You are on page 1of 19

Case Report Session

GAGAL JANTUNG KONGESTIF EC DEMAM REUMATIK AKUT


Oleh :

Muhammad Reza Nasution 1740312223

Preseptor :
dr. Didik Haryanto , Sp.A (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RS Dr. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga karya tulis ilmiah berupa Case
Report Session yang berjudul DECOMPENSATIO CORDIS EC DEMAM
REUMATIK AKUT dapat penulis selesaikan.
Terima Kasih penulis ucapakan kepada staf pengajar yang telah
membimbing penulis selama menjalani kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu
Kesehatan Anak, serta dr. Didik Hariyanto, Sp.A (K) sebagai pembimbing dalam
penulisan karya tulis ilmiah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua di masa mendatang.

Padang, 27 Oktober 2018

Penulis

2
BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama :S
Umur : 13 tahun 7 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun Paku Sinsingi Hilir
Agama : Islam
Nomor MR : 01.02.67.23

ANAMNESIS (Autoanamnesis dan Alloanamnesis dari ibu kandung)


Telah dirawat seorang pasien Perempuan berusia 13 tahun 7 bulan sejak
tanggal 8 September 2018 di Ruang Rawat Inap High Care Unit RSUP Dr. M.
Djamil Padang dengan:
Keluhan Utama:

Sesak nafas yang meningkat sejak 2 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit

Riwayat Penyakit Sekarang:


 Nyeri sendi sejak 4 tahun yang lalu, awalnya sendi lutut, kemudian
berpindah ke pinggul, pergelangan tangan, siku, dan bahu, nyeri hilang
timbul
 Demam sejak 4 bulan yang lalu, tidak tinggi, hilang timbul, tidak
menggigil, tidak berkeringat
 Batuk berdahak sejak 4 bln yang lalu, warna hijau, tidak disertai pilek
 Nafsu makan berkurang sejak 4 bulan yang lalu
 Riwayat penurunan berat badan ada, 4 kg dalam 4 bulan, BB tertinggi 35
kg
 Nyeri dada sejak 2 bulan yang lalu, tidak menjalar, tidak terasa berat
 Nyeri ulu hati sejak 2 bulan yang lalu

3
 Sesak nafas sejak 2 bulan yang lalu, sesak tidak menciut, tidak
bertambah jika aktivitas, tidak dipengaruhi cuaca dan makanan, sesak
dirasakan apabila berjalan jauh
 Pasien lebih suka tidur dengan 3 bantal
 Sesak nafas meningkat sejak 2 hari yang lalu
 Anak bertambah pucat baru disadari orang tua sejak 1 hari yang lalu
 Riwayat kontak dengan penderita batuk lama disangkal
 Buang air kecil warna dan jumlah biasa
 Buang air besar warna dan konsistensi biasa

Riwayat Penyakit Dahulu:


 Pasien sebelumnya dirawat selama 1 hari di RSUD teluk kuantan dan
dilakukan pemeriksaan darah dengan hasil HB 9.6 gr/dl, leukosit 9.330
/mm3, trombosit 617.000 /mm3 diberikan terapi IVFD Ds NS 1000
cc/hari, Ranitidin 2x50 mg, furosemide 1x20 mg, Antasid syr 2x5 cc, 02
nasal 2 l/m, anak juga dilakukan pemeriksaan thorax dengan gambaran
infiltrate dikedua lapangan paru dan pembesaran jantung dan anak
dirujuk ke RSUP DR M DJAMIl dengan keterangan Penyakit Jantung
Rematik

Riwayat Penyakit Keluarga:


 Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit jantung

Riwayat Kehamilan Ibu:


 Selama hamil ibu tidak pernah menderita penyakit berat
 Tidak ada riwayat minum obat-obatan atau mendapat penyinaran
 Hamil cukup bulan

Riwayat Persalinan:
 Anak kedua dari empat bersaudara, lahir spontan ditolong oleh dukun,
cukup bulan, berat lahir 3000 gram, panjang badan lupa, langsung
menangis kuat

Riwayat Nutrisi:

4
 Diberi ASI usia 0 - sekarang
 Diberi ASI ekskulsif 0-6 bulan
 Diberi susu formula usia 6 bulan
 Nasi tim usia 8 bulan
 Makanan utama 3-4 x/hari, menghabiskan 1 porsi. Daging 1x/minggu,
ikan 4x/minggu, telur 3x/minggu, sayur 7x/minggu, buah 3x/minggu
 Kesan makanan dan minuman : kualitas dan kuantitas cukup.

Riwayat Imunisasi:
 BCG : umur 1 bulan, parut (+)
 DPT : umur 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan ; booster : 7 thn
 Polio : umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, ; booster : 18
bulan
 Hepatitis B : umur 0 bulan, 2 bulan, 3 bulan
 Haemofilus Influenza B : umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan ; booster : 18
bulan
 Campak : umur 9 bulan ; booster : 18 bulan
Kesan : Riwayat imunisasi dasar lengkap.

Riwayat Tumbuh Kembang:


 Pertumbuhan gigi pertama: usia 7 bulan
 Perkembangan psikomotor:
o Tengkurap : 3,5 bulan

Riwayat Higiene dan Sanitasi Lingkungan:


 Rumah semi permanen
 Ventilasi baik
 Sumber air minum sumur
 BAB di luar rumah
 Pekarangan sempit
 Sampah dibakar
Kesan : Higiene dan sanitasi lingkungan kurang
o Duduk : 6 bulan

5
o Berdiri : 10 bulan
o Berjalan : 11 bulan

Kesan: Riwayat pertumbuhan dan perkembangan normal.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Sakit berat
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Napas : 37 x/menit
Suhu : 37oC
Tinggi badan : 153 cm
Berat Badan : 31 kg
Edema : tidak ada
Anemis : ada
Ikterus : tidak ada
BB/U : 64.6% (kurang)
PB/U : 96.2% (normal)
BB/TB : 72% (gizi kurang)

Pemeriksaan Khusus:
Kulit : teraba hangat, tampak pucat. Tidak ditemukan eritema
marginatum, nodul subkutan (-)
KGB : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening.
Kepala : bentuk bulat simetris, UUB datar, rambut hitam dan tidak
rontok.
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter
2mm/2mm, refleks cahaya +/+ normal.
Telinga : tidak ditemukan kelainan

6
Hidung : napas cuping hidung ada
Mulut : mukosa mulut dan bibir basah.
Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tidak Hipermis, Faring tidak Hiperemis
Leher : JVP 5+1 cmH2O
Thoraks:
Paru:
Inspeksi : normochest, simetris kiri = kanan, retraksi epigastrium
(+)
Palpasi : fremitus kiri=kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung:
Inspeksi : iktus terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung atas : RIC II, kanan: LSD, kiri: batas jantung
kiri 2 jari lateral LMCS RIC V
Auskultasi : irama reguler, bising sistolik gr 5/6 punctum maximum di
RIC 3-4
Abdomen:
Inspeksi : distensi tidak ada
Palpasi : supel, hepar teraba 3/4-3/4, pinggir tumpul, permukaan
rata, konsistensi kenyal, lien tidak teraba.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung : tidak ditemukan kelainan
Alat kelamin : tidak ada kelainan, status pubertas A2M2P2
Anus : colo dubur tidak dilakukan
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik (<2 detik), oedem
pretibial tidak ada, tanda peradangan sendi tidak ada, tidak ditemukan pembesaran
pada sendi

PEMERIKSAAN PENUNJANG

7
Pemeriksaan Laboratorium
Darah :
Laboratorium
Hb : 9,7 g/dl
Leukosit : 10.200 /mm3
Hitung jenis : 0/1/1/62/31/5
LED : 30/mm3
Eritrosit : 4.4 juta
Trombosit : 553.000 / mm3
MCV : 72 Fl
MCH : 22 pg
MCHC : 31 %
K : 4,4 mmol/l
Ca : 9.1 mmol/dl
Na : 131 mmol/dl
Kesan : anisositosis normokrom (+) , leukositosis, trombositosis, hiponatremi

Kesan : Irama Sinus, QRS rate 115x/mnt, gel P 2.5 mm, P wave 0.16s, PR int
0.15, Komplek QRS, ST-T change (-), LVH (+)

8
Kesan : Cardiomegali CTR 0.79, vaskularisasi meningkat

Diagnosis Kerja
CHF Fc III-IV ec demam reumatik akut recurrent
Anemia Mikrositik hipokrom ec defisiensi besi
Gizi kurang
Diagnosa Banding
Tatalaksana
- O2 1 l/menit nasal
- IVFD KAEN 2 A
- Benzidin Penisilin 1.2 juta IM
- Furosemid 2x30 mg PO
- Catopril 3x 9.435 mg PO
- Prednison 3x4 mg PO

9
Follow Up
Tanggal Perjalanan Penyakit
10 September S/ Anak masih sesak nafas, tidak bertambah dari sebelumnya, kebiruan
2018 tidak ada, intake masuk toleransi baik
Pkl. 07.00
O/ KU: sedang, kesadaran: sadar, nadi: 108 x/menit, napas: 30 x/menit,
suhu: 36.8oC
Mata: konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks : retraksi (-), Rh -/-, Whe -/-
cor : Irama teratur, bising (+),bising pansistolik (+) grade 3/6
Abdomen: supel, bising usus (+) normal
Ekstremitas: Akral hangat, refilling kapiler baik, edema -/-

A/ CHF Fc III-IV ec demam rematik akut rekuren


Anemia Mikrositik Hipokrom ec susp defisiensi Fe
Gizi kurang

P/ - O2 1 l/menit nasal
- IVFD KAEN 2 A
- Benzidin Penisilin 1.2 juta IM
- Furosemid 2x30 mg PO
- Catopril 3x 9.435 mg PO
- Prednison 3x4 mg PO

12 September S/ sesak nafas tidak bertambah, demam tidak ada, kejang tidak ada,
2018 intake makanan masuk dan toleransi baik, BAK ada
Pkl. 07.00
O/ Sakit sedang. Sadar. HR: 121x/menit. RR:30x/menit. T: 36.5
Mata : konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik

10
Thorax : retraksi (-), Rhon-/-, Whe -/-
Cor : irama teratur, bising (-)
Abdomen : Distensi (-), BU (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik, edema -/-

A/ CHF Fc III-IV ec demam rematik akut rekuren


Anemia Mikrositik Hipokrom ec susp defisiensi Fe
Gizi kurang

P/ - O2 1 l/menit nasal
- IVFD KAEN 2 A
- Benzidin Penisilin 1.2 juta IM
- Furosemid 2x30 mg PO
- Catopril 3x 9.435 mg PO
- Prednison 3x4 mg PO

11
BAB III

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien perempuan berusia 13 tahun 7 bulan sejak

tanggal 8 September 2018 di Ruang Rawat Inap High Care Unit RSUP Dr. M.

Djamil Padang dengan keluhan utama Sesak nafas yang meningkat sejak 2 hari

yang lalu. Sesak nafas timbul walaupun pasien sedang istirahat, pasien lebih

nyaman menggunakan 3 bantal. Pasien mengeluhkan jantung berdebar-debar

tanpa disertai nyeri dada.

Sesak nafas dapat dibagi menjadi 2 menurut asalnya, yaitu dari paru dan

dari ekstra paru. Sesak yang berasal dari ekstra paru contohnya dari organ

jantung, ginjal, penyakit metabolik, dan lain-lain. Sesak yang berasal dari paru

biasanya timbul disertai batuk, cuaca, faktor pencetus (allergen) dan riwayat

keluarga sedangkan sesak yang berasal dari ekstra paru tidak disertai batuk namun

sesak timbul bergantung aktifitas, waktu dan posisi.38

Pada pemeriksaan fisik pasien, didapatkan keadaan umum tampak sakit

berat, kesadaran composmentis, tekanan darah 110/60 mmhg, nadi 100x/mnt,

pernafasan 37x/mnt, suhu 37 C. Kepala normochepal, nafas cuping hidung ada.

Pada pemerikaan jantung dari inspeksi terlihat dan teraba iktus cordis di 1 jari

lateral LMCS RIC V, batas jantung atas RIC II, kanan : LSD, kiri : 1 jari lateral

LMCS RIC V. Pada pemeriksaan auskultasi irama teratur, tedapat bising sistolik

di RIC 3-4.

Berdasarkan keluhan pasien, terdapat gejala mayor, Paroxysmal Nocturnal


Dyspnea yaitu terbangun karena sesak, Kardiomegali dengan CRP 79% , dan
gejala minor yaitu dyspnoe d’effort yaitu sesak akibat peningkatan aktivitas,
Hepatomegali, takikardi. yang dialami mengarah kepada penyakit gagal jantung

12
kongestif. Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis dimana jantung tidak
mampu memompa cukup darah ke seluruh tubuh, untuk mengembalikan darah
melalui vena tidak adekuat, maupun kombinasi keduanya.17 Gagal jantung
kongestif dapat disebabkan oleh infark miokardium, miopati jantung, defek katub,
malformasi kongenital, dan hipertensi kronik.

Miokarditis atau insufisiensi katub yang berat dapat menyebabkan

terjadinya gagal jantung. Gagal jantung yang jelas terjadi pada sekitar 5% pasien

demam rematik akut. Manifestasi gagal jantung yang ditemukan pada kasus ini

adalah Takikardi, kardiomegali. Pembesaran jantung terjadi bila perubahan

hemodinamik yang berat terjadi akibat penyakit katup.27 Penyakit seperti infark

miokardium, miopati jantung, malformasi kongenital, dan hipertensi kronik dapat

disingkirkan. Penyebab gagal jantung pada pasien ini dicurigai adalah penyakit

jantung rematik.

Pada pemeriksaan penunjang LED 30/mm3, dan ASTO positif. Pada

pemeriksaan rontgen thoraks ditemukan kardiomegali dengan CTR 79%, pada

pemeriksaan EKG tidak ditemukan adanya interval PR yang memanjang. Titer

antisreptolisin O (ASTO) yang positif menjadi bukti yang mendukung adanya

infeksi Streptokokus.

Pada kasus ini tanda manifestasi mayor yang ditemukan berdasarkan

kriteria Jones, yaitu:

1. Karditis, karena sesak nafas, takikardi, bising jantung, pada rontgen

thoraks ditemukan gambaran kardiomegali, dan pasien menunjukkan

klinis gagal jantung

Pada kasus ini tanda manifestasi minor yang ditemukan, yaitu:

1. Lanju endap darah 30/mm3

13
2. Demam

Berdasarkan penegakkan diagnosis menurut kriteria WHO tahun 2002-

2003 untuk diagnosis demam rematik dan penyakit jantung rematik (berdasarkan

revisi kriteria Jones), pasien termasuk ke dalam rematik akut serangan kedua

dimana ditemukan 1 gejala mayor dan 2 gejala minor + Streptokokus B

hemolitikus grup A bukti infeksi sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut, maka

diagnosis ditegakkan adalah gagal jantung kongestif ec demam rematik akut

serangan berulang.

Pasien tampak pucat yang baru disadari orang tua sejak 1 hari yang lalu. Pucat

disebabkan karena anemia yang terjadi pada pasien. Anemia pada pasien ini dapat

merupakan penyebab atau komplikasi dari gagal jantung. Anemia dapat terjadi

pada gagal jantung karena produksi sitokin yang berlebihan, seperti tumor

necrosis factor-alfa (TNF-alfa) dan interleukin-6 (IL-6) yang dapat mengurangi

sekresi eritropoietin (EPO) terkait dengan aktivasi EPO disumsum tulang dan

mengurangi suplai zat besi ke sumsum tulang. Anemia juga dapat memperburuk

fungsi jantung, baik karena beban jantung melalui takikardi dan peningkatan

stroke volume maupun akibat berkurangnya aliran darah ke ginjal dan retensi air

yang mengakibatkan beban kerja jantung meningkat.29

Penatalaksanaan pada kasus ini meliputi tirah baring, benzatin penisilin 1.2

juta IU, prednison 2 mg/kgBB/hari, captopril 2x12,5 mg, dan furosemid. Pasien

ini termasuk ke dalam karditis berat, yaitu karditis yang disertai dengan

kardiomegali. Lamanya tirah baring adalah 2-4 bulan atau selama masih terdapat

gagal jantung kongestif. Hal ini sudah sesuai dengan penatalaksanaan yang

seharusnya.35

14
Antibiotika Benzatin penisilin 600.000 IU diberikan untuk anak dengan

berat badan kurang dari 30 kg dan 1,2 juta IU untuk berat badan lebih dari 30 kg,

diberikan sekali, intramuskular. Pemberian profilaksis sekunder dari injeksi IM

dilakukan secara reguler setiap 3-4 minggu selama minimal 10 tahun karena

karditis ditemukan pada kasus ini. Pemberian injeksi penisilin tiap 3 minggu lebih

efektif pada kasus dengan resiko tinggi seperti insiden demam rematik yang tinggi

di lingkungan atau pada pasien beresiko tinggi seperti pasien dengan karditis

reumatik residual.30,31,32

Terapi anti-inflamasi pada pasien ini sudah tepat yaitu dengan pemberian

prednison 2 mg/kgBB/hari dengan dosis terbagi selama 2-6 minggu, sehingga

diberikan dengan dosis 60 mg per hari. Pemberian prednisone pada kasus ini

diindikasikan karena ditemukan kasus karditis berat.33

Pada pasien ini juga diberikan captopril 3 x 12.5 mg untuk

mengurangi beban kerja jantung yang disebabkan karena gagal jantung.

Mekanisme kerja dari captopril yang termasuk dalam golongan ACE inhibitor

yaitu menghambat sistem renin-angiotensin-aldosteron dengan menghambat

perubahan Angiotensin I menjadi Angiotensin II sehingga menyebabkan

vasodilatasi dan mengurangi retensi sodium dengan mengurangi sekresi

aldosteron. Oleh karena ACE juga terlibat dalam degradasi bradikinin maka ACE

inhibitor menyebabkan peningkatan bradikinin, suatu vasodilator kuat dan

menstimulus pelepasan prostaglandin dan nitric oxyde. Peningkatan bradikinin

meningkatkan efek penurunan tekanan darah dari ACE inhibitor dan juga

mengurangi mortalitas hampir 20% pada pasien dengan gagal jantung yang

simptomatik serta mengurangi gejala. ACE inhibitor harus diberikan pertama kali

15
dalam dosis yang rendah untuk menghindari resiko hipotensi dan

ketidakmampuan ginjal. Fungsi ginjal dan serum pottasium harus diawasi dalam

1-2 minggu setelah terapi dilaksanakan terutama setelah dilakukan peningkatan

dosis. Dosis inisial yaitu 0,3 – 2 mg/kgbb/hari dan diberikan dengan pengawasan

yang tepat. Terapi ACEI diberikan pada anak dengan gagal jantung dan gangguan

hemodinamik termasuk disfungsi miokard penyakit jantung bawaan, hipertensi

pulmo dan regurgitasi aorta atau mitral. 34

Pada kasus ini diberikan furosemide dengan dosis 2x30 mg. Furosemide

merupakan diuretik yang bermanfaat mengurangi oedem namun tidak mengurangi

penampilan miokard. Furosemide diberikan dengan dosis 1mg/kgbb setiap 6-12

jam.36 Diuretik menyebabkan eksresi kalium bertambah sehingga pada dosis besar

atau pemberian jangka lama diperlukan tambahan kalium. Kombinasi antara

furosemide dan spironolakton dapat bersifat aditif yaitu menambah efek diuresis,

dan oleh karena spironolakton bersifat menahan kalium maka pemberian kalium

tidak diperlukan.35

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Mota CC, Meira ZM, Graciano RN, Graciano FF, Araujo FD. Rheumatic
fever prevention program: Long-term evolution and outcomes. Frontier in
Pediatric. 2015;2:1-5.
2. Al-Jazairi A, Al-jaser R, Al-Halees Z, Shahid M, Al-Jufan M, Al-Mayouf
S, et al. Guidelines for the secondary prevention of rheumatic heart
disease: endorsed by Saudi Pediatric Infectious Diseases Society (SPIDS).
International journal of paediatrics and aloscent medicine. 2017;4: 47-50.
3. He VY, Condon JR, Ralph AP, Zhao Y, Robert K, de Dassel JL et al.
Long-term outcomes from acute rheumatic fever and rheumatic heart
disease: A data-linkage and survival analysis approach. Circulation.
2016;134:22-32.
4. Okello E, Wanzhu Z, Musoke C, Kakande B, Mondo CK, Freers J.
Cardiovascular complications in newly diagnose rheumatic heart disease
patients at Mulago Hospital, Uganda. Cardiovascular Journal of Africa.
2013;24:82-7.
5. Shulman ST. Group A streptococcus. In: Behrman RE, Stanton BF, St
Geme JW, Schor NF, editors. Nelson textbook of pediatrics. 20th ed.
Philadelphia: Elsevier; 2016. p. 1327-37.
6. Mayosi BM. Rheumatic fever. In: Mann DL, Zipes DP, Libby P, Bonow
RO, editors. Braunwald’s heart disease: A textbook of cardiovascular
medicine. 10th ed. Philadelphia:Elsevier Inc; 2015. p. 1834-6.
7. Paotonu DS, Beaton A, Raghu A, Steer A, Carapetis J. Acute rheumatic
fever and rheumatic heart disease. In: Ferretti JJ, Stevens DL, Fischetti
VA, editors. Streptococcus pyogenes: Basic Biology to Clinical
Manifestations. Oklahoma: University of Oklahoma Health Sciences
Center. 2016. p. 771-826.
8. Carapetis JR, Beaton A, Cunningham MW, Guilherme L, Karthikeyan G,
Mayosi BM, et al. Acute rheumatic and rheumatic heart disease. Nature
Reviews Disease Primers. 2016;2:1-24.
9. Tani LY. Rheumatic fever and Rheumatic heart disease. In: Allen HD,
Driscoll DJ, Shaddy RE, Feltes TF, editors. Allen Moss and Adam’s heart
disease in Infant, children and adolescents. 8th ed. Philadelphia: Lippincot
Williams&willkins Publishers; 2013. p. 1303-30.

17
10. Mayosi BM, Carapetis JR. Acute rheumatic fever. In : Fuster V, Waish
RA, Harrington RA, editors. Hurst’s The Heart. 13th ed.
Philadelphia:McGraw Hill Companies,Inc; 2011. p. 1687-90.
11. O’Donnel MM, Carleton PF. Penyakit katup jantung. In: Wilson LM,
editor. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. 6th ed. ECG:
2005
12. Mishra TK. Acute rheumatic fever and rheumatic heart disease: Current
scenario. JIACM. 2007;8:324-30.
13. Eroglu AG. Update on diagnosis of acute rheumatic fever: 2015 Jones
criteria. Turk Pediatri Ars. 2016;51:1-7.
14. Flyer DC. Rheumatic fever. In: Keane JF, Lock JE, Flyer DC, editors.
Nadas’ pediatric cardiology. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier; 2006. p. 387-
400.
15. Pereira BAF, Belo AR, Silva NA. Rheumatic fever: Update on the Jones
criteria according to the American Heart Association review-2015. Revista
Brasileira De Reumatologia. 2017;57:364-8.
16. Walsh W, Brown A, Carapetis J. The diagnosis and management of
chronic rheumatic heart disease-An Australia Guideline.Heart, Lung, and
Circulation. 2018;17:271-89.
17. WHO. Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease. WHO Expert
Consultation Geneva. 2001 Nov 9;[cited 2018 February 20]. Available
from: http://whqlibdoc.who.int/trs/WHO_TRS_923.pdf.
18. Chanrashekhar YS. Rheumatic Fever. In: Jagat N,editor. Cardiovascular
Medicine. 3rd ed. London: Springer; 2007. P. 431-42.
19. Jonathan C. Alex B. Warren W. Keith E. Clive H. Dkk. Diagnosis and
management of acute rheumatic fever and rheumatic heart disease in
Australia: An evidence-based review. National Heart Foundation of
Australia and theCardiac Society of Australia and New Zealand. June
2006 [cited 2018 February 20]. Available from:
athttp://www.heartfoundation.org.au/SiteCollectionDocuments/Diagnosis-
Management-Acute-Rheumatic-Fever.pdf.
20. Gewitz MH, Baltimore RS, Tani LY, Sabele CA, Shulman ST, Carapetis
J, et al. Revision of the Jones Criteria for the diagnosis of acute rheumatic
fever in the era of Doppler echocardiography. AHA Journals.
2015;131:1806-18.
21. Rahayuningsih SE, Farrah A. Role of echocardiography in diagnose of
acute rhematic fever. Paediatrica Indonesiana. 2010;50.
22. Hajar R. Rheumatic fever and rheumatic heart disease a historical
perspective. History of Medicine. 2016;17: 120-6.
23. Djer MM, Advani N, Idris NS, Yanuarso PB, Sukardi R, Putra ST.
Demam rematik akut. In: Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS,

18
Gandaputra EP, Harmoniati ED, Yuliarti K, editors. Pedoman pelayanan
medis. Jakarta; Penerbit IDAI: 2011. p. 41-5.
24. Almazini P. Antibiotik Untuk Pencegahan Demam Reumatik Akut dan
Penyakit Jantung Reumatik. Jakarta; IDAI; 2014. p. 497-501
25. Julius WD. Penyakit Jantung Reumatik. J MedulaUnila. 2016;4:138-44.
26. Zuhlke L, Kathikeyan G, Engel ME, Rangarajan S, Mackie P, Mauff BC
et al. Clinical outcomes in 3343 children and adult with rheumatic heart
disease from 14 low-and middle-Income countries: Two year follow up of
the global rheumatic heard disease registry (the REMEDY study).
Circulation. 2016;134:1456-66.

27. Hungchi, L. Three versus four week administration of benzathine


penicillin G : effects on incidence of streptococcal infections and
recurrences of rheumatic fever. Am Ac Pediatrics. 1996. 97 : 984.
28. Wahab A. Buku ajar kardiologi anak: demam rematik akut. 1994.
Jakarta:IDAI.
29. Silverberg DS, Wexler D, Iaina. The role of anemia in the progression of
Congestif Heart Failure. Is there a place for erythropoietin and intravenous
iron. J Nephrol. 2004. Nov; 17(6):749-61
30. Dajani A, Taubert K, Ferrieri P. Treatment of acute streptococcal
pharyngitis and prevention of rheumatic fever. 1995.
31. Beggs S, Peterson G, Tompson A. Antibiotic use for the prevention and
treatment of rheumatic fever and rheumatic heart disease in children.
WHO report : 2008.
32. Hungchi, L. Three versus four week administration of benzathine
penicillin G : effects on incidence of streptococcal infections and
recurrences of rheumatic fever. Am Ac Pediatrics. 1996. 97 : 984.

33. Cilliers A, Manyemba J, Adler AJ, Solojee H. Anti-inflammatory


treatment for carditis in acute rheumatic fever (Review). Cochrane Lib.
2012.
34. Momma K. ACE inhibitors in pediatric patients with heart failure. Paediatr
Drugs. 2006; 8(1) : 55-69.
35. Oesman, IN. Buku ajar kardiologi anak: gagal jantung. 1994. Jakarta:
IDAI.
36. Park, MK. Pediatric cardiology for practitioners. 2002. United States :
Mosby.
37. Tang YD, Katz SD. Anemia in chronic heart failure. Cir AHA. 2006 ;
113:2454

19

You might also like