You are on page 1of 7

KASUS I

Ny. T usia 42 tahun terdiagnosis menderita kanker payudara sejak 7 tahun yang lalu
dan sudah dilakukan mastektomi. Ny T mengeluh nyeri pada area operasi dan
diseluruh tubuhnya terutama bila udara dingin nyerinya terasa semakin hebat. Bagi
Ny. T nyeri yang dirasakannya sangat mengganggu sehingga aktivitas Ny. T saat ini
hanya terbatas di tempat tidur saja. Ny. T merasa sangat stres dengan kondisinya
sekarang dan mengatakan dirinya sudah begitu lelah dan tidak ingin hidup lagi. Ny T
meminta kepada perawat untuk dilakukan tindakan suntik mati saja.

Pertanyaan:

1. Jelaskan isu etik yang terkait pada kasus di atas !

2. Jelaskan bagaimana kebijakan yang terdapat di Indonesia tentang isu etik yang
terdapat pada kasus di atas !

3. Jelaskan bagaimana perawat seharusnya menyikapi permasalahan klien tersebut


di atas (kaitkan dengan prinsip etik)

Jawaban

1. Berdasarkan isu yang terkait dengan kasus diatas adalah euthanasia, euthanasia
sendiri berasal dari kata Yunani Euthanathos. Eu = baik, tanpa penderitaan,
sedang tanathos = mati. Dengan demikian euthanasia dapat dirtikan: mati dengan
baik tanpa penderitaan. Ada yang menerjemahkan: mati cepat tanpa derita.
Belanda, salah satu negara di Eropa yang maju dalam pengetahuan hukum
kesehatan mendefinisikan euthanasia sesuai dengan rumusan yang di buat oleh
Euthanasia Study Group dari KNMG (Ikatan Dokter Belanda) :
“Euthanasia adalah dengan sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek
hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk kepentingan
pasien sendiri.”
Jenis–jenis Euthanasia bisa ditinjau dari beberapa sudut, yaitu:
a. Dilihat dari cara dilaksanakan, euthanasia dapat dibedakan atas:
1) Euthanasia pasif
Perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang
perlu untuk mempertahankan hidup manusia.
2) Euthanasia aktif
Perbuatan yang dilakukan secara medic melalui intervebsi aktif oleh seorang
dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup manusia.
b. Ditinjau dari permintaan euthanasia dibedakan atas:
1) Euthanasia voluntir atau atas permintaan pasien
Euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien secara sadar dan diminta
berulang-ulang
2) Euthanasia involunter atau tidak atas permintaan pasien.
Euthanasia yang dilakukan pada pasien yang sudah tidak sadar, dan biasanya
keluarga pasien yang meminta.

Jadi, dapat kami simpulkan dari penjelasan diatas bahwa isu etik yang terkait pada
kasus diatas adalah euthanasia jenis voluntir atau atas permintaan pasien.

2. Menurut kelompok kami meskipun euthanasia bukan istilah yuridis, namun dalam
euthanasia mempunyai implikasi hukum yang sangat luas, baik hukum pidana
atau perdata. Oleh sebab itu perlu di cermati dengan sungguh-sungguh oleh
semua praktisi kesehatan (dokter, perawat, bidan, atau yang lain). Menurut Kitab
undang-undang Hukum Pidana mengatur seseorang dapat dipidana atau dihukum
jika ia menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja maupun karena kurang
hati-hatiannya. Pengertian ini dapat dilihat dalam pasal-pasal berikut.
a. Pasal 344 KUHP:
Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri,
yang disebutnya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh, dihukum
penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Ketentuan ini harus diingat kalangan kedokteran sebab walaupun terdapat
beberapa alasan kuat untuk membantu pasien/keluarga pasien mengakhiri
hidup atau memperpendek hidup pasien, ancaman hukuman ini harus
dihadapinya. Untuk jenis euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan,
beberapa pasal di bawah ini perlu diketahui oleh tenaga kesehatan
(dokter/perawat/bidan).
b. Pasal 338 KUHP:
Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena,
makar mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.
c. Pasal 340 KUHP:
Barang siapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan
jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord)
dengan hukuman mati atau penjara selama-lamanya seumur hidup atau
penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.
d. Pasal 359 KUHP:
Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara
selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.
Selanjutnya dibawah ini dikemukakan sebuah ketentuan hukum yang
mengingatkan kalangan kesehatan untuk berhati-hati menghadapi kasus
euthanasia.
e. Pasal 345 KUHP:
Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri,
menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi
bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.
Berdasarkan Isu etik mengenai kasus diatas, dapat kita lihat dari sudut pandang
hukum di Indonesia bahwa euthanasia masih illegal karena dalam Undang-undang
Hukum Pidana terdapat pasal yang menjelaskan bahwa euthanansia tidak boleh
dilakukan walaupun atas keinginan pasien itu sendiri ataupun keluarganya.
Apabila tenaga medis atau orang lain melaukan tindakan tersebut maka mereka
akan mendapatkan sanksi pidana yang terdapat dalam undang-undang yang sudah
dijelaskan di atas.

3. Prinsip-prinsip etik yang harus dimiliki oleh seorang perawat, meliputi:


a. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir
logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap
kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki
berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip
otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang
sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi
merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut
pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat
menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan
dirinya.
b. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.
Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip
ini dengan otonomi.
c. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang
lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini
direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi
yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
d. Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada
klien.
e. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap
klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.
Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk
memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan
yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun demikian,
terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran
seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau
adanya hubungan paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu
memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh
tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun
hubungan saling percaya.
f. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta
menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang
untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan,
menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan
bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan
penderitaan.
g. Kerahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga
privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan
klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada
seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh
klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan,
menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga
kesehatan lain harus dihindari.
h. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
Eutanasia adalah suatu tindakan untuk mengakhiri hidup seseorang tanpa
membuat rasa sakit. Tindakan seperti ini masih belum berlaku di Negara kita
karena melanggar hak asasi manusia (HAM). Namun jika kita kaitkan dengan
kasus di atas terhadap perinsip etik dalam keperawatan bahwa seorang pasien
memiliki hak otonomi yg dimana pasien dapat membuat keputusan , dan perewat
tersebut dapat menghargai keputusan tersebut. Dalam menyikapai kasus seperti di
atas ada prinsip etik keperawatan yaitu beneficience (manfaat) yang dimana
prinsip ini menuntut perawat untuk melakukan hal yg baik dan bermanfaat dapat
mencegah kesalahan dan kejahatn. Yang berarti perawat berhak memberikan
arahan motivasi , semangat Pada kasus pasien terminal, kebanyakaan kasus yg
terjadi di sekitar kita mengenai kasus terminal, kita dapat memberikan motivasi
dalam dirinya umtuk tidak mudah untuk menyerah. Namun kita sebagi tenaga
kesehatan ( perawat ) harus membantu mereka dalam mengembalikan semangat
dalam hidupnya dan kita dapat dengan cara memberikan motivasi tentang para
penderita pada kasus pasien terminal untuk berjuang demi orang-orang yg
tersayang dan mereka optimis akan kehidupan yg lebih baik kita juga dapat
berkolaborasi dengan keluarga untuk selalu mendampingi dan memberikan
perhatian dan kasih saying serta senang tiasa memberi dukungan agar dapat
menumbuhkan motivasi pada pasien untuk dapat hidup lebih baik.

You might also like