You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Lembaga sektor keuangan sangat dibutuhkan dalam mendukung permodalan
dalam sektor riil, hal ini sudah dirasakan fungsinya sejak lama di Indonesia
dengan konsep perbankan, baik yang berbentuk konvensional (berdasarkan
kapitalis maupun sosialis) dan berprinsip syariah.1 Akan tetapi perbankan secara
tehnis di lapangan belum menyentuh terhadap usaha mikro Kecil (UMK) baik dari
pedagang kaki lima sampai pedagang-pedagang yang berada di pasar tradisional
yang biasanya disebut sebagai ekonomi rakyat kecil, hal ini disebabkan karena
keterbatasan jenis usaha dan aset yang dimiliki oleh usaha kelompok usaha
tersebut. Padahal apabila diperhatikan secara seksama justru prosentase UMK
jauh lebih besar dari usaha-usaha menengah dan besar di pasar Indonesia,
sehingga kebutuhan permodalan pada UMK tidak terpenuhi yang pada akhirnya
apabila hal ini terus menerus berlanjut maka tidak dapat dielakkan lagi hilangnya
secara simultan UMK itu sendiri di pasaran Indonesia, sehingga akan terjadi
ketimpangan pasar dalam ekonomi yang pasti akan menciptakan calon
pengangguran-pengangguran baru di Indonesia.
Pada sisi lain di sektor keuangan mikro, sebenarnya ada kegiatan individu dari
masyarakat yang sudah memperhatikan hal tersebut sehingga kelompok individu
tersebut memberikan permodalan yang dibutuhkan UMK. Individu tersebut
sering dikenal di masyarakat umum sebagai rentenir2. Akan tetapi keberadaan
rentenir itu sendiri tidak membawa kemaslahatan bagi masyarakat banyak, karena
justru ada beberapa permasalahan yang signifikan dalam bentuk kegiatan individu
tersebut, diantaranya adalah bentuk permodalan yang dilakukan rentenir. Para
rentenir biasanya meminjamkan uang mereka kepada peminjam dengan beberapa
ketentuan yang mengikat diantaranya penentuan bunga yang tinggi dan dengan
jangka waktu relative pendek, sehingga praktek ini secara tidak langsung belum

1
Dwi Sunyikno,2008, paper makalah berjudul: Rentenir VS BMT, disampaikan dalam Focus
Discussion Group Temu Ilmiah Nasional Ekonomi Islam yang diselenggarakan oleh Sharia
Economic Forum UGM di MMTC Jogja.
2
Konklusi dari sejarah BMT yang ditulis oleh Heri Sudarsono dalam bukunya Bank dan Lembaga
Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi (2007) cetakan ke-empat. Ekonosia. Yoyakarta, h. 97.
1
memberikan solusi akan permasalahan ekonomi rakyat kecil, akan tetapi
menambah masalah perekonomian mereka yang sudah kompleks. Oleh Karena itu
dibutuhkan instansi keuangan mikro baru yang mempunyai kompetensi baik
dalam profesionalitas dan material yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat
akan hal itu, dan tidak menjerat mereka dalam lingkaran hutang yang
berkepanjangan, sehingga mampu mendorong ekonomi rakyat kecil sebagai hasil
akhirnya.
Dalam sejarah perekonomian umat muslim, sebenarnya ada salah satu instansi
yang telah memperhatikan aspek kebajikan pada kehidupan masyarakat, yaitu bait
al maal yang memberikan kontribusi yang sangat signifikan dalam
menyeimbangkan perekonomian umat Islam pada masa itu dengan memberikan
dana subsidi kepada umat Islam yang membutuhkan yang dalam Islam disebut
sebagai mustahik. Adapun sumber dana dari baitul maal tersebut adalah dari dana
zakat, infak, pajak dan beberapa kebijakan yang telah ditentukan oleh khalifah
(pemimpin) umat Islam pada waktu itu.
Namun demikian institusi tersebut telah hilang dengan keruntuhan bentuk
khilafah (kepemimpinan) pada umat tersebut pada akhir-akhir abad 16 masehi,
sehingga dana penyeimbang ekonomi umat secara otomatis tidak ada lagi selain
dari hasil pajak oleh pemerintah masing-masing.
Dalam perkembangannya, di Indonesia sekarang ada beberapa pihak yang
menyambungkan permasalahan ekonomi saat ini (abad 20) dengan kontribusi bait
al maal pada masa kekhilafahan Islam dahulu, sehingga muncul konsep bait al
maal wa at tamwil walaupun konsep itu hanya dapat berjalan pada sektor mikro,
dikarenakan tidak ada lembaga Negara yang memperhatikan fenomena
perkembangan BMT dengan sentralisasi BMT menjadi lembaga keuangan atau
paling tidak menjadi salah satu pilar pendapatan Negara Indonesia, hal ini dapat
dimaklumi karena multi agama yang ada di Indonesia menjadi kepentingan politik
di Indonesia.
Terlepas dari fenomena di atas, secara dinamis BMT ini lebih dikelola oleh
beberapa individu dan menjangkau sektor mikro dari perekonomian rakyat,
terlepas dari fungsi baitul maal itu sendiri ada satu fungsi lagi dari lembaga itu
yaitu baituttamwil atau lembaga pendanaan, sehingga selain mempunyai dana

2
untuk kegiatan konsumtif dari para mustahik ada juga instrumen pendanaan untuk
kebutuhan produktif bagi UMK yang tentunya sesuai dengan prinsip yang
ditentukan oleh Islam atau sering disebut dalam tulisan ini nantinya dengan
prinsip syariah, sehingga pada akhirnya diharapkan BMT ini diharapkan dapat
menjadi penyokong UMK dan menggantikan praktek rentenir (bank plecit) yang
dianggap mencekik UMK dalam jeratan hutang yang berkepanjangan itu dan pada
akhirnya menyeimbangkan pasaran Indonesia secara umum.

B. Rumusan Masalah
Untuk mencapai memformulasikan strategi pengembangan terpadu UMK melalui
BMT, maka tim penulis memfokuskan pembahasan untuk menjawab rumusan
masalah berikut:
1. Bagaimana mengembangkan UMK melalui BMT?
2. Sistem apa saja yang bisa digunakan oleh Isntansi Negara beserta swasta
melalui BMT dalam pengembangan UMK secara terpadu?

C. Tujuan Penulisan
Sebagaimana usaha untuk menjawab rumusan masalah, maka tujuan penulisan
karya ilmiah ini adalah untuk mencari formula dan pola yang baik untuk
mengembangkan UMK melalui BMT.

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat teoritis
Sebagai wawasan bagi para akademisi dalam improvisasi sistem
operasional BMT untuk pengembangan sector UMK baik dalam skala
local dan nasional, sehingga pada nantinya bukan hanya alternative dalam
tulisan ini yang ada, akan tetapi muncul alternative-alternatif lain yang
lebih unggul dalam dimensi yang lain guna kemaslahatan umum.

2. Manfaat praktis

3
Secara praktis tulisan ini dimaksudkan dapat digunakan para pengambil
kebijakan sebagai salah satu acuan solusi untuk pengembangan
manajemen dan memperkuat eksistensi UMK.

E. Telaah Pustaka
Bait al-maal wa tamwil adalah fenomena tahun 1990-an, kurang lebih 17 tahun
yang lalu namun telah nyata memberikan andil yang cukup konkrit dalam
pemberdayaan ekonomi rakyat, sehingga banyak diteliti dalam kerangka
keilmuan dengan bentuk skripsi maupun tesis. Sedangkan UMK dengan berbagai
macam kendalanya juga demikian adanya. Walaupun telah banyak yang
melakukan penelitian tentang BMT, sepanjang yang dapat dilacak oleh penulis,
belum ada yang merumuskan ataupun memformulasi tentang pengembangan
terpadu UMK melalui BMT.
Adapun beberapa penelitian dan studi yang sebelumnya telah membahas tentang
problematika UMK dan peluang pengembangan BMT sebagai salah satu sektor
keuangan mikro, sehingga apabila disinergiskan akan terbentuk kesimpulan
sementara bahwa potensi pengembangan UM melalui BMT memang sangat besar.
1. Penelitian tentang UMK
a. Mudrajad Kuncoro3 menyebutkan dalam penelitiaannya menyatakan
bahwa ada beberapa kendala dalam pengembangan UMK di Indonesia,
diantaranya:
1)Adanya Pungutan Liar (PUNGLI) mulai dari proses perizinan
sampai pengadaan barang dan ekspor barang tersebut. (kuncoro
et.al. 2004, Survey di Batam, Jabotabek, Bandung, Jepara,
Surabaya, Bali)
2)Kebijakan makro pemerintahan yang kurang mendukung.
3)Permasalahan kredit yang membebankan usaha kepada pengusaha
UMK, antara lain: proses kredit lama dan bunga tinggi dari
perbankan dan lembaga keuangan lainnya.

3
Mudrajad Kuncoro. Makalah Seminar PSAK “Catatan Tentang Sektor Industri & UMM 10
tahun Pasca Krisis” tahun 2007.

4
b. Agunan P. Samosir, dalam studi kasusnya menjelaskan tentang
hambatan ekspor produksi UM 4, adapun beberapa faktor penghambat
diantaranya:
1)Faktor Internal
a) Kurang likuiditas (tambahan modal)
b)Naiknya upah
2)Faktor eksternal
a) Melemahnya nilai tukar rupiah
b)Kurangnya akses informasi pasar dalam dan luar negeri
c) Turunnya daya beli masyarakat, sebagai akibat dari turunnya
pendapatan riil masyarakat
d)Menurunnya permintaan pasar
e) Kenaikan harga bahan baku
f) Kurangnya dukungan pemerintah kepada UMK yang
berorientasi pada ekspor.
g)Tingginya pungutan

2. Penelitian tentang BMT


a. Sholihin, meneliti tentang perilaku konsumen terhadap produk BMT di
BMT Kharisma, Magelang, Jawa Tengah. Dalam temuannya di lapangan
menyatakan bahwa ada beberapa motif yang mempengaruhi konsumen
dalam memilih BMT sebagai mitra usaha5. Diantaranya:
1)Motif konsumen yang cenderung menghindari dari riba (alasan
syariah).
2)Adanya hubungan perilaku antara tingkat pendidikan konsumen
dengan umur konsumen.
b. Sri Sumarni, dalam penelitiannya menitik beratkan pada faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku nasabah.6 Ada tujuh faktor, yakni sistem
4
Merupakan hasil penelitian di Sentra Industri Kasongan, Kabupaten Bantul, Provinsi D.I.
Yogyakarta, Tahun Anggaran 2000 Biro Pengkajian Ekonomi dan Keuangan, Badan Analisa
Keuangan dan Moneter, Departemen Keuangan.
5
Sholihin (2003). Hasil penelitian tentang perilaku konsumen terhadap produk BMT di BMT
Kharisma, Magelang, Jawa Tengah, ditulis untuk data penyelesaian tesis S2 MSI UII
6
Sri Sumarni, dalam penelitian untuk skripsinya dengan judul “Analisis
Korelasi Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Penabung pada
5
operasional BMT, lokasi BMT, pelayanan BMT, tingkat keuntungan
yang diterima oleh nasabah, produk BMT, informasi yang diperoleh
dan pemahaman nasabah tentang riba.
c. Jannes Situmorang dalam penelitiannya tentang aspek kelembagaan
dan keuangan usaha BMT di 9 (sembilan) propinsi yang meliputi :
Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB dan Sulawesi Selatan menyatakan
bahwa Angka-angka pertumbuhan dapat mencerminkan tingkat
perkembangan BMT yang sesungguhnya.

Tabel 1. BMT sampel menurut nilai assetnya

F. Metode Penulisan
Metode penulisan dalam karya ilmiah ini dilakukan dengan beberapa tahap:
1. Pencarian data, dimaksudkan dengan mencari data-data pendukung
penulisan yang sesuai dengan bahasan tim penulis sehingga mencapai
kesimpulan yang maksimal diakhir pembahasan.
2. analisis content, dimaksudkan dengan penelaahan data-data yang
sudah dikumpulkan guna kevaliditasan data sehingga keakuratan data
dapat dipertanggungjawabkan.
3. Formulasi alternative, dimaksudkan dengan pembuatan
rekomendasi-rekomendasi baru baik itu dalam saran pengembangan
UMK dengan BMT sampai langkah-langkah dalam pelaksanaan
kebijakan tersebut.

Baitul Maal wat Tamwil: Studi Kasus pada BMT Abidin di kalurahan
Banyuanyar kecamatan Banjarsari Surakarta”. Hal. 8.
6
Dengan sistematika penulisan bab I membahas tentang
pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, telaah pustaka dan metode penulisan karya ilmiah. Bab II
membahas tentang tinjauan umum akan usaha kecil dan menengah serta
bait al maal wa attamwil dari pengertian keduanya sampai
perkembangannya. Bab III merupakan analisa beberapa data yang
disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil
analisis itu sendiri. Bab IV merupakan kesimpulan dari pembahasan, serta
saran dan rekomendasi dari karya tulis ilmiah ini.

7
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG UMK DAN BMT

A. Tinjauan umum tentang UMK


1. Definisi UMK
Berdasarkan undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil bahwa
yang disebut Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil
dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta
kepemilikan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau
rumah tangga maupun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau
jasa untuk diperniagakan secara komersial dan mempunyai omzet penjualan
sebesar 1 (satu) miliar rupiah atau kurang.7

2. Karakteristik UMK
Ada beberapa karakteristik yang dapat menggambarkan jenis usaha mikro dan
kecil dalam pembahasan ini. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut8:
Usaha Mikro memiliki karakteristik sebagai berikut antara lain:1) jenis
komoditinya berubah-ubah dan sewaktu waktu dapat berganti produk/usaha,
2) tempat usahanya tidak selalu menetap atau sewaktu-waktu dapat pindah 3)
belum adanya pencatatan keuangan usaha secara baik, 4)sumber daya
manusianya rata-rata sangat rendah yakni SD-SMP, 5) pada umumnya belum
mengenal perbankan dan lebih sering berhubunngan dengan tengkulak atau
rentenir, 6)umumnya usaha ini tidak memilki ijin usaha.
Usaha Kecil biasanya ditandai dengan 1) Jenis barang atau komoditinya tidak
gampang berubah, 2) mempunyai kekayaan maksimal 200 Juta dan dapat
menerima kredit maksimal 500 Juta, 3) lokasi atau tempat usaha umumnya
sudah menetap, 4) sudah memiliki pembukuan walaupun masih sederhana
artinya pencatatan administrasi keuangan perusahaan sudah mulai dipisah. 5)
memiliki legalitas usaha atau perijinan lainnya, 6) sumber daya manusianya

7
Laporan Badan Pusat Statistik, sensus ekonomi 2006 dalam statistk UKM 2007, hal.1.
8
Neddy Rafinald, 2006, Memeta Potensi dan Karakteristik UKM Bagi
Penumbuhan Usaha Baru, ditulis pada jurnal infokop no. 29 tahun XXII, 2006
8
sudah lumayan baik, dari aspek tingkat pendidikan yakni rata tingkat SMU, 7)
sudah mulai mengenal perbankan.
3. Perkembangan UMK
Perkembangan jumlah UMKM periode 2005-2006 mengalami peningkatan
sebesar 3,88 persen yaitu dari 47.102.744 unit pada tahun 2005 menjadi
48.929.636 unit pada tahun 2006.9
Sektor ekonomi UMKM yang memiliki proporsi unit usaha terbesar adalah
sektor (1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; (2)
Perdagangan, Hotel dan Restoran; (3) Industri Pengolahan; (4) Jasa-jasa;
serta (5) Pengangkutan dan Komunikasi dengan perkembangan masing-
masing sektor tercatat sebesar 53,57 persen, 27,19 persen, 6,58 persen, 6,06
persen dan 5,52 persen.

Grafik 1. Proporsi Sektor Ekonomi UKM Berdasarkan Jumlah Unit


Usaha Tahun 2006

Keuangan,
Persewaan dan Jas a
Perusahaan; 0,17%
Jasa - Jasa; 6,06%
Pengangkutan dan
Komunikasi; 5,52%

Pertanian, Peternakan,
Perdagangan, Hotel
Kehutanan dan
dan Restoran; 27,19%
Perikanan; 53,57%

Bangunan; 0,34% Pertambangan dan


Listrik, Gas dan Air Penggalian; 0,54%
Bersih; 0,03%
Industri Pengolahan;
6,58%

Sedangkan sektor ekonomi yang memiliki proporsi unit usaha terkecil secara
berturut-turut adalah sektor (1) Listrik, Gas dan Air Bersih; (2) Keuangan,
Persewaan dan Jasa Perusahaan; (3) Bangunan; serta (4) Pertambangan dan
Penggalian dengan perkembangan masing-masing tercatat sebesar 0,03
persen, 0,17 persen, 0,34 persen dan 0,54 persen.
Usaha mikro dan kecil mendominasi dari sisi unit usaha (99,1%) dan
penyerapan tenaga kerja (84,4%), dengan perbandingan 2 tenaga kerja per unit
usaha untuk usaha mikro dan 3 tenaga kerja per unit usaha untuk usaha kecil.
9
Laporan Badan Pusat Statistik, sensus ekonomi 2006 dalam statistk UKM 2007, hal. 15.
9
Sebaliknya industri besar dan menengah, yang jumlah unit usahanya hanya
0,9%, menyerap 15,5% tenaga kerja dengan perbandingan 19 tenaga kerja per
unit usaha untuk usaha menengah, dan 108 tenaga kerja per unit usaha untuk
usaha besar.
Sumber : diolah dari data BPS, sensus ekonomi 2006 oleh mudrajad Kuncoro dalam
seminar PSAK 2006.

Di Tahun 2003, Hampir 60,4 persen industri dikuasai oleh Industri padat SDA
dan SDM. Di Tahun Mendatang Industri Indonesia harus bergerak menuju ke
piramida atas.
4. Potensi UMK
Pada tahun 2005, peran UMK terhadap penciptaan PDB nasional menurut
harga berlaku tercatat sebesar Rp. 1.491,06 triliun atau 53,54%, kontribusi UK
tercatat sebesar Rp. 1.053,34 triliun atau 37,82% dan UMK sebesar Rp.
10
437,72 triliun atau 15,72% dari total PDB nasional, selebihnya adalah usaha
besar (UB) yaitu Rp. 1.293,90 triliun atau 46,46%.10
Sedangkan pada tahun 2006, peran UMK terhadap penciptaan PDB nasional
menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 1.778,75 triliun atau 53,28% dari
total PDB nasional, mengalami perkembangan sebesar Rp. 287,68 triliun atau
19,29% dibanding tahun 2005. Kontribusi UK tercatat sebesar Rp. 1.257,65
triliun atau 37,67% dan UMK sebesar Rp. 521,09 triliun atau 15,61%,
selebihnya sebesar Rp. 1.559,45 triliun atau 46,72% merupakan kontribusi
UB.11
Disisi lain, pada tahun 2005 nilai PDB nasional atas harga konstan tahun 2000
sebesar Rp. 1.750,66 triliun, peran UMK tercatat sebesar Rp. 979,71 triliun
atau 55,96 % dari total PDB nasional, kontribusi UK tercatat sebesar Rp.
688,91 triliun atau 39,35% dan UMK sebesar Rp. 290,80 triliun atau 16,61%,
UB.12

B. Tinjauan umum tentang BMT


1. Definisi BMT
Secara garis besar BMT memiliki 2 fungsi utama13 :
a. Bait al maal : lembaga yang mengarah pada usaha-usaha
pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, sepertihalnya zakat,
infaq, dan sadaqoh.
b. Bait at tamwil : lembaga yang mengarah pada usaha pengumpulan
dan penyaluran dana komersial.
Dari definisi Sudarsono diatas dapat disimpulkan bahwa BMT mempunyai dua
fungsi, yaitu fungsi non profit department sebagai landasan histories bahwa baitul
maal pada masa Islam klasik adalah berfungsi sebagai dana umat dan
penyeimbang perekonomian, sedangkan fungsi kedua yaitu fungsi profit
department karena sebagai panjang tangan dari bank Syariah yang di atas sudah
10
Laporan Badan Pusat Statistik, sensus ekonomi 2006 dalam statistk UKM 2007. Hal. 5
11
Ibid.
12
ibid
13
Heri Sudarsono. (2007) cetakan ke-empat. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi
dan Ilustrasi. Ekonosia. Yoyakarta, hal. 43.

11
dijelaskan bahwa kemampuan perbankan sangat terbatas untuk menjangkau
sector usaha mikro dan kecil sehingga dibutuhkan lembaga keuangan yang
komersial seperti bank sehingga dapat menjangkau sector tersebut, dan
alternative pemikir ekonomi Islam untuk lembaga itu adalah BMT tersebut.

2. Operasional BMT
Sistem bagi hasil adalah pola pembiayaan keuntungan maupun kerugian antara
BMT dengan anggota penyimpan berdasarkan perhitungan yang disepakati
bersama. BMT biasanya berada di lingkungan masjid, Pondok Pesantren, Majelis
Taklim, pasar maupun di lingkungan pendidikan. Biasanya yang mensponsori
pendirian BMT adalah para aghniya (dermawan), pemuka agama, pengurus
masjid, pengurus majelis taklim, pimpinan pondok pesantren, cendekiawan, tokoh
masyarakat, dosen dan pendidik. Peran serta kelompok masyarakat tersebut
adalah berupa sumbangan pemikiran, penyediaan modal awal, bantuan
penggunaan tanah dan gedung ataupun kantor. Untuk menunjang permodalan,
BMT membuka kesempatan untuk mendapatkan sumber permodalan yang berasal
dari zakat, infaq, dan shodaqoh dari orang-orang tersebut. Hasil studi Pinbuk
(1998) menunjukkan bahwa lembaga pendanaan yang saat ini berkembang
memiliki kekuatan antara lain:
a. Mandiri dan mengakar di masyarakat,
b. Bentuk organisasinya sederhana,
c. Sistem dan prosedur pembiayaan mudah,
d. Memiliki jangkauan pelayanan kepada pengusaha mikro. Kelemahannya
adalah :
1) Skala usaha kecil,
2) Permodalan terbatas,
3) Sumber daya manusia lemah,
4) Sistem dan prosedur belum baku.Untuk mengembangkan lembaga
tersebut dari kelemahannya perlu ditempuh cara-cara pembinaan sebagai
berikut:
a) Pemberian bantuan manajemen, peningkatan kualitas SDM dalam
bentuk pelatihan, standarisasi sistem dan prosedur,

12
b) Kerjasama dalam penyaluran dana,
c) Bantuan dalam inkubasi bisnis.

3. Pola Tabungan dan Pembiayaan


a. Tabungan
Tabungan atau simpanan dapat diartikan sebagai titipan murni dari orang atau
badan usaha kepada pihak BMT. Jenis-jenis tabungan/simpanan adalah
sebagai berikut:
1) Tabungan persiapan qurban;
2) Tabungan pendidikan;
3) Tabungan persiapan untuk nikah;
4) Tabungan persiapan untuk melahirkan;
5) Tabungan naik haji/umroh;
6) Simpanan berjangka/deposito;
7) Simpanan khusus untuk kelahiran;
8) Simpanan sukarela;
9) Simpanan hari tua;
10) Simpanan aqiqoh.

b. Pola Pembiayaan
Pola pembiayaan terdiri dari bagi hasil dan jual beli dengan mark up (tambahan
atas modal) serta pembiayaan non profit.
1) Bagi Hasil
Bagi hasil dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara BMT
dengan penyedia dana (penyimpan/penabung). Bagi hasil ini dibedakan atas:
a) Musyarakah, adalah suatu perkongsian antara dua pihak atau lebih
dalam suatu proyek dimana masing-masing pihak berhak atas segala
keuntungan dan bertanggung jawab atas segala kerugian yang terjadi
sesuai dengan penyertaannya masing-masing.
b) Mudharabah, adalah perkongsian antara dua pihak dimana pihak
pertama (shahib al amal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib)
bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan dibagikan sesuai

13
dengan rasio laba yang telah disepakati bersama terlebih dahulu di depan.
Manakala rugi, shahib al amal akan
c) kehilangan sebagian imbalan dari kerja keras dan manajerial skill
selama proyek berlangsung.
d) Murabahah, adalah pola jual beli dengan membayar tangguh,
sekali bayar.
e) Muzaraah, adalah dengan memberikan l kepada si penggarap
untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (prosentase)
dari hasil panen.
f) Musaaqot, adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzaraah
dimana si penggarapnya bertanggung jawab atas penyiraman dan
pemeliharaan. Sebagai imbalan si penggarap berhak atas rasio tertentu dari
hasil panen.

2) Jual Beli dengan Mark Up (tambahan atas modal)


Jual beli dengan mark up merupakan tata cara jual beli yang dalam
pelaksanaannya, BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberi
kuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMT
bertindak sebagai penjual kepada nasabah dengan harga sejumlah
harga beli tambah keuntungan bagi BMT atau sering disebut
margin/mark up.
Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi kepada penyedia dan
penyimpan dana. Jenis-jenisnya adalah:
a) Bai Bitsaman Ajil (BBA), adalah proses jual beli dimana
pembayaran dilakukan secara lebih dahulu dan penyerahan barang
dilakukan kemudian.
b) Bai As Salam, proses jual beli dimana pembayaran dilakukan
terlebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian.
c) Al Istishna, adalah kontrak order yang ditandatangani bersamaan
antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan jenis barang
tertentu.

14
d) Ijarah atau Sewa, adalah dengan memberi penyewa untuk
mengambil pemanfaatan dari sarana barang sewaan untuk jangka
waktu tertentu dengan imbalan yang besarnya telah disepakati
bersama.
e) Bai Ut Takjiri, adakah suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan
penjualan. Dalam kontrak ini pembayaran sewa telah diperhitungkan
sedemikian rupa sehingga padanya merupakan pembelian terhadap
barang secara berangsur.
f) Musyarakah Mutanaqisah, adalah kombinasi antara musyawarah
dengan ijarah (perkongsian dengan sewa). Dalam kontrak ini kedua
belah pihak yang berkongsi menyertakan modalnya masing-masing.

3) Pembiayaan Non Profit


Sistem ini disebut juga pembiayaan kebajikan. Sistem ini lebih bersifat
sosial dan tidak profit oriented. Dalam BMT pembiayaan ini sering
dikenal dengan Qard yang bertujuan untuk kegiatan produktif yang
secara aplikatif peminjam dana hanya perlu mengembalikan modal
yang dipinjam dari BMT apabila sudah jatuh tempo, yang tentu dengan
beberapa criteria UMK yang harus dipenuhi.

4. Pelayanan zakat dan shadaqoh


a. Penggalangan dana zakat, infaq dan shadaqoh (ZIS)
- ZIS masyarakat
- Lewat kerjasama antara BMT dengan Lembaga Badan Amil Zakat,
Infaq, dan shadaqoh (BAZIS)
b. Dalam penyaluran dana ZIS
- Digunakan untuk pemberian pembiayaan yang sifatnya hanya
membantu
- Pemberian bea siswa bagi perserta yang berprestasi atau kurang
mampu dalam membayar SPP.
- Penutupan terhadap pembiayaan yang macet karena faktor
kesulitan pelunasan.

15
- Membantu masyarakat yang perlu pengobatan.

5. Perkembangan BMT
Dari data Kompilasi Data Gema PKM-Oktober 2004 dalam Artikel Bambang
Ismawan dan Setyo Budiantoro, Mapping Microfinance in Indonesia, Jurnal
Ekonomi Rakyat, Edisi Maret 2005 jumlah BMT adalah sebanyak 3.038 unit.
Sedangkan kondisi infrastruktur dan kelembagaan keuangan mikro secara regulasi
sampai 2004 belum ada yang memberikan dukungan kuat untuk membangun
lembaga keuangan mikro yang termasuk di dalamnya BMT.

Tabel. Kondisi infrastruktur dan kelembagaan lembaga keuangan mikro

Dari kondisi infrastruktur dan kelembagaan lembaga keuangan mikro dari sisi
regulasi, regulator, pembinaan, penjaminan dan likuiditas belum terpenuhi,
sehingga masih terdapat beberapa kendala yang semestinya harus ditanggulangi
oleh pemerintah guna optimalisasi BMT.

16
BAB III
OPTIMALISASI PENGEMBANGAN TERPADU UMK MELALUI BMT

A. Potensi BMT Dalam Pengembangan UMK


Mengamati beberapa data yang telah disajikan di atas, ada beberapa prospek
pengembangan UMK melalui BMT, hal ini dapat dilihat dari perkembangan
keduanya dan beberapa kendala yang dialaminya. Potensi UMK sebagai usaha
mayoritas rakyat indonesia yang hampir mencapai 99,1 persen di banding usaha
besar, sehingga seharusnya dapat menyerap tenaga kerja lebih besar dari usaha
besar itu sendiri sampai akhirnya dapat mengembangkan ekonomi rakyat.
Harapan tersebut terkendala dengan adanya permodalan yang kurang sebagai
diungkapkan mudrajat dalam penelitiannya bahwa salah satu faktor penghalang
berkembangnya UMK itu sendiri disamping beberapa kendala lainnya.
Permasalahan di atas sebenarnya dapat diatasi dengan fungsi dari BMT yang
menurut data dari Jannes mempunyai kapabilitas dalam mengatasi permasalahan
tersebut, dengan beberapa faktor pendukung, diantaranya:
1. Pelayanan mudah, murah, dan cepat
2. Pertumbuhan asset yang signifikan, Dilihat dari sisi debet neraca
BMT, assetnya terdiri dari aktiva lancar dan aktiva tetap.
Sementara dilihat dari sisi kredit pada neraca, asset BMT
merupakan penjumlahan simpanan suka rela dan jumlah modal
yang dimiliki. Nilai asset dapat mencerminkan kekayaan dan
kewajiban BMT kepada para pemilik maupun pihak ketiga. BMT
yang assetnya mengalami pertumbuahan terus menerus berarti
BMT itu selain tumbuh makin besar, juga berarti semakin
dipercayai baik oleh pihak pemilik maupun pihak ketiga.
3. Kemudahan dalam pembiayaan. Hal ini dapat dilihat dari
pembiayaan yang mempunyai dua sumber, yaitu sumber dari
dana pihak ke tiga yang sering dipakai untuk transaksi sirkah
sebagai permodalan bagi hasil, sedangkan dana yang kedua
berasal dari dana zakat, infak dan sedekah yang diaplikasikan
dalam dana publik dan qard al hasan( non performing loan),
yang berimplikasi bahwa pengembalian kepada BMT nantinya

17
adalah modal pokok saja tanpa memberikan keuntungan dari
hasil usaha tersebut. Kemudahan tersebut memberikan lebih
banyak peluang kepada pelaku UMK untuk mengembangkan
usaha mereka dan mengatasi permasalahan dalam permodalan
selama ini.
4. Pendampingan usaha kepada anggota dan nasabah BMT yang
baik dan bersifat kontinue.
5. Mengingat bahwa kebutuhan UMK akan permodalan usaha
sangat besar, sedangkan bank dan BPR/S belum bisa
menjangkau sektor tersebut secara maksimal, sehingga fungsi
BMT sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan perkembangan
UMK.
Akan tetapi, hal ini belum mendapat perhatian penuh dari banyak
masyarakat, khususnya dari pemerintah, sehingga kinerja dari BMT
itu sendiri belum terlalu dioptimalkan. Hal ini dapat dilihat dari
belum adanya regulasi dan pendampingan khususnya untuk BMT
dalam kelembagaan sehingga pengelola BMT masih menjadikan
koperasi sebagai salah satu bentuk badan infrastruktur mereka
sehingga menimbulkan distorsi dalam operasional BMT. Distorsi
operasional tersebut adalah antara lain bahwa fungsi dana publik
yang belum teroptimalkan, yang padahal seharusnya dana tersebut
justru memberikan kontribusi besar dalam UMK, kemudian
kurangnya bantuan pendanaan dari pemerintah juga menjadi
masalah ketika para debitur dari BMT akan mengajukan
pembiayaan karena terbatasnya dana yang ada.
Dari permasalahan di atas dibutuhkan strategi-strategi yang dapat
membantu semua pihak untuk mengoptimalkan BMT sehingga
tujuan untuk mengoptimalkan UMK melalui BMT dapat tercapai.

B. Strategi Optimalisasi Operasional BMT


Ada beberapa strategi untuk mengatasi masalah pendanaan BMT yang dapat
diterapkan:

18
1. Optimalisasi lembaga pemerintahan yang mengadakan pendanaan BMT
secara melalui lembaga swasta seperti lembaga PT. Permodalan Nasional
Madani terhadap BMT, akan tetapi itu dirasa kurang cukup kontributif untuk
pengembangan BMT, karena belum ada penanganan khusus dari lembaga
pemerintahan.
2. Optimalisasi linkage program untuk penambahan permodalan BMT, baik
itu antara BMT dan BPRS serta Bank Syariah, sehingga kemungkinan
likuidasi BMT terjadi akan semakin mengecil.
Sedangkan proses pengembangan BMT dapat dilakukan dengan proses berikut:
1. Mengidentifikasi ulang kuantitas dan kualitas BMT dan UMK di
Indonesia.
2. Koordinasi dengan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) dalam
pengadaan pelatihan bagi para pengelola BMT agar manajemennya bisa
berkembangan.
3. Sosialisasi akan eksistensi BMT kepada masyarakat melalui media massa,
sehingga masyarakat akan lebih cepat mengetahui adanya BMT dan
keunggulannya.
4. Pengadaan regulasi khusus tentang BMT, sehingga tidak terjadi reduksi
fungsi BMT itu sendiri.
5. Setelah adanya regulasi tersebut, diperlukan adanya sertifikasi dan
ratifikasi akan eksistensi BMT yang sudah ada, sehingga mempermudah
pemantauannya ke depan.
6. Pendanaan yang maksimal kepada BMT melalui strategi-strategi yang
sudah dikemukakan di atas.
7. Pembentukan Financial Stability Standing Commite yang ditujukan untuk
pembimbingan keterpaduan UMK dan BMT.

19
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil analisis data dan penulisan karya ilmiah ini dapat ditarik benang merah
bahwa memang hubungan UMK dengan BMT tidak bisa dilihat sebelah mata,
karena memang BMT itu sendiri merupakan sarana untuk permodalan UMK
sehingga dapat berkembang. Maka pada penulisan ini dapat dihasilkan dua
rumusan kesimpulan:
1. Pengembangan UMK melalui BMT sangat dimungkinkan dengan
optimalisasi fungsi BMT itu sendiri, baik dari fungsi baitul maal dan fungsi
bait tamwilnya.
2. Ada beberapa produk BMT yang sangat signifikan memberi pengaruh
pada UMK apabila produk tersebut diterapkan dalam tataran pengembangan
sector riil khususnya pada UMK. Diantaranya:
a. Mudharabah (bagi hasil)
b. Murabahah
c. Qard (pinjaman kebajikan)
B. Saran
Ada beberapa strategi untuk mengatasi masalah pendanaan BMT yang dapat
diterapkan:
1. Optimalisasi lembaga pemerintahan yang mengadakan pendanaan BMT.
Walaupun sudah ada beberapa lembaga swasta seperti lembaga PT.
Permodalan BMT, akan tetapi itu dirasa kurang cukup kontributif untuk
pengembangan BMT, karena belum ada penanganan khusus dari lembaga
pemerintahan.
2. Optimalisasi linkage program untuk penambahan permodalan BMT, baik
itu antara BMT dan BPRS serta Bank Syariah, sehingga kemungkinan
likuidasi BMT terjadi akan semakin mengecil.
3. Adanya pengawasan dan pembimbingan oleh instansi pemerintah terhadap
sistem dan operasional BMT agar tercipta keterpaduan di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA

20
Agunan P. Samosir.2007. Analisis Faktor-Faktor Penghambat UMK Produsen
Eksportir dan UMK Indirect Eksportir Di Subsektor Industri Keramik
Dalam Melakukan Ekspor. Laporan penelitian Sentra Industri Kasongan,
Kabupaten Bantul, Provinsi D.I. Yogyakarta, Tahun Anggaran 2000.

Bambang Ismawan dan Setyo Budiantoro. Mapping Microfinance in Indonesia.


Jurnal Ekonomi Rakyat, Edisi Maret 2005.

Didin Wahyudin. Key success faktors in micro financing. Paper pada diskusi
panel Microfinance Revolution: “Future Perspective for Indonesian
Market”. Jakarta. 7 Desember 2004.

Dwi Sunyikno. paper makalah berjudul: Rentenir VS BMT, disampaikan dalam


Focus Discussion Group Temu Ilmiah Nasional Ekonomi Islam yang
diselenggarakan oleh Sharia Economic Forum UGM di MMTC Jogja
2008.

Heri Sudarsono. (2007) cetakan ke-empat. Bank dan Lembaga Keuangan


Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi. Ekonosia. Yoyakarta

Jannes Situmorang.tt. Kaji Tindak Peningkatan Peran Koperasi dan UM Sebagai


Lembaga Keuangan Alternatif. Laporan penelitian tentang aspek
kelembagaan dan keuangan usaha BMT di 9 (sembilan) propinsi yang
meliputi : Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB dan Sulawesi.

Laporan Badan Pusat Statistik, sensus ekonomi 2006 dalam statistk UKM 2007.

Mudrajad Kuncoro. Makalah Seminar PSAK “Catatan Tentang Sektor Industri


& UKM 10 tahun Pasca Krisis” tahun 2007.

Neddy Rafinaldy. 2006. Memeta Potensi dan Karakteristik UMK Bagi


Penumbuhan Usaha Baru. Jurnal infokop no. 29 tahun XXII.

Sholihin (2003). Hasil penelitian tentang perilaku konsumen terhadap produk


BMT di BMT Kharisma, Magelang, Jawa Tengah, ditulis untuk data
penyelesaian tesis S2 MSI UII.

21
Sri Sumarni (2001). “Analisis Korelasi Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap
Perilaku Penabung pada Baitul Maal wat Tamwil: Studi Kasus pada BMT
Abidin di kalurahan Banyuanyar kecamatan Banjarsari Surakarta”.

Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil

22
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS 1

Identitas Pribadi
Nama Lengkap Mohammad Agus Khoirul Wafa
Tempat dan Tanggal Lahir Sidoarjo, 25 Agustus 1987
Jenis Kelamin Laki-laki
Status Mahasiswa Fakultas Ilmu Agama Islam
Universitas Islam Indonesia
Alamat Yogyakarta Ponpes UII; Jl. Selokan Mataram, Condong –
Catur, Yogyakarta. 55283
Alamat Asal Modong, Tulangan, Sidoarjo Jawa Timur. 61273
No. HP 081703575296/ 088802711770
E-mail averosyd_01@yahoo.com

Riwayat Pendidikan
Jenjang Nama Sekolah Tahun Masuk Tahun Kelulusan
Dasar MI Darussalam Sidoarjo 1993 1999
SLTP KMI Pondok Modern Al- 1999 2002
Barokah Nganjuk
SLTA KMI Pondok Modern Al- 2002 2005
Barokah Nganjuk
S-1 Fakultas Ilmu Agama Islam 2006 -
Universitas Islam Indonesia

23
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS 2

Identitas Pribadi
Nama Lengkap Madrosim
Tempat Tanggal Lahir Lebak, 20 Juni 1986
Jenis Kelamin Laki-laki
Mahasiswa Fakultas Ilmu Agama Islam
Status
Universitas Islam Indonesia
Jl. Kaliurang Km. 14,5 Dsn. Kimpulan, Rt. 01/01
Alamat Yogyakarta
Umbulmartani, Ngemplak, Sleman, Jogjakarta
Jl. Jasinga-Maja Rt. 01/04 Desa Cilayang, Curug
Alamat Asal
Bitung, Lebak, Banten 42381
No. Hp/ Telp. 0852 289 43 664
E-mail ochiem_ekis@yahoo.co.id

Riwayat Pendidikan
Jenjang Nama Sekolah Tahun Masuk Tahun Kelulusan
SDN Cilayang II Lebak,
Dasar 1993 1999
Banten
SMPS La Tansa Lebak,
SLTP 1999 2002
Banten
SMUS La Tansa Lebak,
SLTA 2002 2005
Banten
Fakultas Ilmu Agama Islam
S-1 2006 -
Universitas Islam Indonesia

24
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS 2

Identitas Pribadi
Nama Lengkap Nur Wahid Hidayatullah
Tempat dan Tanggal Lahir Kebumen, 26 September 1987
Jenis Kelamin Laki-laki
Status Mahasiswa Fakultas Ilmu Agama Islam
Universitas Islam Indonesia
Alamat Yogyakarta Jl.Kaliurang Km14,5 Selatan Gor UII
Alamat Asal -
No. HP/ Telp. 08170601189
E-mail dayat09@gmail.com

Riwayat Pendidikan
Jenjang Nama Sekolah Tahun Masuk Tahun Kelulusan
Dasar SDN I ABEAN Kebumen 1993 1999
SLTP MTs Pabelan Magelang 1999 2002
SLTA MA Pabelan Magelang 2002 2005
S-1 Fakultas Ilmu Agama Islam 2006 -
Universitas Islam Indonesia

25
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PEMBIMBING

Data Pribadi
Nama : Nur Kholis, S.Ag (UII), M.Sh.Ec (UM)
NIP/NIK : 01.423.SY
Pekerjaan : Dosen Tetap UII
Tempat Lahir : Blitar, Tgl. Lahir : 01 November 1977
Agama/Jenis klm : Islam/lk
Pangkat/Gol./TMT : Penata, III/c, 1 April 2007
Jabatan Struktural : Ketua Program Studi Ekonomi Islam FIAI
UII
Jabatan Akademik/TMT: Lektor/ 1 Februari 2007
Alamat kantor : FIAI UII, Prodi Ekonomi Islam, Kampus
Terpadu UII Jl. Kaliurang Km 14,5
Yogyakarta telp. (62-274) 898462, fax. (62-
274) 898463
Email : nurkholis@fiai.uii.ac.id atau
nur_kholisyes@yahoo.com
Alamat Rumah : Sono RT 7 RW 42 Wedomartani
Ngemplak Sleman Yk,
Telp. 0274-7826544/081.5688.3480
Riwayat Pendidikan:
MI MI Miftahunnajah, Tegalrejo, Blitar tahun 1984 – 1990
(selama 18 cawu di MI, 17 kali Ranking I dan satu kali
Ranking II saat kelas II)
MTsN MTsN Jabung di Selopuro, Blitar tahun 1990 – 1993
(selama 6 semester di MTsN, selalu Ranking I)
MANPK MAN Program Khusus (PK) Jember tahun 1993 – 1996
(selama 6 semester di MAN-PK, 5 kali Ranking I dan
satu kali Ranking III saat kelas I).
S-1 Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI Universitas Islam
Indonesia (UII), Jurusan Syariah, tahun 1996 – 2000,

26
(selesai 7 semester), lulus dengan IPK 4,00.
S-2 Program Pascasarjana Departemen Syariah dan
Ekonomi, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya,
Kuala Lumpur, Malaysia, tahun 2004 – 2005, (selesai
17 bulan), lulus tercepat dengan IPK 3, 92.

27

You might also like