Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Pnemonia dapat menjadi salah satu masalah kesehatan utama pada geriatri.
fisiologis yang terkait dengan penuaan, saluran pernapasan (pengurangan reflex batuk
dan pembersihan mukosiliar) dan sistem kekebalan tubuh (bawaan dan adaptasi)
bersamaan dengan adanya malnutrisi serta penyakit kronis yang melibatkan usia
(Diabetes Mellitus, PPOK, Gagal jantung kronis, Kanker dan Insufisiensi ginjal kronis)
Kelompok geriatri adalah semua orang yang berusia 60 tahun atau lebih (WHO)
yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun
keatas. Angka kejadian pneumonia pada geriatri diperkirakan mencapai 25-44 kasus
per 1000 penduduk, Kejadian Pnemonia di Semarang, pasien geriatri yang menjalani
antara faktor-faktor resiko berupa komorbiditas, imunitas yang melemah dan faktor
usia sangat kompleks. Perubahan anatomi fisiologi akibat proses penuaan memberi
penurunan komplain paru dan peningkatan resistensi saluran napas terhadap infeksi.
perawatan lebih lama di rumah sakit. Semua hal di atas membuat pnemonia pada
1
geriatri menjadi masalah kesehatan yang perlu diperhatikan khusus, terlebih untuk
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pneumonia termasuk dalam infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) dan merupakan
ISNBA yang paling sering ditemukan. Pneumonia ini dapat terjadi secara primer atau
rumah sakit (nosokomial) atau pusat perawatan kesehatan (nursing home). Pnemonia
komunitas merupakan pnemonia yang terjadi akibat infeksi di luar rumah sakit,
sedangkan pnemonia nasokomial adalah pnemonia yang terjadi >48 jam atau lebih
setelah di rawat di rumah sakit baik di ruangan rawat umum ataupun ICU tetapi tidak
sedang memakai ventilator. Pnemonia yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah
Pnemonia dapat menjadi salah satu masalah kesehatan utama pada geriatri.
Sejumlah faktor meningkatkan resiko infeksi, Kelompok geriatri adalah semua orang
yang berusia 60 tahun atau lebih (WHO). Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 43 Tahun 2004 lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia
yang menjadi penyebab kematian tertinggi pada lanjut usia, berdasarkan World Health
prganization (WHO) tahun 2005 memperkirakan kematian pada usia lanjut berkisar
167 per 100 000 penduduk, di mana sekitar 70% terjadi di negara berkembang, terutama
3
di Afrika dan Asia Tenggara. Amerika Serikat sendiri memiliki 5-10 juta kasus
penmonia setiap tahunnya dan dirawat di rumah sakit sebanyak 1,1 juta serta 45.000
Angka kematian akibat pnemonia di Asia mencapai 30-70% dan secara spesifik
diakibatkan karena penggunaan ventilasi mekanik berkisar 33-50% dari data pnemonia
di ICU. Sedangkan dari kematian yang diperoleh di Singapura lebih tinggi yaitu 73%
pnemonia menurut diagnosa dan gejala adalah 2,13%. Data pnemonia menurut provinsi
nasional yaitu 3%) terdapat di provinsi Papua Barat, Gorontalo, NTT, Aceh, Sumatera
berbagai aspek seperti komorbiditas, situasi fungsional basal, keparahan episode akut,
pengobatan antimikroba yang diterima hingga kontak dengan rumah sakit atau tempat
lansia, dengan presentasi > 50% dari seluruh kasus pneumonia. Tabel 2.1 menunjukan
4
Tabel 2.1 2
Penyebab Terbanyak Community-Acquired Pneumonia (CAP) pada Dewasa Tua
1. S. Pneumoniae
2. C. pneumoniae
3. Enterobacteriaceae
4. L. pneumophila serogroups 1–6
5. Haemophilus influenzae
6. Moraxella catarrhalis
7. S. aureus
8. Influenza A virus
9. Influenza B virus
10. Respiratory syncytial virus
11. Legionella spp.
12. M. tuberculosis
13. HMPV
14. Pneumocystis jiroveci
15. Nontuberculous mycobacteria
16. M. Pneumoniae
Faktor resiko yang menyebabkan terjadinya pnemonia pada geriatri sekaligus yang
1. Faktor merokok
nafas. Pada tingkat awal saluran pernafasan akan mengalami penyempitan dan
terjadi penurunan VEP yang besarnya tergantung pada beratnya penyakit paru. Pada
2. Obsesitas
Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru seseorang. Pada obesitas,
biasanya terjadi penimbunan lemak pada leher dan dinding perut dan akan
gerakan pernafasan.
3. Imobilitas
berkontraksi, sehingga kapasitas vital paksa atau volume paru akan relatif
5
berkurang. Imobilitas karena kelelahan otot-otot pernafasan pada usia lanjut dapat
4. Infeksi paru
Penampilan suatu penyakit pada usia lanjut sering berbeda dengan pada usia muda.
Maka oleh karena itu harus dibedakan apakah kelainan yang terjadi berkenaan dengan
perubahan karena bertambahnya usia, atau memang ada suatu proses patologi sebagai
penyebab, beberepa problem klinik pada usia lanjut yang sering di jumpai sehingga
1. Imobility
2. Instability
3. Incontinence
4. Intelectual impairment
5. Infection (Pnemonia)
7. Impaction ( konsipasi)
8. Isolation
9. Inannition
10. Impecunity
11. Iatrogenic
12. Insomnia
14. Impotence
6
2.3 Klasifikasi 9
c. Pneumonia aspirasi
c. Pneumonia virus
dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada 1 lobus atau segmen
Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Sering pada bayi dan
c. Pneumonia interstitial
7
2.4 Patofisiologi
Dalam kondisi normal, cabang tracheobronchial bersifat steril. Saluran nafas
1. Didalam hidung terdapat concha dan rambut-rambut yang menahan benda asing
kedalam trakea.
3. Cabang trakeobronkial terdiri atas sel-sel yang mensekresikan musin. Musin ini
laktoferin. Selain itu musin juga bersifat lengketsehingga bakteri dan benda
4. Silia yang berada sepanjang dinding trachea dan bronkus bergetar sangat cepat,
5. Ketika sejumlah cairan atau benda asing masuk ke dalam trakea, reflek batuk
akan bekerja, dan isi yang tidak diinginkan segera dikeluarkan dari cabang-
cabang trakeobronkial.
masuk ke dalam alveoli, patogen akan berada di ruangan yang pada keadaan
normal kering dan tidak dapat dihuni. Masuknya patogen akan memicu
masuknya netrofil dan makrofag alveolar yang akan memangsa dan membunuh
7. Kelenjar getah bening yang berada di alveoli bertugas untuk mengeringkan dan
mediastinum.
8
Terdapat tiga rute masuknya patogen ke dalam parenkim paru yaitu, hematogen,
secara hematogen mungkin disebabkan akibat adanya infeksi saluran kemih pada
lansia. Patogen berupa bakteri biasanya masuk ke dalam paru melalui aspirasi flora di
mulut atau melalui inhalasi droplet kecil (diameter <3 μm) yang dapat dihantarkan
melalui udara ke dalam alveoli. Ketika patogen dapat masuk dan bertahan, mulailah
timbul respon inflamasi. Respon-respon ini telah dipelajari dengan sangat teliti pada
Awalnya, akan dikeluarkannya sekret dan cairan kedalam alveoli sebagai akibat
reaksi inflamasi, yang dimana cairan tersebut adalah media kultur yang sangat baik bagi
bakteri untuk tumbuh. Saat sekret dan cairan tersebut terakumulasi, cairan tersebut akan
penyebaran infeksi secara sentrifugal. Batuk dan pergerakan saat respirasi akan
membantu penyebaran. 3, 7
Mediator proinflamasi (TNF-α, IL-1, dan IL-6) akan dibebaskan dari leukosit dan akan
meningkatkan respon inflamasi. Sel darah merah, fibrin dan leukosit akan mengisi
alveoli dan mengakibatkan timbulnya konsolidasi pada paru. Akibat dari respon
inflamasi ini maka timbulah demam, batuk, sputum yang purulen, nyeri otot, dan nyeri
sendi. Dan apabila sitokin pro-inflamasi didalam darah cukup tinggi, maka dapat terjadi
syok. Konsolidasi pada paru akan menyebabkan dispnoe (akibat dari berkurangnya
komplians) dan hypoxemia akibat dari gangguan ventilasi dan perfusi (paru yang
mengalami konsolidasi dapat terjadi perfusi akan tetapi tidak dapat mengalami
ventilasi). Setelah terjadi respon inflamasi berupa edema seluruh alveoli disusul
dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan
9
fagositosis sebelum terbentuknya antiobid. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke
permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui pseudopodosis
peperangan antara host dan bakteri maka akan tampak 4 zona pada daerah parasitic
tersebut yaitu:2,3,7
Stage 1 / zona luar (kongesti): alveoli yang terisi dengan bakteri dan cairan
edema
Stage 2 / zona permulaan konsolidasi ( red hepatization): terdiri dari PMN dan
Stage 4 / resolusi: daerah tempat terjadi resolusi dengan bakter yang mati,
Gambar: 2 a) pertahanan paru terhadap benda asing. b) faktor yang mempengaruhi pertahanan paru
berbagai derajat kelainan kardioplmoner. Kelainan sistem saraf pusat dan reflek muntah
imunitas humoral ergantung pada keutuhan fungsi limfosit B. Pasien geriatri memiliki
10
menurunkan produksi antibodi. Gangguan ini menjadi predisposisi infeksi
penelitian membuktikan bahwa proses penuan meredam sel stroma sumsum tulang
limfosit. Kualitas imun humoral menurun sesuai usia. Perubahan ini ditandai dengan
respon antibodi yang lebih rendah dan penurunan produksi antibodi berafinitas tinggi.
dibawah, ditunjukan frekuensi dari setiap gejala atau tanda dari pneumonia. Pada suatu
studi, pada pasien lansia dengan pneumonia mengeluhkan gejala yang lebih sedikit
dibandingkan pada pasien yang berusia muda. Pada pasien lansia, gejala yang timbul
dapat berupa gejala klasik respiratorius yang disertai dengan delirium, kebingungan
kronis yang semakin memburuk dan terjatuh. Selain itu ditemukan angka insiden yang
tinggi dari “silent aspiration” pada pasien lansia dengan pneumonia. Pneumonia dapat
menjadi salah satu penyebab penurunan dari keadaan umum dan atau aktifitas secara
insidius atau non-spesifik, misalnya, kebingungan ataupun ataupun jatuh pada pasien
penyebab dari penurunan atau melambatnya penyembuhan dari suatu penyakit primer
11
Frekuensi dari Berbagai Tanda dan Gejala
Dewasa dengan CAP
Symptoms and Signs %
Respiratory Signs
Cough 85
Dyspnea 75
Sputum production 73
Pleuritic chest pain 57
Hemoptysis 20
Non-Respiratory Signs
Fatigue 90
Fever 82
Anorexia 73
Chills 72
Sweats 70
Headache 50
Myalgia+ 45
Nausea 40
Sore throat 29
Confusion 38
Vomiting 32
Diarrhea 30
Abdominal pain 29
Signs
Altered mental status* 13
Respiratory rate (≥30/min) 30
Heart rate (≥125/min) 25
Temperature 0.7
<35.0oC
≥40.0oC 2
memiliki sensitivitas berkisar 47%-69% dan spesifitas 58%-75%, maka dari itu
rontgen dada. Ronchi, wheezing, dan tanda-tanda dari konsolidasi (pekak saat
dilakukan perkusi, suara nafas bronkial dan aegophoni mungkin dapat ditemukan.
Tanda yang paling sensitif yang dapat ditemukan pada pasien lansia adalah peningkatan
12
respiratory rate (yang dihitung dalam 1 menit) dengan respiratory rate > 28x/menit
menandakan pneumonia. Foto rontgen dada dapat sulit dinilai pada pasien lansia,
terutama bila foto dalam posisi AP. CT scan dada sangatlah akurat untuk menentukan
diagnosis dari pneumonia, akan tetapi tidak dapat dilakukan pada seluruh pasien yang
terapi yaitu dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit,
dan perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Dugaan mikroorganisme penyebb infeksi
akan mengarahkan kepada pemilihan terapi emperis antibiotik yang tepat. Diagnosis
pnemonia didasarkan pada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti
Anamnesis1
penyakit kronik (kuman jamak), Kejang /tidak sadar (asprasi gram negatif, anaerob),
Pemeriksaan Fisik1
gejala klinis yang mengarah kepada tipe kuman penyebab/ patogenitas kuman dan
13
a. Pnemonia virus ditandai dengan mialgia, malaise, batuk kering dan non
produktif
b. Awitan lebih insidious dan ringan pada orang tua/imunitas menurun akibat
c. Tanda-tanda fisik pada tipe pnemonia klasik bisa didapatkan berupa demam,
sesak napas, tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru pekak, rongki nyaring,
Gejala atau bentuk tidak khas dijumpai pada pnemonia komunitas yang
Pemeriksaan Penunjang1
Staphylococus, virus atau mikoplasma dan pnemonia intestisial oleh virus dan
mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen bawah apikal lobus bawah atau
inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Infiltrat di lobus atas sering
bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bacterimia. Efusi pleura
dapat terjadi oleh S.Pnemoniae dapat juga oleh kuman anaerob. Ulangan foto
efusi pleura penyerta yang terinfeksi atau pembentukan abses. Pada pasien yang
14
mengalami perbaikan klinis ulangan foto dada dapat ditunda karena resolusi
virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon
misalnya neutropenia pada infeksi kuman gram negatif atau S.Philococcus pada
Nilai diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah
eksaserbasi akut dari bronkitis kronis, CHF, dan emboli paru. Anamnesa cukup
berperan penting dalam hal ini. Sebagai contoh, penyakit jantung yang sudah
diketahui dapat diperkirakan sebagai edema paru yang semakin memburuk, petunjuk
dengan rata-rata 58% dan 67%. Akan tetapi foto rontgen dada seringkali diperlukan
merupakan salah satu faktor untuk menentukan tingkat keparahan dari pneumonia.
Pada kebanyakan pasien manifestasi klinis dan pemeriksaan radiologi cukup untuk
15
pneumonia itu sendiri, dikarenakan diperlukan waktu yang cukup lama untuk
Diagnosis pneumonia komunitas ditegakan jika ditemukan pada foto toraks terdapat
- Batuk-batuk bertambah
ditegakan bila: 10
- Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan
menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah sakit.
- Sekret purulent
- Leukositosis
16
Gambar : Foto serial Pneumonia
memastikan apakah sampel tersebut cocok untuk dikultur atau tidak. Akan
yang adekuat untuk dikultur harus memiliki >25 netrofil, dan <10 sel epitel
17
pewarnaan gram dan kultur sputum sangat bervariasi. Walaupun pada kasus
pada foto rontgen. Pada pasien yang dirawat di ICU dan terintubasi, dapat
b) Kultur darah
terapi antibiotic diberikan, sangatlah rendah. Hanya 5-14% dari kultur darah
pneumokokus, hasil positif dari kultur darah ini hanya memiliki kegunaan
yang sedikit. Pada beberapa pasien dengan risiko tinggi seperti pasien
18
c) Tes antigen
Dua tes yang saat ini ada dapat mendeteksi antigen pneumokokus dan
sangatlah tinggi, 90% dan 99%. Tes antigen urine pneumokokus juga cukup
sensitive dan spesifik yaitu 80 dan 90%. Kedua test tersebut dapat
antibiotik.
d) PCR
bantuan ventilasi mekanis, dan kematian. Tes ini dapat juga dihunakan untuk
e) Serologi
Peningkatan 4 kali lipat dari titer antibodi spesifik IgM antara sampel fase
19
biasa seperti Coxiella burnetii. Akan tetapi baru-baru ini tes serologi ini
2.8 Evaluasi
Tempat perawatan
Evaluasi dari pasien dengan pneumonia terdiri dari penentuan tingkat keparahan dari
pasien ini perlu dipindahkan ke rumah sakit (ke tempat perawatan biasa ataupun
ICU) atau tidak. Beberapa skoring untuk menentukan derajat keparahan dari
kematian akibat pneumonia tersebut. Sistem ini telah digunakan sebagai acuan untuk
memutuskan, dimana pasien dengan kelas I-III dapat ditangani dasar ambulatory dan
pada pasien dengan kelas IV-V harus segera dilakukan perawatan di rumah sakit.
Akan tetapi pada kenyataannya sistem ini memiliki beberapa kesalahan dan
merupakan sistem atau acuan termudah dan paling akurat untuk menentukan tingkat
20
CURB-65 Rule
Confusion
Urea >7 mm/L
Respiratory rate >30 breaths/min
Blood pressure: systolic <90 mmHg or diastolic < 60 mmHg
Age >65 yr
*Assign one point for each when present
* Mortality rate:
0 - 0.7%
1 - 3.2%
2 - 3%
3 - 17%
4 - 41.5%
5 - 57%.
* If 2 or more of the above are present, the pneumonia is severe and patient is likely to require
admission to an ICU.
Tabel 2.3 2,7
Transfer dari Pusat Perawatan Kesehatan ke Rumah Sakit
salah satu studi beberapa keadaan brikut ini menandakan adanya kegagalan dalam
Apabila tidak ditemukan faktor risiko tersebut maka tingkat kegagalan adalah
11%, apabila ditemukan ≤ 2 faktor risiko maka tingkat kegagalan mencapai 23%
dan apabila ≥ 3 faktor risiko maka tingkat kegagalan mencapai 59%. Pusat
21
perawatan kesehatan biasanya memiliki fasilitas yang memadai dan tenaga perawat
yang cukup untuk menyediakan perawatan dan penanganan pada pasien yang sakit.
Berbagai keputusan yang dibuat harus berdasarkan ilmu yang sudah ada.
Perawatan ICU
Sekitar 10% pasien yang dirawat dirumah sakit dengan pneumonia
pneumonia yang tidak memerlukan perawatan intensif. Selain itu pasien dengan
pneumonia yang dirawat di ICU biasanya memerlukan waktu perawatan yang lebih
lama dibandingkan dengan pasien yang dirawat di bangsal biasa. Penentuan untuk
pneumonia dan sering juga berdasarkan kebutuhan akan mesin ventilator (>50%),
monitoring hemodinamik (30%) dan syok (15%). Umur saja tidak dapat menjadi
dasar untuk memutuskan pasien ini perlu dipindahkan ke ICU atau tidak. 2,7
2.9 Penatalaksanaan
Antibiotik
Dikarenakan dokter sulit untuk mengetahui etiologi dari pneumonia sebelum
didapatkan hasil kultur, maka digunakan terapi empirik yang dimana berfungsi
kasus, antibiotik harus diberikan secepat mungkin. Untuk mencakup patogen atipikal
Namun pengetahuan tentang tingkat resistensi antibiotik dari tiap pathogen yang
22
sensitive menggunakan kortimoksazol, karena itu, terapi empiris menggunakan
komorbiditas dan fungsional, situasi kognitif dan sosial serta faktor resiko individual
menentukan terapi empiris pada lanjut usia; apakah ada resiko dari mikroorganisme
yang tidak umum? Dan kedua: apakah ada kelemahan pada pasien? Bila ada, berada
Berikut adalah rangkuman terapi dari tiap kemungkinan keadaan pasien lanjut usia. 8
C. Uncommon pathogens
23
- P. aeruginosa Piperacilin/tazobactam atau imipinem atau merupenem
Berikut ini adalah terapi empiris yang dilakukan pada pasien dengan pneumonia. 1,2,6
Pilihan Terapi Antibiotik (Pertama dan Kedua) untuk Pneumonia Bila Etiologi Belum
Diketahui 2,6
A. Pasien yang sebelumnya sehat dan tidak menggunakan antibiotic lain dalam 3
bulan terakhir
per oral 2x/hari selama 10 hari atau azitromicin 500 mg per oral 1x/hari lalu
Bila terjadi COPD atau pasien meminum antibiotic dalam 3 bulan terakhir,
clearance <50 mL/min kurangi doisis jadi 250 mg 1x/hari. moxifloxacin, 400
mg 1x/hari per oral; gatifloxacin 400 mg 1x/hari per oral atau IV.
moxifloxacin, 400 mg 1x/hari per oral; gatifloxacin 400 mg 1x/hari per oral
atau IV.
500 mg 1x/hari
24
1. Azitomicin 1 g IV dilanjutkan 500 mg IV 1x/hari plus cefriakson 1 g tiap
Vancomicin 1 g tiap 12 jam atau Linezolid 600 mg IV atau oral tiap 12 jam.
1x/hari per oral atau Moxifloxacin 400 mg 1x/hari per oral atau Gatifloxacin
plus makrolida
dibawah ini.
2. Pneumonia:
tiap 12 jam per oral, plus satu diantara: levofloxacin 500 mg 1x/hari per
oral atau moxifloxacin 400 mg 1x/hari per oral atau gatifloxacin 400 mg
25
b. Bila tidak dicurigai infeksi anaerob: sama seperti diiatas namun tidak
dapat menimbulkan keadaan resistensi terhadap patogen respiratori. Untuk itu, CDC
hanya pada pasien berusia dewasa yang mengalami kegagalan dalam pengobatan
dengan terapi lini pertama., timbul reaksi alergi terhadap obat lini pertama dan pada
dengan pneumonia yang sakit cukup berat dan dirawat di rumah sakit harus dengan
atau dengan kombinasi dari ampisilin dan sublactam dan makrolid seperti
Apabila etiologi sudah dapat ditegakan maka perlu dilakukan pemberian antibiotik
a) S. pneumonia
Pada bakteri yang masih sensitif terhadap penisilin, obat pilihan utama
perlu dipikirkan kemungkinan bakteri tersebut telah resisten, maka dari itu
golongan ini tidak dapat menembus Blood brain barrier sehingga pasien ini
26
perlu diberikan vancomycin. Apabila pasien tersebut alergi terhadap
b) Chlamydophilla pneumonia
c) Staphylococcus aureus
Obat pilihan utama pada S. aureus yang masih sensitif terhadap methicilin
d) Pneumonia Aspirasi
aspirasi karena, kedua obat ini dapat membunuh baik bakteri aerob dan
27
Perpindahan Penggunaan Obat Intravena Menjadi Obat Oral untuk
Pengobatan Pneumonia
leukosit mulai kembali normal, Suhu tubuh normal dengan dua kali pengukuran
dengan jarak 16 jam, dan terdapat perbaikan dari batuk dan sesak nafasnya.
Golongan quinolon diserap sangat baik pada traktus gastrointestinal. Pasien dapat
dipertimbangkan untuk pulang ke rumah setelah selesai rawat inap bila kondisinya
secara klinis stabil hingga hari ke 3-4, namun pasien lanjut usia biasanya memiliki
2,6,8
waktu yang lebih panjang untuk mencapai stabil 2-7 hari.
- Kesadaran baik
Evaluasi Terapi
Yang paling sering digunakan untuk menilai hasil terapi adalah dengan
pengukuran tanda vital,dan pemeriksaan fisik yang berulang. Secara umum, akan
sangat jelas terlihat saat terjadi kegagalan dari terapi yang diberikan. Pada pasien
yang terjadi perbaikan klinis, hanya diperlukan melakukan foto rontgen dada ulang
sekali lagi untuk melihat perbaikannya. Sangatlah penting mengetahui kapan kita
harus melakukan foto rontgen ulang ini. Pada pasien dengan PPOK biasanya terjadi
28
penundaan dalam penyembuhan dari pneumonia dalam gambaran radiologi. Akan
tetapi, apabila dalam 12 minggu tidak terjadi penyembuhan, maka perlu dilakukan
dari kanker paru. Pada 50% pasien ini, diagnosa dapat diperkirakan secara radiografi
disaat timbulnya gejala. CT scan dada sangat membantu dalam penanganan pada
pasien yang tidak mengalami perbaikan. Dengan ini dapat terdeteksi efusi pleura
(kemungkinan besar empiema) dan kavitas dini sebelum dapat terlihat pada rongen
2.10 Komplikasi 9
-Efusi pleura
- Empiema
- Abses Paru
- Pneumotoraks
- Gagal nafas
- Sepsis
2.11 Prognosis
komorbiditas, dan tempat perawatan pasien. Pada pasien dengan usia muda dan tanpa
komorbiditas, akan cepat pulih dan sembuh total setelah 2 minggu. Pada pasien yang
berusia tua dengan kondisi komorbid akan beberapa minggu lebih lama dalam
penyembuhan.2
2.12 Pencegahan
pada orang dengan resiko tinggi, dengan gangguan imunologis, penyakit berat
29
termasuk penyakit paru kronik, hati, ginjal dan jantung. Di samping itu vaksinasi juga
perlu diberikan untuk penghuni rumah jompo atau rumah penampungan penyakit
infeksi termasuk pendidikan staf pelaksana, pelaksanaan teknik isolasi dan praktek
pengontrolan infeksi pada pasien dengan gagal organ dan dengan skor APACHE yang
tinggi dan penyakit dasar yang berakibat fatal perlu diberikan terapi pencegahan.
30
BAB III
KESIMPULAN
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi yang cukup sering terjadi
pada pasien lansia karena berbagai macam faktor risiko yang dimiliki oleh pasien.
Pneumonia juga merupakan penyakit infeksi yang cukup serius dan memiliki angka
morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Oleh karena itu, keahlian untuk
mendiagnosis dini dan tepat, identifikasi etiologi dan pemilihan antibiotika yang tepat
Terdapat dua diagnosis yang perlu ditetapkan pada pasien dengan pneumonia,
yaitu diagnosis klinis dan diagnosis etiologi. Diagnosis klinis belum dapat ditegakan
secara pasti hanya dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka dari itu diperlukan
dimana biakan kuman membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya,
sedangkan pengobatan harus segera diberikan. Maka sebelum hasil kultur kuman dan
uji sensitifitas keluar, diberikan terapi antibiotik secara empiris. Pemberian antibiotik
Setelah keluar hasil uji kepekaan antibiotik terhadap kuman penyebab diberikan
antibiotik yang sesuai. Pada pemberian antibiotik secara empiris jika terdapat
perbaikan, antibiotik dapat diteruskan, jika tidak maka antibiotik diganti sesuai uji
kepekaan.
31
DAFTAR PUSTAKA
2014:1608-205.
1531-45.
4. Niederman MS, McCombs JS, Unger AN, et al 1998, The cost of treating
acquired pneumonia in the elderly: age- and sex-related patterns of care and
di Indonesia.
32
10. PDPI, 2003. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial
di Indonesia.
11. Sligi WE, Marie T and Magindar S. Age Stil matters prognosticating short and
long term mortality for criticallyill patient with pnemonia. Crit Care Med.
2010;III (38):p.2126-32
12. Said M.Pnemonia Penyebab Utama Mortalitas Anak Balita di Indonesia. !st
33