Professional Documents
Culture Documents
BIODATA MENTOR
Nama lengkap :
Nama panggilan :
NRP :
Jurusan :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Amanah saat ini :
BIODATA KELOMPOK
2. Nama lengkap :
Nama panggilan :
NRP / Jurusan :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Hobi :
3. Nama lengkap :
Nama panggilan :
NRP / Jurusan :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Hobi :
4. Nama lengkap :
Nama panggilan :
NRP / Jurusan :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Hobi :
5. Nama lengkap :
Nama panggilan :
NRP / Jurusan :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Hobi :
6. Nama lengkap :
Nama panggilan :
NRP / Jurusan :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Hobi :
7. Nama lengkap :
Nama panggilan :
NRP / Jurusan :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Hobi :
8. Nama lengkap :
Nama panggilan :
NRP / Jurusan :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Hobi :
9. Nama lengkap :
Nama panggilan :
NRP / Jurusan :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Hobi :
Teknik Informatika /
Kepala Biro Litbang Achmad Rizky Haqiqi 2013
Sistem Informasi /
Daud Muhajir 2015
Staff Ikhwan
Ngizuddin Masro’i Teknik Sistem
Perkapalan / 2015
Teknik Kelautan /
Ardi Ardiansyah 2015
Sistem Informasi /
Wakil Kepala Biro Litbang Rima Ika Agustin 2014
Sistem Informasi /
Kepala Biro Mentor Abdholatul Abdillah 2014
Teknik Kelautan /
Ocha Bahtara 2015
Wakil Kepala Biro Mentor Lia Zahratun Nafisa Matematika / 2014
Teknik Elektro /
Tri Elfira Yolanda 2015
Teknik Kelautan /
Kepala Biro Mente Muhammad Rifqi Hanif 2015
Teknik Geofisika /
Aliful Choirul Hakim 2015
1. Karakter Ruhiyah
Kekuatan ruh merupakan prinsip dalam kepribadian seorang muslim sebagaimana
urgensi ketersediaan bahan bakar bagi kendaraan. Kekuatan ruh lahir dari aktivitas ruhiyah
yang dilakukan oleh seseorang terutama dalam bentuk ibadah ilahiah. Dengan ibadah, ruh
menjadi kuat, hati terkendali, serta siap menjalankan segala perintah Allah dalam
melaksanakan kehidupan beragama. Adapun aktivitas ruhiyah yang seyogyanya dimiliki
oleh mentor di ITS adalah:
a. Beribadah dengan benar
b. Memelihara sholat-sholat wajib dan sunnat
c. Membiasakan sholat malam
d. Membaca Al Qur’an secara kontinu
e. Menjaga wirid-wirid dan dzikir-dzikir Ma’tsurat
f. Senantiasa merendahkan diri kepada Allah dengan berdo’a
g. Menjaga amal-amal ibadah sunnah lainnya.
2. Karakter Akhlak
Aktivitas ibadah ruhiyah seseorang akan terefleksi dalam perilaku (akhlak). Oelh sebab
itu akhlak seorang muslim pun hendaknya diselaraskan dengan ketentuan yang telah
ditetapkan Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah. Adapun sebagian dari contoh akhlak
yang sepatutnya menghiasi keseharian umat muslim adalah:
a. Rendah hati (tawadlu) dan menahan diri dari sesuatu yang bukan haknya serta
mendahulukan kepentingan orang lain (itsar).
b. Bersikap toleran dan berwawasan luas.
c. Memberikan qudwah yang bijak pada orang lain.
d. Bertanggung jawab dalam memikul amanah.
3. Karakter Pemikiran
Keselarasan pemikiran seorang mentor dengan nilai-nilai islam yang ada adalah hal yang
mutlak dituntut dalam pelaksanaan pemnbinaan mentoring. Seorang mentor yang tidak
memiliki hal ini, niscaya akan menemui kendala-kendala yang berarti dalam proses
memberikan pemahaman kepada para mentee-mentee nya. Seorang mentor pun dituntut
untuk senantiasa menjelaskan syumuliyatul (kesempurnaan) islam dan hakikat islam yang
menjadi rahmat bagi semesta alam. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang
mentor adalah:
a. Kematangan konsep dakwah dalam dirinya. Seorang mentor dituntut untuk memiliki
kemantapan fikroh yang bukan hanya mencakup ibadah, tapi juga aqidah, akhlak,
sistem sosial, ekonomi, politik, sejarah, dll.
b. Tujuan dan goal setting yang ingin dicapai dari proses pembinaan mentoring
kampus. Dengan memahami baik hal tersebut, maka kita memliki kriteria standar
tersendiri dalam memahamkan para mentee. Parameter yang kita capai pun
menjadi lebih jelas dan terarah dalam memberikan pemahaman tersebut.
c. Memliliki keluasan wawasan seputar perkembangan terkini dunia islam dan
sekitarnya. Menjadi hal yang urgent bagi para mentor untuk memahami, minimal
tahu, banyak hal yang terjadi di pergolakan dunia saat ini. Karena mau tidak mau,
merekalah yang akan dijadikan tempat bertanya pertama oleh para mentee. Dengan
keluasan wawasan yang dimiliki, kita memiliki bekal/modal awal untuk
menyampaikan hal-hal tersebut.
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma`ruf, mencegah dari yang mungkar,
mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta`at kepada Allah
SWT. dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah SWT.;
sesungguhnya Allah SWT. Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dengan bertujuan untuk memudahkan mentor dalam mengisi mentoring maka berikut
adalah standard operational procedure yang dikhususkan untuk mentor pada pelaksanaan
mentoring.
Mentor dari JMMI ITS berkarakter sebagai berikut.
1. Menerapkan 5S.
Yaitu : Selalu Senyum Salam Sapa Salaman kepada mentee di mana pun berjumpa,
khususnya pada saat mentoring.
2. Berbusana rapi dan serasi.
Hal ini bertujuan agar memberikan contoh kepada mentee serta agar mentor enak
dipandang.
3. Disiplin waktu.
Hal ini bertujuan agar mentor dapat memberikan contoh kepada mentee dalam
menepati janji dan agar mentoring berjalan sesuai dengan rencana
4. Menjaga kualitas diri sebagai mentor.
Diharapkan dari dalam diri, mentor mampu menumbuhkan motivasi untuk
meningkatkan kualitas diri yang mendukung suksesnya mentoring seperti: menata niat,
menguatkan kualitas ibadah, meningkatkan pengetahuan maupun informasi umum.
Sebelum melakukan mentoring persiapakan materi dengan baik. Baca setiap materi
sebelum disamapaikan,kuasai bahan dan perdalam lalu kerangkakan cara
penyampainnya. Apakah menggunakan diskusi, ceramah, simulasi, game,dan lain-lain
Badan Pelaksana Mentoring JMMI ITS akan memberikan fasilitas khusus kepada mentor
dalam meningkatkan kualitas diri, yaitu: buku mentor, pendampingan mentor dan
sekolah mentor
Sedangkan untuk Agenda Mentoring adalah sebagai berikut.
No Kegiatan Penjelasan Waktu
1 Pembukaan basmalah (al Fatihah) 5 menit
Hamdalah
Sholawat
hafalan ayat+hikmah
tadabburnya (mentor)
2 Tanya kabar kondisi kuliah 5 menit
berita terbaru
kesehatan adek dan keluarganya
3 Infaq Uang infaq bisa dimanfaatkan
untuk menjenguk yang sakit,
makan bersama, menyumbang
orang yang membutuhkan,dll
4 Tausiah dari mentee mentor bisa merekomendasikan 5 menit
materi taujih
5 Tilawah+Tadabbur 1 orang membaca, 1orang 10 menit
tadabbur (semua mentee)
6 Materi MENTOR'S TIME 60 menit
7 Mutaba'ah/pemantauan Kesimpulan dari mentee 10 menit
Amal yaumi
Diskusi
8 Ta'limat/info penting Kajian, update info terbaru, dll 5 menit
9 Doa penutup Doa Rabithoh dan Kafaratul
Majelis
10 Penguatan ukhuwah menyalami, memeluk mentee,
membisikkan sesuatu yang
menyemangati
TIPS MENTORING
Sebenarnya sudah sangat jelas bahwa mentoring bertujuan untuk mengenalkan dan
membina mahasiswa agar menjadi individu muslim yang berakhlak Islami, menjadi
pendukung dakwah Islam dan menjadi penyebar dakwah di kampus dan masyarakat. Trus
gimana caranya?
Kalau tujuan mentoring seperti itu, maka perubahan yang harus kita lakukan terhadap
peserta adalah perubahan perilaku, akhlak, dan fikrah keIslamannya. Artinya, kita harus
mempersiapkan kekuatan maknawiyah (keimanan) sebelum terjun ke medan perang tarbawi
ini. Biasakan untuk mengawali persiapan dengan tilawah agar perkataan kita diberi “bobot”
oleh Allah SWT, karena Allah Yang Maha Membolak-balik hati hamba-hamba-Nya. Juga
jangan lupa shalat malam sehari sebelumnya. Mudah-mudahan dengan persiapan ruhiyah
yang cukup, lidah kita tidak kelu saat member mentoring. Trus apalagi persiapannya?
Persiapan materi.
Brother, ingatlah bahwa seluruh ucapan kita harus berlandaskan dengan ilmu. Bobot
perkataan kita juga akan bernilai jika didasari dengan referensi-referensi Ilahiyah dan
pemikiran para pakar-pakar dakwah. Mungkin buku panduan Mentoring 2010-2011 yang
diterbitkan Badan Pelaksana Mentoring dapat menjadi entri poin rekan-rekan dalam
memberikan materi. Tapi lebih bagus lagi kalau referensi yang disarankan juga rekan-rekan
baca.
Tapi jangan lupa, jadilah mentor yang menyenangkan, jangan terkesan menggurui.
Tips lainnya? Supaya persaudaraan kita dengan adik mentor tambah erat, sudah selayaknya
sebelum mentoring kita mengingatkan adik-adik mente untuk datang pada saat mentoring.
Jika ternyata adik mente beralasan tidak bisa hadir, maka pastikan alasannya syar’i. dan tetap
berikan simpati yang baik sambil tetap memberikan tausiyah yang memperkokoh ikatan
persaudaraan dengannya.
At The battle
Sebelum berpisah:
1. Ingatkan pertemuan selanjutnya
2. Tegaskan kembali janji atau kesediaan antum untuk membantu adik mente dalam
urusan tertentu (misalnya meminjamkan buku dll), dan
3. Catat keadaan terakhir dirinya (ruhiyah, akademis, keluarga, dll) di catatan pribadi
antum, supaya bisa di follow up atau dibantu mente lainnya. Jika menemukan
permasalahan yang serius atau sulit dipecahkan, silahkan hubungi Badan Pelaksana
Mentoring.
SUPLEMEN
Dalam rangka ta’liful qulub (menyatukan hati manusia dengan taufiq Allah), kita harus
memperhatikan hal berikut:
a. Menanamkan pada diri mente, bahwa kita menyeru mereka kepada sebuah prinsip
nilai, bukan demi keuntungan pribadi. Tanamkan dalam perasaan mereka bahwa kita
tidak menginginkan sesuatu apapun sebagai balasan dari mereka, tidak pula ucapan
terimakasih. Akan tetapi kita hanya menginginkan agar kebaikan menyertai mereka
semua. Ibarat kita melihat mereka hendak terjerumus ke jurang neraka, maka kita
ingin menyelamatkannya.
b. Member kesan kepada mente bahwa kita selalu menarush perhatian kepadanya dan
menginginkan kebaikan padanya.
c. Tidak bersikap keras meski hanya dengan kata-kata. Al-Qur’an tidak menyebut
kekerasan kecuali pada dua tempat:
Di tengah peperangan dalam menghadapi musuh
Ketika melaksanakan hukuman syar’I bagi pelaku kejahatan
d. Hendaknya kita membuat mente itu dekat dengan kita, berseri muka di hadapannya,
dan jangan mencari kekurangannya. Hendaknya kita menghadapkan wajah ketika
berbicara kepadanya dan janganlah kita putus pembicaraannya, dan jangan pula
dilecehkan kata-kata darinya.
e. Ketika berbicara dengan mente, janganlah merasa tinggi daripadanya dan disesuaikan
dengan posisinya.
f. Hendaknya menasihati mente dengan rahasia, janganlah engkau membuka aibnya di
hadapan banyak orang.
g. Member hadiah kepada mente untuk melunakkan hatinya.
h. Hendaknya seorang da’I merangsang tekad binaannya agar hatinya terbuka menerima
kebenaran.
i. Hendaklah menjauhi perselisihan dalam masalah fiqh dan meninggalkan debat atau
saling berbangga diri dengan pendapatnya.
Al-Qur’an diturunkan untuk mengenalkan kepada manusia, sebelum memberikan mereka
beban dengan perintah apapun. Empat persoalan itu adalah:
Mengenalkan manusia tentang Rabb (Yang Menciptakan, Memberikan, dan
Memelihara) mereka, agar manusia beribadan kepada-Nya
Mengenalkan akan diri mereka, agar mereka memahami hakikat keberadaan atau
eksistensi mereka.
Mengenalkan tentang Al Kaun (alam semesta) agar mereka menggunakan dan
memakmurkannya.
Mengenalkan mereka tentang Al Mashiir (akhir perjalanan hidup) yang menanti
mereka di akhirat.
Tips yang bisa membantu kita dalam berinteraksi dengan mente:
Jika kita paham bahwa syaitan juga membuat program untuk para pengikutnya dengan
langkah-langkah yang bertahap, maka sudah selayaknya seorang mentor untuk membuat
program dan langkah-langkah dalam mengambil simpati adik mentenya.
Tugas seorang mentor seperti tugas seorang pengajar dan dokter yang akan memberikan
obat sesuai dengan penyakit yang diderita pasiennya. Tidak masuk akan kalau semua pasien
diberi obat yang sama, karena penyakit mereka tentu berbeda-beda satu sama lain.
Pengajar dan dokter adalah mentor yang paling sukses, jika mereka bersedia melakuka
pekerjaan itu didasari dengan keimanan kepada Allah dan untuk menegakkan agama-Nya.
Tugas seorang pengajar adalah menghayati hati dan pola piker siswa, lalu membimbing
mereka sedikit demi sedikit, sehingga tujuan yang hendak dicapai dapat terlaksana,
sedangkan tugas seorang dokter adalah menghapus penderitaan pasien dengan kata-kata
yang dipenuhi dengan keimanan dan memberikan obat yang sesuai.
Perilaku dan keteladanan seorang mentor yang ikhlas akan member pengaruh yang besar
daripada tulisan dan ceramah. Ibarat remote control yang dapat digunakan untuk
memindahkan acara TV dari jarak yang jauh tanpa harus memakai kabel, begitu juga dengan
seorang mentor yang ikhlas dan penuh kasih saying, tidak akan kesulitan memasukkan apa
yang ada dalam hatinya ke dalam hati orang lain.
Jika tatapan mata yang dipenuhi oleh rasa iri dan dengki itu dapat memberikan mudharat,
maka tatapan yang dipenuhi rasa iman dan kasih saying akan menimbulkan cinta keimanan.
“Katakanlah, Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati” (QS. Al-Mulk:23). Saudaraku, karena rahmat Allah lah kita berlaku
lemah lembut terhadap adik-adik kita, sekiranya kita berlaku keras, niscaya mereka akan
menjauh dari kita, dari Islam ini.
Mereka yang biasa-biasa saja, kurang taat beragama tapi tidak mau terang-terangan dalam
berbuat maksiat karena ia masih menghormati harga dirinya. Mereka yang semacam ini harus
sabar kita bimbing dengan mengajak mereka untuk lebih giat beribadah dan meninggalkan
kebiasaan yang tidak Islami.
Di luar kategori di atas ada yang terang-terangan menolak dan tidak suka terhadap kita, para
penyeru dakwah. Untuk kategori tersebut, kita harus hati-hati dan tetap berhubungan secara
baik padanya. Tunjukkan simpati yang ahsan dari kita untuk member sinar rahmatan lil
‘alamin dari cahaya Islam.
Murahkan senyum.
Abbas Assisi
KEPRIBADIAN DAN TUGAS MENTOR
AYAT-AYAT PANDUAN
1. “Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang berdakwah menyeru pada
kebaikan dan memerintah kepada yang ma’ruf serta mencegah dari yang munkar.
Mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali Imron :104)
2. “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang berdakwah menyeru
kepada Allah dan berbuat kebaikan serta berkata aku ini termasuk orang-orang yang
berserah diri” (QS. Fushilat :33)
3. “Katakanlah hai Muhammad inilah jalanku. Akumenyeru manusia kepada Allah
dengan petunjuk yang jelas, aku beserta orang-orang yang mengikuti aku. Maha suci
Alah dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah” (QS. Yusuf :
108)
4. “Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan dengan pelajaran yang baik” (QS
An Nahl :125)
5. Hadits nabi : “Barang siapa mempelajari satu bab dari ilmu untuk diajaknya pada
manusia maka ia diberi pahala setingkat pahalanya 70 orang shiddiq.”
KEPRIBADIAN MENTOR
1. Rabbaniyyun QS. 3:79, QS. 3:146-147
2. Ikhlas
3. Amanah
4. Shiddiq
5. Sabar
6. Al Hirshu (semangat dan perhatian)
7. Al Hilmu (lemah lembut)
8. Kasih sayang dan dekat dengan mad’u
9. Al Qudwah (menjadi contoh atau teladan)
10. Jeli dalam menggunakan kaidah-kaidah dakwah:
- Memberi contoh sebelum berdakwah
- Member simpati sebelum berkenalan
- Mengenalkan Islam sebelum penugasan amaliyah
- Mempermudah tidak mempersulit
- Menyampaikan yang prinsip (masalah ushul) sebelum yang cabang (masalah
furuk)
- Memperdalam masalah pendalaman tidak hanya mengupas kulitnya
- Membina mente (peserta) bukan mencela
- Menjanjikan ganjaran sebelum mengancam dengan hukuman
TUGAS-TUGAS MENTOR
Mempersiapkan diskusi dan kiat-kiat penyampaian dalam setiap materinya
Membuka dan menutup forum diskusi mentoring
Memimpin diskusi pendalaman materi dalam forum kelompok
Mempersiapkan dan mengisi administrasi kelompok (absen, evaluasi, progress report
yang tersedia)
Mengamati dan memotivasi keaktifan peserta dalam forum
Mempersiapkan peralatan atau perlengkapan mentoring dan mengkoordinasikan
dengan panitia pusat apabila diperlukan
Mendampingi peserta dalam kegiatan tambahan ataupun kegiatan kreatif lainnya
METODE PENYAMPAIAN MATERI MENTORING
Menggunakan bahasa yang komunikatif (sederhana) dan mudah dipahami peserta
Menggiatkan dan memotivasi daya berpikir peserta dan menciptakan suasana yang
komunikatif (peserta – mentor atau peserta – peserta).
Memantau terus perkembangan peserta (pada forum formal maupun informal,
silaturahim ke kost, dan lain sebagainya).
Menggunakan bahasa tubuh (kepala, tangan, muka, mulut) untuk mempertahankan
konsentrasi peserta
Disiplin dalam waktu (ontime).
Konsekuen atas kontrak belajar (kesepakatan kelompok) yang telah disepakati
(misalnya bila terlambat, baik mentor maupun peserta harus ada hukumannya).
Menanamkan perasaan kebersamaan belajar pada mentor dan peserta.
Contoh Susunan Kegiatan Mentoring
1. Iftitah (Pembukaan)
Awali pembukaan mentoring dengan salam dan kata-kata pembuka, bisa juga diselingi
dengan menanyakan kabar mente, dll. Kemudian aktivitas mentoring dibuka dengan
bacaan basmalah dan sholawat Nabi
2. Tilawah
Banyak jumlah ayat yang dibaca dapat disesuaikan dengan kondisi dan situasi mente
pada saat itu. Setelah selesai tilawah, ada baiknya mentor mengajak mente untuk
mentadaburi satu atau dua ayat dari keseluruhan ayat yang dibaca.
3. Taujih
Taujih yang diberikan bisa dari mentor itu sendiri atau bisa juga semisal sampaikan oleh
mente secara bergilir.
4. Cek amal yaumi mente
5. Materi
6. Penutup
Akhiri pertemuan, dengan kata-kata penutup. Kemudian terakhir pertemuan ditutup
dengan membaca istighfar, hamdalah, dan doa penutup majelis.
Materi I
SYAHADATAIN
Sasaran Pembelajaran :
1. Memahami kandungan Syahadatain dan urgensinya
2. Memahami pengertian iman dan hubungannya dengan syahadat
3. Menyadari bahwa istiqomah dalam bersyahadat yang membawa kebahagiaan hakiki
4. Memahami syarat-syarat diterimanya syahadat
5. Memahami hal-hal yang dapat merusak syahadat
URGENSI SYAHADAT
MAKNA SYAHADATAIN
Kata asyahdu yang terdapat dalam syahadatain memiliki beberapa arti, antara lain:
1. Ikrar (iqrar)
Ikrar adalah suatu pernyataan seorang muslim tentang keyakinannya. Konsekuensi dari
ikrar adalah kewajiban menegakkan dan memperjuangkan yang telah diikrarkan. Allah
berfirman :
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah),
Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan
yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imron:18)
2. Sumpah (qasm)
Sumpah adalah pernyataan kesediaan menerima akibat dan risiko apapun dalam
mengamalkan syahadat. Muslim yang bersyahadat berarti siap dan bertanggung jawab dalam
menegakkan Islam. Allah berfirman :
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa
sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah." Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya
kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang
munafik itu benar-benar orang pendusta. Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai
perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah
apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Munafiqun : 1-2)
3. Perjanjian yang teguh (mistaq)
Perjanjian yang teguh adalah janji setia untuk mendengar dan taat dalam segala keadaan
terhadap semua perintah Allah yang terkandung dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul. Allah
berfirman:
“Dan ingatlah karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya yang telah diikat-Nya dengan
kamu, ketika kamu mengatakan: "Kami dengar dan kami taati." Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Mengetahui isi hati(mu).” (QS. Al Maidah : 7)
Syahadat yang diikrarkan seorang muslim penuh kesadaran sebagai sumpah dan janji
setia merupakan ruh iman dalam wujud:
a. Ucapan (qaul) yang senantiasa sesuai dengan hatinya yang suci
b. Membenarkan (tashdiq) dengan hati tanpa keraguan.
c. Perbuatan (amal) yang termotivasi dari hati yang ikhlas dan paham akan maksud syariat
Allah.
Keimanan seorang muslim yang mencakup tiga unsur itu harus selalu dipelihara dan
dijaga dengan sikap istiqomah. Istiqomah adalah konsisten, tetap, dan teguh. Tetap pada
pendirian, tidak berubah, dan tahan uji. Dengan penjagaan iman yang istiqomah akan
melahirkan tiga hal yang merupakan ciri orang dengan iman sempurna, yaitu :
a. Keberanian (Syaja’ah) muncul karena yakin sebagai hamba yang selalu dibela dan
didukung Allah. (QS. Fushshilat : 30-32)
b. Ketenangan (Ithmi’nan) muncul dari keyakinan pada perlindungan Allah yang
memelihara orang mukmin secara lahir dan batin (QS. Fushshilat : 30-32, Ali Imron:
173, Ar-Ra’d : 28)
c. Optimis (Tafa’ul) muncul karena yakin bahwa masa depan adalah milik orang beriman
(QS. Fushshilat : 30-32, Al Ahzab : 22-23)
Ketiga hasil dari istiqomah akan membuahkan kebahagiaan bagi orang yang
memilikinya. Hanya Islam dengan syahadatnya yang dapat memberikan kebahagiaan di dunia
dan di akhirat. Allah berfirman:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah
disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam
surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah
kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imron:185)
Agar syahadatain diterima oleh Allah SWT. ada beberapa syarat yang harus dimiliki
sebagai konsekuensi telah mengikrarkan syahadatain, yaitu:
1. Ilmu yang menampik kebodohan
Ilmu yang dimaksud adalah ilmu tentang Allah SWT (ma’rifatullah) dan ilmu tentang
Rasulullah. Mengenal Allah dan Rasul-Nya secara tepat akan mendorong ketaatan kita pada
Allah dan Rasul-Nya. Firman Allah SWT: QS. Muhammad: 19, Az-Zukhruf: 86
2. Keyakinan yang menampik keraguan
Keyakinan yang dimaksud meliputi keyakinan bahwa Allah SWT sebagai Pencipta,
Pemberi Rezeki, Ma’bud (Yang Disembah) dan yang semakna dengannya, serta yakin bahwa
Rasulullah adalah Nabi terakhir yang diutus Allah SWT. Firman Allah SWT: QS. Muhammad:
15
3. Keikhlasan yang menampik kesyirikan
Keikhlasan dalam mengikrarkan syahadatain sangatlah penting karena ikrar merupakan
ibadah. Adapun ibadah harus diniatkan ikhlas semata-mata mengharap ridha Allah SWT. Jika
ada niat lain maka ikrar kita ditolak. Firman Allah: QS. Al Bayyinah: 5, Al-Kahf: 110
4. Kejujuran yang menampik kebohongan
Kejujuran saat mengikrarkan syahadatain mutlak diperlukan demi menjaga kemurnian
tauhid kita. Sebaliknya, sifat dusta dan bohong berakibat keimanan kita ditolak Allah SWT.
Firman Allah: Al Baqarah: 8, Al Ahzab: 22, Al Hajj:24
5. Cinta yang menampik permusuhan dan kebencian
Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya adalah landasan keimanan yang dengan itu kita rela
mengabdikan diri kepada Allah dan Rasul-Nya. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya harus kita
prioritaskan dari cinta kepada yang lain. Firman Allah: QS. Al Baqarah:165, At Taubah: 24
6. Penerimaan yang menampik Penolakan
Syahadatain yang diikrarkan mengharuskan kita menerima konsekuensinya berupa
menaati perintah Allah SWT dan meninggalkan laranganNya serta taat kepada Rasulullah.
Firman Allah: QS. An Nisa: 65
7. Pelaksanaan yang menampik pengabaian dan sikap enggan beramal
Di antara konsekuensi syahadatain adalah tuntutan berbuat (amal). Oleh karena itu,
mengakui kebenaran ajaran Allah SWT tetapi mengabaikan tugas dan tanggungjawab sebagai
seorang muslim dapat membatalkan syahadatain kita. Firman Allah: QS. At Taubah: 105, An
Nahl: 97
Untuk menjaga kemurniaan tauhid, maka hendaknya menghindari semua hal yang
merusaknya. Ada tiga hal yang dapat merusak tauhid kita:
1. Syirik (menyekutukan Allah SWT)
Syirik adalah kebalikan dari tauhid yaitu menyekutukan Allah SWT dalam zat, sifat,
perbuatan, dan ibadah. Syirik secara zat adalah menyakini bahwa Zat Allah seperti zat
makhluk-Nya. Syirik secara sifat adalah meyakini bahwa sifat-sifat makhluk sama dengan
sifat-sifat Allah SWT. sehingga tidak ada beda sama sekali. Syirik secara perbuatan adalah
meyakini bahwa makhluk mengatur alam semesta dan rezeki manusia seperti yang telah
diperbuat Allah SWT selama ini. Syirik secara ibadah adalah menyembah selain Allah SWT dan
mengagungkannya seperti mengagungkan Allah SWT
Syirik ada dua macam yaitu :
a. Syirik besar
Syirik besar yaitu tindakan menyekutukan Allah SWT dengan makhluk-Nya. Dikatakan
syirik besar karena tidak akan diampuni dosanya dan tidak akan masuk surga (QS. An
Nisa’:116). Syirik besar dibagi menjadi dua dimensi: Zhahir (tampak) dan Khafiy
(tersembunyi). Yang zhahir berupa menyembah bintang, matahari, bulan, patung, batu,
pohon, manusia (Budha, Isa putera Maryam, raja), malaikat, jin, dan setan. Yang khafiy
seperti meminta kepada orang yang sudah meninggal dengan keyakinan dapat memenuhi
permintaan mereka atau menjadikan seseorang sebagai pembuat hukum (dengan
menghalalkan atau mengharamkan sesuatu seperti Allah SWT.)
b. Syirik Kecil
Syirik kecil yaitu tindakan yang mengarah pada syirik tapi tindakannya belum keluar dari
tauhid. Contoh yang zhahir berupa lafal yaitu bersumpah dengan nama selain Allah dan
mengarah ke syirik, seperti : “Demi Nabi!” “Demi Ka’bah!” “Demi kakek dan nenek!”
Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang bersumpah dengan selain Allah SWT, ia telah kafir dan
musyrik.” (HR. Imam Tirmidzi)
Termasuk lafal yang mengarah pernyataan : “Jika bukan karena Allah SWT dan si fulan,
niscaya ini tidak akan terjadi.” atau pemberian nama seperti: Abdul Ka’bah. Syirik kecil yang
berupa perbuatan seperti mengalungkan jimat dengan keyakinan jimat itu dapat
menyelamatkan dia dari marabahaya.
Syirik kecil khafiy biasanya berupa niat atau keinginan, seperti: riya (mengumbar
perbuatan baik melalui ucapan untuk dipuji orang lain) dan sum’ah (melakukan ketaatan
kepada Allah untuk dipuji orang lain). Contohnya: menceritakan bantuan yang telah
disumbangkan dengan maksud ingin dipuji, menegakkan sholat seolah-olah khusyu’ ketika di
masjid padahal ketika sendirian tidak begitu.
2. Ilhad (menyimpang dari kebenaran)
Imam Ashfahani dalam bukunya Mufradat Alfaadzul Qur’an menulis, al ilhad berarti
menyimpang dari kebenaran. Dalam hal tersebut ada dua makna, yaitu ilhad yang identik
dengan syirik yang berdampak pada kafir dan mendekati syirik yang mengurangi kemurnian
tauhid. Allah berfirman:
“Siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami
rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih.” (QS. Al Hajj:25)
Dalam menafsirkan QS. Al A’raf: 180 (tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang
dari kebenaran dalam menyebut nama-namaNya), Imam Ashfahani menyebutkan bahwa ada
dua macam ilhad dalam menyebut nama Allah :
a. Menyifati Allah SWT dengan sifat yang tidak pantas sebagai sifat-Nya
b. Memaknai asma Allah SWT dengan makna yang tidak sesuai dengan keagungannya
(baca Mufradat Alfaudzul Qur’an hlm. 737)
Dari keterangan tersebut, ilhad lebih dekat pada pengingkaran sifat, nama, dan perbuatan
Allah SWT. Jadi tidak semua orang kafir itu ilhad, tapi setiap perbuatan ilhad itu tergolong
kafir.
3. Nifak (Berwajah dua, menampakkan diri sebagai muslim tapi hatinya kafir)
Allah berfirman: “Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan
sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang
berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada
Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-
orang yang fasik.” (QS. At Taubah: 67)
Ciri-ciri orang munafik yaitu:
1. Mulut mereka berkata beriman kepada Allah SWT dan hari Kiamat, sedang hati kafir (QS.
Al Baqarah: 8-10)
2. Ketika dikatakan kepada mereka agar tidak berbuat kerusakan, mereka mengaku berbuat
kebaikan (QS. Al Baqarah: 11-12)
3. Ketika bertemu orang beriman mereka menampakkan keimanan, tapi ketika kembali ke
kawan-kawan mereka sesama setan, mereka pun kafir (QS. Al Baqarah : 13-15)
4. Ibarat bisnis, mereka membeli kekafiran dengan keimanan karena wajah mereka
berganti-ganti sesuai dengan orang yang bersama mereka (QS. Al Baqarah: 16)
5. Ibarat pejalan dalam kegelapan, setiap kali mereka menyalakan obor, seketika obor itu
padam kembali. (QS. Al Baqarah: 17-18)
6. Mereka selalu menutup telinga karena tidak ingin kebenaran yang disampaikan
Rasulullah masuk ke dalam hati mereka. (QS. Al Baqarah: 19-20)
SALMAN AL FARISI DAN KISAHNYA
Salman Al Farisi adalah seorang dari bangsa Persia berasal dari Isfahaan dari sebuah
desa yang dikenal dengan nama Jayyun. Ayahnya adalah seorang kepala desa. Suatu ketika
dia melihat orang-orang di gereja Nasrani yang sedang melakukan sholat dan dia tertarik
untuk mengikuti agama itu. Namun ayahnya sangat tidak mengijinkan anaknya meninggalkan
agama nenek moyang mereka. Bahkan ayahnya merantai kedua kaki dan memenjarakan
Salman di rumahnya. Kemudian dia kabur dari rumahnya untuk datang kembali ke gereja
tersebut. Dan akhirnya bertemu dengan seorang pendeta. Dia Meminta pendeta itu untuk
mengajarinya sholat.
Tapi kemudian dia mengetahui bahwa pendeta tersebut adalah seorang yang tamak,
dia meminta umat Nasrani untuk sedekah dan sedekah itu disimpan untuk dirinya
sendiri. Tak lama, pendeta itu pun meninggal. Salman memberitahukan apa yang ia ketahui
kepada orang-orang Nasrani. Pendeta itu pun diganti dengan pendeta lain yang zuhud dari
kehidupan dunia ini dan sangat condong kepada akhirat, tidak juga seseorang yang lebih
bersungguh-sungguh bekerja siang dan malam dibanding dengannya.
Salman mencintainya lebih daripada orang lain yang dia cintai sebelumnya. Dia tinggal
beberapa lama dengan pendeta itu sampai akhirnya pendeta itu meninggal. Sebelum
meninggal, Salman meminta wasiat padanya dan pendeta itu memintanya untuk pergi ke
sahabatnya yang berada di Musil. Dia mendapati sahabat pendeta itu adalah seorang yang
berpegang teguh pada agama seperti sahabatnya. Begitu terus hingga ia harus berpindah-
pindah ke Nashibin dan Amuriyah.
Ketika ajal mendekati laki-laki Amuriyah tersebut. Salman mengulang permintaannya,
tetapi (kali ini) jawabannya berbeda. Laki-laki itu berkata,
“Wahai anakku! Saya tidak mengenal seorang pun yang berpegang pada perkara
(agama) yang sama dengan kita. Namun demikian, seorang Nabi akan datang pada masa
kehidupanmu, dan Nabi ini berada pada agama yang sama dengan agama Ibrahim.”
Laki-laki itu menggambarkan Nabi ini, berkata, “Dia akan diutus dengan agama yang
sama dengan (agama) Ibrahim. Dia akan datang di negeri Arab dan akan hijrah ke wilayah
antara dua wilayah yang dipenuhi oleh batu-batu hitam (seolah telah terbakar api). Ada
pohon-pohon kurma tersebar di tengah-tengah kedua tanah ini. Dia dapat dikenali dengan
tanda-tanda tertentu. Dia (akan menerima) dan makan (dari) makanan yang diberikan
sebagai hadiah, tetapi tidak akan makan dari sedekah. Stempel keNabian akan berada
diantara pundaknya. Jika engkau dapat pindah ke negeri itu, maka lakukanlah.”
Laki-laki itu meninggal dan Salman tinggal di Amuriyah. Suatu hari, beberapa pedagang
dari Bani Kalb melewatinya. Dia meminta pada mereka untuk membawanya ke Arab dengan
imbalan sapi dan kambing miliknya. Ketika mereka mendakati Wadi Al-Qura (dekat dengan
Madinah), pedagang itu malah menjualnya sebagai budak kepada seorang Yahudi. Salman
tinggal bersama Yahudi tersebut, dan dia melihat pohon-pohon kurma (yang digambarkan
oleh sahabatnya sebelumnya). “Saya berharap ini adalah tempat yang sama dengan
yang digambarkan sahabatku.” Kata Salman. Suatu hari, seorang laki-laki yakni sepupu
majikan Salman dari suku Yahudi Bani Quraidha di Madinah datang berkunjung. Dia membeli
Salman dari majikan Yahudi-nya, “Dia membawaku ke Madinah. Demi Allah! Ketika saya
melihatnya, saya tahu itulah tempat yang disebutkan oleh sahabatku.”
Salman tidak mendengar apapun tentang Muhammad yang telah diangkat menjadi
Rasul karena dia sangat sibuk dengan pekerjaan sebagai budak, dan kemudian Rasulullah
hijrah ke Madinah. Suatu hari Salman sedang berada di atas pohon kurma di puncak salah
satu rumpun kurma melakukan beberapa pekerjaan untuk majikannya. Saudara sepupu
majikannya datang dan berdiri di hadapannya (majikan Salman sedang duduk) dan berkata,
‘Celaka Bani Qilah (orang-orang dari suku Qilah), mereka berkumpul di Quba di sekitar
seorang laki-laki yang datang hari ini dari Makah mengatakan (dirinya sebagai) seorang
Nabi!”
Salman bergetar hebat ketika mendengarnya hingga dia khawatir akan jatuh
menimpa majikanku. Dia turun dan berkata, “Apa yang engkau katakan? Apa yang
engkau katakan?” Majikannya menjadi marah dan memukulku dengan pukulan yang kuat
seraya berkata, “Apa urusanmu mengenai ini? Pergi dan kerjakanlah pekerjaanmu!”
Dia berkata, “Tidak, saya hanya ingin memastikan apa yang telah ia katakan”.
Salman bercerita pada Ibnu Abbas, ‘Pada malam itu, saya pergi untuk menemui
Rasulullah ketika beliau berada di Quba. Saya membawa serta apa yang saya simpan. Saya
masuk dan berkata, ‘Saya telah diberitahu bahwa engkau adalah seorang laki-laki yang shalih
dan para sahabatmu adalah orang-orang asing yang membutuhkan. Saya ingin memberikan
kepadamu sesuatu yang saya simpan sebagai sedekah. Saya melihat kalian berhak
mendapatkannya lebih daripada orang yang lain.’”
Salman berkata, “Saya menawarkan kepadanya; dia berkata kepada para sahabatnya,
‘Makanlah,’ tetapi dia sendiri menjauhkan tangannya (yakni tidak makan). Saya berkata
kepada diriku sendiri, ‘Inilah dia (yakni salah satu tanda-tanda keNabiannya).
Setelah pertemuannya dengan Nabi, Salman kembali untuk mempersiapkan ujian
berikutnya! Kali ini dia membawa hadiah untuk Nabi di Madinah. “Saya melihat engkau tidak
makan dari sedekah, karena itu (ambillah) hadiah ini yang dengannya saya ingin
menghormati engkau.” Nabi makan darinya dan memerintahkan para sahabatnya untuk
melakukannya, yang diikuti oleh mereka. Saya berkata kepada diriku, ‘Sekarang ada dua
(yakni dua tanda keNabian).’”
Pada pertemuan ketiga, Salman datang ke Baqi’ul Gharqad (tempat pemakaman para
sahabat Nabi) dimana Nabi sedang menghadiri pemakanan salah seorang sahabatnya.
Salman berkata, “Saya menyapanya (dengan sapaan Islam: ‘Assalamu’alaikum’), dan
kemudian berputar ke belakangnya hendak melihat stempel (keNabian) yang digambarkan
kepadaku oleh sahabatku. Ketika beliau melihatku, beliau mengetahui bahwa saya sedang
berusaha membuktikan sesuatu yang digambarkan kepadaku. Beliau melepaskan kain dari
pnggungnya dan saya melihat stempel itu. Saya mengenalinya. Saya membungkuk dan
menciumnya dan menangis.
Rasulullah memerintahkanku untuk berbalik (yakni berbicara kepadanya). Saya
menceritakan kisahku sebagaimana yang saya kisahkan kepadamu, Ibnu Abbas (ingat bahwa
Salman sedang menceritakan kisahnya kepada Ibnu Abbas). Beliau sangat menyukainya
sehingga memintaku menceritakan seluruh kisahku kepada para sahabatnya.”
Dia masih menjadi milik (budak) majikannya. Dia tidak ikut dua peperangan menghadapi
kaum kafir Arab. Nabi berkata kepadanya, “Buatlah perjanjian (dengan tuanmu) untuk
kebebasanmu, hai Salman.” Salam mematuhi dan membuat perjanjian (dengan tuannya)
untuk kebebasannya. Dia mendapatkan persetujuan dengan majikannya dimana dia akan
membayar majikannya 40 ukiyah emas dan berhasil menanam 300 pohon kurma yang baru.
Nabi berkata kepada para sahabatnya, “Bantulah saudaramu.”
Mereka membantunya dengan pohon kurma dan mengumpulkan baginya jumlah
yang diminta. Nabi memerintahkan Salman untuk menggali lubang yang cukup untuk
menanam bibit, dan beliau menananam setiap bibit dengan tangannya sendiri. Salman
berkata. “Demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak satupun pohon yang mati.”
Salman memberikan pohon-pohon tersebut kepada majikannya. Nabi memberi
Salman emas sebesar telur ayam dan berkata, “Bawalah ini, Wahai Salman, dan bayarlah
utangmu.” Salman berkata: “Berapa banyak ini dibandingkan dengan jumlah hutangku?”
Nabi bersabda: “Ambillah! Sesungguhnya Allah akan mencukupkan sejumlah hutangmu.”
Saya mengambilnya dan menimbang sebagiannya dan ia seberat 40 ukyah. Salman
memberikan emas itu kepada tuannya. Dia telah memenuhi perjanjian dan dia dibebaskan.
Kisah Salman Al Farisi ini diceritakan oleh Ibnu Abbas yang mendengar ceritanya
langsung dari Salman sendiri. Begitulah kisah seorang bangsawan dari Persia yang mencari
Tuhannya hingga rela berpindah-pindah, bahkan hingga menjadi budak! Allah telah
merahmatinya menjadi seorang muslim yang memiliki keteguhan kuat pada syahadatnya!
Dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya
Materi II
ISLAM
Sasaran Pembelajaran :
1. Memahami makna Islam dan garis besar agama Islam
2. Memahami karakteristik dari agama Islam
3. Memahami kesempurnaan agama Islam
4. Memahami tujuan diciptakannya manusia
5. Mengetahui bagaimana menjadi muslim sejati
MAKNA ISLAM
Islam berasal dari bahasa Arab aslama yang berarti tunduk, patuh, taat, berserah
diri. Allah berfirman:
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nyalah
tunduk (menyerahkan diri) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun
terpaksa dan hanya kepada Allah lah mereka dikembalikan.” (QS Ali Imron: 83)
Islam memiliki sifat yang dibawanya yaitu berserah diri dan wujud perdamaian. Di dalam
Al Quran, islam lazim disebut sebagai diin Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah
hanyalah Islam, yang berarti suatu manhaj, sistem dan aturan hidup yang menyeluruh dan
lengkap. Dengan demikian, kalimat Islam adalah ketundukkan, wahyu ilahi, diin keselamatan
dunia-akhirat. “Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang
yang rugi.” (QS. Ali Imron : 85)
Lantas, Islam yang kita kenal dan kita pegang teguh dalam iman merupakan panduan
hidup yang lengkap bagi manusia. Islam itu tinggi dan tidak ada kerendahan di dalamnya.
Islam itu tinggi dan akan dimenangkan ke atas semua agama, kepercayaan dan ideologi.
Konsep penyerahan diri kepada Allah dalam syahadat memiliki makna mendalam. Dengan
berserah diri dan tunduk maka ia akan mendapatkan kebahagiaan dan kedamaian dunia dan
akhirat.
“Islam adalah bahwasanya engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain
Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, engkau menegakkan
shalat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji ke
Baitullah - jika engkau berkemampuan melaksanakannya.” (HR Muslim)
Asas ketundukan dan penyerahan diri merupakan pengakuan bahwa kita dan seluruh
alam semesta adalah ciptaan Allah SWT. Karena itu Allah SWT berhak mengatur segenap
ciptaan-Nya sesuai dengan kehendak-Nya.
“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak
agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” (QS. Al
Fath:28)
“Dialah yang mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama
yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walupun orang-orang musyrik tidak
menyukainya.” (QS. At Taubah:33)
Dalam makna lebih lengkap disadur dari buku Pinsip-Prinsip Dasar Islam. Agama Islam
adalah “Sebuah sistem kekuasaan Allah yang memiliki peraturan (undang-undang) yang
menuntut ketaatan totalitas sebagai jalan keselamatan serta kedamaian, dan akan ada
pembalasan (hukuman) bagi orang yang melakukan pelanggaran terhadap sistem tersebut.”
Majelis Ulama Persatuan Islam mengatakan bahwa agama Islam adalah wahyu Ilahi
yang diturunkan dari Allah kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada segenap manusia.
(Muktamar Persatuan Islam, 19 September 1953, di Bandung)
Agama Islam adalah sinergi dari 3 elemen penting yaitu aqidah, syariah, akhlak.
1. Aqidah Islam
Secara etimologis berarti ‘ikatan’ dan ‘angkutan’. Secara teknis berarti ‘kepercayaan’,
‘keyakinan’, ‘iman’. Aqidah Islam adalah pertalian hati kepada kebenaran (Al Qur’an/Islam)
dari seorang mukmin.
2. Syariat Islam
Secara etimologis berarti ‘jalan’. Syariat Islam adalah satu sistem norma Ilahi yang
mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia, manusia dengan alam lainnya.
Kaidah Syariah Islamiyah ini pun terbagi atas dua bagian besar.
a. Kaidah ibadah dalam arti khusus (Kaidah Ubudiyah), yaitu tata aturan Ilahi yang
mengatur hubungan ritual langsung antara hamba dan Tuhannya yang acara, tata cara,
serta upaya caranya telah ditentukan secara terinci dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasul.
b. Kaidah muamalah dalam arti luas, yaitu tata aturan Ilahi yang mengatur hubungan
sesama manusia dan hubungan antara manusia dengan benda.
3. Akhlaq Islam
Secara etimologis berarti ‘perbuatan’, makna lebih dalam lagi akhlaq adalah perbuatan-
perbuatan yang terbiasa dilakukan tanpa banyak pertimbangan (sudah menjadi perangai)
sebagai pelaksanaan dari apa yang terbisik dalam jiwa ketika merespon sesuatu yang datang
dari luar dirinya.
KARAKTERISTIK ISLAM
Tengoklah keluar, keluar kampus kita yang konon katanya terjaga dengan iklim
intelektualitasnya. Tengoklah di sana, mereka yang mencari kebahagiaan dan ketenangan
hidup dengan berbagai macam cara. Bahkan hingga di luar batas kemanusiaan. Sekali lagi,
tengoklah mereka, bagaimana mereka mencari ketenangan hidup. Ada di antara mereka
yang mengira, kebahagiaan hidup adalah saat merasakan “nikmatnya” hisapan ganja, saat
akal tergadaikan oleh minuman beralkohol. Seakan semua permasalahan hidup yang
dihadapinya terselesaikan. Ya, mereka memang merasa ringan, karena akal sehat telah
terpenjara untuk sementara. Tapi setelah kesadaran mereka pulih, dunia kembali terasa
berat. Kesenangan sementara. Ada lagi mereka yang menganggap, kebahagiaan hidup
didapat saat gelimang harta memenuhi hidupnya. Hingga ia disibukkan dengan kerja, kerja,
dan kerja tanpa henti. Ia memang sukses secara materi. Tapi di balik kesibukannya yang
begitu dahsyat, ia meninggalkan hati yang mengering. Ia biarkan jiwanya berkarat hingga
akhirnya merapuh. Ia gadaikan kebahagiaan yang ada di hati dengan harta yang seperti air
laut, jika diminum semakin menambah rasa haus.
Carilah kisah hidup mereka yang mencari ketenangan hidup dengan berbagai macam
cara. Barangkali mengundang rasa prihatin, iba, dan heran kita. Ataukah mungkin salah satu
di antara kita justru merasakan hal yang sama? Ya benar, itu semua karena mereka atau kita
belum paham kenapa kita diciptakan !!!
1. Untuk Apa Kita Hidup?
Apakah jawaban yang kau berikan saat kau ditanya hal seperti ini, kawan? Jika engkau
ingin menjadi orang yang kaya, apa yang kau lakukan saat kau sudah menjadi kaya? Atau saat
hartamu tiba-tiba terkuras habis secara tiba-tiba? Jika kau kira hidup ini untuk mencari
ketenaran, apa yang akan kau lakukan saat kau sudah tenar? Saat media memberitakan
sebuah gosip yang tidak sedap tentangmu?
Wahai sahabat, tidak sedikit di antara kita yang semangat dan serius bekerja dengan
keras. Bahkan sampai mereka merasa waktu 24 jam sehari masih saja kurang. Bahkan
sebagian di antara mereka berusaha dengan cara apapun dan rela menukar kesuksesan
dengan apapun. Tidak peduli cara itu benar atau batil. Tetapi begitu ditanya tentang tujuan
hidup, mereka diam. Mereka bungkam. Mereka bingung, jawaban apa yang harus diberikan.
Mengapa demikian, sahabatku? Bisa jadi karena kita tidak memahami untuk apa kita hidup
di dunia ini. Karena kita belum tahu untuk apa kita diciptakan. Sehingga kita kira hidup ini
hanyalah persoalan siapa yang secara kasat mata terlihat menang, dialah yang terbaik. Dalam
hal ini, sebenarnya dengan jelas Allah telah mengatakan dalam QS. Adz Dzaariyaat : 56,
‘’Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya beribadah kepada-Ku,”
Ya, kita ada hanya untuk beribadah kepada Allah. Tidak ada yang lain. Ayat tersebut singkat,
tapi selamilah kedalamannya. Dan semakin dalam, Inshaa Allah akan kita temukan mutiara
kehidupan yang begitu indah dan menggetarkan hati. Inilah kenyataan yang memang
seharusnya dipahami oleh seorang muslim. Bahwa setiap hembusan nafasnya, setiap waktu
yang berjalan, dan setiap aktivitasnya diniatkan untuk beribadah kepada Allah semata.
Ya, semuanya untuk beribadah kepada Allah. Tentunya dengan cara yang diajarkan
Rasulullah SAW. Mau tahu indahnya hidup dengan tujuan seperti ini? Baiklah ada beberapa
contoh.
Bagi yang ingin menjadi jutawan, ia akan menggunakan hartanya untuk kesejahteraan
masyarakat. Kalaupun dia memiliki rival, maka dia tidak akan bersaing dengan kecurangan.
Semua bisnis yang dijalankan semata-mata bukan hanya untuk mencari keuntungan diri
sendiri, tetapi ia tidak akan melupakan sopan santun dan akhlak dalam melayani kolega
bisnisnya. Ia tidak akan menjadi jutawan yang kikir ketika ada tangan yang menengadah
untuk menerima bantuan darinya.
Bagi pelajar, dia akan memanfaatkan ilmu yang didapatnya untuk menegakkan agama
Allah di muka bumi. Tidak akan menjadi orang yang sombong karena ilmu dan kehadirannya
tidak mengintimidasi orang-orang bodoh, justru hadirnya dirindu. Suaranya ingin didengar.
Senyumnya dinanti banyak orang karena rasa rendah hati walau ia berilmu. Subhanallah!!
Indah bukan?
Ada sebuah cerita menarik dalam buku Kalam Min Qalb karya Amru Khalid. Seorang
wartawan pernah mendatangi seorang kapten sepak bola yang terkenal. Dia bertanya kepada
sang kapten, “Apa yang Anda impikan dalam dunia ini?” tanya wartawan tersebut. “Aku ingin
masuk surga,” jawabya singkat. “Bukan, aku bertanya tentang tujuan hidupmu,” Kapten itu
menjawab, “Saya ingin masuk surga,” Wartawan itu mengulangi pertanyaannya lagi, “Aku
menginginkan sesuatu yang bisa ditulis,” (wartawan itu tidak terbayang sama sekali, bahwa
itulah arah dan tujuan hidup). Kalau begitu kenapa kamu bermain bola?” Kapten itu
menjawab, “Saya bermain bola untuk mendapatkan duit, untuk kupersembahkan kepada
orang banyak sebagai contoh yang mulia. Bila para pemuda menemukan seorang pemain
bola yang mulia dan bergaul dengan manusia dengan akhlak yang terpuji, menyembah Allah,
dia juga berhasil mencapai tujuannya, maka para pemuda itu akan menirunya. Dengan
demikian, saya akan mendapatkan pahala dari setiap pemuda yang mengikutiku,”
2. Allah Tidak Membutuhkan Ibadah Kita, Tapi…
Sesuai namaNya, Al Ghani. Ia memang Maha Kaya. Apapun yang ada di alam semesta,
adalah kepunyaan-Nya. Dan Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Bahkan dalam sebuah hadits
qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 2577,
“Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian
manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di antara kalian,
tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun. Jika orang-orang yang terdahulu dan yang
terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang
yang paling jahat di antara kalian, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga.”
Namun demikian, ada beberapa orang yang menafsirkan hal ini dengan menabrakkan
tujuan kita diciptakan. Mereka yakin bahwa Allah Maha Kaya. Allah tidak membutuhkan
hamba-Nya. Mereka meyakini itu. Tapi ada beberapa hal yang bertabrakkan dengan wahyu
lain. Dan tidak mungkin dalam Islam ada sebuah perintah untuk suatu hal, namun ada juga
larangan untuk hal tersebut. Tidak mungkin ada kontradiksi, kecuali hal yang dikhususkan.
Mereka mengatakan, Allah tidak membutuhkan ibadah kita. Allah cukup kaya. Sehingga
kalaupun kita tidak beribadah kepada Allah, Dia tidak akan berkurang kekuasaan-Nya. Tidak
akan berkurang kebesaran-Nya. Sedikitpun tidak! Jadi menurut mereka, tidak masalah kita
tidak beribadah kepada Allah selama kita masih beriman kepada Allah. Jadi kalau kita tidak
membayar zakat, ya nggak papa, kan Allah Maha Kaya. Kalau kita tidak berpuasa selama
Ramadhan, ya nggak masalah, kan Allah Maha Kaya. Kalau kita tidak shalat, ya nggak jadi
soal, kan Allah tetap besar dengan segala kebesarannya.
Jika mengikuti pemahaman tersebut dengan logika kita, tentu kita akan pusing
dibuatnya. Saran saya, tidak perlu dipikir secara serius. Kita bisa dibuat pusing dibuatnya.
Mari kita menengok apa yang dilakukan Rasulullah SAW, ketika Aiysah bertanya kepada sang
rasul ketika beliau hendak mendirikan shalat malam. “Ya Rasulullah, bukankah engkau telah
dijamin surga oleh Allah? Mengapa engkau masih bersusah payah begini?” Dengan tenang,
beliau SAW menjawab, “Wahai Aisyah, tidak bolehkah aku bersyukur kepada Rabb-ku?”
Atau kita tengok “persaingan” yang indah dari dua sahabat utama, Abu Bakar dan Umar
bin Khattab untuk mengabdi kepada Allah dalam rangka beribadah dan fastabiqulkhairat
(berlomba-lomba dalam kebaikan).
Suatu hari, Umar datang kepada seorang nenek untuk membantunya dalam memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. “Sudah ada orang yang menjamin kebutuhanku,” jawab sang
nenek. Dalam pengintaian, Umar menyaksikan seorang lelaki kurus tengah memikul sebuah
karung. Ternyata lelaki tersebut adalah Abu Bakar.
Dalam kisah lain, saat persiapan suatu peperangan, Umar datang dengan semangat
yang menggebu. Rasulullah bertanya, “Seberapa banyak yang engkau tinggalkan untuk
keluargamu?” Umar menjawab, “Sama seperti yang kubelanjakan untuk Allah dan Rasul-
Nya,” Lalu datanglah Abu Bakar. Rasulullah menanyakan hal yang serupa. Maka jawab Abu
Bakar, “Yang kutinggalkan untuk keluargaku adalah Allah dan Rasul-Nya,”
Ya, Allah memang tidak membutuhkan ibadah kita. Tapi sejauh mana tingkat kebutuhan
kita kepada-Nya, maka sejauh itu pulalah kita terhadap ibadah. Sejauh mana kita mengenal-
Nya dan sejauh mana kita mampu mensyukuri segala nikmat-Nya, sejauh itu pulalah tingkat
kebutuhan kita untuk beribadah kepada Allah. Dari tiga contoh kisah di atas, kita bisa
menyimpulkan, siapakah yang membutuhkan ibadah, kita ataukah Allah?
Tapi tunggu dulu, terkadang di antara kita ada yang mengatakan, “Ah, itu kan Nabi, istri
Nabi, dan sahabat Nabi. Kita kan manusia biasa. Jadi wajar kalau mereka bisa begitu.”
Sebagai umatnya, sungguh suatu kewajiban kita untuk menjalankan apa yang diajarkannya.
Tidak pantas menjadi alasan bahwa mereka bukan manusia biasa. Itu bukan alasan, tapi
sebuah cara lain melakukan penolakan yang halus. Sebentar, dalam kaidah fiqih, disebutkan
bahwa apa yang diperintahkan Allah kepada rasul, maka perintah tersebut juga berlaku untuk
umatnya. Nah lho.
3. Macam Ibadah
Ibnu Taimiyyah, mendefinisikan ibadah sebagai segala hal yang dicintai dan diridhai oleh
Allah, mencakup perkataan dan perbuatan, baik yang tampak maupun yang tidak tampak.
Jadi ibadah bukanlah hal yang sempit. Melainkan sebuah amalan yang luas. Shalat, puasa,
zakat, membaca Kitabullah, haji, bersedekah, tersenyum, bekerja, belajar, nyangkul sawah,
dan sebagainya. Asal diniatkan. Karena Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah
hadits, ”Sesungguhnya setiap perbuatan bergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap
orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan.”
Ibadah terbagi menjadi dua, yakni:
a. Ibadah Mahdhah,
Ibadah jenis ini lebih banyak merupakan ritual seperti shalat, puasa, zakat, haji,
berwudhu, dan sebagainya. Syarat diterimanya ibadah macam ini, sebagaimana yang
disebutkan Jasiman, Lc dalam Syarah Rasmul Bayan Tarbiyah, ada tiga, yakni niat,
disyariatkan Rasulullah SAW, dan 100% sesuai dengan yang diajarkan beliau SAW.
b. Ibadah Ghairu Mahdhah, non ritual.
Ia ibadah dalam arti yang lebih luas. Seperti halnya ber-muamalah dengan orang
lain, menyingkirkan batu di jalanan, berdagang, dan sebagainya. Syarat diterimanya
ibadah jenis ini, sesuai sumber yang sama, ada dua, yakni niat ikhlas dan sesuai kaidah
umum yaitu bukan merupakan amal yang secara syar’i dianggap sebagai keburukan.
Untuk syarat kedua bisa dimaksudkan dengan tidak rugi dan tidak merugikan atau tidak
mendapatkan bahaya dan tidak menimbulkan bahaya bagi orang lain.
4. Agar Konsisten di Dekat Allah
Banyak cara yang dapat dilakukan agar kita tetap dekat dengan Allah. Agar tak menjauh
dari-Nya. Namun beberapa poin yang disebutkan oleh Amru Khalid dalam Kalam Min Qalb
bisa kita lakukan.
1) Shalat pada awal waktu dan kosisten. Saat Allah menyeru Hayya ‘Alal Falah, pantaskah
kita menunda ketika ajakan untuk menang datang?
2) Ingat Allah selalu, minimal lima menit setiap hari dengan berdzikir.
3) Berdoa setiap hari kepada-Nya.
4) Menjaga waktu untuk membaca Al Qur’an setiap hari.
5) Menjauhkan dari para sahabat yang jelek akhlaknya.
Seorang muslim sejati harus memiliki pandangan hidup yang setia kepada Islam
mengenai tiap masalah asasi hidup manusia. Pandangan hidup muslim merupakan jawaban
muslim yang telah berkomitmen Islam oriented mengenai perbagai persoalan pokok hidup
manusia yang disimpulkannya dari Al Qur’an. Di bawah ini adalah karakteristik yang
seharusnya dimiliki seorang muslim sejati.
1. Pedoman Hidupku
a. Al Qur’an (QS. Al-Baqarah : 2)
b. As Sunnah
2. Tujuan Hidupku
a. Tujuan hidup vertikal yaitu keridhaan Allah (QS. Al-Baqarah : 207)
b. Tujuan hidup horisontal, yaitu rahmat bagi semesta alam
3. Tugas Hidupku
Tugas hidup adalah beribadah , yaitu mengabdi dan menghambakan diri kepada Allah
(QS. Adz-Dzaariyaat : 56).
4. Fungsi Hidupku
a. Khalifah atau ‘wakil Allah’ di atas bumi (QS. Al-Baqarah : 30).
Menerjemahkan segala sifat-sifat Allah ke dalam kehidupan sehari – hari, dalam
batas kemanusiaan. Tegasnya adalah melaksanakan segala yang diridhai Allah.
b. Da’i, yaitu penerus risalah Nabi (QS. Ali Imran : 104).
Pengemban tugas dakwah kepada segenap umat manusia.
5. Alat Hidupku
Semua yang kita miliki seperti anggota tubuh, kepintaran, harta dan lainnya.
6. Idolaku
Nabi Muhammad SAW adalah idola utamanya, teladan hidup sepanjang masa (QS Al-
Ahdzab : 21). Beliau menjadi inspirasi dalam gaya hidup seorang muslim, idola yang tidak
merusak masa depan para fans nya. Malah ganjaran mencontoh beliau adalah pahala di
dunia dan syafa’at beliau di akhirat kelak.
7. Sahabatku
a. Dalam arti khusus, suami atau istri yang taat kepada Allah.
b. Dalam arti luas adalah mukmin dan mukminah (QS. Al-Fath : 29), yang satu visi
dan misi menjadi The Real Moslem.
8. Musuhku
a. Setan, (QS. Al-Baqarah : 168), (QS. Al-An’am : 142), jin, dan manusia (QS. An-Naas
: 4-6).
b. Pemimpin yang zhalim.
c. Orang – orang yang bersifat: kufur (QS. Al-Baqarah : 98), (QS. An-Nisaa’ : 101),
syirik (QS. Luqman : 13), munafiq (QS. Al-Munafiqun : 1-4, 7-8), fasiq (QS. At-Taubah :
24), zhalim (QS. Al-Baqarah : 218) dan itraf (QS. Al-Israa’ : 16)
KISAH PELAJAR SMU MEMELUK AGAMA ISLAM
Aku pernah bekerja sebagai seorang guru olah raga di salah satu sekolah SMU di
kota Fort Mead wilayah Maryland di negara Amerika. Aku mengajar lima kelas berbeda di
sekolah itu. Mulai dari kelas sembilan (tiga SMP) sampai dengan kelas dua belas (tiga SMU),
masing-masing lokal berjumlah sekitar 40 orang murid.
Pada suatu hari seorang murid bernama James meminta izin ingin bertemu denganku. Ia
bukanlah salah seorang murid dari kelas yang aku tangani. Ia meminta izin melalui salah
seorang muridku. Ketika aku menemuinya di kantor, ia bertanya tentang perkaraperkara
pokok dalam Islam. Lantas aku memberikan jawaban yang ringkas. Selanjutnya ia kembali
menemuiku dan meminta keterangan tambahan tentang hal itu. Aku bertanya kepadanya,
“Apakah pertanyaan ini ada hubungannya dengan pelajaran ilmu kemasyarakatan yang
sedang engkau pelajari?” Jawabnya bahwa ia telah membaca sebuah buku tentang Islam di
perpustakaan sekolah yang memunculkan perasaan ingin tahunya tentang Islam.
Negara Amerika membuat peraturan adanya pemisahan antara urusan agama dan
negara. Aku beritakan bahwa pembicaraan tentang masalah ini secara panjang lebar kurang
tepat dilakukan di sekolah umum. Oleh karena itu aku mengundangnya untuk menikmati
makanan ringan di restoran yang ada di dekat sekolah. Setelah mendengar penjelasan
panjang lebar dariku tentang Islam dan tauhid, terlihat bahwa ia banyak mengambil faedah
dari pertemuan itu.
Pada waktu itu usia James masih 16 tahun. Ada beberapa ganjalan yang masih
menggelayuti pikiranku. Pertama, ia belum mencapai usia dewasa. Jika kedua orang tuanya
tahu bahwa ia serius mempelajari Islam dan selalu berbincang denganku, tentu mereka akan
melarangnya. Di samping itu, kota Fort Mead tidak lebih sebuah kota kecil tempat pangkalan
angkatan bersenjata dan masih termasuk wilayah militer. Aku berfikir jangan-jangan yang
demikian itu dapat menimbulkan problem, karena ayah pemuda itu bekerja di pangkalan
tersebut.
Walau demikian, aku masih sering bertemu dengannya di restoran itu. Setiap kali
pertemuan, aku memberikan penjelasan yang lebih luas agar ia mendapat faedah lebih
banyak. Kemudian muncul keinginannya untuk mengunjungi masjid tempat kaum muslimin
melaksanakan shalat. Maka aku pun membawanya ke masjid kota Laurel yang berdampingan
dengan kota Fort Mead. Masjid tersebut tidak lebih dari sebuah rumah kuno. Kaum muslimin
setempat mengubah bentuknya untuk kepentingan ibadah. Di sana aku mengajarkannya tata
cara mengerjakan shalat yang membuat dirinya semakin tertarik dan takjub, karena shalat
merupakan komunikasi langsung antara seorang hamba dengan Rabb semesta alam SWT.
Kemudian James mengabarkan kepadaku tentang keinginannya untuk memeluk agama
Islam dan menanyakan apa yang harus ia lakukan. Aku katakan caranya mudah, hanya
dengan sebuah ucapan. Walau antusiasnya memeluk agama Islam sangat besar, tidak lupa
aku sampaikan kepadanya bahwa dosa terbesar yang diemban seorang hamba ketika
bertemu dengan Rabbnya ialah dosa seorang yang murtad dari agama Islam. Oleh karena itu
ia harus menambah pengetahuannya tentang Islam dan amalan yang telah Allah wajibkan
baik yang berkaitan dengan tauhid atau perkara ibadah, agar ia memeluk agama Islam atas
dasar kesadaran dan ilmu.
Beberapa hari kemudian ia kembali mendatangiku. Dengan anugerah dan nikmat Allah
serta dengan keinginan dan pilihan sendiri ia mengucapkan dua kalimat syahadat. Setelah itu
dengan mengendarai mobilku, sekali dalam seminggu aku mengajaknya untuk melaksanakan
shalat di masjid sekaligus untuk mendengarkan ceramah agama. Aku juga mulai
mengajarinya huruf-huruf Arab dan dengan mudah dapat ia kuasai. Lantas aku lanjutkan
dengan mengajarinya membaca Al Qur’an hingga ia mampu membacanya. Kemudian muncul
keinginannya untuk mempelajari adzan. Setelah ia berhasil menguasainya, ia ingin
mempraktekkannya di masjid sebagaimana yang telah diajarkan. Pengaruh adzan yang ia
dengar dan yang ia kumandangkan terlihat jelas pada dirinya.
Pada suatu hari aku mengajaknya pergi ke masjid. Aku tercengang ketika melihat ia
keluar tidak memakai pakaian Amerika tapi malah mengenakan pakaian gamis. Apatah lagi
masyarakat sekitarnya sudah mengetahui kalau aku sering mengunjungi rumahnya dan
menemaninya pergi ke masjid. Mereka menanggapinya dengan perasaan tidak suka. Aku
katakan kepadanya bahwa penampilan seperti ini akan mengundang banyak perhatian.
Seorang muslim boleh memakai kemeja dan celana di saat melaksanakan shalat. Setelah aku
selesai berbicara, ia memandangku dan menjawab dengan santai, “Ya ustadz Ahmad,
imanmu lemah.” Aku bertanya, “Apakah kedua orang tuamu melarangmu memakai gamis
tersebut?” Ia jawab bahwa kedua orang tuanya tidak menghalanginya dan mereka
memahami bahwa ini semua adalah keinginan dan pilihanku sendiri. Ia juga menyebutkan
bahwa ibunya memasak daging halal secara terpisah sebagai penghormatan terhadap dirinya
yang tidak boleh memakan daging babi atau bangkai. Aku menjadi tenang mendengar itu
semua.
Beberapa waktu kemudian, ia mendatangiku dengan membawa permintaan yang lain.
Waktu itu ia masih duduk di jenjang SMU. Ia ingin mengubah namanya dengan nama Islami.
Aku katakan hal itu tidak mesti selama namamu sekarang tidak terlarang dalam syariat.
Begitu juga dengan memakai nama yang asing di kalangan teman-teman Amerikanya
mungkin tidak membantunya dalam usaha untuk mendakwahi mereka ke dalam Islam. Atau
mungkin di antara mereka ada yang menyangka bahwa ia harus menukar namanya jika ingin
memeluk agama Islam. Jika mereka mengetahui hal itu mungkin mereka akan mencuekinya.
Namun ia menjawab dengan ucapannya yang lalu, “Ya ustadz Ahmad... imanmu lemah.”
Sejak itu namanya berubah menjadi James Husain Abeba. Kelihatannya namanya yang
terakhir diambil dari nama orang Afrika yang banyak dipakai oleh bangsa Amerika berkulit
hitam.
Setelah berhasil menyelesaikan jenjang SMU, ia mulai mencari pekerjaan di saat liburan
musim panas. Ia mendapat sebuah pekerjaan sebagai penerima tamu di salah satu klinik milik
seorang dokter wanita muslimah. Ia banyak mengisi waktunya dengan membaca, karena
klinik tersebut baru berdiri sehingga tugas yang dilakukan masih sedikit dan tidak banyak
menyita waktu.
Pada suatu kali, aku mendapat kesempatan untuk melaksanakan umrah pada bulan
Ramadhan. Ini merupakan kali pertama aku menghabiskan bulan Ramadhan di kota Mekkah
al-Mukarramah dan Kota Madinah Rasulullah SAW, bulan yang penuh berkah ini. Di balik
kegembiraanku dapat melaksanakan Ied bersama kaum muslimin di kota Mekkah, aku masih
mencemaskan pemuda (James) yang sedang sendirian di sana. Aku juga menanyakan
keadaannya kepada beberapa teman yang ada di masjid. Mereka katakan bahwa ia masih
tetap rutin datang, bahkan ia ikut melaksanakan i’tikaf pada sepuluh akhir bulan Ramadhan
di masjid itu.
Ketika aku pulang, aku menanyakan beritanya dan aktifitas yang telah ia lakukan. Namun
ia tidak menyinggung sedikitpun tentang i’tikaf yang telah ia laksanakan.
Selanjutnya ia memasuki sebuah universitas dan memilih bidang sejarah Islam. Aku juga
mendapat kabar bahwa ia menikahi seorang muslimah India. Akivitas yang ia lakukan
berupaya mempersatukan mahasiswa muslim yang belajar di kampusnya. Setelah
menyelesaikan bangku kuliah, ia bekerja sebagai staf pengajar di salah satu sekolah Islam
yang ada di kota Chicago. Dan setelah itu beritanya terputus.
Serial Kisah-Kisah Teladan karya Muhammd bin Shalih al-Qahthani yang dinukil dari buku
Allah Memberi Hidayah Kepada Siapa yang DikehendakiNya’, karangan Imtiyaz Ahmad
Materi III
MENGENAL RASUL
Sasaran Pembelajaran :
1. Memahami makna Rasul dan kedudukan Rasulullah SAW
2. Memahami sifat-sifat Rasul
3. Memahami tugas-tugas Kerasulan
4. Memahami kewajiban terhadap Rasul
MAKNA RASUL
Rasul adalah seorang laki-laki (QS. An Anbiyaa’:7) yang diberi wahyu oleh Allah SWT,
berkewajiban untuk melaksanakannya dan diperintahkan untuk menyampaikannya kepada
manusia. Beriman kepada Rasul merupakan salah satu rukun iman yang menjadi tolok ukur
keimanan seorang muslim. Bukan hanya kepada Muhammad SAW, seorang mukmin tidak
dianggap beriman jika tidak beriman kepada seluruh Rasul yang diutus Allah dan tidak boleh
membedakan satu sama lain. Firman Allah SWT:
“Rasul telah beriman kepada Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian
pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan
antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan:
"Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada
Engkaulah tempat kembali.” (QS. Al Baqarah: 285)
SIFAT-SIFAT RASUL
1. Manusiawi.
Rasulullah memiliki perilaku sama seperti manusia biasa dan karena itu dakwahnya pun
mudah dilakukan dan diterima oleh manusia. Tidak ada alasan untuk menolak dakwah dan
tidak ada alasan untuk tidak mampu (QS. Ibrahim:11)
2. Terpelihara dari kesalahan dan dosa (QS Al Maa’idah : 67, QS At Tahrim : 1).
Allah memelihara aturan dan firmanNya melalui pemeliharaan terhadap perilaku
RasulNya dan dengan sifat tersebut berarti semua hal yang didakwahkan adalah benar dan
kita harus meyakininya.
3. Jujur (QS Az Zumar : 33, QS An Najm : 3-4)
Jujur adalah sifat utama yang harus dimiliki setiap Rasul. Rasulullah adalah orang yang
sangat jujur dan tidak pernah berdusta. Hal itu diakui semua orang bahkan orang kafir
sekalipun.
4. Cerdas (QS Al Fath : 27).
Kecerdasan Rasulullah SAW terlihat dari cara beliau menyusun dakwah dan strategi saat
berperang, serta pandangan visionernya bahwa Islam akan menaklukan kota Mekkah, yaitu
kemenangan Islam.
5. Amanah (QS An Nisaa’ : 58).
Bahkan sebelum masa keNabian, Rasulullah telah dipercaya masyarakatnya dan dijuluki
sebagai al-amin (yang terpercaya).
6. Tabligh (QS Al Maa’idah : 67).
Seorang rasul bertugas menyampaikan risalah Allah kepada manusia. Dalam
menyampaikan perintah itu, beliau telah menunaikan tugasnya dengan baik dan tuntas
hingga beliau wafat.
7. Komitmen (QS Al Israa’ : 74, QS Al Qalam : 1-8).
Dalam gaya hidup sederhana (zuhud), perjuangan, ibadah, muamalah , dan lain-lain.
Beliau adalah teladan sempurna yang menunjukkan komitmen terhadap syari’at Allah. .
Semua sifat yang dimiliki para rasul menggambarkan akhlak yang agung dan untuk
mencapaikan dibutuhkan proses dan latihan. Sesungguhnya Rasulullah memiliki akhlak yang
mulia seperti dalam QS Al Qalam : 4
Akhlak agung Rasulullah adalah akhlak Al Qur’an dan pada diri Rasulullah terdapat
contoh yang baik yang patut ditiru semua muslim.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab : 21)
TUGAS-TUGAS KERASULAN
Sasaran Pembelajaran :
1. Mengetahui Al Qur’an dalam catatan sejarah
2. Memahami aplikasi/kesesuaian Al Qur’an dalam sains di kehidupan sehari-hari
3. Memahami keotentikan Al Qur’an, dulu, sekarang, hingga esok
4. Memahami keutamaan membaca Al Qur’an
AL QUR’AN DALAM CATATAN SEJARAH
Al Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur dan terdiri atas 114 surat. Surat
terpanjang di dalam Al Qur’an terdiri atas 286 ayat, yaitu Al Baqarah, sedangkan surat
terpendek terdiri dari 3 surat, yaitu Al ‘Ashr, Al Kautsar, dan An Nashr. Surat-surat di dalam
Al Qur’an dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu surat Makiyah dan Madaniyah.
Periode pertama dinamakan Periode Mekah. Turunnya Al Qur’an pada peridoe pertama
ini terjadi ketika Nabi bermukim di Mekah (610 – 622 M) sampai Nabi Muhammad SAW
melakukan hijrah. Ayat-ayat yang diturunkan pada masa itu, kemudian disebut dengan ayat-
ayat Makiyah, yang berjumlah 4.726 ayat dan terdiri atas 89 surat.
Periode kedua adalah Periode Madinah. Sebuah periode yang terjadi pada masa setelah Nabi
Muhammad hijrah ke Madinah (622 – 632 M). Ayat-ayat yang turun dalam periode ini
kemudian dinamakan ayat-ayat Madaniyah, meliputi 1.510 ayat dan mencakup 25 surat.
Ada beberapa cara turunnya Al Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW:
1. Malaikat Jibril memasukan wahyu itu ke dalam hati Nabi Muhammad tanpa
memperlihatkan wujud aslinya. Rasulullah tiba-tiba saja merasakan wahyu itu telah
berada di dalam hatinya.
2. Suatu ketika, malaikat Jibril juga pernah menampakkan dirinya sebagai seorang laki-laki
dan mengucapkan kata-kata di hadapan Nabi SAW.
3. Yang selanjutnya, wahyu juga turun kepada Nabi Muhammad SAW seperti bunyi
gemerincing lonceng. Menurut Rasulullah SAW, cara inilah yang paling berat dirasakan,
sampai-sampai beliau mencucurkan keringat meskipun wahyu itu turun di musim yang
sangat dingin.
4. Cara yang lain adalah malaikat Jibril turun membawa wahyu kepada Nabi Muhammad
dengan menampakkan wujudnya yang asli.
Alkisah, pada peperangan Yamamah tahun 12 hijrah, banyak menelan korban yang
diperkirakan tidak kurang dari 70 orang sahabat yang masyhur sebagai huffadz (hafal) Al
Qur’an. Dengan adanya pristiwa yang tragis itu, membuat Umar bin Khattab menjadi gundah
gelisah, dikarenakan kekhawatirannya terhadap gugurnya para sahabat yang hafal Al Qur’an.
Karena kekhawatiran seperti itu, ia datang menemui Khalifah Abu Bakar dan mengajukan
usulan agar segera dilaksanakan pengumpulan Al Qur’an dalam bentuk kodifikasi
(pembukuan).
Pada mulanya Abu Bakar merasa ragu untuk menerima gagasan dan saran dari Umar
bin Khattab itu. Sebab ini merupakan suatu pekerjaan yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi
SAW. Akan tetapi, atas pandangan dan pertimbangan-pertimbangan yang diberikan Umar
sehingga terbukalah hati Khalifah Abu Bakar untuk menerima usulan yang baik itu. Lalu ia
memutuskan bahwa pekerjaan yang monumental itu diserahkan kepada Zaid bin Tsabit.
Pada mulanya Zaid bin Tsabit merasa ragu dan menolak melaksanakan tugas berat itu,
khawatir kalau-kalau terjerumus ke dalam perbuatan yang menyimpang dari ajaran Al Qur’an
dan sunnah Rasul-Nya, sama halnya dengan Abu Bakar sebelum itu. Akan tetapi, karena
terus-menerus dihimbau, diberi dorongan dan semangat oleh para sahabat besar lainnya,
terbukalah pintu hatinya untuk menerima tugas yang suci itu. Akhirnya Zaid bin Tsabit
memulai tugas yang berat ini dengan bersandar pada hafalan yang ada dalam hati para huffaz
(penghafal Al Qur’an) dan menelusuri catatan ayat-ayat yang ada pada para penulis lainnya,
di samping mengkompromikan antara hafalan dan catatannya sendiri. Dengan sangat teliti
dan penuh kehati-hatian, akhirnya Zaid berhasil menghimpun catatan-catatan yang
berserakan itu ke dalam satu naskah yang kemudian disebut dengan “Mushaf Al-Qur’an”.
Setelah selesai mengerjakan pekerjaan berat itu, Zaid menyerahkan mushaf itu kepada
Khalifah Abu Bakar, yang kemudian mushaf itu di pegang oleh Khalifah sendiri hingga
wafatnya.
Setelah ia wafat pada tahun 13 hijrah, mushaf Al Qur’an yang satu itu selanjutnya
dipegang oleh Khalifah Umar bin Khattab, dan sepeninggal Khalifah Umar, mushaf Al Qur’an
itu disimpan di rumah salah seorang putrinya yang bernama Siti Hafsah r.a, isteri Nabi
Muhammad SAW. Kemudian pada permulaan pemerintahan Khalifah Utsman, mushaf itu
dimintanya dari tangan Hafasah r.a. Barulah kemudian pada masa ke-Khalifah-an Utsman ini,
mushaf Al Qur’an digandakan dan disebar di beberapa penjuru muka bumi.
Layaknya manusia yang serba tidak percaya, banyak pihak jahil berpendapat bahwa Al
Qur’an adalah buatan Muhammad. Inilah yang biasa diucapkan musuh umat Islam. Padahal
jelas-jelas pendapat tersebut terbantahkan. Al Qur’an murni datang dari Allah SWT.
“Akan Kami perlihatkan secepatnya kepada mereka kelak, bukti-buki kebenaran Kami di
segenap penjuru dunia ini dan pada diri mereka sendiri, sampai terang kepada mereka,
bahwa Al Qur’an ini suatu kebenaran. Belumkah cukup bahwa Tuhan engkau itu menyaksikan
segala sesuatu.” (QS. Fushshilat: 53)
Al Qur’an adalah satu-satunya kitab yang mampu menjelaskan semua fenomena yang
terjadi di alam semesta. Fenomena yang bahkan baru bisa diungkap pada zaman modern.
Bisa dibilang antara Al Qur’an dan sains sangat tidak mungkin muncul fakta yang
berseberangan. Berikut adalah beberapa contoh kesesuaian Al Qur’an dengan sains modern:
1. Proses Penciptaan Alam Semesta
Penemuan paling mutakhir menjelaskan bahwa alam semesta terbentuk setelah terjadinya
dentuman besar “Big Bang”. Menurut teori ini, awalnya alam semesta adalah bola kecil
dengan kerapatan massa sangat padat dan suhu sangat tinggi. Kemudian terjadi ledakan yang
menimbulkan terbentuknya galaksi, planet, dan bintang-bintang. (QS. Al Anbiya: 30)
Setelah ledakan besar itu, partikel tersebar ke segala penjuru. Ledakan dahsyat itu baru
bisa terekam oleh teleskop hubble yang diluncurkan di akhir abad 20. Adakah yang tau apa
yang ditangkap teleskop itu? Ya, sebuah mawar besar di angkasa. Rupanya ledakan dahsyat
yang terjadi sekitar 18 milyar tahun yang lalu itu membentuk sebuah mawar yang indah.
Percaya atau tidak, hal tersebut sudah terungkap dalam QS. Ar Rahman : 37. Subhanallah!
Mungkinkah hal itu bisa dijelaskan oleh manusia yang hidup 14 abad lalu?
2. Al Hadid (Besi)
Tidakkah kita merasa heran ada ayat Al Qur’an yang berarti besi? Ternyata di balik itu
ada suatu rahasia besar bagi manusia. Besi memiliki manfaat sangat besar bagi manusia. Kita
bisa melihat berbagai produk yang tak lepas dari unsur besi. Mulai dari jembatan, rumah,
gedung, dan sebagainya. Berbagai peralatan elektronik pun banyak yang mengandung unsur
besi. Seakan-akan besi dengan mudah didapat di bumi. Namun tahukah teman sebenarnya
besi bukan berasal dari bumi? (QS. Al Hadid: 25).
Ternyata besi memang diturunkan dari langit. Untuk teman-teman yang senang
menekuni bidang ilmu pengetahuan, cobalah untuk mengecek. Ternyata, besi termasuk
logam berat dan tidak dapat dihasilkan oleh bumi sendiri. Energi sistem tata surya kita tidak
cukup untuk memproduksi elemen besi. Butuh sekitar empat kali energi sistem matahari kita
untuk menghasilkan besi. Dengan demikian, besi hanya dapat dihasilkan oleh suatu bintang
yang jauh lebih besar daripada matahari yang bersuhu ratusan juta derajat celcius. Benda itu
kemudian meledak dahsyat sebagai nova atau supernova, dan hasilnya menyebar di angkasa
sebagai meteorit bermuatan besi, yang melayang di angkasa sampai tertarik oleh gravitasi
bumi. Peristiwa ini terjadi di awal terbentuknya bumi miliaran tahun yang lalu.
Selain itu, besi juga melindungi dari ledakan dahsyat energi matahari yang disebut solar
flare yang terjadi setiap 11 tahun sekali. Ialah sabuk Van Allen yang terdiri dari inti besi dan
nikel yang membungkus bumi, seolah-olah perisai berbentuk medan elektromagnetik
berenergi tinggi. Perisai dengan “kekuatan hebat” ini tidak dimiliki oleh planet-planet lain.
Coba teman-teman bayangkan jika bumi tidak memiliki sabuk ini? Bumi akan luluh lantah
oleh ledakan dahsyat solar flare. Bayangkan pula apa yang terjadi bila bumi dihantam
kekuatan setara 100 juta bom atom Hiroshima. Perlindungan juga didapatkan dari
serangkaian badai kosmis yang membahayakan umat manusia.
Mungkin sebagian umat muslim merasa ragu, apakah Al Qur’an yang kita baca ini adalah
sama dengan apa yang diturunkan pada Rasulullah? Tak jarang kita juga mempertanyakan,
apakah Al Qur’an tidak terkontaminasi seperti yang terjadi pada Injil sehingga isinya tidak asli
lagi? Padahal sudah 14 abad berlalu. Jawabannya adalah TIDAK. Al Qur’an tetap terjaga
keasliannya dari tangan-tangan makhluk jahil karena Allah sendirilah yang menjamin
keasliannya. Allahu Akbar!
“Sesungguhnya Kami-lah yang telah menurunkan Al-Qur’an, dan Kami benar-benar
memeliharanya” (QS. Al Hijr: 9)
Keaslian Al Qur’an dapat dibuktikan secara logika maupun ilmiah. Baik bagaimana Allah
menjaga Al Qur’an sampai tak seorang pun yang bisa menambah, mengurangi ataupun
mengubah isi Al Qur’an.
Bukti penjagaan Al Qur’an nampak pada saat penyusunan mushaf dulu yang dilakukan
dengan sangat teliti dan hati-hati. Setiap kali ayat Allah turun, Nabi menginstruksikan kepada
para sahabat untuk menghafalnya dan menuliskannya di atas batu, kulit binatang, dan
pelepah kurma. Hanya ayat-ayat Al Qur’an yang boleh ditulis. Selain ayat-ayat Al Qur’an,
bahkan termasuk hadits dan ajaran-ajaran Nabi yang didengar oleh para sahabat, dilarang
untuk dituliskan. Hal ini untuk mencegah tercampurnya isi Al Qur’an dengan yang lainnnya.
Kalau teman-teman masih kurang percaya pada keotentikan Al Qur’an, ada semacam
survey yang bisa dicoba sendiri. Simpel saja, kumpulkan penghafal Al Qur’an dari berbagai
daerah yang berbeda. Kemudian, ajak mereka untuk melafalkan hafalannya secara
bersamaan. Teman-teman pasti akan menemukan bahwa bacaan mereka sama. Semua surat
dan ayat yang mereka lafalkan akan sama baik teks maupun urutannya.
Seandainya saja kita bisa mengelilingi dunia dan mengecek satu per satu mushaf Al
Qur’an yang ada di semua tempat, sekali lagi kita akan mendapatkan kesimpulan bahwa
dimana pun berada teks Al Qur’an akan selalu sama. Al Qur’an dari Arab akan sama dengan
Al Qur’an dari Inggris, sama dengan Al Qur’an dari Indonesia karena memang semuanya
berasal dari sumber yang sama yaitu Allah SWT. Itulah bukti keotentikan Al Qur’an.
Masih ragukah teman-teman dengan kemurnian, keaslian, dan keotentikan Al Qur’an?
Teman-teman, setelah kita mengetahui seluk beluk tentang Al Qur’an, mulai dari
sejarahnya, bukti-bukti kebenarannya dalam kehidupan, dan juga keotentikannya, maka
keluar satu pertanyaan terakhir bagi kita, Dimanakah letak Al Qur’an dalam kehidupan kita?
Apakah Al Qur’an itu telah menjadi pemandu gerak langkah keseharian kita? Ataukah ia
hanya sebatas pajangan di kamar-kamar kos kita? Yang jangan kan untuk membacanya,
melihat pun terkadang jarang. Sebenarnya, banyak sekali janji-janji penuh motivasi dari Allah
dan Rasulnya yang seyogyanya mampu memantapkan langkah kita dalam membersamai Al
Qur’an. Beberapa keutamaannya yaitu:
1. Kelak, kita akan memakaikan mahkota pada kedua orang tua
“Barangsiapa membaca Al Qur’an dan mengamalkan isinya, Allah akan memakaikan
pada kedua orang tuanya di hari kiamat suatu mahkota yang sinarnya lebih bagus daripada
sinar matahari di rumah-rumah dunia. Maka bagaimana tanggapanmu terhadap orang yang
mengamalkan ini?” (HR. Abu Daud)
2. Menjadi manusia terbaik dengan Al Qur’an
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al Qur’an dan yang mengajarkannya.” (HR.
Bukhari)
3. Al Qur’an akan menjadi penolong kita di hari kiamat
“Bacalah Al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at
(pembela) pada para orang yang mempelajari dan mentaatinya.” (HR. Muslim)
4. Senantiasa diberikan ketenangan
“Ada seorang membaca surat Al-Kahfi sedang tidak jauh dari tempatnya, ada kuda yang
terikat dengan tali kanan-kiri, tiba-tiba orang itu diliputi oleh cahaya yang selalu mendekat
kepadanya, sedang kuda itu lari ketakutan. Dan pada saat pagi hari ia datang memberi tahu
kejadian itu kepada Nab Muhammad, maka bersabda Nabi SAW, “Itulah ketenangan
(rahmat) yang telah turun untuk bacaan Al Qur’an itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
PENDAPAT PARA ILMUWAN TENTANG AL QUR’AN.
“Agama dapat menjadi petunjuk yang berhasil untuk pencarian ilmu pengetahuan. Dan
agama Islam dapat mencapai sukses dalam hal ini. Tidak ada pertentangan antara ilmu
genetika dan agama. Kenyataan di dalam Al Qur’an yang ditunjukan oleh ilmu pengetahuan
menjadi valid. AI Qur’an yang berasal dari Allah mendukung ilmu pengetahuan.”
- Prof. Dr. Joe Leigh Simpson
Ketua Jurusan Ilmu Kebidanan dan Ginekologi
dan Prof. Molecular dan Genetika Manusia,
Baylor College Medicine, Houston, Amerika Serikat.
“Semua yang tertulis di dalam Al Qur’an pasti sebuah kebenaran, yang dapat dibuktikan
dengan peralatan ilmiah. “
- Prof. Tejatat Tejasen
Ketua Jurusan Anatomi Universitas Thailand, Chiang Mai
“...metode ilmiah modern sekarang membuktikan apa yang telah dikatakan Muhammad
1400 tahun yang lalu. AI Qur’an adalah buku teks ilmu pengetahuan yang simpel dan
sederhana untuk orang yang sederhana. “
- Prof. Alfred Kroner
Ketua Jurusan Geologi Institut Geosciences,
Universitas Johannnes Gutterburg, Maintz, Jerman.
“llmuwan itu sebenarnya hanya menegaskan apa yang telah tertulis di dalam Al Qur’an
beberapa tahun yang lalu. Para ilmuwan sekarang hanya menemukan apa yang telah tersebut
di dalam Al Quransejak 1400 tahun yang lalu.”
- Prof. Shroeder
Ilmuwan kelautan dari Jerman
“Dengan membaca Al Qur’an, saya dapat menemukan jalan masa depan saya untuk
investigasi alam semesta,”
- Prof. Yoshihide Kozai
Guru Besar Universitas Tokyo dan
Direktur The National Astronomical Observatory, Mikata, Tokyo, Jepang
Sasaran Pembelajaran :
1. Memahami urgensi mendirikan sholat
2. Memahami keutamaan mendirikan sholat
3. Memahami cara meraih sholat yang terbaik
4. Memahami macam-macam sholat sunnah dan manfaatnya
URGENSI MENDIRIKAN SHOLAT
Ibadah sholat merupakan oleh-oleh yang Nabi Muhammad SAW bawa dari peristiwa
Isra Mi’raj khusus untuk umat Islam. Melalui peristiwa inilah Nabi bertemu secara langsung
dengan Allah SWT dan diberikan kewajiban untuk melaksanakan sholat secara langsung,
tanpa melalui perantara malaikat Jibril seperti ibadah yang lainnya. Sehingga ibadah sholat
merupakan ibadah yang paling spesial dan paling harus diperhatikan oleh seorang muslim.
1. Sholat merupakan Rukun Islam Kedua
Sholat merupakan ibadah yang menempati posisi paling penting dalam ajaran Islam,
bahkan saking pentingnya, sholat pun ditempatkan pada rukun Islam yang kedua setelah
syahadat seperti yang tertera dalam hadits: “Islam itu dibangun diatas lima perkara, yaitu:
syahadat bahwasanya tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwasanya Nabi Muhammad SAW
itu utusan Allah; mendirikan sholat; mengeluarkan zakat; melaksanakan ibadah haji dan
shaum ramadhan” (HR. Bukhari)
2. Sholat merupakan Tiang Agama
Selain sebagai rukun Islam yang kedua, sholat pun merupakan tiangnya agama.
Rasululluh SAW bersabda: Sholat adalah tiangnya agama, maka barang siapa yang
menegakkan sholat berarti menegakkan agama dan barang siapa yang meninggalkan sholat
berarti telah meruntuhkan agama." (HR Bukhari Muslim).
3. Sholat merupakan pembeda antara muslim dan kafir
Bahkan sholat pun dijadikan pembeda antara seorang muslim dan seorang kafir oleh
Nabi Muhammad SAW . Rasulullah SAW bersabda: "Janji setia diantara kami dengan mereka
adalah sholat, barang siapa yang meninggalkan sholat maka dia adalah kafir." (HR. Muslim).
Selain itu, seorang muslim pun diwajibkan untuk memperhatikan dan menjaga tegaknya
sholat setiap waktu, sesuai dengan firman Allah: "Peliharalah segala shalatmu, dan
peliharalah sholat wusthaa. Berdirilah untuk Allah dalam sholatmu dengan khusyuk" (QS. Al-
Baqarah : 238)
Sehingga kita sebagai seorang muslim haruslah senantiasa mendirikan sholat dan
memperhatikan sholat sebagai identitas kecintaan kita kepada Allah yang merupakan salah
satu konsekuensi dari syahadat.
Selain merupakan ibadah yang wajib dilaksanakan, sholat pun mempunyai keutamaan-
keutamaan tersendiri sebagai nilai penting pelaksanaannya. Diantara keutamaan-keutamaan
sholat adalah:
1. Sholat menyehatkan fisik dan pikiran
Keutamaan sholat yang dapat menyehatkan fisik dan pikiran merupakan hasil
penemuan terkini yang menghubungkan manfaat sholat secara langsung yang berdampak
pada kesehatan fisik dan psikologis seseorang. Adnan Tarsyah dalam bukunya ‘Keajaiban
Shalat Bagi Kesehatan, Meraih Manfaat Shalat Secara Medis, Klinis, & Psikologis’
menjelaskan manfaat sholat yang jauh lebih baik daripada yoga, diantarnya adalah sholat
dapat memperlancar aliran darah, menghindarkan diri dari penyakit jantung dan tulang, dan
mampu memberikan ketenangan psikologis bagi yang melaksanakannya.
2. Sholat merupakan penghapus dosa yang telah lalu
Dari Utsman Bin Affan radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah SAW bersabda :
“Tidaklah seseorang memasuki waktu shalat wajib kemudian ia berwudhu dengan sempurna
dan shalat dengan khusyu, sambil memelihara ruku’nya, melainkan akan terhapus dosa-
dosanya yang telah lalu selama tidak melakukan dosa besar, hal itu berlaku sepanjang
masa." (HR. Muslim)
3. Sholat merupakan amal perbuatan yang paling pertama dihisab
Dari Abu Hurairah, beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Amalan-amalan
seorang hamba yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya
bagus, niscaya dia akan mendapatkan kebahagiaan dan keberhasilan. Namun, apabila
shalatnya rusak, sungguh dia akan kecewa dan rugi. Apabila shalat wajibnya ada
kekurangan, Rabb ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki shalat
sunnah?’ Lantas, kekurangan shalat wajibnya akan disempurnakan dengannya, kemudian
seluruh amalannya seperti itu.” (HR. at-Tirmidzi dan an-Nasa’i)
4. Menjaga dari perbuatan keji dan munkar
Allah berfirman: “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.
Dan sesungguhnya shalat adalah lebih besar keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain.
Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Ankabut : 45)
5. Amal yang paling utama
Abdullah ibn Mas’ud bertanya kepada Rasulullah tentang amal yang paling utama.
“Mengerjakan shalat pada awal waktu,” jawab Rasulullah. “Apa lagi?” tanya Ibn Mas’ud
kembali. “Berbakti kepada orangtua,” jawab Rasulullah. “Lalu, apa?” Ibn Mas’ud bertanya
lagi. Rasulullah menjawab, “Jihad di jalan Allah.” Ibn Mas’ud mengatakan, seandainya ia
bertanya lagi, niscaya Rasulullah juga akan menjawab (HR. Bukhari).
Sholat merupakan ibadah yang harus mendapatkan perhatian khusus dari setiap
muslim, karena kelalaian dalam pelaksanaannya malah akan mendapatkan siksa, seperti
firman Allah:
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat. Yaitu orang yang lalai dalam sholatnya”
(QS. Al-Ma’un: 4-5)
Sedangkan meninggalkannya bisa mengakibatkan kita jatuh pada kekafiran. Selain itu,
sholat yang tidak dilakukan dengan khusyu’ atau hanya sebatas rutinitas belaka, hanyalah
akan memberikan beban bagi yang melaksanakannya, dan tidak akan mendapatkan balasan
amal sholih dari Allah SWT.
Sehingga yang harus kita lakukan sebagai seorang muslim adalah mendirikan sholat
dengan sholat kita yang terbaik, seolah-olah kita sedang berhadapan langsung dengan Allah
SWT dan seolah-olah sholat yang akan kita laksanakan adalah sholat terakhir kita di dunia ini.
Dengan persiapan yang matang dalam pelaksanaan sholat, maka sudah tentu kita akan dapat
meraih kemuliaan dan keutamaan dari sholat itu sendiri.
Ada banyak hal yang dapat menjadikan sholat kita menjadi jauh lebih baik dengan ke-khusyu’-
an, diantaranya adalah:
1. Persiapan sebelum sholat
Meraih sholat yang terbaik tentunya dimulai dari hal-hal yang dilaksanakan sebelum
mendirikan sholat, seperti dengan membersihkan niat kita hanya untuk beribadah dengan
ikhlas, menyempurnakan wudhu, memakai pakaian yang terbaik dan memakai parfum, serta
memperhatikan tempat sholat kita yang akan kita gunakan untuk sholat jangan sampai dapat
mengganggu konsentrasi sholat kita.
2. Sholat dilaksanakan di awal waktu dan di masjid dengan berjamaah
Sholat yang paling baik adalah sholat yang dilaksanakan di awal waktu, apalagi jika
dilaksanakan dengan berjamaah dan dilaksanakan di masjid. Keutamaan sholat berjamaah
adalah 27 kali lipat lebih utama daripada sholat munfarid. Sedangkan setiap langkah kita dari
rumah menuju masjid untuk melaksanakan ibadah sholat akan menjadi kifarat bagi dosa-
dosa kita dan menjadi catatan amal sholih kita.
3. Menghadirkan hati dalam sholat
Saat sedang sholat merupakan saat dimana seorang muslim berada pada posisi terdekat
dengan Allah, sehingga kita harus bisa menghadirkan hati kita dalam setiap sholat kita, karena
kita tidak pernah tahu kapankah sholat terakhir kita. Dengan menghadirkan hati seolah sholat
yang sedang kita jalani itu adalah sholat yang terakhir, penuh kesungguhan, cinta, rasa takut,
dan penuh harap, maka Inshaa Allah kita pun akan dapat meraih derajat khusyu’ dalam
pelaksanaan sholat.
4. Memahami, menghayati, dan mengagungkan bacaan dalam sholat
Setiap bacaan yang diucap dalam sholat adalah doa yang kita cengkramakan langsung
kepada Allah. Sehingga agar dapat lebih menghayati sholat kita dan meraih derajat khusyuk’,
kita pun dituntut untuk dapat memahami, menghayati, dan mengagungkan setiap bacaan
yang kita ucapkan dalam sholat.
5. Tuma’ninah dalam sholat
Tuma’ninah artinya kita melaksanakan sholat dengan gerakan yang tenang dan tidak
tergesa-gesa, sehingga kita dapat lebih menghayati setiap gerakan yang kita lakukan dalam
sholat kita, karena ke-khusyu-’an dalam sholat tidak akan pernah bisa diraih dengan
pendirian sholat yang tergesa-gesa dan tidak memahami kandungan dari sholat itu sendiri
Sholat sunnat berfungsi sebagai penyempurna dari sholat wajib, seperti yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah, beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Amalan-
amalan seorang hamba yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalat. Apabila
shalatnya bagus, niscaya dia akan mendapatkan kebahagiaan dan keberhasilan. Namun,
apabila shalatnya rusak, sungguh dia akan kecewa dan rugi. Apabila shalat wajibnya ada
kekurangan, Rabb ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki shalat
sunnah?’ Lantas, kekurangan shalat wajibnya akan disempurnakan dengannya, kemudian
seluruh amalannya seperti itu.” (HR. at-Tirmidzi dan an-Nasa’i)
Selain berfungsi sebagai sholat wajib, sholat sunnah pun mempunyai keutamaannya
masing-masing, misalnya keutamaan sholat dhuha seperti yang diriwayatkan dari Abu Darda
Radhiyallahu ‘anhu, dimana dia bercerita, Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa
mengerjakan shalat Dhuha dua rakaat, maka dia tidak ditetapkan termasuk orang-orang
yang lengah. Barangsiapa shalat empat rakaat, maka dia tetapkan termasuk orang-orang
yang ahli ibadah. Barangsiapa mengerjakan enam rakaat maka akan diberikan kecukupan
pada hari itu. Barangsiapa mengerjakan delapan rakaat, maka Allah menetapkannya
termasuk orang-orang yang tunduk dan patuh. Dan barangsiapa mengerjakan shalat dua
belas rakaat, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di Surga. Dan tidaklah
satu hari dan tidak juga satu malam, melainkan Allah memiliki karunia yang dianugerahkan
kepada hamba-hamba-Nya sebagai sedekah. Dan tidaklah Allah memberikan karunia kepada
seseorang yang lebih baik daripada mengilhaminya untuk selalu ingat kepada-Nya” (H.R.
Ath-Thabrani)
Ataupun shalat tahajjud yang juga mempunyai keutamaaan tersendiri seperti yang
tertera pada hadits riwayat dari Jabir bin Abdillah dia berkata: Saya mendengar Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya di waktu malam terdapat suatu saat,
tidaklah seorang muslim mendapati saat itu, lalu dia memohon kebaikan kepada Allah ‘azza
wajalla baik kebaikan dunia maupun akhirat, kecuali Allah akan memperkenankannya.
Demikian itu terjadi pada setiap malam.” (HR. Muslim)
Selain sholat dhuha dan sholat tahajud, ada banyak sekali ragam sholat sunnat yang
dapat kita laksanakan, seperti sholat rawatib sebagai penyempurna sholat wajib kita; sholat
syukrul wudhu yang didirikan setelah berwudhu, shalat tahiyyatul masjid di setiap kali kita
memasuki masjid; ataupun sholat sunnat lainnya yang sesuai dengan sunnah Nabi
Muhammad SAW
3. Gerakan Shalat
a. Takbiratul ikhram
Mengangkat kedua tangan dengan telapak tangan menghadap kiblat dan
bertakbir (membaca “Allahu Akbar”)
Dari Ali bin Abi Tholib r.a. dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Kunci shalat adalah
bersuci (wudhu). Haramnya adalah takbir dan halalnya adalah salam” [HR. imam yang
lima kecuali Nasa’i, tirmidzi berkata: Hadist ini adalah hadist yang paling sah dalam
bab ini]
Membuka jari-jari lurus ke atas pada saat mengangkat kedua tangan dan tidak pula
menggengamnya [HR. Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Taman, dan Hakim disahkan oleh
Hakim dan disetujui Dzahabi]
Cara mengangkat kedua tangan :
a) Sejajar kedua pundak [HR. Bukhari]
b) Sejajar dengan telinga [HR. Muslim dan Nasa’i]
c) Lebih tinggi dari kedua telinga [HR. Baihaqi]
d) Setinggi dada [HR. Abu Dawud]
b. Bersedekap
Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri (bersedekap) [HR.Muslim dan Abu
Dawud].
Cara bersedekap :
a) Pada dada [HR. Al-Bazar, Syarah Tirmidzi]
b) Di atas dada [HR. Ibnu Khuzaimah, syarah Al-Muthawatha’]
c) Di atas pusar [HR. Abu Daud, hadist Mauquf]
d) Di bawah pusar [HR. Abu Daud, hadist Dhaif]
c. Membaca doa iftitah
Rasulullah SAW membuka bacaan dengan doa-doa yang banyak dan bermacam-
macam. Beliau memuji Allah, mengagungkan-Nya dan menyanjung-Nya. Rasulullah
telah memerintahkan demikian bagi yang tidak benar sholatnya. Beliau bersabda ”Tidak
sempurna sholat seseorang sehingga ia bertakbir, bertahmid dan menyanjungNya
serta membaca ayat-ayat Al Qur’an yang dihapal.” [HR Bukhari dan Muslim].
d. Membaca Al-Fatihah
“Tidak sah shalat seseorang jika tidak membaca Al-Fatihah” [HR Bukhari, Muslim,
Abu ’Awanah, dan Baihaqi].
Caranya:
a) Bacaan Basmalah dikeraskan, ketika bacaan Al-Fatihah dikeraskan [HR Tirmidzi]
b) Bacaan Basmalah tidak dikeraskan, meskipun bacaan Al-Fatihah dikeraskan
[HR Muslim]
c) Membaca Amin setelah selesai membaca Al-Fatihah [HR. Abu Dawud]
e. Bacaan setelah Al-Fatihah
Membaca surat pada rakaat pertama dan kedua setelah membaca Al Fatihah.
Bacaan surat pada rakaat pertama lebih panjang dari rakaat kedua [HR. Bukhari dan
Muslim]
f. Ruku’
Cara Ruku’ :
a) Setelah membaca Al Quran lalu berhenti sejenak (HR. Abu Dawud dan Hakim),
kemudian mengangkat tangan kanan dan tangan kiri, lalu mengucapkan takbir
seperti saat takbiratul ikhram (HR. Bukhari dan Muslim), lalu ruku’ (HR. Abu
Dawud dan Nasa’i)
b) Kedua telapak tangan diletakkan pada kedua lutut (HR. Bukhari dan Abu Dawud)
dengan jari direnggangkan (HR. Hakim) lalu punggung diluruskan dan diratakan
(HR. Baihaqi) sehingga bila air dituangkan di atas punggung, air tersebut tidak
akan bergerak (HR. Thabarani, ‘Abdullah bin ahmad, dan Ibnu Majah) dan posisi
kepala tidak diangkat dan tidak pula ditundukan (HR. Abu Dawud dan Bukhari)
tetapi di tengah antara kedua keadaan tesebut (HR. Muslim dan Abu ‘Awanah).
c) Lakukan secara tuma’minah (HR Bukhari, Muslim dan Ahmad)
d) Membaca Doa Ruku’
g. I’tidal
Cara I’tidal:
a) Membaca sami’allahu liman hamidah (HR. Abu Dawud dan Hakim), sambil
mengangkat kedua tangan seperti saat takbiratul ikhram
b) Berdiri lurus sampai setiap ruas tulang belakang kembali ketempatnya (HR Bukhari
dan Abu Dawud), dengan posisi bersedekap dengan tangan kanan di atas tangan
kiri (menurut Syaikh Abdullah bin Baz) atau melepaskan lurus (menurut Syaikh
AlAlbani)
c) Lakukan secara tuma’minah (HR Bukhari, Muslim dan Ahmad)
d) Membaca Doa I’tidal
h. Sujud
Cara Sujud:
a) Membaca takbir tanpa mengangkat tangan (HR Bukhari dan Muslim)
renggangkan tangan dari lambung (HR. Abu Ya’la)
b) Menyentuhkan tujuh anggota badan : kening sekaligus hidung, dua telapak
tangan, dua lutut, jari-jari kedua kaki, dan jangan menyimbak rambut dan lengan
baju ketika sujud. (HR Bukhari dan Muslim)
c) Meletakkan kedua lutut lebih dahulu sebelum kedua tangan (HR Bukhori) atau
meletakkan Kedua tangan ke tanah lebih dahulu sebelum kedua lutut (HR Abu
Dawud), keduanya diperbolehkan. Dan yang lebih utama wallahu a’lam adalah
mendahulukan tangan daripada lutut. “Apabila seseorang diantara kamu
bersujud, janganlah turun seperti turunnya unta, tetapi hendaklah ia letakkan
kedua tangannya sebelum kedua lututnya”. (HR Abu Daud, Nasa’i dengan sanad
shahih)
d) Meletakkan tangan sejajar dengan kedua bahu (HR Abu Daud dan Tirmidzi) atau
meletakkan tangan sejajar dengan kedua daun telinga (HR Abu Dawud dan
Nasa’i), keduanya diperbolehkan. Dan yang lebih utama wallahu a’lam adalah
meletakkan tangan sejajar dengan bahu. Dengan jari-jari tangan tidak renggang
(rapat), tidak mengepal dan lurus ke arah kiblat (HR Bukhari)
e) Mengangkat kedua lengan dari lantai dan jauhkan dari lambung sampai kedua
ketiak terlihat oleh orang yang berada dibelakang. (HR Bukhari dan Muslim)
f) Kedua lutut dan bagian depan kedua telapak kaki menekan ke lantai (HR Baihaqi),
posisi lutut dan pantat adalah tegak sehingga perut tidak menyentuh paha (HR
Abu Daud), rapatkan kedua tumit (HR . Thahawi, Ibnu Khuzaimah, dan hakim)
dan tegangkan kedua telapak kaki (HR. Baihaqi) lakukan secara tuma’minah (HR
Bukhari, Muslim dan Ahmad)
g) Membaca doa sujud
i. Duduk diantara dua sujud
Cara duduk diantara dua sujud:
a) Membaca takbir (HR Bukhari dan Muslim)
b) Duduk iftirasy, duduk di atas kaki kiri dan tumit kaki kanan ditegakkan (HR Ahmad,
Abu Daud dan nasa’I)
c) Duduk Iq’ak, duduk di atas dua tumit yang ditegakkan (HR Abu daud)
d) Lakukan secara tuma’minah (HR Bukhari, Muslim dan Ahmad)
e) Membaca doa diantara dua sujud
j. Duduk tasyahud
Cara Duduk Tasyahud :
a) Membaca takbir (HR. Bukhari dan Muslim)
b) Duduk iftirasy, untuk tasyahud awal pada sholat zhuhur, Ashar, Magrib, dan Isya’
(HR. Abu Dawud). Membaca tasyahud awal dan doa yang disukai (HR. Ahmad dan
Nasa’i)
c) Duduk tawaruk, untuk tasyahud akhir, membentangkan paha kiri dengan pantat
duduk diatas lantai dan tumit kanan ditegakkan (HR. Abu Dawud) membaca doa
tasyahud akhir dan doa yang disukai (HR. Ahmad dan Nasa’i)
d) Jari-jari tangan kiri dihamparkan pada lutut kiri
e) Telunjuk tangan kanan diangkat sedikit melengkung (HR. Abu Dawud dan Nasa’i),
kelingking dan jari manis digerakkan, sedangkan ibu jari dan ujung jari tengah
dipertemukan sehingga membentuk lingkaran (HR. Abu Dawud)
f) Mengarahkan pandangan kearah telunjuk yang diangkat (HR. Ahmad)
g) Membaca doa tasyahud
k. Bangkit Ke Rakaat Ketiga Dan Keempat
Dalam Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Rasulullah SAW
bangkit ke rakaat ketiga seraya mengucapkan takbir. Beliau memerintahkan orang yang
shalatnya salah untuk melakukan itu sebagaimana sabdanya, ”Kemudian lakukanlah
seperti itu pada setiap rakaat dan sujud”.
Rasulullah SAW mengucapkan takbir ketika bangkit dari duduk, kemudian Beliau
berdiri. Beliau kadang mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan mengucapkan
takbir. Demikian yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Abu Daud.
l. Membaca Salam
Mengucapkan “Assalaamu ‘alaikum warahmatullah” setelah tasyahud akhir
dengan menoleh ke kanan dan ke kiri sehingga pipi terlihat oleh orang yang berada
dibelakang [HR Nasa’i]
Menurut riwayat Abu Daud terkadang Rasulullah SAW menambahkan dengan
“Wabarokaatuh” pada salam pertamanya.
Sumber :
1. Al Qur’an Al-Karim
2. Al–Albani, Muhammad Nashiruddin. 2000. Sifat Sholat Nabi. Yogyakarta : Media
Hidayah : Yogyakarta
3. Tim Buku Panduan Mentoring. 2008. Meraih Cita Bersama Islam. Surabaya : Trijaya
Guna Offset
Materi VI
ADAB PERGAULAN
Sasaran Pembelajaran :
1. Memahami adab pergaulan dengan teman sebaya
2. Memahami adab pergaulan dengan lawan jenis
3. Memahami adab pergaulan dengan orang yang lebih tua
4. Memahami makna dan keutamaan dari birrul walidain
5. Mengetahui dan mengaplikasikan bentuk dari birrul walidain
ADAB PERGAULAN DENGAN TEMAN SEBAYA.
Sebagai seorang muslim kita dituntut untuk menjadi seorang agen perubahan dan
penebar kebermanfaatan dimanapun berada, maka sudah sepatutnya lah bagi kita untuk
menjaga dan mempererat ukhuwah diantara sesama. Hakekat seorang manusia adalah
makhluk sosial yang tidak akan sanggup menjalani kehidupannya seorang diri. Salah satu
elemen masyarakat yang akan banyak kita temui selama kehidupan adalah teman atau
sahabat kita sendiri. Kesempurnaan islam pun tidak melepaskan mereka di luar batas dan
norma-norma beragama, bahkan secara gamblang, islam telah menggariskan cara-cara yang
patut ditempuh untuk menjalani hubungan dengan teman atau sahabat secara syar’i. Berikut
contoh-contoh hal yang perlu diperhatikan dalam bergaul kepada teman:
1. Bergaul dengan orang yang sholih
Hal ini sesuai dengan yang telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW
bersabda, ”Seorang laki-laki itu tergantung dengan agama teman bergaulnya, maka
hendaklah salah seorang melihat dengan siapa ia bergaul.” (HR. Abu Dawud: 4833)
2. Berbuat baik dan menyambung tali silaturrahim
Rasulullah SAW adalah orang yang baik Akhlaknya dan beliau merupakan teladan bagi
umat seluruh manusia. Beliau memerintahkan kepada umatnya untuk berbuat baik kepada
temannya sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr, “Sebaik-baik
sahabat di sisi Allah adalah seorang yang terbaik bagi temannya. Dan tetangga yang paling
baik adalah yang baik terhadap tetangganya.” (HR. Tirmidzi: 1944)
Selain itu kita juga diperintahkan untuk menyambung silaturrahim. “Dan Engkau
sambunglah Silaturrahim.” (HR. Muslim: 348)
3. Tidak mencela, menyakiti, dan menakuti teman
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang
lain. Karena boleh jadi mereka (Orang yang diolok-olok) lebih baik daripada mereka (yang
mengolok-olok). Dan jangan perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan-
perempuan yang lain. Karena boleh jadi perempuan (yang diolok-olok) lebih baik dari
perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu mencela satu sama lain, dan janganlah
saling memanggil dengan gelaran yang buruk.“ (QS. Al Hujurat: 11)
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Apabila ada dua orang yang saling
mencaci-maki, maka cacian yang diucapkan oleh keduanya itu, dosanya akan di tanggung
oleh orang yang memulai cacian.” (HR. Muslim: 2587)
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa
perbuatan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan
dan dosa yang nyata.” (QS. Al Ahzab: 58)
4. Memberi julukan yang baik dan yang dia senangi
Rasulullah SAW mendapati Ali sedang tidur di masjid dan badannya penuh debu, lantas
beliau bersabda, ”Bangunlah Abu Turab, bangunlah Abu Turab.” Sahl bin Sahl mengatakan,
”Sebutan Abu Turab merupakan nama yang paling disukai oleh Ali bin Abi Thalib,
sesungguhnya dia gembira jika dipanggil dengan nama ini.” (HR. Bukhari: 441)
5. Saling menyayangi dan mencintai kerena Allah
“Orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi bagai
satu tubuh. Apabila ada salah sau anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan
ikut terjaga (tidak bisa tidur) karena merasakan panas (akibat turut merasakan sakit)” (HR.
Muslim: 2586)
Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman pada hari kiamat
kelak.” “Mana orang-orang yang mencintai karena keagunganKu? Hari ini kunaungi mereka,
dimana tidak ada naungan pada hari ini selain naunganKu.” (HR. Muslim: 2566)
6. Tidak menyebarkan Aib
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan amat keji tersebar
dikalangan orang-orang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akherat” (QS.
An Nur: 19)
“Tidaklah seorang hamba menutupi aib hamba yang lainnya di dunia, kecuali Allah akan
menutupi aibnya pada hari kiamat kelak.” (HR. Muslim: 2590)
Jam menunjukkan pukul 17:00, menandakan waktu perkuliahan sudah selesai. Para
mahasiswa berebut pulang. Begitu pula Bunga, siswi ini berpakaian rapi hendak bersiap
pulang. Andi, salah seorang kawan kelasnya menghampiri, “Yuk pulang bareng”. Tanpa ba bi
bu, Bunga langsung mengiyakan tawaran teman prianya itu. Mereka lalu berboncengan
sambil sesekali bercanda.
Bisa jadi Bunga adalah kita. Bisa jadi Andi adalah kita. Bisa jadi sebagian dari kita ada
yang berpendapat itu merupakan resiko dari lingkungan sekitar kita ynag heterogen sehingga
bukan tidak mungkin hal itu menjadi sebuah kewajaran dalam kehidupan sehari-hari.
Memang semua itu wajar, tapi yang perlu kita pahami bersama adalah belum tentu
kewajaran tersebut dinilai sebagai suatu kebenaran oleh Allah SWT. Allah SWT pun tidak
melarang adanya interaksi antara laki-laki dan perempuan. Bahkan terkadang hal tersebut
dituntut apabila memang berbuah pada suatu kebaikan.
Akan tetapi, kita pun sepatutnya paham dan mentoleransi batas-batas kewajaran yang
diberikan oleh islam dalam mengatur tata cara berinteraksi dengan lawan jenis. Karena
bagaimanapun, islam adalah suatu sistem regulasi kehidupan komprehensif yang
membawahi segala perbuatan kita, baik itu yang perbuatan keduniawian maupun yang
berkaitan dengan unsur-unsur ukhrawi. Nah, berikut adalah salah satu contoh dari batasan-
batasan yang harus kita perhatikan dalam bergaul dengan lawan jenis:
1. Berpakaian syari’i
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.
Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59)
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, Hendaklah mereka menahan pandangannya,
dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)
nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya” (QS. An
Nur: 31)
2. Menjaga diri dalam berkata
“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu
bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang
yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik, dan hendaklah kamu
tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang
Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-
Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait
dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al Ahzab 32-33)
3. Menjaga diri dalam memandang
“Tiga pasang mata tidak akan menyentuh api neraka, yaitu mata yang menutup dari
apa yang diharamkan oleh Allah, mata yang terjaga di jalan Allah, dan mata yang menangis
karena takut kepada Allah.” (HR. Imam Hakim dan Imam Baihaqi)
Begitu indahnya hadits di atas. Masihkah terbersit pertanyaan mengapa kita harus
menjaga pandangan? Seperti kata pepatah, dari mata turun ke hati. Saling pandang –secara
berlebihan- dapat ketertarikan yang jika tidak disikapi dengan benar maka akan mengarah
pada perilaku zina. Padahal jelas sekali larangan yang Allah berikan pada manusia untuk tidak
mendekati zina. Mendekati saja tidak boleh, apalagi melakukannya secara langsung.
4. Menjaga diri dalam situasi
Menjaga diri dalam situasi yang dimaksud di sini adalah menghindarkan untuk bertemu
berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahram kita. Kenapa? Karena dalam kondisi
seperti ini, setan akan sangat rawan menggoda kita untuk bermaksiat di hadapan Rabb nya.
Rasulullah pernah bersabda,
“Janganlah salah seorang dari kalian berdua-duaan dengan seorang wanita, karena
setan akan menjadi yang ketiganya.” (HR. Ahmad dan At Tirmidzi)
Jika kita memang memiliki urusan dengan lawan jenis, alangkah baiknya jika kita ajak juga
teman yang lain. Selain untuk menghindarkan fitnah, godaan dari setan pun dapat
diminimalisir.
5. Menjaga diri dalam berjabat tangan
Ketika seorang muslim berjabat tangan dengan sesama muslim dan saling
mengucapakan salam, Allah mengugurkan dosa-dosa dari keduanya. Namun perlu diingat,
berjabat tangan ini hanya berlaku untuk sesama jenis dan mahram kita saja. Salah satu istri
Rasulullah, ‘Aisyah ra, pernah berkata:
“Tidak pernah sekali-kali Rasulullah SAW menyentuh tangan seorang muslimah yang tidak
halal baginya” (HR. Bukhari dan Muslim)
ADAB PERGAULAN DENGAN ORANG YANG LEBIH TUA DAN BIRRUL WALIDAIN
Orang yang lebih tua mendapatkan porsi penghormatan yang tidak kalah besar dalam
Islam. Baik itu orang yang lebih tua secara genetik dengan kita maupun mereka yang tidak
memiliki hubungan genetika dengan kita. Karena bagaimanapun juga, mereka lah yang lebih
banyak memakan asam garam kehidupan dunia dibanding kita. Maka, belajar kepada
pengalaman yang telah mereka miliki adalah suatu keniscayaan dalam meraih kesuksesan
kita kedepannya.
Birrul Walidain merupakan kebaikan-kebaikan yang dipersembahkan oleh seorang anak
kepada kedua orangtuanya, kebaikan tersebut mencakup lahir dan batin, dan hal tersebut
didorong oleh nilai-nilai fitrah manusia. Allah berfirman: “Sembahlahlah Allah dan janganlah
kamu mempersekutukannya dengan sesuatupun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang
ibu bapak...” (QS. An Nisa : 36)
Allah menetapkan berbuat baik pada orangtua sebagai amalan kedua setelah
menjadikan Allah satu-satunya Ilah yang disembah. Hal inilah yang menjadi dasar kuat
kedudukan akhlak ini untuk diterapkan oleh seorang muslim. Begitu juga dalam firman Allah
berikut ini:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu,
hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman : 14)
Rasulullah SAW pun banyak bersabda tentang kedudukan berbakti pada orangtua.
Diantaranya adalah dari Abdullah bin Amr bin al-'Ash r.a., katanya: "Ada seorang lelaki
menghadap Nabi SAW lalu berkata: "Saya berbai'at kepada Tuan untuk ikut berhijrah serta
berjihad yang saya tujukan untuk mencari pahala dari Allah Ta'ala." Beliau bertanya:
"Apakah salah seorang dari kedua orangtuamu itu masih ada yang hidup?" Orang itu
menjawab: "Ya, bahkan keduanya masih hidup." Beliau bersabda: "Apakah maksudmu
hendak mencari pahala dari Allah Ta'ala?" Ia menjawab: "Ya." Beliau bersabda: "Kalau begitu
kembali sajalah ke tempat kedua orangtuamu, lalu berbuat baiklah dalam mengawani
keduanya itu." (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abu Hurairah r.a. katanya: "Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah SAW. lalu
berkata: "Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk saya persahabati dengan
sebaik-baiknya - yakni siapakah yang lebih utama untuk dihubungi secara sebaik-baiknya?"
Beliau menjawab: "Ibumu." Ia bertanya lagi: "Lalu siapakah?" Beliau menjawab: "Ibumu."
Orang itu sekali lagi bertanya: "Kemudian siapakah?" Beliau menjawab lagi: "Ibumu." Orang
tadi bertanya pula: "Kemudian siapa lagi." Beliau menjawab: "Ayahmu." (Muttafaq ‘alaih)
Didahulukan ibu dari ayah, karena banyaknya pengorbanan, pengabdian, kasih sayang
yang telah diberikan oleh seorang ibu. Seorang ibu telah mengandung, menyusui, mendidik
dan tugas lainnya sehingga ibu mendapatkan keutamaan seperti itu.
Sasaran Pembelajaran :
1. Mampu menjadi muslim yang teratur
2. Mampu mengatur waktu menjadi lebih efektif dan efisien
3. Mampu meneladani pola kehidupan sehat Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari
MAKNA MANAJEMEN
Secara etimoligis istilah manajemen berasal dari bahasa Inggris yaitu to manage yang
artinya mengatur atau mengurusi sesuatu. Derivasi dari to manage diantaranya manager
(pengurus/pengatur) dan management yang berarti mengontrol dan mengorganisir sesuatu
hal.
Jelasnya, manajemen berarti teknik atau cara yang digunakan untuk mengurus atau
mengatur sesuatu agar dapat berdaya guna. Ruang lingkup manajemen sangatlah luas, mulai
dari manajemen diri, keluarga, kantor, masyarakat, negara dll. Dalam tulisan sederhana ini,
penulis berusaha untuk menyampaikan manajemen dalam ruang lingkup yang terkecil yakni
manajemen diri bagi seorang muslim. Manajemen diri bagi seorang muslim tentu saja harus
berlandaskan pada aturan-aturan yang termaktub dalam Al Qur’an maupun Al-Hadits. Hal ini
sekaligus untuk membuktikan bahwa aturan-aturan dalam Islam itu bersifat kaffah
(menyeluruh) sehingga setiap aktivitas kaum muslimin tidak lepas dari aturannya.
Sasaran Pembelajaran :
1. Memahami kondisi ideal umat Islam berdasar Al Qur’an dan Al Hadits
2. Mengetahui kondisi umat Islam kekinian
3. Mengetahui sebab-sebab kemunduran umat Islam
4. Memahami pengertian dari ghazwul fikr
5. Memahami sasaran, metode, dan sarana dari ghazwul fikr
6. Mengetahui solusi dari problematika umat
7. Memahami makna dan urgensi berdakwah
8. Memahami bekal dalam berdakwah
KONDISI IDEAL UMAT ISLAM
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, problematika atau problem merupakan kata
serapan yang bermakna masalah-masalah yang belum terpecahkan, belum ada solusinya.
Dalam bahasan materi ini, yang dimaksud dengan problem adalah kesenjangan yang terjadi
antara kondisi ideal dan kondisi real. Dalam hal ini berarti adanya ketimpangan kondisi umat,
dimana kondisi umat Islam sekarang ini sangat jauh jika dibandingkan dengan kondisi ideal
umat Islam seperti yang disebutkan dalam Al Quran dan Hadits serta realitas umat terdahulu.
Untuk itu, sebelum membahas problematika umat Islam yang sekarang ini terjadi, berikut
adalah kondisi ideal umat Islam yang telah disebutkan dalam Al Qur’an dan Al Hadits.
1. Umat terbaik di antara manusia (Khairu Ummah)
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah...” (QS. Ali Imron:
110)
Ayat di atas menjadi dalil mengenai kedudukan para sahabat di hadapan Allah Ta’ala.
Para mufasirin menjelaskan bahwa kata “kamu” dalam ayat tersebut mengacu kepada para
sahabat. Mereka adalah Khairu ummah (umat terbaik). Dengan begitu, Allah menyatakan
legitimasi-Nya terhadap kebaikan para sahabat, baik dalam pemahaman dan
pengamalannya.
Dalam ayat tersebut juga disebutkan tiga sifat utama yang menyebabkan para sahabat
itu dikatakan sebagai umat terbaik, yaitu: (1) Amar ma’ruf (menyuruh kepada kebaikan).
Mereka punya semangat melakukan amar ma’ruf, aktivitas mereka selalu dalam koridor
amar ma’ruf. (2) Nahi munkar (mencegah kemungkaran). Mereka tidak pernah senang
jiwanya melihat kemungkaran, oleh karenanya mereka berusaha untuk mencegah
kemunkaran. (3) Beriman kepada Allah SWT.
2. Umat Adil dan Pilihan (Ummatan Wasathan)
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan
pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad)
menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. (QS. Al Baqarah : 143)
Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa umat Islam dijadikan umat yang adil dan pilihan,
karena mereka adalah umat pertengahan/moderat yang akan menjadi saksi atas perbuatan
orang yang menyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat.
Berikut adalah lima sifat dari umat Islam terdahulu yang membuat mereka menjadi ummatan
wasathan.
a. Seimbang antara Dunia dan Akhirat
“dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi…”
(QS. Al-Qashash : 77)
Ayat di atas merupakan teguran ketika ada sebagian sahabat yang lebih
mengutamakan akhiratnya dibanding kehidupan dunia. Dengan ayat tersebut Allah
mengingatkan agar menjalani kehidupan itu haruslah seimbang (pertengahan) tidak
mengutamakan salah satu di antara keduanya. Allah sudah menegur para sahabat yang
lebih mengutamakan akhiratnya (yang lebih utama daripada kehidupan dunia) lalu
bagaimana dengan orang yang lebih mendahulukan dunia?
b. Seimbang antara Kebutuhan Materil (Fisik) dan Spiritual (Ruhani)
Bisa kita ambil contoh dari kaum Yahudi yang lebih berat pada sisi dunia (fisik), dan
Nasrani yang lebih berat pada sisi akhirat (ruhani). Sedangkan Islam mengajarkan kita
untuk seimbang dalam hal fisik dan spiritual.
c. Seimbang antara (kepentingan) individu dan sosial
Rasulullah memberikan contoh keseimbangan individu dan sosial yang pada
masanya ditiru oleh para sahabat juga. Salah satu contohnya adalah Rasulullah selalu
membantu para sahabat yang sedang kesusahan. Juga perhatian pada keluarga, yaitu
ketika Rasulullah bangun untuk shalat malam, Rasulullah membangunkan seluruh
keluarganya.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka….” (QS. At-Tahrim : 6)
d. Seimbang antara ifrath dan tafrith (tidak berlebihan dalam berbelanja dan tidak
pula kikir)
Dalam Al Qur’an disebutkan sifat orang yang penyayang yaitu:
“dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan,
dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang
demikian.” (QS. Al-Furqan: 67)
e. Umat yang Satu (Ummatan Waahidatan)
Dalam Al Qur’an disebutkan:
“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu,
dan aku adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku.” (QS. Al-Mukminun : 52)
“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu
dan aku adalah Tuhanmu, Maka sembahlah aku.” (QS. Al-Anbiyaa: 92)
Rasulullah SAW dan para sahabatnya merupakan umat yang satu, yang solid tidak
terpecah belah. Persatuan dan kesatuan umat pada saat itu tampak dalam tiga hal,
yaitu:
a) Satu dalam aqidah
b) Satu dalam kepemimpinan, yaitu di bawah kepemimpinan Rasulullah SAW
berlanjut pada masa Khulafa Ar-Rasyidin.
c) Satu dalam jama’ah, saat itu tidak ada jama’ah yang masing-masing saling
mengklaim diri paling benar dan menyalahkan orang lain.
1. Takhalluf (kemunduran/keterbelakangan)
Harus diakui bahwa umat Islam sekarang sedang mengalami kemunduran di setiap
bidang kehidupan. Dan haruslah kita malu kepada Allah jika sekarang masih mengklaim
bahwa diri kita adalah umat terbaik (khairu ummah) karena kenyataannya umat Islam
sekarang mengalami keterbelakangan.
Dalam bidang ekonomi, banyak negara miskin yang mayoritas penduduknya adalah
muslim (Somalia, Sudan, Afghanistan, Indonesia, dll). Dalam bidang politik banyak negara di
dunia saat ini menjalankan sistem demokrasi yang merupakan warisan kebudayaan Yunani,
sistem politik Islam dianggap tidak relevan lagi dengan zaman modern. Bidang
militer/pertahanan, hampir tidak ada negara Islam yang kekuatan militernya sanggup
menyamai kekuatan militer AS, dan para sekutunya. Tidak mengherankan jika kemudian
musuh-musuh Islam, dengan sangat mudah menyerang dan menghancurkan negara-negara
Islam. Dalam kebudayaan, sangat jelas terasa bahwa budaya yang berkembang dan menjadi
panutan adalah budaya Barat yang bebas, dan semua istilah lain yang bertentangan dengan
nilai-nilai Islam. Pada intinya, kondisi umat Islam sekarang sedang mengalami kemunduran,
dimana musuh-musuh Islam dengan mudahnya mencengkram kehidupan umat Islam. Dan
hal tersebut dikarenakan umat Islam sekarang ini :
a. Umat Islam kini menyeru yang munkar, mencegah yang ma’ruf
Umat Islam sekarang banyak yang justru berperilaku layaknya orang-orang kafir,
mendorong kepada kemunkaran dan malah menghalang-halangi orang-orang yang
ingin taat beragama. Contohnya: kebanyakan pengendali acara di TV yang beragama
Islam yang menghadirkan acara-acara yang membuat orang tidak sholat berjama’ah.
Tidak mengkondisikan orang untuk berbuat kebaikan dan mempersempit orang untuk
berbuat kebaikan bahkan dilakukan oleh orang Islam sendiri. Hal ini sudah diberitakan
oleh Allah melalui QS. At-Taubah : 67.
b. Mengakal-akali Syariat
Orang-orang alim, yang paham tentang syariat agama ini dan harusnya
membimbing umat untuk menjalankan ajaran agamanya secara benar, justru
memunculkan keraguan-keraguan di tengah-tengah umat. Dengan kepintarannya,
mereka menjadikan syariat agama ini sebagai alat untuk meraih kepentingan sesaat
yang bersifat duniawi. Sebagai contoh banyak umat Islam dibuat ragu dengan istilah
bunga bank yang banyak diubah dengan margin supaya tidak nampak munkar, yang
sesungguhnya itu merupakan perbuatan riba. Karena margin dalam pinjam meminjam
boleh, sedang dalam jual beli tidak boleh.
c. Mengikuti Millah (agama, perilaku, pola hidup) orang-orang Kafir
Keberadaan Jaringan Islam Liberal, Ahmadiyah, Syi’ah, dan aliran-aliran sesat
lainnya menunjukkan bahwa umat Islam mudah sekali terombang-ambing, jauh dari
ajaran Islam yang lurus. Dalam hal pola pikir, tingkah laku, berpakaian, dan lain
sebagainya, sangat sulit dibedakan dengan orang-orang kafir. Umat Islam saat ini tidak
merasa bangga dengan identitasnya sebagai muslim, bahkan dengan agamanya sendiri.
Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah : 120.
“Dari Abu Sa’id Al-Khudri RA, Ia berkata : Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda :
”Kamu akan mengikuti jejak langkah umat-umat sebelum kamu sejengkal demi
sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga jikalau mereka masuk ke lobang biawak pun
kamu akan mengikuti mereka.” Sahabat bertanya, ”Ya Rasulullah! Apakah Yahudi dan
Nasrani yang Rasulullah maksudkan? Nabi SAW menjawab : “Siapa lagi?” (Kalau bukan
mereka)” (HR. Muslim)
d. Meninggalkan jihad dan ridha dengan dunia
Rasulullah bersabda, “Jika kalian berjual-beli dengan cara ‘inah (salah satu bentuk
riba), kalian memegang ekor-ekor sapi, ridho dengan bercocok tanam, dan
meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kepada kalian suatu kehinaan yang
tak akan dicabut oleh Allah sampai kalian kembali kepada agama kalian.” [HR. Abu
Dawud dalam Sunan-nya (3462). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Muhaddits Al-Atsariy
Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah]
2. At Taqlid (ikut-ikutan)
Umat Islam kini banyak yang ikut-ikutan umat lain dalam segala hal, utamanya
pemikiran dan ideologi. Sampai banyak anggapan yang mengatakan tidak keren jika tidak
tahu pola pikir materialis/liberalis dan dianggap kolot/ muncul rasa rendah diri jika berpola
pikir secara Islami. Dapat dikatakan pola pikir umat Islam sekarang adalah tekstual. Sebagai
contoh, orang yang harus dipenjara karena mencuri, tapi kontekstualnya (kenyataan) tidak,
sehingga pola pikir Islam hanya dianggap tekstual saja.
3. At Tafarruq (perpecahan)
Perpecahan ini pulalah yang menyebabkan jatuhnya Khilafah Islamiyah di Turki
Utsmani. Perpecahan yang terjadi sekarang adalah dalam hal pola pikir, akidah, ibadah, dll.
Fenomena yang membuktikan perpecahan umat Islam yaitu munculnya banyaknya aliran,
tata cara ibadah, dll.
4. Dampak Ghazwul Fikr (perang pemikiran)
Secara sederhana, ghazwul fikr bisa diartikan penyerangan dengan berbagai cara
terhadap pemikiran umat Islam guna merubah apa yang ada di dalamnya sehingga tidak lagi
bisa mengeluarkan darinya hal-hal yang benar karena telah tercampur aduk dengan hal-hal
tak Islami. Di bagian akhir akan dibahas lebih lanjut mengenai ghazwul fikr. Diantara dampak
ghazwul fikr adalah
a. Perusakan Akhlaq (Perilaku)
Di berbagai media massa, musuh-musuh Islam melancarkan program – program
yang bertujuan merusak akhlaq generasi muslim mulai dari anak-anak, remaja, maupun
dewasa. Diantara perusakan itu adalah lewat majalah, televisi, serta musik. Dalam
media-media tersebut selalu saja disuguhkan penampilan tokoh-tokoh terkenal yang
pola hidupnya jelas-jelas jauh dari nilai-nilai Islam. Mulai dari cara berpakaian, gaya
hidup dan ucapan-ucapan yang mereka lontarkan. Dengan cara itu mereka telah
berhasil membuat idola-idola baru yang membuat generasi Islam berkiblat kepada
mereka.
b. Melarutkan kepribadian Islam
Akibat dari itu semua kemudian lahirlah generasi muslim yang tidak
berkepribadian. Mereka tidak percaya diri untuk menampakkan identitas keIslaman.
Nama-nama, model pakaian, bahasa, gaya hidup, pola pikir, semuanya mereka ganti
dengan kebudayaan impor dari barat. Bahkan sebagian mereka mengatakan apabila
ingin maju kita harus menjiplak barat seutuhnya.
“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi
kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka)....”(QS. An-Nisa :89)
c. Pemurtadan
Ini adalah program utama dan yang paling jelas dari ghazwul fikri. Setelah hilang
ghirah (semangat) keIslaman di dada kaum muslimin dan dilanjutkan tumbuhnya
kekaguman akan peradaban barat yang semu, maka tahapan selanjutnya adalah
menggiring hati kaum muslim untuk keluar dari agamanya.
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian hingga kalian murtad dari agama
kalian jika mereka mampu.” (QS. Al-Baqarah: 217)
Sebab utama problematika umat adalah jauhnya dari Al Qur’an dan sunnah Rasulullah.
Sedangkan penyebab lainnya yaitu :terdapat dalam internal umat sendiri, peperangan
militer, dan peperangan pemikiran (ghazwul fikr).
1. Internal (Kelemahan dalam umat Islam)
a. Lemahnya Aqidah dan Iman
Hal ini muncul karena tidak kuatnya aqidah dan iman terhadap masalah-masalah
yang terjadi sehingga mudah goyah dan membuat menerima hal-hal yang haram
sebagai solusi. Rasulullah bersabda,
“Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya
orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah
karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak
sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-
musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.”
Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut
mati.” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud No. 3745)
b. Krisis Ukhuwah
Barometer untuk melihat kondisi ukhuwah Islamiyah melalui tiga tingkat ukhuwah
yaitu: mendahulukan saudara daripada diri sendiri, mencintai saudara sama dengan diri
sendiri, hilangnya sifat dengki dan iri kepada saudara.
c. Tidak Adanya Pemimpin Umat
Yang ada hanya pemimpin organisasi, pemimpin partai, dan sebagainya tapi tidak
ada pemimpin umat Islam secara menyeluruh sehingga berdampak pada perpecahan
umat Islam.
d. Fenomena Kebodohan (Al Jahl)
Fenomena ini terjadi karena tidak adanya semangat dan kesadaran untuk belajar.
Umat Islam cenderung mendahulukan kepentingan dunia, seperti: pekerjaan, pesta,
nonton film, dll seolah-olah umat Islam ini tidak mau menyediakan waktu untuk ikut
kajian maupun mempelajari agamanya sendiri.
2. Peperangan Militer
Sudah menjadi sunatullah, bahwa semua musuh Islam itu sama permasalahannya yaitu
Islam itu sendiri. Jelas pada QS. Al Baqarah: 120. (“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak
akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.”). Dulu hal ini sering
digunakan oleh musuh Islam tapi kini dianggap tidak efisien karena banyaknya dana yang
dikeluarkan dan banyak tidak berhasil/ malah memunculkan pemuda-pemuda Islam yang
militan membela Agama Islam.
Perang Salib yang terjadi pada tahun 1095-1291 M menyadarkan kaum kafir akan
kesungguhan dan kekuatan kaum muslimin. Semangat jihad dalam membela Islam membuat
kaki-kaki pasukan kaum salibis gemetar ingin melarikan diri dari pertempuran. Kondisi
tersebut perlahan disadari oleh para pimpinan kaum kafir. Louis IX, Raja Perancis yang
tertawan oleh pasukan muslim disebut-sebut sebagai orang pertama yang merencanakan
metode peperangan lain untuk menjatuhkan kaum muslimin. Dalam memoirnya ia menulis:
“Setelah melalui perjalanan panjang, segalanya telah menjadi jelas bagi kita. Kehancuran
kaum muslimin dengan jalan perang konvensional adalah mustahil. Karena mereka memiliki
manhaj yang jelas dan, yang tegas diatas konsep jihad fii sabilillah. Dengan manhaj ini,
mereka tidak akan pernah mengalami kekalahan militer.”
Strategi memerangi kaum muslimin kemudian ditambah dengan perang pemikiran.
Berbagai upaya dibuat untuk mengalihkan umat Islam dari agamanya. Kaum barat kemudian
menyusun langkah-langkah untuk menjauhkan ummat Islam dari ajarannya. Jika dahulu misi
yang mereka bawa dalam perang adalah 3G, yakni Gold, Glory dan Gospel. Kini, mereka
mengusung misi 3F, yaitu: fashion, food, dan film. Dengan metode yang sistematis ini mereka
mulai melancarkan serangan pemikiran yang berwujud program-program yang dikemas
dengan menarik melalui makanan, hiburan, model pakaian, olahraga, dan segmen lainnya.
sehingga tanpa disadari umat Islam sudah mengikuti keinginan mereka bahkan menjadi
pendukung program-program yang mereka adakan.
3. Ghazwul Fikr (Perang Pemikiran)
Secara bahasa Ghazwul berasal dari kata Ghozwah yang berarti peperangan dan Fikri
berasal dari kata Fikr yang berarti pemikiran, secara istilah bisa diartikan penyerangan
dengan berbagai cara terhadap pemikiran ummat Islam guna merubah apa yang ada di
dalamnya sehingga tidak lagi bisa mengeluarkan darinya hal-hal yang benar karena telah
tercampur aduk dengan hal-hal tak Islami. Dalam arti luas ghazwul fikri adalah cara atau
bentuk penyerangan yang senjatanya berupa pemikiran, tulisan, ide-ide, teori, argumentasi,
dan propaganda.
Namun demikian ghazwul fikri tidak berdiri sendiri. Ia merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari metode perang yang bertujuan untuk memurtadkan kaum muslimin dari
agamanya, atau jika tidak tercapai, setidaknya mendangkalkan keagamaan seseorang atau
masyarakat. Ia bukan merupakan tahapan peperangan, akan tetapi sebagai pelengkap dan
peyempurna, alternatif dan pelipatgandaan cara peperangan dan penyerbuan orang-orang
kafir terhadap Islam dan umatnya.
Yang menjadi sasaran ghazwul fikri adalah pola pikir, akhlaq (perilaku), dan aqidah
dari orang muslim. Apabila seseorang sering menerima pola pikir sekuler, maka ia pun akan
berpikir ala sekuler. Bila seseorang sering dicekoki paham komunis, materialis, liberalis,
kapitalis atau yang lainnya, maka merekapun akan cenderung berpikir dari sudut pandang
paham tersebut. Perang pemikiran dilahirkan dalam bentuk media-media baik cetak maupun
elektronik. Dari sana pula timbul persaingan untuk saling memperkenalkan sesuatunya dan
semakin banyak iklan maka semua orang akan melihat dan menjadikannya sebagai gaya
hidup atau properti dalam menentukan jalan hidupnya.
Menurut para pakar yang mengkaji ghazwul fikri, ada beberapa cara atau taktik yang
sering dilakukan oleh para penyerbu (orang kafir), antara lain:
a. Tasykik, yaitu menimbulkan keragu-raguan dan pendangkalan dalam jiwa kaum
muslimin terhadap agamanya. Yang menjadi sasaran utama dalam metode ini adalah
validitas sumber-sumber hukum Islam, yaitu Al Qur’an dan Hadis. Berbagai teori bohong
diungkapkan oleh para orientalis untuk menimbulkan keragu-raguan akan kebenaran
wahyu Allah. Mereka menuduh bahwa isi Al Qur’an sudah tidak rasional dan aplikatif
agar kaum muslimin tidak lagi mengkajinya.
b. Tasywih, yaitu pengaburan. Adalah upaya orang kafir untuk menghilangkan
kebanggaan kaum muslimin terhadap Islam dengan cara menggambarkan Islam secara
buruk. Seringkali mereka menyematkan gelar seperti teroris, fundamentalis, ekstrimis,
Islam garis keras, dll kepada kaum muslimin. Tentunya julukan tersebut tidak hanya
sebagai hinaan saja terhadap kaum muslimin, melainkan juga salah satu bentuk tasywih
agar kaum muslimin mulai tidak bangga terhadap agamanya sendiri.
c. Tadzwiib, yaitu pelarutan, pencampuradukan antara pemikiran dan budaya Islam
dengan pemikiran dan budaya Jahiliyah. Tujuannya jelas yaitu agar tidak ada lagi jarak
pemikiran dan budaya Islam dengan pemikiran dan budaya kufur. Sehingga orang Islam
tidak tahu lagi mana pemikiran dan budaya Islam dan mana yag bukan.
d. Taghrib, atau pembaratan (westernisasi), yaitu mendorong kaum muslimin untuk
menyenangi dan menerima pemikiran, kebudayaan, gaya hidup dan apa saja yang
datang dari Barat. Taghrib berusaha keras untuk mengeringkan nilai-nilai Islam dari jiwa
kaum muslimin dan mengisisnya dengan nilai-nilai barat yag menyimpang.
Sedangkan sarana-sarana yang dipakai dalam ghazwul fikri antara lain adalah,
a. Pers dan Media Informasi
Dalam dunia modern, pers menempati posisi sangat penting, antara lain, dapat
membentuk opini umat. Bahkan sering dikatakan bahwa siapa menguasai pers, berarti
dapat menguasai dunia. Kalau yang menguasai pers itu orang mukmin, yang benar-
benar faham akan dakwah dan memang merupakan Da'i (dalam arti luas), maka pers
yang diterbitkannya tentu tidak akan menurunkan tulisan-tulisan yang merugikan Islam,
memojokkan kaum Muslim atau menyakitkan umat Nabi Muhammad SAW. Tetapi
kenyataan membuktikan, di dunia ini, tak sedikit pers yang menurunkan aneka bentuk
tulisan yang substansi isinya bukan hanya memojokkan Islam, menyakitkan hati kaum
mu'min, menghina Nabi serta melecehkan Al Qur’an, tetapi lebih dari sekedar itu.
Musuh-musuh Islam telah menggunakan media sebagai corong yang efektif dalam
merontokkan keislaman kita. Dan keadaan bisa bertambah buruk lagi, kalau para
pemimpin umat Islam bukannya memihak Islam, tetapi justru memihak dan membela
musuh-musuh Allah subhanahu wata’ala. Na'udzu billaah min dzaalik!
b. Pendidikan
Melalui beasiswa belajar di negeri barat, perlahan mereka menyimpangkan
pandangan kita terhadap Islam. Hingga saat ini sudah banyak mahasiswa yang diberi
beasiswa kuliah di luar negeri dan ketika kembali sudah menjadi calon tokoh-tokoh
kaum Liberal.
c. Hiburan & Olahraga
Baik hiburan tradisional maupun modern, hingga reality show mereka
manfaatkan. Tidak hanya mendirikan cafe, bioskop, club, lokalisasi, namun juga
memanfaatkan radio, televisi, telepon selular, internet, dsb. Selain itu mereka juga
menyebutkan prestasi olahraga sebagai kepahlawanan yang pantas dibanggakan,
padahal dibalik itu semua banyak perbuatan keji yang ditularkan kepada ummat Islam.
Seperti judi, minuman keras, menampakkan aurat, dsb.
d. Yayasan dan LSM
Dibungkus dalam kemasan islami seperti bantuan sosial, padahal dibalik itu
mereka menawarkan pertukaran harta dengan agama mereka hingga akhirnya
masyarakat-masyarakat lemah harta (mustad’afin) menjadi korban pemurtadan.
SOLUSI PROBLEMATIKA
Seorang pemuda berjalan melewati sungai tanpa sengaja melihat wanita paruh baya
membawa sebungkus kantung plastik besar warna hitam. Wanita ini melemparkan kantung
plastik tersebut ke arah sungai. Pemuda yang tidak sengaja melihat perbuatan wanita
tersebut hanya terdiam lantas menggelengkan kepala.
“Seharusnya wanita itu membuang sampah pada tempatnya kalau membuang sembarangan
bisa bikin banjir,” ujar sang pemuda dalam hati.
Setelah melihat kejadian tersebut, pemuda itu berlalu begitu saja. Hari itu langit tampak
mendung, tak lama kemudian hujan deras mengguyur sudut kota tersebut. Saing lebatnya
hujan saat itu, air sungai meluap sampai-sampai mengakibatkan banjir. keesokan harinya,
setelah banjir mulai agak surut, penjaga pintu air sungai menemukan penyebab banjir yang
terjadi tempo hari. Ternyata ada gumpalan plastik berisi sampah-sampah padat yang
menyumbat pintu air, hingga menyebabkan banjir.
Kisah di atas adalah gambaran kecil tentang urgensi kepedulian terhadap sekitar.
Menjadi bermanfaat tidaklah harus langsung membuat langkah besar. Terkadang nilai
manfaat seseorang akan tampak tanpa diminta seiring dengan keistiqomahannya melakukan
kebaikan. Dan menjadi tanggungjawab moral bagi pemuda dalam cerita di atas mengingatkan
wanita tersebut untuk tidak membuang sampah sembarangan. Bisa jadi perbuatannya untuk
mengingatkan wanita tersebut dapat mencegah tersumbatnya pintu air. Kebaikan bukan
untuk disimpan demi keselamatan pribadi, melainkan disebarkan untuk kebaikan bersama.
Boleh jadi kita menguasai sebuah ilmu. Lantas, ilmu tersebut jika kita simpan sendiri tidak
akan membawa kebaikan apa pun, kecuali untuk diri sendiri.
Al Qur’an mengatakan wajib bagi pemuda untuk menjadi BERMANFAAT. Seperti dalam ayat
di bawah ini.
“Jadilah di antara kamu sebaik-sebaik umat yang mengajak kepada kebaikan, menyeru
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang
beruntung.” (QS. Ali-Imran : 104)
Pada zaman sekarang, kewajiban itu sudah beralih menjadi hal yang setingkat lebih
tinggi. Benar, bukan lagi wajib menjadi pemuda bermanfaat, tapi kini menjadi KEBUTUHAN.
Bukan lagi kebutuhan pribadi, tapi sudah menjadi KEBUTUHAN GLOBAL.
Dan Islam mengemas dengan indah kebutuhan kita untuk menjadi pemuda yang
bermanfaat menjadi satu kata luar biasa karena satu kata inilah yang dibawa kekasih-kekasih
Allah, para Rasul yang cintai Allah, yaitu DAKWAH.
Dakwah secara bahasa memiliki arti ‘mengajak’, “menyeru”, “memanggil”. Atau jika
ditinjau dari segi istilah, dakwah berarti mengajak orang kembali dari kebodohan kepada
mengerti, dari kesesatan kepada tuntunan dan ajaran Allah SWT dengan cara hikmah.
Dakwah berarti mengembalikan manusia yang telah menyimpang jalur, keluar dari jalan
beraspal, akibat mereka menjalani konsepsi-konsepsi yang tidak Islami. Dengan demikian,
urgensi dakwah tidak untuk kepentingan dan kebaikan pribadi semata, melainkan untuk
membawa kebaikan seluruh alam, yang mencakup manusia itu sendiri, hewan, tanaman, dan
segala hal yang ada di sekitar kehidupan manusia. Dakwah menjadi sangat penting karena
banyak alasan, diantaranya:
a. Al Qur’an memerintahkan berdakwah
“Demi masa, Sesungguhnya manusia berada di dalam kerugian. Kecuali orang-
orang yang beriman dan beramal sholih, saling menasehati dengan kebenaran dan
saling menasehati dengan kesabaran.” (QS. Al-Ashr:1-3)
“Hai rasul, sampaikanlah apa yang Diturunkan kepadamu dari Tuhan-mu…” (QS.
Al-Maa’idah:67)
“Ummat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang munkar” (QS. Ali Imran:104)
“Dan kepada kaum muslim diperintahkan agar ada sekelompok muslim yang
menekuni ajaran Islam secara khusus untuk disampaikan dan diajarkan kepada orang
lain.” (QS. At-Taubah:122)
b. Sunnah mendorong muslim berdakwah
“Barangsiapa diantara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia
merubahnya dengan tangan (kekuasaan)-nya. Jika ia tidak mampu, maka hendaklah ia
merubahnya dengan lisannya. Jika ia tidak mampu, maka hendaklah ia merubahnya
dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemahnya Iman dan setelah itu tidak ada lagi iman
sedikitpun.” (HR.Muslim)
“Demi Dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, hendaklah kamu menyuruh
kepada kemakrufan, mencegah dari kemungkaran atau Allah menyegerakan
pengiriman siksa dari sisi-Nya, kemudian kamu berdoa kepada-Nya, lalu Dia tidak
memperkenankan doamu.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi)
c. Keadaan hukum di masyarakat mewajibkan kita berdakwah
Ketidakberlakuan hakimiyyah (kedaulatan hukum) Allah dan berkuasanya undang-
undang produk manusia atas masyarakat, mewajibkan umat Islam berjuang
menegakkan masyarakat Islam, memperbaharui kehidupan yang Islam dan menjadikan
manusia sebagai hamba Allah dalam keyakinan, akhlak dan undang-undang hidup
mereka. Seperti dalam QS. An Nisaa’ :65 dan QS. Al-Maa’idah:44
d. Keadaan umat mewajibkan kita berdakwah
Pandangan seksama terhadap kondisi negara-negara Islam di seluruh dunia akan
memperkuat bahwa tegaknya pertahanan Islam merupakan kebutuhan mendesak. Ada
negara-negara yang menderita akibat berkuasanya orang-orang non Muslim atasnya.
Ada negara-negara yang menderita akibat dominasi kelompok minoritas. Ada lagi
negara-negara di belahan dunia Islam lainnya yang menderita akibat berkuasanya
partai-partai kiri atau kanan.
e. Dakwah juga merupakan tugas Rasul yang harus dicontoh
Amanah Rasulullah adalah mendakwahkan risalah kepada manusia. Bukti
sekaligus hasil dari peran beliau ini adalah banyaknya pengikut beliau yang setia dan
turut mendakwahkan Islam kepada manusia. Seperti yang tertuang pada QS. Al
Ma’idah : 67.
Selain itu, dakwah juga memiliki banyak keutamaan, diantaranya adalah:
a. Da’i adalah peran yang sangat dimuliakan Allah (QS. Fushilat:33-34)
Jadi dakwah merupakan suatu kemuliaan yang agung bagi pengembannya. Bahkan
profesi sebagai da’i adalah profesi para Nabi (manusia-manusia mulia dan didekatkan
kepada Allah).
b. Dakwah sangat besar pahalanya dan sebaik-baik amal
Dakwah adalah amal terbaik karena ia memelihara nilai-nilai Islam dalam pribadi
dan masyarakat. Tanpa dakwah, amal shaleh tidak akan berlangsung. Karenanya,
dakwah menjanjikan balasan yang berlipat ganda kepada mereka yang beramal dengan
menyampaikan ilmu dan pengetahuan kepada orang lain.
“Sungguh, sekiranya Allah memberikan hidayah kepada seorang lelaki lantaran
(dakwah)-mu, itu lebih baik daripada seekor unta merah.” (HR Bukhari dan Muslim)
“Barang siapa yang menghidupkan sunnah hasanah dalam Islam, maka baginya
pahala dan pahala orang yang telah mengikutinya tanpa terkurangi pahala mereka
walau sedikitpun. Dan barangsiapa yang menghidupkan sunnah yang jelek dalam Islam,
baginya adalah dosa dan dosa orang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka
sedikitpun.” (HR. Muslim)
c. Pahala yang dilipat-gandakan (QS. An Nahl:97)
d. Memperoleh keridhaan, kecintaan dan rahmat dari Allah (QS. Ash Shaff:4)
e. Nikmat Allah yang Terbesar
Banyaknya nikmat Allah yang diterima seorang hamba adalah balasan atas dakwah
yang dilakukannya. Di antara kenikmatan tersebut adalah nikmat Islam, iman,
persaudaraan, serta nikmat dalam menjalani kehidupan berupa ketenangan,
kedamaian dan kebahagiaan.
f. Mengantarkan ke dalam kehidupan yang diridhai oleh Allah
Kehidupan rabbaniyyah akan dapat dirasakan dengan berdakwah. Muslim yang
disibukkan dengan dakwah akan senantiasa tunduk kepada rabb (Allah) dalam
kehidupannya, sehingga ia akan mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan. Sebelum
mengajak orang kepada Islam, ia harus mencontohkan nilai-nilai Islam itu terlebih
dahulu pada dirinya.
g. Orang terdahulu yang pernah disiksa oleh Allah, antara lain karena tidak
melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar (QS. Al-Maidah : 78-79)
BEKAL DAKWAH