You are on page 1of 41

Memahami dan Menjelaskan Sistem Pernafasan Bawah

Makroskopik

A. TRACHEA
Terdiri dari tulang rawan dan otot yang berbentuk pipa yang terletak
ditengah-tengah leher sampai incisura jugularis dibelakang manubrium sterni
masuk cavum thorax melalui aperture thoracis superior tepatnya pada
mediastinum superior.
Dimulai dari bagian bawah cartilage cricoid setinggi cervical V1 sampai
bercabang menjadi bronchus dextra dan sinistra setinggi vertebrae thoracal ke IV-
V. percabangan tersebut dikenal dengan Bifurcatio thraches dalam cavum thorax.
Panjang trachea (10-12)cm, pria (12cm) dan wanita (10cm) yang terdiri dari (16-
20) cincin yang berbentuk lingkaran, berhubungan dengan daerah laring melalui
cartilage cricoid dengan ligamentum cricothrachealis.
Diantara tulang rawan terdapat jaringan ikat “ligamentum intertrachealis”
(ligamentum anulare. Trachea adalah saluran nafas yang penting dalam
penyumbatan saluran nafas terutama daerah laring dengan membuat tracheostomy
(membuat lubang pada trachea terutama obstruksi laring mendadak) 1-2cm di atas
incisura jugularis sterni.

B. BRONCHUS
Percabangan trachea setinggi batas vertebrae thoracal IV-V yang dikenal
dengan bifucartio trachea → memberi 2 cabang bronchus → bronchus dextra dan
sinistra, keduanya yang disebut dengan bronchus primer.
Dinding bronchus terdiri dari cincin tulang rawan tapi di bagian posterior
berbentuk membrane. Bronchus dextra lebih sering terkena infeksi bila
dibandingkan dengan bronchus sinistra, hal ini disebabkan oleh karena :
a. Lumen bronchus dextra lebih luas dibandingkan dengan lumen bronchus sinistra
b. Bronchus dextra lebih pendek dengan panjang 2.5 cm dan sebanyak 6-8 buah
cincin. Bronchus sinistra dengan panjang 5cm dengan 9-12 buah cincin.
BRONKUS DEXTRA

1. Lobus superior ( ada 3 segmen ) :


a. Broncus segmentalis apicalis
b. Broncus segmentalis posterior
c. Broncus segmentalis Anterior
2. Lobus Media ( ada 2 segmen ) :
a. Broncus segmentalis lateralis
b. Broncus segmentalis medialis
3. Lobus Inferior (ada 5 segmen ) :
a. Broncus segmentalis superior
b. Broncus segmentalis basalis Anterior
c. Broncus segmentalis basalis medialis
d. Broncus segmentalis basalis lateralis
e. Broncus segmentalis basalis Posterior
BRONKUS SINISTRA

1. Lobus superior ( ada 4 segmen ) :


a. Broncus segmentalis Apicoposterior
b. Broncus segmentalis Anterior
c. Broncus segmentalis Lingularis superior
d. Broncus segmentalis lingularis inferior
2. Lobus Inferior (ada 5 segmen ) :
a. Broncus segmentalis superior
b. Broncus segmentalis basalis anterior
c. Broncus segmentalis basalis media
d. Broncus segmentalis basalis lateralis
e. Broncus segmentalis basalis posterior

C. CAVUM THORAX
Adalah ruangan yang terdapat pada daerah dada yang dibatasi oleh os
sternum, os costae yang melingkar, vertebrae thoracalis. Di Antara os costae
terdapat ruang yang dinamakan ruang intercostalis. Terdapat m.intercostalis
externus dan internus, arteria, vena dan nervus intercostalis. Arteria intercostalis
terletak di bagian bawah iga, sehingga pada waktu oenusukan ICS untuk
pengeluaran cairan harus pada bagian atas iga di bawahnya.
Fungsi pleura adalah tindakan yang dilakukan untuk pengambilan cairan
dalam cavum pleura, biasanya pada ICS 4-5. Pada bagian bedah dikenal dengan
WSD. Pada cavum thorax terdapat 2buah organ paru di kedua sisi lateral
mediastinum.
Batas Antara cavum thorax adalah aperture thoracis superior yang
dibentuk oleh : incisura jugularis sterna, iga 1, dan corpus vertebrae thoracal 1.
Batas bawah cavum thorax adalah aperture thoracis inferior yang dibentuk oleh
diafragma, processus xiphoideus, arcus costarum dan V.Th 12.
Pada dada terdapat 12 pasang coatae dan dibagi atas :
a. Costae vera 1 pasang (iga 1 yang melekat pada manubrium sterni)
b. Costae spuriae 6 pasang (iga 2-7 yang melekat pada corpus sterni
c. Costae iga 8,9,10 menyatu membentuk lengkung yang dikenal dengan arcus
costarum (melekat pada iga 7 → corpus sterni)
d. Costae fluctuantes iga 11 dan 12 melayang tidak melekat pada sternum atau iga
lain
Pada ruang intercostalis terdapat 3jenis otot yang berfungsi untuk respirasi yaitu
m.intercostalis externus dan internus dan intima. Sedangan A,V,N intercostalis
terletak dipinggir bawah iga Antara lapisan tengah otot dan bagian bawah dan
tersusun dari atas ke bawah berurutan vena, arteri, nervus.
Otot-otot dinding thorax :
a. M. intercostalis externus membentuk lapisan yang paling luar arah serabutnya dari
pinggir bawah iga di atasnya ke pinggir iga yang ada di bawahnya. Serabut-
serabut m.intercostalis externus ke depan membentuk aponeurosis yang disebut
dengan membrane intercostalis anterior
b. M. intecostalis internus arah serabutnya dari bawah ke belakang membentuk
lapisan tengah, arah serabutnya ke belakang dari sternum sampai angulus costae
membentuk aponeurosis yang dinamakan membrane intercostalis posterior

Di belakang sternum mediastinum anterior terlihat pembuluh darah pada linea


para sternalis pada sisi kiri dan kanan yaitu : arteria thoracica interna / arteria
mamaria interna (dipercabangkan dari A.subclavia dextra dan sinistra)
Arteria Mamaria interna memperdarahi daerah thorax bagian anterior,pericardium,
m. intercostalis anterior dengan cabang-canag sebagi berikut :
a. A. intercostalis anterior untuk 6 buah spatium teratas, kecuali spatium ke 1 dari
intercostalis suprema
b. A. pericardiophrenica untuk memperdarahi pericardium jantung
c. A. epigastrica superior
d. A. musculophrenica untuk memperdarahi sebagian diafragma
Sedangkan V. mamaria interna mengalirkan darah ke vena brachiocephalica
dextra dan sinistra
D. PULMO
Organ paru mempunyai 2 bagian penting :
a. Apex (terdapat di bagian atas) yang ditutupi cupula pleura
b. Basal (bagian bawah) yang ditutupi oleh pleura diafragma

Pulmo terbungkus oleh jaringan ikat kuat yaitu pleura → lapisan luar yang
melapisi dinding dada yang terletak di bawah fascia endothoracica dinamakan
pleura parietalis dan bagian yang melekat ke jaringan paru disebut pleura
visceralis. Di Antara kedua lapisan tersebut terdapat ruangan yang disebut cavum
pleura (cavitas pleuralis). Cavum pleura mengandung sedikit cairan pleura yang
dihasilkan oleh lapisan pleura parietalis yang berfungsi sebagai pelumas untuk
mengurangi friksi Antara kedua pleura.
Pleura parietalis berdasarkan letaknya terbagi atas :
a. Pleura costalis : yang terdapat pada daerah iga-iga
b. Pleura diafragmatika : pada daerah diafragma
c. Pleura mediastinalis : pada daerah mediastinum
d. Pleura cervicalis (cupula pleura) : pada daerah apeks paru
Recessus Pleura adalah kantong pleura yang terdapat pada lipatan pleura
parietalis, disebabkan paru tidak sepenuhnya mengisi cavum pleura. Fungsi
recessus ini adalah pada waktu inspirasi paru akan mengembang dan mengisi
recessus tersebut.
Dalam cavum pleura normal tidak pernah ada udara. Dan bila ada robekan
pada pleura parietal dan udara masuk cavum pleura, dapat terjadi pneumothorax
dan dapat menekan perkembangan paru sehingga paru akan collaps dan terjadi
sesak nafas.
Pada hillus kedua paru, kedua lapisan pleura saling berhubungan dan
bergantung longgar di atas hillus dan disebut dengan ligamentum pulmonale yang
berfungsi untuk mengatur pergerakan alat dalam hillus pulmonalis selama proses
respirasi.
Pulmo dextra mempunyai 3lobus (superior, media, inferior) dan pulmo
sinistra mempunyai 2 lobus (superior dan inferior). Antara lobus superior dengan
media terdapat fissure horizontal. Antara lobus media dengan inferior terdapat
fissure obliq.
Hillus pulmonalis adalah suatu lipatan pleura pada fascies mediastinalis,
dimana terjadi peralihan dari pleura parietalis menjadi pleura visceralis. Daerah
lipatan tersebut membatasi keluar masuknya vasa, nervus, bronkus. Lipatan
tersebut sebagai penggantung paru yang dikenal dengan ligament pulmonale.
Pada jaringan paru bagian posterior didapatkan jejas (alur) dari alat-alat
yang lewat menekan jaringan paru antara lain
a. Impresio cardiac (jantung)
b. Sulcus arcus aorta (arcus aorta)
c. Sulcus aorta thoracalis (aorta thoracalis)
d. Sulcus esophagia (esophagus)
e. Area trachea (tempat trachea)

Perdarahan Pulmo
Yang mendarahi pulmo adalah arteria bronchialis, cabang dari aorta thoracalis.
Sedangkan a.pulmonalis tidak memperdarahi paru, tetapi berfungsi untuk respirasi
dan v.bronchialis mengalirkan darah ke v.azygos dan v.hemyazygos

Persarafan Pulmo
Serabut aferen dan eferen visceralis berasal adri truncus sympathicus (Th 3,4,5)
dan serabut para sympathicus berasal dari N.vagus
a. Serabut sympatis : truncus sympathicus kanan dan kiri memberikan cabang-
cabang pada paru membentuk plexus pulmonalis yang terletak di depan dan di
belakang bronchus primaries. Fungsi saraf simpatis : untuk relaksasi tunica
muskularis dan menghambat sekresi bronchus. Biasanya diberikan pada penderita
asma bronchiale (karena menyempitnya lumen bronchus)
b. Serabut parasymphatis : N.vagus kanan dan kiri juga memberikan cabang-cabang
pada plexus pulmonalis ke depan dan ke belakang. Fungsi saraf parasymphatis
untuk kontraksi tunica muscularis akibatnya lumen menyempit dan merangsang
sekresi bronchus.

1.1 Memahami dan menjelaskan mikroskopik


Paru-paru : sepasang
- menempati sebagian besar toraks
- selalu berubah bentuk dan ukurannya pada fase respirasi yang berbeda
Paru kanan: terdiri dari 3 lobus
Paru kiri: terdiri dari 2 lobus
Percabangan bronkus:
- Trakea bercabang menjdi 2 bronchus primer.
- Bronkus primer bercabang menjadi 3 bronki pd paru kanan, 2 bronki pada paru
kiri
- Bronkus bercabang → bronkiolus
- Setiap bronkiolus bercabang → 5-7 bronkiolus terminalis
- Permukaan luar paru dibungkus oleh membran serosa → pleura viseralis

Bronkus
- Trakea bercabang menjadi 2 bronkus primer
- Bronkus primer masuk ke jaringan melalui hilus dan bercabang menjadi 2
bronkiolus sekunder (sisi kiri) dan 3 bronkiolus sekunder sisi kanan
- Tiap bronkus sekunder untuk satu lobus paru
- Bronkus sekunder/bronkus lobaris bercabang menjadi bronkiolus
- Bronkus sebelum masuk ke paru → bronkus ekstrapulmonal (struktur = trakea ,
diameter lebih kecil)
- Masuk ke paru → bronkus intrapulmonal (masih ada tulang rawan), lumen
diliputi epitel bertingkat torak bersilia dengan sel goblet
- Terdapat kelenjar campur di lamina propria
- Otot polos mengelilingi bronkus (spiral)

Bronkiolus
- Diameter kurang 1 mm
- Tidak terdapat tulang rawan
- Epitel selapis torak bersilia dengan beberapa sel goblet
- Tanpa kelenjar
- Ada otot polos
- Makin kecil bronkiolusnya ( 0,3 mm) epitelnya selapis kubis bersilia tanpa sel
goblet
Bronkiolus Terminalis
- Bronkiolus yang terkecil disebut BRONKIOLUS TERMINALIS (selapis torak
bersilia atau kubis bersilia atau tanpa silia tanpa sel goblet)
- Bronkiolus terminalis → saluran terakhir dari konduksi
- Pada epitel bronkiolus terdapat SEL CLARA → tidak terdapat silia tetapi memliki
mikrofili, Sitoplasma bergranula kasar
- Lamina propria tipis
- Otot polos tipis
- Tidak ada kelenjar

Sintesa surfaktan dapat diinduksi, sehingga penanganannya akan lebih singkat


- Mempermudah transport gas antara udara dan cairan
- Penemuan terakhir mempunyai efek bakterisid terhadap bakteri yang sampai ke
alveoli

Bronkiolus Respiratorius
- Tiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi 2 atau lebih B. respiratorius
- Diameter B. respiratorius pada orang dewasa 0,5 mm
- Merupakan saluran yang pendek
- Peralihan antara bagian konduksi dan bagian respirasi
- Dilapisi oleh epitel selapis kubis bersilia dan terdapat sel clara
- Terdapat alveolus
- Terdapat adanya serat kolagen, elastin dan otot polos yang terputus-putus
- Jadi, ciri B. respiratorius adalah diantara alveoli terdapat epitel selapis kubis
- Disini alveoli merupakan pertukaran gas yg pertama
Duktus Alveolaris
- Saluran yang berdinding tipis dan putus-putus
- Dilanjutkan saluran yang panjang berkelok-kelok dan bercabang banyak
- D. alveolaris biasanya dikelilingi oleh sakus alveolaris
- Dinding D. alveolaris diantara mulut alveoli diliputi oleh serat elastin, serat
kolagen dan sedikit otot polos → seperti titik2 diantara alveoli berdekatan

Sakus Alveolaris
- Merupakan kantong yang dibentuk oleh dua alveoli atau lebih

Alveoli atau Alveolus


- Kantung-kantung kecil yang dibentuk oleh selapis sel (spt sarang tawon)
- Mudah terjadi difusi oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah
- Melekat satu sama lain dan dipisahkan oleh septum interalveolaris/dinding
alveolus
- Antara dinding alveoli yang berdekatan terdapat lubang kecil dg diameter 10-15
mm → stigma alveoli (porus alveolaris) → sirkulasi udara (keuntungan)
- Kerugiannya : memudahkan bakteri menyebar
- Setiap septum berisi satu atau lebih stigma alveoli
- Septum interalveolaris terdiri atas 2 lapis epitel gepeng di dalamnya terdapat
kapiler, serat elastin, kolagen, fibroblast, serat retikulin

Lobulus Paru
- Merupakan struktur dasar paru yang berbentuk piramid
- Basisnya menghadap ke permukaan pleura dan apexnya menuju ke hilus

Lung Unit
 Lung unit merupakan satu kesatuan fungsional paru, terdiri atas :
- Bronkiolus respiratorius
- Duktus alveolaris
- Sakus alveolaris
- Alveoli
- Arteri pulmonalis
- Vena pulmonalis
- Kapiler limf
- Serat-serat saraf dan anyaman penyambungnya
 Pada septum interalveolaris terdapat macam sel yang hanya dapat dibedakan dengan
mikroskop elektron yaitu :
 Sel pneumosit tipe I / sel epitel alveoli / alveolar cell :
 ± 95 % sel dinding alveoli
 Inti gepeng
 Sitoplasma tipis mengelilingi dinding alveoli
 Pneumosit tipe II / sel septal / sel alveolar besar / sel sekretoris
- Bentuk kubis, inti bulat
- Sel menonjol ke arah lumen alveoli
- Berkelompok 2-3 sel
- Sitoplasma mengandung multilamellar bodies, zat ini dilepaskan ke permukaan
sebagai surfaktan

Sel alveolar fagosit / sel debu / dust cell


- Berasal dari monosit yang dihasilkan oleh sumsum tulang
- Sel agak besar berbentuk bulat dengan inti bulat
- Sitoplasma mengandung vakuola / yang tidak bervakuola tetapi bergranula
- Yang bervakuola berasal dari sel darah yang telah memfagosit lipid atau
kolesterol sehingga terlihat selnya bervakuola .

Sel endotel kapiler


- Sel ini melapisi kapiler darah
- Inti sel gepeng
- Kromatin inti halus
- Relatif banyak ditemukan

Sel interstitial
- Termasuk fibroblast dan sel mast
- Blood air barrier :
Merupakan struktur yang mempunyai tebal 0,2-0,5 µm, memisahkan udara
dalam alveolus dengan darah dalam kapiler.
- Struktur ini terdiri dari :
1. Sitoplasma sel epitel alveoli
2. Lamina basalis sel epitel alveoli
3. Lamina basalis sel endotel, sitoplasma sel endotel kapiler tipe kontinyu
4. Pada beberapa tempat lamina basalis sel epitel dan lamina basalis sel endotel
saling melekat satu sama lain, shg mengurangi Blood air barrier
5. Paru mempunyai sekitar 300 juta alveoli, sehingga permukaan alveoli untuk
pertukaran gas sekitar 70-80 m²

Pembuluh Darah Paru


terdapat dua pembuluh darah :
A. Pulmonalis dan A. Bronkialis
- Pulamonalis : arteri tipe elastis berisi darah venosa yang berasal dari ventrikel
kanan jantung
- Arteri bercabang-cabang berjalan bersama cabang bronkus sampai bronkiolus
respiratorius
- Bagian akhir arteriolnya akan membentuk jala-jala kapiler yang mengelilingi
alveolus dan terletak di septum interalveolaris
- Venula yang berasal dari pleksus bersama dengan cabang dari pleura akan
berjalan dalam septum interlobularis kemudian membentuk V. Pulmonalis yang
akan masuk ke atrium kiri jantung
- A. bronkialis lebih kecil dari A. Pulmonalis → berisi darah arteri yang berasal
dari aorta atau A. interkostalis
- Cabang-cabangnya akan memasuki dinding bronkus dan jaringan sekitarnya
- Di daerah duktus alveolaris terdapat anastomosis antara kapiler-kapiler dari A.
Pulmonalis dan A. Bronkialis
- Darah venosa akan kembali melalui V. Bronkialis dan bermuara ke V.
Pulmonalis

Pembuluh Limf Paru


- Terdapat 2 sistem aliran getah bening , yaitu aliran di permukaan / pleura dimana
pembuluh limf yang terdapat di bawah pleura viseralis membentuk anyaman dan
menyalurkan ke kelenjar getah bening di hilus paru
- Aliran di bagian dalam paru merupakan pembuluh limf di tepi lobulus dan isinya
dialirkan melalui bagian tepi paru ke hilus
- Semua limf yang lebih dalam berjalan bersama-sama bronkus , A. Pulmonalis
dan V. Pulmonalis dialirkan ke kelenjar limf di hilus

Persarafan Paru
- Serat saraf yang berasal dari N. Vagus membentuk pleksus di sekitar bronkus
dan pembuluh darah dan akan menyebabkan BRONKOKONSTRIKSI
- Sel saraf yang berasal dari cabang : stimulasi simpatis → dilatasi bronkus

Pleura
- Merupakan membran serosa yang membungkus paru
- Terdiri atas 2 lapisan : parietal dan viseral yang saling berhubungan di daerah
hilus
- Terdiri atas : serat kolagen, serat elastin, fibrobalas dan makrofag
- Dilapisi oleh sel mesotel seperti pada peritonium
- Yang melekat pada paru → pleura viseral
- Yang melekat pada toraks → pleura prietalis
- Dalam keadaan normal rongga pleura berisi sedikit cairan yang bekerja sebagai
agen pelumas
- Pada keadaan patologis tertentu, rongga pleura dapat menjadi rongga
sesungguhnya yang mengandung cairan atau udara di dalamnya
- Dinding rongga pleura seperti rongga serosa yang lain, sangat permiabel untuk
air dan substansi lain
- Cairan ini berasal dari plasma darah melalui eksudasi
- Sebaliknya pada keadaan tertentu cairan atau gas cepat diabsorbsi

Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Sal. Pernafasan Bawah

2.1. Mekanisme
Inspirasi merupakan proses aktif ,akan terjadi kontraksi otot – otot ,inspirasi akan
meningkatkan volume intratorakal,tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun
dari normal sekitar -2,5 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal
inspirasi menjadi – 6 mm Hg.jaringan paru semangkin tegang ,tekanan di dalam saluran
udara menjadi sedikit lebih negatif dan udara mengalir kedalam paru. Pada akhir inspirasi
daya rekoil paru mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi ,sampai
tercapai keseimbangan kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding dada. tekanan
didalam saluran udara menjadi sedikit positif dan udara mengalir meninggalkan
paru,selama pernapasan tenang,ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan
kontraksi otot untuk menurunkan volume inratorakal,namun pada awal ekspirasi masih
terdapat kontraksi ringan otot inspirasi,kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya rekoil
paru dan memperlambat ekspirasi.

2.2. Kerja Nafas (Spirometri)


Sistem respirasi secara fisiologis meliputi : pernafasan luar dan pernafasan dalam.

a. Pernafasan luar (eksternal) : pertukaran O2 – CO2 antar sel-sel tubuh dengan udara luar.
b. Pernafasan dalam (internal) : respirasi sel didalam mitokondria intrasel, dimana metabolisme ini
membutuhkan O2 dari kapiler jaringan dan menyuplai metabolit CO2 ke kapiler.

Proses pernafasan luar meliputi beberapa tahapan :

1. Ventilasi : pertukaran udara luar dengan alveol paru. Terdiri dari inspirasi dan ekspirasi.
2. Difusi : pertukaran O2 – CO2 antara udara alveol dengan kapiler paru.
- Fase gas : pertukaran gas antara udara luar dengan udara alveol. Semakin berat
molekul gas, semakin cepat proses difusinya. (O2 > CO2)
- Fase membran : pertukaran O2 – CO2 antara alveol dengan darah dalam kapiler paru
melewati membran kapiler. Semakin tipis membran, semakin cepat difusinya.
- Fase cairan : pertukaran O2 – CO2 dalam sirkulasi darah dengan hemoglobin dalam
eritrosit. Semakin mudah larut, difusi semakin cepat. (CO2 > O2 , karena daya larut
CO2 24,3x > O2)
3. Perfusi : pengangkutan O2 dan CO2 oleh pembuluh darah paru ke kapiler jaringan atau
sebaliknya.
4. Pertukaran O2 – CO2 antara darah di kapiler jaringan dengan sel-sel jaringan.

Pernafasan dalam:

Proses metabolisme intrasel terjadi dalam mitokondria.


Mekanisme inspirasi:

Inspirasi:
 Merupakan proses aktif.
 Akibat kontraksi otot otot insp.
 Inspirasi tenang – kontraksi diafragma
 Kontraksi diafragma krn rangsang N frenikus C3-C5 MS Selama insp diafragma
turun 1,5 -7 cm, besar vertikal 75 %.
Otot-otot yang berperan:
1. Diafragma – bergerak kebawah – meningkatkan dimensi vertikal rongga dada. Otot inspirasi
utama,kerja setiap inspirasi.
2. M Interkostalis externus – tarik iga atas- luar – meningkatkan dimensi anteroposterior dan
lateral rongga dada –otot insp II.

3. M Skalenus dan M Sternokleidomastoideus – menarik sternum dan dua iga teratas,


memperbesar bagian atas rongga dada.Otot inspirasi tambahan ,bekerja pada inspirasi kuat.

Ekspirasi
*Pernafasan tenang ,ekspirasi proses pasif krn relaksasi otot inspirasi

*Ekspirasi kuat terjadi karena kontraksi otot ekpirasi


*M.interkostalis internus berkontraksi pada saat bicara.

Otot-otot yang berperan:


1. Abdominal – meningkatkan tek abdomen mendorong diafragma mengurangi dimensi vertikal
rongga dada.Otot ekps aktif
2. M Interkostalis internus – menarik iga kebawah dalam mengurangi dimensi transversal
rongga dada.

2.3. Pengaturan Pernafasan


Tiga pusat pengaturan pernapasan normal yaitu:
1) Pusat Respirasi
Terletak pada formatio retikularis medula oblongata sebelah kaudal. Pusat respirasi ini terdiri
atas pusat inspirasi dan pusat ekspirasi.
2) Pusat Apneustik
Terletak pada pons bagian bawah. Mempunyai pengaruh tonik terhadap pusat inspirasi. Pusat
apneustik ini dihambat oleh pusat pneumotaksis dan impuls aferen vagus dari reseptor paru-paru.
Bila pengaruh pneumotaksis dan vagus dihilangkan, maka terjadi apneustik.
3) Pusat Pneumotaksis
Terletak pada pons bagian atas. Bersama-sama vagus menghambat pusat apneustik secara
periodik. Pada hiperpnea, pusat pneumostaksis ini merangsang pusat respirasi.

Spirometer Collin atau Autospirometer merupakan alat yang akan mengukur kapasitas vital
fungsional paru dengan beberapa variabel yakni, Tidal Volume (TV), Inspiratory Reserve
Volume (IRV), Expiratory Reserve Volume (ERV), Residual Volume (RV), Vital Capacity
(VC), Inspiratory Capacity (IC), Functional Residual Capacity (FRC), Total Lung Capacity
(TLC).

Adapaun beberapa penjelasan tentang beberapa variabel tersebut :

1. Tidal volume (TV) Adalah jumlah volume yang dihirup (inspirasi) dan dikeluarkan
(ekspirasi) pada saat bernapas. Normal = 500 ml.
2. Inspirastory reserve volume (IRV) Adalah jumlah maksimal udara yang dapat dihirup
(hiperinspirasi) diatas angka normal inspirasi tidal volum. Normal = 3100 ml.
3. Expiratory reserve volume (ERV) Adalah jumlah maksimal udara yang dapat dikeluarkan
(hiperekspirasi). diatas angka normal eskpirasi tidal volum Normal = 1200 ml.
4. Residual volume (RV) Adalah jumlah udara yang tersisa di paru-paru setelah ekspirasi
maksimal. Normal = 1200 ml.
5. Total lung capacity (TLC) Adalah volume total dari paru-paru ( IRV+ERV+RV+VT).
Normal = 6000 ml.
6. Vital capacity (VC) Adalah jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah inspirasi
maksimal (TV+ERV+IRV). Normal = 4800 ml.
7. Inspiratory capacity (IC) Adalah jumlah total udara yang dapat dihirup (VT+IRV).
Normal = 3600 ml.
8. Functional residual capacity (FRC) Adalah volume yang tertinggal di paru-paru setelah
ekshalasi (ERV+RV). Normal = 2400 ml

Variabel Range Normal


1. Tidal Volume (TV) 500 ml
2. Inspiratory Reserve Volume (IRV). 3100 ml
3. Expiratory Reserve Volume (ERV) 1200 ml
4. Residual Volume (RV), 1200 ml
5.Total Lung Capacity (TLC). 6000 ml
6. Vital Capacity (VC), 4800 ml
7. Inspiratory Capacity (IC), 3600 ml
8. Functional Residual Capacity (FRC), 2400 ml

Aktivitas pernapasan diatur secara kimia dan non-kimia. penurunan PO2 , peningkatan PCO2 atau
konsentrasi ion H darah akan meningkatkan aktivitas pusat respirasi. Perubahan yang berlawanan
mempunyai efek hambatan terhadap aktivitas respirasi.
Secara non-kimia, pengaturan aktivitas pernapasan adalah melalui suhu tubuh dan aktivitas fisik.
Peningkatan suhu tubuh dapat meningkatkan aktivitas pernafasan.

Volume dan kapasitas paru dipengaruhi oleh:


1.Bentuk / anatomi tubuh.
2.Usia
3.Tinggi badan
4.Posisi tubuh
5.Daya regang paru
6.Ada/tidaknya penyakit paru

3. Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium


3.1. Morfologi
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak
berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 μm dan panjang 1 – 4 μm.
Dinding M.tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%).
Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-
waxes), trehalosa dimikolat yang disebut “cord factor”, dan mycobacterial sulfolipids yang
berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90)
yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh
jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah
polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks
tersebut menyebebkan bakteri M.tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai,
tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam–alkohol. Komponen
antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein.
Karakteristik antigen M.tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi
monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton),
19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi dalam
mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M.tuberculosis dalam kelompok
antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya
dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000
α, protein MTP 40 dan lain lain.

3.2. Klasifikasi
Toksonomi :
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Upaordo : Corynebacterineae
Famili : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium
Spesies : M. tuberculosis

3.3. Struktur
a. Lipid.
Mikobakteri kaya akan lipid. Lipid ini mencakup mycolic acid (asam lemak rantai
panjang C78-C90), lilin dan fosfatida. Pada sel, lipid sangat terikat dengan protein dan
polisakarida. Muramyl dipeptida (dari peptidoglikan) bersama dengan mycolic acid dapat
menyebabkan pembentukan granuloma; fospolipid menginduksi nekrosis kaseosa. Lipid
menentukan sifat tahan asam hingga batas tertentu. Penghilangan lipid dengan asam
panas akan menghancurkan sifat tahan asam; hal ini bergantung pada integritas dinding
sel dan keberadaan lipid tertentu. Analisis lipid melalui kromatografi memperlihatkan
pola yang membantu dalam klasifikasi spesies yang berbeda.
Galur virulen basil tuberkulosis membentuk “tali menyerupai ular” (serpentine
cords), yaitu kumpulan basil tahan asam yang tersusun dalam rantai paralel.
Pembentukan tali ini berhubungan dengan virulensi. Sebuah “cord factor” (trehalose-6,6-
dimycolate) telah diekstraksi dari basil virulen dengan eter petroleum. Senyawa ini
menghambat migrasi leukosit, menyebabkan granuloma kronis, dan dapat berfungsi
sebagai “adjuvan” imunologis.

b. Protein
Masing masing tipe mikobakteria mengandung beberapa protein yang
menimbulkan reaksi tuberkulin. Protein yang berikatan dengan sebuah fraksi lilin dengan
injeksi dapat menginduksi sensitivitas tuberkulin. Protein tersebut juga dapat
menyebabkan pembentukan berbagai antibodi.

c. Polisakarida
Mikobakteri mengandung berbagai polisakarida. Perannya dalam patogenesis
penyakit belum jelas. Polisakarida tersebut dapat menginduksi hipersensitivitas tipe
segera dan dapat berfungsi sebagai antigen dalam reaksi dengan serum pasien yang
terinfeksi.

3.4. Sifat
Mikrobakterium tidak dapat diklasifikasikan sebagi gram positif atau gram negatif karena
sekali diwarnai dengan zat warna basa, warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan
alkohol, meskipun dibubuhi iodium, karenanya ia termasuk dalam bakteri tahan asam.
Mikrobakterium cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia dari pada bakteri yang lain
karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhan bergerombol. Mikrobakterium
tidak menghasilkan kapsul atau spora; dinding selnya terdiri dari peptidoglikan dan DAP;
dengan kandungan lipid kira-kira setinggi 60%. Bakteri ini adalah bakteri aerob, karenanya
pada kasus TBC biasanya mereka ditemukan pada daerah yang banyak udaranya.
Mikrobakterium mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana.
Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat dari kebanyakan
bakteri lain karena sifatnya yang cukup kompleks dan dinding selnya yang impermeable,
sehingga penggandaannya hanya berlangsung setiap kurang lebih 18 jam. Bentuk saprofit
cenderung tumbuh lebih cepat, berkembang biak dengan baik pada suhu 22-23oC,
menghasilkan lebih banyak pigmen, dan kurang tahan asam dari pada bentuk yang patogen.
Mikrobakterium cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.

3.5 Cara Identifikasi

• Biakan
Perbenihan untuk biakan primer mikobakteria meliputi perbenihan nonselektif dan
selektif (mengandung antibiotik untuk mencegah pertumbuhan berlebihan bakteri dan
jamur).Terdapat 3 formulasi umum yang digunakan, yaitu:
1. Perbenihan Agar Semisintetik misal: Middlebrook 7H10 dan 7H11. Digunakan untuk
pemantauan morfologi koloni, uji kepekaan, dan dengan penambahan antibiotik, sebagai
perbenihan selektif.
Mengandung garam tertentu, vitamin, kofaktor, asam oleat, albumin, katalase, gliserol,
glukosa, dan malasit hijau.Albumin menetralisasi efek toksik dan efek penghambatan asam
lemak dalam bahan atau perbenihan.
2. Perbenihan Telur Tebal misal: Lowenstein-Jensen. Perbenihan ini mengandung garam
tertentu, gliserol, dan substansi organik kompleks (misal: telur segar atau kuning telur, tepung
kentang, dan bahan lain dalam bentuk kombinasi).
3. Perbenihan Kaldu misal: Middlebrook 7H9 dan 7H12. Perbenihan ini mendukung proliferasi
inokula kecil. Mikobakteria tumbuh dalam bentuk kelompok massa, akibat ciri khas hidrofobik
permukaan selnya.
Jika ditambah Tweens (asam lemak yang dapat larut dalam air), akan membasahkan
permukaan sehingga memudahkan penguraian pertumbuhan dalam perbenihan
cair. Perbenihan 7H12 dengan penambahan antibiotik, suplemen, dan asam 14C palmitat
adalah dasar untuk sistem biakan BACTEC untuk mikobakteria. Selama pertumbuhan:
Mikobakteria menggunakan asam 14C palmitat, melepas 14CO2, yang terdeteksi oleh
mesin. Biakan positif dideteksi dengan sistem ini dalam waktu kurang lebih 2 minggu.

• Reaksi terhadap Faktor Fisik dan Kimia


mikobakteria lebih resisten terhadap faktor Kimia daripada bakteri lain karena sifat hidrofobik
permukaan selnya dan pertumbuhannya yang bergerombol. Zat-zat warna atau antibiotik
bersifat bakteriostatik terhadap bakteri lain dapat dimasukkan kedalam perbenihan tanpa
menghambat pertumbuhan basil tuberkel.
Asam dan basa memungkinkan sebagian basil tuberkel yang terkena tetap hidup, sifat ini
digunakan untuk memekatkan bahan dari klinik dengan membunuh sebagian organisme lain
yang mengkontaminasi. Basil tuberkel cukup resisten terhadap pengeringan dan dapat hidup
lama dalam dahak yang kering.
• Variasi
variasi terjadi pada bentuk koloni, pembentukan pigmen, produksi faktor cord, virulensi, suhu
pertumbuhan optimal, dan sifat-sifat sel atau sifat pertumbuhan lainnya

Bakteri tahan asam (BTA) dan Bakteri tidak tahan asam (BTTA) dapat dibedakan
dengan pewarnaan ziehl nelseen.Dengan pewarnaan ini pori-pori lipid pada
bakteri akan melebu, sehingga zat warna dapat masuk kedaalam tubuh bakteri. Bila preparat
dingin zat warna tidak dapat terlepas kembali walaupun dipengaruhi dengan asam, sehingga
kuman yang tidak dapat tahan asam akan mengambil zat warna kedua pada pewarnaan
berikutnya. Basil tahan asam berwarna merah, non basil tahan asam berwarna biru.

4. Memahami dan Mempelajari Tuberkulosis Paru

4.1 Definisi

Tuberculosis adalah setiap penyakit menular pada manusia dan ditandai dengan pembentukan
tuberkel dan nekrosis kaseosa pada jaringan-jaringan. Spesies penyebab yang paling sering
adalah M. Tuberculosa dan M. Bovis. Tuberculosis memiliki manifestasi yang bervariasi secara
luas dan mempunyai kecenderungan kronisitas yang besar. Berbagai organ dapat terkena,
walaupun pada manusia paru adalah tempat utama penyakit ini dan biasanya merupakan pintu
gerbang masuknya infeksi untuk

4.2 Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan
suatu “definisi kasus” yang meliputi empat hal , yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA
negatif;
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah:


1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
2.Registrasi kasus secara benar
3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
4. Analisis kohort hasil pengobatan
A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yangmenyerang jaringan (parenkim) paru. Tidak
termasuk pleura (selaputparu) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuhlain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe,
tulang, persendian,kulit, usus, ginjal,saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitu pada TB Paru:

1) Tuberkulosis paru BTA positif


a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTApositif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran
tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TBpositif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negative. Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA
positif.Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a. Minimal3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberculosis
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

C. Klasifikasi berdasarkan tingkat kePARAHan penyakit.

1) TB paru BTA negatif foto toraks positifdibagi berdasarkan tingkatkeparahan


penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk beratbila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paruyang luas (misalnya proses “far advanced”),
dan atau keadaan umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TBusus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

Catatan:
• Bila seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB paru, maka untuk kepentingan
pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TBparu.
•Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB
ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat
D. Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien,
yaitu:
1) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA
positif (apusan atau kultur).
3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA
positif.

4) Kasus Gagal (Failure)


Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulangan.

4.3 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0.3-o.6/um. Proses terjadinya infeksi oleh M.
Tuberculosis biasanya terjadi secara inhalasi, sehingga TB paru menular melalui inhalasi basil
yang mengandung droplet nuclei. Penyakit TB Paru biasanya menular melalui udara yang
tercemar dengan bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dilepaskan pada saat penderita TB
Paru, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TB Paru. Bakteri ini
bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang

Penularannya melalui udara apabila orang yang menderita TB Paru batuk, bersin atau berbicara
sehingga kuman/basil dilepaskan ke udara. Kuman/basil dapat bertahan beberapa jam dalam
suhu kamar/lingkungan rumah, maka jika ada orang disekitar penderita maka kuman/basil akan
mudah menular ke semua orang disekitarnya/yang kontak dengan penderita. Kebanyakan orang
mendapat/tertular kuman adalah orang yang sering berada di dekat penderita, seperti anggota
keluarga, teman atau rekan kerja. Karena orang yang terdekat dan paling sering
kontak/berkomunikasi dengan penderita adalah keluarganya, maka orang mengetahui dan
menduga penyakit TB adalah penyakit keturunan dan sulit untuk disembuhkan. Sehingga perlu
adanya pemahaman dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh penderita dan keluarga untuk
mencegah penularan/penyebaran penyakit.

4.4 Patofisiologi

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang
sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai
alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologisnon spesifik.
Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian
besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofagtidak mampu menghancurkan
kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk
koloni ditempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus
Primer GOHN. Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus
primer.Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan
dikelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus
primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal.
Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional
yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).Waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap
disebut sebagai masa inkubasi TB. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8
minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman umbuh
hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas
seluler. Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik
kumanTB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap
tuberkulin,mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer
inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya
hipersensitivitas erhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji
tuberkulin.
Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk,
imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem
imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB
terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas
seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi
secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan
enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi
penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat
tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar
dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat,
bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di
jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat
awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu.
Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternaldapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar
yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuandapat merusak dan menimbulkan erosi dinding
bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat
menimbulkan obstruksi komplit padabronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan
ateletaksis, yang sering disebutsebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran
limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe
regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB
masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen
inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. Penyebaran hamatogen yang
paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaranhematogenik tersamar (occult hamatogenic
spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga
tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh
tubuh. Organ yang biasanya ditujuadalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya
otak, tulang, ginjal, dan parusendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi
tersebut, kuman TB akanbereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas
seluler yang akanmembatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan
kemudian dibatasi pertumbuhannya olehimunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk
dorman. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk
menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON.
Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB ini dapat
mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang,
dan lain-lain.
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata
akut ( acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk
dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya
manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini
timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakitbergantung pada
jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnyapenyebaran.
Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu(host) dalam
mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acutegeneralized hematogenic spread dengan
jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai
ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesidiseminata yang
menyerupai butir padi-padian/jewawut ( millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa
nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakangranuloma. Bentuk
penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk
penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan menyebar ke saluran vaskular di dekatnya,
sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB
akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread.
4.5 Manifestasi Klinis
Keluhan yang dirasakan pasien TB dapat bermacam-macam atau bahkan tanpa keluhan
sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah:

 Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang


panas badan dapat mencapai 40-41oC. Serangan demam bersifat hilang-timbul
sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza.
Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat-ringannya
infeksi kuman TB yang masuk.
 Batuk/batuk darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya
iritasi pada bronchus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang
keluar dari saluran pernapasan. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-
produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah.
 Sesak napas. Sesak napas akan ditemukan bila penyakit sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
 Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
 Malaise. Penyakit TB bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain-lain.
Gejala malaise ini makin lama makin berat dan hilang-timbul secara tidak teratur.

4.6 Diagnosa dan Diagnosa Banding

 Diagnosis tuberculosis
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan
untuk menegakkan diagnosis adalah:

a.Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.


Hal pertama yang harus ditanyakan adalah identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status
pernikahan, agama dan pekerjaan.

1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

 Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)


 Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
 Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
 Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
 Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
 Faktor-faktor yang meringankan keluhan.
 Analisis sistem yang menyertai keluhan utama (keluhan yang menyertai)
2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan, pekerjaan
pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum alkohol atau merokok,
obatobatan, aktivitas seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan dan kepercayaan).

b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
d. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
e. Rontgen dada (thorax photo).
f. Uji tuberkulin.

 Diagnosis TB Paru

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu ataulebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,
badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan.Gejala-gejala tersebut diatas dapat
dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker
paru dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiaporang yang
datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek)
pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien
remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilaikeberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan.Pemeriksaan dahak untukpenegakan diagnosis
pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan
dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu- Pagi - Sewaktu (SPS):

• S (sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang,
suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
• P (Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
• S (sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.
Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
over diagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.

 Indikasi Pemeriksaan Foto


Toraks pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

 Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan
foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif.

 Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT (non fluoroquinolon).
 Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau
efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma).

 Uji Tuberkulin

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosisdan sering digunakan dalam
“Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih
dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin
positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%.

Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji
tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai
sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada
½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian
uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan
(indurasi) yang terjadi:

1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm,uji mantoux negatif.


Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm,uji mantoux meragukan. Hal ini bisa karena
kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau pasca vaksinasi
BCG.
3. Pembengkakan (Indurasi) : >=10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
 Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat
penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal
dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi
jarum halus/BJH)

b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan

Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):

- Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

- Pagi ( keesokan harinya )

- Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot yang


bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak
bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek
(difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan
apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan
NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika
pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus
dipastikan telah tertulis identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan
laboratorium. Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien,
spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.

Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:

- Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya
- Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas
saring sebanyak + 1 ml
- Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang
tidak mengandung bahandahak
- Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di
dalam dus
- Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil
- Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi kantong
yang terbuka denganmenggunakan lidi
- Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak
- Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium.

 Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-
lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform).

Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

-Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

- Fibrotik

- Kalsifikasi

- Schwarte atau penebalan pleura

Luluh paru (destroyed Lung ) :

- Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya
secara klinis disebut luluhparu . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis,
ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulituntuk menilai aktiviti lesi atau
penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
- Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses
penyakitLuas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sbb (terutama pada kasusBTA negatif) :
 Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak
lebih dari sela iga 2depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari
iga kedua depan dan prosesus spinosusdari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra
torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti
 Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.
 Pemeriksaan khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang
dibutuhkan untukpembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini
ada beberapa teknik yang lebihbaru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih
cepat.

1. Pemeriksaan BACTEC

Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M
tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi
growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan
biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.
2. Polymerase chain reaction (PCR):

Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA
M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan
kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan
ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan
diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar
internasional. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang
menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk
diagnosis TB Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan
dapat berasal dari paru maupun ekstra paru sesuai dengan organ yang terlibat.

3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:

a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa
proses antigen antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah
kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.

b. ICT

Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologik untuk


mendeteksi antibodi M. tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji diagnostik TB yang
menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis,
diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis
melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis)
disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan
warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung
antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan
membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis
kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.

c. Mycodot

Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan
antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik.
Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut
terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti
penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah.

d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)


Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi dalam
menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena
banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.

4.6 Tatalaksana

Tujuan pengobatan pada TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian,
mencegah kekambuhan atau resistensi terhadapOAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan Tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sbb:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat. Tidak OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukanpengawasan langsung (DOT =
Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif (2-3bulan) dan lanjutan (4-7 bulan)

- Tahap intensif: obat diberikan setiap hari, dan diawasi langsung untuk mencegah resistensi obat.
Jika diberikan secara tepat, yang awalnya menular bisa men jadi tidak menular dalam kurun
waktu2 minggu. Sebagian besar TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam 2 bulan
- Tahap lanjutan: diberikan obat lebih sedikit dengan jangka waktuyang lama. Tahap ini penting
untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah kekambuhan.

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:
a. Obat primer / Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol,Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggidengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian
besar dapatdipisahkan dengan obat-obatan ini.
b. Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin,Amikasin, Kapreomisin,
Kanamisin

Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita
TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak
ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan
pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.

1. Pencegahan (profilaksis) primer

Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+). INH minimal 3 bulan walaupun
uji tuberkulin (-).Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau
sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.

2. Pencegahan (profilaksis) sekunder

Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC.
Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

o Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.


Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,
sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.

o Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan


Kanamisin.

Dosis obat antituberkulosis (OAT)

Obat Dosis harian Dosis Dosis 3x/minggu


(mg/kgbb/hari) 2x/minggu (mg/kgbb/hari)
(mg/kgbb/hari)

5-15 (maks 300 15-40 (maks. 15-40 (maks. 900


INH
mg) 900 mg) mg)

Rifampisi 10-20 (maks. 600 10-20 (maks. 15-20 (maks. 600


n mg) 600 mg) mg)

Pirazinami 50-70 (maks. 4


15-40 (maks. 2 g) 15-30 (maks. 3 g)
d g)

15-25 (maks. 2,5 15-25 (maks. 2,5


Etambutol 50 (maks. 2,5 g)
g) g)

Streptomis 25-40 (maks. 25-40 (maks. 1,5


15-40 (maks. 1 g)
in 1,5 g) g)

Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia mengalami perubahan


manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global yanng direkomendasikan oleh WHO.
Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjutiIndonesia – WHO joint Evaluation dan National
Tuberkulosis Program in Indonesiapada April 1994. Dalam program ini, prioritas ditujukan pada
peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional untuk memutuskan rantai
penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman TBC di masyarakat. Program ini
dilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam menelan obat setiap hari,terutama pada fase
awal pengobatan.

Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali diperkenalkan


pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan
masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat mengakses
pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan
obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.

Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan
cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan
indikator program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan
pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih
banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyak
pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan
mungkin menimbulkan kekebalan obat.

Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya


implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan
menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR(Multi-drugs Resistant). Untuk
kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu
obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan
bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).

Pengobatan TBC pada orang dewasa

 Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam
seminggu (tahap lanjutan).

Diberikan kepada:

o Penderita baru TBC paru BTA positif.

o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

 Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3

Diberikan kepada:

o Penderita kambuh.

o Penderita gagal terapi.

o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

 Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3

Diberikan kepada:
o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Pengobatan TBC pada anak

Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:

1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH


+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol
bila diduga ada resistensi terhadap INH).

2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama,


kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan
Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).

Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis
maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.

1. Isoniazid (INH)
a. Efek antibakteri
bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid. Efek bakterisidnya hanya terlihat pada kuman yang
sedang tumbuh aktif. Isoniazid dapat menembus ke dalam sel dengan mudah.
Mekanisme kerja
menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid)yang merupakan unsur penting dinding sel
mikobakterium.
b. Farmakokinetik
mudah diabsorbsi pada pemberian oral maupun parenteral. Mudah berdifusi ke dalam sel dan
semua cairan tubuh. Antar75-95% diekskresikan melalui urin dalam waktu 24 jam dan hampir
seluruhnya dalam bentuk metabolit.
c. Efek samping
reaksi hipersensitivitas menyebabkan demam, berbagai kelainan kulit. Neuritis perifer paling
banyak terjadi. Mulut terasa kering, rasa tertekan pada ulu hati, methemoglobinemia, tinnitus,
dan retensiurin.
d.Sediaan dan posologi
terdapat dalam bentuk tablet 50, 100, 300, dan 400mg serta sirup 10 mg/mL. Dalam tablet
kadang-kadang telah ditambahkan B6. biasanya diberikan dalam dosis tunggal per orang tiap
hari. Dosis biasa 5 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari. Untuk TB berat dapat diberikan
10mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari, tetapi tidak ada bukti bahwa dosis demikian besar lbih
efektif. Anak < 4 tahun dosisnya 10mg/kgBB/hari. Isoniazid juga dapat diberikan secara
intermiten 2 kali seminggu dengandosis 15 mg/kgBB/hari.

2. Rifampisin
a. Aktivitas antibakteri
menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram-positif dan gram-negatif.
b. Mekanisme kerja
terutama aktif terhadap sel yang sedang tumbuh. Kerjanya menghambat DNA dependent RNA
polymerase dari mikrobakteria dan mikroorganisme lain dengan menekan mulai terbentuknya
(bukan pemanjangan) rantai dalam sintesis RNA.
c. Farmakokinetik
pemberian per oral menghasilakn kadar puncak dalamplasma setelah 2-4 jam. Setelah diserap
dari saluran cerna, obat ini cepat diekskresi melalui empedu dan kemudian mengalami sirkulasi
enterohepatik. Penyerapannya dihambat oleh makanan. Didistribusi keseluruh tubuh. Kadar
efektif dicapai dalam berbagai organ dan cairan tubuh, termasuk cairan otak, yang tercermin
dengan warna merah jingga pada urin, tinja, ludah, sputum, air mata, dan keringat.
d. Efek samping: jarang menimbulkan efek yang tidak diingini. Yang palingsering ialah ruam
kulit, demam, mual, dan muntah.
Sediaan dan posologi: tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg dan 300 mg. Terdapat pula tablet
450 mg dan 600 mg serta suspensi yang mengandung 100 mg/5mL rifampisin. Beberapa sediaan
telah dikombinasi dengan isoniazid. Biasanya diberikan sehari sekali sebaiknya 1 jam sebelum
makan atau dua jam setelah makan. Dosis untuk orang dewasa dengan berat badan kurang dari
50 kg ialah 450 mg/hari dan untuk berat badan lebih dari 50 kg ialah 60 mg/hari. Untuk anak-
anak dosisnya 10-20mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 600 mg/hari.

3. Etambutol
a. Aktivitas antibakteri
menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati. Hanya aktif
terhadap sel yang tumbuh dengan khasiat tuberkulostatik.
b. Farmakokinetik
pada pemberian oral sekitar 75-80% diserap dari saluran cerna. Tidak dapat ditembus sawar
darah otak, tetapi pada meningitis tuberkulosa dapat ditemukan kadar terapi dalam cairan otak.
c. Efek samping
jarang Efek samping yang paling penting ialah gangguan penglihatan, biasanya bilateral, yang
merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa turunnya ketajaman penglihatan, hilangnya
kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapangan pandang, dan skotom sentral maupun
lateral. Menyebabkan peningkatan kadar asam urat darah pada50% pasien.
d. Sediaan dan posologi
tablet 250 mg dan 500 mg. Ada pula sediaan yang telah dicampur dengan isoniazid dalam bentuk
kombinasi tetap. Dosis biasanya 15 mg/kgBB, diberikan sekali sehari, ada pula yang
menggunakan dosis 25 mg/kgBB selama 60 hari pertama, kemudian turun menjadi 15 mg/kgBB.

4. Pirazinamid
a. Aktivitas antibakteri
mekanisme kerja belum diketahui.
b.Farmakokinetik
mudah diserap usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh. Ekskresinya terutama melalui filtrasi
glomerulus.
c. Efek samping
yang paling umum dan serius adalah kelainan hati. Menghambat ekskresi asam urat. Efek
samping lainnya ialah artralgia, anoreksia, mual, dan muntah, juga disuria, malaise, dan demam.
5. Streptomisin
a. Aktivitas antibakteri
bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman TB. Mudah masuk kavitas, tetapi relatif
sukar berdifusi ke cairan intrasel.
b.Farmakokinetik
setelah diserap dari tempat suntikan, hampir semua streptomisin berada dalam plasma. Hanya
sedikit sekali yang masuk kedalam eritrosit. Kemudian menyebar ke seluruh cairan ekstrasel.
Diekskresi melalui filtrasi glomerulus.
c. Efek samping
umumnya dapat diterima dengan baik. Kadang-kadang terjadi sakit kepala sebentar atau
malaise. Bersifat nefrotoksik.Ototoksisitas lebih sering terjadi pada pasien yang fungsi ginjalnya
terganggu.
d. Sediaan dan posologi
bubuk injeksi dalam vial 1 dan 5 gram. Dosisnya 20mg/kgBB secara IM, maksimum 1 gr/hari
selama 2 sampai 3 minggu.Kemudian frekuensi berkurang menjadi 2-3 kali seminggu.

6. Etionamid
a.Aktivitas antibakteri
in vitro, menghambat pertumbuhan M. tuberculosis jenis human pada kadar 0.9-2.5 g/mL.
Farmakokinetik : pemberian per oral mudah di absorpsi. Kadar puncak 3 jam dan kadar terapi
bertahan 12 jam. Distribusi cepat, luas, dan meratake cairan dan jaringan. Ekskresi cepat dalam
bentuk utama metabolit 1%aktif.
b.Efek samping
paling sering anoreksia, mual da muntah. Sering terjadi hipotensi postural, depresi mental,
mengantuk dan asthenia
c.Sediaan dan posologi
dalam bentuk tablet 250 mg. Dosis awaln 250 mgsehari, lalu dinaikan setiap 5 hari dengan dosis
125 mg – 1 g/hr. Dikonsumsi waktu makan untuk mengurangi iritasi lambung.

2.Non-Farmako
POM (pengawas minum obat)
WHO telah memperkenalkan srategi DOTS (Directly Observed Treatment Short
Course) sebagai pendekatan terbaik untuk penanggulangan TB.Sistem DOTS terdiri dari 5
komponen, yaitu perlunya komitmen politik penentu kebijakan, diagnosis dengan
mikroskopi yang baik, pemberian obat yang dan diawasi secara baik, jaminan ketersediaan
obat serta pencatatan dan pelaporan yang akurat.
Komponen ketiga, yakni pemberian obat yang dan diawasi secara baik, untuk
menjamin seseorang menyelesaikan pengobatannya, maka perlu ditunjuk seorang pengawas
minum obat (PMO). PMO ini dari masyarakat atau petuga kesehatan yang sudah dilatih.

4.8 Komplikasi

Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :


1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiectasis dan Fibrosis pada paru.
4. Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.
Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif)
masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus
kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup
diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit
spesialistik.
Komplikasi terbagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut:
1. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, emfiema, laryngitis, usus, Poncet’s
arthropathy
2. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan nafas → SOFT (Sindrom Pasca Tuberkulosis),
kerusakan perenkim berat → SOPT/ fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis
karsinoma paru sindrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB
milier dan kavitas TB

4.9 Prognosis

Bila tidak menerima pengobatan spesifik (Grzybowsky, 1976) :


- 25% meninggal dunia dalam 18 bulan
- 50% meninggal dalam 5 tahun
- 8-12.5 % menjadi chronic exeretors, yakni terus-menerus mengeluarkan basil TB dalam
sputumnya (sumber penularan)
Sisanya mengalami kesembuhan dengan spontan dengan bekas berupa proses fibrotik dan
perkapuran
Bila diberikan pengobatan spesifik (sesuai aturan sebenarnya) :
Pengobatan spesifik hanya membunuh basil TB saja, namun kelainan paru yang sudah ada pada
saat pengobatan spesifik dimulai tidak akan hilang sehingga keluhan-keluhan yang
disebabkannya belum tentu hilang secara sempurna saat terapi spesifik selesai, bahkan dapat
bertahan selama hidup. Bila diberikan pengobatan spesifik (tidak memenuhi syarat) penderita
tidak akan sembuh, dan basil TB yang tadinya resisten terhadap obat-obatan yang dipakai akan
menjadi resisten. Akibatnya penderita sukar disembuhkan dan menularkan basil-basil resisten
pada sekelilingnya.

5. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi TB dan Program P2M Puskesmas


5.1 Prevalensi

Sebagian besar orang yang telah terinfeksi, 80-90% belum tentu menjadi sakit
tuberkulosis. Untuk sementara waktu kuman yang ada dalam tubuh mereka
tersebut bisa berada dalam keadaan dorman atau tidur, dan keberadaan kuman dormantersebut
dapat diketahui dengan tes tuberkulin. Mereka yang menjadi sakit disebutsebagai “ penderita
tuberkulosis “, biasanya dalam waktu paling cepat sekitar 3-6 bulan
setelah terjadi infeksi. Mereka yang tidak sakit, tetap mempunyai resiko untuk menderita
tuberkulosis sepanjang sisa hidup mereka.
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di
dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi
insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan
61,000 kematian per tahunnya. Indonesia merupakan negara dengan percepatan peningkatan
epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemic
terkonsentrasi (a concentrated epidemic), dengan perkecualian di provinsi Papua yang prevalensi
HIVnya sudah mencapai 2,5% (generalized epidemic). Secara nasional, angka estimasi
prevalensi HIV pada populasi dewasa adalah 0,2%. Sejumlah 12 provinsi telah dinyatakan
sebagai daerah prioritas untuk intervensi HIV dan estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS di
Indonesia sekitar 190.000- 400.000. Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru
adalah 2.8%.
Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari
estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang.
Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya. Meskipun memiliki beban
penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan Negara pertama diantara High Burden Country
(HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi
kasus dan keberhasilanpengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah
sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari
169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB
BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka
keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008
mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program
pengendalian TB nasional yang utama.

5.2 Predisposisi

1. Faktor Agent ( Mycobacterium tuberculosis)

Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau
antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama.
Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis sangat
tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi
Host.

2. Faktor Lingkungan

Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar dan
prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa
dipengaruhi musim dan letak geografis.Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada
kasus TBC. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak adanya
pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan
epidemi penyakit ini.
3. Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent)

Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan
pencernaan Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian
berdormansisepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis. Infeksi
berikutseluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent, Host dan Lingkungan.

4.Prevalensi dan Sebaran geografik

5.3 Penularan
Kegiatan penemuan penderita terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,
penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita. Penemuan penderita merupakan
langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB.
Penjaringan tersangka penderita dilakukan di unit pelayanan kesehatan didukung dengan
penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan
cakupan penemuan tersangka penderita TB. Pemeriksaan terhadap kontak penderita TB,
terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang
menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Probabilitas terjadinya resistensi obat TB
lebih tinggi di rumah sakit dan sektor swasta yang belum terlibat dalam program pengendalian
TB nasional sebagai akibat dari tingginya ketidakpatuhan dan tingkat drop out pengobatan
karena tidak diterapkannya strategi DOTS yang tinggi.

A. Pengendalian Penderita Tuberkulosis.


1. Petugas dari puskesmas harus mengetahui alamat rumah dan tempat kerja penderita.
2. Petugas turut mengawasi pelaksanaan pengobatan agar penderita tetap teratur menjalankan
pengobatan dengan jalan mengingatkan penderita yang lali. Disamping itu agar menunjak
seorang pengawas pengobatan dikalangan keluarga.
3. Petugas harus mengadakan kunjungan berkala kerumah-rumah penderita dan menunjukkan
perhatian atas kemajuan pengobatan serta mengamati kemungkinan terjadinya gejala
sampingan akibat pemberian obat.
B. Pengobatan Penderita Tuberkulosis.
1. Penderita yang dalam dahaknya mengandung kuman dianjurkan untuk menjalani pengobatan
di puskesmas.
2. Petugas dapat memberikan pengobatan jangka pendek di rumah bagi penderita secara
darurat atau karean jarak tempat tinggal penderita dengan puskesmas cukup jauh untuk bisa
berobat secara teratur.
3. Melaporkan adanya gejala sampingan yang terjadi, bila perlu penderita dibawa ke
puskesmas.
C. Penyuluhan Penderita Tuberkulosis
1. Petugas baik dalam masa persiapan maupun dalam waktu berikutnya secara berkala
memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas melalui tatap muka, ceramah dan mass
media yang tersedia diwilayahnya, tentang cara pencegahan TB-paru.
2. Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya pada waktu kunjungan rumah
dan memberi saran untuk terciptanya rumah sehat, sebagai upaya mengurangi penyebaran
penyakit.
3. Memberikan penyuluhan perorangan secara khusus kepada penderita agar penderita mau
berobat rajin teratur untuk mencegah penyebaran penyakit kepada orang lain.
4. Menganjurkan, perubahan sikap hidup masyarakat dan perbaikan lingkungan demi
tercapainya masyarakat yang sehat.
5. Menganjurkan masyarakat untuk melapor apabila diantara warganya ada yang mempunyai
gejala-gejala penyakit TB paru.
6. Berusaha menghilangkan rasa malu pada penderita oleh karena penyakit TB paru bukan bagi
penyakit yang memalukan, dapat dicegah dan disembuhkan seperti halnya penyakit lain.
7. Petugas harus mencatat dan melaporkan hasil kegiatannya kepada koordinatornya sesuai
formulir pencatatan dan pelaporan kegiatan kader.

5.4 Pencegahan

a. Upaya Promotif
Peningkatan pengetahuan pekerja tentang penanggulangan TBC di tempat kerja
melaluipendidikan & pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan di tempat kerja,
penyuluhan,penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan kepuasan
kerja,peningkatan gizi kerja

b. Upaya preventif
Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat penyakit TB.

1.Pencegahan Primer : Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah
timbulnya penyakitpada populasi yang sehat.

 Pengendalian melalui perundang-undangan (legislative control) :


Undang-Undang No. 14 tahun 1969 Tentang ketentuan-ketentuan pokok tenaga kerja.

Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja

Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan tentang hygiene dan saniasi lingkungan

 Pengendalian melalui administrasi/organisasi (administrative control):


Pesyaratan penerimaan tenaga kerja
Pencatatan pelaporan

Monitoring dan evaluasi

 Pengendalian secara teknis (engineering control), antara lain :


 Sistem ventilasi yang baik
 Pengendalian lingkungan keja
 Pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control), antara lain : Pendidikan
kesehatan : kebersihan perorangan, gizi kerja, kebersihan lingkungan, caraminum obat
dll.
 Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus (anamnesis, pemeriksaan
fisik,pemeriksaan laboratorium rutin, tuberculin test)-
 Peningkatan gizi pekerja
2.Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini


mungkinmencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit,
diantaranya:

 Pengawasan dan penyuluhan untuk mendorong pasien TBC bertahan pada


pengobatanyang diberikan (tingkat kepatuhan) dilaksanakan oleh seorang “Pengawas Obat”
atau juru TBC
 Pengamatan langsung mengenai perawatan pasien TBC di tempat kerja-
 Case-finding secara aktif, mencakup identifikasi TBC pada orang yang dicurigai
danrujukan pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala.
 Membuat “Peta TBC”, sehingga ada gambaran lokasi tempat kerja yang perluprioritas
penanggulangan TBC bagi pekerja
 Pengelolaan logistic

5.5 Sumber dan Cara Penularan


Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
pasien menyebarkan kuman keudara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan
terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.Ventilasi dapat
mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh
kuman.Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifanhasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien
tersebut. Faktor yang memungkinkanseseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara danlamaya menghirup udara tersebut.

5.6 Program P2M


a) Pelaksana program adalah Kelompok Puskesmas Pelaksana yang terdiri dari Puskesmas
Rujukan Mikroskopis (PRM) dan Puskesmas Satelit (PS). Diagnosis hanya dilakukan di PRM,
PS hanya membuat slide serta memfiksasi saja.
b) Pencarian penderita dilakukan secara pasif di sarana kesehatan. Diagnosis BTA secara
mikroskopis bila ditemukan kuman dengan 3 kali pemeriksaan
dahak yang berbeda (dahak sewaktu, pagi dan sewaktu) dan paling sedikit 2 kali positif disebut
kasus BTA(+).
c) Kasus BTA(–) bila 3 kali pemeriksaan dahak hasilnya semua Negative tapi pada
pemeriksaan Röntgen terdapat tanda TB aktif di parunya.
d) Pengecatan dengan Ziehl Neelsen dan pemeriksaan kuman dengan mikroskop binokuler.
e) Tipe kasus dibedakan kasus banu, kasus kambuh/gagal, kasus BTA (–) tapi Rontgen
f) Follow up pengobatan dilakukan secara ketat pada akhir fase intensif dan
dua bulan sebelum akhir pengobatan dan akhir pengobatan, setiap follow up pemeriksaan
dahak dilakukan dua kali (dahak sewaktu dari pagi).
g) Supervisi pelaksanaan program dilakukan oleh petugas tingkat II secara ketat (3 bulan
sekali).
h) Pengawasan langsung keteraturan berobat (DOTS : Directly ObservedTreatment Short-
Course) oleh petugas kesehatan atau keluarganya.

5.7 Tugas dan Peran PMO


Peran seorang PMO adalah mengawasi pasien tuberkulosis agar menelan obat secara teratur
sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat secara teratur,
mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan, dan member
penyuluhan pada anggota keluarga pasien tuberkulosis yang mempunyai gejala-gejala
mencurigakan tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri ke rumah sakit atau unit pelayanan
kesehatan.

Menurut Nuraini (2003) tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah :

a) Mengetahui tanda-tanda tersangka tuberkulosis paru.


b) Mengawasi penderita agar minum obat setiap hari.
c) Mengambil obat bagi penderita seminggu sekali
d) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak :
1. Seminggu sebelum akhir bulan ke dua pengobatan, pemeriksa ulang dahak
dilakukan untuk menentukan obat tambahan.
2. Seminggu sebelum akhir bulan ke lima pengobatan, pemeriksaan
ulang dahak dilakukan untuk mengetahui kegagalan.
3. Seminggu sebelum akhir bulan ke enam pengobatan, pemeriksaan ulang
dahak dilakukan untuk mengetahui kesembuhan.
e) Memberikan penyuluhan
f) Memberitahukan jika terjadi suspek pada keluarga penderita.
g) Menujuk kalau ada efek samping dari penggunaan obat
Menurut Hapsari (2010) tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah :

a) Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik.


b) Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat.
c) Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah
ditentukan.
d) Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai.
e) Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau menelan
obat.
f) Merujuk pasien bila efek samping semakin berat.
g) Melakukan kunjungan rumah
h) Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga penderita tuberculosis yang
mempunyai gejala-gejala tersangka tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri kepada
petugas kesehatan.

You might also like