You are on page 1of 29

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ENDOMETRIOSIS

2.1.1. Definisi

Endometriosis adalah penyakit jinak yang didefinisikan sebagai adanya

jaringan yang terdiri dari kelenjar dan stroma endometrium ektopik atau di luar dari

kavum uteri dan dihubungkan dengan nyeri pelvik dan infertilitas.5,6

2.1.2. Epidemiologi

Prevalensi endometriosis pada ovarium masih belum pasti diketahui. Namun

kasus endometriosis sendiri dikatakan sering terjadi pada sekitar 5-15% wanita usia

reproduktif pada populasi umum.2,6,7,8,9

Umur rata-rata pasien pada waktu diagnosis endometriosis ditegakkan adalah

antara umur 25-30 tahun. Endometriosis jarang terjadi pada gadis remaja premenars

tetapi dapat diidentifikasi pada 50% atau lebih wanita dengan umur kurang dari 20

tahun dengan keluhan dismenorea, nyeri pelvik kronis atau dispareunia. Kurang dari

5% wanita pasca menopause yang kebanyakan menerima terapi estrogen

membutuhkan operasi karena endometriosis.1,10,11

Di Indonesia ditemukan 20%-40% wanita infertil yang disebabkan

endometriosis. Infertilitas yang disebabkan oleh endometriosis dikaitkan dengan

proses inflamasi yang terjadi pada endometriosis dikaitkan dengan proses inflamasi

yang terjadi pada endometriosis sehingga dapat menyebabkan gangguan pada

fungsi tuba fallopian, menurunnya reseptivitas endometrium, mengganggu

perkembangan oosit dan embrio.11

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


6

2.1.3. Etiologi

Mekanisme terjadinya endometriosis belum diketahui secara pasti dan sangat

kompleks, berikut ini beberapa etiologi endometriosis yang telah diketahui:

regurgitasi haid, gangguan imunitas, luteinized unruptured follicle (LUF) dan

spektrum disfungsi ovarium.

Gambar 2.1. Patofosiologi nyeri dan infertilitas


12
berhubungan dengan endometriosis.

2.1.3.1. Regurgitasi Haid

Darah haid yang berbalik ke rongga peritoneum diketahui mampu

berimplantasi pada permukaan peritoneum dan merangsang metaplasia peritoneum,

kemudian merangsang angiogenesis. Hal ini dibuktikan dengan lesi endometriosis

sering dijumpai pada daerah yang meningkat vaskularisasinya.5,6,7

Pentingnya selaput mesotelium yang utuh dapat dibuktikan pada penelusuran

dengan mikroskop elektron, terlihat bahwa serpih haid atau endometrium hanya

menempel pada sisi epitel yang selaputnya hilang atau rusak.6,7

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


7

Lesi endometriosis terbentuk jika endometrium menempel pada selaput

peritoneum. Hal ini terjadi karena pada lesi endometriosis terdapat protein intergin

dan kadherin yang berpotensi terlibat dalam perkembangan endometriosis. Molekul

perekat haid seperti (cell-adhesion molecules, CAMs) hanya ada di endometrium dan

tidak berfungsi pada lesi endometriosis.5,6,7

Teori pencangkokan Sampson merupakan teori yang paling banyak diterima

untuk endometriosis peritoneal. Semua wanita usia reproduksi diperkirakan memiliki

endometriosis peritoneal, didasarkan pada fakta bahwa hampir semua wanita

dengan tuba falopi yang paten membawa endometrium hidup ke rongga peritoneum

sewaktu haid. Begitu juga ditemukannya jaringan endometriosis pada irisan serial

jaringan pelvik pada wanita 40 tahun dengan tuba falopi paten dan siklus haid

normal. Walaupun demikian tidak setiap wanita yang mengalami retrograde

menstruasi akan menderita endometriosis. 6,7,8

Baliknya darah haid ke peritoneum menyebabkan kerusakan selaput mesotel

dan perlekatan jaringan endometrium. Jumlah haid dan jaringan yang terdiri dari

kelenjar dan stroma serta sifat-sifat biologis bawaan dari endometrium sangat

memegang peranan penting pada kecenderungan perkembangan endometriosis.

Setelah perekatan matriks ekstraseluler, metaloperoksidasenya sendiri secara aktif

memulai pembentukan ulang matriks ekstraseluler sehingga menyebabkan invasi

endometrium ke dalam rongga submesotel peritoneum. 6,7,8

2.1.3.2. Luteinized Unruptured Follicle (LUF)

Telah ditemukan bukti bahwa penyebab kerusakan sel-sel mesotel adalah

endometrium fase haid, bukan endometrium fase proliperasi. Kemungkinan

pengaruh buruk isi darah haid telah dipelajari pada biakan gabungan dengan lapisan

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


8

tunggal sel mesotel, terlihat bahwa endometrium haid yang luruh, endometrium haid

yang tersisip, serum haid dan medium dari jaringan biakan haid, menyebabkan

kerusakan hebat sel-sel mesotel, hal ini kemungkinan berhubungan dengan

apoptosis dan nekrosis.6,7,8.

Endometriosis merupakan penyakit yang bergantung dengan kadar estrogen

akibat P450 aromatase dan defisiensi 17 beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase.

Aromatase mengkatalisis sintesis estron dan estradiol dari androstenedion dan

testosteron dan berada pada sel retikulum endoplasma. Pada sel granulosa 17 beta-

hidroksisteroid dehidrogenase mengubah estrogen kuat (estradiol) menjadi estrogen

lemah (estron).9-14

Endometrioma dan invasi endometriosis ekstraovarium mengandung

aromatase kadar tinggi, faktor pertumbuhan, sitokin dan beberapa faktor lain

berperan sebagai pemacu aktivitas aromatase melalui jalur cAMP.17 beta-

hidroksisteroid dehidrogenase. Hal ini menunjukkan adanya resistensi selektif gen

sasaran tertentu terhadap kerja progesteron. Resistensi juga terjadi dilihat dari

gagalnya endometriosis untuk beregresi dengan pemberian progestin.6,7,8

2.1.3.3. Gangguan imunitas

Diferensiasi klasik sel-sel endometrium bergantung pada hormon steroid

seks dapat dihambat oleh beberapa faktor, seperti: interferon-gamma yang dilepas di

dalam endometrium eutopik pada sambungan endometrio-miometrium. Secara

invitro telah diketahui mekanisme yang mendasari polarisasi spasial endometrium

eutopik menjadi lapisan basal dan superfisial. Lapisan basal merupakan sisi

metaplasia siklik aktif sel-sel stroma endometrium basal untuk menjadi miofibroblas

atau sebaliknya.6,7,8

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


9

Aktivitas morfologis endometrium terlaksana di dalam lapisan superfisial oleh

pradesidualisasi dan perdarahan haid, sedangkan di kompartemen zona lapisan

basal oleh metaplasia dan diferensiasi otot polos secara siklik. 6,7,8

Peritoneum bereaksi terhadap serpihan darah haid, berupa berhentinya

perekatan sel-sel endometrium yang viabel ke peritoneum, yang kemudian dapat

berubah bentuk menjadi lesi endometriosis. Dalam hal ini ikut berperan faktor

imunologi. Sistem imunitas yang terdapat dalam aliran darah peritoneal berupa sel

limfosit B,T dan Natural Killer (NK). Kemudian terjadi pengaktifan makrofag, namun

tidak dapat membersihkan rongga pelvik dari serpih darah haid. Aktifitas sel NK

menurun pada penderita endometriosis sehingga menyebabkan penurunan imunitas

seluler.6,7,8

Kemampuan fragmen endometrium untuk hidup dilokasi ektopik mungkin

berhubungan dengan respons imun. Peran imun pada kejadian endometriosis

banyak dipelajari dan ditemukan banyak kelainan imunologi. Namun apakah kelainan

imun merupakan penyebab atau akibat endometriosis masih belum diketahui. Sel

endometrium bersifat resisten terhadap apoptosis dan fagositosis, namun hanya 10-

15 % perempuan yang haid menderita endometriosis. Mekanisme bagaimana sel

endometriosis yang regurgitasi dibersihkan dari rongga peritoneum masih belum

jelas.15-17

Ada teori yang menyatakan keterlibatan sitokin sedikit lebih menyakinkan.

Lesi endometriosis memiliki konsentrasi interleukin-1 dan interleukin-6 lebih tinggi

secara signifikan dan tumor necrotizing factor-α lebih rendah dibandingkan

endometrium normal. Kemampuan beberapa sitokin untuk merangsang dan

menghambat pertumbuhan sel endometrial telah dibuktikan, adanya

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


10

ketidakseimbangan peran sitokin tersebut terkait dengan peranan sel T helper 1/ T

helper 2 (Th1/Th2) dalam endometriosis.15-17

Mekanisme pengaturan respon imun pada umumnya dilakukan oleh

subpopulasi sel T yang disebut sebagai sel T Regulator. Salah satu peran sel T

Regulator adalah menjaga keseimbangan peran dari sel Th1 dan Th2. Fungsi utama

respon imunitas selular adalah pertahanan terhadap mikroorganisme yang hidup

intraselular. Sel yang memiliki peran utama dalam respon imunitas selular adalah

limfosit T atau sel T. Fungsi sel T umumnya adalah: membantu sel B dalam

memproduksi antibodi, mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus dan

mengaktifkan fagositosis makrofag.18,19

Sel T dibentuk dalam sumsum tulang tetapi diferensiasi dan proliferasinya

terjadi dalam kelenjar timus atas pengaruh berbagai faktor asal timus. Sekitar 90%-

95% sel timus tersebut mati dan hanya sekitar 5-10% menjadi matang dan

meninggalkan timus untuk masuk ke dalam sirkulasi dan kelenjar getah bening. Di

dalam timus sel T mendapat penanda CD ( cluster of differentiation) dan antigen

spesifik serta toleransi terhadap dirinya. Sel T terdiri atas beberapa sel subset seperti

sel T naif, Th1, Th2, T delayed Type Hypersensitivity (Tdth), Cytotoxic T Limphocyte

(CTL) atau cytotoxic atau cytolytic (Tc) dan T supresor (Ts) atau regulator (Tr).8,10

2.1.4. Diagnosis Endometriosis

Diagnosis endometriosis biasanya ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan laparoskopi yang merupakan gold standard

secara klinis. Dan endometriosis secara pasti ditegakkan berdasarkan hasil

histopatologi dengan ditemukannya kelenjar dan stroma endometrium yang berasal

dari jaringan diluar kavum uteri.10

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


11

Anamnesis yang dapat membantu diagnosa endometriosis antara lain adanya

riwayat nyeri yang berhubungan dengan siklus haid, nyeri pelvik kronik, dispareunia,

dischezia, infertilitas atau perdarahan yang tidak teratur. Salah satu keluhan yang

paling sering dialami wanita dengan endometriosis adalah nyeri pelvik kronik

mencakup dismenorea yang paling sering dilaporkan. Meskipun demikian

dismenorea tidak dapat secara pasti memprediksi endometriosis. Dismenorea yang

berhubungan dengan endometriosis biasanya dimulai sebelum menstruasi dan

bertahan selama menstruasi berlangsung dan dapat terjadi lebih lama dari itu.

Sedangkan dispareunia terkait endometriosis biasanya terjadi sebelum menstruasi

dan semakin nyeri tepat di awal menstruasi. Nyeri ini lebih sering terjadi pada wanita

dengan penyakit yang melibatkan septum rektovagina dan cul-de-sac.19,20

Mekanisme terjadinya nyeri pada endometriosis ini mungkin disebabkan oleh

peradangan lokal, infiltrasi yang dalam dengan kerusakan jaringan, terlepasnya

prostaglandin dan perlengketan.11,14,20,21,22

Perdarahan tidak teratur yang berhubungan dengan endometriosis

diperkirakan terjadi pada 11-34% penderita endometriosis. Hal ini dikatakan

diakibatkan oleh adanya kelainan pada ovarium yang luas sehingga fungsi ovarium

terganggu. Perdarahan ini juga dihubungkan dengan terjadinya peningkatan kadar

estrogen dan berkurangnya progesteron yang mengakibatkan terganggunya

keseimbangan eutopik endometrium penderita endometriosis.10,23

Meskipun belum ada penjelasan yang pasti, endometriosis dihubungkan

dengan infertilitas. Endometriosis dijumpai pada 20-40% wanita infertil, dan diduga

ada beberapa mekanisme yang berhubungan dengan penurunan fertilitas pada

wanita dengan endometriosis. Transport ovum dapat terganggu akibat adanya

gangguan anatomi pada adneksa. Peradangan kronis yang mengakibatkan kadar

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


12

makrofag yang cukup tinggi pada penderita endometriosis dapat mempengaruhi

reseptifitas endometrium, folikulogenesis ovarium dan kerja dari saluran tuba. Kedua

pengobatan baik medisinalis dan operatif telah digunakan untuk penanganan

endometriosis terkait infertilitas. Penanganan lainnya seperti intrauterine

insemination (IUI) dan IVF, juga telah digunakan pada wanita infertil dengan

endometriosis.9,21,24

Pemeriksaan fisik diperlukan untuk menentukan diagnosa dan penanganan

yang tepat dan juga diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit

lainnya yang mungkin memerlukan perhatian. Pemeriksaan harus mencakup

penilaian dari posisi, ukuran dan mobilitas uterus, dimana uterus retrofleksi yang

terfiksir dapat menjadi sangkaan adanya perlengketan hebat. Pemeriksaan

rektovaginal mungkin diperlukan dan tepat untuk menilai ligamen uterosakral dan

septum rektovaginal yang dapat menunjukkan adanya nodul pada deep infiltrating

endometriosis. Massa di adneksa yang dijumpai pada pemeriksaan fisik dapat

disangkakan sebagai kista endometriosis. Pemeriksaan pada saat menstruasi dapat

meningkatkan keberhasilan mendeteksi infiltrasi nodul endometriosis dan penilaian

terhadap nyeri pelvik. Pemeriksaan fisik memiliki sensitivitas, spesifisitas dan nilai

duga yang lebih rendah jika dibandingkan dengan pembedahan yang merupakan

gold standard endometriosis.21,24,25,26

Ultrasonografi merupakan pencitraan yang paling umum untuk mendeteksi

endometriosis. Dapat mendeteksi adanya suatu kelainan organ panggul seperti

mioma uteri dan kista ovarium. Pencitraan ini tidak mamadai untuk menetukan

adanya lesi-lesi endometriosis superfisial yang biasanya tumbuh di sepanjang

selaput peritoneum. Ultrasonografi transvaginal dapat sangat membantu

mendiagnosis endometriosis stadium lanjut, tetapi tidak dapat digunakan untuk

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


13

pencitraan adhesi pelvik atau foci superficial peritoneal. Endometrioma dapat

ditunjukkan dalam berbagai gambaran ultrasonografi, tetapi biasanya tampak

sebagai struktur kistik dengan internal berdifusi rendah yang dikelilingi oleh kapsul

ekogenik kering (crisp echogenic capsule). Beberapa dapat menunjukkan septa

interna atau penebalan dinding nodular. Ketika karakteristik gejala dijumpai,

ultrasonografi transvaginal memiliki sensitivitas 90% atau lebih dan spesifisitas

hampir 100% untuk mendeteksi endometrioma.21,22,24

Pencitraan dengan doopler juga dapat membantu diagnosis sonografi dimana

endometrioma menerima suplai darah yang sedikit sedangkan karsinoma ovarium

menerima suplai darah yang banyak. Apabila endometriosis diduga memiliki invasif

yang lebih dalam terhadap organ-organ tertentu seperti usus atau kandung kemih,

pemeriksaan tambahan seperti kolonoskopi, sistoskopi, ultrasonografi rektal dan MRI

mungkin diperlukan. MRI memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan

ultrasonografi transvaginal dalam mendeteksi implan peritoneum dan memiliki

sensitivitas 70% dan spesifisitas 75% untuk deteksi penyakit yang didapati dari

pemeriksaan histopatologi, namun tidak dapat digunakan sebagai pencitraan utama

karena harganya mahal dan memiliki sensitivitas yang buruk untuk mendeteksi lesi

peritoneum maupun stadium endometriosis. MRI juga terkadang dapat menunjukkan

perlengketan padat pada distorsi usus yang berada di dekatnya dan susunan

anatomik di sekelilingnya.21,22,24,26,27

Belum ada uji laboratorium darah yang dapat digunakan untuk diagnosa pasti

endometriosis. Meskipun serum CA-125 mungkin dapat meningkat pada

endometriosis derajat sedang dan berat, ketentuan ini tidak dianjurkan sebagai

pemeriksaan rutin. Pada suatu meta analisis dari 23 penelitian yang meneliti serum

CA-125 pada wanita yang dinyatakan menderita endometriosis secara operatif,

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


14

perkiraan sensitivitas dan spesifisitasnya hanya berkisar masing-masing 28% dan

90%.26,27

Laparoskopi merupakan gold standard dalam menegakkan diagnosis suatu

endometriosis dengan cara melihat langsung ke dalam rongga abdomen. Keparahan

penyakit paling baik digambarkan dengan tampilan langsung dan lokasi dari lesi

endometriosis dan keterlibatan organ lainnya. Laparaskopi diagnostik tidak

dibutuhkan sebelum pasien mengeluhkan gejala nyeri pelvik. Meskipun laparoskopi

dianggap sebagai prosedur yang minimal invasif, namun tetap dapat memberikan

resiko pembedahan termasuk perforasi usus dan kandung kemih dan juga cedera

pembuluh darah.11,22

2.1.5. Penatalaksanaan

Penanganan endometriosis yang saat ini digunakan mencakup beberapa cara

yaitu pengobatan medikamentosa, pembedahan atau kombinasi keduanya.

Pengobatan endometriosis bergantung kepada keluhan wanita yang menderita

endometriosis dan penanganannya disesuaikan dengan tujuan. Untuk wanita dengan

infertilitas dan nyeri terkait endometriosis perlu ditetapkan manakah yang menjadi

prioritas utama dari dua pilihan pengobatan, yaitu hormonal ataukah pembedahan,

karena belum ada bukti bahwa pengobatan hormonal tunggal dapat memperbaiki

fertilitas dan angka residifnya sangat tinggi.20,21

Jenis dan rancangan penanganan endometriosis perlu dirancang dan dimulai

di meja operasi karena kepastian diagnosis endometriosis sebagian besar baru

dapat ditegakkan pada saat laparoskopi atau laparatomi. Saat ini perencanaan

penanganan endometriosis semakin bertambah rumit karena pilihannya sangat

beragam.21

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


15

Kemajuan besar telah dicapai dalam penanganan medikamentosa, meliputi

GnRH agonis, GnRH antagonis, aromatase inhibitor, antagonis progesteron,

modulator selektif steroid seks, antiangiogenesis, dan imunoterapi dengan vaksin.

Mengingat kendala dalam biaya, seorang klinisi harus menetapkan secara ketat

indikasi pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk itu spesialis ginekologi perlu dengan

baik memahami etiopatogenesis endometriosis dan juga dengan cara apa

penanganan yang akan dilakukan.21

Gambar 2.2 Algoritme Diagnosis dan Penatalaksanaan Endometriosis1

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


16

2.1.6. Klasifikasi Endometriosis

Penentuan stadium endometriosis sangat penting dilakukan terutama untuk

menerapkan cara pengobatan yang tepat dan untuk evaluasi hasil pengobatan.

Namun stadium ini tidak memiliki korelasi dengan derajat nyeri, keluhan pasien,

maupun prediksi respon terapi terhadap nyeri atau infertilitas. Hal ini dapat

dimengerti karena endometriosis dapat dijumpai pada pasien yang

asimptomatik.11,12,27,28

Endometriosis peritoneum didefinisikan sebagai lesi superfisial, dimana

tampilan lesi dapat sebagai warna merah (merah, merah muda, merah menyala,

gelembung darah, gelembung bening), warna putih (opasifikasi/keruh, cacat

peritoneum, coklat-kekuningan) atau hitam (hitam, tumpukan hemosiderin,

biru).24,27,29

Klasifikasi endometriosis saat ini berdasarkan American Society for

Reproductive Medicine (ASRM) yang merupakan revisi dari American Fertility

Society (AFS). Endometriosis dibagi menjadi stadium I (minimal), stadium II (mild),

stadium III (moderate), stadium IV (severe) atau dengan pembagian endometriosis

minimal-ringan adalah AFS I-II dan endometriosis sedang-berat adalah AFS III-

IV.10,13,26

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


17

Gambar 2.3 Klasifikasi Endometriosis Berdasarkan The American Society for


Reproductive Medicine Yang Direvisi

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


18

Sistem skoring endometriosis menurut ASRM yang telah direvisi, penilaian

terhadap lesi endometriosis pada peritoneum dan tuba menggunakan nilai yang

berhubungan dengan ukuran lesi. Penilaian ini juga didasarkan pada perlengketan

pada ovarium dan tuba fallopi. Dan juga terdapat penilaian untuk lesi yang dijumpai

pada daerah cul-de-sac posterior. Sistem skoring endometriosis diklasifikasikan

sebagai berikut:10

∑ Stadium 1 (minimal) : 1-5

∑ Stadium 2 (mild) : 6-15

∑ Stadium 3 (moderate) : 16-40

∑ Stadium 4 (severe) : >40

2.1.7. Patogenesis

Diperkirakan endometriosis ovarium muncul akibat proses invaginasi dan

metaplasia coelomic dari pelapis epitel ovarium atau dapat terjadi akibat implantasi

langsung jaringan endometrium ke dalam kista folikel atau kista luteum. Mekanisme

lain yang diperkirakan menjadi penyebab endometriosis peritoneum dan

endometriosis pada ovarium adalah perubahan mekanisme apoptosis sehingga

terbentuklah implantasi endometrium.5,6,9,10

Walaupun patogenesis endometriosis tetap kurang dimengerti, pandangan

baru yang didapat dari penelitian akhir-akhir ini dengan menggunakan metode

genetik, molekular dan biokimia yang baru telah membantu untuk menjelaskan

dengan lebih baik mekanisme yang menyebabkan penyakit tersebut dan

konsekuensi klinisnya dan telah memberikan pendekatan baru terhadap diagnosis

dan pengobatan kelainan kompleks dan rumit ini.7,10,11

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


19

11
Gambar 2.4 Skema lesi endometriosis di dalam panggul.

2.1.7.1. Efek Estrogen

Terdapat perbedaan molekular yang jelas antara jaringan endometriosis dan

endometrium, seperti produksi berlebihan dari estrogen, prostaglandin dan sitokin

pada jaringan endometriosis. Produksi estrogen memainkan peran kunci pada

endometriosis. Penghambatannya dengan GnRH analog, kontrasepsi oral, progestin

dan inhibitor aromatase mengurangi lesi dan nyeri endometriosis. Steroidogenic

acute regulatory protein (STAR) memfasilitasi langkah awal pembentukan estrogen

(masuknya kolesterol sitosol ke dalam mitokondria). Kemudian 5 protein yang

mengkatalisasi 6 langkah enzimatik (side-chain cleavage enzyme, 3β-hydroxysteroid

dehydrogenase2, 17-hydroxylase-17-20-lyase, aromatase dan 17β-hydroxysteroid

dehydrogenase) mengubah kolesterol menjadi estradiol aktif. Langkah kunci,

konversi steroid C19 menjadi estrogen, dikatalisa oleh aromatase, penghambatan

aromatase akan mengeliminasi secara efektif semua produksi estrogen.22-25,30-33

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


20

Survival dan pertumbuhan lesi endometriosis membutuhkan suplai darah yang

adekuat yang menunjukkan peran penting dari angiogenesis dalam endometriosis.

Estrogen memiliki fungsi dalam meregulasi faktor pertumbuhan angiogenik seperti

vascular endothelial growth factor (VEGF) yang merupakan salah satu faktor

angiogenik yang paling poten, ditemukan dalam cairan peritoneum pada pasien

endometriosis derajat lanjut. Sebagai tambahan, cairan peritoneum dari wanita

dengan endometriosis meningkatkan ekspresi VEGF dalam kultur sel endometrium.

Sebuah penelitian mengobservasi bahwa produksi VEGF oleh makrofag dalam

cairan peritoneum meningkat setelah stimulasi dengan estrogen dan progesteron.

Makrofag migration inhibitory factor (MIF), sebuah mediator potensial angiogenesis,

meningkat pada cairan peritoneum dari wanita dengan endometriosis dan

mempengaruhi proliferasi sel-sel endotel.25,26,32-34

Estrogen juga memiliki peranan dalam apoptosis. Defisit estrogen pada kultur

sel dihubungkan dengan penurunan viabilitas sel dan peningkatan sel-sel apoptosis.

Estrogen juga meningkatkan fosforilasi Akt, sebuah regulator apoptosis dan survival

sel. Gangguan apoptosis dalam sel-sel endometrium bisa berkontribusi terhadap

patogenesis endometriosis. Pada wanita sehat, apoptosis adalah penting dalam

mempertahankan homeostasis selama siklus menstruasi. Pada wanita dengan

endometriosis, peningkatan ekspresi faktor anti-apoptosis dan penurunan ekspresi

faktor pro-apoptosis telah dilaporkan, yang menyokong fenotip anti-apoptosis pada

sel-sel endometrium.25,26,32-34

2.1.7.2. Inflamasi dan Respons Imun

Data yang cukup telah menyatakan bahwa endometriosis dihubungkan

dengan sebuah keadaan inflamasi subklinis peritoneum yang ditandai oleh

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


21

peningkatan volume cairan peritoneum, peningkatan konsentrasi sel darah putih

cairan peritoneum (terutama makrofag dengan peningkatan aktivitasnya) dan

peningkatan sitokin inflamasi, faktor pertumbuhan dan substansi penyokong

angiogenesis. Telah dilaporkan pada baboon bahwa inflamasi subklinis peritoneum

terjadi selama menstruasi dan setelah injeksi peritoneum intrapelvik. Tingkat aktivasi

basal yang lebih tinggi dari makrofag peritoneum pada pasien dengan endometriosis

dapat mengganggu fertilitas dengan cara menurunkan motilitas sperma,

meningkatkan fagositosis sperma atau mengganggu fertilisasi, mungkin dengan

meningkatkan kadar sitokin seperti TNF-α. TNF-α juga dapat memfasilitasi implantasi

endometrium pada pelvis. Perlekatan sel-sel stroma endometrium ke dalam sel-sel

mesotel in vitro dapat ditingkatkan dengan pretreatment sel-sel mesotel dengan

dosis fisiologis TNF- α. Makrofag dapat menyokong pertumbuhan sel-sel

endometrium dengan cara mensekresi growth factor dan angiogenetic factor seperti

epidermal growth factor (EGF), macrophage-derived growth factor (MDGF),

fibronektin dan adhesion molecule seperti integrin. Setelah perlekatan sel-sel

endometrium ke peritoneum, terjadi invasi dan pertumbuhan lebih lanjut yang

tampaknya diregulasi oleh matrix metalloproteinase (MMP) dan tissue factors

pathway inhibitor.9,32

Sitokin inflamasi memainkan peran sentral dalam regulasi proliferasi, aktivasi,

motilitas, adesi, kemotaksis dan morfogenesis dari sel. Beberapa sitokin seperti IL-1,

IL-5, IL-6, IL-8, IL-15, monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1), TNF-α, transforming

growth factor-β (TGF-β) dan Regulated on Activation, Normal T-cell Expressed dan

Secreted (RANTES) telah diimplikasikan dalam patogenesis endometriosis. Telah

juga diobservasi bahwa kadar beberapa sitokin dalam cairan peritoneum dan serum

berkorelasi dengan keparahan penyakit. Ekspresi TNF-α, IL-8, dan MCP-1 lebih

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


22

tinggi pada endometriosis tingkat dini dan menurun pada endometriosis tingkat

lanjut, sementara ekspresi TGF-β menurun dengan penurunan keparahan penyakit.

RANTES juga meningkat dalam cairan peritoneum wanita dengan penyakit yang

lebih berat.32,33,34

20
Gambar :2.5 Imunobiologi Endometriosis

Sistem imun manusia sehat menyingkirkan sel-sel endometrium ektopik dan

mencegah implantasi dan perkembangannya menjadi lesi endometriosis. Proses ini

mungkin difasilitasi oleh perubahan apoptosis sel-sel endometrium yang normalnya

meningkat pada akhir siklus menstruasi tetapi proses apoptosis ini secara signifikan

menurun pada endometriosis. Dengan demikian pada wanita sehat, sel-sel

endometrium yang didiseminasi ke dalam lokasi ektopik mungkin diprogram untuk

mengalami kematian dan dengan mudah dieliminasi oleh sistem imun.21,25,32,35,36

Endometriosis dapat disebabkan oleh penurunan pembersihan sel-sel

endometrium cairan peritoneum akibat penurunan aktivitas sel NK atau penurunan

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


23

aktivitas makrofag. Penurunan sitotoksisitas yang dimediasi secara seluler terhadap

sel-sel endometrium autolog telah dihubungkan dengan endometriosis.24,25,31,32,33

Endometriosis merupakan kondisi inflamasi dimana sejumlah besar leukosit

direkrut dari sirkulasi darah ke dalam lesi endometriosis sehingga terjadi perubahan

jumlah dan fungsi dari leukosit ini dalam endometrium eutopik dan cairan peritoneum

dan juga dalam lesi endometriosis. Makrofag, sel natural killer, limfosit T, limfosit B,

sel mast dan sel dendritik meningkat dalam lesi endometriosis sebagai melalui

ekstravasasi dari sirkulasi darah ke dalam lesi endometriosis dimana terjadi

perubahan fungsi sel T regulator yang mempengaruhi terjadinya endometriosis dan

progresifitasnya.32,33,34

2.1.7.3. Peranan Makrofag

Fagosit mononuklear (monosit dan makrofag) ditemukan pada kebanyakan

jaringan tubuh dan berperan vital dalam sistem imun innate dan sistem imun didapat.

Monosit yang bersirkulasi yang diproduksi disumsum tulang dari progenitor mieloid

bersama adalah prekursor untuk makrofag jaringan. Pada waktu dilepaskan ke

dalam sirkulasi darah perifer, monosit bersirkulasi selama beberapa menit sampai

beberapa hari sebelum memasuki jaringan. Monosit mampu berdiferensiasi menjadi

sel-sel efektor yang heterogen secara morfologi dan secara fungsional, termasuk

makrofag yang tinggal dalam jaringan dan makrofag inflamasi.32,36,37

Makrofag yang tinggal dalam jaringan melakukan fungsi khusus yang

dibutuhkan untuk lokasi anatomi yang berbeda. Beberapa contoh termasuk:

makrofag alveolar dalam paru-paru yang bertanggung jawab untuk pertahanan lokal

melawan patogen dan materi partikulat; Sel Langerhans yang bertempat dalam

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


24

epidermis; Osteoklas yang meremodelling tulang; makrofag splen dan sel Kupffer

dalam hati, yang menyokong pembersihan patogen yang berasal dari darah.32,36,37

Selama proses inflamasi, monosit direkrut ke jaringan yang mengalami jejas

dengan cara melekat ke endotel pembuluh darah dan mengikuti gradien haptotaktik

dan kemotaktik lokal sebelum berdiferensiasi menjadi makrofag. Makrofag baik yang

tinggal di dalam jaringan atau yang baru direkrut adalah sumber utama kemokin

dalam jaringan.32,36,37

Makrofag mononuklear mengikuti neutrofil ke dalam inflamasi, memfagosit

debris seluler dan material asing dan akhirnya keluar dari tempat inflamasi.

Kehadiran yang berkepanjangan sejumlah besar makrofag mononuklear pada

tempat perbaikan jaringan adalah biasanya menjadi indikasi adanya inflamasi kronik

dengan pembentukan jaringan granulasi dengan luaran seperti nekrosis,

pembentukan granuloma, fibrosis dengan enkapsulasi, dan/atau beberapa derajat

pembentukan jaringan parut. Penelitian yang luas telah menunjukkan bahwa

makrofag menunjukkan plastisitas, yaitu fenotip makrofag dapat berubah bergantung

pada lingkungan lokal. Makrofag bisa diaktifkan secara klasik (M1 makrofag) atau

diaktifkan secara alternatif (M2 makrofag), tetapi ada heterogenitas substansial

dalam fenotip makrofag, karena sebagian peran luas yang makrofag jalankan

dalam respon inflamasi dan dalam mempertahankan homeostasis jaringan. 32,36,37,38

Makrofag adalah suatu elemen kunci dari respons imun nonspesifik, yaitu

bagian dari sistem imun innate yang tidak spesifik antigen dan tidak melibatkan

memori imunologik. Makrofag mempertahankan host dengan pengenalan, fagositosis

dan destruksi mikroorganisme yang menyerang dan juga berperan sebagai

scavenger, membantu untuk membersihkan sel-sel yang mengalami apoptosis dan

debris seluler. Makrofag mensekresikan berbagai sitokin, faktor pertumbuhan, enzim-

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


25

enzim, dan prostaglandin yang membantu memperantarai fungsinya sendiri

sementara menstimulasi pertumbuhan dan proliferasi tipe sel lain. Makrofag memiliki

habitat normal pada cairan peritoneum dan jumlah dan aktivitasnya sangat

meningkat pada wanita dengan endometriosis. Daripada bekerja sebagai scavenger

(makrofag M1) untuk mengeliminasi sel-sel endometrium ektopik, makrofag

peritoneum yang diaktifkan secara alternatif (makrofag M2) dan monosit sirkulasi

pada wanita dengan endometriosis tampaknya menyokong endometriosis dengan

mensekresi faktor pertumbuhan dan sitokin yang menstimulasi proliferasi

endometrium ektopik dan menghambat fungsi scavengernya. 23,25,29,32,33

Penelitian pada tikus percobaan, makrofag yang diaktifkan secara alternatif

(makrofag M2) secara dramatis meningkatkan pertumbuhan lesi endometriosis pada

tikus. Sedangkan makrofag inflamasi (makrofag M1) secara efektif melindungi tikus

dari endometriosis. Oleh karena itu, makrofag endogen yang terlibat dalam

remodelling jaringan tampaknya berperan dalam perjalanan alamiah endometriosis

yang dibutuhkan untuk membentuk vaskularisasi yang efektif dan pertumbuhan lesi

endometriosis.32,38,39,40

Aktivasi alternafif makrofag (makrofag M2) adalah langkah kunci dalam

perkembangan endometriosis dimana peningkatan makrofag M2 ini akan mensekresi

dan meningkatkan konsentrasi sitokin, prostaglandin, komponen komplemen, dan

faktor pertumbuhan seperti tumor necrosis factor-β (TNF-α), IL-6, dan transforming

growth factor-β (TGF-β). Normalnya sel-sel endometriosis yang masuk ke kavum

peritonei disingkirkan oleh makrofag. Mekanisme aberasi pada endometriosis ini

mengakibatkan tidak efektifnya sistem pembersihan imunologis terhadap agen asing.

Makrofag M2 dan peningkatan kadar sitokin mengakibatkan inisiasi, progresi dan

pertumbuhan sel-sel endometrium juga neovaskularisasi.25,32, 40,41

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


26

Makrofag M2 lebih berperan dibandingkan makrofag M1 dalam patogenesis

endometriosis. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor genetik, hormonal dan

lingkungan. Sebuah penelitian menyatakan bahwa estrogen meningkatkan aktivitas

makrofag M2 melalui reseptor estrogen yang diekspresikan pada permukaannya. Di

bawah pengaruh estrogen ini makrofag M2 akan mensekresikan sitokin dan faktor

pertumbuhan (seperti VEGF, hepatocyte growth factor, dan TNF-α) yang

berkontribusi terhadap perkembangan dan persistensi endometriosis.25,33,32,41,42

Fenotip makrofag dapat dikarakterisasi sebagai makrofag proinflamasi

(makrofag M1) atau makrofag imunomodulator atau makrofag remodelling jaringan

(makrofag M2). Metode imunohistologi dapat digunakan untuk mengidentifikasi

marker permukaan makrofag yaitu CD68, CD80 dan CCR7 (M1 profile), dan CD163

(M2 profile).25,32,44,43

2.2. RANTES

Kemokin adalah jenis kemotaktik sitokin yang mempunyai peranan besar

dalam patogenesis suatu inflamasi. Kemokin merupakan molekul kecil yang mampu

memicu kemotaksis bermacam sel termasuk netrofil, monosit, limfosit, eosinofil,

fibroblast dan keratinosit. Kemokin juga menginduksi pelepasan granul sel-sel

inflamasi seperti basofil dan eosinofil. Proses kemotaktik sel inflamasi oleh kemokin

dimediasi oleh reseptor spesifik kemokin. Fungsi kemokin sebagai regulator motilitas

dan orientasi leukosit adalah sebagai mediator proinflamasi, imunomodulator kuat

(aktivasi dan diversifikasi limfosit), modifier biologis fungsi eritrosit dan faktor

angiogenik. Kemokin berikatan dan mengaktifkan reseptor spesifik pada permukaan

leukosit.35,36,37,43-46

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


27

b-kemokin CCL5 yang juga dikenal sebagai RANTES ( regulated upon

activation, normal T cell expressed and secreted) adalah kemokin pertama yang

dievaluasi dalam hubungannya dengan endometriosis sejak tahun 1993. Kemokin ini

yang paling sering dinilai selama 20 tahun terakhir sebagai kemungkinan penanda

bagi endometriosis. Penelitian pada kemokin CCL5 mengukur CCL5 dalam cairan

peritoneum menunjukkan hasil yang kontroversial dimana konsentrasi CCL5 yang

lebih tinggi yang signifikan secara statistik di antara pasien endometriosis

dibandingkan dengan kontrol, sementara penelitian lain tidak menemukan perbedaan

yang signifikan secara statistik (P> 0,05) di antara kelompok dengan penyakit dan

kontrol. CLL5 adalah protein 8 kda diklasifikasikan sebagai sitokin kemotaktik atau

kemokin. CCL5 adalah kemotaktik untuk sel T, eosinofil dan basofil dimana

memainkan peran aktif dalam merekrut leukosit dalam inflamasi dengan bantuan

sitokin tertentu yang dikeluarkan oleh sel T. RANTES atau CCL5 ini dihasilkan dari

stroma endometrium dan dipengaruhi oleh estrogen yang dominan estrogen lokal

dari aromatase. RANTES memberi sinyal pada T limfosit untuk diaktifkan

menghasilkan sitokin.35,36,37,43,44,45

36,44
Gambar 2.6. Struktur molekul RANTES (CCL5)

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


28

2.3. Peran RANTES pada Endometriosis

Beberapa tahun belakangan ini dunia telah melihat penggunaan marker

antibodi-antibodi yang sangat luas dan bervariasi dalam pemeriksaan imunologi

terutama dalam patologi ginekologi. Kebanyakan penggunaannya berhubungan

dengan diagnosis kasus-kasus neoplasma ginekologi dan tidak jarang untuk menilai

prognosis dan nilai prediktif.38, 46

Dalam tahun-tahun mendatang, diagnosis molekuler akan lebih lanjut lagi

berperan penting dalam kesehatan publik secara global. Berbagai pemeriksaan

molekuler genetik akan memfasilitasi dalam banyak hal seperti deteksi dan

menentukan karakterisasi penyakit. Bukan hanya itu, bahkan dapat menjadi monitor

terhadap respon pengobatan dan identifikasi patogenesis serta suseptibilitas

penyakit. Banyak antibodi immunologis yang pada awalnya diperkirakan spesifik

untuk satu jenis tumor tertentu.38, 46

Hampir setiap wanita mengalami menstruasi retrograde setiap bulannya. Dan

secara fisiologis setiap sel endometrium akan menyebabkan reaksi inflamasi dengan

menghasil MCP-1 dan RANTES dari sel stroma dan kelenjar endometrium yang

dipicu oleh estrogen yang dihasilkan dari proses aromatase yang diketahui

ekspresinya tinggi pada jaringan endometriosis. Bahan kemokin ini yang

berpengaruh terhadap rekrutmen dari monosit dan makrofag ke jaringan lesi

endometriosis.25,38, 32,46,47

Peningkatan jumlah makrofag ditemukan dalam cairan peritoneal penderita

dengan endometriosis. Makrofag ini juga ditemukan memiliki efek stimulasi pada

jaringan endometrium, dibandingkan dengan makrofag wanita tanpa endometriosis

yang memiliki efek penekanan.24,38, 31, 32, 46, 48, 49

Perubahan cairan peritoneum yang menunjukkan peningkatan aktivitas

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


29

makrofag, sekresinya adalah beberapa sitokin yang menyebabkan terjadinya proses

apoptosis patologis. Hal ini terutama ditemukan pada endometriosis berat dengan

infertilitas, dimana terjadi proses tersebut pada sel granulosa ovarium dengan

ditemukan kadar Interleukin-6 (IL-6) dan IL-8 yang tinggi pada cairan peritoneum.

Pertumbuhan lebih lanjut dari sel endometrium akibat menstruasi retrograd

kemungkinan juga melibatkan sistem imun penderita endometriosis. Suatu proses

imunologi yang sangat komplek dan saling terkait diduga berperan pada

pertumbuhan lebih lanjut dari sel endometrium yang terlepas. Hal ini berhubungan

dengan dijumpainya sel limfoid pada implant endometriosis. Selain itu dijumpai juga

adanya peningkatan kadar makrofag dan limfosit T didalam cairan peritoneum.

Keadaan ini mungkin merupakan salah satu awal dari proses inflamasi yang

komplek. Terjadi pula peningkatan kadar sitokin dan growth factor yang dihasilkan

oleh leukosit atau sel lain. Mereka dapat berperan sebagai autokrin yang

berpengaruh pada sel induknya sendiri dan parakrin yang berpengaruh pada sel

disekitarnya atau masuk peredaran darah maupun rongga tubuh yang cukup jauh.

Para peneliti menemukan jenis sitokin yang meningkat diantaranya adalah RANTES

(Regulated on Activation, Normal T-cell Expressed and Secreted), IL-1 (Interleukin-

1), IL-6 dan TNF (Tumor Necrosis Factor). Sedangkan faktor pertumbuhan yang

meningkat pada penderita endometriosis diantaranya adalah VEGF (Vascular

Endothelial Growth Factor). IL-1 merupakan sitokin yang memiliki peran penting

dalam mengatur inflamasi dan respon imun. IL-1 yang dihasilkan oleh aktif monosit

dan macrophage, memiliki dua macam reseptor yaitu reseptor alfa dan beta, tetapi

keduanya dapat dihambat dengan satu macam reseptor antagonis IL-1. IL-1 beta

dapat memicu faktor angiogenesis seperti VEGF dan IL-6 sehingga terjadi

pertumbuhan pembuluh darah pada stroma endometriosis, tetapi tidak pada stroma

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


30

endometrium normal.8,34,47, 48,50

Menstruasi retrograd Peningkatan jumlah sel endometrial


dalam cairan endometrium atau
penurunan kemampuan imunitas
- Defek pada sel NK
- Apoptosis abnormal
- Penurunan sitotoksisitassel T
Sel endometrial yang
mampu bertahan hidup Kharakteristik sel endometrial dalam
dalam cairan peritoneal cairan peritoneum atau inflamasi pelvis
- Peningkatan jumlah dan aktifitas
makrofag
- Peningkatan jumlah IL-8,TNF-α,IL-6

Perlekatan sel
endometrial dan
peritoneum Perangsangan MMP
- IL-1,TNF-α
- Supresor TIMP

- Peningkatan angiogenesis
Implantasi dan invasi sel - Peningkatan sekresi VEGF
ektopik - Peningkatan ekspresi IL-8,RANTES
- TNF-α

- Peningkatan sel dendritik yang


dapat melepas autoantibodi untuk
Pertumbuhan dan sel T yang autoreaktif
pemeliharaan jaringan - Penurunan aktifitas sel NK
endometriosis terhadap sel dendritik
- Peningkatan reaksi autoantibodi
- Pengaktifan siklus hormonal
- Ekspresi aromatase yang tidak
Perdarahan secara
terkontrol
siklik dalam rongga

Inflamasi
kronik/pembentukan
peritoneal fibrosis

18
Gambar 2.7 Perubahan imunologi pada endometriosis

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


31

Pada suatu penelitian di Universitas Fudan Shanghai dapat dilihat ekspresi

RANTES pada 9 dari 11 jaringan endometriosis, imunoreaktif RANTES diamati pada

kelenjar dan stroma. Dalam endometrium yang normal tanpa endometriosis, ekspresi

RANTES pada sel epitel dan stroma tujuh dari sepuluh proliferasi sampel hampir

tidak tampak perubahan warna dalam sel tersebut. Pada 13 sampel endometrium

eutopik, didapat peningkatan yang signifikan pada ekspresi RANTES dalam sel epitel

dan stroma, di sini sel stroma yang bernoda lebih intens daripada sel-sel epitel,

dapat dilihat pada gambar 2.4.4

Normal Eutopic Ectopic

Gambar 2.8 Imunohistokimia RANTES pada endometrium normal,


4
endometrium eutopik, dan jaringan endometrium ektopik (400x).

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


32

2.4. KERANGKA TEORI

Aromatase

Estrogen
lokal

MCP-1
L-selektin
Stroma Endometrium
RANTES
diferensiasi

T limfosit Makrofag

M2 > M1

Peningkatan reaksi
autoantibodi (sitokin),
antiinflamasi, growth
factor

Implantasi dan invasi sel


ektopik

Perdarahan secara siklik


dalam rongga

Inflamasi
Endometriosis kronik/pembentukan
peritoneal fibrosis

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


33

2.5. KERANGKA KONSEP

ENDOMETRIOSIS
RANTES

Variabel Independen Variabel Dependen

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

You might also like