Professional Documents
Culture Documents
Preseptor :
dr. Didik Haryanto , Sp.A (K)
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga karya tulis ilmiah berupa Case
Report Session yang berjudul DECOMPENSATIO CORDIS EC DEMAM
REUMATIK AKUT dapat penulis selesaikan.
Terima Kasih penulis ucapakan kepada staf pengajar yang telah
membimbing penulis selama menjalani kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu
Kesehatan Anak, serta dr. Didik Hariyanto, Sp.A (K) sebagai pembimbing dalam
penulisan karya tulis ilmiah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua di masa mendatang.
Penulis
2
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama :S
Umur : 13 tahun 7 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun Paku Sinsingi Hilir
Agama : Islam
Nomor MR : 01.02.67.23
Sesak nafas yang meningkat sejak 2 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit
3
Sesak nafas sejak 2 bulan yang lalu, sesak tidak menciut, tidak
bertambah jika aktivitas, tidak dipengaruhi cuaca dan makanan, sesak
dirasakan apabila berjalan jauh
Pasien lebih suka tidur dengan 3 bantal
Sesak nafas meningkat sejak 2 hari yang lalu
Anak bertambah pucat baru disadari orang tua sejak 1 hari yang lalu
Riwayat kontak dengan penderita batuk lama disangkal
Buang air kecil warna dan jumlah biasa
Buang air besar warna dan konsistensi biasa
Riwayat Persalinan:
Anak kedua dari empat bersaudara, lahir spontan ditolong oleh dukun,
cukup bulan, berat lahir 3000 gram, panjang badan lupa, langsung
menangis kuat
Riwayat Nutrisi:
4
Diberi ASI usia 0 - sekarang
Diberi ASI ekskulsif 0-6 bulan
Diberi susu formula usia 6 bulan
Nasi tim usia 8 bulan
Makanan utama 3-4 x/hari, menghabiskan 1 porsi. Daging 1x/minggu,
ikan 4x/minggu, telur 3x/minggu, sayur 7x/minggu, buah 3x/minggu
Kesan makanan dan minuman : kualitas dan kuantitas cukup.
Riwayat Imunisasi:
BCG : umur 1 bulan, parut (+)
DPT : umur 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan ; booster : 7 thn
Polio : umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, ; booster : 18
bulan
Hepatitis B : umur 0 bulan, 2 bulan, 3 bulan
Haemofilus Influenza B : umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan ; booster : 18
bulan
Campak : umur 9 bulan ; booster : 18 bulan
Kesan : Riwayat imunisasi dasar lengkap.
5
o Berdiri : 10 bulan
o Berjalan : 11 bulan
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Sakit berat
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Napas : 37 x/menit
Suhu : 37oC
Tinggi badan : 153 cm
Berat Badan : 31 kg
Edema : tidak ada
Anemis : ada
Ikterus : tidak ada
BB/U : 64.6% (kurang)
PB/U : 96.2% (normal)
BB/TB : 72% (gizi kurang)
Pemeriksaan Khusus:
Kulit : teraba hangat, tampak pucat. Tidak ditemukan eritema
marginatum, nodul subkutan (-)
KGB : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening.
Kepala : bentuk bulat simetris, UUB datar, rambut hitam dan tidak
rontok.
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter
2mm/2mm, refleks cahaya +/+ normal.
Telinga : tidak ditemukan kelainan
6
Hidung : napas cuping hidung ada
Mulut : mukosa mulut dan bibir basah.
Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tidak Hipermis, Faring tidak Hiperemis
Leher : JVP 5+1 cmH2O
Thoraks:
Paru:
Inspeksi : normochest, simetris kiri = kanan, retraksi epigastrium
(+)
Palpasi : fremitus kiri=kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung:
Inspeksi : iktus terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung atas : RIC II, kanan: LSD, kiri: batas jantung
kiri 2 jari lateral LMCS RIC V
Auskultasi : irama reguler, bising sistolik gr 5/6 punctum maximum di
RIC 3-4
Abdomen:
Inspeksi : distensi tidak ada
Palpasi : supel, hepar teraba 3/4-3/4, pinggir tumpul, permukaan
rata, konsistensi kenyal, lien tidak teraba.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung : tidak ditemukan kelainan
Alat kelamin : tidak ada kelainan, status pubertas A2M2P2
Anus : colo dubur tidak dilakukan
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik (<2 detik), oedem
pretibial tidak ada, tanda peradangan sendi tidak ada, tidak ditemukan pembesaran
pada sendi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
7
Pemeriksaan Laboratorium
Darah :
Laboratorium
Hb : 9,7 g/dl
Leukosit : 10.200 /mm3
Hitung jenis : 0/1/1/62/31/5
LED : 30/mm3
Eritrosit : 4.4 juta
Trombosit : 553.000 / mm3
MCV : 72 Fl
MCH : 22 pg
MCHC : 31 %
K : 4,4 mmol/l
Ca : 9.1 mmol/dl
Na : 131 mmol/dl
Kesan : anisositosis normokrom (+) , leukositosis, trombositosis, hiponatremi
Kesan : Irama Sinus, QRS rate 115x/mnt, gel P 2.5 mm, P wave 0.16s, PR int
0.15, Komplek QRS, ST-T change (-), LVH (+)
8
Kesan : Cardiomegali CTR 0.79, vaskularisasi meningkat
Diagnosis Kerja
CHF Fc III-IV ec demam reumatik akut recurrent
Anemia Mikrositik hipokrom ec defisiensi besi
Gizi kurang
Diagnosa Banding
Tatalaksana
- O2 1 l/menit nasal
- IVFD KAEN 2 A
- Benzidin Penisilin 1.2 juta IM
- Furosemid 2x30 mg PO
- Catopril 3x 9.435 mg PO
- Prednison 3x4 mg PO
9
Follow Up
Tanggal Perjalanan Penyakit
10 September S/ Anak masih sesak nafas, tidak bertambah dari sebelumnya, kebiruan
2018 tidak ada, intake masuk toleransi baik
Pkl. 07.00
O/ KU: sedang, kesadaran: sadar, nadi: 108 x/menit, napas: 30 x/menit,
suhu: 36.8oC
Mata: konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks : retraksi (-), Rh -/-, Whe -/-
cor : Irama teratur, bising (+),bising pansistolik (+) grade 3/6
Abdomen: supel, bising usus (+) normal
Ekstremitas: Akral hangat, refilling kapiler baik, edema -/-
P/ - O2 1 l/menit nasal
- IVFD KAEN 2 A
- Benzidin Penisilin 1.2 juta IM
- Furosemid 2x30 mg PO
- Catopril 3x 9.435 mg PO
- Prednison 3x4 mg PO
12 September S/ sesak nafas tidak bertambah, demam tidak ada, kejang tidak ada,
2018 intake makanan masuk dan toleransi baik, BAK ada
Pkl. 07.00
O/ Sakit sedang. Sadar. HR: 121x/menit. RR:30x/menit. T: 36.5
Mata : konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik
10
Thorax : retraksi (-), Rhon-/-, Whe -/-
Cor : irama teratur, bising (-)
Abdomen : Distensi (-), BU (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik, edema -/-
P/ - O2 1 l/menit nasal
- IVFD KAEN 2 A
- Benzidin Penisilin 1.2 juta IM
- Furosemid 2x30 mg PO
- Catopril 3x 9.435 mg PO
- Prednison 3x4 mg PO
11
BAB III
DISKUSI
tanggal 8 September 2018 di Ruang Rawat Inap High Care Unit RSUP Dr. M.
Djamil Padang dengan keluhan utama Sesak nafas yang meningkat sejak 2 hari
yang lalu. Sesak nafas timbul walaupun pasien sedang istirahat, pasien lebih
Sesak nafas dapat dibagi menjadi 2 menurut asalnya, yaitu dari paru dan
dari ekstra paru. Sesak yang berasal dari ekstra paru contohnya dari organ
jantung, ginjal, penyakit metabolik, dan lain-lain. Sesak yang berasal dari paru
biasanya timbul disertai batuk, cuaca, faktor pencetus (allergen) dan riwayat
keluarga sedangkan sesak yang berasal dari ekstra paru tidak disertai batuk namun
Pada pemerikaan jantung dari inspeksi terlihat dan teraba iktus cordis di 1 jari
lateral LMCS RIC V, batas jantung atas RIC II, kanan : LSD, kiri : 1 jari lateral
LMCS RIC V. Pada pemeriksaan auskultasi irama teratur, tedapat bising sistolik
di RIC 3-4.
12
kongestif. Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis dimana jantung tidak
mampu memompa cukup darah ke seluruh tubuh, untuk mengembalikan darah
melalui vena tidak adekuat, maupun kombinasi keduanya.17 Gagal jantung
kongestif dapat disebabkan oleh infark miokardium, miopati jantung, defek katub,
malformasi kongenital, dan hipertensi kronik.
terjadinya gagal jantung. Gagal jantung yang jelas terjadi pada sekitar 5% pasien
demam rematik akut. Manifestasi gagal jantung yang ditemukan pada kasus ini
hemodinamik yang berat terjadi akibat penyakit katup.27 Penyakit seperti infark
disingkirkan. Penyebab gagal jantung pada pasien ini dicurigai adalah penyakit
jantung rematik.
infeksi Streptokokus.
13
2. Demam
2003 untuk diagnosis demam rematik dan penyakit jantung rematik (berdasarkan
revisi kriteria Jones), pasien termasuk ke dalam rematik akut serangan kedua
serangan berulang.
Pasien tampak pucat yang baru disadari orang tua sejak 1 hari yang lalu. Pucat
disebabkan karena anemia yang terjadi pada pasien. Anemia pada pasien ini dapat
merupakan penyebab atau komplikasi dari gagal jantung. Anemia dapat terjadi
pada gagal jantung karena produksi sitokin yang berlebihan, seperti tumor
sekresi eritropoietin (EPO) terkait dengan aktivasi EPO disumsum tulang dan
mengurangi suplai zat besi ke sumsum tulang. Anemia juga dapat memperburuk
fungsi jantung, baik karena beban jantung melalui takikardi dan peningkatan
stroke volume maupun akibat berkurangnya aliran darah ke ginjal dan retensi air
Penatalaksanaan pada kasus ini meliputi tirah baring, benzatin penisilin 1.2
juta IU, prednison 2 mg/kgBB/hari, captopril 2x12,5 mg, dan furosemid. Pasien
ini termasuk ke dalam karditis berat, yaitu karditis yang disertai dengan
kardiomegali. Lamanya tirah baring adalah 2-4 bulan atau selama masih terdapat
gagal jantung kongestif. Hal ini sudah sesuai dengan penatalaksanaan yang
seharusnya.35
14
Antibiotika Benzatin penisilin 600.000 IU diberikan untuk anak dengan
berat badan kurang dari 30 kg dan 1,2 juta IU untuk berat badan lebih dari 30 kg,
dilakukan secara reguler setiap 3-4 minggu selama minimal 10 tahun karena
karditis ditemukan pada kasus ini. Pemberian injeksi penisilin tiap 3 minggu lebih
efektif pada kasus dengan resiko tinggi seperti insiden demam rematik yang tinggi
di lingkungan atau pada pasien beresiko tinggi seperti pasien dengan karditis
reumatik residual.30,31,32
Terapi anti-inflamasi pada pasien ini sudah tepat yaitu dengan pemberian
diberikan dengan dosis 60 mg per hari. Pemberian prednisone pada kasus ini
Mekanisme kerja dari captopril yang termasuk dalam golongan ACE inhibitor
aldosteron. Oleh karena ACE juga terlibat dalam degradasi bradikinin maka ACE
meningkatkan efek penurunan tekanan darah dari ACE inhibitor dan juga
mengurangi mortalitas hampir 20% pada pasien dengan gagal jantung yang
simptomatik serta mengurangi gejala. ACE inhibitor harus diberikan pertama kali
15
dalam dosis yang rendah untuk menghindari resiko hipotensi dan
ketidakmampuan ginjal. Fungsi ginjal dan serum pottasium harus diawasi dalam
dosis. Dosis inisial yaitu 0,3 – 2 mg/kgbb/hari dan diberikan dengan pengawasan
yang tepat. Terapi ACEI diberikan pada anak dengan gagal jantung dan gangguan
Pada kasus ini diberikan furosemide dengan dosis 2x30 mg. Furosemide
jam.36 Diuretik menyebabkan eksresi kalium bertambah sehingga pada dosis besar
furosemide dan spironolakton dapat bersifat aditif yaitu menambah efek diuresis,
dan oleh karena spironolakton bersifat menahan kalium maka pemberian kalium
tidak diperlukan.35
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Mota CC, Meira ZM, Graciano RN, Graciano FF, Araujo FD. Rheumatic
fever prevention program: Long-term evolution and outcomes. Frontier in
Pediatric. 2015;2:1-5.
2. Al-Jazairi A, Al-jaser R, Al-Halees Z, Shahid M, Al-Jufan M, Al-Mayouf
S, et al. Guidelines for the secondary prevention of rheumatic heart
disease: endorsed by Saudi Pediatric Infectious Diseases Society (SPIDS).
International journal of paediatrics and aloscent medicine. 2017;4: 47-50.
3. He VY, Condon JR, Ralph AP, Zhao Y, Robert K, de Dassel JL et al.
Long-term outcomes from acute rheumatic fever and rheumatic heart
disease: A data-linkage and survival analysis approach. Circulation.
2016;134:22-32.
4. Okello E, Wanzhu Z, Musoke C, Kakande B, Mondo CK, Freers J.
Cardiovascular complications in newly diagnose rheumatic heart disease
patients at Mulago Hospital, Uganda. Cardiovascular Journal of Africa.
2013;24:82-7.
5. Shulman ST. Group A streptococcus. In: Behrman RE, Stanton BF, St
Geme JW, Schor NF, editors. Nelson textbook of pediatrics. 20th ed.
Philadelphia: Elsevier; 2016. p. 1327-37.
6. Mayosi BM. Rheumatic fever. In: Mann DL, Zipes DP, Libby P, Bonow
RO, editors. Braunwald’s heart disease: A textbook of cardiovascular
medicine. 10th ed. Philadelphia:Elsevier Inc; 2015. p. 1834-6.
7. Paotonu DS, Beaton A, Raghu A, Steer A, Carapetis J. Acute rheumatic
fever and rheumatic heart disease. In: Ferretti JJ, Stevens DL, Fischetti
VA, editors. Streptococcus pyogenes: Basic Biology to Clinical
Manifestations. Oklahoma: University of Oklahoma Health Sciences
Center. 2016. p. 771-826.
8. Carapetis JR, Beaton A, Cunningham MW, Guilherme L, Karthikeyan G,
Mayosi BM, et al. Acute rheumatic and rheumatic heart disease. Nature
Reviews Disease Primers. 2016;2:1-24.
9. Tani LY. Rheumatic fever and Rheumatic heart disease. In: Allen HD,
Driscoll DJ, Shaddy RE, Feltes TF, editors. Allen Moss and Adam’s heart
disease in Infant, children and adolescents. 8th ed. Philadelphia: Lippincot
Williams&willkins Publishers; 2013. p. 1303-30.
17
10. Mayosi BM, Carapetis JR. Acute rheumatic fever. In : Fuster V, Waish
RA, Harrington RA, editors. Hurst’s The Heart. 13th ed.
Philadelphia:McGraw Hill Companies,Inc; 2011. p. 1687-90.
11. O’Donnel MM, Carleton PF. Penyakit katup jantung. In: Wilson LM,
editor. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. 6th ed. ECG:
2005
12. Mishra TK. Acute rheumatic fever and rheumatic heart disease: Current
scenario. JIACM. 2007;8:324-30.
13. Eroglu AG. Update on diagnosis of acute rheumatic fever: 2015 Jones
criteria. Turk Pediatri Ars. 2016;51:1-7.
14. Flyer DC. Rheumatic fever. In: Keane JF, Lock JE, Flyer DC, editors.
Nadas’ pediatric cardiology. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier; 2006. p. 387-
400.
15. Pereira BAF, Belo AR, Silva NA. Rheumatic fever: Update on the Jones
criteria according to the American Heart Association review-2015. Revista
Brasileira De Reumatologia. 2017;57:364-8.
16. Walsh W, Brown A, Carapetis J. The diagnosis and management of
chronic rheumatic heart disease-An Australia Guideline.Heart, Lung, and
Circulation. 2018;17:271-89.
17. WHO. Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease. WHO Expert
Consultation Geneva. 2001 Nov 9;[cited 2018 February 20]. Available
from: http://whqlibdoc.who.int/trs/WHO_TRS_923.pdf.
18. Chanrashekhar YS. Rheumatic Fever. In: Jagat N,editor. Cardiovascular
Medicine. 3rd ed. London: Springer; 2007. P. 431-42.
19. Jonathan C. Alex B. Warren W. Keith E. Clive H. Dkk. Diagnosis and
management of acute rheumatic fever and rheumatic heart disease in
Australia: An evidence-based review. National Heart Foundation of
Australia and theCardiac Society of Australia and New Zealand. June
2006 [cited 2018 February 20]. Available from:
athttp://www.heartfoundation.org.au/SiteCollectionDocuments/Diagnosis-
Management-Acute-Rheumatic-Fever.pdf.
20. Gewitz MH, Baltimore RS, Tani LY, Sabele CA, Shulman ST, Carapetis
J, et al. Revision of the Jones Criteria for the diagnosis of acute rheumatic
fever in the era of Doppler echocardiography. AHA Journals.
2015;131:1806-18.
21. Rahayuningsih SE, Farrah A. Role of echocardiography in diagnose of
acute rhematic fever. Paediatrica Indonesiana. 2010;50.
22. Hajar R. Rheumatic fever and rheumatic heart disease a historical
perspective. History of Medicine. 2016;17: 120-6.
23. Djer MM, Advani N, Idris NS, Yanuarso PB, Sukardi R, Putra ST.
Demam rematik akut. In: Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS,
18
Gandaputra EP, Harmoniati ED, Yuliarti K, editors. Pedoman pelayanan
medis. Jakarta; Penerbit IDAI: 2011. p. 41-5.
24. Almazini P. Antibiotik Untuk Pencegahan Demam Reumatik Akut dan
Penyakit Jantung Reumatik. Jakarta; IDAI; 2014. p. 497-501
25. Julius WD. Penyakit Jantung Reumatik. J MedulaUnila. 2016;4:138-44.
26. Zuhlke L, Kathikeyan G, Engel ME, Rangarajan S, Mackie P, Mauff BC
et al. Clinical outcomes in 3343 children and adult with rheumatic heart
disease from 14 low-and middle-Income countries: Two year follow up of
the global rheumatic heard disease registry (the REMEDY study).
Circulation. 2016;134:1456-66.
19