You are on page 1of 10

A.

MUTU

1. Definisi Mutu

Mutu bila diterjemahkan ke dalam bahasa bisnis adalah kemampuan suatu produk
untuk memenuhi atau melebihi harapan konsumen ( Hansen and Mowen, 2000, hal: 30 ) .
Definisi yang lebih rinci tentang mutu suatu produk dan jasa adalah Keseluruhan
gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, produksi, dan
pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapan-
harapan pelanggan (Feigenbaum, 1983, hal:7). Mutu didefinisikan sebagai (fitness for
use) kepuasaan guna yang lebih berorientasi pada konsumen, barang, jasa, keamanan, dan
kenyamanan dalam mempergunakan serta dapat memenuhi selera (Juran dan Gyrna,
1980, hal: 793).

Bagi konsumen mutu berarti kemudahan dalam memperoleh barang, keamanan,


dan kenyamanan dalam mempergunakannya serta dapat memenuhi selera. Dari beberapa
definisi diatas dapat disimpulkan bahwa mutu adalah keseluruhan ciri atau karakteristik
produk atau jasa dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan dan harapan
pelanggan.berarti kemudahan dalam memperoleh barang, keamanan, dan kenyamanan
dalam mempergunakannya serta dapat memenuhi selera. Dari beberapa definisi diatas
dapat disimpulkan bahwa mutu adalah keseluruhan ciri atau karakteristik produk atau
jasa dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan

2. Kategori Mutu

Sehubungan dengan hal ini, ada dua jenis mutu yaitu (Supriyono, 1994: 377):

a. Mutu rancangan (Quality of Design)


Adalah suatu fungsi berbagai spesifikasi produk. Mutu rancangan yang lebih tinggi
biasanya ditunjukkan oleh dua hal yaitu tingginya biaya pemanufakturan dan
tingginya harga jual.
b. Mutu kesesuaian (Quality of Conformance)
Adalah suatu ukuran mengenai bagaimana suatu produk memenuhi semua spesifikasi,
jika produk memenuhi semua spesifikasi rancanagn produk tersebut cocok digunakan.
Dari dua jenis mutu di atas, mutu kesesuaian harus menerima tekanan yang lebih
besar. Ketidaksesuaian untuk memenuhi persyaratan biasanya akan menimbulkan
masalah yang lebih besar bagi perusahaan. Sehingga produk yang dihasilkan harus
sesuai dengan spesifikasi rancangan dan persyaratan.

3. Dimensi Mutu

Dimensi mutu dapat dideskripsikan dengan harapan pelanggan. Jadi produk


atau jasa adalah sesuatu yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan dalam
delapan dimensi yaitu (Hansen & Mowen, 2000, hal:6):

a. Kinerja (Performance)
Adalah tingkat konsistensi dan kebaikan fungsi-fungsi produk. Adalah tingkat
konsistensi dan kebaikan fungsi-fungsi produk.
b. Estetika (Aesthetics)
Berhubungan dengan penampilan wujud produk (misalnya, gaya dan
keindahan) serta penampilan fasilitas, peralatan, personalia, dan materi
komunikasi yang berkaitan dengan jasa.
c. Kemudahan Perawatan dan Perbaikan (Serviceability)
Berhubungan dengan tingkat kemudahan merawat dan memperbaiki produk.
d. Keunikan (Fatures)
Menunjukkan karakteristik produk yang berbeda secara fungsional dari
produk-produk sejenis.
e. Reabilitas (Reliability)
Berhubungan dengan probabilitas produk dan jasa menjalankan fungsi
dimaksud dalam jangka waktu tertentu.
f. Durabilitas (Durability)
Menunjukkan umur manfaat dari fungsi produk.
g. Tingkat Kesesuaian (Quality of Conformance)
Menunjukkan ukuran mengenai apakah produk atau jasa telah memenuhi
spesifikasinya.

h. Pemanfaatan (Fitness For use)


Menunjukkan kecocokan dari sebuah produk dalam menjalankan fungsi-
fungsi sebagaimana yang diiklankan. Produk yang mengandung cacat desain
dan tidak dapat berfungsi baik meskipun tingkat kesesuaiannya sesuai dengan
spesifikasinya cenderung akan dikembalikan oleh konsumen karena
bermasalah dalam segi pemanfaatannya.

B. PENGUJIAN SEDIAAN FARMASI

1. CREMORES (KRIM)

Menurut farmakope Edisi IV, Krim adalah bentuk sediaan setengah padat
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar
yang sesuai.Salah satu contoh sediaan Krim adalah Chloramphenicoli Cremor (Krim
Kloramfenikol) Krim Kloramfenikol mengandung Kloramfenikol, C11H12Cl2N2O5,
tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 130,0% dari jumlah yang tertera pada
etiket.

Baku pembanding Kloramfenikol BPFI : Tidak boleh dikeringkan sebelum


digunakan.Penetapan kadar : penetapan kadar dengan cara kromatografi cair kinerja
tinggi Kromatografi cair kinerja tinggi adalah kromatografi cair terbaru. Ada tiga
bentuk kromatografi cair kinerja tinggi yang paling banyak digunakan adalah penukar
ion, partisi dan adsorpsi. Kromatografi penukar ion terutama digunakan untuk
pemisahan zat - zat larut dalam air yang ionik atau yang dapat terionisasi dengan
bobot molekul kurang dari 1500.
2. SUPOSITORIA

Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang
diberikan melalui rektal, vagina atau uretra (Farmakope Ed.IV). Umumnya meleleh,
melunak atau melarut pada suhu tubuh. Bahan dasar supositoria yang digunakan
sangat berpengaruh pada pelepasan zat terapetik. Lemak coklat cepat meleleh pada
suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan cairan tubuh, oleh karena itu menghambat
difusi obat yang larut dalam lemak pada tempat yang diobati. Polietilen glikol adalah
bahan dasar yang sesuai untuk beberapa antiseptik. Jika diharapkan bekerja secara
sistemik, lebih baik menggunakan bentuk ionik daripada nonionik, agar diperoleh
ketersediaan hayati yang maksimum. Meskipun obat bentuk nonionik dapat dilepas
dari bahan dasar yang dapat bercampur dengan air, seperti gelatin tergliserinasi dan
polietilen gliko!, bahan dasar ini cenderung sangat lambat larut sehingga menghambat
pengelepasan.
Bahan pembawa berminyak seperti lemak coklat jarang digunakan dalam sediaan
vagina, karena membentuk residu yang ·tidak dapat diserap, sedangkan gelatin
tergliserinasi jarang digunakan melalui rektal karena disolusinya lambat. Lemak
coklat dan penggantinya (lemak keras) lebih baik untuk menghilangkan iritasi, seperti
pada sediaan untuk hemoroid internal.Salah satu contoh sediaan supositoria adalah
BISACODYLI SUPPOSITORIA (Supositoria Bisakodil)
Supositoria Bisakodil mengandung Bisakodil, C22H19NO4, tidak kurang dari 90,0%
dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

3. INJEKSI
Injekksi adalah sediaan steril untuk kegunaan yang parenteral.
 Amphetamini Sulfatatis Ijektion
Injeksi Amfetamin sulfat mengandung Amfetamin Sulfat , tidak kurang dari
95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
4. SUSPENSI
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair. Yang sangat penting adalah bahwa suspensi harus dikocok
baik sebelum digunakan untuk menjamin distribusi bahan padat yang merata dalam
pembawa, hingga menjamin keseragaman dan dosis yang tepat. Suspensi harus
disimpan dalam wadah tertutup rapat.

 Cth : Suspensi oral Nistatin


Suspensi Oral Nistatin mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih
dari 130,0% unit Nistatin FI dari jumlah yang tertera pada etiket. Mengandung
bahan pendispersi, pewangi, pengawet, dan zat pensuspensi yang sesuai.

5. CAPSULAE (Kapsul)
Menurut F1 Ed.1V kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang
keras atau lunak yang dapat larut.
 Acidi mafenamici capsulae (Kapsul Asam Mafenamat) Kapsul Asam
mafenat mengandung asam mafenamat,C15H15NO2, tidak kurang dari
90,0%dan tidak lebih dari 110,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket.
Identifikasi secara kromatografi Lapis tipis.

6. AEROSOLUM (Aerosol)
Menurut FI Ed.IV Aerosol farmasetik adalah sediaan yang dikemas di bawah
tekanan, mengandung zat aktif terapetik yang dilepas pada saat sistem katup yang
sesuai ditekan. Sediaan ini digunakan untuk pemakaian topikal pada kulit dan juga
pemakaian lokal pada hidung (aerosol nasal), mulut (aerosol lingual) atau paru-paru
(aerosol inhalasi). Istilah "aerosol" digunakan untuk sediaan semprotan kabut tipis
dari suatu sistem bertekanan tinggi. Aerosol inhalasi, ukuran partikel obat harus
dikontrol dan ukuran rata-rata partikel harus lebih kecil dari 10. Sediaan ini juga
dikenal sebagai inhaler dosis terukur (lihat Inhalasi). Jenis aerosol lain dapat
mengandung partikel-partikel berdiameter beberapa ratus mikrometer.

7. INHALATIONES (Inhalasi)
Menurut FI Ed.IV lnhalasi adalah sediaan obat atau larutan atau suspensi terdiri
atas satu atau lebih bahan obat yang diberikan melalui saluran napas hidung atau mulut
untuk memperoleh efek lokal atau sistemik. Larutan bahan obat dalam air steril atau
dalam larutan natrium klorida untuk inhalasi dapat disemprotkan menggunakan gas
inert. Penyemprot hanya sesuai untuk pemberian larutan inhalasi jika memberikan
tetesan dengan ukuran cukup halus dan seragam sehingga kabut dapat mencapai
bronkioli. Semprotan larutan dapat diisap langsung dari alat penyemprot atau alat
penyemprot dapat disambungkan pada masker plastik, selubung atau alat pemapasan .
Volume dosis tunggal yang umum diberikan mengandung 25 µl hingga 100 µl (dapat
juga dinyatakan dalam mg) tiap kali semprot. Jenis inhalasi khusus yang disebut
inhalan terdiri dari satu atau kombinasi beberapa obat, yang karena bertekanan uap
tinggi, dapat terbawa oleh aliran udara ke dalam saluran hidung dan memberikan efek.
Wadah obat yang diberikan secara inhalasi disebut inhaler.

8. PASTAE
Menurut F1 Ed.IV Pasta adalah sediaan semipadat yang mengandung satu atau
lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal. Kelompok pertama dibuat dari
gel fase tunggal mengandung air, misalnya Pasta Natrium Karboksimetilselulosa,
kelompok lain adalah pasta berlemak misalnya Pasta Zink Oksida, merupakan salep yang
padat, kaku, yang tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi sebagai lapisan pelindung
pada bagian yang diolesi. berlemak ternyata kurang berminyak dan lebih menyerap
dibandingkan dengan salep karena tingginya kadar obat yang mempunyai afinitas
terhadap air. Pasta gigi digunakan untuk pelekatan pada selaput lendir untuk memperoleh
efek lokal (misal Pasta gigi Triamsinolon Asetonida).

9. TABLET
Menurut farakope edisi 1V tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan
obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
 Alprazolami compressi (tablet aprazolami)
Tablet Alprazolam mengandung alprazolam C17H13C1N tidak kurang dari
90% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang terrtera pada etiket.
 Baku pembanding Alprazolam , tidak boleh dikeringkan sebelum digunakan.

10. SOLUTIONES (Larutan)


Menurut FI Ed.IV Larutan adalah sediaan cair yang mengandungsatu atau lebih
zat kimia yang terlarut, misal: terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai
atau campuran pelarut yang saling bercampur. Karena molekul-molekul dalam larutan
terdispersi secara merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan,
umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik
jika larutan diencerkan atau dicampur.
 Acetylcysteini Solutio
Larutan Asetilsistein adalah larutan steril , dibuat degan penambahan natrium
hidroksida . Mengandung Asetilsistein tidak kurang dari 90.0% dan tidak
lebih dari 110,0% .

C. VALIDASI BAHAN BAKU SEDIAAN FARMASI

Industri farmasi sebagai unit usaha yang menunjang kesehatan masyarakat


mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk memproduksi obat yang bermutu tinggi,
berkhasiat dan terjamin keamanannya. Karenanya pemerintah membuat kebijakan melalui
Keputusan Menteri Kesehatan No.43/MenKes/II/1988 tentang Pedoman Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB).Sesuai dengan ketentuan CPOB bahwa dalam pelaksanaan
produksi haruslah berdasarkan pada prosedur tertulis yang dapat menjamin kebenaran
bahan yang digunakan, keandalan peralatan, sistem kerja serta kemampuan petugas
pelaksanaan untuk memastikan obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan
mutu yang telah ditetapkan.

Validasi merupakan bagian yang penting dari CPOB, yaitu suatu tindakan
pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem,
perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan
senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Hal ini berguna untuk menjamin bahwa produk
Indonesia adalah produk unggul.

Selama memproduksi obat perlu dan harus dilakukan dokumentasi yang baik,
karena pelulusan untuk diedarkan setiap bets sediaan farmasi antara lain berdasarkan data
yang dicatat dan sesuai ketentuan yang ada. Selain itu bahan baku yang digunakan dalam
produksi haruslah senantiasa divalidasi oleh bagian pengawasan mutu. Oleh karena itu,
bagian pengawasan mutu harus dilengkapi dengan laboratorium pengujian untuk validasi
bahan baku agar sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dalam CPOB.

Perlu diingat bahwa kualitas sediaan farmasi sangat ditentikan oleh kualitas bahan
baku dan dari bahan baku yang tidak memenuhi syarat spesifikasi yang telah ditetapkan
untuk obat.

Bahan baku sediaan farmasi dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu
bahan aktif, bahan tambahan (eksipien), dan bahan pembantu proses.

Bahan aktif (bahan berkhasiat) adalah semua komponen formulasi yang akan
menimbulkan efek farmakologi dari sediaan, sedangkan eksipien adalah komponen yang
merupakan dasar atau pembawa untuk bahan aktif seperti air, polietilenglikol, pengisi
minyak lemak dan sebagainya. Komponen seperti pewarna, flavour, pengawet, dapar, dan
sebagainya merupakan komponen eksipien yang ditambahkan dalam formulasi dengan
tujuan untuk meningkatkan sifat fisik dan stabilitas dari sediaan. Termasuk dalam
kelompok zat pembantu proses adalah bahan pembantu yang digunakan selama proses
manufaktur produk yang pada tahap akhir dihilangkan dari produk yang diproses, seperti
zat pembantu untuk proses penyaringan (filter aids), pelarut yang digunakan untuk
ekstraksi, dan sebagainya.

I. Sifat Fisika dan Kimia bahan


Sifat fisika dan kimia suatu bahan padat, cair atau gas merupakan hal penting
yang perlu diketahui dari suatu bahan baku, karena dengan sifat fisika dan kimia tersebut
dapat diketahui cara penyimpanannya, bahan yang tidak tercampurkan dengan bahan baku
yang digunakan, dan sebagainya yang berkaitan dengan sifat fisika dan kimia itu.
II. Spesifikasi Bahan Baku dalam Kerangka CPOB
Spesifikasi merupakan alat penting dalam melakukan validasi
bahan baku dan proses karena tanpa spesifikasi tidak dapat dilakukan validasi. Spesifikasi
harus dibuat dalam bentuk tertulis dan diikuti. Bila spesifikasi bahan baku telah
ditetapkan untuk pembuatan obat, maka hal ini merupakan sarana untuk menyaring dan
menetapkan untuk tidak menggunakan komponen yang tidak memenuhi syarat dalam
memproduksi obat.

Masalah bahan baku merupakan masalah utama industri farmasi disebabkan oleh:

1. Industri bahan baku farmasi masih belum begitu berkembang dan bagian terbesar
bahan baku terutama bahan berkhasiat berasal dari berbagai negara.
2. Kebanyakan industri farmasi menerima bahan baku dari penyalur dan bukan dari
produsen di mana jarang sekali penyalur tersebut yang mempunyai laboratorium
pengujian untuk menjamin bahwa komponen yang diperdagangkan sesuai dengan
persyaratan yang berlaku.
3. Penyalur sering mengimpor bahan baku dengan harga yang paling murah agar supaya
lebih mudah dipasarkan di pasaran Indonesia, karena sering pertimbangan utama
adalah pertimbangan harga dan negara asal bahan baku bagi industri farmasi di
Indonesia untuk selalu mendapatkan bahan baku dari industri negara yang sama.

III. Validasi Bahan Baku


Validasi proses akan lebih bermakna dan lebih murah jika kita dapat menilai
secara tepat bagaimana melakukan operasi yang diperlukan. Semua pertimbangan
evaluasi dan keputusan yang diambil harus didokumentasikan, sehingga jika timbul
masalah yang sama kelak di kemudian hari maka dapat dengan mudah menelusuri
langkah dalam pemecahan masalah secara mudah dan cepat.
Langkah-langkah berikut dibutuhkan secara bertahap dan sistematis dalam melakukan
validasi bahan baku :
1. Membuat daftar semua bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat suatu bentuk
produk.
2. Mencari sekurang-kurangnya 2 supplier untuk setiap bahan baku
3. Jika supplier baru kunjungi fasilitas industri tersebut.
4. Memperoleh cuplikan dan sertifikat analisis dari supplier.
5. Menetapkan spesifikasi untuk setiap bahan
6. Menetapkan prosedur pengujian
7. Menetapkan prosedur pengambilan cuplikan jika dibutuhkan persyaratan khusus
8. Menetapkan kondisi penyimpanan optimum
9. Menetapkan usia simpan
10. Tantangan terhadap bahan baku

You might also like