You are on page 1of 68

Anastesi lokal

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk
merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. (Wikipedia, 2007)
Penggunaan anastesi lokal untuk pencegahan rasa sakit selama operasi, dimulai lebih dari 100 tahun yang lalu sewaktu
Kaller (1884) seorang opthalmologist di Wina, mencatat kegunaan dari kokain suatu ester dari asam para amino benzoat
(PABA), dalam menghasilkan anstesi korneal. (Rusda, 2004)
Anastesi injeksi yang pertama adalah ester lain dari PABA yaitu Procaine yang disintesa oleh Einhorn pada tahun 1905.
Obat ini terbukti tidak bersifat adiksi dan jauh kurang toksik dibanding kokain. Ester-ester lain telah dibuat termasuk
Benzocaine, Dibucaine, Tetracaine dan Chloroprocaine, dan semuanya terbukti sedikit toksisitasnya, tetapi kadang-kadang
menunjukkan sensitisasi dan reaksi alergi. (Rusda, 2004)
Penelitian untuk anastesi lokal terus berlangsung sehingga banyak obat-obat dengan berbagai keuntungan dapat
digunakan pada saat ini. Oleh sebab itu, sebagai mahasiswa kedokteran harus mempelajari bagaimana memilih jenis obat
anastesi lokal yang akan digunakan dan cara penggunaannya. Obat – obat anastsi lokal dikembangkan dari kokain yang
digunakan untuk pertama kalinya dalam kedokteran gigi dan oftalmologi pada abad ke – 19. Kini kokain sudah diganti
dengan lignokain (lidokain), buvikain (marccain), prilokain dan ropivakain. Prilokain terutama digunakan dalam preparat
topical.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai penambah pengetahuan tentang obat-obat anestesi lokal.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan referensi dan tambahan pengetahuan tentang obat-obat anestesi lokal.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Sejarah Ilmu Anestesi


16 Oktober 1846 dicatat sebagai revolusi dalam bidang pengobatan. William T.G Morton menyediakan anestesi
kepada pasien bernama Edward G. A., menggunakan dietil eter untuk pertama kali pada operasi pengangkatan lesi vaskuler
pada leher Edward. Nyeri yang diderita pada pasien ini tidak dirasakannya. 16 Oktober 1846, tanggal penting tentang
sejarah pengobatan tetapi juga penting terhadap penyediaan anestesi. Hal itu adalah pengukuhan dari yang ahli untuk
teknik pengurangan rasa sakit. Diruang operasi, di medan perang, kamar bersalin, dan klinik-klinik, pasien-pasien mendapat
keuntungan dari team anestesi yang mengikuti jejak para pendahulunya. Sebuah perusahaan mengerti aspek bersejarah dari
pembangunan teknik dan teknologi dari anestesi dan sebuah penghargaan kepada segala kepribadiaan yang mendalam atau
ilmu anestesiologi, dimana praktek untuk menguragi rasa sakit adalah lebih dari suatu skill namun itu merupakan suatu
seni.
Sejarah awal ilmu anestesiaologi
Latar Belakang
Kontrol sakit selama operasi tidak selalu sepenting seperti sekarang ini. Penulis roman, Celcius menyatakan “tanpa kasihan”
adalah karakteristik esensial dri seorang ahli bedah, selama berabad-abad. Meskipun beberapa ahli bedah mengaku bahwa
mereka menemukan elemen yang menyebabkan pekerjaannya yang selalu terganggu, kebanyakan menjadi terbiasa dengan
kemauan dari pasien tersebut. Peelajar kedokteran bertanding dengan guru-guru mereka, biasanya menghilangkan segala
taksiran distress dari pasiennya sementara mereka mencatat apa yang disaksikannya. Bahkan tulisan dari penulis dari
pimpinan ahli bedah biasanya menolak menulis nyeri pembedahan sebagai topik diskusinya. Sebelum kedatangan anestesi,
edisi 1842 ‘elemen dari pembedahan”dari Robert Liston meliputi deskripsi detail dari prosedur elektif dan emergensi pada
ekstremitas, kepala dan leher, dada dan genital, tapi mengabaikan diskusi dari segala bentuk analgesik. Pada jaman Liston,
dalam beberapa tahun sebelumnya, nyeri merupakan hal yang dipertimbangkan sebagai simptom yang penting.
Terhadap perkenalandari dietil eter yang diberikan sebelumnya, banyak ahli bedah menyetujui pendapat Liston,
bahwa nyeri merupakan konsekuensi yang pasti terjadi dari pembedahan. Disamping pendapat-pendapat tersebut banyak
sarana yang dipergunakan untuk memperoleh anestesi. Dioscorides, ahli dari abad Iberkomentar bahwa Madragora, obat
yang dipersiapkan dari kulit pohon dan daun tanaman Manrake. Dia menyatakan bahwa substansi tanaman dapat direbus
dalam anggur dan dipergunakan “bila orang yang akan dibedah, bila mereka mau untuk di anestesi,”. Mandragora masih
sering dipergunakan untuk menganestesi pasien sampaidengan abad ke 17.

Dari abad ke 9-13, spons dengan obat tidur adalah mode yang doinan untuk mengurangi sakit selama operasi. Daun
Mandrake dengan tanaman beracun, candu dan tumbuhan lain, direbus bersama-sama dan disiramkan ke atas spons.Spons
tersebut lalu disusun kedalam air panas dan diletakan ke hidung pasien selama pembedahan. Sebagai publikasi dari laporan
pada saat itu. Spons tersebut pada umumnya mengandung mofin dan skopolamin dalam jumlah yang bervariasi, obat yang
dipergunakan dalam anestesi modern. Sebagai tambahan daripada menggunakan “spons tidur” orang Eropa mengurangi
rasa nyeri dengan hipnosis dengan meminum alkohol, tumbuhan dan ekstrak dari tanaman yang telah dipersiapkan dan
sebagai anestesi topikal yaitu dengan tekanan atau memakai es.
Pada abad ke 11, efek anestesi dari air dingin dan es mulai ditemukan. Pada pertengahan abad ke 17, Marco Aurelio
Severino medeskripsikan “anestesi kulkas” meletakan salju dalam garis paralel melintasi lapangan insisi, dia dapat membuat
tempat operasi menjadi tidak bersensasi dalam beberapa menit. Teknik ini tidak pernah menjadi terkenal, mungkin karena
tantangan dari penyimpanan salju tahunan yang tidak cukup.
Dietil eter telah diketahui selama berabad-abad karena penggunaannya dahulu sebagai anestesi pembedahan. Hal
itu dilakukan bersama, pada mulanya pada abad ke-8 oleh filsafat Arab, Jabri Ibnu Hayyam atau mungkin oleh Raymond
Lully, pada abad ke 13, seorang ahli kimia Eropa. Tetapi dietil eter baru pertama kali diketahui pada abad ke-16 oleh
Valerius Cordus dan Paracelcius, yang mempersiapkan hal itu dengan menyuling asam sulfur (minyak dari vitriol) dengan
anggur dicampur alkohol untuk memproduksi oleum Vitroli dulce (minyak panas dari vitriol). Paracelsius (1493-1541)
mengobservasi bahwa hal itu membuat ayam tertidur dan bangun tanpa kesakitan. Dia menjadi waspada terhadap kualitas
analgetik tesebut. Walaupun demikian tidak ada catatan bahwa sarannya tersebut diikuti.
Tiga abad kemudian, hal yang sederhana ini meninggalkan agen terapetik dengan hanya penggunaannya yang
secara kebetulan. Beberapa dari milik tersebut diperiksa oleh beberapa ilmuwan Inggris termasuk Robert Boyle, Isaac
Newton dan Michael Faraday, namun tanpa ketertarikan. Hal itu hanya merupakan alikasi rutin dan merupakan obat
rekreasi yang tidak mahal diantara orang-orang miskin di Inggris dan Irlandia, dimana kadang-kadang meminum satu atau
dua eter yang mana karena pajak membat kepemilikannya menjadi mahal. Variasi Amerika dari praktek ini dilakukan oleh
sekelompok pelajar yang membasuh muka dengan handuk bereter pada aktu malam “gurauan eter”.
Seperti eter, nitrat oksida diketahui berguna untuk menginduksi sehingga kepala terasa ringan dan sering dihirup
oleh orang yang mendapat ketegangan. Barang ini jarang dipergunakan seperti eter karena lebih kompleks untuk
dipersiapkan dan kaku untuk disimpan. Benda itu diproduksi dengan memanaskan amonium nitrat. Gas yang bekerja lambat
melewati air untuk mengeliminasi oksida oksik dari nitrogen sebelum disimpan. Nitrat oksida pertama kali dipersiapkan
tahun 1773 oleh Joseph Prietsley, seorang ilmuwan Inggris. Dalam tahun pembelajarannya, Prietsley mempersiapkan dan
memeriksa beberapa gas termasuk nitrat oksida, amonia, sulfur dioksida, oksigen, karbon monooksida dan karbon dioksida
Pada akhir abad ke-19 di Inggris, ada keinginan yang kuat dalam dugaan penggunaan efek yang menyehatkan dari
air mineral dan gas. Hal ini membuat pembangunan tempat air panas untuk umum. Partikel air dan gas dipercaya untuk
mencegah dan mengobati penyakit. Hal itu membuat penggunaan dari gas untuk menyembuhkan sariawan, tuberkulosis dan
penyakit lain membuat Thomass Beddoes untuk membuka Institut pneumonia dekatdengan pemandian kecil dari Hotwells,
dikota Bristol, dimana dia menyewa Humphry Davy pada tahun 1798 untuk menjalankan proyek penelitiannya.
Humphry Davy (1778 – 1892) adalah seorang muda dengan penuh kemampuan. Dia mempertunjukan seri-seri
penelitian yang luar biasa dari beberapa gas, namun terutama di fokuskan pada nitrat oksida, dimana dia bersama temannya
menghirup melalui masker wajah yang didesain untuk perusahaan James Watt, penemu dari mesin uap. Davy
mempergunakan mesin ini untuk mengukur rata-rata pengambilan nitrat oksida dan efeknya pada pernapasan dan aksinya
pada sistem saraf pusat. Hasil ini dikombinasikan dengan penelitian properti fisik dari nitrat oksida, 580 halaman buku
dipublikaasikan pada tahun 1800. Uraian yang mengesankan ini sekarang diingat sebagai beberapa observasi yang tanpa
sengaja. Komentar Davy bahwa nitrat oksida secara sementara meringankan sakit kepala yang berat, membebaskan sakit
kepala yang ringan dan menghilangkan rasa sakit gigi. Kutipan yng paling sering diutarakan :”seperti nitrat oksida dalam
operasi yang liuas muncul dengan kemampuan untuk menghilangkan rasa nyeri, benda itu mungkin dapat dipergunakan
dalam operasi pembedahan dengan pancaran darah yang tidak besar”. Meskipun Davy tidak mengikuti ramalan ini, mungkin
karena mengatur karirnya dalam dasar penelitiannya, dia menguangkan sifat dari nitrat oksida sebagai “gas tertawa”.
John Snow ; Ahli anestesi pertama
John Snow telah merupakan ilmuwan yang ternama yang telah mempresentasikan makalah dari subjek fisiologis
waktu kabar dari anestesi eter telah mencapai Inggris pada Desember 1846. Dia menunjukan ketertarikannya dalam
praktek anestesi dan dalam waktu singkat diundang untuk bekerja sama dengan ahli bedah pada waktu itu. Dia tidak hanya
fasih dalam penyediaan anestesi tetapi juga seorang peneliti yang ulet. Deskripsi inovatif tentang derajat anestesi
berdasarkan respon pasien tidak dapat ditingkatkan selama 70 tahun.
Sebagai tambahan untuk membangun aspek yang kuat untuk memperdalam fisiologi anestesi, Snow juga
mempromosikan pengembangan alat-alat anestesi. Dia segera menyadari bahwa pengisapan eter yang tidak adekuat pada
waktu pasien bernapas dengan alat yang ditempelkan pada mulut. Setelah berlatih anestesi hanya selama 2 minggu, Snow
merancang seri pertana dari eter inhaler. Peralatannya mengandung katup unudireksional. Masker wajah sederhana buatan
sendiri, yang mendekati bentuk masker wajah modern. Bagian dari wsjah tersebut dihubungkan kedalam alat penguapan
dengan sebuah tabung pernapasan, yang mana dirancang lebih lebar dari trakea manusia sehingga meskipun pernapasan
yang epat tidak akan terbuang. Kait besi didalam alat memastikan pengangkutan dari eter. Objek tersebut menggantung
tempat dari air hangat untuk mengatur agen yang cenderung setelah tercukupi dengan membeikan observasi secara Cuma-
Cuma. “Tidak ada batasan kebanggaan dalam membuatnya”.
Pada tahun berikutnya, John Snow memperkenalkan inhaler kloroform, dia telah mengenal sifat-sifatnya dan
memilihnya sebagai bahan uji coba. Pada saat yang bersamaan, dia menyatakan bahwa untuk menjadi seri percobaan yang
luar biasa harus meliputi lingkungan dan sikap.Snow menyadari bahwa ahli anestesi yang baik tidak hanya menghilangkan
nyeri, tetapi juga mencegah pergerakan. Dia menganestesi beberapa spesies binatang dan beberapa variasi konsentrasi
daripada eter dan kloroform untuk mengetahui konsentrasi yang tepat untuk mencegah gerakan terhadap stimulus yang
tajam. Meskipun adanya keterbatasan teknologi pada tahun 1848, elemen dari pekerjaannya mengantisipasi konsep modern
dari konsentrasi alveolar minimal (MAC). Snow menyatakan bahwa aksi dari anestesi dalam jumlah yang potensial dan
meskipun dia tidak menemukan pengganti terhadap kloroform atau eter, dia menemukan hubungan antara kelarutan, gaas,
tekanan dan potensi anestesi yang tidak terlalu dihargai sampai setelah perang dunia II dimana Charles Suckling
memerintahkan prinsip Sow dalam menciptakan halotan. Dia juga membuat percobaan dengan peralatan sirkuit tertutup
yang subjeknya Snow sendiri, menghirup oksigen sambil mengeluarkan karbondioksida yang di absorbsi oleh potasium
hidroksida. Snow menciptakan 2 buku Inhalasi dari bentuk gas eter (1847) dan kloroform dan anestesi lainnya (1858) yang
hampir selesai ketika dia meninggal karena stroke pada umur 45 tahun.
Penyelidikan Snow tidak membatasi ilmu anestesi. Memorinya juga dihargai oleh berbagai spesialis dalam bidang
penyakit infeksi dan tropis yang di buktikn dengan studi epidemologi pada tahun 1854, dimana kolera ditrnsmisikan melalui
air. Pada saat itu sebelum perkembangan mikrobiologi oleh Louis Pasteur dan Robert Koch banyakilmuwan di Amrika utara
dan Eropa menyangka bahwa bahaya epidemi kolera berulang karena kontaminasi dari udara. Dalam beberapa tahun, Snow
telah percaya bahwa karena penyakit tersebut disebabkan oleh traktus gastrointestinal maka agen penyebabnya pasti
karena termakan, bukan karena pernapasan. Pada tahun 1854 dia memperoleh kesempatan membuktikan tesisnya ketika
kolera melanda daerahnya di London dan menyebabkan kematiaan 500 orang di dekat kediamannya. Snow menyatakan
bahwa persediaan suplai air dari orang-orang tersebut berasal dari pompa di broad street. Dia menyipkan apa yang menjadi
survey epidemologi pertamanya. Dengan informasi tersebut dia dapat meyakinkan orang-orang pada daerah tersebut untuk
mencari sumber air lain. Masalah epidemologi tersebut terselesaikan.
Penemuan Anestesia Regional pada Abad XIX
Anestetik lokal pertama yang efektif adalah kokain, ektrak dari daun coca. Kemampuannya dalam mematirasakan
membran mukosa dan jaringan terbuka telah diketahui selama berabad-abad di Peru. Albert Niemann memurnikan alkaloid
aktif tersebut dan menamainya cocaine.
Carl Koller (1857 – 1944), seorang dokter mata di Wina, Austria, pertama kali menggunakan kokain pada praktek
kliniknya pada 1884. Sebelumnya, banyak operasi mata tanpa anestesia dan empat dekade setelah ditemukannya eter,
anestesi umum memiliki keterbatasan.
Dokter-dokter bedah Amerika dengan cepat mengembangkan aplikasi kokain:
a. Oktober 1884, anetesia terhadap hidung, mulut, laring, trakea, rektum dan uretra.
b. November 1884, injeksi subkutan.
c. Desember 1884, Wiliam Halstead dan Richard Hall menjabarkan blok sensorik muka dan lengan.

Kecanduan kokain dan morfin merupakan masalah yamng sering timbul pada akhir abad XIX.
Teknik anestesia lokal lainnya dilakukan sebelum akhir abad XIX. Tahun 1885, Leonard Corning, dokter ahli saraf,
melakukan anestesia spinal dan mengusulkan substitusi eter untuk tindakan bedah genitourinaria atau cabang-cabang
bedah lainnya.
August Bier dan Theodor Tuffier, menjelaskan anestesia spinal otentik. Dalam comparative review dari artikel asli dari
Bier, Tuffier, dan Corning, disimpulkan bahwa injeksi Corning merupakan anestesia ekstradural dan Bier berjasa dalam
memperkenalkan anestesia spinal.
SKOPE ANESTESIOLOGY MODERN
Pengamatan perkembangan anesthesiology dapat diperluas sampai waktu yang tidak terbatas oleh sebuah eksplorasi
masing-masing subbagian, tetapi suatu penilaian dari pekerjaan kita langsung akan tampak oleh “personal survey” tempat
dimana kita bertugas.
Setelah pembedahan, pasien dipindahkan ke perawatan posenestesia atau ruang pemulihan, sebuah tempat yang
sekarang dianggap sebagai bangsal ahli anestesi. Limapuluh tahun yang lalu, dibawa secara langsung dari ruang operasi ke
bangsal bedah dan hanya diikuti oleh perawat junior. Orang tersebut beruntung baik ketrampilan dan intervensi peralatan
ketika komplikasi terjadi. Setelah perang dunia II berpikir tentang pentingnya perawatan sentral. Tahun 1960, perawatan
kritis berkembang melalui penggunaan ventilator mekanik. Pasien yang membutuhkan beberapa hari pengobatan
intensif dan perawatan dirawat di sudut ruang pemulihan. Pada waktu itu, beberapa tempat tidur diberi sekat dan
direlokasi menjadi “intensice care units”. Prinsip perawatan resusitasi dan suportif didirikan oleh ahli anestesi
mentansformasi “critical care medicine”.
Masa depan anestesiologi sangat cerah. Obat-obat yang lebih aman yang sekali direvolusi merawat pasien-pasien
setelah pembedahan dengan konstan akan terus diperbaiki. Tugas anestesi berlanjut meluas, sebagai dokter dengan latar
belakang spesialis telah mengembngkan klinik kontrol nyeri kronik dan pasien bedah rawat jalan. Praktek anestesi, baik
didalam maupun diluar kamar operasi, akan menjadi bagian dari pengalaman di atas meja operasi.

B. Pengertian Anestesi Lokal


Anestesi lokal adalah obat analgesik yang dirancang untuk digunakan secara klinis guna menghilangkan sensasi secara
reversible pada bagian tubuh tertentu. (Intisari Farmakologi untuk Perawat, 2009 : 37)
Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem saraf pusat pada kegunaan
lokal dengan demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin (Kartika Sari, 2013).
Anestesi lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar
cukup. Anastetik local sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen. Kebanyakan anastetik
local memenuhi syarat ini. Batas keamanan harus lebar, sebab anastetik lokal akan diserap dari tempat suntikan. Mula kerja
harus sesingkat mungkin, sedangkan masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan
operasi, tetapi tidak demikian lama sampai memperpanjang masa pemulihan. Zat anastetik local juga harus larut dalam air,
stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.
C. Struktur Anestesi Lokal
Struktur dasar dari anastesi lokal terdiri dari tiga bagian, yakni suatu gugus amino hidrofil ( sekunder atau tersiaer ) yang
dihubungkan oleh suatu ikatan ester ( alcohol ) atau amaida dengan gugus aromatis lipofil. Semakin panjang gugus
alkoholnya maka semakin besar daya anastesinya, tetapi toksisitasnya juga meningkat.
Anastesi lokal dapat digolongkan secara kelompok sebagai berikut :
a. Senyawa ester : kokain dan ester – PABA (tetrakain, benzokain, kokain, prokain)
b. Senyawa amida : dibukain, lidokain, prilokain, mepivakain
c. Lainnya : fenol, benzialkohol, etilklorida
Semua obat tersebut diatas adalah sintetis kecuali kokain yang alami.
Syarat ideal anestesi local :
1. Tidak merusak jaringan secara permanen
2. Batas keamanan lebar
3. Onset cepat
4. Durasi lambat
5. Larut air
6. Stabil dalam bentuk larutan
7. Tidak rusak karena proses penyaringan

D. Farmakokenetik dan Farmakodinamik Anestesi lokal


a. Farmakokinetik Anastesi Lokal
Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf yang akan menghambat. Oleh
karena itu, penyerapan dan distribusi tidak terlalu penting dalam memantau mula kerja efek dalam menentukan mula kerja
anestesi dan halnya mula kerja anestesis umum terhadap sistem saraf pusat dan toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topikal
anestesi lokal bagaimanapun juga memerlukan difusi obat guna mula keja dan lama kerja efek anestesinya.
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain dosis,
tempat suntikan, ikatan obat jaringan, adanya bahan vasokonstriktor, dan sifat fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor
seperti epinefrin mengurangi penyerapan sistematik anestesi lokal dari tempat tumpukan obat dengan mengurangi aliran
darah di daerah ini. Keadaan ini menjadi nyata terhadap obat yang massa kerjanya singkat atau menengah seperti prokain,
lidokain, dan mepivakain (tidak untuk prilokain). Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat oleh kadar obat lokal yang tinggi
,dan efek dari toksik sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk dalam darah hanya 1/3 nya saja.
Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian bolus intravena. Bukti menunjukkan
bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam jaringan lemak. Setelah fase distribusi awal yang cepat, yang mungkin
menandakan ambilan ke dalam organ yang perfusinya tinggi seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi
lambat yang terjadi karena ambilan dari jaringan yang perfusinya sedang, seperti otot dan usus. Karena waktu paruh plasma
yang sangat singkat dari obat tipe ester, maka distribusinya tidak diketahui.
Metabolisme dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah larut dalam
air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi
melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali bentuk netralnya yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah
diserap kembali oleh tubulus ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh butirilkolinesterase (pseudokolinesterase).
Oleh karena itu, obatini khas sekali mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan
kloroprokain. Penurunan pembersihan anestesi lokal leh hati ini harus diantisipasi dengan menurunkan aliran darah kehati.
Sebagai contoh, pembersihan lidokain oleh hati pada binatang yang dianestesi dengan halotan lebih lambat dari pengukuran
binatang yang diberi nitrogen oksida dan kurare. Penurunan pembersihan ini berhubungan penurunan aliran darah ke
dalam hati dan penekanan mikrosom hati karena halotan.
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:
1. Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin tinggi kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi
potensi anestesi local.
2. Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi ikatan dengan protein akan semakin lama durasi nya.
3. pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin rendah pKa makin banyak basa, makin cepat
onsetnya. Anestetik lokal dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan dalam suasana asam
(jaringan inflamasi)akan menghambat kerja anestetik lokal sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Hal tersebut
karena suasana asam akan menghambat terbentuknya asam bebas yang diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi.
Kecepatan onset anestetika lokal ditentukan oleh:
a. Kadar obat dan potensinya
b. Jumlah pengikatan obat oleh protein dan
c. Pengikatan obat ke jaringan local
d. Kecepatan metabolisme
e. Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian vasokonstriktor (epinefrin) ditambah anestetika lokal dapat
menurunkan aliran darah lokal dan mengurangi absorpsi sistemik.
b. Farmakodinamik Anastesi Lokal
Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi lokal adalah:
1. Mekanisme Kerja
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel dengan cepat mendepolarisasi
membran ke arah keseimbangan potensial natrium (+40mV). Sebagai akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium
menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium keluar sel merepolarisasi membran ke arah keseimbangan
potensial kalium (sekitar -95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan ionic
transmembran dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi local
pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut.
Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat saluran dalam keadaan bergantung
waktu dan voltase.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu serabut saraf, nilai ambang
eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi
mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari
ikatan anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan
hambatan arus natrium. Jika arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang
dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial
istirahat jelas tidak terganggu.
Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin banyak molekul lipofilik, makin cepat pula
kecepatan interaksi dengan reseptor saluran natrium. Potensi mempunyai hubungan positif pula dengan kelarutan lipid
selama obat menahan kelarutan air yang cukup untuk berdifusi ke tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih
larut dalam air dibandingkan tetrakain, etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat dengan masa kerja yang
panjang. Obat-obat tadi terikat lebih ekstensif pada protein dan akan menggeser atau digeser dari tempat ikatannya oleh
obat-obatan lain.
2. Aksi Terhadap Saraf
Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja terbatas pada hilangnya sensasi
sakit dan nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe serabut saraf akan membedakan dengan nyata kepekaannya terhadap
penghambatan anestesi local atas dasar ukuran dan mielinasi. Aplikasi suatu anestesi local terhadap suatu akar serabut
saraf, serabut paling kecil B dan C dihambat lebih dulu. Serabut delta tipe A akan dihambat kemudian. Oleh karena itu,
serabut nyeri dihambat permulaan; kemudian sensasi lainnya menghilang; dan fungsi motor dihambat terakhir.
Adapun efek serabut saraf antara lain:
 Efek diameter serabut
Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak di mana propagasi suatu impuls listrik merambat
secara pasif pada serabut tadi (berhubungan dengan constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula kerja anestesi local, bila
bagian pendek serabut dihambat, maka serabut berdiameter kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls.
Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut dihambat oleh anestesi local untuk menghentikan
propagasi impuls. Makin tebal serabut saraf, makin terpisah jauh nodus tadi yang menerangkan sebagian, tahanan yang
lebih besar untuk menghambat serabut besar tadi. Saraf bermielin cenderung dihambat serabut saraf yang tidak bermielin
pada ukuran yang sama. Dengan demikian, serabut saraf preganglionik B dapat dihambat sebelum serabut C kecil yang tidak
bermielin.
 Efek frekuensi letupan
Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris mengikuti langsung dari mekanisme kerja yang
bergantung pada keadaan anestesi local. Serabut sensoris, terutama serabut nyeri ternyata berkecukupan letupan tinggi dan
lama potensial aksi yang relative lama (mendekati 5 milidetik). Serabut motor meletup pada kecepatan yang lebih lambat
dengan potensial aksi yang singkat (0,5 milidetik). Serabut delta dan C adalah serabut berdiameter kecil yang terlibat pada
transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu, serabut ini dihambat lebih dulu dengan anestesi local kadar rendah dari
pada serabut A alfa.
 Efek posisi saraf dalam bundle saraf
Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari bundle dan oleh karena itu saraf ini akan
terpapar lebih dulu bila anestesi local diberikan secara suntikan ke dalam jaringan sekitar saraf. Akibatnya bukan tidak
mungkin saraf motor terhambat sebelum penghambatan sensoris dalam bundle besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf
besar, anestesi muncul lebih dulu di bagian proksimal dan kemudian menyebar ke distal sesuai dengan penetrasi obat ke
dalam tengah bagian bundle saraf.

E. Mekanisme Kerja
Anastesi lokal menghilangkan rasa dengan jalan beberapa cara. Misalnya dengan cara menghindarkan untuk sementara
pembentukan dan trasmisi implus melalui sel saraf ujungnya. Seperti juga alcohol dan barbital, anastesi lokal menghambat
penerusan implus dengan cara menurunkan permebilitas membran sel saraf untuk ion – natrium yang perlu bagi fungsi
saraf yang layak. Hal ini disebabkan adanya persaingan dengan ion kalsium yang berada berdekatan dengan membran
neuron. Pada waktu yang bersamaan, akibat turunnya laju depolarisasi, ambang kepekaan terhadap rangsangan listrik
lambat laun meningkat, sehingga akhirnya terjadi kehilangan rasa setempat secara resevibel.

F. Efek samping obat anastesi lokal


Pemberian obat anestesi lokal memiliki efek samping yang potensial sama tanpa bergantung pada cara pemberian. Bidan
harus memehami efek samping samping obat anestesi lokal ketika obat in diberikan lewat jalur epidural atau spinal.
Efek samping obat anestesi lokal berhubungan dengan kerjanya, khususnya kemampuannya untuk menghambat hantaran
implus dalam jaringan yang dapat tereksitasi. Obat – obatan anestesi lokal akan menyekat saluran cepat ion natrium
padasemua jaringan penghantar implus, yaitu :
a. System saraf pusat
b. System pernafasan
c. Jantung dan system kardiovaskuler
d. imunologi
e. Depresi Otot polos
f. Otot sketlet.
a. Sistem saraf pusat
Sistem saraf pusat sangat rentan terhadap toksisitas anastesi lokal dan merupakan tempat tanda – tanda pertanda dari
overdosis ada pasien terjaga. Gejala awal adalah mati rasa circumoral, paresthesia lidah, dan pusing. Keluhan sensory
mungkin termasuk tinnitus dan penglihatan kabur. Tanda – tanda rangsang ( kegelisahan, agitasi, paranoia) sering
mendahului depresi system saraf pusat ( bebicara cadel, mengantuk, pingsan) berkedut otot pembawa timbulnya kejang
tonik – klonik. Dengan penurunan aliran darah otak dan paparan obat, benzodiazepines dan hiperventilasi meningkatkan
ambang kejang yang disebabkan anastesi lokal.

b. System pernafasan
Lidokain menekan drive hipoksia ( respon ventilasi untuk PaO2 rendah ). Apne dapat hasil dari kelumpuhan saraf frenik dan
interkostal atau depresi pusat pernafasan medural berikut kontak lansung dengan agen anestesi lokal ( sindrom apne
postretrobulbar). Anastesi lokal rilrks otot polos bronchial, lidokain intravena ( 1.5 mg/kg ) dapat memblokir refleks
bronkokonstriksi kadang – kadang dikaitkan dengan intubasi. Lidokain diberikan sebagai aerosol suatu dapat menyebabkan
bronkospasme pada beberapa pasien dengan penyakit saluran napas reaktif.
c. Jantung dan System kardiovaskuler
Secara umum, semua bius lokal menekan otomatisitas miokard ( fase depolarisasi IV spontan ) dan mengurangi durasi
periode refraktori. Kontraktilitas miokard dan kecepatan konduksi juga tertekan pada kontrasi yang lebih tinggi. Hasil ini
efek dari peubahan langsung membrane otot jantung ( natrium blockade saluran jantung ) dan penghambat system saraf
otonom. Semua anatesi lokal kecuali kokain menghasilkan relaksasi otot polos, yang menyebabkan beberapa derajat
vasodilatasi arteriol. Kombinasi berikutnya dari bradikardi, blok jantung, dan hipotensi dapat berujung pada serangan
jantung. Mayor toksisitas kardiovaskuler biasanya membutuhkan sekitar tiga kali konsentrasi darah yang menghasilkan
kejang.
d. Imunologi
Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering, karena merupakan derifat para amnino benzoic acids ( PABA ) yang
dikenal sebaga allergen. PABA ini dapat menediakan efek anti bakteri dari sulfonamide yang berdasarkan antagonism
persaingan dengan PABA, oleh karena itu terapi dengan sulfa tidak boleh dikombinasikan dengan penggunaan ester – ester
tersebut. Toksisitas sangat bergantung pada :
1. Jumlah larutan yang disuntukan
2. Kosentrasi obat
3. Ada tidaknya adrenalin
4. Vaskularisasi tempat suntikan
5. Absorpsi obat
6. Laju destruksi obat
7. Hipersensitivitas
8. Usia
9. Keadaan umum
10. Berat badan
e. Depresi Otot polos
Kontrasi uterus, usus dan kandung kemih akan tertekan oleh kerja obat – obat anastesi lokal. Inhibisi kandung kemih
biasanya menimbulkan restensi urin, tetapi sebaliknya inkontinensia urine da fases mungkin saja terjadi. Analgesia epidural
akan disertai dengan peningkatan resiko retensi urin postpartum. Masalah yang potensial dlam jangka pendek dan jangka
panjang yang timbul akibat kateterisasi urine yang berkali – kali tidak boleh.
Sejumlah peniliti telah menunjukan bila obat anestesi lokal diberikan secara epidural maka:
1. Kala satu dan dua ersalinan cenderung berlangsung lebih lama ( perbedaan rerata antara anastesi epidural dan pemberian
opoid adalah 42 dan 14 menit )
2. Dilatasi serviks berjalan lenih lambat
3. Pemberian oksitosin memerlukan disis dua kali lipat
4. Malposisi janin lebih sering terjadi
5. Kemungkinan secsio cecarea karena distosia menjadi lebih besar
6. Perlahiran bayi dengan alat menjadi dua hingga empat kali
Obat – obat anastesi lokal memperpajang masa persalinan dengan :
1. Menimbulkan relaksasi otot – otot dasar panggul
2. Mengurangi refleks mengejan
3. Mengurangi upaya bayi untuk mendorong bayinya lahir
4. Bekerja langsung pada otot rahim dengan menurunkan tonus otot
5. Mengurangi pelepasan oksitosin secara pulsatile dari kelenjar hipofisi posterior.

 Efek anastesi lokal pada neonatus. Dalam pemberian obat anastesi lokal secara epidural dapt memberikan efek
neurobehavioural yang tidak jelas pada neonates yang tidak terdeteksi pada usia 18 bulan. System auditorius pada neonates
dapat mengalami ganggguan sepintas, namun setiap efek samping neurobehavioural tidak merintangi pmberian ASI.
Penggunaan analgesia epidural akan meningkatkan resiko hipoglikemia neonatal, takipnea dan gangguan pada metabolism
lipid. Tindakan analgesia epidural pada neonates memberikan kemungkinan yang lebih kecil bagi neonates untk memiliki
nilai APGAR yang rendah pada waktu lima menit atau memerlukan nalokson jika dibandingkan dengan kemungkinan yang
terjadi setelah pepmberian opoid.

 Kewaspadaan dan kontraindkasi


Kewaspadaan dan kontraindikasi pada penggunaan obat anastesi lokal
a. Obat anestesi lokal tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat alergi terhadap setiap obat anastesi yang secara
kimia yang ada hubungannya terhadap konstituen yang membentuk obat tersebut.
b. Pemberian anastesi lokal tidak dianjurkan ibu hamil atau pasien baru saja mengalami perdarahan karena respon
kardiovaskuler terhadap kehilangan darah tersebut akan terganggu.
c. Obat anastesi lokal harus diberikan dengan hati – hati sekali jika terpaksa digunakan didaerah yang mengalami inflamasi.
d. Obat anastesi lokal harus digunakan dengan hati – hati pada : blok jantung atau gangguan hantaran jantung, epilepsi,
penyakit hati atau ginjal, riwayat hipertermia, gangguan respirasi dan laktasi.
G. Cara - Cara Pemberian Obat Anestesi Lokal
Anestesi lokal umumnya digunakan secara parental misalnya pada waktu pembedahan kecil dimana pemakaian
anestesi umum tidak diperlukan. Beberapa cara pemberian anestesi lokal adalah:

 Anestesi Infiltrasi, suntikan diberikan di tempat yang dibius ujung-ujung syarafnya. Misal pada daerah kecil kulit
atau pada gusi untuk pencabutan gigi.
 Anestesi Penyaluran Saraf, penyuntikan dilakukan pada tempat banyak saraf berkumpul, hingga tercapai anestesi
pada bagian yang lebih luas. Misal pada lengan atau kaki
 Anestesi Permukaan, biasanya digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri atau gatal. Misalnya dalam bentuk
suppositoria untuk penyakit ambein.

Pada obat anestesi lokal, biasanya yang digunakan adalah garam-garam kloridanya yang mudah larut dalam air. Untuk
memperpanjang daya kerjanya, maka sering ditambahkan obat lain untuk menciutkan pembuluh darah (vasokonstriktor)
misalnya larutan adrenalin. Selain itu absorpsi akan diperlambat dan toksisitasnya akan berkurang, mulai kerja akan lebih
cepat dengan khasiat yang lebih bagus, serta lokasi pembedahaan tidak berdarah namun larutan yang mengandung
vasokonstriktor sebaiknya jangan digunakan pada jari-jari tangan karena resiko gangrene.

H. Nama – Nama Obat Dalam Anastesi Lokal


1. Prokain
a. Farmakodinamik
 Dosisi 100 – 800 mg : analgesic ringan efek maksimal 10 – 20 ‘ hilang setelah 60 ‘
 Dhirolisis menjadi PABA ( para amino binzoic acid ) dapat menghambat kerja sulfonamid.
b. Farmakokinetik
 Absorpsi PABA ( para amino binzoic acid ) dan dietilaminoetanol
Hidrolisisnya cepat oleh enzim plasma ( prokain esterase )
 PABA Di eksresikan dalam urin ( dalam bentuk utuh dan tergonjugasi )
c. Indikasi
 Anastesi infitrasi, blok saraf, epidural, kaudal dan spinal
 Geriatric : perbaikan aktivitas seksual dan fungsi kelenjar endokrin
d. Kontra indikasi
Pemberian intravena untuk penderita miastenia gravis karena prokain menghasilkan derajat blok neuromuskuler.
e. Dosis : 15 mg/kg BB
 Untuk infitrasi : larutan 0.25 – 0.5 % dosis maksimumnya 1000 mg.
 Onset : 2- 5 menit, durasi 30 – 60 menit.
 Bisa ditambah adrenalin ( 1 : 100.000 atau 1 : 200.000)
 Dosis untuk epidural ( maksimum ) 25 ml larutan 1.5% . Untuk kaudal 25 ml larutan 1.5%. spinal analgesia 50 – 200 mg.
tergantung efek yang diinginkan lamanya 1 jam.
2. Lidokain ( lignocain, xylocain, lidonest )
a. Farmakodinamik
 Anestesi lokal kuat. Terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif dari pada prokain.
 Larutan lidokain o.5 % adalah anastesi infiltrasi, 1 – 2 % ; nastesi blok dan topical.
 Efektif tanpa vasokontraktor, kcepatan absorpsi dan toksitas, masa keja lebih pendek.
b. Farmakokinetik
 Absorpsinya mudah diserap dari tempat ijeksi
 Dapat tembus sawar darah otak
 Metabolism : di hati , eksresinya di urin
c. Indikasi
1. Injeksi : anastesi infitrasi, blok saraf anestesi epidural, kaudal dan mukosa
2. Anest infitrat : larutan .025 % – 0.50% dengan atau tanpa adrenalain
3. Kedok gigi : larutan 1 – 2 % lidokain dengan adrenalin
4. Anestesi permukaan, anest kornea mata ( lidokain 2 % + adrenalin )
d. Kontra indikasi
Iritabilitas jantung
e. Efek samping
Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efek terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing, parestesia, gangguan
mental, koma, dan seizures. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh
henti jantung.
f. Dosis
1. Kosentrasi efektif minimal 0.25 %.
2. Infitrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik.
3. Kerja sekitar 1 – 1.5 juam tergantung konsetrasi larutan.
4. Larutan standar 1 atau 1.5% untuk blok perifer.
5. 0.25 % - 0.5 % + adrenalin 200.000 untu infitrasi.
6. 0.5 % untuk blok sensorik tanpa blok motorik.
7. 1 % untuk blok motorik dan sensorik
8. 2 % untuk blok motorik pasien yang berotot (muscular)
9. 4% atau 10 % untuk topical semprot faring – laring
10. 5 % bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakea
11. 5 % lidokain dicampur prilokain untuk topical kulit.
12. 5 % hiperbarik untuk analgesia intratekal
3. Bupivakain (marcain)
Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain. Toksisitas setaraf dengan tetrakain. Untuk infiltrasi dan blok saraf perifer
dipakai larutan 0.25 – 0.75%. Dosisi maksimal 200mg. Duration 3 – 8 jam, kosentrasi efekti minimal 0.125 %. Mulai kerja
lebih lambat disbanding lidokain. Setelah suntik kaudal, epidural, atau infiltrasi, kadar plasma puncak dicapai dalam 45
menit. Kemudian menurun perlahan – lahan dalam 3 – 8 jam. Untuk anastesi spinal 0.5% volume antara 2 – 4 ml iso atau
hiperbarik. Untuk blok sensorik epidural 0.375% dan pembedahan 0.75%.

4. Kokain
Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4 % untuk mukosa jalan napas atas. Lama kerja 2 – 30 menit.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah anestesia dikemukakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes, yang artinya “tidak ada rasa sakit”. Istilah ini
menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan
nyeri pembedahan.
Anestesia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Anestesia lokal → hilang rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran
b. Anestesia umum → hilang rasa sakit disertai hilang kesadaran

Anestetik lokal atau penghilang rasa setempat adalah obat yang pada penggunaan lokal merintangi secara reversibel
penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal rasa panas atau
dingin. Banyak persenyawaan lain juga memiliki daya kerja demikian, tetapi efeknya tidak reversibel dan menyebabkan
kerusakan permanen terhadap sel-sel saraf. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk
pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit.
Kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu jenis obat yang digunakan sebagai anestesi lokal, antara lain;
a. Tidak merangsang jaringan
b. Tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap susunan saraf.
c. Toksisitas sistemik rendah.
d. Efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada selaput lendir.
e. Mulai kerjanya sesingkat mungkin, tetapi bertahan cukup lama dan dapat larut dalam air dan menghasilkan larutan yang
stabil, juga terhadap pernapasan (sterilisasi).
B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam proses pembelajaran dan semoga bisa menambah ilmu
pengetahuan mengenai obat-obat anestesi lokal sehingga materi yang disampaikan dapat dimengerti dan dapat diterima
dengan baik.
Penggunaan Anestesi dan golongannya untuk meniadakan gangguan rasa sakit di SSP sangatlah penting dan berguna. Tetapi,
harus tetap berpegang teguh pada aturan dan juga sang konseler yaitu dokter. Apabila penggunaan nya atau pun
penggunaan obat secara universal ini disalah gunakan, tentulah akibat buruk yang akan di dapat di akhir eksperimen kita
sebagai orang awam yang tak tahu apapun tentang obat dan efek sampingnya apabila penggunaannya salah
DAFTAR PUSTAKA

Jordan, Sue. 2002. Farmakologi Kebidanan. Jakarta: EGC. 2004


Barber, Paul dan Deboran Robertson. 2009. Intisari Farmakologi untuk Perawat. Jakarta : EGC. 2013
Sunaryo. 1995. Kokain dan Anestetik Lokal Sintetik. Dalam : ed. Ganiswarna SG. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru,
1995: 234-47
Nurlianti, Sitti. 2011. Anastesi Lokal. http://lianchingublog.blogspot.com/2011/12
/anastesi-lokal.html. Diakses pada tanggal 12 November 2014 (pukul 15.50 wib)
Novertasari, Blisa. 2011. Anestesi Lokal. http//blisha.wordpress.com/2011/04/03/
Farmakologi-anestesi-lokal/. Diakses pada tanggal 12 November 2014 (pukul 15.54)
Saputra,Arif. 2014. Makalah Anestesi Umum dan Lokal. http://arifsaputra96.blogspot.
com/2014/01/makalah-farmakologi-tentang-obat.html. Diakses pada tanggal 16 November 2014 (pukul 20.19 wib)
Halimah, Nova Nurul. 2013. Makalah Anestesi. http ://peinovenuru.blogspot.com
/2013/07/makalan-anestesi.html. Diakses pada tanggal 17 November (pukul 02.26)
Sidauruk, Polobye. 2011. Obat Anestesi Lokal. http://polobye.blogspot.com/2011/05/
Obat-anestesi-lokal.html. Diakses pada tanggal 17 November (pukul 08.00)
0 komentar on "MAKALAH ANESTESI LOKAL"

Posting Komentar

Posting Lama Beranda

MAKALAH ANESTESI LOKAL

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas dari mata kuliah Farmakologi. Adapun makalah ini mengenai “Anestesi Lokal”.
Pada kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Demi pengembangan kreatifitas kami sebagai penyusun dan
kesempurnaan makalah ini, kami menunggu kritik dan saran dari pembaca, baik dari segi isi serta
pemaparannya. Harapan kami semoga pada makalah yang akan datang dapat diperbaiki.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan karena faktor keterbatasan pengetahuan dari penyusun, maka kami dengan senang
hati menerima kritikan serta saran – saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Dan harapan kami sebagai penyusun adalah semoga hasil dari penyusunan makalah ini dapat
dimanfaatkan bagi generasi mendatang, khususnya mahasiswi D-III Akademi Kebidanan Jakarta Mitra
Sejahtera Jambi.

Akhir kata, melalui kesempatan ini kami, penyusun makalah mengucapkan banyak
terima kasih.

Jambi, 12 November 2014

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata pengantar ........................................................................................................................ 1


Daftar isi ................................................................................................................................... 2

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang .................................................................................................................... 3


B. Tujuan penulisan ............................................................................................................... 3
C. Manfaat penulisan ............................................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian anestesi lokal .................................................................................................... 5


B. Stuktur anestesi lokal ......................................................................................................... 5
C. Mekanisme kerja anestesi lokal ......................................................................................... 6
D. Farmakokinetik dan farmakodinamik obat anestesi lokal ................................................. 6
E. Efek samping obat anestesi lokal ...................................................................................... 7
F. Cara pemberian obat anestesi lokal ............................................................................ 8
G. Jenis – jenis anestesi lokal............................................................................................ 8
H. Nama - nama obat dalam anestesi lokal .................................................................... 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 11
B. Saran .................................................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 28


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi,
kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
(Wikipedia, 2007)
Penggunaan anastesi lokal untuk pencegahan rasa sakit selama operasi, dimulai lebih dari 100
tahun yang lalu sewaktu Kaller (1884) seorang opthalmologist di Wina, mencatat kegunaan dari kokain
suatu ester dari asam para amino benzoat (PABA), dalam menghasilkan anstesi korneal. (Rusda, 2004)
Anastesi injeksi yang pertama adalah ester lain dari PABA yaitu Procaine yang disintesa oleh
Einhorn pada tahun 1905. Obat ini terbukti tidak bersifat adiksi dan jauh kurang toksik dibanding
kokain. Ester-ester lain telah dibuat termasuk Benzocaine, Dibucaine, Tetracaine dan Chloroprocaine,
dan semuanya terbukti sedikit toksisitasnya, tetapi kadang-kadang menunjukkan sensitisasi dan reaksi
alergi. (Rusda, 2004)
Penelitian untuk anastesi lokal terus berlangsung sehingga banyak obat-obat dengan berbagai
keuntungan dapat digunakan pada saat ini. Oleh sebab itu, sebagai mahasiswa kedokteran harus
mempelajari bagaimana memilih jenis obat anastesi lokal yang akan digunakan dan cara
penggunaannya. Obat – obat anastsi lokal dikembangkan dari kokain yang digunakan untuk pertama
kalinya dalam kedokteran gigi dan oftalmologi pada abad ke – 19. Kini kokain sudah diganti dengan
lignokain (lidokain), buvikain (marccain), prilokain dan ropivakain. Prilokain terutama digunakan
dalam preparat topical.
B. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui Sejarah Ilmu Anestesi
2. Untuk mengetahui Pengertian Anestesi Lokal
3. Untuk mengetahui Struktur Anastesi Lokal
4. Untuk mengetahui Mekanisme Kerja
5. Untuk mengetahui Farmakokinetik dan Farmakologi Anestesi Lokal
6. Untuk mengetahui Efek Samping Obat Anastesi Lokal
7. Untuk mengetahui Jenis – jenis Anestesi Lokal
8. Untuk mengetahui Nama – Nama Obat Dalam Anastesi Lokal
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai penambah pengetahuan tentang obat-obat anestesi lokal.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan referensi dan tambahan pengetahuan tentang obat-obat anestesi lokal.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Sejarah Ilmu Anestesi


16 Oktober 1846 dicatat sebagai revolusi dalam bidang pengobatan. William T.G Morton
menyediakan anestesi kepada pasien bernama Edward G. A., menggunakan dietil eter untuk pertama
kali pada operasi pengangkatan lesi vaskuler pada leher Edward. Nyeri yang diderita pada pasien ini
tidak dirasakannya. 16 Oktober 1846, tanggal penting tentang sejarah pengobatan tetapi juga penting
terhadap penyediaan anestesi. Hal itu adalah pengukuhan dari yang ahli untuk teknik pengurangan rasa
sakit. Diruang operasi, di medan perang, kamar bersalin, dan klinik-klinik, pasien-pasien mendapat
keuntungan dari team anestesi yang mengikuti jejak para pendahulunya. Sebuah perusahaan mengerti
aspek bersejarah dari pembangunan teknik dan teknologi dari anestesi dan sebuah penghargaan
kepada segala kepribadiaan yang mendalam atau ilmu anestesiologi, dimana praktek untuk menguragi
rasa sakit adalah lebih dari suatu skill namun itu merupakan suatu seni.

Sejarah awal ilmu anestesiaologi


Latar Belakang
Kontrol sakit selama operasi tidak selalu sepenting seperti sekarang ini. Penulis roman, Celcius
menyatakan “tanpa kasihan” adalah karakteristik esensial dri seorang ahli bedah, selama berabad-abad.
Meskipun beberapa ahli bedah mengaku bahwa mereka menemukan elemen yang menyebabkan
pekerjaannya yang selalu terganggu, kebanyakan menjadi terbiasa dengan kemauan dari pasien
tersebut. Peelajar kedokteran bertanding dengan guru-guru mereka, biasanya menghilangkan segala
taksiran distress dari pasiennya sementara mereka mencatat apa yang disaksikannya. Bahkan tulisan
dari penulis dari pimpinan ahli bedah biasanya menolak menulis nyeri pembedahan sebagai topik
diskusinya. Sebelum kedatangan anestesi, edisi 1842 ‘elemen dari pembedahan”dari Robert Liston
meliputi deskripsi detail dari prosedur elektif dan emergensi pada ekstremitas, kepala dan leher, dada
dan genital, tapi mengabaikan diskusi dari segala bentuk analgesik. Pada jaman Liston, dalam beberapa
tahun sebelumnya, nyeri merupakan hal yang dipertimbangkan sebagai simptom yang penting.
Terhadap perkenalandari dietil eter yang diberikan sebelumnya, banyak ahli bedah menyetujui
pendapat Liston, bahwa nyeri merupakan konsekuensi yang pasti terjadi dari pembedahan. Disamping
pendapat-pendapat tersebut banyak sarana yang dipergunakan untuk memperoleh anestesi.
Dioscorides, ahli dari abad Iberkomentar bahwa Madragora, obat yang dipersiapkan dari kulit pohon
dan daun tanaman Manrake. Dia menyatakan bahwa substansi tanaman dapat direbus dalam anggur
dan dipergunakan “bila orang yang akan dibedah, bila mereka mau untuk di anestesi,”. Mandragora
masih sering dipergunakan untuk menganestesi pasien sampaidengan abad ke 17.

Dari abad ke 9-13, spons dengan obat tidur adalah mode yang doinan untuk mengurangi sakit
selama operasi. Daun Mandrake dengan tanaman beracun, candu dan tumbuhan lain, direbus bersama-
sama dan disiramkan ke atas spons.Spons tersebut lalu disusun kedalam air panas dan diletakan ke
hidung pasien selama pembedahan. Sebagai publikasi dari laporan pada saat itu. Spons tersebut pada
umumnya mengandung mofin dan skopolamin dalam jumlah yang bervariasi, obat yang dipergunakan
dalam anestesi modern. Sebagai tambahan daripada menggunakan “spons tidur” orang Eropa
mengurangi rasa nyeri dengan hipnosis dengan meminum alkohol, tumbuhan dan ekstrak dari tanaman
yang telah dipersiapkan dan sebagai anestesi topikal yaitu dengan tekanan atau memakai es.
Pada abad ke 11, efek anestesi dari air dingin dan es mulai ditemukan. Pada pertengahan abad
ke 17, Marco Aurelio Severino medeskripsikan “anestesi kulkas” meletakan salju dalam garis paralel
melintasi lapangan insisi, dia dapat membuat tempat operasi menjadi tidak bersensasi dalam beberapa
menit. Teknik ini tidak pernah menjadi terkenal, mungkin karena tantangan dari penyimpanan salju
tahunan yang tidak cukup.
Dietil eter telah diketahui selama berabad-abad karena penggunaannya dahulu sebagai anestesi
pembedahan. Hal itu dilakukan bersama, pada mulanya pada abad ke-8 oleh filsafat Arab, Jabri Ibnu
Hayyam atau mungkin oleh Raymond Lully, pada abad ke 13, seorang ahli kimia Eropa. Tetapi dietil eter
baru pertama kali diketahui pada abad ke-16 oleh Valerius Cordus dan Paracelcius, yang
mempersiapkan hal itu dengan menyuling asam sulfur (minyak dari vitriol) dengan anggur dicampur
alkohol untuk memproduksi oleum Vitroli dulce (minyak panas dari vitriol). Paracelsius (1493-1541)
mengobservasi bahwa hal itu membuat ayam tertidur dan bangun tanpa kesakitan. Dia menjadi
waspada terhadap kualitas analgetik tesebut. Walaupun demikian tidak ada catatan bahwa sarannya
tersebut diikuti.
Tiga abad kemudian, hal yang sederhana ini meninggalkan agen terapetik dengan hanya
penggunaannya yang secara kebetulan. Beberapa dari milik tersebut diperiksa oleh beberapa ilmuwan
Inggris termasuk Robert Boyle, Isaac Newton dan Michael Faraday, namun tanpa ketertarikan. Hal itu
hanya merupakan alikasi rutin dan merupakan obat rekreasi yang tidak mahal diantara orang-orang
miskin di Inggris dan Irlandia, dimana kadang-kadang meminum satu atau dua eter yang mana karena
pajak membat kepemilikannya menjadi mahal. Variasi Amerika dari praktek ini dilakukan oleh
sekelompok pelajar yang membasuh muka dengan handuk bereter pada aktu malam “gurauan eter”.
Seperti eter, nitrat oksida diketahui berguna untuk menginduksi sehingga kepala terasa ringan
dan sering dihirup oleh orang yang mendapat ketegangan. Barang ini jarang dipergunakan seperti eter
karena lebih kompleks untuk dipersiapkan dan kaku untuk disimpan. Benda itu diproduksi dengan
memanaskan amonium nitrat. Gas yang bekerja lambat melewati air untuk mengeliminasi oksida oksik
dari nitrogen sebelum disimpan. Nitrat oksida pertama kali dipersiapkan tahun 1773 oleh Joseph
Prietsley, seorang ilmuwan Inggris. Dalam tahun pembelajarannya, Prietsley mempersiapkan dan
memeriksa beberapa gas termasuk nitrat oksida, amonia, sulfur dioksida, oksigen, karbon monooksida
dan karbon dioksida
Pada akhir abad ke-19 di Inggris, ada keinginan yang kuat dalam dugaan penggunaan efek yang
menyehatkan dari air mineral dan gas. Hal ini membuat pembangunan tempat air panas untuk umum.
Partikel air dan gas dipercaya untuk mencegah dan mengobati penyakit. Hal itu membuat penggunaan
dari gas untuk menyembuhkan sariawan, tuberkulosis dan penyakit lain membuat Thomass Beddoes
untuk membuka Institut pneumonia dekatdengan pemandian kecil dari Hotwells, dikota Bristol, dimana
dia menyewa Humphry Davy pada tahun 1798 untuk menjalankan proyek penelitiannya.
Humphry Davy (1778 – 1892) adalah seorang muda dengan penuh kemampuan. Dia
mempertunjukan seri-seri penelitian yang luar biasa dari beberapa gas, namun terutama di fokuskan
pada nitrat oksida, dimana dia bersama temannya menghirup melalui masker wajah yang didesain
untuk perusahaan James Watt, penemu dari mesin uap. Davy mempergunakan mesin ini untuk
mengukur rata-rata pengambilan nitrat oksida dan efeknya pada pernapasan dan aksinya pada sistem
saraf pusat. Hasil ini dikombinasikan dengan penelitian properti fisik dari nitrat oksida, 580 halaman
buku dipublikaasikan pada tahun 1800. Uraian yang mengesankan ini sekarang diingat sebagai
beberapa observasi yang tanpa sengaja. Komentar Davy bahwa nitrat oksida secara sementara
meringankan sakit kepala yang berat, membebaskan sakit kepala yang ringan dan menghilangkan rasa
sakit gigi. Kutipan yng paling sering diutarakan :”seperti nitrat oksida dalam operasi yang liuas muncul
dengan kemampuan untuk menghilangkan rasa nyeri, benda itu mungkin dapat dipergunakan dalam
operasi pembedahan dengan pancaran darah yang tidak besar”. Meskipun Davy tidak mengikuti
ramalan ini, mungkin karena mengatur karirnya dalam dasar penelitiannya, dia menguangkan sifat dari
nitrat oksida sebagai “gas tertawa”.
John Snow ; Ahli anestesi pertama
John Snow telah merupakan ilmuwan yang ternama yang telah mempresentasikan makalah dari
subjek fisiologis waktu kabar dari anestesi eter telah mencapai Inggris pada Desember 1846. Dia
menunjukan ketertarikannya dalam praktek anestesi dan dalam waktu singkat diundang untuk bekerja
sama dengan ahli bedah pada waktu itu. Dia tidak hanya fasih dalam penyediaan anestesi tetapi juga
seorang peneliti yang ulet. Deskripsi inovatif tentang derajat anestesi berdasarkan respon pasien tidak
dapat ditingkatkan selama 70 tahun.
Sebagai tambahan untuk membangun aspek yang kuat untuk memperdalam fisiologi anestesi,
Snow juga mempromosikan pengembangan alat-alat anestesi. Dia segera menyadari bahwa pengisapan
eter yang tidak adekuat pada waktu pasien bernapas dengan alat yang ditempelkan pada mulut. Setelah
berlatih anestesi hanya selama 2 minggu, Snow merancang seri pertana dari eter inhaler. Peralatannya
mengandung katup unudireksional. Masker wajah sederhana buatan sendiri, yang mendekati bentuk
masker wajah modern. Bagian dari wsjah tersebut dihubungkan kedalam alat penguapan dengan
sebuah tabung pernapasan, yang mana dirancang lebih lebar dari trakea manusia sehingga meskipun
pernapasan yang epat tidak akan terbuang. Kait besi didalam alat memastikan pengangkutan dari eter.
Objek tersebut menggantung tempat dari air hangat untuk mengatur agen yang cenderung setelah
tercukupi dengan membeikan observasi secara Cuma-Cuma. “Tidak ada batasan kebanggaan dalam
membuatnya”.
Pada tahun berikutnya, John Snow memperkenalkan inhaler kloroform, dia telah mengenal sifat-
sifatnya dan memilihnya sebagai bahan uji coba. Pada saat yang bersamaan, dia menyatakan bahwa
untuk menjadi seri percobaan yang luar biasa harus meliputi lingkungan dan sikap.Snow menyadari
bahwa ahli anestesi yang baik tidak hanya menghilangkan nyeri, tetapi juga mencegah pergerakan. Dia
menganestesi beberapa spesies binatang dan beberapa variasi konsentrasi daripada eter dan kloroform
untuk mengetahui konsentrasi yang tepat untuk mencegah gerakan terhadap stimulus yang tajam.
Meskipun adanya keterbatasan teknologi pada tahun 1848, elemen dari pekerjaannya mengantisipasi
konsep modern dari konsentrasi alveolar minimal (MAC). Snow menyatakan bahwa aksi dari anestesi
dalam jumlah yang potensial dan meskipun dia tidak menemukan pengganti terhadap kloroform atau
eter, dia menemukan hubungan antara kelarutan, gaas, tekanan dan potensi anestesi yang tidak terlalu
dihargai sampai setelah perang dunia II dimana Charles Suckling memerintahkan prinsip Sow dalam
menciptakan halotan. Dia juga membuat percobaan dengan peralatan sirkuit tertutup yang subjeknya
Snow sendiri, menghirup oksigen sambil mengeluarkan karbondioksida yang di absorbsi oleh potasium
hidroksida. Snow menciptakan 2 buku Inhalasi dari bentuk gas eter (1847) dan kloroform dan anestesi
lainnya (1858) yang hampir selesai ketika dia meninggal karena stroke pada umur 45 tahun.
Penyelidikan Snow tidak membatasi ilmu anestesi. Memorinya juga dihargai oleh berbagai
spesialis dalam bidang penyakit infeksi dan tropis yang di buktikn dengan studi epidemologi pada
tahun 1854, dimana kolera ditrnsmisikan melalui air. Pada saat itu sebelum perkembangan
mikrobiologi oleh Louis Pasteur dan Robert Koch banyakilmuwan di Amrika utara dan Eropa
menyangka bahwa bahaya epidemi kolera berulang karena kontaminasi dari udara. Dalam beberapa
tahun, Snow telah percaya bahwa karena penyakit tersebut disebabkan oleh traktus gastrointestinal
maka agen penyebabnya pasti karena termakan, bukan karena pernapasan. Pada tahun 1854 dia
memperoleh kesempatan membuktikan tesisnya ketika kolera melanda daerahnya di London dan
menyebabkan kematiaan 500 orang di dekat kediamannya. Snow menyatakan bahwa persediaan suplai
air dari orang-orang tersebut berasal dari pompa di broad street. Dia menyipkan apa yang menjadi
survey epidemologi pertamanya. Dengan informasi tersebut dia dapat meyakinkan orang-orang pada
daerah tersebut untuk mencari sumber air lain. Masalah epidemologi tersebut terselesaikan.
Penemuan Anestesia Regional pada Abad XIX
Anestetik lokal pertama yang efektif adalah kokain, ektrak dari daun coca. Kemampuannya dalam
mematirasakan membran mukosa dan jaringan terbuka telah diketahui selama berabad-abad di Peru.
Albert Niemann memurnikan alkaloid aktif tersebut dan menamainya cocaine.
Carl Koller (1857 – 1944), seorang dokter mata di Wina, Austria, pertama kali menggunakan
kokain pada praktek kliniknya pada 1884. Sebelumnya, banyak operasi mata tanpa anestesia dan empat
dekade setelah ditemukannya eter, anestesi umum memiliki keterbatasan.
Dokter-dokter bedah Amerika dengan cepat mengembangkan aplikasi kokain:
a. Oktober 1884, anetesia terhadap hidung, mulut, laring, trakea, rektum dan uretra.
b. November 1884, injeksi subkutan.
c. Desember 1884, Wiliam Halstead dan Richard Hall menjabarkan blok sensorik muka dan lengan.

Kecanduan kokain dan morfin merupakan masalah yamng sering timbul pada akhir abad XIX.
Teknik anestesia lokal lainnya dilakukan sebelum akhir abad XIX. Tahun 1885, Leonard Corning,
dokter ahli saraf, melakukan anestesia spinal dan mengusulkan substitusi eter untuk tindakan bedah
genitourinaria atau cabang-cabang bedah lainnya.
August Bier dan Theodor Tuffier, menjelaskan anestesia spinal otentik. Dalam comparative
review dari artikel asli dari Bier, Tuffier, dan Corning, disimpulkan bahwa injeksi Corning merupakan
anestesia ekstradural dan Bier berjasa dalam memperkenalkan anestesia spinal.
SKOPE ANESTESIOLOGY MODERN
Pengamatan perkembangan anesthesiology dapat diperluas sampai waktu yang tidak terbatas
oleh sebuah eksplorasi masing-masing subbagian, tetapi suatu penilaian dari pekerjaan kita langsung
akan tampak oleh “personal survey” tempat dimana kita bertugas.
Setelah pembedahan, pasien dipindahkan ke perawatan posenestesia atau ruang pemulihan,
sebuah tempat yang sekarang dianggap sebagai bangsal ahli anestesi. Limapuluh tahun yang lalu,
dibawa secara langsung dari ruang operasi ke bangsal bedah dan hanya diikuti oleh perawat junior.
Orang tersebut beruntung baik ketrampilan dan intervensi peralatan ketika komplikasi terjadi. Setelah
perang dunia II berpikir tentang pentingnya perawatan sentral. Tahun 1960, perawatan kritis
berkembang melalui penggunaan ventilator mekanik. Pasien yang membutuhkan beberapa hari
pengobatan intensif dan perawatan dirawat di sudut ruang pemulihan. Pada waktu itu, beberapa
tempat tidur diberi sekat dan direlokasi menjadi “intensice care units”. Prinsip perawatan resusitasi
dan suportif didirikan oleh ahli anestesi mentansformasi “critical care medicine”.
Masa depan anestesiologi sangat cerah. Obat-obat yang lebih aman yang sekali direvolusi
merawat pasien-pasien setelah pembedahan dengan konstan akan terus diperbaiki. Tugas anestesi
berlanjut meluas, sebagai dokter dengan latar belakang spesialis telah mengembngkan klinik kontrol
nyeri kronik dan pasien bedah rawat jalan. Praktek anestesi, baik didalam maupun diluar kamar
operasi, akan menjadi bagian dari pengalaman di atas meja operasi.

B. Pengertian Anestesi Lokal


Anestesi lokal adalah obat analgesik yang dirancang untuk digunakan secara klinis guna menghilangkan
sensasi secara reversible pada bagian tubuh tertentu. (Intisari Farmakologi untuk Perawat, 2009 : 37)
Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem saraf
pusat pada kegunaan lokal dengan demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau
dingin (Kartika Sari, 2013).
Anestesi lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan
saraf dengan kadar cukup. Anastetik local sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf
secara permanen. Kebanyakan anastetik local memenuhi syarat ini. Batas keamanan harus lebar, sebab
anastetik lokal akan diserap dari tempat suntikan. Mula kerja harus sesingkat mungkin, sedangkan
masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan operasi, tetapi tidak
demikian lama sampai memperpanjang masa pemulihan. Zat anastetik local juga harus larut dalam air,
stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.
C. Struktur Anestesi Lokal
Struktur dasar dari anastesi lokal terdiri dari tiga bagian, yakni suatu gugus amino hidrofil ( sekunder
atau tersiaer ) yang dihubungkan oleh suatu ikatan ester ( alcohol ) atau amaida dengan gugus aromatis
lipofil. Semakin panjang gugus alkoholnya maka semakin besar daya anastesinya, tetapi toksisitasnya
juga meningkat.
Anastesi lokal dapat digolongkan secara kelompok sebagai berikut :
a. Senyawa ester : kokain dan ester – PABA (tetrakain, benzokain, kokain, prokain)
b. Senyawa amida : dibukain, lidokain, prilokain, mepivakain
c. Lainnya : fenol, benzialkohol, etilklorida
Semua obat tersebut diatas adalah sintetis kecuali kokain yang alami.
Syarat ideal anestesi local :
1. Tidak merusak jaringan secara permanen
2. Batas keamanan lebar
3. Onset cepat
4. Durasi lambat
5. Larut air
6. Stabil dalam bentuk larutan
7. Tidak rusak karena proses penyaringan

D. Farmakokenetik dan Farmakodinamik Anestesi lokal


a. Farmakokinetik Anastesi Lokal
Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf yang akan
menghambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak terlalu penting dalam memantau mula
kerja efek dalam menentukan mula kerja anestesi dan halnya mula kerja anestesis umum terhadap
sistem saraf pusat dan toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topikal anestesi lokal bagaimanapun juga
memerlukan difusi obat guna mula keja dan lama kerja efek anestesinya.
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat jaringan, adanya bahan vasokonstriktor, dan sifat
fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor seperti epinefrin mengurangi penyerapan sistematik anestesi
lokal dari tempat tumpukan obat dengan mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini menjadi
nyata terhadap obat yang massa kerjanya singkat atau menengah seperti prokain, lidokain, dan
mepivakain (tidak untuk prilokain). Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat oleh kadar obat lokal
yang tinggi ,dan efek dari toksik sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk dalam
darah hanya 1/3 nya saja.
Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian bolus intravena.
Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam jaringan lemak. Setelah fase
distribusi awal yang cepat, yang mungkin menandakan ambilan ke dalam organ yang perfusinya tinggi
seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi lambat yang terjadi karena ambilan dari
jaringan yang perfusinya sedang, seperti otot dan usus. Karena waktu paruh plasma yang sangat singkat
dari obat tipe ester, maka distribusinya tidak diketahui.
Metabolisme dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang
mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang
bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali
bentuk netralnya yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus
ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh butirilkolinesterase
(pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas sekali mempunyai waktu paruh yang sangat
singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan kloroprokain. Penurunan pembersihan anestesi lokal
leh hati ini harus diantisipasi dengan menurunkan aliran darah kehati. Sebagai contoh, pembersihan
lidokain oleh hati pada binatang yang dianestesi dengan halotan lebih lambat dari pengukuran binatang
yang diberi nitrogen oksida dan kurare. Penurunan pembersihan ini berhubungan penurunan aliran
darah ke dalam hati dan penekanan mikrosom hati karena halotan.
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:
1. Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin tinggi kelarutan dalam lemak
akan semakin tinggi potensi anestesi local.
2. Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi ikatan dengan protein akan
semakin lama durasi nya.
3. pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin rendah pKa makin banyak basa,
makin cepat onsetnya. Anestetik lokal dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang
lambat. Jaringan dalam suasana asam (jaringan inflamasi)akan menghambat kerja anestetik lokal
sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Hal tersebut karena suasana asam akan menghambat
terbentuknya asam bebas yang diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi. Kecepatan onset
anestetika lokal ditentukan oleh:
a. Kadar obat dan potensinya
b. Jumlah pengikatan obat oleh protein dan
c. Pengikatan obat ke jaringan local
d. Kecepatan metabolisme
e. Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian vasokonstriktor (epinefrin) ditambah anestetika
lokal dapat menurunkan aliran darah lokal dan mengurangi absorpsi sistemik.
b. Farmakodinamik Anastesi Lokal
Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi lokal adalah:
1. Mekanisme Kerja
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel dengan cepat
mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial natrium (+40mV). Sebagai akibat
depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium
keluar sel merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium (sekitar -95mV); terjadi
lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan ionic transmembran
dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi
local pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut.
Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat saluran dalam
keadaan bergantung waktu dan voltase.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu serabut saraf,
nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan muncul potensial aksinya
menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi
hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan
makin banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika
arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang dihambat ini
tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial
istirahat jelas tidak terganggu.
Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin banyak molekul lipofilik,
makin cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor saluran natrium. Potensi mempunyai hubungan
positif pula dengan kelarutan lipid selama obat menahan kelarutan air yang cukup untuk berdifusi ke
tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut dalam air dibandingkan tetrakain,
etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat dengan masa kerja yang panjang. Obat-obat
tadi terikat lebih ekstensif pada protein dan akan menggeser atau digeser dari tempat ikatannya oleh
obat-obatan lain.
2. Aksi Terhadap Saraf
Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja terbatas pada
hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe serabut saraf akan membedakan
dengan nyata kepekaannya terhadap penghambatan anestesi local atas dasar ukuran dan mielinasi.
Aplikasi suatu anestesi local terhadap suatu akar serabut saraf, serabut paling kecil B dan C dihambat
lebih dulu. Serabut delta tipe A akan dihambat kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri dihambat
permulaan; kemudian sensasi lainnya menghilang; dan fungsi motor dihambat terakhir.
Adapun efek serabut saraf antara lain:
 Efek diameter serabut
Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak di mana propagasi suatu
impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi (berhubungan dengan constant ruang) jadi lebih
singkat. Selama mula kerja anestesi local, bila bagian pendek serabut dihambat, maka serabut
berdiameter kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls.
Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut dihambat oleh anestesi local
untuk menghentikan propagasi impuls. Makin tebal serabut saraf, makin terpisah jauh nodus tadi yang
menerangkan sebagian, tahanan yang lebih besar untuk menghambat serabut besar tadi. Saraf
bermielin cenderung dihambat serabut saraf yang tidak bermielin pada ukuran yang sama. Dengan
demikian, serabut saraf preganglionik B dapat dihambat sebelum serabut C kecil yang tidak bermielin.
 Efek frekuensi letupan
Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris mengikuti langsung dari
mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan anestesi local. Serabut sensoris, terutama serabut
nyeri ternyata berkecukupan letupan tinggi dan lama potensial aksi yang relative lama (mendekati 5
milidetik). Serabut motor meletup pada kecepatan yang lebih lambat dengan potensial aksi yang
singkat (0,5 milidetik). Serabut delta dan C adalah serabut berdiameter kecil yang terlibat pada
transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu, serabut ini dihambat lebih dulu dengan anestesi
local kadar rendah dari pada serabut A alfa.
 Efek posisi saraf dalam bundle saraf
Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari bundle dan oleh karena itu
saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi local diberikan secara suntikan ke dalam jaringan sekitar
saraf. Akibatnya bukan tidak mungkin saraf motor terhambat sebelum penghambatan sensoris dalam
bundle besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar, anestesi muncul lebih dulu di bagian
proksimal dan kemudian menyebar ke distal sesuai dengan penetrasi obat ke dalam tengah bagian
bundle saraf.

E. Mekanisme Kerja
Anastesi lokal menghilangkan rasa dengan jalan beberapa cara. Misalnya dengan cara menghindarkan
untuk sementara pembentukan dan trasmisi implus melalui sel saraf ujungnya. Seperti juga alcohol dan
barbital, anastesi lokal menghambat penerusan implus dengan cara menurunkan permebilitas
membran sel saraf untuk ion – natrium yang perlu bagi fungsi saraf yang layak. Hal ini disebabkan
adanya persaingan dengan ion kalsium yang berada berdekatan dengan membran neuron. Pada waktu
yang bersamaan, akibat turunnya laju depolarisasi, ambang kepekaan terhadap rangsangan listrik
lambat laun meningkat, sehingga akhirnya terjadi kehilangan rasa setempat secara resevibel.

F. Efek samping obat anastesi lokal


Pemberian obat anestesi lokal memiliki efek samping yang potensial sama tanpa bergantung pada cara
pemberian. Bidan harus memehami efek samping samping obat anestesi lokal ketika obat in diberikan
lewat jalur epidural atau spinal.
Efek samping obat anestesi lokal berhubungan dengan kerjanya, khususnya kemampuannya untuk
menghambat hantaran implus dalam jaringan yang dapat tereksitasi. Obat – obatan anestesi lokal akan
menyekat saluran cepat ion natrium padasemua jaringan penghantar implus, yaitu :
a. System saraf pusat
b. System pernafasan
c. Jantung dan system kardiovaskuler
d. imunologi
e. Depresi Otot polos
f. Otot sketlet.
a. Sistem saraf pusat
Sistem saraf pusat sangat rentan terhadap toksisitas anastesi lokal dan merupakan tempat tanda –
tanda pertanda dari overdosis ada pasien terjaga. Gejala awal adalah mati rasa circumoral, paresthesia
lidah, dan pusing. Keluhan sensory mungkin termasuk tinnitus dan penglihatan kabur. Tanda – tanda
rangsang ( kegelisahan, agitasi, paranoia) sering mendahului depresi system saraf pusat ( bebicara
cadel, mengantuk, pingsan) berkedut otot pembawa timbulnya kejang tonik – klonik. Dengan
penurunan aliran darah otak dan paparan obat, benzodiazepines dan hiperventilasi meningkatkan
ambang kejang yang disebabkan anastesi lokal.

b. System pernafasan
Lidokain menekan drive hipoksia ( respon ventilasi untuk PaO2 rendah ). Apne dapat hasil dari
kelumpuhan saraf frenik dan interkostal atau depresi pusat pernafasan medural berikut kontak lansung
dengan agen anestesi lokal ( sindrom apne postretrobulbar). Anastesi lokal rilrks otot polos bronchial,
lidokain intravena ( 1.5 mg/kg ) dapat memblokir refleks bronkokonstriksi kadang – kadang dikaitkan
dengan intubasi. Lidokain diberikan sebagai aerosol suatu dapat menyebabkan bronkospasme pada
beberapa pasien dengan penyakit saluran napas reaktif.
c. Jantung dan System kardiovaskuler
Secara umum, semua bius lokal menekan otomatisitas miokard ( fase depolarisasi IV spontan ) dan
mengurangi durasi periode refraktori. Kontraktilitas miokard dan kecepatan konduksi juga tertekan
pada kontrasi yang lebih tinggi. Hasil ini efek dari peubahan langsung membrane otot jantung ( natrium
blockade saluran jantung ) dan penghambat system saraf otonom. Semua anatesi lokal kecuali kokain
menghasilkan relaksasi otot polos, yang menyebabkan beberapa derajat vasodilatasi arteriol.
Kombinasi berikutnya dari bradikardi, blok jantung, dan hipotensi dapat berujung pada serangan
jantung. Mayor toksisitas kardiovaskuler biasanya membutuhkan sekitar tiga kali konsentrasi darah
yang menghasilkan kejang.
d. Imunologi
Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering, karena merupakan derifat para amnino benzoic
acids ( PABA ) yang dikenal sebaga allergen. PABA ini dapat menediakan efek anti bakteri dari
sulfonamide yang berdasarkan antagonism persaingan dengan PABA, oleh karena itu terapi dengan
sulfa tidak boleh dikombinasikan dengan penggunaan ester – ester tersebut. Toksisitas sangat
bergantung pada :
1. Jumlah larutan yang disuntukan
2. Kosentrasi obat
3. Ada tidaknya adrenalin
4. Vaskularisasi tempat suntikan
5. Absorpsi obat
6. Laju destruksi obat
7. Hipersensitivitas
8. Usia
9. Keadaan umum
10. Berat badan
e. Depresi Otot polos
Kontrasi uterus, usus dan kandung kemih akan tertekan oleh kerja obat – obat anastesi lokal. Inhibisi
kandung kemih biasanya menimbulkan restensi urin, tetapi sebaliknya inkontinensia urine da fases
mungkin saja terjadi. Analgesia epidural akan disertai dengan peningkatan resiko retensi urin
postpartum. Masalah yang potensial dlam jangka pendek dan jangka panjang yang timbul akibat
kateterisasi urine yang berkali – kali tidak boleh.
Sejumlah peniliti telah menunjukan bila obat anestesi lokal diberikan secara epidural maka:
1. Kala satu dan dua ersalinan cenderung berlangsung lebih lama ( perbedaan rerata antara anastesi
epidural dan pemberian opoid adalah 42 dan 14 menit )
2. Dilatasi serviks berjalan lenih lambat
3. Pemberian oksitosin memerlukan disis dua kali lipat
4. Malposisi janin lebih sering terjadi
5. Kemungkinan secsio cecarea karena distosia menjadi lebih besar
6. Perlahiran bayi dengan alat menjadi dua hingga empat kali
Obat – obat anastesi lokal memperpajang masa persalinan dengan :
1. Menimbulkan relaksasi otot – otot dasar panggul
2. Mengurangi refleks mengejan
3. Mengurangi upaya bayi untuk mendorong bayinya lahir
4. Bekerja langsung pada otot rahim dengan menurunkan tonus otot
5. Mengurangi pelepasan oksitosin secara pulsatile dari kelenjar hipofisi posterior.

 Efek anastesi lokal pada neonatus. Dalam pemberian obat anastesi lokal secara epidural dapt
memberikan efek neurobehavioural yang tidak jelas pada neonates yang tidak terdeteksi pada usia 18
bulan. System auditorius pada neonates dapat mengalami ganggguan sepintas, namun setiap efek
samping neurobehavioural tidak merintangi pmberian ASI.
Penggunaan analgesia epidural akan meningkatkan resiko hipoglikemia neonatal, takipnea dan
gangguan pada metabolism lipid. Tindakan analgesia epidural pada neonates memberikan
kemungkinan yang lebih kecil bagi neonates untk memiliki nilai APGAR yang rendah pada waktu lima
menit atau memerlukan nalokson jika dibandingkan dengan kemungkinan yang terjadi setelah
pepmberian opoid.

 Kewaspadaan dan kontraindkasi


Kewaspadaan dan kontraindikasi pada penggunaan obat anastesi lokal
a. Obat anestesi lokal tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat alergi terhadap setiap obat
anastesi yang secara kimia yang ada hubungannya terhadap konstituen yang membentuk obat tersebut.
b. Pemberian anastesi lokal tidak dianjurkan ibu hamil atau pasien baru saja mengalami perdarahan
karena respon kardiovaskuler terhadap kehilangan darah tersebut akan terganggu.
c. Obat anastesi lokal harus diberikan dengan hati – hati sekali jika terpaksa digunakan didaerah yang
mengalami inflamasi.
d. Obat anastesi lokal harus digunakan dengan hati – hati pada : blok jantung atau gangguan hantaran
jantung, epilepsi, penyakit hati atau ginjal, riwayat hipertermia, gangguan respirasi dan laktasi.
G. Cara - Cara Pemberian Obat Anestesi Lokal
Anestesi lokal umumnya digunakan secara parental misalnya pada waktu pembedahan kecil
dimana pemakaian anestesi umum tidak diperlukan. Beberapa cara pemberian anestesi lokal adalah:

 Anestesi Infiltrasi, suntikan diberikan di tempat yang dibius ujung-ujung syarafnya. Misal pada
daerah kecil kulit atau pada gusi untuk pencabutan gigi.
 Anestesi Penyaluran Saraf, penyuntikan dilakukan pada tempat banyak saraf berkumpul, hingga
tercapai anestesi pada bagian yang lebih luas. Misal pada lengan atau kaki
 Anestesi Permukaan, biasanya digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri atau gatal. Misalnya
dalam bentuk suppositoria untuk penyakit ambein.

Pada obat anestesi lokal, biasanya yang digunakan adalah garam-garam kloridanya yang mudah larut
dalam air. Untuk memperpanjang daya kerjanya, maka sering ditambahkan obat lain untuk menciutkan
pembuluh darah (vasokonstriktor) misalnya larutan adrenalin. Selain itu absorpsi akan diperlambat
dan toksisitasnya akan berkurang, mulai kerja akan lebih cepat dengan khasiat yang lebih bagus, serta
lokasi pembedahaan tidak berdarah namun larutan yang mengandung vasokonstriktor sebaiknya
jangan digunakan pada jari-jari tangan karena resiko gangrene.

H. Nama – Nama Obat Dalam Anastesi Lokal


1. Prokain
a. Farmakodinamik
 Dosisi 100 – 800 mg : analgesic ringan efek maksimal 10 – 20 ‘ hilang setelah 60 ‘
 Dhirolisis menjadi PABA ( para amino binzoic acid ) dapat menghambat kerja sulfonamid.
b. Farmakokinetik
 Absorpsi PABA ( para amino binzoic acid ) dan dietilaminoetanol
Hidrolisisnya cepat oleh enzim plasma ( prokain esterase )
 PABA Di eksresikan dalam urin ( dalam bentuk utuh dan tergonjugasi )
c. Indikasi
 Anastesi infitrasi, blok saraf, epidural, kaudal dan spinal
 Geriatric : perbaikan aktivitas seksual dan fungsi kelenjar endokrin
d. Kontra indikasi
Pemberian intravena untuk penderita miastenia gravis karena prokain menghasilkan derajat blok
neuromuskuler.
e. Dosis : 15 mg/kg BB
 Untuk infitrasi : larutan 0.25 – 0.5 % dosis maksimumnya 1000 mg.
 Onset : 2- 5 menit, durasi 30 – 60 menit.
 Bisa ditambah adrenalin ( 1 : 100.000 atau 1 : 200.000)
 Dosis untuk epidural ( maksimum ) 25 ml larutan 1.5% . Untuk kaudal 25 ml larutan 1.5%. spinal
analgesia 50 – 200 mg. tergantung efek yang diinginkan lamanya 1 jam.
2. Lidokain ( lignocain, xylocain, lidonest )
a. Farmakodinamik
 Anestesi lokal kuat. Terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif dari pada prokain.
 Larutan lidokain o.5 % adalah anastesi infiltrasi, 1 – 2 % ; nastesi blok dan topical.
 Efektif tanpa vasokontraktor, kcepatan absorpsi dan toksitas, masa keja lebih pendek.
b. Farmakokinetik
 Absorpsinya mudah diserap dari tempat ijeksi
 Dapat tembus sawar darah otak
 Metabolism : di hati , eksresinya di urin
c. Indikasi
1. Injeksi : anastesi infitrasi, blok saraf anestesi epidural, kaudal dan mukosa
2. Anest infitrat : larutan .025 % – 0.50% dengan atau tanpa adrenalain
3. Kedok gigi : larutan 1 – 2 % lidokain dengan adrenalin
4. Anestesi permukaan, anest kornea mata ( lidokain 2 % + adrenalin )
d. Kontra indikasi
Iritabilitas jantung
e. Efek samping
Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efek terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing,
parestesia, gangguan mental, koma, dan seizures. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan
kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti jantung.
f. Dosis
1. Kosentrasi efektif minimal 0.25 %.
2. Infitrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik.
3. Kerja sekitar 1 – 1.5 juam tergantung konsetrasi larutan.
4. Larutan standar 1 atau 1.5% untuk blok perifer.
5. 0.25 % - 0.5 % + adrenalin 200.000 untu infitrasi.
6. 0.5 % untuk blok sensorik tanpa blok motorik.
7. 1 % untuk blok motorik dan sensorik
8. 2 % untuk blok motorik pasien yang berotot (muscular)
9. 4% atau 10 % untuk topical semprot faring – laring
10. 5 % bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakea
11. 5 % lidokain dicampur prilokain untuk topical kulit.
12. 5 % hiperbarik untuk analgesia intratekal
3. Bupivakain (marcain)
Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain. Toksisitas setaraf dengan tetrakain. Untuk infiltrasi dan
blok saraf perifer dipakai larutan 0.25 – 0.75%. Dosisi maksimal 200mg. Duration 3 – 8 jam, kosentrasi
efekti minimal 0.125 %. Mulai kerja lebih lambat disbanding lidokain. Setelah suntik kaudal, epidural,
atau infiltrasi, kadar plasma puncak dicapai dalam 45 menit. Kemudian menurun perlahan – lahan
dalam 3 – 8 jam. Untuk anastesi spinal 0.5% volume antara 2 – 4 ml iso atau hiperbarik. Untuk blok
sensorik epidural 0.375% dan pembedahan 0.75%.

4. Kokain
Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4 % untuk mukosa jalan napas atas. Lama kerja 2 – 30
menit.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah anestesia dikemukakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes, yang artinya “tidak ada rasa
sakit”. Istilah ini menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat
dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan.
Anestesia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Anestesia lokal → hilang rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran
b. Anestesia umum → hilang rasa sakit disertai hilang kesadaran

Anestetik lokal atau penghilang rasa setempat adalah obat yang pada penggunaan lokal merintangi
secara reversibel penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi
rasa nyeri, gatal-gatal rasa panas atau dingin. Banyak persenyawaan lain juga memiliki daya kerja
demikian, tetapi efeknya tidak reversibel dan menyebabkan kerusakan permanen terhadap sel-sel
saraf. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil
tubuh seperti gigi atau area kulit.
Kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu jenis obat yang digunakan sebagai anestesi lokal, antara lain;
a. Tidak merangsang jaringan
b. Tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap susunan saraf.
c. Toksisitas sistemik rendah.
d. Efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada selaput lendir.
e. Mulai kerjanya sesingkat mungkin, tetapi bertahan cukup lama dan dapat larut dalam air dan
menghasilkan larutan yang stabil, juga terhadap pernapasan (sterilisasi).
B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam proses pembelajaran dan semoga bisa
menambah ilmu pengetahuan mengenai obat-obat anestesi lokal sehingga materi yang disampaikan
dapat dimengerti dan dapat diterima dengan baik.
Penggunaan Anestesi dan golongannya untuk meniadakan gangguan rasa sakit di SSP sangatlah penting
dan berguna. Tetapi, harus tetap berpegang teguh pada aturan dan juga sang konseler yaitu dokter.
Apabila penggunaan nya atau pun penggunaan obat secara universal ini disalah gunakan, tentulah
akibat buruk yang akan di dapat di akhir eksperimen kita sebagai orang awam yang tak tahu apapun
tentang obat dan efek sampingnya apabila penggunaannya salah.
DAFTAR PUSTAKA

Jordan, Sue. 2002. Farmakologi Kebidanan. Jakarta: EGC. 2004


Barber, Paul dan Deboran Robertson. 2009. Intisari Farmakologi untuk Perawat. Jakarta : EGC. 2013
Sunaryo. 1995. Kokain dan Anestetik Lokal Sintetik. Dalam : ed. Ganiswarna SG. Farmakologi dan Terapi.
Jakarta: Gaya Baru, 1995: 234-47
Nurlianti, Sitti. 2011. Anastesi Lokal. http://lianchingublog.blogspot.com/2011/12
/anastesi-lokal.html. Diakses pada tanggal 12 November 2014 (pukul 15.50 wib)
Novertasari, Blisa. 2011. Anestesi Lokal. http//blisha.wordpress.com/2011/04/03/
Farmakologi-anestesi-lokal/. Diakses pada tanggal 12 November 2014 (pukul 15.54)
Saputra,Arif. 2014. Makalah Anestesi Umum dan Lokal. http://arifsaputra96.blogspot.
com/2014/01/makalah-farmakologi-tentang-obat.html. Diakses pada tanggal 16 November 2014
(pukul 20.19 wib)
Halimah, Nova Nurul. 2013. Makalah Anestesi. http ://peinovenuru.blogspot.com
/2013/07/makalan-anestesi.html. Diakses pada tanggal 17 November (pukul 02.26)
Sidauruk, Polobye. 2011. Obat Anestesi Lokal. http://polobye.blogspot.com/2011/05/
Obat-anestesi-lokal.html. Diakses pada tanggal 17 November (pukul 08.00)

MAKALAH ANESTESI LOKAL

Diposting oleh Puput Anistya H di 17.19

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas dari mata kuliah Farmakologi. Adapun makalah ini mengenai “Anestesi Lokal”.
Pada kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Demi pengembangan kreatifitas kami sebagai penyusun dan
kesempurnaan makalah ini, kami menunggu kritik dan saran dari pembaca, baik dari segi isi serta
pemaparannya. Harapan kami semoga pada makalah yang akan datang dapat diperbaiki.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan karena faktor keterbatasan pengetahuan dari penyusun, maka kami dengan senang
hati menerima kritikan serta saran – saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Dan harapan kami sebagai penyusun adalah semoga hasil dari penyusunan makalah ini dapat
dimanfaatkan bagi generasi mendatang, khususnya mahasiswi D-III Akademi Kebidanan Jakarta Mitra
Sejahtera Jambi.

Akhir kata, melalui kesempatan ini kami, penyusun makalah mengucapkan banyak
terima kasih.

Jambi, 12 November 2014


Penyusun
DAFTAR ISI

Kata pengantar ........................................................................................................................ 1


Daftar isi ................................................................................................................................... 2

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang .................................................................................................................... 3


B. Tujuan penulisan ............................................................................................................... 3
C. Manfaat penulisan ............................................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian anestesi lokal .................................................................................................... 5


B. Stuktur anestesi lokal ......................................................................................................... 5
C. Mekanisme kerja anestesi lokal ......................................................................................... 6
D. Farmakokinetik dan farmakodinamik obat anestesi lokal ................................................. 6
E. Efek samping obat anestesi lokal ...................................................................................... 7
F. Cara pemberian obat anestesi lokal ............................................................................ 8
G. Jenis – jenis anestesi lokal............................................................................................ 8
H. Nama - nama obat dalam anestesi lokal .................................................................... 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 11
B. Saran .................................................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 28


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi,
kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
(Wikipedia, 2007)
Penggunaan anastesi lokal untuk pencegahan rasa sakit selama operasi, dimulai lebih dari 100
tahun yang lalu sewaktu Kaller (1884) seorang opthalmologist di Wina, mencatat kegunaan dari kokain
suatu ester dari asam para amino benzoat (PABA), dalam menghasilkan anstesi korneal. (Rusda, 2004)
Anastesi injeksi yang pertama adalah ester lain dari PABA yaitu Procaine yang disintesa oleh
Einhorn pada tahun 1905. Obat ini terbukti tidak bersifat adiksi dan jauh kurang toksik dibanding
kokain. Ester-ester lain telah dibuat termasuk Benzocaine, Dibucaine, Tetracaine dan Chloroprocaine,
dan semuanya terbukti sedikit toksisitasnya, tetapi kadang-kadang menunjukkan sensitisasi dan reaksi
alergi. (Rusda, 2004)
Penelitian untuk anastesi lokal terus berlangsung sehingga banyak obat-obat dengan berbagai
keuntungan dapat digunakan pada saat ini. Oleh sebab itu, sebagai mahasiswa kedokteran harus
mempelajari bagaimana memilih jenis obat anastesi lokal yang akan digunakan dan cara
penggunaannya. Obat – obat anastsi lokal dikembangkan dari kokain yang digunakan untuk pertama
kalinya dalam kedokteran gigi dan oftalmologi pada abad ke – 19. Kini kokain sudah diganti dengan
lignokain (lidokain), buvikain (marccain), prilokain dan ropivakain. Prilokain terutama digunakan
dalam preparat topical.
B. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui Sejarah Ilmu Anestesi
2. Untuk mengetahui Pengertian Anestesi Lokal
3. Untuk mengetahui Struktur Anastesi Lokal
4. Untuk mengetahui Mekanisme Kerja
5. Untuk mengetahui Farmakokinetik dan Farmakologi Anestesi Lokal
6. Untuk mengetahui Efek Samping Obat Anastesi Lokal
7. Untuk mengetahui Jenis – jenis Anestesi Lokal
8. Untuk mengetahui Nama – Nama Obat Dalam Anastesi Lokal
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai penambah pengetahuan tentang obat-obat anestesi lokal.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan referensi dan tambahan pengetahuan tentang obat-obat anestesi lokal.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Sejarah Ilmu Anestesi


16 Oktober 1846 dicatat sebagai revolusi dalam bidang pengobatan. William T.G Morton
menyediakan anestesi kepada pasien bernama Edward G. A., menggunakan dietil eter untuk pertama
kali pada operasi pengangkatan lesi vaskuler pada leher Edward. Nyeri yang diderita pada pasien ini
tidak dirasakannya. 16 Oktober 1846, tanggal penting tentang sejarah pengobatan tetapi juga penting
terhadap penyediaan anestesi. Hal itu adalah pengukuhan dari yang ahli untuk teknik pengurangan rasa
sakit. Diruang operasi, di medan perang, kamar bersalin, dan klinik-klinik, pasien-pasien mendapat
keuntungan dari team anestesi yang mengikuti jejak para pendahulunya. Sebuah perusahaan mengerti
aspek bersejarah dari pembangunan teknik dan teknologi dari anestesi dan sebuah penghargaan
kepada segala kepribadiaan yang mendalam atau ilmu anestesiologi, dimana praktek untuk menguragi
rasa sakit adalah lebih dari suatu skill namun itu merupakan suatu seni.

Sejarah awal ilmu anestesiaologi


Latar Belakang
Kontrol sakit selama operasi tidak selalu sepenting seperti sekarang ini. Penulis roman, Celcius
menyatakan “tanpa kasihan” adalah karakteristik esensial dri seorang ahli bedah, selama berabad-abad.
Meskipun beberapa ahli bedah mengaku bahwa mereka menemukan elemen yang menyebabkan
pekerjaannya yang selalu terganggu, kebanyakan menjadi terbiasa dengan kemauan dari pasien
tersebut. Peelajar kedokteran bertanding dengan guru-guru mereka, biasanya menghilangkan segala
taksiran distress dari pasiennya sementara mereka mencatat apa yang disaksikannya. Bahkan tulisan
dari penulis dari pimpinan ahli bedah biasanya menolak menulis nyeri pembedahan sebagai topik
diskusinya. Sebelum kedatangan anestesi, edisi 1842 ‘elemen dari pembedahan”dari Robert Liston
meliputi deskripsi detail dari prosedur elektif dan emergensi pada ekstremitas, kepala dan leher, dada
dan genital, tapi mengabaikan diskusi dari segala bentuk analgesik. Pada jaman Liston, dalam beberapa
tahun sebelumnya, nyeri merupakan hal yang dipertimbangkan sebagai simptom yang penting.
Terhadap perkenalandari dietil eter yang diberikan sebelumnya, banyak ahli bedah menyetujui
pendapat Liston, bahwa nyeri merupakan konsekuensi yang pasti terjadi dari pembedahan. Disamping
pendapat-pendapat tersebut banyak sarana yang dipergunakan untuk memperoleh anestesi.
Dioscorides, ahli dari abad Iberkomentar bahwa Madragora, obat yang dipersiapkan dari kulit pohon
dan daun tanaman Manrake. Dia menyatakan bahwa substansi tanaman dapat direbus dalam anggur
dan dipergunakan “bila orang yang akan dibedah, bila mereka mau untuk di anestesi,”. Mandragora
masih sering dipergunakan untuk menganestesi pasien sampaidengan abad ke 17.

Dari abad ke 9-13, spons dengan obat tidur adalah mode yang doinan untuk mengurangi sakit
selama operasi. Daun Mandrake dengan tanaman beracun, candu dan tumbuhan lain, direbus bersama-
sama dan disiramkan ke atas spons.Spons tersebut lalu disusun kedalam air panas dan diletakan ke
hidung pasien selama pembedahan. Sebagai publikasi dari laporan pada saat itu. Spons tersebut pada
umumnya mengandung mofin dan skopolamin dalam jumlah yang bervariasi, obat yang dipergunakan
dalam anestesi modern. Sebagai tambahan daripada menggunakan “spons tidur” orang Eropa
mengurangi rasa nyeri dengan hipnosis dengan meminum alkohol, tumbuhan dan ekstrak dari tanaman
yang telah dipersiapkan dan sebagai anestesi topikal yaitu dengan tekanan atau memakai es.
Pada abad ke 11, efek anestesi dari air dingin dan es mulai ditemukan. Pada pertengahan abad
ke 17, Marco Aurelio Severino medeskripsikan “anestesi kulkas” meletakan salju dalam garis paralel
melintasi lapangan insisi, dia dapat membuat tempat operasi menjadi tidak bersensasi dalam beberapa
menit. Teknik ini tidak pernah menjadi terkenal, mungkin karena tantangan dari penyimpanan salju
tahunan yang tidak cukup.
Dietil eter telah diketahui selama berabad-abad karena penggunaannya dahulu sebagai anestesi
pembedahan. Hal itu dilakukan bersama, pada mulanya pada abad ke-8 oleh filsafat Arab, Jabri Ibnu
Hayyam atau mungkin oleh Raymond Lully, pada abad ke 13, seorang ahli kimia Eropa. Tetapi dietil eter
baru pertama kali diketahui pada abad ke-16 oleh Valerius Cordus dan Paracelcius, yang
mempersiapkan hal itu dengan menyuling asam sulfur (minyak dari vitriol) dengan anggur dicampur
alkohol untuk memproduksi oleum Vitroli dulce (minyak panas dari vitriol). Paracelsius (1493-1541)
mengobservasi bahwa hal itu membuat ayam tertidur dan bangun tanpa kesakitan. Dia menjadi
waspada terhadap kualitas analgetik tesebut. Walaupun demikian tidak ada catatan bahwa sarannya
tersebut diikuti.
Tiga abad kemudian, hal yang sederhana ini meninggalkan agen terapetik dengan hanya
penggunaannya yang secara kebetulan. Beberapa dari milik tersebut diperiksa oleh beberapa ilmuwan
Inggris termasuk Robert Boyle, Isaac Newton dan Michael Faraday, namun tanpa ketertarikan. Hal itu
hanya merupakan alikasi rutin dan merupakan obat rekreasi yang tidak mahal diantara orang-orang
miskin di Inggris dan Irlandia, dimana kadang-kadang meminum satu atau dua eter yang mana karena
pajak membat kepemilikannya menjadi mahal. Variasi Amerika dari praktek ini dilakukan oleh
sekelompok pelajar yang membasuh muka dengan handuk bereter pada aktu malam “gurauan eter”.
Seperti eter, nitrat oksida diketahui berguna untuk menginduksi sehingga kepala terasa ringan
dan sering dihirup oleh orang yang mendapat ketegangan. Barang ini jarang dipergunakan seperti eter
karena lebih kompleks untuk dipersiapkan dan kaku untuk disimpan. Benda itu diproduksi dengan
memanaskan amonium nitrat. Gas yang bekerja lambat melewati air untuk mengeliminasi oksida oksik
dari nitrogen sebelum disimpan. Nitrat oksida pertama kali dipersiapkan tahun 1773 oleh Joseph
Prietsley, seorang ilmuwan Inggris. Dalam tahun pembelajarannya, Prietsley mempersiapkan dan
memeriksa beberapa gas termasuk nitrat oksida, amonia, sulfur dioksida, oksigen, karbon monooksida
dan karbon dioksida
Pada akhir abad ke-19 di Inggris, ada keinginan yang kuat dalam dugaan penggunaan efek yang
menyehatkan dari air mineral dan gas. Hal ini membuat pembangunan tempat air panas untuk umum.
Partikel air dan gas dipercaya untuk mencegah dan mengobati penyakit. Hal itu membuat penggunaan
dari gas untuk menyembuhkan sariawan, tuberkulosis dan penyakit lain membuat Thomass Beddoes
untuk membuka Institut pneumonia dekatdengan pemandian kecil dari Hotwells, dikota Bristol, dimana
dia menyewa Humphry Davy pada tahun 1798 untuk menjalankan proyek penelitiannya.
Humphry Davy (1778 – 1892) adalah seorang muda dengan penuh kemampuan. Dia
mempertunjukan seri-seri penelitian yang luar biasa dari beberapa gas, namun terutama di fokuskan
pada nitrat oksida, dimana dia bersama temannya menghirup melalui masker wajah yang didesain
untuk perusahaan James Watt, penemu dari mesin uap. Davy mempergunakan mesin ini untuk
mengukur rata-rata pengambilan nitrat oksida dan efeknya pada pernapasan dan aksinya pada sistem
saraf pusat. Hasil ini dikombinasikan dengan penelitian properti fisik dari nitrat oksida, 580 halaman
buku dipublikaasikan pada tahun 1800. Uraian yang mengesankan ini sekarang diingat sebagai
beberapa observasi yang tanpa sengaja. Komentar Davy bahwa nitrat oksida secara sementara
meringankan sakit kepala yang berat, membebaskan sakit kepala yang ringan dan menghilangkan rasa
sakit gigi. Kutipan yng paling sering diutarakan :”seperti nitrat oksida dalam operasi yang liuas muncul
dengan kemampuan untuk menghilangkan rasa nyeri, benda itu mungkin dapat dipergunakan dalam
operasi pembedahan dengan pancaran darah yang tidak besar”. Meskipun Davy tidak mengikuti
ramalan ini, mungkin karena mengatur karirnya dalam dasar penelitiannya, dia menguangkan sifat dari
nitrat oksida sebagai “gas tertawa”.
John Snow ; Ahli anestesi pertama
John Snow telah merupakan ilmuwan yang ternama yang telah mempresentasikan makalah dari
subjek fisiologis waktu kabar dari anestesi eter telah mencapai Inggris pada Desember 1846. Dia
menunjukan ketertarikannya dalam praktek anestesi dan dalam waktu singkat diundang untuk bekerja
sama dengan ahli bedah pada waktu itu. Dia tidak hanya fasih dalam penyediaan anestesi tetapi juga
seorang peneliti yang ulet. Deskripsi inovatif tentang derajat anestesi berdasarkan respon pasien tidak
dapat ditingkatkan selama 70 tahun.
Sebagai tambahan untuk membangun aspek yang kuat untuk memperdalam fisiologi anestesi,
Snow juga mempromosikan pengembangan alat-alat anestesi. Dia segera menyadari bahwa pengisapan
eter yang tidak adekuat pada waktu pasien bernapas dengan alat yang ditempelkan pada mulut. Setelah
berlatih anestesi hanya selama 2 minggu, Snow merancang seri pertana dari eter inhaler. Peralatannya
mengandung katup unudireksional. Masker wajah sederhana buatan sendiri, yang mendekati bentuk
masker wajah modern. Bagian dari wsjah tersebut dihubungkan kedalam alat penguapan dengan
sebuah tabung pernapasan, yang mana dirancang lebih lebar dari trakea manusia sehingga meskipun
pernapasan yang epat tidak akan terbuang. Kait besi didalam alat memastikan pengangkutan dari eter.
Objek tersebut menggantung tempat dari air hangat untuk mengatur agen yang cenderung setelah
tercukupi dengan membeikan observasi secara Cuma-Cuma. “Tidak ada batasan kebanggaan dalam
membuatnya”.
Pada tahun berikutnya, John Snow memperkenalkan inhaler kloroform, dia telah mengenal sifat-
sifatnya dan memilihnya sebagai bahan uji coba. Pada saat yang bersamaan, dia menyatakan bahwa
untuk menjadi seri percobaan yang luar biasa harus meliputi lingkungan dan sikap.Snow menyadari
bahwa ahli anestesi yang baik tidak hanya menghilangkan nyeri, tetapi juga mencegah pergerakan. Dia
menganestesi beberapa spesies binatang dan beberapa variasi konsentrasi daripada eter dan kloroform
untuk mengetahui konsentrasi yang tepat untuk mencegah gerakan terhadap stimulus yang tajam.
Meskipun adanya keterbatasan teknologi pada tahun 1848, elemen dari pekerjaannya mengantisipasi
konsep modern dari konsentrasi alveolar minimal (MAC). Snow menyatakan bahwa aksi dari anestesi
dalam jumlah yang potensial dan meskipun dia tidak menemukan pengganti terhadap kloroform atau
eter, dia menemukan hubungan antara kelarutan, gaas, tekanan dan potensi anestesi yang tidak terlalu
dihargai sampai setelah perang dunia II dimana Charles Suckling memerintahkan prinsip Sow dalam
menciptakan halotan. Dia juga membuat percobaan dengan peralatan sirkuit tertutup yang subjeknya
Snow sendiri, menghirup oksigen sambil mengeluarkan karbondioksida yang di absorbsi oleh potasium
hidroksida. Snow menciptakan 2 buku Inhalasi dari bentuk gas eter (1847) dan kloroform dan anestesi
lainnya (1858) yang hampir selesai ketika dia meninggal karena stroke pada umur 45 tahun.
Penyelidikan Snow tidak membatasi ilmu anestesi. Memorinya juga dihargai oleh berbagai
spesialis dalam bidang penyakit infeksi dan tropis yang di buktikn dengan studi epidemologi pada
tahun 1854, dimana kolera ditrnsmisikan melalui air. Pada saat itu sebelum perkembangan
mikrobiologi oleh Louis Pasteur dan Robert Koch banyakilmuwan di Amrika utara dan Eropa
menyangka bahwa bahaya epidemi kolera berulang karena kontaminasi dari udara. Dalam beberapa
tahun, Snow telah percaya bahwa karena penyakit tersebut disebabkan oleh traktus gastrointestinal
maka agen penyebabnya pasti karena termakan, bukan karena pernapasan. Pada tahun 1854 dia
memperoleh kesempatan membuktikan tesisnya ketika kolera melanda daerahnya di London dan
menyebabkan kematiaan 500 orang di dekat kediamannya. Snow menyatakan bahwa persediaan suplai
air dari orang-orang tersebut berasal dari pompa di broad street. Dia menyipkan apa yang menjadi
survey epidemologi pertamanya. Dengan informasi tersebut dia dapat meyakinkan orang-orang pada
daerah tersebut untuk mencari sumber air lain. Masalah epidemologi tersebut terselesaikan.
Penemuan Anestesia Regional pada Abad XIX
Anestetik lokal pertama yang efektif adalah kokain, ektrak dari daun coca. Kemampuannya dalam
mematirasakan membran mukosa dan jaringan terbuka telah diketahui selama berabad-abad di Peru.
Albert Niemann memurnikan alkaloid aktif tersebut dan menamainya cocaine.
Carl Koller (1857 – 1944), seorang dokter mata di Wina, Austria, pertama kali menggunakan
kokain pada praktek kliniknya pada 1884. Sebelumnya, banyak operasi mata tanpa anestesia dan empat
dekade setelah ditemukannya eter, anestesi umum memiliki keterbatasan.
Dokter-dokter bedah Amerika dengan cepat mengembangkan aplikasi kokain:
a. Oktober 1884, anetesia terhadap hidung, mulut, laring, trakea, rektum dan uretra.
b. November 1884, injeksi subkutan.
c. Desember 1884, Wiliam Halstead dan Richard Hall menjabarkan blok sensorik muka dan lengan.

Kecanduan kokain dan morfin merupakan masalah yamng sering timbul pada akhir abad XIX.
Teknik anestesia lokal lainnya dilakukan sebelum akhir abad XIX. Tahun 1885, Leonard Corning,
dokter ahli saraf, melakukan anestesia spinal dan mengusulkan substitusi eter untuk tindakan bedah
genitourinaria atau cabang-cabang bedah lainnya.
August Bier dan Theodor Tuffier, menjelaskan anestesia spinal otentik. Dalam comparative
review dari artikel asli dari Bier, Tuffier, dan Corning, disimpulkan bahwa injeksi Corning merupakan
anestesia ekstradural dan Bier berjasa dalam memperkenalkan anestesia spinal.
SKOPE ANESTESIOLOGY MODERN
Pengamatan perkembangan anesthesiology dapat diperluas sampai waktu yang tidak terbatas
oleh sebuah eksplorasi masing-masing subbagian, tetapi suatu penilaian dari pekerjaan kita langsung
akan tampak oleh “personal survey” tempat dimana kita bertugas.
Setelah pembedahan, pasien dipindahkan ke perawatan posenestesia atau ruang pemulihan,
sebuah tempat yang sekarang dianggap sebagai bangsal ahli anestesi. Limapuluh tahun yang lalu,
dibawa secara langsung dari ruang operasi ke bangsal bedah dan hanya diikuti oleh perawat junior.
Orang tersebut beruntung baik ketrampilan dan intervensi peralatan ketika komplikasi terjadi. Setelah
perang dunia II berpikir tentang pentingnya perawatan sentral. Tahun 1960, perawatan kritis
berkembang melalui penggunaan ventilator mekanik. Pasien yang membutuhkan beberapa hari
pengobatan intensif dan perawatan dirawat di sudut ruang pemulihan. Pada waktu itu, beberapa
tempat tidur diberi sekat dan direlokasi menjadi “intensice care units”. Prinsip perawatan resusitasi
dan suportif didirikan oleh ahli anestesi mentansformasi “critical care medicine”.
Masa depan anestesiologi sangat cerah. Obat-obat yang lebih aman yang sekali direvolusi
merawat pasien-pasien setelah pembedahan dengan konstan akan terus diperbaiki. Tugas anestesi
berlanjut meluas, sebagai dokter dengan latar belakang spesialis telah mengembngkan klinik kontrol
nyeri kronik dan pasien bedah rawat jalan. Praktek anestesi, baik didalam maupun diluar kamar
operasi, akan menjadi bagian dari pengalaman di atas meja operasi.

B. Pengertian Anestesi Lokal


Anestesi lokal adalah obat analgesik yang dirancang untuk digunakan secara klinis guna menghilangkan
sensasi secara reversible pada bagian tubuh tertentu. (Intisari Farmakologi untuk Perawat, 2009 : 37)
Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem saraf
pusat pada kegunaan lokal dengan demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau
dingin (Kartika Sari, 2013).
Anestesi lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan
saraf dengan kadar cukup. Anastetik local sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf
secara permanen. Kebanyakan anastetik local memenuhi syarat ini. Batas keamanan harus lebar, sebab
anastetik lokal akan diserap dari tempat suntikan. Mula kerja harus sesingkat mungkin, sedangkan
masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan operasi, tetapi tidak
demikian lama sampai memperpanjang masa pemulihan. Zat anastetik local juga harus larut dalam air,
stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.
C. Struktur Anestesi Lokal
Struktur dasar dari anastesi lokal terdiri dari tiga bagian, yakni suatu gugus amino hidrofil ( sekunder
atau tersiaer ) yang dihubungkan oleh suatu ikatan ester ( alcohol ) atau amaida dengan gugus aromatis
lipofil. Semakin panjang gugus alkoholnya maka semakin besar daya anastesinya, tetapi toksisitasnya
juga meningkat.
Anastesi lokal dapat digolongkan secara kelompok sebagai berikut :
a. Senyawa ester : kokain dan ester – PABA (tetrakain, benzokain, kokain, prokain)
b. Senyawa amida : dibukain, lidokain, prilokain, mepivakain
c. Lainnya : fenol, benzialkohol, etilklorida
Semua obat tersebut diatas adalah sintetis kecuali kokain yang alami.
Syarat ideal anestesi local :
1. Tidak merusak jaringan secara permanen
2. Batas keamanan lebar
3. Onset cepat
4. Durasi lambat
5. Larut air
6. Stabil dalam bentuk larutan
7. Tidak rusak karena proses penyaringan

D. Farmakokenetik dan Farmakodinamik Anestesi lokal


a. Farmakokinetik Anastesi Lokal
Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf yang akan
menghambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak terlalu penting dalam memantau mula
kerja efek dalam menentukan mula kerja anestesi dan halnya mula kerja anestesis umum terhadap
sistem saraf pusat dan toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topikal anestesi lokal bagaimanapun juga
memerlukan difusi obat guna mula keja dan lama kerja efek anestesinya.
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat jaringan, adanya bahan vasokonstriktor, dan sifat
fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor seperti epinefrin mengurangi penyerapan sistematik anestesi
lokal dari tempat tumpukan obat dengan mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini menjadi
nyata terhadap obat yang massa kerjanya singkat atau menengah seperti prokain, lidokain, dan
mepivakain (tidak untuk prilokain). Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat oleh kadar obat lokal
yang tinggi ,dan efek dari toksik sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk dalam
darah hanya 1/3 nya saja.
Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian bolus intravena.
Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam jaringan lemak. Setelah fase
distribusi awal yang cepat, yang mungkin menandakan ambilan ke dalam organ yang perfusinya tinggi
seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi lambat yang terjadi karena ambilan dari
jaringan yang perfusinya sedang, seperti otot dan usus. Karena waktu paruh plasma yang sangat singkat
dari obat tipe ester, maka distribusinya tidak diketahui.
Metabolisme dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang
mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang
bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali
bentuk netralnya yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus
ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh butirilkolinesterase
(pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas sekali mempunyai waktu paruh yang sangat
singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan kloroprokain. Penurunan pembersihan anestesi lokal
leh hati ini harus diantisipasi dengan menurunkan aliran darah kehati. Sebagai contoh, pembersihan
lidokain oleh hati pada binatang yang dianestesi dengan halotan lebih lambat dari pengukuran binatang
yang diberi nitrogen oksida dan kurare. Penurunan pembersihan ini berhubungan penurunan aliran
darah ke dalam hati dan penekanan mikrosom hati karena halotan.
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:
1. Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin tinggi kelarutan dalam lemak
akan semakin tinggi potensi anestesi local.
2. Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi ikatan dengan protein akan
semakin lama durasi nya.
3. pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin rendah pKa makin banyak basa,
makin cepat onsetnya. Anestetik lokal dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang
lambat. Jaringan dalam suasana asam (jaringan inflamasi)akan menghambat kerja anestetik lokal
sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Hal tersebut karena suasana asam akan menghambat
terbentuknya asam bebas yang diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi. Kecepatan onset
anestetika lokal ditentukan oleh:
a. Kadar obat dan potensinya
b. Jumlah pengikatan obat oleh protein dan
c. Pengikatan obat ke jaringan local
d. Kecepatan metabolisme
e. Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian vasokonstriktor (epinefrin) ditambah anestetika
lokal dapat menurunkan aliran darah lokal dan mengurangi absorpsi sistemik.
b. Farmakodinamik Anastesi Lokal
Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi lokal adalah:
1. Mekanisme Kerja
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel dengan cepat
mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial natrium (+40mV). Sebagai akibat
depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium
keluar sel merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium (sekitar -95mV); terjadi
lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan ionic transmembran
dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi
local pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut.
Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat saluran dalam
keadaan bergantung waktu dan voltase.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu serabut saraf,
nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan muncul potensial aksinya
menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi
hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan
makin banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika
arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang dihambat ini
tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial
istirahat jelas tidak terganggu.
Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin banyak molekul lipofilik,
makin cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor saluran natrium. Potensi mempunyai hubungan
positif pula dengan kelarutan lipid selama obat menahan kelarutan air yang cukup untuk berdifusi ke
tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut dalam air dibandingkan tetrakain,
etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat dengan masa kerja yang panjang. Obat-obat
tadi terikat lebih ekstensif pada protein dan akan menggeser atau digeser dari tempat ikatannya oleh
obat-obatan lain.
2. Aksi Terhadap Saraf
Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja terbatas pada
hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe serabut saraf akan membedakan
dengan nyata kepekaannya terhadap penghambatan anestesi local atas dasar ukuran dan mielinasi.
Aplikasi suatu anestesi local terhadap suatu akar serabut saraf, serabut paling kecil B dan C dihambat
lebih dulu. Serabut delta tipe A akan dihambat kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri dihambat
permulaan; kemudian sensasi lainnya menghilang; dan fungsi motor dihambat terakhir.
Adapun efek serabut saraf antara lain:
 Efek diameter serabut
Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak di mana propagasi suatu
impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi (berhubungan dengan constant ruang) jadi lebih
singkat. Selama mula kerja anestesi local, bila bagian pendek serabut dihambat, maka serabut
berdiameter kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls.
Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut dihambat oleh anestesi local
untuk menghentikan propagasi impuls. Makin tebal serabut saraf, makin terpisah jauh nodus tadi yang
menerangkan sebagian, tahanan yang lebih besar untuk menghambat serabut besar tadi. Saraf
bermielin cenderung dihambat serabut saraf yang tidak bermielin pada ukuran yang sama. Dengan
demikian, serabut saraf preganglionik B dapat dihambat sebelum serabut C kecil yang tidak bermielin.
 Efek frekuensi letupan
Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris mengikuti langsung dari
mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan anestesi local. Serabut sensoris, terutama serabut
nyeri ternyata berkecukupan letupan tinggi dan lama potensial aksi yang relative lama (mendekati 5
milidetik). Serabut motor meletup pada kecepatan yang lebih lambat dengan potensial aksi yang
singkat (0,5 milidetik). Serabut delta dan C adalah serabut berdiameter kecil yang terlibat pada
transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu, serabut ini dihambat lebih dulu dengan anestesi
local kadar rendah dari pada serabut A alfa.
 Efek posisi saraf dalam bundle saraf
Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari bundle dan oleh karena itu
saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi local diberikan secara suntikan ke dalam jaringan sekitar
saraf. Akibatnya bukan tidak mungkin saraf motor terhambat sebelum penghambatan sensoris dalam
bundle besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar, anestesi muncul lebih dulu di bagian
proksimal dan kemudian menyebar ke distal sesuai dengan penetrasi obat ke dalam tengah bagian
bundle saraf.

E. Mekanisme Kerja
Anastesi lokal menghilangkan rasa dengan jalan beberapa cara. Misalnya dengan cara menghindarkan
untuk sementara pembentukan dan trasmisi implus melalui sel saraf ujungnya. Seperti juga alcohol dan
barbital, anastesi lokal menghambat penerusan implus dengan cara menurunkan permebilitas
membran sel saraf untuk ion – natrium yang perlu bagi fungsi saraf yang layak. Hal ini disebabkan
adanya persaingan dengan ion kalsium yang berada berdekatan dengan membran neuron. Pada waktu
yang bersamaan, akibat turunnya laju depolarisasi, ambang kepekaan terhadap rangsangan listrik
lambat laun meningkat, sehingga akhirnya terjadi kehilangan rasa setempat secara resevibel.

F. Efek samping obat anastesi lokal


Pemberian obat anestesi lokal memiliki efek samping yang potensial sama tanpa bergantung pada cara
pemberian. Bidan harus memehami efek samping samping obat anestesi lokal ketika obat in diberikan
lewat jalur epidural atau spinal.
Efek samping obat anestesi lokal berhubungan dengan kerjanya, khususnya kemampuannya untuk
menghambat hantaran implus dalam jaringan yang dapat tereksitasi. Obat – obatan anestesi lokal akan
menyekat saluran cepat ion natrium padasemua jaringan penghantar implus, yaitu :
a. System saraf pusat
b. System pernafasan
c. Jantung dan system kardiovaskuler
d. imunologi
e. Depresi Otot polos
f. Otot sketlet.
a. Sistem saraf pusat
Sistem saraf pusat sangat rentan terhadap toksisitas anastesi lokal dan merupakan tempat tanda –
tanda pertanda dari overdosis ada pasien terjaga. Gejala awal adalah mati rasa circumoral, paresthesia
lidah, dan pusing. Keluhan sensory mungkin termasuk tinnitus dan penglihatan kabur. Tanda – tanda
rangsang ( kegelisahan, agitasi, paranoia) sering mendahului depresi system saraf pusat ( bebicara
cadel, mengantuk, pingsan) berkedut otot pembawa timbulnya kejang tonik – klonik. Dengan
penurunan aliran darah otak dan paparan obat, benzodiazepines dan hiperventilasi meningkatkan
ambang kejang yang disebabkan anastesi lokal.

b. System pernafasan
Lidokain menekan drive hipoksia ( respon ventilasi untuk PaO2 rendah ). Apne dapat hasil dari
kelumpuhan saraf frenik dan interkostal atau depresi pusat pernafasan medural berikut kontak lansung
dengan agen anestesi lokal ( sindrom apne postretrobulbar). Anastesi lokal rilrks otot polos bronchial,
lidokain intravena ( 1.5 mg/kg ) dapat memblokir refleks bronkokonstriksi kadang – kadang dikaitkan
dengan intubasi. Lidokain diberikan sebagai aerosol suatu dapat menyebabkan bronkospasme pada
beberapa pasien dengan penyakit saluran napas reaktif.
c. Jantung dan System kardiovaskuler
Secara umum, semua bius lokal menekan otomatisitas miokard ( fase depolarisasi IV spontan ) dan
mengurangi durasi periode refraktori. Kontraktilitas miokard dan kecepatan konduksi juga tertekan
pada kontrasi yang lebih tinggi. Hasil ini efek dari peubahan langsung membrane otot jantung ( natrium
blockade saluran jantung ) dan penghambat system saraf otonom. Semua anatesi lokal kecuali kokain
menghasilkan relaksasi otot polos, yang menyebabkan beberapa derajat vasodilatasi arteriol.
Kombinasi berikutnya dari bradikardi, blok jantung, dan hipotensi dapat berujung pada serangan
jantung. Mayor toksisitas kardiovaskuler biasanya membutuhkan sekitar tiga kali konsentrasi darah
yang menghasilkan kejang.
d. Imunologi
Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering, karena merupakan derifat para amnino benzoic
acids ( PABA ) yang dikenal sebaga allergen. PABA ini dapat menediakan efek anti bakteri dari
sulfonamide yang berdasarkan antagonism persaingan dengan PABA, oleh karena itu terapi dengan
sulfa tidak boleh dikombinasikan dengan penggunaan ester – ester tersebut. Toksisitas sangat
bergantung pada :
1. Jumlah larutan yang disuntukan
2. Kosentrasi obat
3. Ada tidaknya adrenalin
4. Vaskularisasi tempat suntikan
5. Absorpsi obat
6. Laju destruksi obat
7. Hipersensitivitas
8. Usia
9. Keadaan umum
10. Berat badan
e. Depresi Otot polos
Kontrasi uterus, usus dan kandung kemih akan tertekan oleh kerja obat – obat anastesi lokal. Inhibisi
kandung kemih biasanya menimbulkan restensi urin, tetapi sebaliknya inkontinensia urine da fases
mungkin saja terjadi. Analgesia epidural akan disertai dengan peningkatan resiko retensi urin
postpartum. Masalah yang potensial dlam jangka pendek dan jangka panjang yang timbul akibat
kateterisasi urine yang berkali – kali tidak boleh.
Sejumlah peniliti telah menunjukan bila obat anestesi lokal diberikan secara epidural maka:
1. Kala satu dan dua ersalinan cenderung berlangsung lebih lama ( perbedaan rerata antara anastesi
epidural dan pemberian opoid adalah 42 dan 14 menit )
2. Dilatasi serviks berjalan lenih lambat
3. Pemberian oksitosin memerlukan disis dua kali lipat
4. Malposisi janin lebih sering terjadi
5. Kemungkinan secsio cecarea karena distosia menjadi lebih besar
6. Perlahiran bayi dengan alat menjadi dua hingga empat kali
Obat – obat anastesi lokal memperpajang masa persalinan dengan :
1. Menimbulkan relaksasi otot – otot dasar panggul
2. Mengurangi refleks mengejan
3. Mengurangi upaya bayi untuk mendorong bayinya lahir
4. Bekerja langsung pada otot rahim dengan menurunkan tonus otot
5. Mengurangi pelepasan oksitosin secara pulsatile dari kelenjar hipofisi posterior.

 Efek anastesi lokal pada neonatus. Dalam pemberian obat anastesi lokal secara epidural dapt
memberikan efek neurobehavioural yang tidak jelas pada neonates yang tidak terdeteksi pada usia 18
bulan. System auditorius pada neonates dapat mengalami ganggguan sepintas, namun setiap efek
samping neurobehavioural tidak merintangi pmberian ASI.
Penggunaan analgesia epidural akan meningkatkan resiko hipoglikemia neonatal, takipnea dan
gangguan pada metabolism lipid. Tindakan analgesia epidural pada neonates memberikan
kemungkinan yang lebih kecil bagi neonates untk memiliki nilai APGAR yang rendah pada waktu lima
menit atau memerlukan nalokson jika dibandingkan dengan kemungkinan yang terjadi setelah
pepmberian opoid.

 Kewaspadaan dan kontraindkasi


Kewaspadaan dan kontraindikasi pada penggunaan obat anastesi lokal
a. Obat anestesi lokal tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat alergi terhadap setiap obat
anastesi yang secara kimia yang ada hubungannya terhadap konstituen yang membentuk obat tersebut.
b. Pemberian anastesi lokal tidak dianjurkan ibu hamil atau pasien baru saja mengalami perdarahan
karena respon kardiovaskuler terhadap kehilangan darah tersebut akan terganggu.
c. Obat anastesi lokal harus diberikan dengan hati – hati sekali jika terpaksa digunakan didaerah yang
mengalami inflamasi.
d. Obat anastesi lokal harus digunakan dengan hati – hati pada : blok jantung atau gangguan hantaran
jantung, epilepsi, penyakit hati atau ginjal, riwayat hipertermia, gangguan respirasi dan laktasi.
G. Cara - Cara Pemberian Obat Anestesi Lokal
Anestesi lokal umumnya digunakan secara parental misalnya pada waktu pembedahan kecil
dimana pemakaian anestesi umum tidak diperlukan. Beberapa cara pemberian anestesi lokal adalah:

 Anestesi Infiltrasi, suntikan diberikan di tempat yang dibius ujung-ujung syarafnya. Misal pada
daerah kecil kulit atau pada gusi untuk pencabutan gigi.
 Anestesi Penyaluran Saraf, penyuntikan dilakukan pada tempat banyak saraf berkumpul, hingga
tercapai anestesi pada bagian yang lebih luas. Misal pada lengan atau kaki
 Anestesi Permukaan, biasanya digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri atau gatal. Misalnya
dalam bentuk suppositoria untuk penyakit ambein.

Pada obat anestesi lokal, biasanya yang digunakan adalah garam-garam kloridanya yang mudah larut
dalam air. Untuk memperpanjang daya kerjanya, maka sering ditambahkan obat lain untuk menciutkan
pembuluh darah (vasokonstriktor) misalnya larutan adrenalin. Selain itu absorpsi akan diperlambat
dan toksisitasnya akan berkurang, mulai kerja akan lebih cepat dengan khasiat yang lebih bagus, serta
lokasi pembedahaan tidak berdarah namun larutan yang mengandung vasokonstriktor sebaiknya
jangan digunakan pada jari-jari tangan karena resiko gangrene.

H. Nama – Nama Obat Dalam Anastesi Lokal


1. Prokain
a. Farmakodinamik
 Dosisi 100 – 800 mg : analgesic ringan efek maksimal 10 – 20 ‘ hilang setelah 60 ‘
 Dhirolisis menjadi PABA ( para amino binzoic acid ) dapat menghambat kerja sulfonamid.
b. Farmakokinetik
 Absorpsi PABA ( para amino binzoic acid ) dan dietilaminoetanol
Hidrolisisnya cepat oleh enzim plasma ( prokain esterase )
 PABA Di eksresikan dalam urin ( dalam bentuk utuh dan tergonjugasi )
c. Indikasi
 Anastesi infitrasi, blok saraf, epidural, kaudal dan spinal
 Geriatric : perbaikan aktivitas seksual dan fungsi kelenjar endokrin
d. Kontra indikasi
Pemberian intravena untuk penderita miastenia gravis karena prokain menghasilkan derajat blok
neuromuskuler.
e. Dosis : 15 mg/kg BB
 Untuk infitrasi : larutan 0.25 – 0.5 % dosis maksimumnya 1000 mg.
 Onset : 2- 5 menit, durasi 30 – 60 menit.
 Bisa ditambah adrenalin ( 1 : 100.000 atau 1 : 200.000)
 Dosis untuk epidural ( maksimum ) 25 ml larutan 1.5% . Untuk kaudal 25 ml larutan 1.5%. spinal
analgesia 50 – 200 mg. tergantung efek yang diinginkan lamanya 1 jam.
2. Lidokain ( lignocain, xylocain, lidonest )
a. Farmakodinamik
 Anestesi lokal kuat. Terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif dari pada prokain.
 Larutan lidokain o.5 % adalah anastesi infiltrasi, 1 – 2 % ; nastesi blok dan topical.
 Efektif tanpa vasokontraktor, kcepatan absorpsi dan toksitas, masa keja lebih pendek.
b. Farmakokinetik
 Absorpsinya mudah diserap dari tempat ijeksi
 Dapat tembus sawar darah otak
 Metabolism : di hati , eksresinya di urin
c. Indikasi
1. Injeksi : anastesi infitrasi, blok saraf anestesi epidural, kaudal dan mukosa
2. Anest infitrat : larutan .025 % – 0.50% dengan atau tanpa adrenalain
3. Kedok gigi : larutan 1 – 2 % lidokain dengan adrenalin
4. Anestesi permukaan, anest kornea mata ( lidokain 2 % + adrenalin )
d. Kontra indikasi
Iritabilitas jantung
e. Efek samping
Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efek terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing,
parestesia, gangguan mental, koma, dan seizures. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan
kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti jantung.
f. Dosis
1. Kosentrasi efektif minimal 0.25 %.
2. Infitrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik.
3. Kerja sekitar 1 – 1.5 juam tergantung konsetrasi larutan.
4. Larutan standar 1 atau 1.5% untuk blok perifer.
5. 0.25 % - 0.5 % + adrenalin 200.000 untu infitrasi.
6. 0.5 % untuk blok sensorik tanpa blok motorik.
7. 1 % untuk blok motorik dan sensorik
8. 2 % untuk blok motorik pasien yang berotot (muscular)
9. 4% atau 10 % untuk topical semprot faring – laring
10. 5 % bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakea
11. 5 % lidokain dicampur prilokain untuk topical kulit.
12. 5 % hiperbarik untuk analgesia intratekal
3. Bupivakain (marcain)
Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain. Toksisitas setaraf dengan tetrakain. Untuk infiltrasi dan
blok saraf perifer dipakai larutan 0.25 – 0.75%. Dosisi maksimal 200mg. Duration 3 – 8 jam, kosentrasi
efekti minimal 0.125 %. Mulai kerja lebih lambat disbanding lidokain. Setelah suntik kaudal, epidural,
atau infiltrasi, kadar plasma puncak dicapai dalam 45 menit. Kemudian menurun perlahan – lahan
dalam 3 – 8 jam. Untuk anastesi spinal 0.5% volume antara 2 – 4 ml iso atau hiperbarik. Untuk blok
sensorik epidural 0.375% dan pembedahan 0.75%.

4. Kokain
Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4 % untuk mukosa jalan napas atas. Lama kerja 2 – 30
menit.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah anestesia dikemukakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes, yang artinya “tidak ada rasa
sakit”. Istilah ini menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat
dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan.
Anestesia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Anestesia lokal → hilang rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran
b. Anestesia umum → hilang rasa sakit disertai hilang kesadaran

Anestetik lokal atau penghilang rasa setempat adalah obat yang pada penggunaan lokal merintangi
secara reversibel penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi
rasa nyeri, gatal-gatal rasa panas atau dingin. Banyak persenyawaan lain juga memiliki daya kerja
demikian, tetapi efeknya tidak reversibel dan menyebabkan kerusakan permanen terhadap sel-sel
saraf. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil
tubuh seperti gigi atau area kulit.
Kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu jenis obat yang digunakan sebagai anestesi lokal, antara lain;
a. Tidak merangsang jaringan
b. Tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap susunan saraf.
c. Toksisitas sistemik rendah.
d. Efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada selaput lendir.
e. Mulai kerjanya sesingkat mungkin, tetapi bertahan cukup lama dan dapat larut dalam air dan
menghasilkan larutan yang stabil, juga terhadap pernapasan (sterilisasi).
B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam proses pembelajaran dan semoga bisa
menambah ilmu pengetahuan mengenai obat-obat anestesi lokal sehingga materi yang disampaikan
dapat dimengerti dan dapat diterima dengan baik.
Penggunaan Anestesi dan golongannya untuk meniadakan gangguan rasa sakit di SSP sangatlah penting
dan berguna. Tetapi, harus tetap berpegang teguh pada aturan dan juga sang konseler yaitu dokter.
Apabila penggunaan nya atau pun penggunaan obat secara universal ini disalah gunakan, tentulah
akibat buruk yang akan di dapat di akhir eksperimen kita sebagai orang awam yang tak tahu apapun
tentang obat dan efek sampingnya apabila penggunaannya salah.
DAFTAR PUSTAKA

Jordan, Sue. 2002. Farmakologi Kebidanan. Jakarta: EGC. 2004


Barber, Paul dan Deboran Robertson. 2009. Intisari Farmakologi untuk Perawat. Jakarta : EGC. 2013
Sunaryo. 1995. Kokain dan Anestetik Lokal Sintetik. Dalam : ed. Ganiswarna SG. Farmakologi dan Terapi.
Jakarta: Gaya Baru, 1995: 234-47
Nurlianti, Sitti. 2011. Anastesi Lokal. http://lianchingublog.blogspot.com/2011/12
/anastesi-lokal.html. Diakses pada tanggal 12 November 2014 (pukul 15.50 wib)
Novertasari, Blisa. 2011. Anestesi Lokal. http//blisha.wordpress.com/2011/04/03/
Farmakologi-anestesi-lokal/. Diakses pada tanggal 12 November 2014 (pukul 15.54)
Saputra,Arif. 2014. Makalah Anestesi Umum dan Lokal. http://arifsaputra96.blogspot.
com/2014/01/makalah-farmakologi-tentang-obat.html. Diakses pada tanggal 16 November 2014
(pukul 20.19 wib)
Halimah, Nova Nurul. 2013. Makalah Anestesi. http ://peinovenuru.blogspot.com
/2013/07/makalan-anestesi.html. Diakses pada tanggal 17 November (pukul 02.26)
Sidauruk, Polobye. 2011. Obat Anestesi Lokal. http://polobye.blogspot.com/2011/05/
Obat-anestesi-lokal.html. Diakses pada tanggal 17 November (pukul 08.00)

0 komentar on "MAKALAH ANESTESI LOKAL"

Posting Komentar

Posting Lama Beranda

MAKALAH ANESTESI LOKAL

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas dari mata kuliah Farmakologi. Adapun makalah ini mengenai “Anestesi Lokal”.
Pada kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Demi pengembangan kreatifitas kami sebagai penyusun dan
kesempurnaan makalah ini, kami menunggu kritik dan saran dari pembaca, baik dari segi isi serta
pemaparannya. Harapan kami semoga pada makalah yang akan datang dapat diperbaiki.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan karena faktor keterbatasan pengetahuan dari penyusun, maka kami dengan senang
hati menerima kritikan serta saran – saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Dan harapan kami sebagai penyusun adalah semoga hasil dari penyusunan makalah ini dapat
dimanfaatkan bagi generasi mendatang, khususnya mahasiswi D-III Akademi Kebidanan Jakarta Mitra
Sejahtera Jambi.

Akhir kata, melalui kesempatan ini kami, penyusun makalah mengucapkan banyak
terima kasih.
Jambi, 12 November 2014

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata pengantar ........................................................................................................................ 1


Daftar isi ................................................................................................................................... 2

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang .................................................................................................................... 3


B. Tujuan penulisan ............................................................................................................... 3
C. Manfaat penulisan ............................................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian anestesi lokal .................................................................................................... 5


B. Stuktur anestesi lokal ......................................................................................................... 5
C. Mekanisme kerja anestesi lokal ......................................................................................... 6
D. Farmakokinetik dan farmakodinamik obat anestesi lokal ................................................. 6
E. Efek samping obat anestesi lokal ...................................................................................... 7
F. Cara pemberian obat anestesi lokal ............................................................................ 8
G. Jenis – jenis anestesi lokal............................................................................................ 8
H. Nama - nama obat dalam anestesi lokal .................................................................... 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 11
B. Saran .................................................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 28


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi,
kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
(Wikipedia, 2007)
Penggunaan anastesi lokal untuk pencegahan rasa sakit selama operasi, dimulai lebih dari 100
tahun yang lalu sewaktu Kaller (1884) seorang opthalmologist di Wina, mencatat kegunaan dari kokain
suatu ester dari asam para amino benzoat (PABA), dalam menghasilkan anstesi korneal. (Rusda, 2004)
Anastesi injeksi yang pertama adalah ester lain dari PABA yaitu Procaine yang disintesa oleh
Einhorn pada tahun 1905. Obat ini terbukti tidak bersifat adiksi dan jauh kurang toksik dibanding
kokain. Ester-ester lain telah dibuat termasuk Benzocaine, Dibucaine, Tetracaine dan Chloroprocaine,
dan semuanya terbukti sedikit toksisitasnya, tetapi kadang-kadang menunjukkan sensitisasi dan reaksi
alergi. (Rusda, 2004)
Penelitian untuk anastesi lokal terus berlangsung sehingga banyak obat-obat dengan berbagai
keuntungan dapat digunakan pada saat ini. Oleh sebab itu, sebagai mahasiswa kedokteran harus
mempelajari bagaimana memilih jenis obat anastesi lokal yang akan digunakan dan cara
penggunaannya. Obat – obat anastsi lokal dikembangkan dari kokain yang digunakan untuk pertama
kalinya dalam kedokteran gigi dan oftalmologi pada abad ke – 19. Kini kokain sudah diganti dengan
lignokain (lidokain), buvikain (marccain), prilokain dan ropivakain. Prilokain terutama digunakan
dalam preparat topical.
B. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui Sejarah Ilmu Anestesi
2. Untuk mengetahui Pengertian Anestesi Lokal
3. Untuk mengetahui Struktur Anastesi Lokal
4. Untuk mengetahui Mekanisme Kerja
5. Untuk mengetahui Farmakokinetik dan Farmakologi Anestesi Lokal
6. Untuk mengetahui Efek Samping Obat Anastesi Lokal
7. Untuk mengetahui Jenis – jenis Anestesi Lokal
8. Untuk mengetahui Nama – Nama Obat Dalam Anastesi Lokal
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai penambah pengetahuan tentang obat-obat anestesi lokal.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan referensi dan tambahan pengetahuan tentang obat-obat anestesi lokal.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Sejarah Ilmu Anestesi


16 Oktober 1846 dicatat sebagai revolusi dalam bidang pengobatan. William T.G Morton
menyediakan anestesi kepada pasien bernama Edward G. A., menggunakan dietil eter untuk pertama
kali pada operasi pengangkatan lesi vaskuler pada leher Edward. Nyeri yang diderita pada pasien ini
tidak dirasakannya. 16 Oktober 1846, tanggal penting tentang sejarah pengobatan tetapi juga penting
terhadap penyediaan anestesi. Hal itu adalah pengukuhan dari yang ahli untuk teknik pengurangan rasa
sakit. Diruang operasi, di medan perang, kamar bersalin, dan klinik-klinik, pasien-pasien mendapat
keuntungan dari team anestesi yang mengikuti jejak para pendahulunya. Sebuah perusahaan mengerti
aspek bersejarah dari pembangunan teknik dan teknologi dari anestesi dan sebuah penghargaan
kepada segala kepribadiaan yang mendalam atau ilmu anestesiologi, dimana praktek untuk menguragi
rasa sakit adalah lebih dari suatu skill namun itu merupakan suatu seni.

Sejarah awal ilmu anestesiaologi


Latar Belakang
Kontrol sakit selama operasi tidak selalu sepenting seperti sekarang ini. Penulis roman, Celcius
menyatakan “tanpa kasihan” adalah karakteristik esensial dri seorang ahli bedah, selama berabad-abad.
Meskipun beberapa ahli bedah mengaku bahwa mereka menemukan elemen yang menyebabkan
pekerjaannya yang selalu terganggu, kebanyakan menjadi terbiasa dengan kemauan dari pasien
tersebut. Peelajar kedokteran bertanding dengan guru-guru mereka, biasanya menghilangkan segala
taksiran distress dari pasiennya sementara mereka mencatat apa yang disaksikannya. Bahkan tulisan
dari penulis dari pimpinan ahli bedah biasanya menolak menulis nyeri pembedahan sebagai topik
diskusinya. Sebelum kedatangan anestesi, edisi 1842 ‘elemen dari pembedahan”dari Robert Liston
meliputi deskripsi detail dari prosedur elektif dan emergensi pada ekstremitas, kepala dan leher, dada
dan genital, tapi mengabaikan diskusi dari segala bentuk analgesik. Pada jaman Liston, dalam beberapa
tahun sebelumnya, nyeri merupakan hal yang dipertimbangkan sebagai simptom yang penting.
Terhadap perkenalandari dietil eter yang diberikan sebelumnya, banyak ahli bedah menyetujui
pendapat Liston, bahwa nyeri merupakan konsekuensi yang pasti terjadi dari pembedahan. Disamping
pendapat-pendapat tersebut banyak sarana yang dipergunakan untuk memperoleh anestesi.
Dioscorides, ahli dari abad Iberkomentar bahwa Madragora, obat yang dipersiapkan dari kulit pohon
dan daun tanaman Manrake. Dia menyatakan bahwa substansi tanaman dapat direbus dalam anggur
dan dipergunakan “bila orang yang akan dibedah, bila mereka mau untuk di anestesi,”. Mandragora
masih sering dipergunakan untuk menganestesi pasien sampaidengan abad ke 17.

Dari abad ke 9-13, spons dengan obat tidur adalah mode yang doinan untuk mengurangi sakit
selama operasi. Daun Mandrake dengan tanaman beracun, candu dan tumbuhan lain, direbus bersama-
sama dan disiramkan ke atas spons.Spons tersebut lalu disusun kedalam air panas dan diletakan ke
hidung pasien selama pembedahan. Sebagai publikasi dari laporan pada saat itu. Spons tersebut pada
umumnya mengandung mofin dan skopolamin dalam jumlah yang bervariasi, obat yang dipergunakan
dalam anestesi modern. Sebagai tambahan daripada menggunakan “spons tidur” orang Eropa
mengurangi rasa nyeri dengan hipnosis dengan meminum alkohol, tumbuhan dan ekstrak dari tanaman
yang telah dipersiapkan dan sebagai anestesi topikal yaitu dengan tekanan atau memakai es.
Pada abad ke 11, efek anestesi dari air dingin dan es mulai ditemukan. Pada pertengahan abad
ke 17, Marco Aurelio Severino medeskripsikan “anestesi kulkas” meletakan salju dalam garis paralel
melintasi lapangan insisi, dia dapat membuat tempat operasi menjadi tidak bersensasi dalam beberapa
menit. Teknik ini tidak pernah menjadi terkenal, mungkin karena tantangan dari penyimpanan salju
tahunan yang tidak cukup.
Dietil eter telah diketahui selama berabad-abad karena penggunaannya dahulu sebagai anestesi
pembedahan. Hal itu dilakukan bersama, pada mulanya pada abad ke-8 oleh filsafat Arab, Jabri Ibnu
Hayyam atau mungkin oleh Raymond Lully, pada abad ke 13, seorang ahli kimia Eropa. Tetapi dietil eter
baru pertama kali diketahui pada abad ke-16 oleh Valerius Cordus dan Paracelcius, yang
mempersiapkan hal itu dengan menyuling asam sulfur (minyak dari vitriol) dengan anggur dicampur
alkohol untuk memproduksi oleum Vitroli dulce (minyak panas dari vitriol). Paracelsius (1493-1541)
mengobservasi bahwa hal itu membuat ayam tertidur dan bangun tanpa kesakitan. Dia menjadi
waspada terhadap kualitas analgetik tesebut. Walaupun demikian tidak ada catatan bahwa sarannya
tersebut diikuti.
Tiga abad kemudian, hal yang sederhana ini meninggalkan agen terapetik dengan hanya
penggunaannya yang secara kebetulan. Beberapa dari milik tersebut diperiksa oleh beberapa ilmuwan
Inggris termasuk Robert Boyle, Isaac Newton dan Michael Faraday, namun tanpa ketertarikan. Hal itu
hanya merupakan alikasi rutin dan merupakan obat rekreasi yang tidak mahal diantara orang-orang
miskin di Inggris dan Irlandia, dimana kadang-kadang meminum satu atau dua eter yang mana karena
pajak membat kepemilikannya menjadi mahal. Variasi Amerika dari praktek ini dilakukan oleh
sekelompok pelajar yang membasuh muka dengan handuk bereter pada aktu malam “gurauan eter”.
Seperti eter, nitrat oksida diketahui berguna untuk menginduksi sehingga kepala terasa ringan
dan sering dihirup oleh orang yang mendapat ketegangan. Barang ini jarang dipergunakan seperti eter
karena lebih kompleks untuk dipersiapkan dan kaku untuk disimpan. Benda itu diproduksi dengan
memanaskan amonium nitrat. Gas yang bekerja lambat melewati air untuk mengeliminasi oksida oksik
dari nitrogen sebelum disimpan. Nitrat oksida pertama kali dipersiapkan tahun 1773 oleh Joseph
Prietsley, seorang ilmuwan Inggris. Dalam tahun pembelajarannya, Prietsley mempersiapkan dan
memeriksa beberapa gas termasuk nitrat oksida, amonia, sulfur dioksida, oksigen, karbon monooksida
dan karbon dioksida
Pada akhir abad ke-19 di Inggris, ada keinginan yang kuat dalam dugaan penggunaan efek yang
menyehatkan dari air mineral dan gas. Hal ini membuat pembangunan tempat air panas untuk umum.
Partikel air dan gas dipercaya untuk mencegah dan mengobati penyakit. Hal itu membuat penggunaan
dari gas untuk menyembuhkan sariawan, tuberkulosis dan penyakit lain membuat Thomass Beddoes
untuk membuka Institut pneumonia dekatdengan pemandian kecil dari Hotwells, dikota Bristol, dimana
dia menyewa Humphry Davy pada tahun 1798 untuk menjalankan proyek penelitiannya.
Humphry Davy (1778 – 1892) adalah seorang muda dengan penuh kemampuan. Dia
mempertunjukan seri-seri penelitian yang luar biasa dari beberapa gas, namun terutama di fokuskan
pada nitrat oksida, dimana dia bersama temannya menghirup melalui masker wajah yang didesain
untuk perusahaan James Watt, penemu dari mesin uap. Davy mempergunakan mesin ini untuk
mengukur rata-rata pengambilan nitrat oksida dan efeknya pada pernapasan dan aksinya pada sistem
saraf pusat. Hasil ini dikombinasikan dengan penelitian properti fisik dari nitrat oksida, 580 halaman
buku dipublikaasikan pada tahun 1800. Uraian yang mengesankan ini sekarang diingat sebagai
beberapa observasi yang tanpa sengaja. Komentar Davy bahwa nitrat oksida secara sementara
meringankan sakit kepala yang berat, membebaskan sakit kepala yang ringan dan menghilangkan rasa
sakit gigi. Kutipan yng paling sering diutarakan :”seperti nitrat oksida dalam operasi yang liuas muncul
dengan kemampuan untuk menghilangkan rasa nyeri, benda itu mungkin dapat dipergunakan dalam
operasi pembedahan dengan pancaran darah yang tidak besar”. Meskipun Davy tidak mengikuti
ramalan ini, mungkin karena mengatur karirnya dalam dasar penelitiannya, dia menguangkan sifat dari
nitrat oksida sebagai “gas tertawa”.
John Snow ; Ahli anestesi pertama
John Snow telah merupakan ilmuwan yang ternama yang telah mempresentasikan makalah dari
subjek fisiologis waktu kabar dari anestesi eter telah mencapai Inggris pada Desember 1846. Dia
menunjukan ketertarikannya dalam praktek anestesi dan dalam waktu singkat diundang untuk bekerja
sama dengan ahli bedah pada waktu itu. Dia tidak hanya fasih dalam penyediaan anestesi tetapi juga
seorang peneliti yang ulet. Deskripsi inovatif tentang derajat anestesi berdasarkan respon pasien tidak
dapat ditingkatkan selama 70 tahun.
Sebagai tambahan untuk membangun aspek yang kuat untuk memperdalam fisiologi anestesi,
Snow juga mempromosikan pengembangan alat-alat anestesi. Dia segera menyadari bahwa pengisapan
eter yang tidak adekuat pada waktu pasien bernapas dengan alat yang ditempelkan pada mulut. Setelah
berlatih anestesi hanya selama 2 minggu, Snow merancang seri pertana dari eter inhaler. Peralatannya
mengandung katup unudireksional. Masker wajah sederhana buatan sendiri, yang mendekati bentuk
masker wajah modern. Bagian dari wsjah tersebut dihubungkan kedalam alat penguapan dengan
sebuah tabung pernapasan, yang mana dirancang lebih lebar dari trakea manusia sehingga meskipun
pernapasan yang epat tidak akan terbuang. Kait besi didalam alat memastikan pengangkutan dari eter.
Objek tersebut menggantung tempat dari air hangat untuk mengatur agen yang cenderung setelah
tercukupi dengan membeikan observasi secara Cuma-Cuma. “Tidak ada batasan kebanggaan dalam
membuatnya”.
Pada tahun berikutnya, John Snow memperkenalkan inhaler kloroform, dia telah mengenal sifat-
sifatnya dan memilihnya sebagai bahan uji coba. Pada saat yang bersamaan, dia menyatakan bahwa
untuk menjadi seri percobaan yang luar biasa harus meliputi lingkungan dan sikap.Snow menyadari
bahwa ahli anestesi yang baik tidak hanya menghilangkan nyeri, tetapi juga mencegah pergerakan. Dia
menganestesi beberapa spesies binatang dan beberapa variasi konsentrasi daripada eter dan kloroform
untuk mengetahui konsentrasi yang tepat untuk mencegah gerakan terhadap stimulus yang tajam.
Meskipun adanya keterbatasan teknologi pada tahun 1848, elemen dari pekerjaannya mengantisipasi
konsep modern dari konsentrasi alveolar minimal (MAC). Snow menyatakan bahwa aksi dari anestesi
dalam jumlah yang potensial dan meskipun dia tidak menemukan pengganti terhadap kloroform atau
eter, dia menemukan hubungan antara kelarutan, gaas, tekanan dan potensi anestesi yang tidak terlalu
dihargai sampai setelah perang dunia II dimana Charles Suckling memerintahkan prinsip Sow dalam
menciptakan halotan. Dia juga membuat percobaan dengan peralatan sirkuit tertutup yang subjeknya
Snow sendiri, menghirup oksigen sambil mengeluarkan karbondioksida yang di absorbsi oleh potasium
hidroksida. Snow menciptakan 2 buku Inhalasi dari bentuk gas eter (1847) dan kloroform dan anestesi
lainnya (1858) yang hampir selesai ketika dia meninggal karena stroke pada umur 45 tahun.
Penyelidikan Snow tidak membatasi ilmu anestesi. Memorinya juga dihargai oleh berbagai
spesialis dalam bidang penyakit infeksi dan tropis yang di buktikn dengan studi epidemologi pada
tahun 1854, dimana kolera ditrnsmisikan melalui air. Pada saat itu sebelum perkembangan
mikrobiologi oleh Louis Pasteur dan Robert Koch banyakilmuwan di Amrika utara dan Eropa
menyangka bahwa bahaya epidemi kolera berulang karena kontaminasi dari udara. Dalam beberapa
tahun, Snow telah percaya bahwa karena penyakit tersebut disebabkan oleh traktus gastrointestinal
maka agen penyebabnya pasti karena termakan, bukan karena pernapasan. Pada tahun 1854 dia
memperoleh kesempatan membuktikan tesisnya ketika kolera melanda daerahnya di London dan
menyebabkan kematiaan 500 orang di dekat kediamannya. Snow menyatakan bahwa persediaan suplai
air dari orang-orang tersebut berasal dari pompa di broad street. Dia menyipkan apa yang menjadi
survey epidemologi pertamanya. Dengan informasi tersebut dia dapat meyakinkan orang-orang pada
daerah tersebut untuk mencari sumber air lain. Masalah epidemologi tersebut terselesaikan.
Penemuan Anestesia Regional pada Abad XIX
Anestetik lokal pertama yang efektif adalah kokain, ektrak dari daun coca. Kemampuannya dalam
mematirasakan membran mukosa dan jaringan terbuka telah diketahui selama berabad-abad di Peru.
Albert Niemann memurnikan alkaloid aktif tersebut dan menamainya cocaine.
Carl Koller (1857 – 1944), seorang dokter mata di Wina, Austria, pertama kali menggunakan
kokain pada praktek kliniknya pada 1884. Sebelumnya, banyak operasi mata tanpa anestesia dan empat
dekade setelah ditemukannya eter, anestesi umum memiliki keterbatasan.
Dokter-dokter bedah Amerika dengan cepat mengembangkan aplikasi kokain:
a. Oktober 1884, anetesia terhadap hidung, mulut, laring, trakea, rektum dan uretra.
b. November 1884, injeksi subkutan.
c. Desember 1884, Wiliam Halstead dan Richard Hall menjabarkan blok sensorik muka dan lengan.

Kecanduan kokain dan morfin merupakan masalah yamng sering timbul pada akhir abad XIX.
Teknik anestesia lokal lainnya dilakukan sebelum akhir abad XIX. Tahun 1885, Leonard Corning,
dokter ahli saraf, melakukan anestesia spinal dan mengusulkan substitusi eter untuk tindakan bedah
genitourinaria atau cabang-cabang bedah lainnya.
August Bier dan Theodor Tuffier, menjelaskan anestesia spinal otentik. Dalam comparative
review dari artikel asli dari Bier, Tuffier, dan Corning, disimpulkan bahwa injeksi Corning merupakan
anestesia ekstradural dan Bier berjasa dalam memperkenalkan anestesia spinal.
SKOPE ANESTESIOLOGY MODERN
Pengamatan perkembangan anesthesiology dapat diperluas sampai waktu yang tidak terbatas
oleh sebuah eksplorasi masing-masing subbagian, tetapi suatu penilaian dari pekerjaan kita langsung
akan tampak oleh “personal survey” tempat dimana kita bertugas.
Setelah pembedahan, pasien dipindahkan ke perawatan posenestesia atau ruang pemulihan,
sebuah tempat yang sekarang dianggap sebagai bangsal ahli anestesi. Limapuluh tahun yang lalu,
dibawa secara langsung dari ruang operasi ke bangsal bedah dan hanya diikuti oleh perawat junior.
Orang tersebut beruntung baik ketrampilan dan intervensi peralatan ketika komplikasi terjadi. Setelah
perang dunia II berpikir tentang pentingnya perawatan sentral. Tahun 1960, perawatan kritis
berkembang melalui penggunaan ventilator mekanik. Pasien yang membutuhkan beberapa hari
pengobatan intensif dan perawatan dirawat di sudut ruang pemulihan. Pada waktu itu, beberapa
tempat tidur diberi sekat dan direlokasi menjadi “intensice care units”. Prinsip perawatan resusitasi
dan suportif didirikan oleh ahli anestesi mentansformasi “critical care medicine”.
Masa depan anestesiologi sangat cerah. Obat-obat yang lebih aman yang sekali direvolusi
merawat pasien-pasien setelah pembedahan dengan konstan akan terus diperbaiki. Tugas anestesi
berlanjut meluas, sebagai dokter dengan latar belakang spesialis telah mengembngkan klinik kontrol
nyeri kronik dan pasien bedah rawat jalan. Praktek anestesi, baik didalam maupun diluar kamar
operasi, akan menjadi bagian dari pengalaman di atas meja operasi.

B. Pengertian Anestesi Lokal


Anestesi lokal adalah obat analgesik yang dirancang untuk digunakan secara klinis guna menghilangkan
sensasi secara reversible pada bagian tubuh tertentu. (Intisari Farmakologi untuk Perawat, 2009 : 37)
Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem saraf
pusat pada kegunaan lokal dengan demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau
dingin (Kartika Sari, 2013).
Anestesi lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan
saraf dengan kadar cukup. Anastetik local sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf
secara permanen. Kebanyakan anastetik local memenuhi syarat ini. Batas keamanan harus lebar, sebab
anastetik lokal akan diserap dari tempat suntikan. Mula kerja harus sesingkat mungkin, sedangkan
masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan operasi, tetapi tidak
demikian lama sampai memperpanjang masa pemulihan. Zat anastetik local juga harus larut dalam air,
stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.
C. Struktur Anestesi Lokal
Struktur dasar dari anastesi lokal terdiri dari tiga bagian, yakni suatu gugus amino hidrofil ( sekunder
atau tersiaer ) yang dihubungkan oleh suatu ikatan ester ( alcohol ) atau amaida dengan gugus aromatis
lipofil. Semakin panjang gugus alkoholnya maka semakin besar daya anastesinya, tetapi toksisitasnya
juga meningkat.
Anastesi lokal dapat digolongkan secara kelompok sebagai berikut :
a. Senyawa ester : kokain dan ester – PABA (tetrakain, benzokain, kokain, prokain)
b. Senyawa amida : dibukain, lidokain, prilokain, mepivakain
c. Lainnya : fenol, benzialkohol, etilklorida
Semua obat tersebut diatas adalah sintetis kecuali kokain yang alami.
Syarat ideal anestesi local :
1. Tidak merusak jaringan secara permanen
2. Batas keamanan lebar
3. Onset cepat
4. Durasi lambat
5. Larut air
6. Stabil dalam bentuk larutan
7. Tidak rusak karena proses penyaringan

D. Farmakokenetik dan Farmakodinamik Anestesi lokal


a. Farmakokinetik Anastesi Lokal
Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf yang akan
menghambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak terlalu penting dalam memantau mula
kerja efek dalam menentukan mula kerja anestesi dan halnya mula kerja anestesis umum terhadap
sistem saraf pusat dan toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topikal anestesi lokal bagaimanapun juga
memerlukan difusi obat guna mula keja dan lama kerja efek anestesinya.
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat jaringan, adanya bahan vasokonstriktor, dan sifat
fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor seperti epinefrin mengurangi penyerapan sistematik anestesi
lokal dari tempat tumpukan obat dengan mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini menjadi
nyata terhadap obat yang massa kerjanya singkat atau menengah seperti prokain, lidokain, dan
mepivakain (tidak untuk prilokain). Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat oleh kadar obat lokal
yang tinggi ,dan efek dari toksik sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk dalam
darah hanya 1/3 nya saja.
Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian bolus intravena.
Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam jaringan lemak. Setelah fase
distribusi awal yang cepat, yang mungkin menandakan ambilan ke dalam organ yang perfusinya tinggi
seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi lambat yang terjadi karena ambilan dari
jaringan yang perfusinya sedang, seperti otot dan usus. Karena waktu paruh plasma yang sangat singkat
dari obat tipe ester, maka distribusinya tidak diketahui.
Metabolisme dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang
mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang
bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali
bentuk netralnya yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus
ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh butirilkolinesterase
(pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas sekali mempunyai waktu paruh yang sangat
singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan kloroprokain. Penurunan pembersihan anestesi lokal
leh hati ini harus diantisipasi dengan menurunkan aliran darah kehati. Sebagai contoh, pembersihan
lidokain oleh hati pada binatang yang dianestesi dengan halotan lebih lambat dari pengukuran binatang
yang diberi nitrogen oksida dan kurare. Penurunan pembersihan ini berhubungan penurunan aliran
darah ke dalam hati dan penekanan mikrosom hati karena halotan.
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:
1. Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin tinggi kelarutan dalam lemak
akan semakin tinggi potensi anestesi local.
2. Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi ikatan dengan protein akan
semakin lama durasi nya.
3. pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin rendah pKa makin banyak basa,
makin cepat onsetnya. Anestetik lokal dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang
lambat. Jaringan dalam suasana asam (jaringan inflamasi)akan menghambat kerja anestetik lokal
sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Hal tersebut karena suasana asam akan menghambat
terbentuknya asam bebas yang diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi. Kecepatan onset
anestetika lokal ditentukan oleh:
a. Kadar obat dan potensinya
b. Jumlah pengikatan obat oleh protein dan
c. Pengikatan obat ke jaringan local
d. Kecepatan metabolisme
e. Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian vasokonstriktor (epinefrin) ditambah anestetika
lokal dapat menurunkan aliran darah lokal dan mengurangi absorpsi sistemik.
b. Farmakodinamik Anastesi Lokal
Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi lokal adalah:
1. Mekanisme Kerja
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel dengan cepat
mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial natrium (+40mV). Sebagai akibat
depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium
keluar sel merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium (sekitar -95mV); terjadi
lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan ionic transmembran
dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi
local pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut.
Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat saluran dalam
keadaan bergantung waktu dan voltase.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu serabut saraf,
nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan muncul potensial aksinya
menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi
hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan
makin banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika
arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang dihambat ini
tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial
istirahat jelas tidak terganggu.
Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin banyak molekul lipofilik,
makin cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor saluran natrium. Potensi mempunyai hubungan
positif pula dengan kelarutan lipid selama obat menahan kelarutan air yang cukup untuk berdifusi ke
tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut dalam air dibandingkan tetrakain,
etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat dengan masa kerja yang panjang. Obat-obat
tadi terikat lebih ekstensif pada protein dan akan menggeser atau digeser dari tempat ikatannya oleh
obat-obatan lain.
2. Aksi Terhadap Saraf
Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja terbatas pada
hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe serabut saraf akan membedakan
dengan nyata kepekaannya terhadap penghambatan anestesi local atas dasar ukuran dan mielinasi.
Aplikasi suatu anestesi local terhadap suatu akar serabut saraf, serabut paling kecil B dan C dihambat
lebih dulu. Serabut delta tipe A akan dihambat kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri dihambat
permulaan; kemudian sensasi lainnya menghilang; dan fungsi motor dihambat terakhir.
Adapun efek serabut saraf antara lain:
 Efek diameter serabut
Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak di mana propagasi suatu
impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi (berhubungan dengan constant ruang) jadi lebih
singkat. Selama mula kerja anestesi local, bila bagian pendek serabut dihambat, maka serabut
berdiameter kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls.
Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut dihambat oleh anestesi local
untuk menghentikan propagasi impuls. Makin tebal serabut saraf, makin terpisah jauh nodus tadi yang
menerangkan sebagian, tahanan yang lebih besar untuk menghambat serabut besar tadi. Saraf
bermielin cenderung dihambat serabut saraf yang tidak bermielin pada ukuran yang sama. Dengan
demikian, serabut saraf preganglionik B dapat dihambat sebelum serabut C kecil yang tidak bermielin.
 Efek frekuensi letupan
Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris mengikuti langsung dari
mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan anestesi local. Serabut sensoris, terutama serabut
nyeri ternyata berkecukupan letupan tinggi dan lama potensial aksi yang relative lama (mendekati 5
milidetik). Serabut motor meletup pada kecepatan yang lebih lambat dengan potensial aksi yang
singkat (0,5 milidetik). Serabut delta dan C adalah serabut berdiameter kecil yang terlibat pada
transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu, serabut ini dihambat lebih dulu dengan anestesi
local kadar rendah dari pada serabut A alfa.
 Efek posisi saraf dalam bundle saraf
Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari bundle dan oleh karena itu
saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi local diberikan secara suntikan ke dalam jaringan sekitar
saraf. Akibatnya bukan tidak mungkin saraf motor terhambat sebelum penghambatan sensoris dalam
bundle besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar, anestesi muncul lebih dulu di bagian
proksimal dan kemudian menyebar ke distal sesuai dengan penetrasi obat ke dalam tengah bagian
bundle saraf.

E. Mekanisme Kerja
Anastesi lokal menghilangkan rasa dengan jalan beberapa cara. Misalnya dengan cara menghindarkan
untuk sementara pembentukan dan trasmisi implus melalui sel saraf ujungnya. Seperti juga alcohol dan
barbital, anastesi lokal menghambat penerusan implus dengan cara menurunkan permebilitas
membran sel saraf untuk ion – natrium yang perlu bagi fungsi saraf yang layak. Hal ini disebabkan
adanya persaingan dengan ion kalsium yang berada berdekatan dengan membran neuron. Pada waktu
yang bersamaan, akibat turunnya laju depolarisasi, ambang kepekaan terhadap rangsangan listrik
lambat laun meningkat, sehingga akhirnya terjadi kehilangan rasa setempat secara resevibel.

F. Efek samping obat anastesi lokal


Pemberian obat anestesi lokal memiliki efek samping yang potensial sama tanpa bergantung pada cara
pemberian. Bidan harus memehami efek samping samping obat anestesi lokal ketika obat in diberikan
lewat jalur epidural atau spinal.
Efek samping obat anestesi lokal berhubungan dengan kerjanya, khususnya kemampuannya untuk
menghambat hantaran implus dalam jaringan yang dapat tereksitasi. Obat – obatan anestesi lokal akan
menyekat saluran cepat ion natrium padasemua jaringan penghantar implus, yaitu :
a. System saraf pusat
b. System pernafasan
c. Jantung dan system kardiovaskuler
d. imunologi
e. Depresi Otot polos
f. Otot sketlet.
a. Sistem saraf pusat
Sistem saraf pusat sangat rentan terhadap toksisitas anastesi lokal dan merupakan tempat tanda –
tanda pertanda dari overdosis ada pasien terjaga. Gejala awal adalah mati rasa circumoral, paresthesia
lidah, dan pusing. Keluhan sensory mungkin termasuk tinnitus dan penglihatan kabur. Tanda – tanda
rangsang ( kegelisahan, agitasi, paranoia) sering mendahului depresi system saraf pusat ( bebicara
cadel, mengantuk, pingsan) berkedut otot pembawa timbulnya kejang tonik – klonik. Dengan
penurunan aliran darah otak dan paparan obat, benzodiazepines dan hiperventilasi meningkatkan
ambang kejang yang disebabkan anastesi lokal.

b. System pernafasan
Lidokain menekan drive hipoksia ( respon ventilasi untuk PaO2 rendah ). Apne dapat hasil dari
kelumpuhan saraf frenik dan interkostal atau depresi pusat pernafasan medural berikut kontak lansung
dengan agen anestesi lokal ( sindrom apne postretrobulbar). Anastesi lokal rilrks otot polos bronchial,
lidokain intravena ( 1.5 mg/kg ) dapat memblokir refleks bronkokonstriksi kadang – kadang dikaitkan
dengan intubasi. Lidokain diberikan sebagai aerosol suatu dapat menyebabkan bronkospasme pada
beberapa pasien dengan penyakit saluran napas reaktif.
c. Jantung dan System kardiovaskuler
Secara umum, semua bius lokal menekan otomatisitas miokard ( fase depolarisasi IV spontan ) dan
mengurangi durasi periode refraktori. Kontraktilitas miokard dan kecepatan konduksi juga tertekan
pada kontrasi yang lebih tinggi. Hasil ini efek dari peubahan langsung membrane otot jantung ( natrium
blockade saluran jantung ) dan penghambat system saraf otonom. Semua anatesi lokal kecuali kokain
menghasilkan relaksasi otot polos, yang menyebabkan beberapa derajat vasodilatasi arteriol.
Kombinasi berikutnya dari bradikardi, blok jantung, dan hipotensi dapat berujung pada serangan
jantung. Mayor toksisitas kardiovaskuler biasanya membutuhkan sekitar tiga kali konsentrasi darah
yang menghasilkan kejang.
d. Imunologi
Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering, karena merupakan derifat para amnino benzoic
acids ( PABA ) yang dikenal sebaga allergen. PABA ini dapat menediakan efek anti bakteri dari
sulfonamide yang berdasarkan antagonism persaingan dengan PABA, oleh karena itu terapi dengan
sulfa tidak boleh dikombinasikan dengan penggunaan ester – ester tersebut. Toksisitas sangat
bergantung pada :
1. Jumlah larutan yang disuntukan
2. Kosentrasi obat
3. Ada tidaknya adrenalin
4. Vaskularisasi tempat suntikan
5. Absorpsi obat
6. Laju destruksi obat
7. Hipersensitivitas
8. Usia
9. Keadaan umum
10. Berat badan
e. Depresi Otot polos
Kontrasi uterus, usus dan kandung kemih akan tertekan oleh kerja obat – obat anastesi lokal. Inhibisi
kandung kemih biasanya menimbulkan restensi urin, tetapi sebaliknya inkontinensia urine da fases
mungkin saja terjadi. Analgesia epidural akan disertai dengan peningkatan resiko retensi urin
postpartum. Masalah yang potensial dlam jangka pendek dan jangka panjang yang timbul akibat
kateterisasi urine yang berkali – kali tidak boleh.
Sejumlah peniliti telah menunjukan bila obat anestesi lokal diberikan secara epidural maka:
1. Kala satu dan dua ersalinan cenderung berlangsung lebih lama ( perbedaan rerata antara anastesi
epidural dan pemberian opoid adalah 42 dan 14 menit )
2. Dilatasi serviks berjalan lenih lambat
3. Pemberian oksitosin memerlukan disis dua kali lipat
4. Malposisi janin lebih sering terjadi
5. Kemungkinan secsio cecarea karena distosia menjadi lebih besar
6. Perlahiran bayi dengan alat menjadi dua hingga empat kali
Obat – obat anastesi lokal memperpajang masa persalinan dengan :
1. Menimbulkan relaksasi otot – otot dasar panggul
2. Mengurangi refleks mengejan
3. Mengurangi upaya bayi untuk mendorong bayinya lahir
4. Bekerja langsung pada otot rahim dengan menurunkan tonus otot
5. Mengurangi pelepasan oksitosin secara pulsatile dari kelenjar hipofisi posterior.

 Efek anastesi lokal pada neonatus. Dalam pemberian obat anastesi lokal secara epidural dapt
memberikan efek neurobehavioural yang tidak jelas pada neonates yang tidak terdeteksi pada usia 18
bulan. System auditorius pada neonates dapat mengalami ganggguan sepintas, namun setiap efek
samping neurobehavioural tidak merintangi pmberian ASI.
Penggunaan analgesia epidural akan meningkatkan resiko hipoglikemia neonatal, takipnea dan
gangguan pada metabolism lipid. Tindakan analgesia epidural pada neonates memberikan
kemungkinan yang lebih kecil bagi neonates untk memiliki nilai APGAR yang rendah pada waktu lima
menit atau memerlukan nalokson jika dibandingkan dengan kemungkinan yang terjadi setelah
pepmberian opoid.

 Kewaspadaan dan kontraindkasi


Kewaspadaan dan kontraindikasi pada penggunaan obat anastesi lokal
a. Obat anestesi lokal tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat alergi terhadap setiap obat
anastesi yang secara kimia yang ada hubungannya terhadap konstituen yang membentuk obat tersebut.
b. Pemberian anastesi lokal tidak dianjurkan ibu hamil atau pasien baru saja mengalami perdarahan
karena respon kardiovaskuler terhadap kehilangan darah tersebut akan terganggu.
c. Obat anastesi lokal harus diberikan dengan hati – hati sekali jika terpaksa digunakan didaerah yang
mengalami inflamasi.
d. Obat anastesi lokal harus digunakan dengan hati – hati pada : blok jantung atau gangguan hantaran
jantung, epilepsi, penyakit hati atau ginjal, riwayat hipertermia, gangguan respirasi dan laktasi.
G. Cara - Cara Pemberian Obat Anestesi Lokal
Anestesi lokal umumnya digunakan secara parental misalnya pada waktu pembedahan kecil
dimana pemakaian anestesi umum tidak diperlukan. Beberapa cara pemberian anestesi lokal adalah:

 Anestesi Infiltrasi, suntikan diberikan di tempat yang dibius ujung-ujung syarafnya. Misal pada
daerah kecil kulit atau pada gusi untuk pencabutan gigi.
 Anestesi Penyaluran Saraf, penyuntikan dilakukan pada tempat banyak saraf berkumpul, hingga
tercapai anestesi pada bagian yang lebih luas. Misal pada lengan atau kaki
 Anestesi Permukaan, biasanya digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri atau gatal. Misalnya
dalam bentuk suppositoria untuk penyakit ambein.

Pada obat anestesi lokal, biasanya yang digunakan adalah garam-garam kloridanya yang mudah larut
dalam air. Untuk memperpanjang daya kerjanya, maka sering ditambahkan obat lain untuk menciutkan
pembuluh darah (vasokonstriktor) misalnya larutan adrenalin. Selain itu absorpsi akan diperlambat
dan toksisitasnya akan berkurang, mulai kerja akan lebih cepat dengan khasiat yang lebih bagus, serta
lokasi pembedahaan tidak berdarah namun larutan yang mengandung vasokonstriktor sebaiknya
jangan digunakan pada jari-jari tangan karena resiko gangrene.

H. Nama – Nama Obat Dalam Anastesi Lokal


1. Prokain
a. Farmakodinamik
 Dosisi 100 – 800 mg : analgesic ringan efek maksimal 10 – 20 ‘ hilang setelah 60 ‘
 Dhirolisis menjadi PABA ( para amino binzoic acid ) dapat menghambat kerja sulfonamid.
b. Farmakokinetik
 Absorpsi PABA ( para amino binzoic acid ) dan dietilaminoetanol
Hidrolisisnya cepat oleh enzim plasma ( prokain esterase )
 PABA Di eksresikan dalam urin ( dalam bentuk utuh dan tergonjugasi )
c. Indikasi
 Anastesi infitrasi, blok saraf, epidural, kaudal dan spinal
 Geriatric : perbaikan aktivitas seksual dan fungsi kelenjar endokrin
d. Kontra indikasi
Pemberian intravena untuk penderita miastenia gravis karena prokain menghasilkan derajat blok
neuromuskuler.
e. Dosis : 15 mg/kg BB
 Untuk infitrasi : larutan 0.25 – 0.5 % dosis maksimumnya 1000 mg.
 Onset : 2- 5 menit, durasi 30 – 60 menit.
 Bisa ditambah adrenalin ( 1 : 100.000 atau 1 : 200.000)
 Dosis untuk epidural ( maksimum ) 25 ml larutan 1.5% . Untuk kaudal 25 ml larutan 1.5%. spinal
analgesia 50 – 200 mg. tergantung efek yang diinginkan lamanya 1 jam.
2. Lidokain ( lignocain, xylocain, lidonest )
a. Farmakodinamik
 Anestesi lokal kuat. Terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif dari pada prokain.
 Larutan lidokain o.5 % adalah anastesi infiltrasi, 1 – 2 % ; nastesi blok dan topical.
 Efektif tanpa vasokontraktor, kcepatan absorpsi dan toksitas, masa keja lebih pendek.
b. Farmakokinetik
 Absorpsinya mudah diserap dari tempat ijeksi
 Dapat tembus sawar darah otak
 Metabolism : di hati , eksresinya di urin
c. Indikasi
1. Injeksi : anastesi infitrasi, blok saraf anestesi epidural, kaudal dan mukosa
2. Anest infitrat : larutan .025 % – 0.50% dengan atau tanpa adrenalain
3. Kedok gigi : larutan 1 – 2 % lidokain dengan adrenalin
4. Anestesi permukaan, anest kornea mata ( lidokain 2 % + adrenalin )
d. Kontra indikasi
Iritabilitas jantung
e. Efek samping
Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efek terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing,
parestesia, gangguan mental, koma, dan seizures. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan
kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti jantung.
f. Dosis
1. Kosentrasi efektif minimal 0.25 %.
2. Infitrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik.
3. Kerja sekitar 1 – 1.5 juam tergantung konsetrasi larutan.
4. Larutan standar 1 atau 1.5% untuk blok perifer.
5. 0.25 % - 0.5 % + adrenalin 200.000 untu infitrasi.
6. 0.5 % untuk blok sensorik tanpa blok motorik.
7. 1 % untuk blok motorik dan sensorik
8. 2 % untuk blok motorik pasien yang berotot (muscular)
9. 4% atau 10 % untuk topical semprot faring – laring
10. 5 % bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakea
11. 5 % lidokain dicampur prilokain untuk topical kulit.
12. 5 % hiperbarik untuk analgesia intratekal
3. Bupivakain (marcain)
Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain. Toksisitas setaraf dengan tetrakain. Untuk infiltrasi dan
blok saraf perifer dipakai larutan 0.25 – 0.75%. Dosisi maksimal 200mg. Duration 3 – 8 jam, kosentrasi
efekti minimal 0.125 %. Mulai kerja lebih lambat disbanding lidokain. Setelah suntik kaudal, epidural,
atau infiltrasi, kadar plasma puncak dicapai dalam 45 menit. Kemudian menurun perlahan – lahan
dalam 3 – 8 jam. Untuk anastesi spinal 0.5% volume antara 2 – 4 ml iso atau hiperbarik. Untuk blok
sensorik epidural 0.375% dan pembedahan 0.75%.

4. Kokain
Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4 % untuk mukosa jalan napas atas. Lama kerja 2 – 30
menit.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah anestesia dikemukakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes, yang artinya “tidak ada rasa
sakit”. Istilah ini menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat
dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan.
Anestesia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Anestesia lokal → hilang rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran
b. Anestesia umum → hilang rasa sakit disertai hilang kesadaran

Anestetik lokal atau penghilang rasa setempat adalah obat yang pada penggunaan lokal merintangi
secara reversibel penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi
rasa nyeri, gatal-gatal rasa panas atau dingin. Banyak persenyawaan lain juga memiliki daya kerja
demikian, tetapi efeknya tidak reversibel dan menyebabkan kerusakan permanen terhadap sel-sel
saraf. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil
tubuh seperti gigi atau area kulit.
Kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu jenis obat yang digunakan sebagai anestesi lokal, antara lain;
a. Tidak merangsang jaringan
b. Tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap susunan saraf.
c. Toksisitas sistemik rendah.
d. Efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada selaput lendir.
e. Mulai kerjanya sesingkat mungkin, tetapi bertahan cukup lama dan dapat larut dalam air dan
menghasilkan larutan yang stabil, juga terhadap pernapasan (sterilisasi).
B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam proses pembelajaran dan semoga bisa
menambah ilmu pengetahuan mengenai obat-obat anestesi lokal sehingga materi yang disampaikan
dapat dimengerti dan dapat diterima dengan baik.
Penggunaan Anestesi dan golongannya untuk meniadakan gangguan rasa sakit di SSP sangatlah penting
dan berguna. Tetapi, harus tetap berpegang teguh pada aturan dan juga sang konseler yaitu dokter.
Apabila penggunaan nya atau pun penggunaan obat secara universal ini disalah gunakan, tentulah
akibat buruk yang akan di dapat di akhir eksperimen kita sebagai orang awam yang tak tahu apapun
tentang obat dan efek sampingnya apabila penggunaannya salah.
DAFTAR PUSTAKA

Jordan, Sue. 2002. Farmakologi Kebidanan. Jakarta: EGC. 2004


Barber, Paul dan Deboran Robertson. 2009. Intisari Farmakologi untuk Perawat. Jakarta : EGC. 2013
Sunaryo. 1995. Kokain dan Anestetik Lokal Sintetik. Dalam : ed. Ganiswarna SG. Farmakologi dan Terapi.
Jakarta: Gaya Baru, 1995: 234-47
Nurlianti, Sitti. 2011. Anastesi Lokal. http://lianchingublog.blogspot.com/2011/12
/anastesi-lokal.html. Diakses pada tanggal 12 November 2014 (pukul 15.50 wib)
Novertasari, Blisa. 2011. Anestesi Lokal. http//blisha.wordpress.com/2011/04/03/
Farmakologi-anestesi-lokal/. Diakses pada tanggal 12 November 2014 (pukul 15.54)
Saputra,Arif. 2014. Makalah Anestesi Umum dan Lokal. http://arifsaputra96.blogspot.
com/2014/01/makalah-farmakologi-tentang-obat.html. Diakses pada tanggal 16 November 2014
(pukul 20.19 wib)
Halimah, Nova Nurul. 2013. Makalah Anestesi. http ://peinovenuru.blogspot.com
/2013/07/makalan-anestesi.html. Diakses pada tanggal 17 November (pukul 02.26)
Sidauruk, Polobye. 2011. Obat Anestesi Lokal. http://polobye.blogspot.com/2011/05/
Obat-anestesi-lokal.html. Diakses pada tanggal 17 November (pukul 08.00)

You might also like