You are on page 1of 18

Nama : Chatarina Lintang Dwi Paskawati

Prodi : S1 Keperawatan tingkat 4


NIM : 30120115002

PEMERIKSAAN FISIK PADA BAYI DAN ANAK BALITA


Pemeriksaan fisik pada bayi terdiri atas beberapa hal yang menyangkut fungsi pada
sistem tubuh bayi.
A. Pemeriksaan Fisik pada Bayi
Merupakan pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh bidan, perawat, atau
dokter untuk menilai status kesehatan yang dilakukan pada saat bayi baru lahir, 24
jam setelah lahir, dan pada waktu pulang dari rumah sakit. Dalam melakukan
pemeriksaan ini sebaiknya bayi dalam keadaan telanjang di bawah lampu terang,
sehingga bayi tidak mudah kehilangan panas. Tujuan pemeriksaan fisik secara
umum pada bayi adalah menilai status adaptasi atau penyesuaian kehidupan
intrauteri kedalam kehidupan ekstrauteri serta mencari kelainan pada bayi. Adapun
pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada bayi antara lain :
1) Hitung Frekuensi Nafas
Pemeriksaan frekuensi nafas ini dilakukan dengan menghitung rata-rata
pernapasan dalam satu menit. Pemeriksaan ini dikatakan normal pada bayi baru
lahir apabila frekuensinya antara 30-60 kali per menit, tanpa adanya retraksi dada
dan suara merintih saat ekspirasi, tetapi apabila bayi dalam keadaan lahir kurang
dari 2.500 gram atau usia kehamilan kurang dari 37 minggu, kemungkinan terdapat
adanya retraksi dada ringan. Jika pernapasan berhenti beberapa detik secara
periodik, maka masih dikatakan dalam batas normal.
2) Lakukan Inspeksi pada Warna Bayi
Pemeriksaan ini berfungsi untuk mengetahui apakah ada warna pucat,
icterus, sianosis sentral, atau tanda lainnya. Bayi dalam keadaan aterm umumnya
lebih pucat dibandingkan bayi dalam keadaan preterm mengingat kondisi kulitnya
lebih tebal.
3) Hitung Denyut Jantung Bayi dengan Menggunakan Stetoskop
Pemeriksaan denyut jantung untuk menilai apakah bayi mengalami gangguan
yang menyebabkan jantung dalam keadaan tidak normal, seperti suhutubuh yang
tidak normal, perdarahan, atau gangguan napas. Pemeriksaan denyut jantung ini
dikatakan normal apabila frekuensinya antara 100-160 kali per menit. Masih dalam
keadaan normal apabila diatas 60 kali per menit dalam jangka waktu yang relatif
pendek, beberapa kali per hari, dan terjadi selama beberapa hari pertama jika bayi
mengalami distress
4) Ukur Suhu Aksila
lakukan pemeriksaan suhu melalui aksila untuk menentukan apakah bayi dalam
keadaan hipotermi atau hipertermi. Dalam kondisi normal suhu bayi antara 36,5-
37,5 derajat celcius.
5) Kaji Postur dan Gerakan
Pemeriksaan ini untuk menilai ada atau tidaknya epistotonus/hiperekstensi
tubuh yang berlebihan dengan kepala dan tumit ke belakang, tubuh melengkung ke
depan, adanya kejang/spasme, serta tremor.
Pemeriksaan postur dalam keadaan normal apabila dalam keadaan istirahat
kepalan tangan longgar dengan lengan panggul dan lutut semifleksi. Selanjutnya
pada bayi berat kurang dari 2.500 gram atau usia kehamilan kurang dari 37 minggu
ekstremitasnya dalam keadaan sedikit ekstensi. Apabila bayi letak sungsang, di
dalam kandungan bayi akan mengalami fleksi penuh pada sendi panggul atau
lutut/sendi lutut ekstensi penuh, sehingga kaki bisa mencapai mulut. Selanjutnya
gerakan ekstremitas bayi harusnya terjadi secara spontan dan simetris disertai
dengan gerakan sendi penuh dan pada bayi normal dapat sedikit gemetar.
6) Periksa Tonus atau Kesadaran Bayi
Pemeriksaan ini berfungsi untuk melihat adanya letargi, yaitu penurunan
kesadaran dimana bayi dapat bangun lagi dengan sedikit kesulitan, ada tidaknya
tonus otot yang lemah, mudah terangsang, mengantuk, aktifitas berkurang, dan
sadar (tidur yang dalam tidak merespons terhadap rangsangan). Pemeriksaan ini
dalam keadaan normal dengan tingkat kesadaran mulai dai diam hingga sadar penuh
serta bayi dapat dibangunkan jika sedang tidur atau dalam keadaan diam.
7) Pemeriksaan Ekstremitas
Pemeriksaan ini berfungsi untuk menilai ada tidaknya gerakan ekstremitas
abnormal, asimetris, posisi dan gerakan yang abnormal (menghadap kedalam atau
keluar garis tangan ), serta menilai kondisi jari kaki, yaitu jumlahnya berlebih atau
saling melekat.
8) Pemeriksaan Kulit
Pemeriksaan ini berfungsi untuk melihat ada atau tidaknya kemerahan pada
kulit atau pembengkakan, postula (kulit melepuh), luka atau trauma, bercak atau
tanda abnormal pada kulit, elastisitas kulit, serta ada tidaknya ruam popok (bercak
merah terang dikulit daerah popok pada bokong). Pemeriksaan ini normal apabila
tanda seperti eritema toksikum (titik merah dan pusat putih kecil pada muka, tubuh,
dan punggung ) pada hari kedua atau selanjutnya, kulit tubuh yang terkelupas pada
hari pertama.
9) Pemeriksaan Tali Pusat
Pemeriksaan ini untuk melihat apakah ada kemerahan, bengkak, bernanah,
berbau, atau lainnya pada tali pusat. Pemeriksaan ini normal apabila warna tali pusat
kebiruan pada hari pertama dan mulai mongering atau mengacil dan lepas pada hari
ke-7 hingga ke-10
10) Pemeriksaan Kepala dan Leher
Pemeriksaan bagian kepala yang dapat diperiksa antara lain sebagai berikut
:

1. Pemeriksaan rambut dengan menilai jumlah dan warna, adanya lanugo, terutama
pada daerah bahu dan punggung.
2. Pemeriksaan wajah dan tengkorak dapat dilihat adanya maulage, yaitu tulang
tengkorak yang saling menumpuk pada saat lahir untuk dilihat simetris atau tidak.
Ada tidaknya caput succedaneum (edema pada kulit kepala, lunak dan tidak
berfluktuasi, batasnya tidak tegas, serta menyebrangi sutura dan akan hilang dalam
beberapa hari ).
Adanya cepal hematum terjadi sesaat setelah lahir dan tidak tampak pada
hari pertama karena tertutup oleh caput succedaneum, konsistensinya lunak,
berfluktuasi, berbatas tegas pada tepi tulang tengkorak, tidak menyebrangi sutura,
dan apabila menyebrangi sutura akan mengalami fraktur tulang tengkorak yang
akan hilang sempurna dalam waktu 2-6 bulan. Adanya pendarahan yang terjadi
karena pecahnya vena ysang menghubungkan jaringan diluar sinus dalam
tengkorak, batasnya tidak tegas, sehingga bentuk kepala tampak simetris.
Selanjutnya diraba untuk menilai adanya fluktuasi dan edema. Pemeriksaan
selanjutnya adalah menilai fontanella dengan cara melakukan palpasi
menggunakan jari tangan, kemudian fontanel posterior dapat dilihat proses
penutupannya setelah usia dua bulan, dan fontanel anterior menutup saat usia 12-
18 bulan.
3. Pemeriksaan mata untuk menilai adanya strabismus atau tidak, yaitu koordinasi
gerakan mata yang belum sempurna. Cara memeriksanya adalah dengan
menggoyangkan kepala secara perlahan-lahan, sehingga mata bayi akan terbuka,
kemudian baru diperiksa. Apabila ditemukan jarang berkedip atau sensitivitas
terhadap cahaya berkurang, maka kemungkinan mengalami kebutaan. Apabila
ditemukan adanya epicantus melebar, maka kemungkinan anak mengalami sindrom
down. Pada glaucoma kongenital, dapat terlihat pembesaran dan terjadi kekeruhan
pada kornea. Katarak kongenital dapat dideteksi apabila terlihat pupil yang
berwarna putih. Apabila ada trauma pada mata maka dapat terjadi edema palpebral,
perdarahan konjungtifa, retina, dan lain-lain.
4. Pemeriksaaan telinga dapat dilakukan untuk menilai adanya gangguan
pendengaran. Dilakukan dengan membunyikan bel atau suara jika terjadi reflex
terkejut, apabila tidak terjadi reflex, maka kemungkinan akan terjadi gangguan
pendengaran.
5. Pemeriksaan hidung dapat dilakukan dengan cara melihat pola pernapasan, apabila
bayi bernapas melalui mulut, maka kemungkinan bayi mengalami obstruksi jalan
napas karena adanya atresia koana bilateral atau fraktur tulang hidung atau
ensevalokel yang menonjol ka naso faring, sedangkan pernapasan cuping hidung
akan menunjukkan gangguan pada paru, lubang hidung kadang-kadang banyak
mukosa. Apabila secret mukopurulen dan berdarah, perlu dipikirkan adanya
penyakit sifilis kongenital dan kemungkinan lain.
6. Pemeriksaan mulut dapat dilakukan dengan melihat adanya kista yang ada pada
mukosa mulut. Pemeriksaan lidah dapat dinilai melalui warna dan kemampuan
reflex mengisap. Apabila ditemukan lidah yang menjulur keluar, dapat dilihat
adanya kemungkinan kecacatan kongenital.
Adanya bercak pada mukosa mulut, palatum, dan pipi biasanya disebut sebagai
monilia albicans, gusi juga perlu diperiksa un tuk menilai adanya pigmen pada gigi,
apakah terjadi penumpukan pigmen yang tidak sempurna.
7. Pemeriksaan leher dapat dilakukan dengan melihat pergerakan, apabila terjadi
keterbatasan dalam pergerakannya, maka kemungkinan terjadi kelainan pada tulang
leher, misalnya kelainan tiroid, hemangioma, dan lain-lain.

11) Pemeriksaan Dada dan Punggung


Merupakan pemeriksaan yang dilakukan pada daerah dada dan punggung,
yang dilakukan untuk melihat adanya kelainan bentuk, melihat adanya gangguan
pada pernapasan seperti apabila ditemukan pernapasan paradoksal dan retraksi pada
inspirasi, adanya kesimetrisan. Apabila tidak simetris maka kemungkinan bayi
mengalami pneumotoraks, paresis diafragma atau hernia diafragmatika dan
pernapasan normal bayi pada umumnya dinding dada dan abdomen bergerak secara
bersamaan, frekuensi pernapasan bayi normal antara 40-60 kali per menit,
perhitungannya harus satu menit penuh karena terdapat periodic breathing dimana
pola pernapasan pada neonates terutama pada prematur adanya henti napas yang
berlangsung 20 detik dan terjadi secara berkala. Kadang-kadang pada kelenjar susu
pada bayi ditemukan air susu karena pengaruh hormonal.
Pada pemeriksaan secara palpasi dapat ditemukan ada tidaknya fraktur
klavikula dengan cara meraba ictus kordis dengan menentukan posisi jantung,
secara auskultasi frekuensi jantung dilakukan dengan menggunakan stetoskop
dengan menilai jumlah frekuensi jantung secara normal bayi antara 120-160 kali
per menit. adanya bising sering ditemukan pada bayi, bunyi pernapasan pada bayi
adalah bronkovesikuler dan terdengarnya bising usus pada daerah dada
menunjukkan adanya hernia diafragmatika.
12) Pemeriksaan Abdomen
Pemeriksaan pada abdomen ini meliputi pemeriksaan secara inspeksi untuk
melihat bentuk dari abdomen. Apabila didapatkan abdomen membuncit yang dapat
diduga kemungkinan disebabkan hepatosplenomegali atau cairan didalam rongga
perut, adanya kembung apabila didapatkan adanya perforasi usus atau ileus. Pada
perabaab hati biasanya teraba 2-3 cm dibawah arcus kosta kanan, limpa teraba 1 cm
dibawah arkus kosta kiri. Pada palpasi ginjal dapat dilakukan dengan pengaturan
posisi terlentang dan tungkai bayi dilipat agar otot-otot dinding perut dalam
keadaan relaksasi, batas bawah ginjal dapat diraba setinggi umbilicus diantara garis
tengah dan tepi perut. Dan bagian-bagian ginjal dapat diraba sekitar 2-3 cm adanya
pembesaran pada ginjal dapat disebabkan oleh neoplasma, kelainan bawaan atau
thrombosis vena renalis.

13) Pengukuran Antropometri


Pada bayi baru lahir, perlu dilakukan pengukuran antropometri seperti berat
badan yang normal adalah sekitar 2.500-3.500 gram, apabila ditemukan berat badan
kurang dari 2.500 gram, maka dapat dikatakan bayi memiliki berat badan lahir
rendah (BBLR). Akan tetapi, apabila ditemukan bayi dengan berat badan lahir lebih
dari 3.500 gram, maka bayi dimasukkan dalam kelompok makrosomia.
Pengukuran antropometri lainnya adalah pengukuran panjang badan secara
normal, panjang badan bayi baru lahir adalah 45-50 cm, pengukuran lingkar kepala
normalnya adalah 33-35 cm, pengukuran lingkar dada normalnya adalah 30-33 cm.
apabila ditemukan diameter kepala lebih besar 3 cm dari lngkar dada, maka bayi
menggalami hidrosefalus ddan apabila diameter kepala lebih kecil 3 cm dari lingkar
dada, maka bayi tersebut mengalami mikrosefalus.
14) Pemeriksaan Genetalia
Pemeriksaan genetalia ini untuk mengetahui keadaan labium minor yang
tertutup oleh labia mayor, lubang uretra dan lubang vagina seharusnya terpisah,
namun apabila ditemukan satu lubang maka didapatkan terjadinya kelainan dan
apabila ada secret pada lubang vagina, hal tersebut karena pengaruh hormon. Pada
bayi laki-laki sering didapatkan fimosis, secara normal panjang penis pada bbayi
adalah 3-4 cm dan 1-1,3 cm untuk lebarnya, kelainan yang terdapat pada bayi
adalah adanya hipospadia yang merupakan defek dibagian ventral ujung penis atau
defek sepanjang penisnya. Epispadia merupakan kelainan defek pada dorsum penis.
15) Pemeriksaan Anus dan Rectum
Pemeriksaan anus dan rectum dapat dilakukan untuk menilai adanya kelainan
otresia ani atau mengetahui posisinya, adanya meconium secara umum keluarnya
pada 24 jam apabila ditemukan dalam waktu 48 jam belum keluar maka
dimungkinkan adanya meconium plug syndrome, megakolon atau obstraksi saluran
pencernaan.
16) Pemeriksaan Urine dan Tinja
Pemeriksaan urine dan tinja bermanfaat untuk menilai ada atau tidaknya diare
serta kelainan pada daerah anus. Pemeriksaan ini normal apabila bayi mengeluarkan
feses cair antara 6-8 kali per menit, dapat dicurigai apabila frekuensi meningkat
serta adanya lendir atau darah. Adanya perdarahan pervaginam pada bayi baru lahir
dapat terjadi selama beberapa hari pada minggu pertama kehidupan.
17) Pemeriksaan Refleks
Panduan pemeriksaan reflex ini dapat dilihat pada table berikut :

Pemeriksaan cara Kondisi Normal Kondisi


Refleks Pengukuran Patologis/abnormal
Berkedip Sorotkan Dijumpai pada tahun Jika tidak dijumpai
cahaya ke mata pertama menunjukkan kebutaan
bayi
Tanda Gores telapak Jari kaki mengembang Bila pengembangan jari
Babinzki kaki sepanjang dan ibu jari kaki kaki dorso fleksi setelah
tepi luar, dorsof leksi, dijumpai usia 2 tahun, adanya
dimulai dari sampai usia 2 tahun tanda lesi ekstrapiramidal
tumit
Merangkak Letakkan bayi Bayi membuat Apabila gerakan tidak
tengkurap gerakan merangkak simetris adanya tanda
diatas dengan lengan dan kelainan neurologis.
permukaan kaki bila diletakkan
yang rata. pada abdomen.
Menari/melan Pegang bayi Kaki akan bergerak ke Reflex menetap melebihi
gkah sehingga atas dank e bawah bila 4-8 minggu merupakan
kakinya sedikit sedikit disentuhkan ke keadaan abnormal
menyentuh permukaan keras
permukaan dijumpai pada 4-8
yang keras minggu pertama.
Ekstrusi Sentuh lidah Lidah ekstensi ke Ekstensi lidah yang
dengan ujung arah luar bila persisten adanya sindrom
spatel lidah disentuh, dijumpai down
pada usia 4 bulan
Galant’s Gores Punggung bergerak Tidak adanya reflex
punggung bayi kea rah samping bila menunjukkan lesi
sepanjang sisi distimulasi, dijumpai medulaspinalis
tulang pada 4-8 minggu transversal
belakang dari pertama
bahu sampai
bokong
Moro Ubah posisi Lengan ekstensi, jari- Reflex yang menetap
dengan tiba- jari mengembang, lebih pada 4 bulan.
tiba atau pukul kepala terlempar ke Adanya kerusakan otak,
meja/tempat belakang, tungkai respons tidak simetris.
tidur sedikit ekstensi, Adanya hemiparesis,
lengan kembali ke fraktur klavikula atau
tengah dengan tangan cedera fleksus brakialis,
menggenggam tulang tidak ada respons
belakang dan ekstremitas bawah,
ekstremitas bawah adanya dislokasi pinggul
ekstensi. Lebih kuat atau cedera medulla
selama 2 bulan spinalis.
menghilang pada usiia
3-4 bulan.
Neck righting Letakkan bayi Bila bayi terlentang, Tidak ada reflex atau
dalam posisi bahu dan badan reflex menetap lebih dari
terlentang, kemudian pelvis 10 bulan menunjukkan
coba menarik berotasi kea rah adanya gangguan system
perhatian bayi dimana bayi diputar saraf pusat
dari satu sisi dan dijumpai selama
sepulu bulan pertama
Menggenggam Letakkan jari Jari-jari bayi Fleksi yang
(palmar grasp) ditelapak melengkung disekitar tidak simetris
tangan bayi jari yang diletakkan menunjukkan adanya
dari sisi ulnar, ditelapak tangan bayi paralisis, reflex
jika reflex dari sisi ulnar, reflex menggenggam yang
lemah aatau ini menghilang pada menetap menunjukkan
tidak ada usia 3-4 bulan ggangguan serebral
berikan bayi
botol atau dot,
karena
mengisap akan
mengeluarkan
refleks
Rooting Gores sudut Bayi memutar kearah Tidak adanya reflex
mulut bayi pipi yang digores, menunjukkan adanya
garis tengah reflex ini menghilang gangguan neurologis
bibir pada usia 3-4 bulan, beratt.
tetapi bisa menetap
sampai usia 12 bulan,
khususnya selama
tidur
Kaget (startie) Bertepuk Bayi mengekstensi Tidak adanya reflex
tangan dengan dan memfleksi lengan menunjukkan adanya
keras dalam merespons gangguan pendengaran
terhadap suara yang
keras, tangan tetap
rapat, reflex ini akan
menghilang setelah
usia 4 bulan
Mengisap Berikan bayi Bayi mengisap dengan Reflex yang lemah atau
botol dan dot kuat dalam berespons tidak ada menunjukkan
terhadap stimulasi, kelambatan
reflex ini menetap perkembangan atau
selama masa bayyi kkeadaan neurologis yang
dan mungkin terjadi abnormal
selama tidur tanpa
stimulasi
Tonic neck Putar kepala Bayi melakukan Tidak normal bila respons
dengan cepat perubahan posisi bila terjadi setiap kepala
ke satu sisi kepala diputar ke satu diputar, jika menetap
sisi, lengan dan adanya
tungkai ekstensi kerusakan serebral
kearah sisi putaran mayor.
kepala dan fleksi pada
sisi pada sisi yang
berlawanan,
normalnya reflex ini
tidak terjadi setiap kali
kepala diputar.
Tampak kira-kira pada
usia 2 bulan dan
menghilang pada usia
6 bulan

B. Pemeriksaan Fisik pada Anak


Merupakan pengkajian yang dilakukan pada anak yang bertujuan untuk
memperoleh data status kesehatan anak serta dapat dijadikan sebagai dasar dalam
menegakkan diag
nosis. Adapun pemeriksaannya adalah sebagai berikut :
2.1 Pemeriksaan Keadaan Umum
Pemeriksaan ini terdiri atas pemeriksaan status kesadaran, status gizi, tanda-tanda
vital, dan lain-lain.
a. Pemeriksaan Kesadaran
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai status kesadaran anak, ada dua
macam penilaian status kesadaran, yaitu penilaian secara kualitatif dan penilaian
secara kuantitatif. Secara kualitatif didapatkan antara lain : compos mentis, yaitu
anak mengalami kesadaran penuh dengan memberikan respons yang cukup
terhadap stimulus yang diberikan; apatis, yaitu anak acuh tak acuh terhadap
keadaan sekitarnya; somnelon, yaitu anak memiliki kesadaran yang lebih rendah
dengan ditandai dengan anak tampak mengantuk, selalu ingin tidur, tidak
responsive terhadap rangsangan ringan, dan masih memberikan respons tterhadap
rangssangan yang kuat; sopor, yaitu anak tidak memberikan respons ringan maupun
sedang, tapi masih memberikan respons sedikit terhadap rangsangan yang kuat
dengan adanya reflex pupil terhadap cahaya yang masih positif; koma, yaitu anak
tidak dapat bereaksi terhadap stimulus atau rangsangan apapun, reflex pupil
terhadap cahaya tidak ada; dan delirium merupakan tingkat kesadaran yang paling
rendah ditandai dengan disorientasi sangat iritatif, kacau, dan salah persepsi
terhadap rangsangan sensorik.
Dalam penilaian kesadarran anak, sering kali ditemukan permasalahan,
seperti kesulitan dalam penilaian kesadaran melalui respons yang diberikan pada
anak, karena respons dari anak tidak menjadikan ukuran mutlak keadaan kesadaran
baik atau terjadi gangguan.
b. Pemeriksaan Status Gizi
Penilain status gizi ini dapat dilakukan dengan melakukan beberapa
pemeriksaan, seperti pemeriksaan antropometri, yang meliputi pemeriksaan berat
badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, pemeriksaan klinis dan laboratorium yang
dapt digunakan untuk menentukan status gizi anak. Selanjutnya dalam penilaian
status gizi anak dapat disimpulkan apakah anak mengalami gizi baik, cukup, atau
gizi yang kurang.

c. Pemeriksaan Nadi
Pemeriksaan nadi seharusnya dilakukan dalam keadaan tidur atau istirahat.
Pemeriksaan nadi dapat dilakukan berssamaan dengan pemeriksaan denyut jantung
untuk mengetahui adanya pulsus deficit yang merupakan denyut jantung yang tidak
cukup kuat untuk menimbulkan denyut nadi, sehingga denyut jantung lebih tinggi
daripada denyut nadi.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kecepatan atau ffrekuensi nadi,


misalnya dapat ditemukan takikardi yang merupakan denyut jantung llebih cepat
daripada kecepatan normal, keadaan ini dapat terlihat pada keadaan hipertermia,
aktivitas tinggi, ansietas, tirotoksikosis, miokarditis, gagal jantung, serta dehidrasi
atau rejantan. Pada keadaan hipertermia, meningkatnya suhu satu derajat celcius
akan meningkatkan denyut nadi sebanyak 15-20 kali per menit.
Penilaian yang berkaitan dengan pemeriksaan nadi adalah ada atau tidaknya
takikardi sinus, yang ditandai dengan adanya variasi 10-15 denyutan dari menit ke
menit. takikardi supraventikuler paroksisimal yang ditandai dengan nafi sulit
dihitung karena frekuensinya sangat tinggi (lebih dari 2000 kali per menit) dan
kecepatan nadi konstan sepanjang serangan.
Disamping takikardi, terdapat istilah brikardi, yaitu frekuensi denyut
jantung yang kurang dari normal atau denyut jantung lambat. Dalm penilaian
brikardi, terdapat brikardi sinus dan brikardi relative apabila denyutan nadi lebih
sedikit dibandingkan dengan kenaikan suhu. Selain pemeriksaan frekuensi nadi,
dapat juga dilakukan pemeriksaan irama denyutan nadi. Selanjutnya diraba apakah
iramanya normal atau tidak, hasil perabaab dapat berupa disritmia (aritmia) sinus.
Disritmia merupakan ketidakteraturan nadi dimana denyut nadi lebih cepat saat
inspirasi dan akan lebih lambat saat ekspirasi, kemudian apabila teraba nadi
sepasang-sepasang dinamakan pulsus bigeminus dan apabila teraba tiga kelompok-
kelompok disebut pulsus trigeminus, serta untuk melihat kkelainan lebih lanjut
dapat dengan elektrokardiografi.
Selain itu, pemeriksaan nadi lainnya adalah kualitas nadi apakah normal
atau cukup. Hal ini dapat dinilai seperti adanya pulsus seler ditandai dengan nadi
teraba sangat kuat dan turun dengan cepat akibat tekanan nadi (perbedaan tekanan
sistolik dan diastolic yang sangat besar). Apabila lemah menunjukkan adanya
kegagalan dalam sirkulasi, adanya pulsus parvus et tardus yang ditandai dengan
amplitude nadi yang rendah dan teraba lambat naik dapat terjadi pada stenosis aorta.
Adanya pulsus alternas, ditandai dengan denyut nadi yang berselang-seling kuat
dan lemah menunjukkan adanya beban ventrikel kiri yang berat. Adanya pulsus
paradoksus ditandai dengan nadi yang teraba jelas lemah saat inspirasi dan teraba
normal atau kuat saat ekspirasi yang menunjukkan tamponade jantung.

d. Pemeriksaan tekanan darah


Dalam melakukan pemeriksaan tekanan darah, hasilnya sebaiknya
dicantumkan dalam posisi apa pemeriksaan darah dilakukan, seperti tidur, duduk,
berbaring, atau menangis. Sebab posiisi akan memengaruhi hasil penilaian tekanan
darah yang dilakukan. Pemeriksaan tekanan darah dapat dilakukan, baik secara
langsung maupun tidak langsung pada pasien. Pemeriksaan yang sering kita
lakukan adalah pemeriksaan secara tidak langsung dengan menggunakan
spigmomanometer yang dapat dilakukan secara palpasi atau secara auskultasi
dengan bantuan stetoskop.
Pemeriksaan ini untuk menilai adanya kelainan pada gangguan system
kardiovaskular, apabila didapatkan perbedaan tekanan darah sistolik pada saat
inspirasi dan saat ekspirasi lebih dari 10 mmHg, maka dapat dikatakan anakk
mengalami pulsus paradoksus yang kemungkinan menyebabkan terjadinya
tamponade jantung, gagal jantung, dan lain-lain.

Table tekanan darah normal


Tekanan
Usia sistolik/Diastolik
(mmHg)
1 bulan 86/54
6 bulan 90/60
1 tahun 96/65
2 tahun 99/65
4 tahun 99/65

e. Pemeriksaan pernapasan
Pemeriksaan ini dilakukan dengan ccara menilai frekuensi, irama,
kedalaman, dan tipe atau pola pernapasan denggan ketentuan sebagaimana tertera
pada table berikut :
Pola Pernapasan Deskripsi
Dyspnea Susah napas yang ditunjukkan
dengan adanya retraksi dinding
dada
Bradipnea Frekuensi pernapasan lambat
abnormal, tapi iramanya
teratur
Takipnea Frekuensi pernapasan cepat
yang abnormal
Hiperkapnea Pernapasan cepat dan dalam
Apnea Tidak ada pernapasan
Cheyne stokes Periode pernapasan cepat
dalam yang bergantian dengan
periodeapnea, umumnya pada
bayi dan pada anak selama
tidur nyenyak, depresi, dan
kerusakan otak.
Kusmaul Napas dalam yang abnormal
bisa cepat, normal, atau
lambat. Paa umumnya terjadi
pada asidosis metabolik
Biot Tidak teratur, terlihat pada
kerusakan otak bagian bbawah
dan depresi pernapasan.

f. Pemeriksaan suhu
Pemeriksaan ini dapat dilakukan melalui rektal, aksila, dan oral yang
digunakan untuk menilai keseimbangan suhu tubuh yang dapat digunakan untuk
membantu menentukan diagnosis dini suatu penyakit.
Table suhu tubuh normal :
Usia Suhu (derajat
celcius)
3 bulan 37,5
1 tahun 37,7
3 tahun 37,2
5 tahun 37,0

2.2 Pemeriksaan Kulit, Kuku,Rambut, dan Kelenjar Getah Bening


Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui apakah terdapat kelainan atau
masalah pada kondisi kulit, kuku, rambut, dan kelenjar getah bening.
a. Pemeriksaan kulit
Pemeriksaan ini untuk menilai warna kulit. Dan cara ppemeriksaan dan keadaan
patologis kelempbappan kullt
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 1.1 warna kulit

Warna kulit Deskripsi


Cokelat Menunjukkan adanya penyakit
Addison atau beberapa tumor
hipofisis.
Biru kemerahan Menunjukkan polisitemia
Merah Alergi dingin, hipertermia, psikologis,
alcohol, atau inflamasi local
Biru (sianosis) pada Sianosis pperifer karena kecemasan,
kuku kedinginan, atau sentral karena
penurunan kapasitas darah dalam
membawa oksigen yang meliputi
bibir, mulut, dan badan.
Kuning Icterus yang menyertai penyakit hati,
hemolysis sel darah merah, obstruksi
saluran empedu, atau infeksi barat
yang dapat dilihat pada sclera,
membrane mukosa, dan abdomen.
Bila terdapat pada telapak tangan,
kaki, dan mukosa serta bukan pada
sclera, kemungkinan akibat memakan
wortel dan kenttang.
Bila pada area kulit terbuka tidak ada
skleradan membrane mukosa
menunjukkan adanya penyakit ginjal
kronis.
Pucat (kurang merah Menunjukkan adanya sinkop, demam,,
muda pada orang kult syok, dan anemia
putih) atau warna abu-
abu pada kulit hitam
Kekurangan warna Albinoisme
secara umum

Table 1.2 cara pemeriksaan dan keadaan patologis kelembapan kulit

Cara Paatologis
Amati Kulit kering pada daerah bibir, tangan, atau
kelembapan genital menunjukkan adanya dermatitis
daerah kulit kontak.
Normal :agak
kering
Normal : Kekeringan yang menyeluruh disertai adanya
membran mukosa lipatan dan membrane mukosa yang lembap
lembap menunjukkan terlalu terpapar dengan sinar
matahari dan sering mandi attau kurang gizi,
sedangkan kering pada membrane mukosa
menunjukkan adanya dehidrasi serta adanya
kedinginan menunjukkan adanya syok dan
perspirasi.

b. Pemeriksaan kuku
Pemeriksaan kuku dilakukan dengan cara inspeksi terhadap warna, bentuk,
dan keadaan kuku. Adanya jari tubuh dapat menunjukkan penyakit pernapasan
kronis atau penyakit jantung serta bentuk kuku yang cekung atau cembung
menunjukkan adanya cedara, defisiensi besi, dan infeksi.
c. Pemeriksaan rambut
Pemeriksaan rambut ini dilakukan untuk menilai warna, kelebatan,
distribusi, dan karakteristik lainnya dari rambut. Normalnya rambut menutupi
semua permukaan tubuh, kecuali telapak tangan dan kaki serta permukaan labia
sebelah dalam. Rambut kepala normalnya berkilauan seperti sutra dan kuat. Rambut
yang kering, rapuh, dan kurang pigmen dapat menunjukkan adanya kekurangan
gizi. Kondisi rambut yang kurang tumbuh dappat menunjukkan adanya malnutrisi,
penyakit hipotiroidisme, efek obat, dan lain-lain.
d. Pemeriksaan kelenjar getah bening
Pemeriksaan kelenjar getah bening dilakukan dengan cara melakukan
palpasi pada daerah leher, inguinal, atau kelenjar lainnya. Apabila terjadi
pembesaran dengan diameter lebih dari 10 mm, hal ini menunjukkan kemungkinan
adanya ketidaknormalan atau terdapat indikasi penyakit tertentu.

2.3 Pemeriksaan Kepala dan Leher


Pemeriksaan kepala dan leher meliputi pemeriksaan kepala secara umum, yaitu
pemeriksaan wajah, mata, telinga, hidung, mulut, faring, laring, dan leher.
a. Pemeriksaan kepala
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk memeriksa lingkar kepala. Apabila
didapatkan lingkar kepala yang lebih besar dari normal dinamakan makrosefali dan
biasanya dapat ditemukan pada penyakit hidrosefalus. Sebaiknya, apabila liingkar
kepala lebih kecil dari normal disebut mikrosefali. Pemeriksaan yang lain adalah
ubun-ubun atau fontanel ubun-ubun besar, normalnya bertekstur rata atau sedikit
cekung, namun apabila ubun-ubun besar menonjol dapat menunjukkan adanya
peningkatan tekanan intracranial, sedangkan apabila cekung kemungkinan terjadi
dehidrasi dan malnutrisi.
b. Pemeriksaan wajah
Pemeriksaan wajah pada anak dilakukan untuk menilai kesimetrisan wajah.
Asimetris pada wajah dapat disebabkan oleh adanya paralisis fasialis. Selain
melihat kesimetrisan wajah, pemeriksaan ini juga dilakukan untuk menilai adanya
pembengkakan daerah wajah.
c. Pemeriksaan mata
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk menilai visus atau ketajaman
penglihatan. Pemeriksaan visus ini dapat dilakukan dengan pemberian rangsangan
cahaya pada usia neonates. Pada usia satu bulan, bayi sudah mampu melihat adanya
benda-benda dan pada usia dua bulan mampu melihat jari, untuk memperjelas
pemeriksaan dapat digunakan oftalmoskop.
Pemeriksaan mata selanjutnya adalah pemeriksaan palpebral. Palpebral
dilihat apakah simetris atau tidak, kelainan yang muncul antara lain ptosis,
lagoftalmus, dan pseudolagoftalmos. Pemeriksaan sclera dilakukan untuk menilai
warna sclera. Sclera normal berwarna putih. Kornea, pada pemeriksaan dilihat
apakahjernih atau tidak, apabila terjadi peradangan tampak adanya kekeruhhan.

Pemeriksaan pupil dilakukan untuk melihat kemempuan pupil dalam


membesar dan mengecil. Pada keadaan normal pupil berbentuk bulat dan simetris.
Pupil dikatakan normal apabila diberikan sinar akan mmengecil dengan reflex
cahaya langsung maupun kontralateral pada yang tidak disinari. Apabila ditemukan
pupil yang berwarna putih kemungkinan adanya penyakit katarak. Pemeriksaan
lensa dapat dilakukan dengan menilai jernih tidaknya lensa. Apabila ditemukan
kekeruhan pada lensa, maka kemungkinan pasien mengalami katarak. Pada
pemeriksaan bola mata, apabila bola mata menonjol dinamakan eksoftalmus dan
apabila bola mata mengecil dinamakan enoftalmos. Pemeriksaan strabismus atau
juling ditentukan apabila ditemukan sumbu visual yang tidak sejajar pada lapang
ggerakan bola mata.

d. Pemeriksaan telinga
Pemeriksaan telinga dapat dilakukan mulai dari telinga bagian luar, tengah,
dan dalam. Pada ppemeriksaan telinga bagian luar dapat dimulai dari pemeriksaan
daun dan liang telinga dengan menentukan bentuk, besar, serta posisinya.
Pemeriksaan liang telinga ini dapat dilakukan dengan bantuan otoskop.
Pemeriksaan selanjutnya adalah membrane timpani, pemeriksaan ini dikatakan
normal apabila membrane timpani sedikit cekung dan mengilap, kemudian dilihat
juga adanya perforasi atau tidak. Berikutnya dilakukan pemeriksaan mastoid
dengan melihat adanya pembengkakan pada daerah mastoid, setelah itu baru
dilakukan pemeriksaan pendengaran apakah mengalami gangguan atau tidak
dengan bantuan alat garpatula. Pemeriksaan telinga yang spesifik untuk bayi,
misalnya pemeriksaan simetrisitas daun telinga yang khas terjadi pada bayi atau
anak yang mengalami down syndrome.

e. Pemeriksaan hidung
Pemeriksaan hidung dilakukan untuk menilai adanya kelainan bentuk
hidung juga untuk menentukan ada tidaknya epistaksis. Alat yang dapat digunakan
ialah rhinoskopi anterior maupun posterior.

f. Pemeriksaan mulut
Pemeriksaan mulut dilakukan untuk menentukan ada tidaknyya trismus
yang merupakan kesulitan membuka mulut, halitosis yang merupakan bau mulut
tidak sedap karena personal hygiene yang kurang, serta labioskisis dimana
kkeadaan bibir tidak simetris. Pemeriksaan selanjutnya adalah gusi yang dapat
ditentukan dengan melihat adanya edema atau tanda-tanda peradangan.
Pemeriksaan lidah juga dapat dilakukan untuk menilai apakah terjadi kelainan
kongenital atau tidak, juga dapat diperiksa ada tidaknya tremor lidah dengan cara
menjulurkan lidah.

Pemeriksaan gigi perlu dilakukan khusunya pada anak, dimana kadang-


kadang gigi tumbuh dan mudah lepas. Perkembangan gigi susu mulai tumbuh pada
usia lima bulan, tetapi kadang-kadang satu tahun. Pada usia 3 tahun ke dua puluh
gigi susu akan tumbuh. Kelainan yang dapat ditemukan pada gigi antara lain
adanya karies dentis yang terjadi akibat infeksi bakteria. Dalam pemeriksaan ini
juga dapat diketahui adanya hipersalivasi pada anak, hal ini terjadi kemungkinan
akibat gigi anak akan tumbuh atau karena adanya proses peradangan yang lain.

g. Pemeriksaan faring
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya hyperemia; edema; serta
adanya abses, baik retrofaringeal maupun peritonsiral. Adanya edema faring
umumnya ditandai dengan mukosa yang pucat dan sembap. Pada diftteri dapat
ditemukan adanya bercak putih abu-abu (pseudomembran).

h. Pemeriksaan laring
Pemeriksaan llaring ini sangat berhubungan dengan pemeriksaan
pernapasan. Apabila ada obstruksi pada laring, maka suarra terdengar stridor yang
disertai dengan bentuk dan suara serak. Pada pemeriksaan laring dapat digunakan
alat laringoskop, baik direk (langsung) maupun indirek (tidak langsung) dengan
mmenggunakan alat yang dimasukkan kedalam secara pperlahan-lahan dengan
lidah ditarik keluar.

i. Pemeriksaan leher
Pemeriksaan leher dilakukan untuk menilai adanya tekanan pada vena
jugularis dengan cara meletakkan pasien dalam posisi terlentang dengan dada dan
kepala diangkat setinggi 15-30 derajat, pada pemeriksaan ini dapat ditemukkan ada
tidaknya distensi pada vena jugularis. Pemeriksaan yang lain adalah ada tidaknya
massa dalam leher.
Pemeriksaan pada bayi dilakukan dalam keadaan terlentang, kemudian
kelenjar tiroid diraba dari kedua sisi dengan jari telunjuk dan tengah. Perhatikan
adanya pergerakan pada tiroid ke atas apabila pasien menelan.

2.4 Pemeriksaan Dada


Dalam melakukan penilaian terhadap hasil pemeriksaan dada, hal yang perlu
diperhatikan adalah bentuk dan besar dada, kesimetrisan dan garakan dada, adanya
deformitas atau tidak, adanya penonjolan, serta adanya pembengkakan atau
kelainan yang lain. Bentuk-bentuk dada adalah sebagai berikut :
1. Funnel chest, merupakan bentuk dada dimana sternum bagian bawah serta iiga
masuk ke dalam terutama saat inspirasi. Hal ini dapat disebabkan olleh adanya
hipertrofi adenoid yang berat.
2. Pigeon chest (dada burung), merupakan bbentuk dada dimana bagian sternum
menonjol kea rah luar, biasanya disertai dengan depresi fentrikel pada daerah
kostokodral.
3. Barrel chest, merupakan bentuk dada dimana dada berbentuk bulat seperti tong
dengan sternum terdorong kea rah depan dengan iga-iga yang horizontal. Dada
dengan bentuk ini dapat ditemukan pada penyakit obstruksi paru seperti asma,
emfisema, dan lain-lain. Pemeriksaan pada daerah dada yang lain adalah
pemeriksaan payudara, paru, dan jantung. Pada bayi dan balita akan sulit ditentukan
bentuk dada ini. Pemeriksaan ini akan menjadi efektif untuk anak yang berusia lebih
dari lima tahun

2.5 Pemeriksaan Payudara


Pemeriksaan payudara pada anak dapat dilakukan untuk mengetahui
perkembangan atau kelainan payudara anak, diantaranya adalah untuk mengetahui
ada tidaknya ginekosmatia patologis atau terjadi galaktore sebelum
anak mengalami masa pubertas.

2.6 Pemeriksaan Paru


Langkah ppertama pemeriksaan paru adalah inspeksi untuk melihat apakah
terdapat kelainan patologis atau hanya fisiologis dengan melihat pengembangan
paru saat bernapas, selanjutnya pemeriksaan paru dengan palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Hasil penilaian dari pemeriksaan auskultasi meliputi adanya suara
napas dasar dan suara napas tambahan sebagaimana diuraikan berikut.
1. Suara napas dasar
Suara napas dasar merupakan suara napas biasa yang meliputi suara napas
vesicular, bronkial, amforik, cog wheel breath sound, dan metamorphosing breath
sound.

2. Suara napas tambahan


Suara napas tambahan merupakan suara napas yang dapat didengar selain napas
dasar denggan bantuan auskultasi. Suara napas tambahan meliputi ronki basah
(rales)/ronki kering, wheezing, suara krepitasi, sertabunyi gesekan pleura (pleural
friction rub).

2.7 Pemeriksaan Jantung


Pemeriksaan jantung yang pertama kali dilakukan dengan cara berikut ini .
1. Denyut aspeks atau aktivitas ventrikel lebih dikenal dengan nama iktus kordis,
meruppakan denyutan jantung yang dapat dilihat pada daerah aspeks, yaitu sela iga
ke-4 ppada garis midklavikularis kiri atau sedikit lateral. Denyutan ini dapat terlihat
apabila terjadi pembesaran ventrikel, seperti apabila pada daerah ventrikel kiri
yang besar, maka apeks jantung bergeser kebawah dan ke lateral.
2. Detak pulmonal, merupakan detak jjantung yang apabila tidak teraba pada bunyi
jantung II, maka dikatakan normal. Apabila bunyi jantung II mengeras dan dapat
diraba pada sela iga ke-2 tepi kiri stenum, maka keadaan tersebut dikatakan sebagai
detak pulmonal atau pulmonary tapping.
3. Getaran bising (thrill), merupakan getaran dinding dada akibat bising jantung
keras, yang terjadi pada kelainan organic.
a. Perkusi
Dapat dilakukan untuk menilai adanya pembesaran pada jantung (kardiomegali)
serta batasan dari organ jantung tersebut yang dillakukan pada daerah sekitar
jantung dari perifer hingga ke tengah.
b. Auskultasi
Auskultasi pada jantung dilakukan dengan cara mendengarkan mulai dari
aspeks hingga ke tepi kiri sternum bagian bawahh, bergesar ke atas sepanjang tepi
kiri sternum, tepi kanan sternum daerah infra dan supraklavikula kanan/kiri, lekuk
suprasternal daerah karotis dileher kanan atau kiri, serta seluruh sisa dada atau dapt
dilakukan dengan berbagai cara pemeriksaan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
menilai daerah mitral di aspeks, untuk triskuspidalis di parasternal kiiri bawah,
daerah pulmonal pada sela iga ke-2 tepi kiri sternum, dan daerah aorta di sela iga
ke-2 tepi kanan sternum.

2.8 Pemeriksaan Abdomen


Pemeriksaan abdomen pada anak dilakukan dengan cara inspeksi, auskultasi,
palpasi, dan perkusi. Pemeriksaan auskultasi didahulukan mengingat yang akan
didengarkan adalah bising usus atau peristaltic usus, sehingga tidak dipengaruhi
oleh stimulasi dari luar melalui palpasi atau perkusi. Berbagai organ yang diperiksa
dalam pemeriksaan abdomen, diantaranya hati, ginjal, dan lambung itu sendiri.

2.9 Pemeriksaan Genitalia


Pemeriksaan genitalia anak berbeda antara laki-laki dan perempuan. Khusus
pada laki-laki, dapat diperiksa dengan cara memerhatikan ukuran, bentuk penis,
dan testis. Perlu juga diperhatikan kelainan yang ada, seperti hipospadia (orificium
uretra di ventral penis, biasanya dekat glan atau sepanjang penis); epispadia(muara
uretra pada dorsal penis), mungkin di glan atau batang penis;fimosis (pembukaan
prepusium sangat kecil, sehingga tidak dapat ditarik ke glan penis), serta adanya
peradangan pada testis dan skrotum.
Sedangkan pada perempuan dapat diperhatikan adanya epispadia (terbelahnya
mons pubis dan klitoris serta uretra membuka di bagian dorsal); adanya tanda-tanda
seks sekunder, seperti pertumbuhan rambut dan payudara; serta cairan tang keluar
dari lubang genital.

2.10 Pemeriksaan Tulang Belakang dan Ekstremitas


Pemeriksaan tulang belakang dan ekstremitas pada anak dapat dilakukan
dengan cara inspeksi terhadap adanya kelainan tulang belakang, seperti lordosis
(deviasi tulang belakang kea rah anterior), kifosis (deviasi tulang belakang kea rah
posterior), scoliosis (deviasi tulang belakang ke arah samping), kelemahan, serta
perasaan nyeri yang ada pada tulang belakang dengan cara mengobservasi pada
posisi terlentang, tengkurap, atau duduk.
Pemeriksaan tulang, otot, dan sendi dimulai dengan inspeksi pada jari-jari,
seperti ppada jari tubuh dapat dijumpai pada penyakit jantung bawaan atau penyakit
paru kronis, adanya nyeri tekan, gaya berjalan, ataksia (inkoordinasi hebat), spasme
otot, paralisis, atrofi/hipertrofi otot, kontraktur, dan lain-lain.

2.11 Pemeriksaan Neurologis


Pemeriksaan neurologis pada anak pertama kali dapat dilakukan secara inspeksi
dengan mengamati berbagai kelainan neurologis, seperti kejang; tremor/gemetaran
(gerakan halus yang konstan); twitching (gerakan spasmodic yang berlangsung
singkat, seperti otot lelah serta nyeri setempat); korea (gerakan involunter kasar,
tanpa tujuan, capat dan tersentak-sentak, serta tidak terkoordinasi); parese
(kelumpuhan otot tidak sempurna); paralisis (kelumpuhan otot yang sempurna);
diplegia (kelumpuhan pada dua anggota gerak); paraplegia (kelumpuhan pada
anggota gerak bawah); tetraplegia/parese (kelumpuhan ppada keempat anggota
gerak); hemiparese/plegi (kelumpuhan pada sisi tubuh atau angggota ggerak yang
dibatasi garis tengah di daeah tulang belakang).
Pemeriksaan kedua adalah pemeriksaan reflex. Pada pemeriksaan ini yang dapat
diperiksa antara lain :
1. Reflex superfisial, dengan cara menggores kulit abdomen dengann empat goresan
yang membentuk segi empat dibawah xifoid (di atas simpisis).
2. Reflex tendon dalam, dengan mengetuk menggunakann hammer pada tendon
biseps, trisep, patella, dan Achilles. Penilaiannya adalah jika pada bisep (terjadi
fleksi sendi siku), trisep (terjadi ekstensi sendi siku), patela (terjadi ekstensi sendi
lutut), dan pada achiles (terjadi fleksi plantar kaki).
Apabila hiperefleksi berarti ada kelainan pada upper motor neuron dan apabila
hiporefleks berarti terjadi kelainan pada lower motor neuron.
3. Refleksi patologis dapat menilai adanya reflex Babinzki dengan cara menggores
permukaan plantar kaki dengan alat yang sedikit runcing, hasilnya positif apabila
terjadi reaksi ekstensi ibu jari.
Pemeriksaan ketiga adalah pemeriksaan rangsang meningeal, antara lain kaku
kuduk. Cara melakukannya adalah pasien diatur posisi terlentang kemudian leher
ditekuk, apabila terdapat tahanan dagu dan dagu tidak menempel atau mengenai
bagian dada maka disebut kaku duduk(positif). Brudzinski I diperiksa dengan
cara pasien diatur dalam posisi telentang, meletakkan satu tangan dibawah kepala
pasien, kemudian ttangan lain diletakkan di dada untuk mencegah badan terangkat,
kemudian kepala difleksikan ke dada. Adanya rangsangan meningeal apabila kedua
tungkai bawah akan fleksi pada sendi sendi panggul dan lutut. Brudzinski II dengan
cara pasien diatur terlentang, difleksikan secara pasif tungkai atas pada sendi
panggul, ikuti fleksi tungkai lainnya. Apabila sendi lutut lainnya dalam keadaan
ekstensi, maka terdapat tanda meningeal dan tanda kering. Dengan posisi dalam
keadaan terlantang, fleksikan tungkai atas tegak lurus, kemudian luruskan tungkai
bawah pada sendi lutut, penilaiannya adalah jika dalam keadaan normal tungkai
bawah dapat membentuk sudut 135 derajat terhadap tungkai atas.
Pemeriksaan terakhir adalah pemeriksaan kekuatan dan tonus otot
dengan cara melihat adanya kekuatan tonus otot pada bagian ekstremitas. Caranya
dengan memberi tahanan, mengangkat atau menggerakkan bagian otot yang akan
dinilai dengan ketentuan sebagaimana pada table berikut :

Table nilai kekuatan tonus otot


Nilai Kekuatan Keterangan
Otot (tonus otot)
0(0%) Paralisis, tidak ada kotraksi otot sama sekali
1(10%) Terlihat atau teraba getaran kontraksi otot,
tetapi tidak ada gerakan anggota gerak sama
sekali
2(25%) Dapat menggerakkan anggota gerak, tetapi
tidak kuat menahan berat dan tidak dapat
melawan tekanan pemeriksa.
3(50%) Dapat menggerakkan anggota gerak untuk
nenahan berat, tetapi dapat menggerakkan
anggota badan untuk melawan tekanan
pemeriksa
4(75%) Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk
menahan berat dan melawan tekanan secara
stimultan
5(100%) Normal

You might also like