Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
1. Abdul Hadi (F220165001)
2. Agung Dwi Saputra (F220165002)
3. Devi Alam Anggraheni (F2201650)
4. Herviana Firdaus (F220165030)
5. Siti Mu’ana (F220165063)
PRODI S1 FARMASI
STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN PELAJARAN 2016 / 2017
Jl. Ganesha I, Purwosari, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah 59316, Indonesia
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa yang telah memberikan
rahmat dan bimbinganya, sehingga kami mampu membuat makalah tentang ‘’DIARE,
KONSTIPASI dan Irritable Bowel Syndrome (IBS)’’ dengan baik.
Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh mahasiswa, sehingga mampu
menambahkan pengetahuan bagi mahasiswa dan meningkatkan kecerdasan bagi
mahasiswa.Karena itu, demi perbaikan makalah ini, kami mengharap kritikan, saran, dan
masukan yang membangun dan akan senantiasa saya terima dengan lapang dada.
Penulis
DAFTAR ISI
Judul
Kata Pengantar
Daftar
BAB I PENDAHULUAN
A. Latara belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. DIARE
a. Pengertian diare
b. Etiologi
c. Tanda dan gejala
d. Diagnosis
e. Alogaritma
f. Metode pengobatan
B. Irritable Bowel Syndrome (IBS)
a. Pengertian diare
b. Etiologi
c. Tanda dan gejala
d. Diagnosis
e. Alogaritma
f. Metode pengobatan
C. SEMBELIT (KONSTIPASI)
a. Pengetian Konstipasi
b. Etiologi dan Patofisiologi
c. Tanda dan gejala
d. Diagnosis
e. Alogaritma
f. Metode pengobatan
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi
lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya
tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI, 2011). Diare menyebabkan kehilangan
banyak cairan dan elektrolit melalui feses (sodikin, 2012).
Diare merupakan penyebab utama keadaan sakit pada anak-anak balita . diare
akut didefinisikan sebagai keadaan peningkatan dan perubahan tiba-tiba frekuensi
defekasi yang sering disebabkan oleh agen infeksius dalam nafas (ISPA) atau saluran
kemih (ISK) (donna L. Wong let, 2009).
Sembelit atau konstipasi merupakan keadaan tertahannya feses (tinja) dalam usus
besar pada waktu cukup lama karena adanya kesulitan dalam pengeluaran. Hal ini terjadi
akibat tidak adanya gerakan peristaltik pada usus besar sehingga memicu tidak teraturnya
buang air besar dan timbul perasaan tidak nyaman pada perut (Akmal, dkk, 2010).
Konstipasi memiliki persepsi gejala yang berbeda-beda pada setiap anak
tergantung pada konsistensi tinja, frekuensi buang air besar dan kesulitan keluarnya tinja.
Menurut World Gastroenterology Organization (WGO) konstipasi adalah defekasi
keras (52%), tinja seperti pil/ butir obat (44%), ketidakmampuan defekasi saat diinginkan
(34%), atau defekasi yang jarang (33%) (Devanarayana dkk., 2010).
Irritable Bowel Syndrome (IBS) adalah kelainan kompleks dari saluran
pencernaan bagian bawah, adanya nyeri perut, distensi dan gangguan pola defekasi tanpa
gangguan organik (Sudoyo, dkk 2006). Menurut Carmilleri (2001), IBS merupakan
salah satu penyakit dari kelompok Functional Gastrointestinal Disorders (Gangguan
Fungsional Saluran Pencernaan) atau Functional Motility Disorders (Gangguan
Fungsional Pergerakan Usus). Seringkali disebut sebagai gangguan, bukan penyakit,
karena penyakit ini merupakan sekumpulan gejala yang terjadi akibat gangguan
fungsional saluran pencernaan, dimana tidak terdapat kelainan organik dari saluran
pencernaan itu sendiri (Carmilleri, 2001).
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu penyakit diare, sembelit, dan Irritable Bowel Syndrome (IBS) ?
2. Apa gejala dari penyakit tersebut ?
3. Apa faktor penyebab dari penyakit tersebut ?
4. Bagaimana cara pengobatannya ?
C. Tujuan
1. Dapat mengetahui seperti apa penyakit diare, sembelit, dan dan Irritable Bowel
Syndrome (IBS).
2. Dapat mengetahui gejala-gejala yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.
3. Dapat mengetahui faktor yang menyebabkan penyakit tersebut.
4. Mengetahui bagaimana cara pengobatan penyakit tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Diare
a. Pengertian Diare
Diare diartikan sebagai buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan
atau setengah cair (setengah padat), dengan kandungan air pada tinja lebih banyak
dari biasanya (> 3 kali/hari)dengan /tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja dkk,
2007) dan peningkatan kandungan feses lebih dari 200ml/24 jam.
Diare disebut akut ketika frekuensi meningkat dengan konsistensi tinja, lebih
lembek atau cair, bersifat mendadak dan berlangsung dalam waktu 7-14 hari pada
bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Sedangkan diare kronik ketika terjadi lebih
dari 2-3 minggu dengan etiologi non infeksius (Subijanto & Pitono, 2001), dengan
kehilangan berat badan atau tidak bertambah selama masa diare (Suraatmaja dkk,
2007).
b. Etiologi
Mengenai penyebab diare (Suraatmaja, 2007) menyatakan 70-90% penyebab saat
ini sudah dapat diketahui dengan pasti. Penyebab dari diare dapat dibagi menjadi dua
bagian ialah penyebab tidak langsung atau faktor-faktor yang dapat mempermudah
atau mempercepat terjadinya diare.
Jika ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare dapat dibagi dalam 2
golongan yaitu:
a. Diare sekresi (secretory diarrhea) disebabkan oleh :
1. Infeksi virus, kuman-kuman pathogen dan apatogen.
2. Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan
kimia, makanan, gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan syaraf,
hawa dingin, alergi. Parasit (E. hystolytica, G. lamblia, T. hominis) dan
jamur (C.albicans).
3. Defisiensi imun terutama SIgA (secretory Immunoglobulin A) yang
mengakibatkan terjadinya bakteri atau jamur tumbuh berlipat ganda
(overgrowth).
b. Diare osmotik (osmotic diarrhea) disebabkan oleh :
1. Malabsorbsi makanan.
2. KKP (Kekurangan Kalori Protein).
3. BBLR (Bayi baru lahir yang berat badannya < 2500 gram tanpa
memperhatikan usia gestasi) dan bayi baru lahir.
Diare juga dapat disebabkan oleh :
a. Makanan dan minuman.
b. Jamur (Candida albicans).
c. Perubahan udara (suhu).
d. Intoleransi laktosa, hal ini dikarenakan defisiensi enzim lactase. Enzim lactase
di produksi oleh sel epitel intestine dari mulai lahir sampai umur anak-anak
dan akan menurun seiring bertambahnya usia. Inilah yang menyebabkan
seseorang tidak tahan dengan susu yang mengandung laktosa, dan
menyebabkan diare (Daldiyono, 1997).
e. Stress
c. Tanda dan Gejala
Jenis dan beratnya gejala tergantung pada jenis dan banyaknya mikroorganisme
atau racun yang tertelan. Gejalanya juga bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh
seseorang. Gejala yang biasanya terjadi tiba-tiba yaitu mual, muntah, sakit kepala,
demam, dingin, badan tak enak, sering buang air besar, tanpa darah dan akhirnya
terjadi dehidrasi. Untuk gejala pada diare akut yaitu terjadi mendadak, feses cair,
biasanya berlangsung beberapa jam atau beberapa hari, disertai lemas kadang demam
dan muntah (Suraatmadja, 2007).
d. Diagnosa
Diagnosa biasanya ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya meskipun belum
jelas penyebabnya. Jika gejalanya berat dan lebih dari 48 jam, maka dilakukan
pemeriksaan laboratorium terhadap contoh tinja untuk mencari adanya sel darah putih
dan bakteri, virus atau parasit. Pemeriksaan laboratorium dari muntah, makanan atau
darah juga dapat membantu menemukan penyebabnya (Daldiyono, 1997).
e. Algoritma
f. Metode Pengobatan
Panduan pengobatan menurut WHO diare akut dapat dilakukan dengan sederhana
yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral dan dilanjutkan pemberian makanan,
sedangkan terapi non spesifik dengan anti diare tidak direkomendasikan, sedangkan
terapi dengan antibiotik hanya diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan dan
elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi berat (Soebagyo, 2008).
a. Cairan Rehidrasi Oral (CRO)
Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL, NaHCO3 dan
glukosa, berbentuk serbuk yang dilarutkan dalam bentuk larutan, dikenal
dengan nama oralit. Oralit tidak menghentikan diare tetapi mengganti cairan
tubuh yang hilang bersama tinja (Siregar, 2003).
Terduga IBS
Tanda alarm:
o Usia pasien ≥45 tahun
o Adanya darah dalam kotoran
o Penurunan berat badan yang tidak direncanakan
o Gejala-gejala nocturnal
YA o Demam Tidak
o Massa di abdomen
o Asites
o Riwayat kanker kolorektal pada keluarga
o Adanya anemia
Tersangka IBS
Penyebab terserang konstipasi pada anak yaitu fungsional, fisura ani, infeksi virus
dengan ileus, diet dan obat. Konstipasi pada anak 95% akibat konstipasi fungsional.
Konstipasi fungsional pada umumnya terkait dengan perubahan kebiasan diet,
kurangnya makanan mengandung serat, kurangnya asupan cairan, psikologis, takut
atau malu ke toilet (Van Dijk dkk., 2010; Uguralp dkk., 2003; Ritterband dkk., 2003;
Devanarayana dan Rajindrajith 2011).
c. Patofisiologi
Frekuensi defekasi pada anak-anak bervariasi menurut umur. Pada anak umur 0-3
bulan dengan mengkonsumsi ASI frekuensi defekasi 3 kali/hari, anak umur 0-3 bulan
dengan mengkonsumsi susu formula frekuensi defekasi 2 kali/hari, dan anak umur ≥
1 tahun frekuensi normal defekasi yaitu 1 kali/hari. (Iacono dkk., 2005).
Gejala dan tanda klinis konstipasi pada anak dimulai dari rasa nyeri saat defekasi,
anak akan mulai menahan tinja agar tidak dikeluarkan untuk menghindari rasa tidak
nyaman yang berasal dari defekasi dan terus menahan defekasi maka keinginan
defekasi akan berangsur hilang oleh karena kerusakan sensorik di kolon dan rektum
sehingga akan terjadi penumpukan tinja (Degen dkk., 2005).
Proses defekasi yang tidak lancar akan menyebabkan feses menumpuk hingga
menjadi lebih banyak dari biasanya dan dapat menyebabkan feses mengeras yang
kemudian dapat berakibat pada spasme sfingter ani. Feses yang terkumpul di rektum
dalam waktu lebih dari satu bulan menyebabkan dilatasi rektum yang mengakibatkan
kurangnya aktivitas peristaltik yang mendorong feses keluar sehingga menyebabkan
retensi feses yang semakin banyak. Peningkatan volume feses pada rektum
menyebabkan kemampuan sensorik rektum berkurang sehingga retensi feses makin
mudah terjadi (Van Der Plas dkk., 2000).
e. Diagnosis
Diagnosis konstipasi sesuai dengan kriteria Rome III adalah sebagai berikut :
1. Frekuensi defekasi dua kali atau kurang dalam seminggu tanpa pemberian
laksatif.
2. Terdapat minimal satu kali episode soiling/enkopresis dalam seminggu.
3. Riwayat retensi tinja yang berlebihan.
4. Riwayat nyeri atau susah defekasi.
5. Riwayat pengeluaran feses yang besar sampai dapat menyumbat toilet.
6. Teraba masa fekal yang besar di rektum.
f. Algoritma
a. Algoritma tata laksana kolik infanil
b. Algoritma tata laksana konstipasi fungsional
- Zat aktif : Docusate sodium, docusate calcium, sodium docecyl sulfate (SDS).
- Cara kerja : obat ini mempunyai efek seperti surfaktan yang menurunkan
tegangan permukaan feses, sehingga dapat meresap dan tinja menjadi lembek.
Pelembut tinja paling baik untuk orang dengan sembelit sementara atau
konstipasi ringan dan kronis. Contoh : Triolax yang mengandung gliserin dan
sodium dodecyl sulfate.
3. Pencahar stimulan/perangsang
- Zat aktif : Ekstrak sena (Laxasium), dan bisacodyl
- Cara kerja : obat ini menstimulansi dan meningkatkan peristaltik atau gerakan
usus.
Obat ini tidak boleh digunakan secara teratur. Bila digunakan teratur
menyebabkan dehidrasi dan ketidakseimbangan eliktrolit. Contoh : Bicolax,
Custodiol, Laxana, Prolaxan dan stolax
4. Pencahar hiperosmolar (osmotic laxative)
- Zat aktif : Laktolusa, sorbitol (contoh: sorbitol corsa/sanofi Synthelabo) dan
gliserin – sodium docecyl sulfate (contohnya: triolax)
- Cara kerja: pencahar ini mempunyai efek menahan cairan dalam usus dan
mengatur distribusi cairan dalam tinja. Jenis ini mempunyai cara kerja seperti
spon sehingga tinja mudah melewati tinja.
Obat pencahar hiperosmolar juga dapat digunakan dalam jangka waktu
yang lebih lama dengan sedikit resiko efek samping. Seperti obat pencahar
pembentuk massal, ini adalah obat yang paling tepat untuk sembelit kronis dan
mereka membutuhkan waktu lebih lama dari obat pencahar lainnya untuk bekerja.
Sebaiknya tidak digunakan secara terus menerus dalam satu minggu tanpa saran
dokter. Contoh: Duphalac, Graphalac, lacons, Lactulax, lactulose ikapharmindo,
Lantulos, laxadilac, opilax, pralax, dan solac.
5. Pencahar lubrikan
A. Kesimpulan
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi
lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering
(biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari.
Sembelit atau konstipasi merupakan keadaan tertahannya feses (tinja) dalam usus
besar pada waktu cukup lama karena adanya kesulitan dalam pengeluaran. Hal ini
terjadi akibat tidak adanya gerakan peristaltik pada usus besar sehingga memicu
tidak teraturnya buang air besar dan timbul perasaan tidak nyaman pada perut
Irritable Bowel Syndrome (IBS) bukanlah penyakit, karena penyakit ini
merupakan sekumpulan gejala yang terjadi akibat gangguan fungsional
saluran pencernaan, dimana tidak terdapat kelainan organik dari saluran
pencernaan itu sendiri
Diare, sembelit dan Irritable Bowel Syndrome (IBS) adalah penyakit dan
gangguan saluran pencernaan yang menyerang anak-anak di usia balita sampai
remaja yang disebabkan oleh banyak faktor diantaranya makanan dan minuman,
bakteri, virus, gangguan psikologis (stress) dan penyakit kronis lainnya.
B. Saran
Makan makakan yang bergizi dan seimbang, selalu jaga kebersihan diri dan
lingkungan guna untuk menghindari penyakit-penyakit tersebut.
Periksakanlah sesegera mungkin apabila sudah terlihat tanda-tanda bahwa kalian
mengalami diare, sembelit atau IBS ke dokter.
DAFTAR PUSTAKA
Borowitz SM, sutphen JL. Recurent vomiting and persistent gastroesophageal reflux
caused by unrecognized constipation. Clin pediatr. 2004;43:461-6
Devanarayana NM. Recurrent abdominal pain in children: a sri lankan perspective. Sri
lanka journal of child health. 2010;39:79-92
Drossman, douglas A dan L. Dumitrascu. 2006. Rome III : New standar for functionsl
Gastrintestinal diorders. Journal gastrintestin Liver disorders vol. 15, No. 3,237-24
Gremse DA.Hixon J. Crutchfield A. 2002. Comparison of polyethylen glycol 3350 and
lactulose for treatment cronic constipation in children. Journal Of Clinical
Pediatric.41:225-9
Loening-Baucke V, Miele E, Staiano A. Fiber (glucomannan) is beneficial in the
treatment of childhood constipation. Pediatrics. 2004; 113:259–64
Pijper MAM, Bongers MEJ, Benninga MA, Berger MY. Functional constipation in
children: a systematic review on prognosis and predictive factors. JPGN. 2010; 50:256-
68
Rajindrajith, S & Devanarayana, NM. 2011. Constipation in children: Novel Insight into
epidemiology, pathopisiology and Management. J neurigastroenterol Motil.17 (1) : 35-47
Van der plas, R.N., Beninga,M.A., staalman, C.R., Akkermans, L., Redekop, W.,
Taminiau, J.A.2000. Megarectum In Constipation. Arc Dis Child. Vol. 83 (1):52-58
Voskuijl W, Lorijn F,Nerwijs W, Hogeman P, Heijmans J, Mäkel W, et al. PEG 3350
(transipeg) versus lactulose in the treatment of childhood functional constipation: a
double blind randomised, controlled, multicentre trial. Gut. 2004; 53:1590-94