Professional Documents
Culture Documents
LABIOSCHIZIS
Disusun oleh :
Mustika Dinna Wikantari (2013730156)
Pembimbing :
dr. Lukman Nurfauzi, Sp B
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Labioschisis atau biasa disebut bibir sumbing adalah cacat bawaan yang menjadi masalah
tersendiri di kalangan masyarakat, terutama penduduk dengan status sosial ekonomi yang
lemah. Akibatnya operasi dilakukan terlambat dan malah dibiarkan sampai dewasa.1 Fogh
Andersen di Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000
kelahiran hidup. Hasil yang hamper sama juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di
Amerika Serikat serta Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan insiden 2,1/1000
penduduk di Jepang.2
Etiologi bibir sumbing dan celah langit-langit adalah multifaktor. Selain faktor genetik
juga t erdapat faktor non genetik atau lingkungan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya bibir sumbing dan celah langit-langit adalah usia ibu waktu melahirkan,
perkawinan antara penderita bibir sumbing, defisiensi Zn waktu hamil dan defisiensi vitamin
B6.1
Bayi yang terlahir dengan labioschisis harus ditangani oleh klinisi dari multidisiplin
dengan pendekatan team-based, agar memungkinkan koordinasi efektif dari berbagai aspek
multidisiplin tersebut. Selain masalah rekonstruksi bibir yang sumbing, masih ada masalah
lain yang perlu dipertimbangkan yaitu masalah pendengaran, bicara, gigi-geligi dan
psikososial. Masalah-masalah ini sama pentingnya dengan rekonstruksi anatomis, dan pada
akhirnya hasil fungsional yang baik dari rekonstruksi yang dikerjakan juga dipengaruhi oleh
masalah-masalah tersebut. Dengan pendekatan multidisipliner, tatalaksana yang komprehensif
dapat diberikan, dan sebaiknya kontinyu sejak bayi lahir sampai remaja. Diperlukan tenaga
spesialis bidang kesehatan anak, bedah plastik, THT, gigi ortodonti, serta terapis wicara,
psikolog, ahli nutrisi dan audiolog.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kepala dan leher dibentuk oleh beberapa tonjolan dan lengkungan antara lain
prosesus frontonasalis, prosesus nasalis medialis dan lateralis, prosesus maksilaris dan
prosesus mandilbularis.Pada awal perkembangan, wajah janin adalah daerah yang dibatasi di
sebelah cranial oleh lempeng neural, di cauda oleh pericardium, dan di lateral oleh processus
mandibularis arcus pharyngeus pertama kanan dan kiri. Di tengah-tengah daerah ini, terdapat
cekungan ectoderm yang dikenal sebagai stomodeum. Pada dasar cekungan terdapat
membrane buccopharyngeal. Pada minggu keempat, membrane buccopharyngeal pecah
sehingga stomodeum berhubungan langsung dengan usus depan (foregut). 1
Gambar 2. A. Janin pada akhir minggu keempat yang memperlihatkan posisi arkus-arkus
faring. B. Janin berumur 4,5 minggu yang memperlihatkan prominensia mandibularis dan
maksilaris.
Primordium kavum nasi tampak sebagai cekungan pada ujung bawah processus
frontonasalis yang sedang berkembang, membaginya menjadi processus nasalis medialis dan
processus nasalis lateralis. Dengan berlanjutnya perkembangan, processus maxillaris tumbuh
ke medial dan menyatu dengan processus nasalis medialis. Processus nasalis medialis
membentuk philtrum pada bibir atas dan premaxilla. Processus maxillaris meluas ke medial,
membentuk rahang atas dan pipi, dan akhirnya menutupi premaxilla dan menyatu pada garis
tengah. Berbagai processus yang membentuk wajah menyatu selama dua bulan kedua.
Bibir atas dibentuk oleh pertumbuhan processus maxillaris arcus pharyngeus pertama
pada masing-masing sisi ke arah medial. Akhirnya, processus maxillaris saling bertemu di
garis tengah dan bersatu, juga dengan processus nasalis medialis. Jadi bagian lateral bibir atas
dibentuk oleh processus maxillaris, dan bagian medial atau philtrum dibentuk oleh processus
nasalis medialis dengan bantuan processus maxillaries pada akhir minggu ke-6 sampai
minggu ke-7.
Bibir bawah dibentuk dari processus mandibularis arcus pharyngeus pertama masing-
masing sisi. Processus ini tumbuh ke arah medial di bawah stomodeum dan bersatu di garis
tengah untuk membentuk seluruh bibir bawah.Kulit yang menutupi processus frontonasalis
dan derivatnya mendapat persarafan sensoris dari divisi ophthalmica n. trigeminus, sedangkan
divisi maxillaries n. trigeminus mempersarafi kulit di daerah processus maxillaris. Kulit yang
meliputi processus mandibularis dipersarafi oleh divisi mandibularis n. trigeminus. Otot-otot
untuk ekspresi wajah berasal dari mesenchym arcus pharyngeus kedua. Saraf yang menyuplai
ini adalah saraf arcus pharyngeus kedua, yaitu nervus kranialis. 7,8
Berdasarkan teori di atas, hipotesa terjadinya bibir sumbing yaitu karena kegagalan
fusi antara processus maksilaris dengan processus nasalis medialis dimana pertama terjadi
pendekatan masing – masing processus, setelah processus bertemu, terjadi regresi lapisan
epitel dan pada akhirnya mesoderm saling bertemu dan mengadakan fusi. 1,8
Sehingga teori terjadinya labio atau palatoschizis adalah sebagai berikut :
- Labioschizis : perkembangan abnormal dari processus nasomedial dan maksilaris
- Palatoschizis : kegagalan fusi antara 2 processus palatine
-
II.1.2 Embriogenesis Bibir
Pada akhir minggu keempat, muncul prominensia fasialis yang terutama terdiri dari
mesenkim yang berasal dari krista neuralis dan dibentuk terutama oleh pasangan pertama
arkus faring. Prominensia frontonasalis yang dibentuk oleh proliferasi mesenkim yang
terletak ventral dari vesikula otak, membentuk batas atas stomodeum. Di kedua sisi
prominensia frontonasalis, muncul penebalan lokal permukaan ektoderm, plakoda nasalis.
Selama minggu kelima, plakoda nasalis (lempeng hidung) tersebut mengalami invaginasi
untuk membentuk fovea nasalis (lekukan hidung). Selama dua minggu berikutnya,
prominensia maksilaris tersebut bertambah besar. Secara bersamaan, tonjolan ini tumbuh
ke arah medial, menekan prominensia nasalis mediana ke arah garis tengah. Selanjutnya,
celah antara prominensia nasalis mediana dan prominensia maksilaris lenyap dan keduanya
menyatu. Karena itu, bibir atas dibentuk oleh dua prominensia nasalis mediana dan dua
prominensia maksilaris. Bibir bawah dan rahang dibentuk oleh prominensia mandibularis
yang menyatu di garis tengah.1,3
II. 2 Definisi
Labioschisis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana terdapatnya celah
pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa takik kecil pada
bahagian bibir yang berwarna samapai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir
memanjang dari bibir ke hidung. Celah pada satu sisi disebut labioschisis unilateral, dan jika
celah terdapat pada kedua sisi disebut labioschisis bilateral. 6
II. 3. Epidemiologi
Di Indonesia, kelainan ini cukup sering dijumpai, walaupun tidak banyak data yang
mendukung. Jumlah penderita bibir sumbing dan celah palatum yang tidak tertangani di
Indonesia mencapai 5.000-6.000 kasus per tahun, diperkirakan akan bertambah 6.000-7.000
kasus per tahun. Namun karena berbagai kendala, jumlah penderita yang bisa dioperasi jauh
dari ideal, hanya sekitar 1.000-1.500 pasien per tahun yang mendapat kesempatan menjalani
operasi. Beberapa kendalanya adalah minimnya tenaga dokter, kurangnya informasi
masyarakat tentang pengobatannya, dan mahalnya biaya operasi.
II.4. Etiologi
- Bilateral
Bibir sumbing dibagi menjadi unilateral kiri atau kanan, atau bilateral (kelompok I), dapat
juga lengkap (dengan ekstensi mencapai dasar hidung) atau tidak lengkap. Bibir sumbing saja
dapat terjadi, namun celah yang terjadi pada daerah alveolus selalu dikaitkan dengan bibir
sumbing. Bibir sumbing lengkap merupakan celah yang mencapai seluruh ketebalan vertikal
dari bibir atas dan terkadang berkaitan dengan celah alveolar. Bibir sumbing tidak lengkap
terdiri dari hanya sebagian saja ketebalan vertikal dari bibir, dengan bermacam-macam jenis
ketebalan jaringan yang masih tersisa, dapat berupa peregangan otot sederhana dengan bagian
kulit yang meliputinya atau sebagai pita tipis kulit yang menyeberangi bagian celah tersebut.
Simonart’s Band merupakan istilah untuk menyebut suatu jaringan dari bibir dalam berbagai
ukuran yang menghubungkan celah tersebut. Walaupun Simonart’s Band biasanya hanya
terdiri dari kulit, gambaran histologis menunjukkan terkadang juga terdiri dari serat-serat otot.
- Masalah Dental
Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah tertentu yang
berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada arean dari
celah bibir yang terbentuk.5
- Infeksi telinga
Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi
telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol
pembukaan dan penutupan tuba eustachius.
- Gannguan berbicara
Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas
pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat
menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada
yang lebih tinggi (hypernasal quality of
5speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot- otottersebut diatas
untuk menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya
normal. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k,
g, s, sh, and ch", and terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu.12
II. 7. Diagnosis
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik saat bayi lahir.
2. USG dan MRI pada saat masa kehamilan. Biasanya terdeteksi saat kunjungan rutin
antenatal.
II. 8. Tatalaksana
Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschizis yaitu : 11
Asupan gizi yang cukup, dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang
memadaitindakan operasi pertama dikerjakan untuk menutup celah bibirnya, biasanya pada
umur tiga bulan. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten yaitu. Saat melaksanakan
tindakan koreksi dianut hukum sepuluh, yaitu berat badan minimal empat setengah kilo (10
pon), kadar hemoglobin 10 gram persen dan umur sekurang – kurangnya 10 minggu dan tidak
ada infeksi, leukosit dibawah 10.000.14
Jika bayi belum mencapai rule of ten, ada beberapa nasehat yang seharusnya diberikan
kepada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya
memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik, susu dapat memancar
keluar sendiri dengan jumlah optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi
tersedak dan tidak terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot
dengan lubang khusus ini tidak tersedia, maka pemberian minum dapat dilakukan dengan
bantuan sendok secara perlahan dengan posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari
masuknya susu melewati langit – langit yang terbelah.
Untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibar proses tumbuh
kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kea rah depan (protrusion pre maksila) akibat
dodorngan lidah prolabium, karena jika hasil ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi
akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non
alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.
2. Tahap operasi
- Teknik operasi :
Labioplasty
Masalah ini melibatkan anak dan orang tua, bersifat kompleks, bervariasi, dan
membutuhkan penanganan yang lama. Penanganan anak kelainan celah bibir dengan atau
tanpa celah palatum dan kelainan celah palatummemerlukankerjasamatim(Gambar4), seperti
bagian anak, THT, bedah, gigi, ortopedi, ahli rehabilitasi suara dan pendengaran, dan
beberapa bidang lain seperti bedah saraf, mata, prostodontik, perawat, dan psikolog. 3,4,6,13
Prioritas medis utama adalah memberikan makanan dan nutrisi yang cukup. Bayi dengan bibir
sumbing biasanya tidak mengalami masalah dalam pemberian air susu ibu ataupun minum
dari botol, akan tetapi bayi dengan bibir sumbing dan palatum atau celah palatum akan
bermasalah. Jika sumbing lebar, bayi akan sulit menyusu, lelah dan menelan banyak udara;
dibutuhkan preemie nipple. Posisi tegak saat minum susu juga mengurangi risiko regurgitasi.
Pada bayi dengan sumbing lebar, penggunaan protesis palatum membantu pemberian
makanan dan minuman.3,4
Selain tatalaksana tersebut, operasi rekonstruksi wajah dapat dilakukan untuk
memperbaiki fungsi organ hidung, gigi, dan mulut, perkembangan berbicara, serta
memperbaiki estetika wajah. Operasi meliputi perlekatan bibir, rekonstruksi bibir sumbing,
dan rekonstruksi celah palatum.3,4,13
Perlekatan Bibir
Pada bayi dengan bibir sumbing lebar, perlekatan ini berguna membantu mempersempit
celah, sebelum dilakukan rekonstruksibibir.Padaumumnyadilakukan dengan taping
menggunakan plester hipoalergik yang dilekatkan antar pipi melewati celah bibir. Plester ini
digunakan 24 jam dan diganti setiap hari atau jika basah akibat pemberian makan atau
minum. Apabila plester tidak efektif, dapat dilakukan operasi perlekatan bibir untuk
mengubah sumbing sempurna menjadi sumbing sebagian agar mengurangi tegangan saat
dilakukan operasi rekonstruksi bibir. Operasi perlekatan bibir dapat dilakukan pada bayi usia
2 sampai 4 minggu. Semakin tua usia bayi maka operasi perlekatan bibir akan menimbulkan
jaringan parut sampai dewasa, walaupun telah dilakukan rekonstruksi bibir. 3,13
Garis jahitan yang terpapar pada dasar hidung dan bibir dapat dibersihkan dengan
kapas yang diberi larutan hydrogen peroksida dan salep antibiotika yang diberikan
beberapa kali perhari. Jahitan dapat diangkat pada hari ke 5-7.Kecurigaan infeksi
merupakan kontraindikasi operasi, jika gizi anak baik, cairan dan elektrolit seimbang,
pemberian makan dapat diijinkan pada hari ke enam pasca bedah. Selama waktu yang
singkat dalam masa pasca bedah, perawatan khusus sangat diperlukan. Tindakan
pengisapan nasofaring yang dilakukan secara lembut mengurangi kemungkinan
komplikasi yang lazim terjadi, sperti atelektasis dan pneumonia.
Tabel 1. Tatalaksana labio dan palato schizis
1. Menghindari merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terbaik yang telah dipelajari
untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau selama kehamilan secara
konsisten terkait dengan peningkatan resiko terjadinya celah-celah orofacial. Mengingat
frekuensi kebiasaan kalangan perempuan di Amerika Serikat, merokok dapat menjelaskan
sebanyak 20% dari celah orofacial yang terjadi pada populasi negara itu. 11
Lebih dari satu miliar orang merokok di seluruh dunia dan hampir tiga perempatnya tinggal di
negara berkembang, sering kali dengan adanya dukungan publik dan politik tingkat yang
relatif rendah untuk upaya pengendalian tembakau. (Aghi et al.,2002). Banyak laporan telah
mendokumentasikan bahwa tingkat prevalensi merokok pada kalangan perempuan berusia 15-
25 tahun terus meningkat secara global pada dekade terakhir (Windsor, 2002). Diperkirakan
bahwa pada tahun 1995, 12-14 juta perempuan di seluruh dunia merokok selama kehamilan
mereka dan, ketika merokok secara pasif juga dicatat, 50 juta perempuan hamil, dari total 130
juta terpapar asap tembakau selama kehamilan mereka (Windsor, 2002). 8
3. Menghindari alkohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi tumbuh kembang
embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan memiliki hubungan dengan
terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal (fetal alcohol syndrome).
Pada tinjauan yang dipresentasikan di Utah Amerika Serikat pada acara pertemuan konsensus
WHO (bulan Mei 2001), diketahui bahwa interpretasi hubungan antara alkohol dan celah
orofasial dirumitkan oleh biasa yang terjadi di masyarakat. Dalam banyak penelitian tentang
merokok, alkohol diketemukan juga sebagai pendamping, namun tidak ada hasil yang benar-
benar disebabkan murni karena alkohol.4,5
3. Nutrisi
a. Asam Folat
Peran asupan folat pada ibu dalam kaitannya dengan celah orofasial sulit untuk ditentukan
dalam studi kasus-kontrol manusia karena folat dari sumber makanan memiliki bioavaibilitas
yang luas dan suplemen asam folat biasanya diambil dengan vitamin, mineral dan elemen-
elemen lainnya yang juga mungkin memiliki efek protektif terhadap terjadinya celah
orofasial. Folat merupakan bentuk poliglutamat alami dan asam folat ialah bentuk
monoglutamat sintetis. Pemberian asam folat pada ibu hamil sangat penting pada setiap tahap
kehamilan sejak konsepsi sampai persalinan. Asam folat memiliki dua peran dalam
menentukan hasil kehamilan. Satu, ialah dalam proses maturasi janin jangka panjang untuk
mencegah anemia pada kehamilan lanjut. Kedua, ialah dalam mencegah defek kongenital
selama tumbuh kembang embrionik. Telah disarankan bahwa suplemen asam folat pada ibu
hamil memiliki peran dalam mencegah celah orofasial yang non sindromik seperti bibir
dan/atau langit-langit sumbing.
Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan sangat
penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang normal dari
fetus.2
b. Vitamin B-6
Vitamin B-6 diketahui dapat melindungi terhadap induksi terjadinya celah orofasial secara
laboratorium pada binatang oleh sifat teratogennya demikian juga kortikosteroid, kelebihan
vitamin A, dan siklofosfamid. Deoksipiridin, atau antagonis vitamin B-6, diketahui
menginduksi celah orofasial dan defisiensi vitamin B-6 sendiri cukup untuk membuktikan
terjadinya langit-langit mulut sumbing dan defek lahir lainnya pada binatang percoban.
Namun penelitian pada manusia masih kurang untuk membuktikan peran vitamin B-6 dalam
terjadinya celah.4,5
c. Vitamin A
Asupan vitamn A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan peningkatan resiko terjadinya
celah orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya. Hale adalah peneliti pertama yang
menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu menyebabkan defek pada mata, celah
orofasial, dan defek kelahiran lainya pada babi. Penelitian klinis manusia menyatakan bahwa
paparan fetus terhadap retinoid dan diet tinggi vitamin A juga dapat menghasilkan kelainan
kraniofasial yang gawat. Pada penelitian prospektif lebih dari 22.000 kelahiran pada wanita di
Amerika Serikat, kelainan kraniofasial dan malformasi lainnya umum terjadi pada wanita
yang mengkonsumsi lebih dari 10.000 IU vitamin A pada masa perikonsepsional. 5
4. Modifikasi Pekerjaan
Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa ada hubungan antara
celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan, industri reparasi, pegawai
agrikulutur). Teratogenesis karena trichloroethylene dan tetrachloroethylene pada air yang
diketahui berhubungan dengan pekerjaan bertani mengindikasikan adanya peran dari
pestisida, hal ini diketahui dari beberapa penelitian, namun tidak semua. Maka sebaiknya
pada wanita hamil lebih baik mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah dalam
industri cetak, seperti pabrik cat, operator motor, pemadam kebakaran atau bertani telah
diketahui meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial. 4
5. Suplemen Nutrisi
Beberapa usaha telah dilakukan untuk merangsang percobaan pada manusia untuk
mengevaluasi suplementasi vitamin pada ibu selama kehamilan yang dimaksudkan sebagai
tindakan pencegahan. 7
DAFTAR PUSTAKA