You are on page 1of 4

Aku Generasi Unggul Kebanggaan Bangsa Indonesia

Generasi yang unggul bagi saya adalah generasi yang berprestasi dan dapat memberikan
manfaat bagi banyak orang dan juga Negara. Menjadi generasi yang unggul di Indonesia dengan
tingkat kedinamisan yang tinggi bukanlah hal mudah. Disamping harus bisa mengejar
perkembangan teknologi dan situasi di dunia yang sangat cepat berubah, sebuah generasi dapat
dikatakan unggul karena dapat menghadapi persaingan yang ketat.

Memiliki cita-cita sebagai generasi yang unggul, saya Muhammad Hamzah Fansuri,
selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi semua hal yang saya lakukan. Lahir dan
besar di sebuah kota kecil bernama Jepara yang dikenal sebagai kota pengrajin kayu dengan
ukiran khas Jepara. Sebagian besar penduduk kota Jepara hanya menempuh pendidikan wajib 9
tahun dan melanjutkan hidup dengan bekerja sebagai buruh kerajinan kayu. Bagi saya,
pendidikan adalah hal yang utama dalam kehidupan saya sehingga saya memiliki keinginan
untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya.

Dengan semangat dan tekad yang kuat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S1, saya
diterima di salah satu universitas negeri yaitu Universitas Negeri Semarang, tepatnya di Jurusan
Teknik Sipil. Mengawali dunia perkuliahan bukanlah hal mudah bagi saya, begitu banyak
tekanan saya rasakan karena teman-teman satu kelas merupakan siswa-siswi terbaik di SMA
asalnya sehingga saya pun harus belajar dengan giat agar dapat menjadi unggul di kelas. Setelah
menjalani dunia perkuliahan selama satu tahun, saya mulai menemukan minat di bidang Teknik
Sipil yang membuat saya bersemangat dalam meraih prestasi di bidang Teknik Sipil.

Sejak semester 4, saya aktif mengikuti berbagai perlombaan di bidang struktur dan
geoteknik. Pencapaian pertama saya adalah dengan dinobatkan sebagai mahasiswa berprestasi
tingkat jurusan yang berlanjut pada lomba tingkat nasional merancang bangunan tahan gempa
dengan prototype sesuai dengan ketentuan. Hasil dari lomba tersebut tidak begitu
mengecewakan, saya dan tim mendapatkan juara IV dari 20 kontestan diberbagai universitas di
seluruh Indonesia. Saya menyadari bahwa ini adalah awalan untuk menjadi bagian engineer
kebanggaan Indonesia. Kemudian saya mengikuti lomba pembuatan beton tingkat nasional

1
dengan tema pembuatan beton ringan menggunakan bahan organik yang tidak terpakai.
Meskipun hanya mendapatkan Juara IV dari 40 peserta perguruan tinggi di Indonesia, saya
merasa bangga karena dapat mengalahkan kontestan dari salah satu universitas terbaik di
Indonesia.

Mengingat kondisi perekonomian keluarga, saya berusaha untuk dapat meringankan


beban orang tua dalam membiayai kuliah. Pada semester 5, saya mendaftarkan diri dalam salah
satu program beasiswa bergengsi yang hanya bisa didapatkan oleh 7 orang terunggul di setiap
perguruan tinggi. Perjuangan tidak mengkhianati hasil, akhirnya saya mendapatkan beasiswa
dimulai semester 5 sampai 8 dari Pertamina Foundation.

Selain kegiatan akademis, saya juga menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan


penunjang perkuliahan seperti salah satunya adalah PKM (Program Kreativitas Mahasiswa).
Melalui kegiatan ini, saya dan tim mendapatkan dana hibah dari KEMENRISTEKDIKTI selama
3 tahun berturut-turut. Dana hibah tersebut dapat mendukung pengembangan penilitian saya di
bidang kapasitas dukung tanah di jalan raya agar bermanfaat dan juga bisa diimplementasikan di
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Saya juga berkesempatan mendapatkan
pelatihan dari beberapa teknisi penyedia instrument geoteknik Indonesia. Sampai akhirnya hasil
penelitian tersebut bisa saya paparkan di ajang bergengsi tiap dua tahunan di Asia, kala itu
bertempat di Jepang dalam acara AFC#3 (Asia Future Conference) 2016. Dari acara tersebut
saya bisa membuka mata akan betapa kecilnya diri saya melihat orang-orang besar disekitar
saya. Menurut saya pencapaian yang saya dapatkan sampai saat ini merupakan hal yang luar
biasa tetapi saya merasa masih banyak hal yang belum saya kerjakan dan dapatkan. Rasa ingin
tahu saya membara untuk menggali banyak hal disekitar saya.

Pencapaian-pencapaian tersebut belumtentu diperoleh mahasiswa lain sehingga mustahil


jika saya tidak menandai hal tersebut sebagai bagian dari kesuksesan terbesar dalam hidup. Saya
menyelesaikan kuliah dalam waktu 3 tahun 10 bulan dengan predikat cum laude dan dinobatkan
sebagai wisudawan terbaik tahun 2016. Hal tersebut merupakan pencapaian yang sangat besar.
Melalui bidang ini, saya dapat menemukan benang merah antara minat saya dengan
permasalahan-permasalahn yang relevan dengan wilayah tempat saya tinggal.

2
Realita versus Idealita

Lulus dengan pujian menjadikan ekpektasi saya sangat besar pada fase kehidupan setelah
lulus. Ekspektasi keluarga pastilah berharap saya dapat memperbaiki perekonomian keluarga
setelah saya lulus, mencari pekerjaan tetap, dan hidup bahagia. Tetapi, kondisi tersebut sulit
ketika ketersediaan lapangan kerja begitu terbatas dan terbentur dengan keinginan untuk
melanjutkan studi. Dengan membangun jejaring sebelum lulus, akhirnya saya dihubungi oleh
salah satu pihak perusahaan asing yang pernah berdiskusi dalam AFC#3 untuk bergabung
membangun pembangkit listrik di Indonesia, tepatnya di Jepara, tempat saya dilahirkan. Niat
untuk sekolah saya urungkan karena saya ingin membuktikkan bahwa saya bisa ikut andil dalam
pekerjaan pembangunan pembangkit listrik program Presiden Jokowi 35.000 MW. Sebagai putra
daerah, besar harapan saya untuk ikut bergabung dari pekerjaan awal sampai akhir.

Mengawali karir dibidang konstruksi khususnya pembangkit listrik sangatlah tidak


mudah. Banyak hal yang harus dipelajari, seakan-akan bekal yang saya dapatkan di dunia kuliah
hanyalah sebagai pengantar dalam bekerja. Kenyataannya banyak masalah yang lebih besar yang
tidak bisa ditemukan dibangku kuliah. Memang pengalaman dan jam terbang sangat diperlukan
untuk menjadi engineer kebanggan Indonesia. Tidak mau kelihatan bodoh, saya terus belajar dan
tidak malu untuk bertanya bertanya kepada siapa saja. Akhirnya saya diberikan kepercayaan
untuk mendesain konfigurasi besi diseluruh bangunan sipil di PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga
Uap) Tanjung Jati B Unit 5&6 dengan kapasitas 2 x 1000 MW. Saya ingin menunjukkan
keahlian saya dengan meminimalisir kekeliruan. One man show memang tidak mudah, banyak
rintangan dan tekanan yang bertubi-tubi untuk menyelesaikan beberapa bangunan di PLTU. Rasa
bangga muncul ketika bangunan tersebut sudah rampung dan siap diserah-terimakan sesuai
dengan fungsi yang diperuntukan. Selalu menghargai proses dan waktu merupakan kunci untuk
menyelesaikan project dengan total kontrak triliunan. Mengetahui bahwa uang berasal dari
rakyat, maka saya bertekad untuk merancang desain terbaik dan memastikan maintenance PLTU
dapat dikerjakan sebaik mungkin. Banyak pengalaman yang didapat yaitu bertemu dengan
sesama profesi di berbagai Negara yang berbeda menambah semangat untuk terus belajar.

Terjun langsung di pembangunan PLTU membuat saya haus akan ilmu di bidang sipil
sehingga menumbuhkan semangat saya untuk melanjutkan pendidikan ke tahap selanjutnya.

3
Pada awal tahun 2018, saya memulai kehidupan baru saya sebagai mahasiswa master pada
program studi Civil and Construction Engineering di National Yunlin University of Science and
Technology, Taiwan. Berkaca dari realitas dan mengidentifikasi kekurangan yang saya hadapi di
lapangan selama saya bekerja membuat saya memantapkan diri untuk memperdalam ilmu di
bidang geoteknik. Pengalaman yang berharga ini menjadi titik temu dalam minat berkontribusi
untuk daerah dengan ilmu yang saya dapatkan di bangku kuliah S2.

Generasi Unggul Kebanggan Bangsa

Saya merasa sangat beruntung mendapatkan kesempatan mencari dan memaknai


pencapaian-pencapaian melalui proses yang panjang. Dengan pencapaian menjadi lulusan terbaik
dan karir yang cemerlang, saya bersyukur masih dikaruniai geliat untuk meneruskan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi. Pengalaman hidup saya telah saya bagikan kepada adik-adik kelas
di daerah agar menjadi memotivasi mereka untuk mengejar pencapaian yang lebih besar. Akses
pendidikan dan beasiswa yang semakin mudah serta wahana belajar dan wahana aktualisasi diri
yang semakin bervariasi seharusnya dapat lebih memudahkan adik-adik kelas untuk
mengembangkan diri melalui pendidikan tinggi, karena membangun daerah apalagi membangun
bangsa tidaklah cukup seorang diri.

Generasi unggul tentu saja memiliki definisi yang beragam dan subjektif. Kembali lagi,
menisbatkan diri sebagai generasi unggul kebanggaan bangsa Indonesia rasanya cukup berat.
Tetapi, saya bisa menegaskan bahwa saya adalah salah satu pemuda yang sedang menyiapkan
diri untuk berkontribusi sesuai dengan kapasitas saya sebagai akademisi, karena generasi unggul
kebanggaan bangsa Indonesia tidak ada artinya tanpa memberikan manfaat untuk orang lain di
sekitar, sekecil apapun itu.

You might also like