You are on page 1of 6

1.

Fisiografi/ Geomorfologi Regional Daerah Kebasen

Fisiografi Regional Pulau jawa dan Madura (Van Bemmelen, 1970)

Kebasen adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa


Tengah, Indonesia. Daerah ini dilewati oleh aliran sungai serayu dimulai dari km
37 dari desa Mandirancan pada koordinat 7030’31,1” dan 109017’47,3” BT.
Kondisi Umum Fisik Wilayah DAS

Morfologi DAS Serayu tersusun atas satuan-satuan kerucut gunungapi, rangkaian


pegunungan, rangkaian perbukitan, dan dataran. Gunungapi-gunungapi di DAS
Serayu merupakan gunungapi komposit yang tersusun atas batuan berlapis dengan
material yang berbeda-beda ukuran butirnya juga susunan mineralogi batuannya.
Namun demikian, secara umum batuan volkanik di daerah ini secara mineralogis
termasuk golongan menengah (intermedier) atau bersifat andesitis. Morfologi
pegunungan terdapat di bagian utara DAS Serayu yang sebenarnya merupakan
kompleks gunungapi-gunungapi tua yang telah rusak bentuknya oleh proses-proses
geomorfologi yang bekerja berikutnya. Pegunungan di DAS Serayu mempunyai
bentuk-bentuk dan kemiringan lereng yang bervariasi. Wilayah perbukitan DAS
Serayu sebagian besar terletak di sekitar tubuh Sungai Serayu yang mengalir dari
timur ke Barat. Batuan penyusunnya umumnya merupakan batuan sedimen dengan
tekstur halus, beberapa tempat ada sisipan aglomerat, dan bereaksi yang telah lapuk.
Pada bagian-bagian tertentu yang lapisan batuannya searah dengan kemiringan
sudut lereng merupakan daerah yang rawan terhadap gerakan massa batuan/tanah.
Daerah dataran terletak pada bagian tengah dari DAS Serayu yang mencakup
wilayah Kota Purwokerto, Banyumas, Purbalingga, dan Banjarnegara. Beberapa
tempat dari wilayah dataran yang terbentuk atas endapan aluvial yang tua telah
mengalami pengikisan kembali menjadi dataran bergelombang dengan lembah-
lembah sungai diantaranya. Daerah dataran di DAS Serayu merupakan daerah yang
potensial karena tersusun atas material aluvium yang berasal dari Gunungapi
Slamet, Sumbing, dan Sindoro. Menurut asal mulanya satuan-satuan bentuk lahan
di DAS Serayu dapat dikelompokkan ke dalam 6 (enam) satuan morfologi, yaitu:
a. Satuan bentuk lahan asal proses struktural
Bentuk-bentuk lahan struktural di DAS Serayu mencakup wilayah dengan
morfologi pegunungan mulai kompleks Gunung Besar di sebelah barat hingga
mendekati kompleks Gunung Rogojambangan di sebelah timur. Satuan
bentuklahan struktural yang berupa perbukitan lipatan yang terdapat di sebelah
timur kota Purbalingga tersusun atas material lempungan dan mempunyai kembang
kerut tinggi. Proses rayapan tanah (soil creep) seringkali terjadi, terutama pada
daerah-daerah yang mempunyai rentang kelembapan tanah tinggi.
b. Satuan bentuk lahan asal proses kegunungapian
Satuan bentuk lahan asal proses kegunungapian terdapat pada sekitar pusat erupsi
dari gunung api-gunung api Sumbing, Sindoro, Slamet, Bisma dan
Rogojembangan. Kerucut gunungapi dengan bentukan bekas kawah merupakan
penciri utama dari bentuklahan asal proses kegunungapian. Proses kegunungapian
yang saat ini masih nampak berlangsung ada di Gunung api Slamet. Pada gunung
api yang lain hanya menyisakan kegiatan post volkanik berupa uap belerang
(solfatara) di kawasan Dieng, puncak Sumbing dan Sindoro serta beberapa mata
air panas.
c. Satuan bentuk lahan asal proses fluvial
Satuan bentuk lahan asal proses fluvial merupakan satuan bentuklahan yang
materialnya tersusun atas endapan sungai dan atau oleh air yang mengalir yang
disebut dengan aluvium. Bentuklahan fluvial di DAS Serayu yang luas terdapat di
sepanjang aliran Sungai Serayu, Klawing, dan Tajum.
d. Satuan bentuk lahan asal proses laut
Satuan bentuk lahan asal proses laut (marine) terdapat di sekitar garis pantai.
Bentuk lahan ini dibentuk oleh aktivitas gelombang yang mengendapkan kembali
material yang dibawa oleh aliran air sungai ke laut. Bentuk lahan asal proses laut
terdapat memanjang sejajar dengan garis pantai. Material penyusun dari
bentuklahan asal proses laut adalah pasir lepas yang sangat porus sehinggi nampak
sebagai padang gersang ketika musim kemarau.
e. Satuan bentuk lahan asal proses angin
Sebagian besar dari bentuk lahan asal proses laut di DAS Serayu telah rusak oleh
pengaruh kegiatan manusia berupa penambangan bijih besi. Proses alami yang
kemudian berkembang pada material sisa penambangan adalah proses angin yang
membentuk bentuklahan gumuk pasir dengan berbagai bentuk. Bentuk-bentuk
gumuk pasir yang diketemukan di lapangan umumnya adalah longitudinal dengan
orientasi menyudut terhadap garis pantai.
f. Satuan bentuk lahan asal proses denudasional
Satuan bentuk lahan asal proses denudasional awal mulanya dapat berasal dari
bentuklahan asal proses-proses geomorfologik yang lain. Oleh karena proses
denudasi (penelanjangan) yang dikarenakan oleh pengikisan oleh air dan
pelongsoran berlangsung sangat intensif sehingga menghapuskan ciri morfologis
bentukan asalnya. Bentuk lahan denudasional di daerah penelitian tersebar luas di
seluruh wilayah Pegunungan Serayu Selatan yang bermaterial penyusun batuan
endapan laut.

2. Stratigrafi Daerah Kebasen


Daerah irigasi Serayu dan Kebasen terletak pada stratigrafi sebagai berikut dari
tua ke muda:
a. Formasi Halang dengan breccia Andesit, marl, tuff
Formasi Halang, berumur Miosen Tengah sampai Pliosen Awal, terdiri dari
satuan batupasir tufaan, konglomerat, napal dan batulempung yang
mengandung fosil Globigerina dan foraminifera kecil, bagian bawah
berupa batuan breksi andesit. Tebal formasi ini bervariasi dari 200 meter
sampai 500 meter dan menipis ke arah Timur. Formasi ini diendapkan
sebagai endapan turbidit dalam lingkungan batial atas dan diendapkan
menjemari dengan satuan batuan Formsi Kumbang.
b. Formasi kumbang dengan breccia dan lava andesit
Formasi Kumbang, berumur Miosen Tengah sampai Pliosen Awal, terdiri
dari dari satuan batuan lava andesit yang mengaca, basal, breksi, tufa dan
sisipan napal yang mengandung fosil Globigerina, diendapkan dalam
lingkungan laut dan diendapkan menjemari dengan satuan batuan Formasi
Halang. Ketebalan formasi ini sekitar 2000 meter yang menipis ke arah
Timur. Di atas formasi ini diendapkan Formasi Tapak.
c. Formasi tapak dengan carbonaceous clay stone
Formasi Tapak, berumur Pliosen, diendapkan secara tidak selaras diatas
Formasi Kumbang dan menjemari dengan Formasi Kalibiuk, terdiri dari
satuan batupasir gampingan dan napal berwarna hijau mengandung
pecahan molusca. Pada formasi ini terdapat Anggota Batugamping dari
batugamping terumbu yang mengandung koral dan foraminifera besar,
napal dan batupasir yang mengandung molusca. Selain itu terdapat juga
Anggota Breksi yang terdiri dari breksi gunung api yang bersusunan
andesit dan batupasir tufaan yang sebagian mengandung sisa tumbuhan.
Ketebalan formasi ini sekitar 500 meter, yang diendapkan dalam
lingkungan peralihan sampai laut.
d. Alluvial deposit
Endapan aluvial, berumur Holosen, berupa endapan pasir, kerikil, lanau,
lempung serta endapan sungai dan rawa, yang diendapkan tidak selaras di
atas satuan batuan yang berada di bawahnya.
3. Struktur Regional Daerah Kebasen
Struktur geologi yang mengontrol Formasi Pra Tersier sampai kuarter di wilayah
sungai Serayu-Bogowonto berupa lipatan, kekar, dan sesar. Struktur ini juga turut
mempengaruhi area Kebasen. Struktur pra tersier berupa sesar naik, turun, dan
geser dengan orientasi tidak beraturan akibat tumbukan antar lempeng (Lempeng
Asia dan Lempeng Samudara) yang bergerak saling berlawanan arah. Tumbukan
menyebabkan terjadinya pencampuran batuan yang tidak mengikuti kaidah
stratigrafi normal membentuk Kompleks Melange Karangsambung dan
Banjarnegara Selatan.

Pola struktur Jawa (Martodjojo & Pulunggono, 1994)

4. Alterasi dan Mineralisasi


Alterasi batuan adalah perubahan baik secara fisika,kimia ataupun mineralogi
sebagai akibat pengaruh cairan hidrotermal pada batuan. Perubahan yang terjadi
dapat berupa rekritalisasi, penambahan mineral baru, larutnya mineral yang telah
ada, penyusun kembali komponen kimiawinya atau perubahan sifat fisi seperti
permeabilitas dan porositas batuan. Endapan hidrotermal pada umumnya berkaitan
dengan alterasi dinding celah – celah. Alterasi ini dikenal dengan alterasi dinding
batuan atau wall rock alteration (Sukandarrumudi tahun 2007). Kontrol utama
alterasi hidrothermal pada dinding batuan adalah asal – usul batuan induk, yaitu
komposisi kimia, ukuran butir, keadaan fisik batuan, porositas dan permeabilitas.
Asal–usul batuan pembentuk bijih, yaitu komposisi kimia, pH, eH, suhu dan
tekanan (lindgren, 1992 op. Cit Parulian, H.B.). Faktor utama yang mempengaruhi
proses alterasi hidrotermal yaitu, suhu, komposisi kimia larutan, konsentrasi
larutan, komposisi batuan induk, lamanya aktivitas larutan dan permeabilitas
(Corbett,G.J et al ,1995).
Pada daerah Kebasen jenis alterasi yang mungkin terjadi adalah ubahan/ alterasi
hidrotermal pada zona argilik yaitu zona yang hampir selalu ada di setiap
pembentukan zona alterasi dan sering disebut sebagai alterasi argilik intermediet.
Mineral lempung sangat dominan apabila semakin dekat dengan tubuh bijih. Pirit
sangat umum pada zona ini tetapi sangat sedikit dibandingkan dengan zona filik.
Pirit umumnya terdapat secara veinlet daripada secara disseminated. Feldspar dan
biotit tidak begitu berpengaruh atau berubah menjadi klonit.

You might also like