You are on page 1of 4

ANATOMI,FISIOLOGI,HISTOLOGI KELENJAR TIROID

Anatomi
Thyroidea (Yunani thyreos, pelindung) suatu kelenjar endokrin sangat vaskular, merah
kecoklatan yang terdiri dari lobus dextra dan sinistra yang dihubungkan oleh isthmus pada garis
tengah. Tiap lobus mencapai superior sejauh linea oblique cartilago thyroidea, isthmus terletak
di atas cincin trachea kedua dan ketiga, sedangkan bagian terbawah lobus biasanya terletak di
atas cincin trachea keempat atau kelima. Kelenjar ini dibungkus oleh selubung yang berasal
dari lapisan pretrachealis fascia cervicalis profunda. Beratnya sekitar 25 gram biasanya
membesar secara fisiologis pada masa pubertas, menstruasi dan kehamilan
Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan fascia pre
vertebralis. Di dalam ruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh darah besar, dan
syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga
perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada permukaan belakang
kelenjar tyroid

Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin trakhea 2 dan
3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga pada setiap
gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini
digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan
dengan kelenjar tyroid atau tidak
Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari Arteri {a.} Tiroidea Superior (cabang dari a.Karotis
Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel lymfoid diselubungi
oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus
perifolikular. Nodus Lymfatikus {nl} tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus
trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke
nl.Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada
yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran
keganasan

Fisiologi
Kelenjar tiroid berperan mempertahankan derajat metabolisme dalam jaringan pada
titik optimal. Hormon tiroid merangsang penggunaan O2 pada kebanyakan sel tubuh,
membantu mengatur metabolisme lemak dan hidrat arang, dan sangat diperlukan untuk
pertumbuhan serta maturasi normal. Apabila tidak terdapat kelenjar tiroid, orang tidak akan
tahan dingin, akan timbul kelambanan mental dan fisik, dan pada anak-anak terjadi retardasi
mental dan dwarfisme. Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan meninbulkan penyusutan
tubuh, gugup, takikardi, tremor, dan terjadi produksi panas yang berlebihan.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian
berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium nonorganik yang diserap
dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi
30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4
yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian
besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar
yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein
yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat
albumin (thyroxine binding prealbumine, TBPA).
Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang peranan
terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior
kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam proses
pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Dengan demikian, sekresi tiroid dapat mengadakan
penyesuaian terhadap perubahan-perubahan di dalam maupun di luar tubuh. Juga dijumpai
adanya sel parafolikuler yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur
metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.
Pengukuran TSH menjadi hasil test yang jelas dari fungsi tiroid pada banyak keadaan.
Nilai TSH berkisar antara rentang luar mayor dari kasus primer penyakit tiroid. Jika TSH tidak
normal, lihat nilai dari T4 bebas/ free T4 (fT4). Ketika ada faktor resiko, lihat free T3 (fT3)
ketika fT4 normal dan diduga ada tirotoksikosis.

Gambar 5. Diagram pengaturan sekresi tiroid.


1. Free Thyroxine (fT4) and Free Triiodothyronine (fT3)
Pengukuran fT4 dan fT3 mengganti pengukuran T3 dan T4. hasil laboratorium yang
dilakukan untuk mensubstitusi hormon free ketika T3 dan T4 telah dilakukan. Pengukuran fT3
pada pasien dengan gejala hipotiroid kadang-kadang dapat diindikasikan. Pemeriksaan ini
dilakukan pada keadaan bila secara klinis diduga hipertiroid dengan kadar TSH rendah, tetapi
fT4 tidak termasuk. Pengukuran fT3 bukan indikasi pada hipotiroid.
Banyak frekuensi pengukuran dari fungsi tiroid yang mungkin digunakan ketika ada perbedaan
antara hasil dari tes fungsi tiroid inisial dan penemuan klinis. Pada banyak kasus, mengulangi
test yang sama kurang berguna dibandingkan dengan melakukan test yang berbeda. (contoh.
jika hasil TSH tidak menunjukkan hubungan dengan status klinis pasien, maka lebih baik
diikuti dengan pengukuran fT4). Konsultasi dengan ahli laboratorium dapat lebih
dipertanggungjawabkan ketika hasil test yang dilakukan tidak menunjukkan hubungan dengan
status klinis yang ditemukan.

Histologi
Unit struktural daripada tiroid adalah folikel, yang tersusun rapat, berupa ruangan bentuk bulat
yang dilapisi oleh selapis sel epitel bentuk gepeng, kubus sampai kolumnar. Konfigurasi dan
besarnya sel-sel folikel tiroid ini dipengaruhi oleh aktivitas fungsional daripada kelenjar tiroid
itu sendiri. Bila kelenjar dalam keadaan inaktif, sel-sel folikel menjadi gepeng dan akan
menjadi kubus atau kolumnar bila kelenjar dalam keadaan aktif. Pada keadaan hipertiroidism,
sel-sel folikel menjadi kolumnar dan sitoplasmanya terdiri dari vakuol-vakuol yang
mengandung koloid.
Folikel-folikel tersebut mengandung koloid, suatu bahan homogen eosinofilik. Variasi densiti
dan warna daripada koloid ini juga memberikan gambaran fungsional yang signifikan; koloid
eosinofilik yang tipis berhubungan dengan aktivitas fungsional, sedangkan koloid eosinofilik
yang tebal dan banyak dijumpai pada folikel dalam keadaan inaktif dan beberapa kasus
keganasan. Pada keadaan yang belum jelas diketahui penyebabnya, sel-sel folikel ini akan
berubah menjadi sel-sel yang besar dengan sitoplasma banyak dan eosinofilik, kadang-kadang
dengan inti hiperkromatik, yang dikenal sebagai oncocytes (bulky cells) atau Hürthle cells.

repository.usu.ac.id

You might also like