You are on page 1of 36

USULAN PENELITIAN

GEOLOGI DAN SISTEM PANAS BUMI DAERAH BATURADEN DAN


SEKITARNYA

PT. Sejahtera Alam Energy

Oleh :
Laskarul Wildan Attabik
H1F014033

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
PURWOKERTO
2018

i
USULAN PENELITIAN TUGAS AKHIR

GEOLOGI DAN SISTEM PANAS BUMI DAERAH BATURADEN DAN


SEKITARNYA

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk melakukan penelitian Tugas Akhir
pada Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto

Oleh :
Laskarul Wildan Attabik
H1F014033

Mengetahui

Pembimbing I,

Sachrul Iswahyudi, S.T., M.T.

NIP. 197105112008121002

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 1

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. 3

DAFTAR TABEL ................................................................................................... 4

I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 5

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 5

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 6

1.3 Maksud dan Tujuan .................................................................................. 6

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 7

1.5 Lokasi Penelitian ...................................................................................... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 8

2.1 Sistem Panas Bumi ................................................................................... 8

2.2 Gambaran Umum Panas Bumi Baturaden .............................................. 12

2.3 Batuan Beku dan Batuan Piroklastik ...................................................... 13

2.3.1 Batuan Beku .................................................................................... 13

2.3.2 Batuan Piroklastik ........................................................................... 14

2.4 Tipe Air Panas Bumi .............................................................................. 14

2.5 Temperatur Reservoir Panas Bumi ......................................................... 15

2.6 Asal Reservoir Fluida Panas Bumi ......................................................... 15

2.7 Asal Fluida Panas Bumi ......................................................................... 16

2.8 Manifestasi Panas Bumi ......................................................................... 16

III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 19

3.1 Studi Pustaka .......................................................................................... 19

3.2 Pemetaan Geologi ................................................................................... 19

3.3 Analisis Geomorfologi ........................................................................... 19

1
3.4 Analisis Stratigrafi .................................................................................. 23

3.5 Analisisi Petrografi ............................................................................... 24

3.6 Analisis Struktur Geologi ....................................................................... 25

3.7 Pembuatan Peta ...................................................................................... 27

3.8 Analisis Geokimia Fluida Panas Bumi ................................................... 27

3.9 Analisis Manifestasi Panas Bumi ........................................................... 31

IV. JADWAL DAN LOKASI PENELITIAN .................................................. 32

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 32

4.2 Jadwal Rencana Kegiatan ....................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pola Pengaliran .................................................................................... 21


Gambar 2. Klasifikasi Batuan Piroklastik ............................................................. 24
Gambar 3. Klasifikasi Batuan Beku Ekstrusif ...................................................... 25
Gambar 4. Klasifikasi Lipatan dan Sesar .............................................................. 26
Gambar 5. Diagram Segitiga Cl-SO4-HCO3 ........................................................ 28
Gambar 6. Diagram Segitiga Na-K-Mg ................................................................ 29
Gambar 7. Diagram Segitiga Cl-Li-B ................................................................... 30
Gambar 8. Diagram Isotop Air.............................................................................. 30
Gambar 9. Diagram Alur Penelitian...................................................................... 31

3
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Morfologi Van Zuidam (1985) ............................................. 20


Tabel 2. Karakteristik Pola Pengaliran (Howard, 1967) ....................................... 21
Tabel 3. Warna Morfogenesa ................................................................................ 23
Tabel 4. Jadwal Rencana Kegiatan ....................................................................... 32

4
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan manusia terhadap energi terus menerus meningkat setiap
tahunnya. Energi yang digunakan saat ini diantaranya adalah minyak bumi dan
batubara. Namun akibat penggunannya yang secara terus menerus membuat
persediaan kedua energi tersebut semakin menipis. Sangat perlu adanya energi
alternatif untuk mengatasi masalah tersebut. Energi alternatif tersebut diantara
adalah angin, air dan panas bumi. Energi panas bumi merupakan salah satu
sumber energi yang potensial yang berasal dari panas bumi, relatif ramah
lingkungan dan terbarukan jika dibandingkan dengan energi fosil (Gupta dan Roy,
2007).
Ditinjau dari munculnya panas bumi dipermukaan per satuan luas, Indonesia
menempati urutan keempat dunia, bahkan dari segi temperatur yang tinggi,
merupakan kedua terbesar (Wahyuningsih, 2005). Namun, dari besarnya potensi
panas bumi di Indonesia, yakni 28,1 Gwe (data tahun 2009), pemanfaatan untuk
pembangkit listrik baru sekitar 1189 Mwe atau sekitar 4% dari potensi total
(Kasbani, 2009). Besarnya potensi panas bumi ini seharusnya dapat dimanfaatkan
lebih besar, dimana menurut Wahyuningsih (2005), energi panas bumi ini bersifat
tidak dapat diekspor, sehingga sangat cocok untuk memenuhi kebutuhan energi
dalam negeri.
Menurut Kasbani (2009) berdasarkan tatanan geologinya, sistem panas bumi
di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe yaitu : sistem tubuh
gunung api strato, sistem komplek gunung api, sistem kaldera, sistem graben -
kerucut vulkanik,sistem panas bumi non vulkanik. Sekitar 80% lokasi panas bumi
di Indonesia berasosasi dengan sistem vulkanik aktif seperti Sumatra (81 lokasi),
Jawa (71 lokasi), Bali dan Nusa Tenggara (27 lokasi), Maluku (15 lokasi), dan
terutama Sulawesi Utara (7 lokasi). Sedangkan yang berada di lingkungan non
vulkanik aktif yaitu di Sulawesi (43 lokasi), Bangka Belitung (3 lokasi),
Kalimantan (3 lokasi), dan Papua (2 lokasi) (Hadi, 2008).
Energi panas bumi di Indonesia sangat beragam , sehingga selain
pemanfaatan tidak langsung (PLTP), dapat dimanfaatkan secara langsung (direct
uses) seperti untuk industri pertanian (antara lain untuk pengeringan hasil

5
pertanian, sterilisasi media tanaman, dan budi daya tanaman tertentu).
Dibandingkan dengan negara lain (China, Korea, New Zealand) pemanfaatan
langsung di Indonesia masih sangat terbatas terutama hanya untuk pariwisata yang
umumnya dikelola oleh daerah setempat. Untuk mengembangkan pemanfaatan
energi panas bumi secara langsung di Indonesia masih diperlukan riset dan kajian
lebih lanjut (Hadi, 2008).
Mengacu pada UU No. 27/2003 dan UU No. 20/2002 telah dibuat suatu peta
perjalanan (road map) panas bumi sebagai pedoman dan pola tetap pengembangan
dan pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia. Industri panas bumi yang
diinginkan, yang tertuang dalam peta perjalanan tersebut antara lain pemanfaatan
untuk tenaga listrik sebesar 6000 Mwe dan berkembangnya pemanfaatan langsung
(agrobisnis, pariwisata, dll.) pada tahun 2020 (Kasbani, 2009).

1.2 Rumusan Masalah


Penelitian ini mengacu pada beberapa permasalahan untuk diselesaikan.
Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana kondisi geologi pada lapangan panas bumi Daerah Baturaden
dan sekitarnya ?
2. Bagaimana kondisi sistem panas bumi Daerah Baturaden dan sekitarnya ?
3. Berapa potensi panas bumi Daerah Baturaden dan sekitarnya ?

1.3 Maksud dan Tujuan


Maksud kegiatan penelitian ini adalah untuk memenuhi salah satu
persyaratan kurikulum Program Strata 1 (S-1) di Jurusan Teknik Geologi,
Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Soedirman. Adapun tujuan penelitian ini
antara lain :

1. Mengetahui kondisi geologi lapangan panas bumi Daerah Baturaden dan


sekitarnya melalui pemetaan geologi.
2. Mengetahui sistem panas bumi Daerah Baturaden dan sekitarnya dilihat dari
tipe air panas bumi, temperatur reservoir, asal reservoir fluida panas bumi,
asal fluida panas bumi dan pola aliran.
3. Mengetahui potensi panas bumi Daerah Baturaden dan sekitarnya melalui
perhitungan hilang panas alamiah.

6
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini untuk mahasiswa dan perusahaan yaitu sebagai
berikut :
1. Untuk Mahasiswa
Membandingkan teori dan pengetahuan yang didapat saat perkuliahan untuk
bisa diaplikasikan secara langsung pada kondisi kerja yang nyata.
2. Untuk Perusahaan
Dapat membangun hubungan yang baik antara perusahaan dengan dunia
pendidikan serta menunjang eksistensi perusahaan di dunia pendidikan.

1.5 Lokasi Penelitian


Penelitian dalam rangka Tugas Akhir ini berlokasi di Daerah Baturaden
yang ditentukan oleh pihak perusahaan dengan daerah yang memungkinkan
dilakukannya penelitian Tugas Akhir.

7
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Panas Bumi


Sistem panas bumi tersusun oleh beberapa parameter, yaitu: sumber panas
(heat source), reservoar, batuan penutup (cap/seal rock), sumber fluida, dan siklus
hidrologi. Sistem ini berhubungan dengan mekanisme pembentukan magma dan
kegiatan vulkanisme. Oleh karena itu, keberadaan sistem ini tertentu posisinya,
seperti di sepanjang zona vulkanik punggungan pemekara benua, di atas zona
subduksi, dan anomali pelelehan dalam lempeng. Panas dari sistem ini ditransfer
ke permukaan melalui 3 cara: konduksi, konveksi, dan radiasi. Litologi dari
sumber panas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besar panas yang
dihasilkan dalam suatu sistem panas bumi. Pada umumnya, sumber panas bumi di
Indonesia adalah batuan beku dengan derajat pembentukan batuan beku yang
berbeda-beda.
Menurut Hochstein dan Browne (2000), sistem panas bumi merupakan
perpindahan panas alami dalam volume tertentu dari kerak bumi yang membawa
panas dari sumber panas ke tempat pelepasan panas, yang umumnya adalah
permukaan tanah.
Sistem panas bumi ini dikategorikan menjadi tiga jenis sistem (Hochstein
dan Browne, 2000), yaitu:
1. Sistem Hidrotermal, merupakan proses transfer panas dari sumber panas ke
permukaan secara konveksi, yang melibatkan fluida meteorik dengan atau
tanpa jejak dari fluida magmatik. Daerah rembesan berfasa cair dilengkapi
air meteorik yang berasal dari daerah resapan. Sistem ini terdiri atas: sumber
panas, reservoar dengan fluida panas, daerah resapan, dan daerah rembesan
panas berupa manifestasi.
2. Sistem Vulkanik, merupakan proses transfer panas dari dapur magma ke
permukaan melibatkan konveksi fluida magma. Pada sistem ini jarang
ditemukan adanya fluida meteorik.
3. Sistem Vulkanik-Hidrotermal, merupakan kombinasi dua sistem di atas,
yang diawali dengan air magmatik yang naik kemudian bercampur dengan
air meteorik.

8
Temperatur suatu sistem panas bumi diklasifikasikan menjadi tiga
berdasarkan temperatur reservoar :
1. Tinggi (temperatur reservoar lebih besar dari 225°C)
2. Sedang/intermediet (temperatur reservoar 125°C hingga 225°C)
3. Rendah (temperatur reservoar lebih kecil dari 125°C)
Sistem panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistem hidrothermal
yang mempunyai temperatur tinggi (>225°C),hanya beberapa diantaranya yang
mempunyai temperatur sedang (150‐225°C). Pada dasarnya sistem panas bumi
jenis hidrothermal terbentuk sebagai hasil perpindahan panas darisuatu sumber
panas ke sekelilingnya yang terjadi secara konduksi dan secara konveksi.
Perpindahan panas secara konduksi terjadi melalui batuan, sedangkan perpindahan
panas secara konveksi terjadi karena adanya kontak antara air dengan suatu
sumber panas. Perpindahan panas secara konveksi padadasarnya terjadi karena
gaya apung (bouyancy). Air karena gaya gravitasi selalu mempunyai
kecenderungan untuk bergerak kebawah, akan tetapi apabila air tersebut kontak
dengan suatu sumber panas maka akan terjadi perpindahan panas sehingga
temperatur air menjadi lebih tinggi dan air menjadi lebih ringan. Keadaan ini
menyebabkan air yang lebih panas bergerak ke atas dan air yang lebih dingin
bergerak turun ke bawah, sehingga terjadi sirkulasi air atau arus konveksi.
Sistem panas bumi terbagi menjadi :
1. Sistem hot dry rock yang memanfaatkan panas yang tersimpan dalam
batuan berporositas rendah dan tidak permeabel. Temperatur sistem ini
berkisar antara 120 hingga 250°C dengan kedalaman 2 hingga 4 km.
2. Sistem magma tap yang memanfaatkan panas yang keluar dari tubuh magma
dangkal. Pada sistem ini, magma merupakan bentuk paling murni panas
alamiah yang mempunyai temperatur ≤1200°C.
3. Sistem yang berasosiasi dengan volkanisme Kuarter dan intrusi magma.
Sistem ini umumnya mempunyai temperatur ≤370°C dan kedalaman
reservoir ≤1,5 km.
4. Sistem yang berhubungan dengan tektonik yaitu terjadi di lingkungan
backarc, daerah crustal extension, zona kolisi dan sepanjang zona sesar.

9
Sistem ini yang telah dieksploitasi umumnya mempunyai temperatur
reservoir ≤250°C dan kedalaman ≥1,5 km.
5. Sistem (yang dipengaruhi oleh) geopressure ditemukan dicekungan
sedimen. Kedalaman reservoir sistem ini umumnya 1,5 hingga 3 km dan
temperatur reservoir berkisar dari 50 hingga 190°C.
Komponen-komponen penting dari sistem hidrotermal adalah:
1. Sumber Panas
Gunung api merupakan contoh dimana panas terkonsentrasi dalam jumlah
besar. Pada gunung api, konsentrasi panas ini bersifat intermitent yang
artinya sewaktu-waktu dapat dilepaskan dalam bentuk letusan gunung api.
Namun demikian, pada kebanyakan kasus, umumnya gunung api baik yang
aktif maupun yang dormant, adalah sumber panas dari sistem panas bumi.
Hal ini ditemui di Indonesia dimana umumnya sistem panas buminya adalah
sistem hidrotermal yang berasosiasi dengan pusat vulkanisme atau gunung
api. Dalam hal ini, gunung api menjadi penyuplai panas dari sistem panas
bumi di dekatnya. Oleh karena itu gunung api merupakan sumber panas
potensial dari suatu sistem panas bumi, maka daerah yang berada pada jalur
gunung api berpotensi besar memiliki sistem panas bumi temperatur tinggi
(di atas 225°C).
2. Reservoir
Reservoir panas bumi adalah formasi batuan di bawah permukaan yang
mampu menyimpan dan mengalirkan fluida termal (uap dan atau air panas).
Reservoir biasanya merupakan batuan yang memiliki porositas dan
permeabilitas yang baik. Porositas berperan dalam menyimpan fluida termal
sedangkan permeabilitas berperan dalam mengalirkan fluida thermal.
Reservoir panas bumi dicirikan oleh adanya kandungan Cl (klorida) yang
tinggi dengan pH mendekati normal, adanya pengayaan isotop oksigen pada
fluida reservoir jika dibandingkan dengan air meteorik (air hujan) namun di
saat bersamaan memiliki isotop deuterium yang sama atau mendekati air
meteorik, adanya lapisan konduktif yang menudungi reservoir tersebut di
bagian atas, dan adanya gradien temperatur yang tinggi dan relatif konstan
terhadap kedalaman.Reservoir panas bumi bisa saja ditudungi atau

10
dikelilingi oleh lapisan batuan yang memiliki permeabilitas sangat kecil
(impermeable). Lapisan ini dikenal sebagai lapisan penudung atau cap rock.
Batuan penudung ini umumnya terdiri dari minera-mineral lempung yang
mampu mengikat air namun sulit meloloskannya (swelling). Mineral-
mineral lempung ini mengandung ikatan-ikatan hidroksil dan ion-ion seperti
Ka dan Ca sehingga menyebabkan lapisan tersebut menjadi sangat
konduktif. Sifat konduktif dari lapisan ini bisa dideteksi dengan melakukan
survei magneto-tellurik (MT) sehingga posisi lapisan konduktif ini di bawah
permukaan dapat terpetakan. Dengan mengetahui posisi dari lapisan
konduktif ini, maka posisi reservoir dapat diperkirakan, karena reservoir
panas bumi biasanya berada di bawah lapisan konduktif ini.
3. Daerah Resapan (Recharge)
Daerah resapan merupakan daerah dimana arah aliran air tanah di tempat
tersebut bergerak menjauhi muka tanah. Dengan kata lain, air tanah di
daerah resapan bergerak menuju ke bawah permukaan bumi.Dalam suatu
lapangan panas bumi, daerah resapan berada pada elevasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan elevasi dari daerah dimana sumur-sumur produksi
berada. Daerah resapan juga ditandai dengan rata-rata resapan air tanah per
tahun yang bernilai tinggi.Menjaga kelestarian daerah resapan penting
artinya dalam pengembangan suatu lapangan panas bumi. Menjaga
kelesatarian daerah resapan berarti juga menjaga keberlanjutan hidup dari
reservoir panas bumi untuk jangka panjang. Hal ini karena daerah resapan
yang terjaga dengan baik akan menopang tekanan di dalam formasi
reservoir karena adanya fluida yang mengisi pori di dalam reservoir secara
berkelanjutan. Menjaga kelestarian daerah resapan juga penting artinya bagi
kelestarian lingkungan hidup. Sehingga dari sini dapat dikatakan juga
bahwa pengembangan panas bumi bersahabat dengan lingkungan.
4. Daerah Discharge dengan Manifestasi Permukaan
Daerah luahan (discharge area) merupakan daerah dimana arah aliran air
tanah di tempat tersebut bergerak menuju muka tanah. Dengan kata lain, air
tanah di daerah luahan akan bergerak menuju ke atas permukaan bumi.

11
Manifestasi permukaan adalah tanda-tanda yang tampak di permukaan bumi
yang menunjukkan adanya sistem panas bumi di bawah permukaan di sekitar
kemunculannya.Manifestasi permukaan bisa keluar secara langsung (direct
discharge) seperti mata air panas dan fumarola. Fumarola adalah uap panas
(vapor) yang keluar melalui celah-celah batuan dengan kecepatan tinggi yang
akhirnya berubah menjadi uap air (steam). Tingginya kecepatan dari fumarola
sering kali menimbulkan bunyi bising.Manifestasi permukaan juga bisa keluar
secara terdifusi seperti pada kasus tanah beruap (steaming ground) dan tanah
hangat (warm ground), juga bisa keluar secara intermittent seperti pada
manifestasi geyser, dan juga bisa keluar secara tersembunyi seperti dalam bentuk
rembesan di sungai.
Secara umum, manifetasi permukaan yang sering muncul pada sistem-
sistem panas bumi di Indonesia adalah: mata air panas, fumarola, steaming
ground, warm ground, kolam lumpur panas, solfatara, dan batuan teralterasi.
Solfatara adalah uap air (steam) yang keluar melalui rekahan batuan yang
bercampur dengan H2S, CO2, dan kadang juga SO2 serta dapat mengendapkan
sulfur di sekitar rekahan tempat keluarnya. Sedangkan batuan teralterasi adalah
batuan yang terubahkan karena adanya reaksi antara batuan tersebut dengan fluida
panas bumi.

2.2 Gambaran Umum Panas Bumi Baturaden


Kondisi geologi daerah Baturaden secara garis besar morfologinya dibentuk
oleh satuan gunungapi dan satuan batuan sedimen Tersier yang telah mengalami
deformasi kuat yang dicirikan oleh struktur perlipatan dan sesar. Berdasarkan
analisa morfostratigrafi dan observasi lapangan, satuan batuan di G. Slamet dan
sekitarnya, secara stratigrafi dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian utama, dari
tua ke muda, yaitu batuan dasar/alas, batuan G. Slamet Tua dan batuan G. Slamet
Muda.
Urutan stratigrafi geologi panas bumi dikorelasikan dengan hasil penyelidik
terdahulu menjadi satuan batuan vulkanik tua, vulkanik muda, endapan lahar
permukaan berumur Kuarter serta batuan sedimen Tersier. Formasi Rambatan
merupakan formasi tertua berumur Tersier di bagian selatan Gunung Slamet.
Sedangkan batuan vulkanik erupsi G.Slamet tua maupun muda (erupsi terakhir)

12
merupakan endapan tipis menutupi batuan sedimen Tersier tersebut. Batuan
sedimen merupakan batuan dasar dari Formasi Rambatan dan paling tua untuk
daerah bagian selatan, berlapis baik dan berselang-seling antara batupasir, napal,
batupasir gampingan dan juga serpih. Tebal lapisan ini mencapai sekitar 300
meter.
Struktur geologi yang berkembang di daerah G. Slamet dan sekitarnya,
umumnya berupa sesar normal yang banyak dijumpai pada kelompok Slamet Tua.
Secara umum, struktur yang berkembang di daerah ini berkaitan erat dengan
kegiatan tektonik regional, dimana mempunyai pola yang hampir sama dengan
struktur sesar regional, yaitu berarah barat laut – tenggara. Struktur geologi
ditentukan berdasarkan bentuk kelurusan dan pola aliran sungai serta indikasi
lainnya terdiri dari sesar-sesar berarah utara- selatan, barat-timur, barat laut-
tenggara, serta struktur perlipatan di bagian selatan G. Slamet yang merupakan
antiklin. Jejak-jejak sesar di lapangan dijumpai berupa breksiasi, gores garis sesar,
zona hancuran, kelurusan bukit dan dan lembah, gawir yang lurus dan terjal serta
kontak tajam antara satuan batuan.

2.3 Batuan Beku dan Batuan Piroklastik

2.3.1 Batuan Beku


Dalam klasifikasi batuan beku, sangatlah penting untuk membedakan k-
feldspar dan plagioklas. Dimana keduanya memiliki sifat optik yang sangat
berbeda. Kehadiran kedau mineral ini sangatlah penting dalam penentuan batuan
karena perbedaan genesa pembentukannya serta asosiasinya.
Asosiasi mineral dan warna batuan dapat memberikan keterangan terhadap
komposisi feldspar. Seperti k-feldspar dan na-plagioklas keterdapatannya
sangatlah rendah di batuan yang mengandung piroksen dan olivin, dan ca-
plagioklas sangatlah rendah keterdapatannya di batuan yang memiliki kandungan
kuarsa tinggi. Batuan berwarna terang akan memiliki kadar k-feldspar dan atau
na-plagioklas, sedangkan batuan berwarna gelap akan memiliki kadar ca-
plagioklas.

13
2.3.2 Batuan Piroklastik
Batuan piroklastik diklasifikasikan berdasarkan 2 faktor, yaitu ukuran dari
fragmen penyusun dan kehadiran mineral gelas, kristal dan fragmen batuan.
Fragmen yang memiliki ukuran diameter lebih dari 32 mm disebut blocks atau
bomb. Bomb adalah gumpalan magma yang bersifat plastis ketika erupsi,
bentuknya dikontrol oleh kecepatan lontaran, viskositas dan volumenya ketika
berada di udara dan terdeformasi ketika mendarat. Blocks adalah fragmen erupsi
berupa batuan padat. Material padat atau cair memiliki ukuran antara 32 hingga 2
milimeter ketika terjadi erupsi disebut lapili. Ash adalah ejekta inkoheren yang
memiliki diameter kurang dari 2 milimeter yang tersusun dari komponen kristal,
gelas atau litik.

2.4 Tipe Air Panas Bumi


Paling umum jenis fluida yang ditemukan dalam sistem geothermal
temperatur tinggi adalah mendekati PH netral, anion dominan klorida. Jenis air
lainnya menyesuaikan dengan profil lapangan geothermal umunnya berasal dari
bagian fluida yang dalam ini sebagai akibat dari proses kimia dan fisika. Air-air
tersebut menggambarkan karakteristik bawah permukaannya, diklasifikasikan
berdasarkan dominan anionnya. Berikut merupakan beberapa jenis air tersebut.
1. Klorida
Air jenis ini, juga berhubungan dengan “alkali-klorida” atau “netral-
klorida”, merupakan tipe dari air geothermal dalam ditemukan di sistem
temperatur-dalam.
2. Sulfat
Air jenis ini, biasa disebut “air asam-sulfat”, yang selalu merupakan air
dangkal terbentuk oleh kondensasi uap-uap geothermal ke dekat permukaan.
3. Bikarbonat
Air jenis ini, termasuk seperti fluida kaya CO2 dan air bikarbonat-sulfat
netral. Merupakan produk dari uap air dan kondensasi gas dalam air tanah
bawah permukaan dengan pembakan yang lemah.
4. Gabungan beberapa jenis air
Air jenis ini, merupakan gabungan dari jenis-jenis air yang mengandung
campuran beberapa unsur. Air ini berasal dari beberapa proses sesuai

14
dengan campuran tersebut. Yang etrmasuk air jenis ini, yaitu Sulfat-Klorida,
Dilute Klorida-(Bikarbonat).

2.5 Temperatur Reservoir Panas Bumi


Terdapat beberapa standar yang berbeda dalam menentukan klasifikasi
berdasarkan suhu reservoar ini. Goff & Janik (2000) dan Nicholson (1993)
mengklasifikasikan suhu reservoar <150˚C sebagai sistem bertemperatur rendah,
sedangkan reservoar dengan suhu ≥150˚C diklasifikasikan sebagai sistem bersuhu
rendah. Nicholson (1993) membagi lagi sistem bersuhu tinggi menjadi liquid
dominated dan vapor dominated sistem berdasarkan fase fluida yang dominan
pada batuan reservoar
Sedangkan Hochstein & Browne (2000) membagi sistem panasbumi
menjadi tiga yaitu suhu rendah, sedang (intermediate) dan tinggi. Sistem bersuhu
rendah memiliki temperatur reservoar <125˚C, sistem bersuhu sedang memiliki
rentang temperatur reservoar antara 125 - 225˚C, sedangkan sistem bersuhu tinggi
memiliki suhu reservaor >225˚C.

2.6 Asal Reservoir Fluida Panas Bumi


Pembagian berdasarkan asal fluida ini disampaikan oleh Ellis & Mahon
(1977). Mereka membagi sistem panasbumi menjadi cyclic system dan storage
system.
1. Cyclic system yaitu apabila suatu fluida hidrotermal berasal dari air
meteorik yang mengalami infiltrasi dan masuk jauh ke bawah permukaan,
kemudian terpanaskan, dan bergerak naik ke permukaan sebagai fluida
panas. Pada sistem ini, air meteorik mengalami recharge dari hujan dan
infiltrasi, sehingga siklus sistem berjalan terus menerus.
2. Storage System terbentuk apabila air tersimpan pada batuan dalam skala
waktu geologi yang cukup lama dan terpanaskan secara insitu, baik sebagai
fluida dalam formasi maupun sebagai air dari proses hidrasi pada mineral.
Storage system ini dibagi berdasarkan host atau batuan tempat tersimpannya
fluida tersebut, menjadi: (1) Sedimentary basin system dimana fluida
diperoleh saat sedimen terendapkan. Salinitas pada air yang dihasilkan oleh
air formasi ini umumnya lebih tinggi dibanding salinitas pada air magmatik.

15
Selain itu, air yang berasal dari air laut ini juga akan mengakibatkan
komponen ion klorida pada air formasi yang mengalami pemanasan akan
meningkat. (2) Metamorphic system dimana air berasal dari pelepasan H2O
saat proses metamorfisme batuan sedimen asal laut berjalan (White et al,
1973 dalam Ellis & Mahon, 1997).

2.7 Asal Fluida Panas Bumi


Nicholson (1993) menyebutkan ada 4 (empat) macam asal fluida fluida
panasbumi, yaitu: (1) Air meteorik atau air permukaan, yaitu air yang berasal dari
presipitasi atmosferik atau hujan, yang mengalami sirkulasi dalam hingga
beberapa kilometer. (2) Air formasi atau connate water yang merupakan air
meteorik yang terperangkap dalam formasi batuan sedimen dalam kurun waktu
yang lama. Air connate mengalami interaksi yang intensif dengan batuan yang
menyebabkan air ini menjadi lebih saline. (3) Air metamorfik yang berasal dari
modifikasi khusus dari air connate yang berasal dari rekristalisasi mineral hydrous
menjadi mineral yang kurang hydrous selama proses metamorfisme batuan. (4)
Air magmatik, Ellis & Mahon (1977) membagi fluida magmatik menjadi dua
jenis, yaitu air magmatik yang berasal dari magma namun pernah menjadi bagian
dari air meteorik dan air juvenile yang belum pernah menjadi bagian dari
meteorik.

2.8 Manifestasi Panas Bumi


Prihadi (2005) menjelaskan pada sistem panasbumi konvektif yang
memiliki sirkulasi fluida dari daerah recharge masuk ke dalam reservoir kemudian
keluar menuju permukaan melalui daerah upflow dan outflow, fluida akan beraksi
dengan batuan sekitar dan kemudian keluar melalui rekahan-rekahan dalam
batuan. Interaksi fluida dengan batuan sekitarnya menghasilkan mineral-mineral
ubahan, sedangkanfluida yang keluar melalui rekahan akan menghaslikan air
panas atau uap panas. Gejala-gejala seperti itu yang disebut sebagai manifestasi
panasbumi. Beberapa contoh manifestasi panasbumi, antara lain :
1. Danau Kawah Asam
Merupakan danau du dalam kawah gunungapi, memiliki suhu yang tinggi
dan pH air yang rendah (acid).Air dalam kawah berasal dari air meteorik

16
yang bercampur dengan air hasil kondensasi uap dan gas-gas magmatik dari
dalam gunungapi.
2. Fumarol
Fumarol adalah uap panas yang keluar melalui celah-celah dalam batuan
dan kemudian berubah menjadi uap air (steam). Fumarol yang berasosiasi
dengan sistem hidrotermal vulkanik dapat mengeluarkan uap air dengan
kecepatan >150m/s dan umumnya mengandung gas magmatik seperti HF,
HCL dan SO2. Apabila kandungan SO2 dominan, maka suhu uap air bisa
mencapai >130°C.
3. Solfatara
Solfatara adalah rekahan dalam batuan yang menyemburkan uap air yang
bercampur dengan CO2 dan H2S, kadang terdapat SO2. Disekitar lubang
rekahan tersebut diendapkan sulfur dalam jumlah yang banyak.
4. Steaming Ground
Steaming Ground terbentuk apabila uap air yang keluar sedikit jumlahnya
dan keluar melalui pori dalam tanah atau batuan. Kenampakannya berupa
uap putih dan hangat, tidak terdengar bunyi dari tekanan uap yang tinggi
seperti pada fumarol.
5. Warm Ground
Gas dan uap air yang naik ke permukaan akan menaikkan suhu di sekitar
daerah thermal area sehingga suhu di daerah tersebut akan lebih tinggi dari
sekitarnya dan juga lebih tinggi dari suhu udara dekat permukaan, dimana
suhu tersebut bisa mencapai 30o -40o.
6. Neutral Hot Spring
Merupakan mata air panas dengan pH netral atau mendekati netral (6-7).
Mata air ini diassosiasikan sebagai direct discharge fluida dari reservoir ke
permukaan bumi. Umumnya mengandung ion klorida yang tinggi sehingga
seringkali disebut air klorida. Mata air ini memiliki suhu yang tinggi
(>75oC) sehingga seringkali diselimuti oleh uap panas. Di sekitar mata air
sering dijumpai endapan silica sinter dan mineral-mineral sulfida seperti
galena, pirit, dan lain-lain.
7. Acid Hot Spring

17
Merupakan mata air panas dengan pH asam (pH<6) yang terbentuk hasil
kondensasi gas magmatik dan uap panas di dekat permukaan bumi
kemudian melarut dan bercampur dengan air meteorik.Fluida asam ini
melarutkan batuan sekitar mata air menjadi partikel-partikel kecil yang
terdiri dari silica dan lempung. Apabila partikel-partikel ini bercampur
dengan air dari mata air, maka akan membentuk mudpoolsatau mudpots.
Apabila tidak bercampur dengan air, tetapi hanya berupa uap asam panas,
maka batuan yang terdisintegrasi ini akan menyebabkan ground collapse
dan membentuk lubang besar.
8. Batuan Ubahan
Temperatur tinggi dalam lapangan panasbumi akan menyebabkan reaksi
antara fluida dengan batuan yang di lewatinya, reaksi itu mengakibatkan
terjadi perubahan susunan mineral dalam batuan tersebut atau biasa disebut
alterasi hidrotermal (Ellis, 1970).

18
III. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan
analisis yang meliputi analisis geologi dan geokimia. Menurut Muhammad Ali
dalam bukunya yang berjudul Metodelogi dan Aplikasi Riset Pendidikan, “Survai
pada dasarnya merupakan pemeriksaan secara teliti tentang fakta atau fenomena
perilaku dan sosial terhadap subyek dalam jumlah besar. Dalam riset pendidikan,
survai bukan semata-mata dilakukan untuk mengumpulkan data atau informasi,
seperti tentang pendapat atau sikap, tetapi juga untuk membuat deskripsi
komprehensif maupun untuk menjelaskan hubungan antar berbagai variabel yang
diteliti.

3.1 Studi Pustaka


Tahap ini merupakan tahapan pengumpulan data melalui kajian pustaka dan
laporan-laporan hasil penelitian terdahulu dengan mengambil pokok pikiran yang
terkandung didalamnya, dikaitkan dengan daerah penelitian, bertujuan untuk
mendapatkan gambaran studi secara umum di daerah penelitian.
3.2 Pemetaan Geologi
Pemetaan geologi dilakukan untuk memperoleh data lapangan, terutama
mengenai data litologi, bentang alam, gejala stratigrafi, struktur geologi, serta
pengambilan contoh batuan, sketsa, profil dan foto lapangan yang bertujuan untuk
mengetahui jenis, susunan, hubungan dan pola penyebaran batuan serta struktur
yang mengontrol daerah telitian, sehingga dapat diketahui mekanisme sedimentasi
dan tektoniknya dalam ruang dan waktu geologi. Sebelum pemetaan di lapangan,
dilakukan persiapan dengan penyedian alat serta bahan untuk pemetaan. Alat dan
bahan tersebut meliputi : peta topografi, peta geologi regional, kompas geologi,
palu geologi, GPS, loupe, kantong contoh batuan dan kertas label, buku catatan
lapangan, alat tulis, kamera dan peralaran pendukung lain (pakaian, tas ransel,
sepatu boot, dan lain-lain).

3.3 Analisis Geomorfologi


Analisis Geomorfologi mencakup beberapa analisis yaitu, analisis
morfografi, analisis morfometri, dan analisis morfogenetik (Van Zuidam, 1985).

19
1. Morfografi
Morfografi, berasal dari dua kata yaitu morfo yang berarti bentuk dan
graphos yang berarti gambaran, sehingga memiliki arti gambaran bentuk
permukaan bumi. Aspek morfografi dilakukan dengan cara menganalisis peta
topografi, berupa pengenalan bentuk lahan, yang tampak dari tampilan kerapatan
kontur, ketinggian absolut sehingga dapat menentukan perbukitan atau dataran.
Sedangkan perubahan pola punggungan dan pola aliran bisa mengidentifikasikan
kegiatan tektonik yang ada di daerah penelitian.
Tabel 1. Klasifikasi Morfologi Van Zuidam (1985)

Ketinggian Relatif Unsur Morfografi

<50 meter Dataran rendah

50 meter – 200 meter Perbukitan rendah

200 meter – 500 meter Perbukitan

500 meter – 1000 meter Perbukitan tinggi

1000 meter – 3000 meter Pegunungan

>3000 meter Pegunungan tinggi

Pola pengaliran sangat mudah dikenal dari peta topografi atau foto udara
karena berhubungan erat dengan jenis batuan, struktur geologi, kondisi erosi dan
sejarah bentuk bumi. Howard, 1967 menggambarkan beberapa tipe pola aliran
yang ditunjukkan pada gambar dan penjelasannya pada tabel. Pola pengaliran
dibagi menjadi dua, yaitu pola pengaliran dasar dan pola pengaliran modifikasi.
Pola dasar merupakan pola yang terbaca dan dapat dipisahkan dengan pola lain.
Pola pengaliran modifikasi ialah pola dengan memperlihatkan ciri pola dasar.
Sungai dapat dibagi berdasarkan tingkatan orde sungai tersebut.

20
Gambar 1. Pola Pengaliran (Zenith, 1932 dan Howard, 1967)

Tabel 2. Karakteristik Pola Pengaliran (Howard, 1967)

Pola Pengaliran Dasar Karakteristik

Perlapisan batuan sedimen relatif datar atau paket batuan


kristalin yang tidak seragam dan memiliki ketahanan
terhadap pelapukan. Secara regional, daerah aliran
Dendritik
memiliki kemiringan landai, jenis pola pengaliran
membentuk percabangan menyebar seperti pohon
rindang.

Pada umumnya menunjukkan daerah yang berlereng


sedang sampai agak curam dan dapat ditemukan pula
Paralel pada daerah bentuk lahan perbukitan yang memanjang.
Sering terjadi pola peralihan antara pola dendritik dengan
parallel atau trellis.

Batuan sedimen yang memiliki kemiringan perlapisan (dip)


atau terlipat, batuan vulkanik atau batuan metasedimen
Trellis derajat rendah dengan perbedaan pelapukan yang jelas.
Jenis pola pengaliran biasanya berhadapan pada sisi
sepanjang aliran subsekuen.

Kekar/ atau sesar yang memiliki sudut kemiringan, tidak


memiliki perulangan lapisan batuan, dan sering
Rektangular
memperlihatkan pola pengaliran yang tidak menerus.

21
Daerah vulkanik, kerucut (kubah) intrusi dan sisa-sisa
Radial erosi. Pola pengaliran radial pada daerah vulkanik disebut
sebagai pola pengaliran multi radial.

Struktur kubah/ kerucut, cekungan, dan kemungkinan


Anular
retas (stocks).

Endapan berupa gumuk hasil longsoran dengan perbedaan


penggerusan atau perataan batuan dasar. Merupakan
Multibasinal
daerah gerakan tanah, vulkanisme, pelarutan
batugamping, dan lelehan salju (permafrost).

2. Morfometri
Morfometri, merupakan penilaian kuantitatif dari bentuk lahan sebagai aspek
pendukung dari morfografi dan morfogenetik sehinga klasifikasi kualitatif akan
semakin tegas dengan angka-angka yang jelas. Variasi nilai kemiringan lereng
yang diperoleh kemudian dikelompokkan berdasarkan klasifikasi kemiringan
lereng menurut Van Zuidam (1983), sehingga diperoleh penamaan kelas
lerengnya (tabel 3). Teknik perhitungan kemiringan lerengnya dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik grid cell berukuran 3x4 cm pada peta topografi skala 1
: 25.000. Kemudian setiap kisiditarik tegak lurus kontur dan dihitung
kemiringan lerengnya dengan menggunakan persamaan berikut:

Dimana
n = jumlah kontur yang memotong diagonal jaring
Ci = interval kontur (meter)
D = diagonal grid sesuai skala

3. Morfogenetik
Morfogenetik adalah proses terbentuknya permukaan bumi, seperti
bentuk lahan perbukitan atau pegunungan, bentuk lahan lembah atau bentuk lahan
pedataran. Proses yang berkembang terhadap pembentukan permukaan bumi
tersebut yaitu proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen merupakan
proses yang dipengaruhi oleh iklim dikenal sebagai proses fisika dan proses

22
kimia, sedangkan proses yang dipengaruhi oleh biologi biasanya terjadi akibat
dari lebatnya vegetasi, seperti hutan atau semak belukar.
Tabel 3. Warna Morfogenesa

Morfogenesa Simbol warna yang disarankan

Struktural Ungu

Volkanik Merah

Denudasional Coklat

Laut Hijau

Fluvial Biru Tua

Glacial Biru Muda

Aeolian Kuning

Karst Orange

3.4 Analisis Stratigrafi


Analisis stratigrafi dilakukan untuk mengetahui susunan stratigrafi secara
vertikal di daerah penelitian. Pembagian satuan batuan didasarkan pada satuan
litostratigrafi tidak resmi, yaitu penamaan satuan batuan didasarkan pada ciri fisik
batuan yang dapat diamati dilapangan, meliputi jenis batuan, keseragaman gejala
litologi dan posisi stratigrafinya (Sandi Stratigrafi Indonesia, pasal 15).
Sedangkan penentuan batas penyebaran satuannya harus memenuhi persyaratan
Sandi Stratigrafi Indonesia 1996 : pasal 17, yaitu :
1. Batas satuan litostratigrafi adalah sentuhan antara dua satuan yang
berlainan ciri litologinya yang dijadikan dasar pembeda kedua satuan
tersebut.
2. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan litologinya atau
dalam hal perubahan tersebut tidak nyata, batasnya merupakan bidang
yang diperkirakan kedudukannya.
3. Satuan-satuan yang berangsur berubah atau menjemari peralihannya dapat
dipisahkan sebagai satuan tersendiri apabila memenuhi persyaratan sandi.
4. Penyebaran suatu satuan litostratigrafi semata-mata ditentukan oleh

23
kelanjutan ciri ciri litologi yang menjadi ciri penentunya.
5. Dari segi praktis, penyebaran suatu satuan litostratigrafi dibatasi oleh
batasan cekungan pengendapan atau aspek geologi lain.
6. Batas-batas daerah hukum (geografi) tidak boleh dipergunakan sebagai
alasan berakhirnya penyebaran lateral suatu satuan. Berdasarkan pasal
tersebut, kontak antar satuan batuan atau sentuh stratigrafi dapat bersifat
tajam ataupun berangsur.
3.5 Analisisi Petrografi
Analisis ini dilakukan dengan menganalisis secara mikroskopis terhadap
sayatan batuan sebagai penyusun utama dan sisipan suatu satuan batuan, yang
pada akhirnya dapat ditentukan nama batuan berdasarkan klasifikasi batuan.
Penentuan nama batuan didasarkan pada beberapa klasifikasi penamaan batuan
berdarakan komposisinya. Seperti yang terlihat pada gambar :

Gambar 2. Klasifikasi Batuan Piroklastik (Fisher dan Pettijohn)

24
Gambar 3. Klasifikasi Batuan Beku Ekstrusif

3.6 Analisis Struktur Geologi


Analisis struktur geologi dilakukan untuk mengetahui strukur geologi yang
bekerja pada daerah penelitian. Perlu dilakukan interpretasi topografi untuk
melihat indikasi struktur geologi yang meliputi interpretasi Citra Landsat,
kerapatan garis kontur, kelurusan sungai, kelurusan punggungan, pola
pengaliran sungai dan sebagainya. Indikasi lapangan yang digunakan untuk
analisis struktur adalah berupa struktur minor seperti rekahan, tensional

25
fracture, shear fracture, lipatan minor ataupun milonitisasi batuan. Semua
indikasi yang telah ditemukan direkonstruksikan secara bersamaan. Untuk
umurnya ditarik berdasarkan kesebandingan regional atau berdasarkan umur
satuan litologi yang dilaluinya. Struktur geologi yaitu berupa sesar dan lipatan
yang dapat dianalisis dengan klasifikasi berikut :

Gambar 4. Klasifikasi Lipatan dan Sesar (Fleuty dan Rickard)

26
3.7 Pembuatan Peta
Peta dibuat berdasarkan data pengamatan geologi permukaan beserta
analisisnya. Peta tersebut terdiri dari beberapa peta yang merupakan modifikasi
terhadap peta dasar. Peta yang dibuat diantarannya :
a. Peta Lintasan Geologi memuat informasi tentang lokasi pengamatan serta
jalur pengamatan yang berguna dalam penentuan satuan litologi pada peta
geologi. Stasiun pengamatan dan jalur pengamatan mencirikan litologi yang
ditemui di lapangan. Lokasi pengukuran struktur geologi serta pengambilan
sampel juga dicantumkan dalam peta tersebut. Peta ini merupakan peta yang
disusun selama proses pengamatan lapangan berlangsung.
b. Peta Geomorfologi menggambarkan pembagian satuan geomorfologi daerah
penelitian. Pembagian satuan tersebut berdasarkan hasil analisis terhadap
data geomorfologi yang teramati di lapangan serta analisis terhadap pola
kontur pada peta dasar.
c. Peta Geologi menggambarkan pembagian satuan litologi daerah penelitian
beserta struktur geologi yang bekerja pada daerah penelitian. Pembagian
satuan litologi mencirikan karakteristik fisik batuan, pola sebaran, dominasi
batuan, umur satuan batuan serta batas antar satuan batuan. Struktur geologi
yang tergambar pada peta geologi merupakan hasil analisis terhadap data
pengukuran struktur geologi di lapangan.
d. Peta Potensi Geologi, memuat informasi mengenai keberadaan sumberdaya
geologi yang memiliki nilai ekonomis dan prospektif untuk dimanfaatkan
serta beberapa area yang berpotensi terkena dampak atau menimbulkan
suatu bencana geologi, seperti banjir, gerakan tanah, dan lain sebagainya.
Kedua hal tersebut merupakan cerminan dari kondisi geologi daerah
penelitian.

3.8 Analisis Geokimia Fluida Panas Bumi


Analisis geokimia fluida dilakukan dengan menggunakan data yang berasal
dari perusahaan. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tipe air panas bumi,
temperatur reservoir panas bumi, asal reservoir fluida panas bumi dan asal fluida
panas bumi. Pengolahan dan analisis yang dilakukan terdiri dari beberapa jenis
yaitu :

27
1. Analisis tipe air bertujuan untuk mengetahui tipe fluida panas bumi dan
genesa air panas bumi . Analisis ini dimulai dengan menghitung presentase
unsur Cl, SO4 dan HCO3. Perhitungan tersebut kemudian diplot dalam
diagram CL-SO4-HCO3.
[Cl]
%Cl =
[Cl]+[SO4]+[HCO3]
× 100
[SO4]
%SO4 =
[Cl]+[SO4]+[HCO3]
× 100
[HCO3]
%HCO3 =
[Cl]+[SO4]+[HCO3]
× 100

Gambar 5. Diagram Segitiga Cl-SO4-HCO3

2. Analisis temperatur reservoir panas bumi didapat dari perhitungan


geotermometer. Analisis dimulai dengan menghitung presentase unsur Na,
K dan Mg. Perhitungan tersebut kemudia diplot dalam diagram Na-K-Mg.
Adapun perhitungan presentase Na, K dan Mg yaitu dengan persamaan
berikut :
[Na]
%Na =
[Na]+10[K]+1000√[Mg]
× 100
10[K]
%K = [Na]+10[K]+1000√[Mg] × 100

1000√[Mg]
%Mg = [Na]+10[K]+1000√[Mg] × 100
Na

28
10K 1000√Mg

Gambar 6. Diagram Segitiga Na-K-Mg

3. Asal reservoir fluida panas bumi, analisis ini adalah berdasarkan


geoindikator untuk mengetahui kesamaan reservoir manifestasi panas bumi.
Analisis ini dimulai dengan menghitung presentase unsur Cl, Li dan B.
Perhitungan tersebut kemudian diplot dalam diagram Cl-Li-B. Adapun
persamaan untuk menghitung presentase unsur Cl, Li dan B adalah sebagai
berikut :
[Cl]
%Cl =
[Cl]+100[Li]+25[B]
× 100
100[Li]
%Li = [Cl]+100[Li]+25[B] × 100
25[B]
%B = [Cl]+100[Li]+25[B] × 100
Cl

29
100 Li 25 B

Gambar 7. Diagram Segitiga Cl-Li-B

4. Asal fluida panas bumi ditentukan berdasarkan analisis konsentrasi isotop


oksigen-18 dan deuterium. Konsentrasi isotop oksigen-18 dan deuterium
diplot dalam diagram isotop air.

Gambar 8. Diagram Isotop Air

30
3.9 Analisis Manifestasi Panas Bumi
Analisis manifestasi dilakukan dengan menggunakan data dari perusahaan.
Analisis ini digunakan sebagai dasar dalam perhitungan nilai hilang panas alamiah
penentu potensi panas bumi. Hilang panas alamiah bertujuan untuk
memperkirakan estimasi jumlah panas yang hilang melalui mekanisme
perpindahan panas. Perhitungan dimulai dengan memasukkan nilai parameter
debit, densitas, temperatur udara dan temperatur air panas. Perhitungan ini
memnggunakan persamaan sebagai berikut :

Q = 4,2 4,2 × 𝑉 × 𝜌 × (𝑇𝑎𝑝 − 𝑇𝑢𝑑) (Brown, 1994)

Keterangan Q : hilang panas alamiah


V : debit air panas
𝜌 : densitas air panas
Tap : temperatur air panas permukaan
Tud : temperatur udara bebas

Studi Pustaka

Pemetaan Geologi Data Geokimia Fluida Data Manifestasi

Peta Lintasan, Peta Tipe Air, Temperatur Nilai Hilang


Geomorfologi, Peta Reservoir, Asal Fluida Panas Alamiah
Geologi, Peta Reservoir, Asal Fluida
Potensi Geologi Panas Bumi

Kondisi Geologi Sistem Panas Bumi Besar Potensi


Panas Bumi

Geologi dan Sistem Panas Bumi


Daerah Baturaden dan Sekitarnya

Gambar 9. Diagram Alur Penelitian

31
IV. JADWAL DAN LOKASI PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dalam rangka Tugas Akhir ini berlokasi di Daerah Baturaden PT.
Sejahtera Alam Energy dan waktu penelitian kurang lebih selama 2 bulan yaitu
Juli – Agustus 2018 (menyesuaikan kebijakan perusahaan).

4.2 Jadwal Rencana Kegiatan

Tabel 4. Jadwal Rencana Kegiatan

Juli Agustus
No Kegiatan M- M- M- M- M- M- M- M-
1 2 3 4 1 2 3 4
1 Studi Pustaka
2 Pemetaan Geologi
Analisis Geomorfologi, Stratigrafi,
3
Struktur Geologi dan Petrografi
4 Pembuatan Peta
Analisis Geokimia Fluida Panas
5
Bumi
6 Analisis Manifestasi Panas Bumi
7 Penyusunan Laporan

32
DAFTAR PUSTAKA

Fisher, R. V. 1966. Rocks Composed of Volcanic Fragments. Earth Science


Reviews. International Magazine fo Geo-Scientist. 287-298

Giggenbach, WF. 1988. Chemical Techniques in Geothermal Exploration. New


Zealand Chemistry Division, DSIR, Private Bag.

Gupta, H. dan Roy, S. 2007. Geothermal Energy. An Alternative Resource For


The 21st Century. Elsvier

Hadi, Andi Utama. 2008. Potensi Dan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi
Indonesia. Jurnal Ilmiah MTG. 1(2)

Hilyah, Anik. 2010. Studi Gempa Mikro untuk mendeteksi Rekahan di area Panas
bumi Kamojang Kabupaten Garut. Jurnal Fisika dan Aplikasinya. 6(2)

Hochstein and Browne. 2000. Surface Manifestations of Geothermal System with


Volcanic Heat Sources. Encyclopedia of Volcanoes

Kasbani. 2009. Sumber Daya Panas Bumi Indonesia : Status Penyelidikan,


Potensi dan Tipe Sistem Panas Bumi. Proceeding Hasil Kegiatan
Lapangan Pusat Sumber Daya Geologi Tahun 2009. 1-11

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2017. Potensi Panas Bumi
Indonesia. Jakarta

Mahon K, and Ellis, AJ. 1977. Chemistry and Geothermal System. Orlando.
Academic Press Inc

Nicholson, K. N. 1993. Geothermal Fluids. Chemistry and Exploration


Techniques. Springer-Verlag. Berlin

Pettijohn, F. 1975. Sedimentary Rocks : Second Edition. Oxford dan IBH


Publishing Co. Calcuta-New Delhi

Riduwan. 2004. Metode Riset. Rineka Cipta. Jakarta

33
Travis, Russel B. 1955. Classification of Rocks. Colorado School of Mines 4th
edition. Colorado

Undang – undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Panas Bumi

Wahyuningsih, R. 2005. Potensi Dan Wilayah Kerja Pertambangan Potensi Dan


wilayah Kerja Pertambangan. Subdit Panas Bumi

34

You might also like