple Packer Completion
Jenis komplesi ini memisahkan aliran fluida dari masing-masing zona yang
dilakukan dengan memakai packer. Konfigurasi multiple packer ini ditunjukkan pada
Gambar 4,38a. Kelemahan metode ini adalah artificial lift sulit diterapkan dan
workover tidak mudah dilakukan.
5. Multiple Tubingless Completion
Sistem komplesi ini tidak memakai production tubing, tetapi menggunakan
casing berukuran kecil, biasanya berukuran 27/8”. Konfigurasi multiple tubingless
completion ini dapat dilihat pada Gambar 4.38b.
Metode ini sesuai untuk sumur-sumur yang mempunyai masa produksi relatif
panjang, adanya masalah fracturing, acidizing, sand control dan masalah lain yang
memerlukan stimulasi atau treatment. Untuk sumur yang menghasilkan fluida bersifat
korosif, cara ini tidak cocok karena casing produksi disemen secara permanen.
Keuntungan multiple tubingless completion
1. Mengurangi biaya, karena menggunakan casing produksi yang besar dapat
dihindarkan dan tidak memerlukan packer ataupun peralatan produksi lainnya.
Juga biaya komplesi dan dan workover dimasa datang lebih murah.
2. Masing-masing zona dapat diproduksi tanpa mengganggu zona yang lain.
3. Tidak ada kerugian karena kebocaran packer atau tubing
4. Pelaksanaan artifisial lift, penutupan atau workover suatu zona tidak mengganggu
zona yang lain sehingga lebih aman
Kerugian multiple tubingless completion
1. Laju produksi terbatas
2. Pengontrolan zona pasir yang tebal sulit dilakukan. Juga pengerjaan stimulasi atau
treatment lebih sulit dilakukan untuk laju produksi yang tinggi
3. Resiko yang tinggi akibat adanya tekanan fluida sumur
Gambar 4.36.
Dual Well With Two Alternated Completion 1)
Gambar 4.37.
Triple Completion-Three Zone, Two or Three Packers,
Two or Three Strings1)
Gambar 4.38.
a. Multiple Packer Completion
b. Multiple Tubingless Completion 1)
4.1.3.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Tubing Completion
Agar dihasilkan laju produksi yang optimum harus diperhatikan faktor pressure
loss atau kehilangan tekanan yang erat kaitannya dengan hubungan ukuran tubing yang
digunakan. Selain itu dalam menentukan jenis tubing komplesi perlu dipertimbangkan
sifat-sifat fluida produksi yang mungkin menimbulkan masalah produksi sehingga
memudahkan operasi treatment atau workover dimasa mendatang.
A. Jumlah Lapisan Produktif dan Produktivitas Sumur
Untuk sumur yang memiliki satu zona produktif maka produksi dilakukan
melalui satu production string (single completion). Sedangkan untuk reservoir berlapis
(lebih dari satu zona produktif) dapat juga diproduksi dengan satu tubing (commingle
completion). Metode ini digunakan apabila kondisi reservoir untuk masing-masing
lapisan produktif hampir sama serta jarak antar lapisan tersebut tidak terlalu jauh. Bila
kondisi dari setiap lapisan berbeda, misalnya mekanisme pendorong dan jumlah
cadangan dari masing-masing lapisan tersebut memiliki produktivitas dan tekanan
formasi yang berbeda pula. Dalam kondisi seperti ini maka masing-masing lapisan
produktif diproduksikan melalui tubing yang berbeda. Jenis komplesi ini dikenal dengan
multiple completion.
Bila pada sumur yang memiliki lebih besar dari satu lapisan atau zona produktif
dengan perbedaan tekanan formasi (Pf) cukup besar, yaitu Psu (tekanan upper zone) lebih
besar dari Pfi (tekanan formasi lower zone) dilakukan single completion, maka
perbedaan tekanan tersebut akan berpengaruh pada kemampuan produksi dari zona
dengan tekanan formasi yang lebih rendah karena adanya “interflow”. Interflow akibat
Psu lebih besar dari Pfi dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pwfi = Pwfu + G f h ................................................................................. (4-36)
Drowdown pressure untuk upper zone = Psu - Pwfu
Drowdown pressure untuk upper zone = pw1 - Pwf1
= pw1 - Pwfu - Gf h
karena :
(Psu - Pwfu) > (Ps1 - Pwfu - Gf h)
Maka perbedaan tekanan yang menyebabkan interflow adalah :
Pif = Pwu - Pw1 + Gf h ............................................................................... (4-37)
dimana :
Pif : perbedaan tekanan yang menyebabkan interflow, psig
Psu : tekanan formasi upper zone, psig
Pw1 : tekanan formasi lower zone psig
Pwfu : tekanan aliran dasari sumur upper zone, psig
Pwf1 : tekanan aliran dasar sumur lower zone, psig
Gf : gradien tekanan fluida produksi, psi/ft
h : perbedaan kedalaman antara upper dengan lower zone
Gambar 4.39.
Terjadinya interflow Akibat Adanya Perbedaan Tekanan
Formasi Antara Dua Lapisan 1)
Untuk suatu ukuran tubing, GLR dan kedalaman tertentu, serta berdasarkan
grafik distribusi tekanan dari salah satu metode vertikal lift performence (VLP), maka
dapat dibuat suatu tabel seperti yang terlihat pada halaman berikutnya, bila tubing head
pressure telah diketahui.
Beberapa ukuran tubing misalnya 1,9”, 2 3/8” dan 2 7/8” sehingga dihasilkan
suatu grafik seperti dalam Gambar 4.40. Seandainya grafik IPR terpotong oleh ketiga
ukuran tubing tersebut maka harus dipilih salah satu dari ketiga ukuran tubing tersebut
yang dapat memberi laju produksi optimum. Apabila tidak terdapat perpotongan antara
grafik IPR dan TPC untuk ukuran tubing manapun, berarti sumur yang bersangkutan
sudah tidak mampu lagi berproduksi secara sembur alam.
Tabel IV-4
Penentuan Tekanan Aliran Dasar Sumur (Pwf)
untuk Tiap Laju Aliran yang Dimisalkan 30)
q eq eq Pwf
(bbl/D) (ft) (ft) (psi)
- - - -
- - - -
- - - -
- - - -
dst
dimana :
q = laju aHB
dimana :
m = L . HL + g (1 - HL)
Hagedorn dan Brown, menunjukkan bahwa hold-up (HL), dapat dihubungkan dengan
empat parameter tidak berdemensi sebagai berikut :
NLv = 1,938 VsL (L/)0,25 .................................................................... (4-39)
Ngv = 1,938 Vsg (L/)0,25 .................................................................... (4-40)
Nd = 120,872 . d (L/)0,25 .................................................................. (4-41)
NL = 0,157226 L (1/(L. )3)0,25 ......................................................... (4-42)
dimana :
d : ft
: lb/cuft
VsL : ft/sec
Vsg : ft/sec
L : cp
: dyne/cm
Tetapi harus diingat bahwa korelasi hold-up ini merupakan korelasi pseudo
hold-up. Hal ini disebabkan karena Hagedorn dan Brown tidak melakukan pengukuran
hold-up, melainkan hold-up ditentukan berdasarkan perhitungan atas dasar data
penurunan tekanan dan faktor gesekan yang ditentukan dengan bilangan Reynold.
Gambar 4.42.
Korelasi Faktor Hold-up (After Hagedorn) 30)
Untuk menentukan harga hold-up, diperlukan faktor korelasi sekunder () yang
grafiknya diperlihatkan pada Gambar 4.42.
Berdasarkan parameter-parameter tersebut, maka gradien tekanan dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan (4.38).
Prosedur perhitungan gradien tekanan dengan metode Hagedorn dan Brown,
adalah sebagai berikut :
1. Hitung tekanan rata-rata antara dua titik teanan dalam satuan psia.
Pav = (P1 + P2)/2 + 14,7
Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan titik tekanan adalah :
a. Apabila perhitungan dimulai dari permukaan dengan tekanan lebih kecil dari
100 psi, maka perbedaan antara dua titik takanan yang berurutan harus sebesar
25 psia, sampai tercapai tekanan 400 psi, setalah itu perbedaan antara dua titik
yang berurutan dapat diambil lebih besar.
b. Apabila dimulai dari dasar sumur, yang tekanannya lebih besar dari 1000 psia,
maka perbedaan tekanan antara dua titik tekanan yang berurutan dapat diambil
200 psia.
2. Hitung specific Gravity dari minyak
3. Tentukan massa total, sesuai dengan 1 STB cairan
1 1
m = o (350) + w + 0,0764 (GLR) g
1 + WOR 1 + WOR
13. Hitung liquid viscositas number (NL) dengan menggunakan persamaan (4-24)
14. Dari Gambar 4-28. tentukan harga CNL
15. Hitung luas permukaan tubing (Ap)
Ap = ( . d2/4)
16. Dari korelasi yang tersedia, tentukan faktor volume formasi minyak (Bo), pada
tekanan dan temperatur rata-rata.
17. Dengan menganggap Bw = 1,0, hitung suoerficial liquid velocity (VSL, ft/sec)
5,61 qL 1 WOR
VsL = . Bo + Bw
86400 . Ap 1 + WOR 1 + WOR
Gambar 4.43.
Korelasi Untuk Faktor Koreksi Sekunder (After Hagedorn) 30)
18. Hitung liquid velocity number (nLv) dengan persamaan (4-39)
19. Hitung superficial gas velocity (Vsg)
qL . GLR - Rs (1/(1 WOR)) 14,7 520 z
Vsg
86400. Ap P T 1
Apabila harga A > 0,13 maka gunakan harga tersebut untuk perhitungan
selanjutnya, tetapi bila A < 0,13 gunakan harga A = 0,13
Selanjutnya hitung harga B, yaitu :
B = Vsg /(Vsg + VsL)
Apabila (A-B) berharga positif atau sama dengan nol, maka metode Hagedorn dan
Brown dapat digunakan, tetapi apabila berharga negatif, maka metode Hagedorn
dan Brown, dianjurkan untuk digunakan.
22. Hitung pipa diameter number (Nd) dengan rumus (4-41)
23. Hitung fungsi korelasi hold-up dengan persamaan :
NLv P CNL
m = 0,575 0,10
Ngv 14,7 Nd
29. Tentukan harga /d, apabila harga tidak diketahui gunakan harga 0,00015 ft,
yang mana harga ini merupakan harga rata-rata untuk comercial pipe
30. Tentukan faktor gesekan dengan menggunakan gambar (4.35).
31. Hitung densitas dua fasa rata-rata, ada dua cara
Dengan memperhitungkan slip, yaitu :
m L HL g (1 - HL)
Bandingkan kedua harga densitas tersebut, dan yang digunakan adalah yang
densitasnya lebih besar.
32. Ulangi langkah-langkah 5, 7, 16, 17 dan 19, untuk tekanan-tekanan P1 dan P2.
33. Hitung kecepatan campuran dua fasa pada tekanan P1 dan P2, sebagai berikut :
Vm1 = VsL1 + Vsg1
Vm2 = VsL2 + Vsg2
34. Tentukan harga (Vm2), yaitu :
(Vm2) = Vm12 - Vm22
36. Mulai dari P2 kedalaman titik tekanan P2, anggaplah titik tekanan yang lain dan
ulangi prosedur di atas
Gambar 4.44.
Hubungan Bilangan Reynold dan Faktor Gesekan30)
Tabel IV-5.
Konstantan untuk Penentuan Liquid Hold-Up
No Pola Aliran a b c
1 Segregated flow 0.980 0.4846 0.0868
2 Intermittent flow 0.845 0.5351 0.0173
3 Distribusi flow 0.065 0.5824 0.0609
dimana :
n = L L +g g ....................................................................... (4-55)
Tabel IV-6
Konstanta Untuk Penentuan Faktor Koreksi Liquid Hold-up Pada Pipa Vertikal
Pola Aliran d e f g
Segregated flow up-hill 0,011 - 3,768 3,5390 - 1,614
Intermitted flow 2,965 0, 305 - 0,4473 0,0978
Distribusi flow up-hill - - - -
Semua pola aliran down- 4,700 - 0,3692 0,1244 - 0,505
hill
ftp
ftp = fn ............................................................................... (4-54)
fn
1
fn = 2
NRe
(2 log 4,5223 log (NRe) - 3,8215)
dimana :
n = L L + g g
Perbandingan antar faktor gesekan dua fasa (ftp), dengan faktor gesekan no-slip (fn),
adalah sebagai berikut :
( ftp / fn ) = eS ............................................................................................. (4-56)
ln y
S =
-0,0523 + 3,182 ln y - 0,8725 (ln y) 2 + 0,01853 (ln y) 4
............................................. (4-57)
dan
L
y =
(HL ( )) 2
harga S menjadi tidak terbatas untuk : 1 < y < 1,2 pada selang harga ini, S ditentukan
dengan persamaan :
S = ln (2,2 y - 1,2) ...................................................................................... (4-58)
Persamaan untuk menghitung gradient tekanan.
Beggs dan Brill menentukan gradien tekanan dengan persamaan berikut :
g ftp Gm Vm
tp sin i +
dP gc 2 gc d
= ..................................................... (4-59)
dZ 1 - tp Vm Vsg
gc P
dimana :
Gm : total massa flux rate, Gm = GL + Gg
GL : liquid flux rate
Gg : gas flux rate
tp : densitas dua fasa
Vm : kecepatan campuran, VsL + Vsg
VsL: superficial liquid velocity
Vsg : superficial gas velocity
Prosedur perhitungan gradien tekanan dengan menggunakan metode Beggs dan
Brill, adalah sebagai berikut :
1. Menghitung tekanan rata-rata dan kedalaman rata-rata anatara dua titik takanan
P = (P2 + P2)/2 dan Z = (Z1 + Z2)/2
2. Menentukan temperatur rata-rata (T), pada kedalaman rata-rata. temperatur dan
kedalamaan.
3. Dari data PVT atau korelasi PVT, hitung harga-harga : Rs; Bo; o; g; w, o, w
dan Zg pada tekanan temperatur rata-rata.
4. Menentukan spesific gravity minyak (o).
5. Menghitung densitas cairan dan gas kondisi dan temperatur rata-rata, yaitu :
1 WOR
L = o +w
1 + WOR 1 + WOR
350 o + 0,0764 Rs g
o =
5,615 Bo
350 w
w =
5,615 Bw
0,0774 g P 520
g =
14,7 (T + 460) Zg
12. Hitung variabel-variabel yang merupakan batasan pola aliran, yaitu L1, L2, L3, L4.
13. Menentukan pola aliran berdasarkan harga variabel-variabel paa langkah 12.
14. Menghitung liquid hold-up pada kondisi horisontal HL (o) denngan menggunakan
persamaan (4-52).
15. Menghitung faktor koreksi kemiringan (C) dengan menggunakan persamaan (4-54)
tp = L HL + g Hg
16. Menghitung ftp/fn dengan menggunakan persamaan (4-57), (4-58) dan persamaan
(4-59)
17. Menghitung no-slip friction faktor (fn) dengan menggunakan persamaan :
0,5
fns = 0,0056 +
(NRe)ns 0,32
18. Menghitung ftp dengan menggunakan persamaan (4-52).
19. Menghitung dZ dengan menggunakan persamaan (4-59) tentukan P
20. Apabila P yang diperkirakan dari langkah 1 dan yang dihitung dari langkah 21 tidak
sama, gunakan (P)c dari langkah 21 sebagai anggapan baru dan ulangi perhitungan
mulai dari langkah 2. Prosedur ini diulangi sampai diperoleh (P)a = (P)c sampai
mencapai kedalaman yang dimaksud.
Gambar 4.46.
Komponen Lower Casing Head
Ukuran dari lower casing head berkisar antara 6 inch sampai 20 inch, yang
dipergunakan untuk menopang rangkaian casing dari ukuran 4 1/2 inch sampai 16
inch, yang ditujukan dalam Tabel 4-8
Tabel 4-8
Ukuran Casing Head dan Tubing Head Flange2)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan lower casing head
adalah :
1. Tekanan kerja; Tekanan kerja minimum sekurang-kurangnya harus sama
dengan tekanan rekah formasi pada dasar surface casing. Sedangkan tekanan
kerja maksimum paling tidak harus sama dengan tekanan formasi pada
dasar casing string berikutnya yang lebih kecil.
2. Ukuran flange harus dapat memberikan lubang masuk yang leluasa untuk
pipa dipermukaan dengan ukuran minimum.
3. Casing head harus didesain agar dapat menerima casing hanger, tanpa
menyebabkan kerusakan pada rangkaian casing.
4.1.4.3. Christmas-tree
Christmas-tree merupakan suatu susunan dari katup-katup (valve) dan fitting
yang ditempatkan di atas tubing head untuk mengatur sarta mengalirkan fluida dari
sumur.
Chistmas-tree dibuat dari baja berkualitas tinggi, sehingga di samping mampu
menahan tekanan tinggi, juga mampu menahan aliran air formasi yang bersifat korosif
yang mengalir bersama-sama minyak atau dapat menahan pengikisan yang disebabkan
oleh pasir yang terbawa oleh aliran fluida formasi.
Berdasarkan jenis komplesi sumurnya, christmas-tree dibedakan untuk single
completion dan multiple completion.
4.1.4.3.1. Single Completion Christmas-Tree
Untuk komplesi sumur single completion, ditunjukkan pada gambar di bawah
ini.
Gambar 4.50a.
Christmas-Tree Single Wing Single Completion21)
4.14.4. Choke
Choke atau beam (jepitan) digunakan pada sumur-sumur sembur alam (natural
flow atau flowing well) dan pada sumur gas lift, yaitu pada inlet gas injeksinya.
Fungsinya untuk mengontrol atau mengatur produksi minyak dan gas dari sumur
tersebut. Choke ini terbuat dari besi baja berkualitas tinggi supaya dapat menahan
kikisan pasir serta fluida yang korosif.
Ada dua macam choke yang terkenal dalam industri minyak dan gasbumi, yaitu
positive choke dan adjustable choke.
Positive choke
Positive choke terbuat dari besi baja pejal, dimana pada bagian dalamnya
terdapat lubang dengan ukuran tertentu (orifice), dimana minyak atau gas dapat
mengalir didalamnya. Karena aliran fluida melalui choke ini, maka akan terjadi
penurunan tekanan yang besarnya tergantung pada besarnya diameter orifice dari choke
tersebut. Positive choke ini hanya mempunyai satu ukuran orifice untuk setiap choke
(fixed orifice). Untuk lanjut, ditunjukkan pada Gambar 4.51.
Gambar 4.51.
Positive Choke
Adjustable Choke
Untuk mencegah penutupan sumur sewaktu mengganti ukuran choke atau perubahan
laju produksi, maka lebih praktis memakai adjustable choke, yaitu dengan memutar
handweel yang akan menaik-turunkan stem tip menjauhi/medekati removable seat,
dimana ini berarti memperbesar/memperkecil ukuran orifice, lihat Gambar 4.52.
Di sini fluida harus mengalir mengelilingi stem tip terlebih dahulu, sehingga
aliran akan lebih bersifat turbulen, sehingga ini akan memperbesar kemungkinan
terjadinya sumbatan (plug) pada orifice oleh pasir atau padatan-padatan lainnya. Karena
sifat dan konstruksinya ini, maka jenis choke ini sangat sesuai pemakaiannya bila kita
harus sering mengubah-ubah laju produksi.
Seringkali, positive dan adjustable choke mempunyai choke body yang sama,
sehingga choke dapat diganti dari adjustable ke positive atau sebaliknya, tanpa melepas
choke body dari X-mas tree.
Gambar 4.52.
Adjustable Choke
4.1.4.5. Faktor yang Mempengaruhi Wellhead Completion
Pemilihan metode wellhead completion seperti halnya pada pemilihan metode
tubing competion, dilakukan berdasarkan pada laju produksi atau jumlah lapisan
produktif, produktivitas formasi dan kondisi tekanan reservoir.
Dengan adanya beberapa lapisan produktif yang diproduksikan melalui satu
sumur maka jumlah tubing yang digunakan juga lebih dari satu hal ini akam
mempengaruhi jenis wellhead yang akan digunakan.
Bagian kiri dari nomogram menunjukkan kelakuakn choke dengan satuan 1/64 inc,
sedangkan bagian kanan choke dengan satuan selain 1/64 inc.
Gambar 4.54. menunjukkan kurva peramalan laju produksi pada suatu ukuran
choke tertentu.
Gambar 4.54.
Besar Laju Produksi Berdasarkan Ukuran Choke
VL = mL/L
q : laju produksi minyak, STB/hari
C : discharge coefficient (= 1,03)
A : luas penampang minimum choke, in2
Ls : densitas crude, lb/cuft (60oF @ 14,7 psia)
tg : specific gravity gas (60 oF@ 14,7 psia)
Rp : Gas oil ratio, SCF/STB
Pwh : tekanan tubing, psi
P1 : tekanan tubing, lbf/ft2
VL : volemu cairan per-satuan massa fluida, cuft/lb
mL: mas cairan per massa fluida total, tanpa satuan
T : temperatur tubing (absolut), dianggap 85oF
Z : faktor kompressibilitas gas pada tekanan tubing dan 85oF
Rs : kelarutan gas dalam crude pada tekanan tubing dan temperatur 85oF
Bo : faktor volume formasi crude pada tekanan tubing dan teperatur 85oF
L : densitas crude pada tekanan P dan 85oF, lbm/cuft
g : densitas gas pada tekanan P dan 85oF, lbm/cuft
Berdasarkan persamaan di atas dan korelasi Borden dan Rzesa untuk gravity
minyak 20, 30 dan 40 oApi, Poettmann dan Beck membuat grafik seperti pada Gambar
4.55. dan 4.56. dengan anggapan gravity gas 0,6 temperatur tubing 85oF dan harga
down-stream pressure 0,55 kali up-stream pressure.
Gambar 4.55.
Grafik Choke Performence
Gambar 4.56.
Grafik Choke Performence
(after Poettmann dan Beck)
Gambar 4.57.
Individual oil and Gas Gathering System
Gambar 4.58.
Well Centre Gathering System
Gambar 4.59.
Oil and Gas Gathering System
3. Common Line Gathering System
Pada system ini beberpa sumur produksi disatukan dalam satu flowline dimana
produksi minyak, gas dan air diukur pada interval-interval tertentu oleh
portable well tester yang dipasang dekat pada well side.
Gambar 4.60.
Common Line Gathering System
Beberapa faktor yang menentukan dalam desain gathering system adalah sebagai
berikut :
1. Tekanan wellhead sumur, dimana semakin rendah tekanan akan semakin baik,
keuntungannya antara lain adalah :
umur sumur untuk flowing lebih lama
pemakaian gas injeksi akan rendah untuk sumur-sumur gas lift.
hasil rate produksi akan lebih besar pada pemakaian bottom hole pump.
2. Kehilangan fluida hidrokarbon dalam sistem diusahakan minimum serta kemudahan
tentang pengawasan dan pengontrolan.
3. Ketelitian dalam pengukuran produksi air, gas dan minyak baik untuk individual
well control atau common well.
4. Perluasan dari fasilitas di kemudian hari yang memerlukan modifikasi dari instalasi
tidak akan mengganggu produksi sumur terdahulu.
5. Pertimbangan akan kecelakaan harus diperhatikan, serta biaya pengoperasian sistem
diharapkan serendah mungkin.
0,0558 f L S Q 2
atau, P = ......................................................................... (4-66)
D5
dimana :
P : pressure drop, psi
z : viscositas absolut minyak,cp
L : jarak transportasi (panjang pipa), ft
v : kecepatan linier rata-rata, ft/dt
D : diameter dalam pipa alir horisontal, inc
S : spesific gravity minyak pada temperatur alir
f : faktor gesekan
B. Q : laju pemompaan, gal/menit
Kemudian untuk menentukan horse power pompa yang diperlukan, dapat menggunakan
persamaan :
19,2 Q P
HP = ......................................................................................... (4.67)
33.000 E
E adalah effisiensi volumetris dan mekanis pompa
Gambar 4.61.
Grafik Penentuan Faktor Gesekan “f” pada Aliran dalam Pipa15)
Gambar 4.62.
Wellhead dan Safety Valve15)
Persamaan yang digunakan untuk perhitungan laju produksi gas dengan menggunakan
critikal flow prover adalah :
q sc = 0,001 C (p) (Ftf ) (Fg ) (Fpv ) .. .......................................................... (4-
68)
dimana :
qsc : laju aliran gas, MMSC/D
p : tekanan hulu, psia
Ftf : faktor temperatur aliran (520/T)1/2
T : temperatur aliran, oR
Fg : faktor SG (0,1/G) 1/2
G : Sg gas (udara = 1,00)
Fpv : faktor super kompressibilitas gas (1/z) 1/2
z : super kompressibilitas gas pada T dan P
C : koefisien orifice (dari tabel)
Pengukuran laju aliran gas dengan close system dapat menggunakan persamaan sebagai
berikut :
q sc = 24 x 10 -6 C (h w P) 1/2 ..................................................................... (4-69)
dimana :
qsc : laju aliran gas, MMSCF/D
P : tekanan hulu, in H2O
hw : beda tekanan sesudah melewati lubang orifice, inch H2O pada 60oF
C : koefisien orifice
Gambar 4.64.
Close System (Orifice meter)
Pengaturan laju produksi air, dimana air dapat berasal dari uap air di dalam gas karena
perubahan kondisi P dan T selama proses produksi sumur, maka uap air akan berubah
menjadi flash water (air) dan untuk mengetahui volume ekivalen terhadap gas dapat
dihitung dengan persamaan :
n R Tsc
GE w …………………………………………..……...........… (4-70)
Psc
350,5 . w . 10,73 . 520
GE w 7390, SCF/STB
Mw . 14,7
dimana :
w = Berat jenis air (=1,00)
Mw = Berat Molekul air (=18)
Umumnya pada reservoir gas akan menghasilkan minyak kondensat yang jumlahnya
cukup banyak, sehingga tidak mungkin untuk dialirkan. Persamaan untuk menghitung
volume ekvivalen kondensat dapat digunakan :
n R Tsc
GFo = ........................................................................................ (4-71)
Psc
o 10,73 . 520 o
= 350,5 x = 133000 SCF / STB
Mo 14,7 Mo
dimana :
o : berat jenis kondensat
Mo : berat molekul kondensat, lb/mole
n : jumlah mole
350,5 : gr/cc dibagi dengan lb/bbl
R : konstanta gas (10,73 psi ft3/lb mol oK)
Tsc : temperatur standart (520oR)
Psc : tekanan standart (14,7 psi)
Berat jenis kondensate dapat dihitung dengan persamaan :
141,5
o = .............................................................................. (4-72)
131,5 + o API
6084
Mo = o ................................................................................ (4-74)
API - 5,9
Secara umum diagram alir dari sumur minyak maupun sumur gas dapat dilihat pada
Gambar 4.65., dimana pada sumur minyak berakhir pada tangki penimbun.
Gambar 4.65.
Skema gathering system pada lapangan minyak dan gas15)
Gambar 4.66.
Sistem Pemusatan sumur-sumur gas15)
Gambar 4.67.
Contoh Pengaturan Valve Pada Stasiun Compresor15)
dimana :
Q : laju alir fluida
Cv : koefisien aliran
A : luas penampang aliran
P : pressure drop
: densitas fluida
Untuk mengetahui koefisien aliran, Cv maka seluruh kondisi aliran harus diketahui
terlebih dahulu dan biasanya sudah diketahui dari pabrik pembuat, atau jika besaran-
besaran lain diketahui maka persamaan 4-65. dapat digunakan untuk mencari harga Cv.
Gambar 4.68.
Jenis-jenis Valve15)
Sedangkan untuk fluida gas dalam menentukan ukuran valve dan kapasitasnya dapat
digunakan persamaan sebagai berikut :
_
v S g Ta .............................................................................. (4-76)
Cv =
1360 ( P) P2
atau,
_ 1360 C v ( P) P2
v= ......................................................................... (4-77)
S g Ta
dimana :
: laju aliran gas pada 14,7 psia dan 60 oF, cuft/jam
v
P : pressure drop pada aliran maksimum, psi
P2 : tekanan out let pada aliran aliran maksimum, psi
Sg : spesific gravity gas (udara = 1)
Ta : temperatur aliran, oR
Jika tekanan out let tidak berada pada kondisi aliran maksimum atau kurang dari
Gambar 4.69.
Header Manifold15)
Gambar 4.70.
Skema Penempatan Header pad Test Produksi 15)
4.2.3. Separator
Fungsi utama separator adalah memisahkan gas dari cair yang terproduksi dari
sumur. Kerja separator ini memisahkan fluida atas dasar fisik fluida produksi. Hal yang
perlu diketahui tentang alat separator ini adalah komponen, jenis dan perencanaan
kapasitas dan tekanan separator.
Komponen Separator :
Secara garis besar separator dapat menjadi tiga komponen seperti tampak pada
Gambar 4.71.
Masing-masing komponen tersebut adalah :
A. Bagian Pemisah Utama
Berfungsi sebagai pemisah cairan/slug cairan yang masuk separator juga butir-
butir cairan yang terbawa oleh gas akan dipisahkan secara cepat.
Gambar 4.71.
Komponen Utama Separator15)
B. Separator Horisontal
Separator jenis ini ada dua yaitu bertabung tunggal dan bertabung ganda. Pada
separator bertabung tunggal seperti pada gambar 4.73., fluida sumur masuk lewat inlet
dan mengenai dished deflector.
Di sini gas akan terpisah dari cairan, dan akan turun ke daerah akumulasi cairan dan gas
akan masuk ke straightening section. Devider plates merupakan bagian pemisah antara
cairan dan gas. Dari bagian straightening, gas dimurnikan lagi dari butir-butir cairan dan
dialirkan ke bagian pemisah kedua, dan akhirnya gas dialirkan ke mist extractor
untuk pemurnian terakhir.
Gambar 4.73.
Separator Horisontal Bertabung Tunggal15)
Selain separator harisontal bertabung tunggal juga terdapat separator horisontal
bertabung ganda seperti terlihat pada gambar 4.73. Prinsip pemisahannya sama dengan
yang bertabung tunggal, hanya di sini masing-masing gas dan cairan terpisah dalam
masing-masing tabung dan proses pemisahan berada pada tabung bagian atas yaitu
bagian gas yang mengalir.
Keuntungan separator horisontal
1. Dapat menampung crude dalam bentuk foam (busa)
2. Lebih murah dibanding dengan separator vertikal
3. Mudah diangkat
4. Lebih ekonomis dan efisien untuk memproses gas dalam jumlah besar
Kerugian separator horisontal
1. Kurang menguntungkan apabila fluida mengandung pasir
2. Sukar dibersihkan
3. Dalam pemasangan memerlukan ruangan yang luas kecuali di susun secara
bertingkat.
Gambar 4.74.
Separator Horisontal Bertabung Ganda15)
C. Separator Spherical
Separator spherical atau bulat merupakan desain yang memungkinkan proses
pemisahan bekerja secara gravity, kecepatan rendah, gaya sentralfugal dan kontak
permukaan luas, seperti yang terlihat pada Gambar 4.74.
Aliran fluida yang masuk separator akan dipecah lewat inlet flow diverter dan
dilempar ke dinding separator secara tangensial. Setelah bergerak dibagian dinding
maka cairan akan bergerak turun ke tempat akumulasi dan gas akan naik ke mist
exterctor untuk pemisahan lebih lanjut.
Keuntungan separator spherical
1. Lebih murah dibanding jenis separator lainnya
2. Lebih mudah dibersihkan dari tipe vertikal
3. lebih kompak
Kerugian separator spherical
1. Kurang ekonomis untuk kepasitas gas besar
2. Memerlukan tempat yang relatif luas
Table IV-10
Tinggi Kolom separator.................
Table IV-10
Tinggi Kolom separator
Tinggi Separator h (ft)
5 ft 2,5
10 ft 3,25
15 ft 4,25
dengan demikian :
zi n
xi ……….…………………………………………...….. (4-96)
n L Ki n v
zi n
yi ………….……………………………………………. (4-97)
n v n L/ K i
Untuk menghitung komposisi fasa cair dan gas yang keluar dari separator,
dilakukan secara trial dan error dengan mengganggap harga n = 1 dan mengganggap n L
dan atau nv tertentu sehingga diperoleh harga xi = 1 dan yi = 1
Gambar 4.76.
Plot antara Tekanan Kerja Separator, oAPI vs P15)
Gambar 4.77.
Hubungan antara Konstanta A dengan C15)
4.2.3.5. Pemilihan Separator
Prosedur pemilihan separator untuk suatu penggunaan tertentu adalah sebagai
berikut :
1. Pertimbangan biaya
2. Tentukan type yang sesuai, ditinjau dari ruang yang tersedia
3. Tentukan apakah biaya keseluruhan dipengaruhi oleh pemasangan instalasi dari
pada type yang dipilih
4. Tentukan apakah adanya penyimpangan kondisi aliran dari sumur (foam, pasir dan
sebagianya) dapat menyebabkan separator yang dipilih menjadi sulit untuk
beroperasi dan dirawat
5. Tentukan apakah tidak ada perencanaan khusus yang menyebabkan type separator
yang dipilih menjadi mahal dan sulit untuk bekerja
dimana :
h : tinggi batas air-minyak di atas dasar skimmer
Vso : kecepatan ke atas dari partikel minyak, ft/sec
g d p ( w - o )
2
v so =
18
dimana :
g : 32,2 ft/detik2
dp : diameter partikel air
: viscositas minyak, cp
Gambar 4.80.
Skema Oil Skimmer15)
Tabel IV-12.
Spesifikasi tank Jenis Bolted-Steel15)
B. Welded-Steel tank
Adalah tangki yang tesusun dari lempengan-lempengan baja dimana
penyambungnya dilakukan dengan mengelas. Dengan kondisi ini maka keuntungan
yang didapat adalah mempu menahan tekanan gas yang lebih besar dibandingkan
dengan jenis bolted-steel tank. Kekurangannya dari jenis ini adalah tidak tersedianya
ukuran yang besar, sangat peka terhadap korosi dan harganya lebih mahal. Spesifikasi
tangki ini terlihat pada Tabel IV-13.
Tabel IV-13.
Spesifikasi Tangki Welded-Steel tank Menurut Standart API-12F15)
C. Wooden Tank
Yaitu tangki penyimpan minyak yang terbuat dari kayu, dimana jenis kayu yang
sering digunakan adalah rewood, whitepine atau cypress. Tangki ini sering digunakan
untuk mengatasi korosi, tanpa memerlukan pengecatan, tampak pada Gambar 4.83.
Sesuai dengan kebutuhan menampung minyak, maka tangki ini mempunyai
beberapa ukuran tertentu, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Gambar 4.82.
Wooden Storage Tank dengan Jenis Kontruksi Water-groove15)
D. Plastic Tank.
Tangki ini terbuat dari bahan plastik sehingga sangat cocok digunakan untuk
lapangan yang mempnyai problem korosi tinggi. keterbatasan penggunaan tangki ini
adalah umur pakai yang relatif pendek dan harganya paling mahal dibandingkan jenis-
jenis yang lain.
Tabel IV-14.
Spesifikasi Wooden Tank.......
Tabel IV-14.
Spesifikasi Wooden Tank15)
4.2.5.2. Penentuan Tekanan Kerja Tangki
Perencanaan tekanan kerja tangki haruslah lebih besar daripada tekanan uap
sesungguhnya dari fluida yang tersimpan sebagai akibat dari tekanan uap itu maka,
tangki akan dihitung pada kondisi tekanan dan temperatur permukaan cairan diruangan
gas/uap.
Untuk kondisi Pmin <Pv maka,
T
Pst = Pmaks + (Pv - Pmin ) maks - A .............……............................ (4-105)
Tmin
dimana :
V : volume tangki
D : diameter dalam tangki
H : tinggi tangki
Di dalam prakteknya, tiap-tiap bagian dinding tangki penyimpanan mempunyai
ketebalan yang tidak sama, dimana bagian bawah tangki lebih tebal dari bagian atasnya.
Adanya bagian tangki yang tebalnya tidak sama ini dimaksudkan agar tangki mampu
menahan tekanan yang berbeda pada setiap bagian tangki. Dengan demikian untuk
menghitung secara akurat mengenai isi tangki, maka harus dilakukan dengan cara
menghitung isi setiap ketinggian bagian tangki yang mempunyai ketebalan dinding
sama. Kemudian dengan menjumlahkan isi masing-masing bagian teersebut maka
kapasitas tangki dapat diketahui secara tepat.
Di lapangan besanya kapasitas oil storage yang berbentuk silinder dapat dicari
dengan menggunakan persamaan :
B2 . D
kapasitas Total = bbl .............................................................. (4-107)
715307
dimana :
B : inside diameter, ft
D : kedalaman, ft
4.2.5.4. Pemilihan Tangki Penimbun
Dari data spesifikasi untuk tiap jenis tangki penimbun yang tersedia, kita
diharuskan untuk mengadakan pemilihan ukuran kapasitas tangki penimbun yang paling
optimal yang sesuai dengan produktivitas lapangan.
Menurut Chilingar, pemilihan tangki yang didasarkan pada produktivitas
lapangan adalah sebesar dua sampai tiga kali produksi harian maksimal lapangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan tangki penimbun ini antara lain :
1. Topografi daerah, pemilihan daerah ini sedapat mungkin dipilih yang mempunyai
topografi datar, kecuali jika dperlukan aliran fluida dengan memanfaatkan pengaruh
gravitasi.
2. Kemudahan dari sarana transportasi, mudah dijangkau dan dekat dengan fasilitas
produksi seperti station pompa dan terminal transportasi.
3. Dipilih tanah yang keras untuk menampung berat tangki dan harga tanah yang
murah.
4. Dijauhkan dari kemungkinan kebakaran dan korosi.