You are on page 1of 6

1) Inflamatory Bowel Disease (IBD)

Inflamatory bowel disease (IBD) adalah penyakit inflamasi kronik yang


melibatkan saluran cerna, bersifat remisi/kambuhan, dengan penyebab pastinya
sampai saat ini belum diketahui jelas. IBD terdiri dari kolitis ulseratif, penyakit
Crohn dan bila sulit membedakan kedua hal tersebut, maka dimasukkan dalam
kategori indeterminate colitis1,15,18.
Di Indonesia sendiri belum ada studi epidemiologi mengenai IBD, data masih
didasarkan laporan rumah sakit saja (hospital based)18. Inflmmatory bowel
diseases (IBD), yang termasuk penyakit Crohn dan kolitis ulseratif,
mempengaruhi sebanyak mungkin 1,6 juta orang Amerika, sebagian besar
didiagnosis sebelum usia 35 tahun. Kondisi kronis seumur hidup ini dapat diobati
tetapi tidak disembuhkan. IBD bisa secara signifikan mempengaruhi kualitas
hidup pasien dan mungkin memiliki tinggi beban financial14.

a. Kolitis Ulseratif
Kolitis ulseratif merupakan penyakit radang kolon nonspesifik yang umumnya
berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi yang berganti-ganti3.
Kolitis ulseratif adalah suatu penyakit inflamasi pada usus besar, ditandai
oleh kerusakan mukosa yang difus yang disertai ulserasi. Kolitis ulseratif terbatas
pada usus besar (usus besar) dan rektum. Inflasonasi hanya terjadi di lapisan
paling dalam dari lapisan usus. Itu biasanya dimulai di rektum dan kolon bawah,
tetapi bisa juga menyebar terus menerus untuk melibatkan seluruh usus besar14.
Sepertiga kasus kolitis ulseratif yang melibatkan rektum dan sigmoid
(proktosigmoiditis), sebagian besar kasus melibatkan rektum sampai dengan
flexura lienalis (left side colitis). Sebagian kecil terjadi pada seluruh bagian kolon
(pancolitis)5. Ulkus terbentuk dari inflamasi yang menyebabkan kematian
jaringan, kemudian menghasilkan darah dan pus. Jika inflamasi mengenai rektum
dan kolon bagian bawah disebut proktitis ulseratif5.
Penyebab penyakit ini tidak diketahui, namun faktor keturunan dan respon
sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif di usus, diduga berperan dalam
terjadinya kolitis ulseratif. Atropi mukosa dan abses pada kripta sering ditemukan.
Kolitis ulseratif dapat mengenai rektum, kolon sigmoid, dan seluruh bagian kolon,
namun tidak mengenai intestinal. Pada stadium ringan ditemukan mukosa eritem,
edem dan mengalami granulasi. Pada stadium sedang dan berat kolon tampak
mengalami ulserasi, erosi, friability dan perdarahan spontan5.
Banyak pola presentasi yang mungkin dalam kelompok usia anak. Gejala khas
kolitis ulseratif termasuk kram perut, diare, dan tinja berdarah, tetapi gejala fisik
bervariasi dengan tingkat, durasi, dan keparahan penyakit. Kolitis ulseratif
mempengaruhi rektum, dengan keterlibatan berdekatan yang dapat mencakup
seluruh usus besar. Fenotipe penyakit dapat dikarakterisasi berdasarkan
Klasifikasi Paris, yang membagi penyakit menjadi proktitis terisolasi, kolitis sisi
kiri, kolitis yang diperpanjang, dan pancolitis. Manifestasi ekstraintestinal dari
kolitis ulseratif, seperti nyeri sendi, kondisi mata, dan penyakit hepatobilier dapat
terjadi pada beberapa pasien14.
Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare, perdarahan rektum, tenesmus,
keluarnya mukus dan nyeri abdomen keram. Keparahan gejala berkolerasi dengan
perluasan penyakit. Meskipun kolitis ulseratif bisa timbul secara akut, gejala
biasanya telah ada selama beberapa minggu sampai bulan. Kadang diare dan
perdarahan sedemikian jarang terjadi dan ringan sehingga pasien jarang berobat.
Gejala klinis tergantung derajat inflamasi mukosa dan perluasan kolitis. Gejala
yang sering ditemukan berupa diare berdarah dan kram perut. Proktitis biasa
menyebabkan tenesmus. Jika penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon
sigmoid, tinja mungkin normal atau keras dan kering. Tetapi selama atau diantara
waktu buang air besar, dari rektum keluar lendir yang mengandung banyak sel
darah merah dan sel darah putih. Namun, suatu serangan bisa mendadak dan
berat, menyebabkan diare hebat, demam tinggi, takikardi, sakit perut, peritonitis
dengan lekositosis. Selama serangan, penderita tampak sangat sakit. Jika
ditemukan keadaan ini dipertimbangkan kolitis fulminan dan toksik megakolon16.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan tinja.


Pada stadium ringan biasanya hasil laboratorium yang ditemukan normal.
Sigmoidoskopi (pemeriksaan sigmoid) atau kolonoskopi merupakan metode
paling akurat untuk menegakkan diagnosis kolitis ulseratif. Kolonoskopi dengan
biopsi adalah prosedur yang paling berharga dalam mengevaluasi pasien dengan
penyakit radang usus. Temuan khas pada seseorang dengan UC adalah
peradangan yang pertama kali terlihat di rektum dan yang proksimal meluas
secara berdekatan. Namun untuk keadaaan akut digunakan sigmoidoskopi untuk
mencegah resiko perforasi kolon. Hal ini memungkinkan dokter untuk secara
langsung mengamati beratnya peradangan. Bahkan selama masa bebas gejalapun,
usus jarang terlihat normal. Sampel jaringan yang diambil untuk pemeriksaan
mikroskopik menunjukan suatu peradangan menahun14.
Studi radionuklida berguna dalam kasus kolitis fulminan akut ketika
pemeriksaan kolonoskopi atau barium enema merupakan kontraindikasi. Studi
radionuklida juga berguna dalam menggambarkan aktivitas penyakit dan tingkat
penyakit dan dalam memonitor respon terhadap terapi17.
Pengobatan ditujukan untuk mengendalikan peradangan, mengurangi gejala
dan mengganti cairan dan zat gizi yang hilang. Obat-obatan yang digunakan untuk
kolitis ulseratif, yaitu3,5,18:
a) 5-aminosalicyclic acid (5-ASA), seperti sulfasalazin, olsalazin, mesalamin
dan balsalazid digunakan untuk mengontrol inflamasi.
b) Kortikosteroid, seperti prednison, metilprednison dan hidrokortison
digunakan untuk mengurangi inflamasi.
c) Obat Imunosupresif, seperti azatioprin dan 6-merkapto purin (6-MP)
bermanfaat mengurangi inflamasi yang disebabkan reaksi imun. Digunakan
pada pasien yang tidak berspon terhadap 5-ASA atau kortikosteroid atau
yang tergantung pada kortikosteroid.
d) Obat-obat untuk mengurangi rasa sakit, diare atau infeksi dapat juga
diberikan.

b. PENYAKIT CROHN
Penyakit Crohn seperti halnya kolitis ulseratif merupakan suatu penyakit
inflamasi menahun dengan karakteristik eksaserbasi intermiten dan remisi.10,11
Penyakit ini mengenai seluruh ketebalan dinding usus. Kebanyakan terjadi pada
bagian terendah dari intestinal dan kolon, namun dapat terjadi pada bagian
manapun dari saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus, dan bahkan kulit
sekitar anus. Ini disebut penyakit Crohn perianal.11,15,18

Prevalensi penyakit Crohn 40-50% mengenai ileum terminal dan caecum, 30-
40% mengenai intestinal saja dan 20% mengenai kolon saja.14,17 Pada beberapa
dekade yang lalu, penyakit Crohn lebih sering ditemukan di negara barat dan
negara berkembang. Terjadi pada pria dan wanita, lebih sering pada bangsa
Yahudi, dan cenderung terjadi pada keluarga yang juga memiliki riwayat kolitis
ulseratif. Kebanyakan kasus muncul sebelum umur 30 tahun, paling sering
dimulai antara usia 14-24 tahun.18

a. Patofisiologi
Penyebab penyakit Crohn tidak diketahui. Penelitian memusatkan perhatian
pada tiga kemungkinan penyebabnya, yaitu kelainan fungsi sistim pertahanan
tubuh, infeksi dan makanan.17
Pada penyakit Crohn terjadi penebalan dan edem pada dinding usus yang
terkena. Terdapat lesi pada mukosa berupa ulkus yang besar, dalam, kadang-
kadang bergabung membentuk ulkus linear longitudinal dan transversal. Dasar
dari ulkus ini bisa penestrasi lebih dalam membentuk fisura pada lapisan
muskularis. Karakteristik dari penyakit Crohn adalah inflamasi transmural dan
granuloma non nekrosis. Oleh karena itu, penyakit Crohn dapat mengenai banyak
bagian dari saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus.11,15

b. Gejala Klinis
Gejala-gejala penyakit Crohn pada setiap penderitanya berbeda, tetapi ada 3
pola yang umum terjadi, yaitu :15,17
a) Peradangan : nyeri dan nyeri tekan di perut kanan bawah, malabsorpsi,
penurunan berat badan
b) Fibrostenotik (striktur) gejala awal penyumbatan parsial, berupa nyeri hebat
di dinding usus, nausea, muntah, kembung dan distensi perut.
c) Pembentukan saluran abnormal (fistula) dan kantung infeksi berisi nanah
(abses), yang sering menyebabkan diare profus, demam, adanya massa
dalam perut yang terasa nyeri.
Gejala klasik dari penyakit Crohn adalah nyeri kolik perut kanan bawah dan
diare. Gejala lain yang dapat ditimbulkan berupa demam, nafsu makan berkurang
dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan dan
benjolan pada perut kanan bawah.15

c. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan tinja.
Biasanya ditemukan leukositosis dan trombositosis ringan, anemia dan
peningkatan laju endap darah. Hipoalbuminemia menunjukkan keadaan yang
berat dan kronik.15
Barium enema bisa menunjukkan gambaran yang khas untuk penyakit Crohn.
Penemuan khas pada pemeriksaan ini meliputi skip lesions, cobblestone
appearance dan penyempitan lumen usus (string sign) karena penebalan dan
edem pada dinding usus. Jika masih belum pasti, bisa dilakukan pemeriksaan
kolonoskopi (pemeriksaan usus besar) dan biopsi untuk memperkuat diagnosis.
CT scan bisa memperlihatkan perubahan di dinding usus dan menemukan adanya
abses, namun tidak digunakan secara rutin sebagai pemeriksaan diagnostik
awal.15,17

d. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan penyaki Crohn, yaitu:
a) Intestinal15
1. Perforasi
2. Striktur
3. Penyakit perirektal
4. kanker kolon
5. Defisiensi nutrisi
b) Ekstraintestinal17
1. Bila penyakit Crohn menyebabkan kambuhnya gejala usus, penderita
juga mengalami:
- Peradangan pada sendi (artritis)
- Peradangan pada bagian putih mata (episkleritis)
- Nodul kulit yang meradang (eritema nodosum)
- Luka kulit biru-merah yang bernanah (pioderma gangrenosum).
2. Bila penyakit Crohn tidak menyebabkan gejala usus, penderita masih
bisa mengalami:
- Peradangan tulang belakang (spondilitis ankilosa)
- Peradangan pada sendi panggul (sakroiliitis)
- Peradangan di dalam mata (uveitis).

e. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan penyakit Crohn sama dengan kolitis ulseratif.
Obat-obatan yang digunakan untuk penyakit Crohn, yaitu:13,15
a) 5-aminosalicyclic acid (5-ASA), seperti sulfasalazin, olsalazin, mesalamin
dan balsalazid digunakan untuk sadium penyakit ringan sampai sedang.
b) Kortikosteroid, seperti prednison, metilprednison dan hidrokortison
digunakan untuk sadium penyakit sedang sampai berat.
c) Obat Imunosupresif, seperti azatioprin and 6-merkapto purin (6-MP)
bermanfaat mengurangi inflamasi yang disebabkan reaksi imun. Digunakan
pada pasien yang tidak berspon terhadap 5-ASA atau kortikosteroid atau
yang tergantung pada kortikosteroid.
d) Antibiotik, seperti metronidazol dan siprofloksazin.
e) Agen biologik, seperti Infliximab (anti TNF α)
f) Nutrisi
Adapun indikasi pembedahan pada penyakit Crohn jika terjadi keadaan
dibawah ini:11,15,17
a) Perforasi
b) Striktur
c) Penyakit perirektal berupa fistula dan abses.

You might also like