You are on page 1of 31

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kelancaran kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini degan baik. Pada pembahasan ini
kami akan menyampaikan materi dari Biologi Bahasa Indonesia mengenai Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) dan Pembentukan Kata, Sebelumnya kami ucapan terimakasih kepada
dosen yang telah membimbing dalam penyusunan makalah ini pada mata kuliah Bahasa
Indonesia dan tak lupa pula ucapan terimakasih kami ucapkan kepada teman-teman yang telah
mendukung untuk penyelesaian makalah ini.

Makalah ini menjelaskan tentang bagaimana sejarah ejaan yang disempurnakan dan
penjelasannya serta tentang pembentukan kata yang merupakan salah satu materi yang akan
dipelajari pada mata kuliah Bahasa Indonesia.

Jika ada kesalahan dalam prosesnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya karena sumber
yang kami miliki sangatlah minim, oleh sebab itu kami mohon maaf bagi para audiens dan
pembaca khususnya. Semoga makalah ini memberikan banyak manfaat kepada para
pembacanya. Selanjutnya, demi kesempurnaan makalah ini sangat diharapkan segala masukan
dan saran yang sifatnya membangun.

Penyusun

16

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….. … i

DAFTAR ISI
………………………………………………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………. 1

1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………………………… 1

1.2 RUMUSAN MASALAH…………………………………………………………….. 1

1.3 TUJUAN PENULISAN………………………………………………………………. 2


BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………….
3….

2.1 SEJARAH EJAAN YANG DISEMPURNAKAN…………………………. 3

2.2 PEMAKAIAN HURUF-HURUF…………………………………………………. 4

2.3PEMAKAIAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING………….. 5

2.4 PENULISAN KATA …………………………………………………………………. 7

2.5 PEMBENTUKAN KATA-KATA BAHASA INDONESIA…………… 9

2.6 DEFINISI ISTILAH…………………………………………………………………… 9

2.7AFIKS BAHASA INDONESIA YANG UMUM ………………………… 10

2.8 PENGGUNAAN AFIKS…………………………………………………………… 10

2.9 FREKUENSI PENGGUNAAN AFIKS……………………………………… 11

2.10 APLIKASI AFIKS………………………………………………………………….. 11

BAB III PENUTUP……………………………………………………………..15

 KESIMPULAN………………………………………………………………………… 15
 SARAN…………………………………………………………………………………….
15

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran, dan bagaimana
menghubungkan serta memisahkan lambang-lambang. Secara teknis, ejaan adalah aturan
penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan penulisan tanda baca.
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia, ejaan Republik atau ejaan
Soewandi, yang berlaku sejak tahun 1927. Tepatnya pada 16 agustus 1972, telah ditetapkan dan
diberlakukan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang diatur dalam Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Apabila
pedoman ini dipelajari dan ditaati maka tidak akan terjadi kesalahan pengejaan kata.

Pembentukan kata biasa disebut dengan morfologi. Hingga kini telah banyak dibicarakan
berbagai bentuk kata dalam bahasa Indonesia beserta pengertian-pengertian yang diwakilinya.
Dengan kata lain telah diberikan tinjauan tentang cirri bentuk kata beserta tugasnya dalam
pemakaian bahasa. Pengetahuan tentang cirri-ciri penting sekali, karena bahasa sesungguhnya
tidak lain dari pada tanda bunyi bebas yang selalu terikat pada suatu sistem, diketahui oleh
masyarakat bahasa berdasarkan perjanjian. Jadi pada hakikatnya bahasa adalah bunyi.

1. RUMUSAN MASALAH
2. Bagaimana pemakaian huruf-huruf ?
3. Bagaimana pemakaian huruf kapital dan huruf miring ?
4. Bagaimana huruf miring itu ?
5. Beberapa pengertian mengenai pembentukan kata ?
6. Bagaimana penulisan kata ?
7. Bagaimana kesalahan pembentukan dan pemilihan kata ?

1. TUJUAN PENULISAN
2. Dapat menjelaskan pemakaian huruf-huruf.
3. Dapat menjelaskan pemakaian huruf kapital dan huruf miring.
4. Dapat menjelaskan penulisan kata.
5. Dapat menjelaskan beberapa pengertian mengenai pembentukan kata.
6. Dapat menjelaskan pembentukan kata.
7. Dapat menjelaskan kesalahan pembentukan dan pemilihan kata.

BAB II

PEMBAHASAN
1. SEJARAH EJAAN YANG DISEMPURNAKAN

Sebelum Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang
Pusat Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada
dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Para
pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari
Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan
Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan
No.062/67, tanggal 19 September1967.

Pada 23 Mei1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia,
Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan KebudayaanIndonesia, Mashuri. Pernyataan
bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh
para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16
Agustus1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan
Latin bagi bahasa Melayu (“Rumi” dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa
Indonesia.

Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada waktu
pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang
ke XXVII, tanggal 17 Agustus1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa
Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972,
ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan
tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah
dibentuk pada tahun 1966.

Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta


penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak dipakai sejak
bulan Maret1947.Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober1972, Panitia Pengembangan Bahasa
Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku “Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas.
Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan “Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dan “Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.

1. Revisi 1987

Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan “Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”. Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD
edisi 1975.

1. Revisi 2009

Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti
dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

1. PEMAKAIAN HURUF-HURUF
2. Huruf Abjad

Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang berikut
:A,B,C,D,E,F,G,H,I,J,K,L,M,N,O,P,Q,R,S,T,U,V,W,X,Y,Z.

1. Huruf Vokal

Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.

1. Huruf Konsonan

Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf :b, c, d, f,
g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, z.

1. Huruf Diftong

Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.

1. Gabungan Huruf Konsonan

Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan konsonan yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-
masing melambangkan satu bunyi konsonan.

1. Pemenggalan Kata
2. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut :
3. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan diantara kedua
huruf vocal itu.
4. Jika di tengah ada kata huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, diantara dua
buah huruf vocal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
5. Jika di tengah ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan diantara
kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
6. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan
diantara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
7. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan
betuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat
dipenggal pada pergantian baris.
8. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung
dengan unsur lain pemenggalan dapat dilakukan (1) diantara unsur-unsur itu atau (2) pada
gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c, dan 1d di atas.
1. PEMAKAIAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING
2. Huruf Kapital Atau Huruf Besar

Pemakaian huruf yang lazim dalam bahasa Indonesia adalah huruf kapital atau huruf besar dan
huruf miring, sedangka huruf tebal tidak pernah diatur dalam pedoman EYD. Uraian secara rinci
tentang penulisan huruf kapital akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan
nama Tuhan, nama Nabi/Rasul, dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan,
keagamaan yang diikuti nama orang.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau
nama tempat.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang.
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
8. Huruf kapital sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa
sejarah.
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama Negara, lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang
terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen
resmi.
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata termasuk semua unsur kata ulang
sempurna di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan udul karangan kecuali kata
seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan
sapaan.
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata petunjuk hubungan kekerabatan seperti
bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan
pengacuan.

 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti.

2. Huruf Miring
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat
kabar yang dikutip dalam tulisan.
4. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf,
bagian kata, kata, atau kelompok kata.
5. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan
asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
1. PENULISAN KATA
2. Kata Dasar adalah kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
3. Kata Turunan
4. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
5. Jika bentuk kata dasar berupa gabungan kata, awalan, atau akhiran ditulis dengan kata
yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
6. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus,
unsur gabungan kata itu di tulis serangkai.
7. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata
ditulis serangkai.
8. Bentuk Ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
9. Gabungan Kata
10. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-
unsurnya ditulis terpisah.
11. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan
pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang
bersangkutan.
12. Gabungan kata ditulis serangkai.
13. Kata Ganti -ku, -kau, -mu, dan -nya. Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata
yang mengikutinya; ku,mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
14. Kata Depan di- ke-, dan dari. Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya kecuali, didalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu
kata seperti kepada dan daripada.
15. Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
16. Partikel
17. Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
18. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
19. Partikel per yang berarti ‘mulai’,’demi’,dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat
yang mendahuluinya atau mengikutinya.
20. Singkatan dan Akronim

 Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.

1. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda
titik.
2. Singkatan nama resmi resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan
huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
3. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih satu tanda titik.
4. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak
diikuti tanda titik.

 Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlukan sebagai kata.
1. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya
dengan huruf kapital.
2. Akronim nama diri yang berupa gaungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata
dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kaital.
3. Akronim yang bukan nama diri gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan
suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
4. Angka dan Lambang Bilangan
5. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim
digunakan angka Arab atau angka Romawi.
6. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi, (ii) satuan
waktu, (iii) nilai uang, (iv) kuantitas.
7. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah apartemen, atau kamar
pada alamat.
8. Angka digunakan juga menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
9. Penulisan lambang bilangan yang dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
10. Bilangan utuh

Misalnya : dua belas 12

dua puluh dua 22

2. Bilangan pecahan

Misalnya : setengah ½

tiga perempat ¾

1. Penulisan lambang bilangan tingkat.


2. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran.
3. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan satu
atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara
berurutan, seperti dalam perincian dam pemaparan.
4. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat
diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak
terdapat pada awal kalimat.
5. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih
mudah dibaca.
6. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di
dalam dokumen resmi seperti akta dan kuintasi.
7. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.

1. PEMBENTUKAN KATA-KATA BAHASA INDONESIA


Ada banyak ragam pembentukan kata dalam Bahasa Indonesia. Sebagian besar kata dibentuk
dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Untuk memahami cara
pembentukan kata-kata tersebut kita sebaiknya mengetahui lebih dahulu beberapa konsep dasar
dan istilah seperti yang dijelaskan di bawah ini.

Untuk mempersingkat dan memperjelas pembahasannya, kami menggunakan kata-kata yang


tidak bersifat gramatikal atau teknis untuk menjelaskan kata-kata tersebut sebanyak mungkin.
Kami tidak membahas tentang infiks (sisipan yang jarang digunakan), reduplikasi dan kata-kata
majemuk yang berafiks.

1. DEFINISI ISTILAH

Kata dasar (akar kata) = kata yang paling sederhana yang belum memiliki imbuhan, juga dapat
dikelompokkan sebagai bentuk asal (tunggal) dan bentuk dasar (kompleks), tetapi perbedaan
kedua bentuk ini tidak dibahas di sini.

Afiks (imbuhan) = satuan terikat (seperangkat huruf tertentu) yang apabila ditambahkan pada
kata dasar akan mengubah makna dan membentuk kata baru. Afiks tidak dapat berdiri sendiri
dan harus melekat pada satuan lain seperti kata dasar. Istilah afiks termasuk prefiks, sufiks dan
konfiks.

Prefiks (awalan) = afiks (imbuhan) yang melekat di depan kata dasar untuk membentuk kata
baru dengan arti yang berbeda.

Sufiks (akhiran) = afiks (imbuhan) yang melekat di belakang kata dasar untuk membentuk kata
baru dengan arti yang berbeda.

Konfiks (sirkumfiks / simulfiks) =secara simultan (bersamaan), satuafiks melekat di depan kata
dasar dan satu afiks melekat di belakang kata dasar yang bersama-sama mendukung satu fungsi.

Kata turunan (kata jadian) = kata baru yang diturunkan dari kata dasar yang mendapat
imbuhan.

Keluarga kata dasar = kelompok kata turunan yang semuanya berasal dari satu kata dasar dan
memiliki afiks yang berbeda.

1. AFIKS BAHASA INDONESIA YANG UMUM

Prefiks: ber-, di-, ke-, me-, meng-, mem-, meny-, pe-, pem-, peng-, peny-, per-, se-, ter-

Sufiks: -an, -kan, -i, -pun, -lah, -kah, -nya


Konfiks: ke – an, ber – an, pe – an, peng – an, peny – an, pem – an, per – an, se – nya

1. PENGGUNAAN AFIKS

Mempelajari proses pembentukan kata-kata dan metode pembubuhan afiks merupakan kunci
untuk memahami makna kata-kata turunan dan belajar membaca teks Bahasa Indonesia.
Sebagian besar kata yang terdapat dalam surat kabar dan majalah Indonesia berafiks. Jika
seseorang mengerti makna kata dasar, ia dapat mengerti makna sebagian besar kata yang berasal
(diturunkan) dari kata dasar itu dengan menggunakan kaidah umum untuk masing-masing jenis
afiks.

Jika kita dapat menerima sedikit kekeliruan dalam penggunaan afiks, kita dapat
menyederhanakan pembahasan tentang afiks (imbuhan). Dalam mengklasifikasikan jenis kata
(nomina, verba, adjektiva, dan lain-lain) kami menggunakan kaidah pengklasifikasian kata
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Edisi Kedua – 1991) yang disusun dan diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia.
Penjelasan di bawah adalah untuk menguraikan hasil penambahan afiks (imbuhan) kepada kata
dasar, bukan untuk menjelaskan bilamana afiks digunakan. Dalam kamus ini tidak diuraikan
tentang asal kata dasar (etimologi). Perlu diperhatikan bahwa penjelasan di bawah ini lebih
berhubungan dengan perbuatan (aksi) dalam suatu kalimat – siapa yang melakukan aksi itu, hasil
perbuatan, arah perbuatan atau tindakan dan apakah tindakan itu merupakan fokus utama dalam
kalimat atau bukan.

1. FREKUENSI PENGGUNAAN AFIKS

Dalam kamus ini terdapat 38.308 entri (tidak termasuk singkatan, akronim dan entri kata
majemuk) dimana 22.022 berafiks dan 16.286 tidak berafiks. Menurut persentase, 57% berafiks
dan 43% tidak. Dengan kata lain, untuk tiap 9 entri dalam kamus ini, 5 kata berafiks dan 4 kata
lainnya tidak.

Pada tahun 1998, secara tidak formal, kami menganalisis 10.000 kata Bahasa Indonesia dari
terbitan yang umum di Indonesia. Dari 10.000 kata tersebut, terdapat 2.887 atau kira-kira 29%
kata berafiks dan 7.113 atau 71% tidak. Dengan kata lain, untuk tiap 100 kata di surat kabar atau
majalah, Anda mungkin dapat menemukan 29 kata yang berafiks dan 71 kata tidak berafiks.
Tingkat penggunaan masing-masing afiks diuraikan di bawah ini.

1. APLIKASI AFIKS

Ber– : menambah prefiks ini membentuk verba (kata kerja) yang sering kali mengandung arti
(makna) mempunyai atau memiliki sesuatu. Juga dapat menunjukkan keadaan atau kondisi
atribut tertentu. Penggunaan prefiks ini lebih aktif berarti mempergunakan atau mengerjakan
sesuatu. Fungsi utama prefiks “ber-” adalah untuk menunjukkan bahwa subyek kalimat
merupakan orang atau sesuatu yang mengalami perbuatan dalam kalimat itu. Banyak verba
dengan afiks “ber-” mempunyai kata yang sama dengan bentuk adjektiva dalam Bahasa Inggris.
Sekitar satu dari tiap 44 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini.

Me-, meng-, menge-, meny, mem-: menambah salah satu dari prefiks ini membentuk verba
yang sering kali menunjukkan tindakan aktif di mana fokus utama dalam kalimat adalah pelaku,
bukan tindakan atau obyek tindakan itu. Jenis prefiks ini sering kali mempunyai arti
mengerjakan, menghasilkan, melakukan atau menjadi sesuatu. Prefiks ini yang paling umum
digunakan dan sekitar satu dari tiap 13 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki salah
satu dari prefiks ini.

Di- : Prefiks ini mempunyai pertalian yang sangat erat dengan prefiks “me-.” Prefiks “me-”
menunjukkan tindakan aktif sedangkan prefiks “di-” menunjukkan tindakan pasif, di mana
tindakan atau obyek tindakan adalah fokus utama dalam kalimat itu, dan bukan pelaku. Sekitar
satu dari tiap 40 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini.

Pe- : Prefiks ini membentuk nomina yang menunjukkan orang atau agen yang melakukan
perbuatan dalam kalimat. Kata dengan prefiks ini juga bisa memiliki makna alat yang dipakai
untuk melakukan perbuatan yang tersebut pada katadasarnya. Apabila kata dasarnya berupa kata
sifat, maka kata yang dibentuk dengan prefiks ini memiliki sifat atau karakteristik kata dasarnya.
Sekitar satu dari tiap 110 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini.

Ter– : Sekitar satu dari tiap 54 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini.
Penambahan afiks ini menimbulkan dua kemungkinan.

1. Jika menambahkan ke kata dasar adjektif, biasanya menghasilkan adjektif yang


menyatakan tingkat atau kondisi paling tinggi (ekstrim) atau superlatif. (misalnya: paling
besar, paling tinggi, paling baru, paling murah)
2. Jika menambahkan ke kata dasar yang bukan adjektif, umumnya menghasilkan verba
yang menyatakan aspek perfektif, yaitu suatu perbuatan yang telah selesai dikerjakan.
Afiks ini juga bisa menunjukkan perbuatan spontanitas, yaitu suatu perbuatan yang
terjadi secara tiba-tiba atau tidak disengaja (misalnya aksi oleh pelaku yang tidak
disebutkan, pelaku tidak mendapat perhatian atau tindakan natural). Fokus dalam kalimat
adalah kondisi resultan tindakan itu dan tidak memfokuskan pada pelaku perbuatan atau
bagaimana kondisi resultan itu tercapai.

Se-: menambah prefiks ini dapat menghasilkan beberapa jenis kata. Prefiks ini sering dianggap
sebagai pengganti “satu” dalam situasi tertentu. Sekitar satu dari tiap 42 kata yang tertulis dalam
Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini. Penggunaan paling umum dari prefiks ini adalah sebagai
berikut:

1. Untuk menyatakan satu benda, satuan atau kesatuan (seperti “a” atau “the” dalam Bahasa
Inggris)
2. Untuk menyatakan seluruh atau segenap
3. Untuk menyatakan keseragaman, kesamaan atau kemiripan
4. Untuk menyatakan tindakan dalam waktu yang sama ataumenyatakan sesuatu yang
berhubungan dengan waktu

-an : menambah sufiks ini biasanya menghasilkan kata benda yang menunjukkan hasil suatu
perbuatan. Sufiks ini pun dapat menunjukkan tempat, alat, instrumen, pesawat, dan sebagainya.
Sekitar satu dari tiap 34 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.

-i : menambah sufiks ini akan menghasilkan verba yang menunjukkan perulangan, pemberian
sesuatu atau menyebabkan sesuatu. Sufiks ini sering digunakan untuk memindahkan perbuatan
kepada suatu tempat atau obyek tak langsung dalam kalimat yang mana tetap dan tidak mendapat
pengaruh dari perbuatan tersebut. Sufiks ini pun menunjukkan di mana dan kepada siapa
tindakan itu ditujukan. Sekitar satu dari tiap 70 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia
memiliki sufiks ini.

–kan: menambah sufiks ini akan menghasilkan kata kerja yang menunjukkan penyebab, proses
pembuatan atau timbulnya suatu kejadian. Fungsi utamanya yaitu untuk memindahkan perbuatan
verba ke bagian lain dalamkalimat. Sekitar satu dari tiap 20 kata yang tertulis dalam Bahasa
Indonesia memiliki sufiks ini.

–kah : menambah sufiks ini menunjukkan bahwa sebuah ucapan merupakan pertanyaan dan
sufiks ini ditambahkan kepada kata yang merupakan fokus pertanyaan dalam kalimat. Sufiks ini
jarang digunakan.

-lah :sufiks ini memiliki penggunaan yang berbeda dan membingungkan, tetapi secara singkat
dapat dikatakan bahwa sufiks inisering digunakan untuk memperhalus perintah, untuk
menunjukkan kesopanan atau menekankan ekspresi. Hanya sekitar satu dari tiap 400 kata yang
tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.

ke-an : konfiks ini yang paling umum digunakan dan sekitar satu dari tiap 65 kata yang tertulis
dalam Bahasa Indonesia memiliki konfiks ini. Konfiks ini adalah untuk:

1. membentuk nomina yang menyatakan hasil perbuatan atau keadaan dalam pengertian
umum yang menyatakan hal-hal yang berhubungan dengan kata dasar
2. membentuk nomina yang menunjuk kepada tempat atau asal
3. membentuk adjektif yang menyatakan keadaan berlebihan
4. membentuk verba yang menyatakan kejadian yang kebetulan

Pe-an, peng-an, peny-an, pem-an : penggunaan salah satu dari keempat konfiks ini biasanya
menghasilkan suatu nomina yang menunjukkan proses berlangsungnya perbuatan yang ditunjuk
oleh verba dalam kalimat. Sekitar satu dari tiap 75 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia
memiliki konfiks ini.

Per-an :menambah konfiks ini akan menghasilkan sebuah nomina yang menunjukkan hasil suatu
perbuatan (bukan prosesnya) dan dapat juga menunjukkan tempat. Artinya sering menunjuk
kepada suatu keadaan yang ditunjuk oleh kata dasar atau hasil perbuatan verba dalam kalimat.
Keadaan ini mirip dengan yang diperoleh dengan menggunakan konfiks “ke-an”, tetapi biasanya
kurang umum dan lebih konkrit atau spesifik. Sekitar satu dari tiap 108 kata yang tertulis dalam
Bahasa Indonesia memiliki konfiks ini.

Se – nya :Konfiks ini seringkali muncul bersama-sama dengan kata dasar tunggal atau kata dasar
ulangan untuk membentuk adverbia yang menunjukkan suatu keadaan tertinggi yang dapat
dicapai oleh perbuatan kata kerja (misalnya: setinggi-tingginya = setinggi mungkin).

-nya : Ada penggunaan “-nya” sebagai sufiks murni yang mengubah arti kata dasarnya, tetapi hal
ini merupakan konsep yang agak rumit dan kurang umum dan tidak dibahas di sini. contoh:
biasanya = usually; rupanya = apparently

-nya, -ku, -mu: satuan-satuan ini bukan merupakan afiks murni dan semuanya tidak dimasukkan
sebagai entri dalam kamus ini. Pada umumnya satuan-satuan ini dianggap sebagai kata ganti
yang menyatakan kepemilikan yang digabungkan dengan kata dasar yang mana tidak mengubah
arti kata dasar. Misalnya, kata “bukuku” = buku saya, “bukumu” = buku Anda, “bukunya” =
buku dia atau buku mereka. Selain sebagai kata ganti yang menyatakan kepemilikan, satuan “-
nya” pun dapat memiliki fungsi untuk menunjukkan sesuatu. Misalnya, “bukunya” berarti “buku
itu”, bila “-nya” berfungsi sebagai penunjuk. Penggunaan “-nya” baik sebagai kata ganti maupun
penunjuk(bukan sebagai sufiks murni) adalah sangat umum dan sekitar satu dari tiap 14 kata
tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki satuan ini. Penggunaan “-ku” dan “-mu” bervariasi
sesuai dengan jenis tulisan. Dua jenis kata ganti ini sangat umum digunakan dalam komik,
cerpen dan tulisan tidak resmi lainnya, dan jarang digunakan dalam tulisan yang lebih formal
seperti surat kabar dan majalah berita.

BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Ejaan Yang Disempurnakan adalah kaidah cara menggambarkan/ melambangkan bunyi-bunyi


ujaran (kata, kalimat dan sebagaianya) dan bagaimana hubungan antara lambang-lambang itu
(pemisahan dan penggabungannya dalam suatu bahasa).
Pembentukan kata itu adalah proses mengolah leksem atau huruf yang menjadi kata. Dan ragam
pembentukan kata dalam Bahasa Indonesia. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara
menggabungkan beberapa komponen yang berbeda.

1. SARAN

Apa yang kita mengerti dan pahami tentang ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD),
sekiranya dapat kita praktekkan dalam penulisan karya ilmiah agar bahasa kita ini tidak
tercampur dengan kata-kata asing.

DAFTAR PUSTAKA

https://nurulhidayatullahb.wordpress.com/2013/12/15/makalah-tentang-ejaan-yang-
disempurnakan/

https://anasunni.wordpress.com/2013/01/10/makalah-bahasa-indonesia pembentukan-kata/

http://pemakaian_huruf_bahasa_indonesia/jasa_artikel.com.htm

MAKALAH
Kamis, 24 Mei 2012
MAKALAH EYD

MAKALAH
BAHASA INDONESIA

Disusun Oleh

Nama : AGUSTIAR RIVALDI


NPP : 22.0955
Kelas : D-3

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI


JATINANGOR
2012
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah tidak lupa kami panjatkan trhadap kehadirat Allah SWT, sehingga kami
dapat menyelesaikan penulisan tugas makalah Bahasa Indonesia ini. Makalah ini adalah
mengenai EYD khususnya dalam penggunaan tanda baca, yang di masa kini kurang begitu
diperhatikan dan jarang dipergunakan dalam suatu kepentingan yang non formal.
Semoga dengan makalah yang kami buat ini dapat menambah pengetahuan dan
pemahaman kita tentang seberapa pentingnya penggunaan tanda baca yang benar sesuai dengan
EYD. Penulis sadar dalam penulisan makalah ini banyak terdapat beberapa kekurangan. Akan
tetapi kami yakin makalah ini dapat bermanfaat buat kita semua.

Jatinangor, Januari 2012

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Masalah .......................................................................................... 1
1.3 Ruang Lingkup Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) .................... 2
1.4 Tujuan ............................................................................................ 2
1.5 Manfaat ......................................................................................... 2
BAB IIPEMBAHASAN ............................................................................... 3
2.1 Pemakaian Tanda Baca .................................................................. 3
2.2 Macam-macam tanda baca ........................................................... 3
2.3 Fungsi tanda baca .......................................................................... 4
2.3.1 Tanda Titik (.) ........................................................................ 4
2.3.2 Tanda Koma (,) ...................................................................... 6
2.3.3 Tanda Titik Koma (;) .............................................................. 8
2.3.4. Tanda Titik Dua (:) ................................................................ 8
2.3.5. Tanda Hubung (-) .................................................................. 9
2.3.6 Tanda Tanya ........................................................................... 10
2.3.7 Tanda Seru (!) ........................................................................ 10
2.3.8 Tanda Kurung ((...)) ............................................................... 10
2.3.9 Tanda Kurung Siku ([...]) ....................................................... 11
2.3.10 Tanda Petik (“...”) ................................................................ 12
2.3.11 Tanda Petik Tunggal (‘...’) ................................................... 12
2.3.12 Tanda Garis Miring (/) .......................................................... 13
2.3.13 Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘) .................................... 13
BAB III PENUTUP......................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan .................................................................................... 14
3.2 Penutup .......................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ejaan Adalah seperangkat aturan atau kaidah pelambang bunyi bahasa, pemisahan,
penggabungan, dan penulisanya dalam suatu bahas. Batasan tersebut menunjukan pengertian
kata ejaan berbeda dengan kata mengeja. Mengeja adalah kegiatan melafalakan huruf, suku
kata, atau kata, sedangakan ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luas dari sekedar
masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa dengan
menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya.
Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan
dan keseragaman hidup, terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan dalam bentuk akan
berimplikasi pada ketepatan dan kejelasan makna. Ibarat sedang menyetir kendaraan, ejaan
adalah rambu lalu lintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para pengemudi
mematuhi rambu itu, terciptalah lalu lintas yang tertib, teratur, dan tidak semrawut. Seperti
itulah kira – kira bentuk hubungan antara pemakai dengan ejaan.
Ejaan yang berlaku sekarang dinamakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). EYD
yang resmi mulai diberlakukan pada tanggal 16 Agustus 1972 ini memang upaya
penyempurnaan ejaan yang sudah dipakai selam dua puluh lima tahun sebelumnya yang
dikenal dengan nama Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (Menteri PP dan K Republik
Indonesia pada tahun itu diresmikan pada tahun 1947). Sebelum Ejaan Soewandi telah ada
ejaan yang merupakan ejaan pertama Bahasa Indonesia yaitu Ejaan Van Ophuysen (nama
seorang guru besar Belanda yang juga pemerhati bahasa) yang diberlakukan pada tahun 1901
oleh pemerintah Belanda yang menjajah Indonesia pada masa itu. Ejaan Van Ophuysen tidak
berlaku lagi pada tahun 1947.

1.2 Masalah
Pada masalah ini, kami akan menjelaskan bagaimana cara penggunaan tanda baca
yang baik dan benar. Di sini kami menuliskan macam macam tanda baca beserta aturan letak
penggunaan dan fungsi dari macam-macam tanda baca tersebut, sehingga kita bisa
memahami bagaimana cara penggunaan tanda baca yang baik dan benar, karena dalam aturan
penggunaan tanda baca, banyak sekali masalah masalah penulisan tanda baca yang kurang
tepat sehingga terkadang sulit untuk memahami isi tentang tulisan yang ditulis dalam sebuah
karya tulis.
1.3 Ruang Lingkup Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Ruang lingkup EYD mencangkup lima aspek, yaitu:
1. Pemakaian Huruf
2. Penulisan Huruf
3. Penulisan Kata
4. Penulisan unsure serapan
5. Pemakaian Tanda Baca

1.4 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin kami capai dari penulisan karya tulis ini adalah:
1. Dapat memahami fungsi dari macam-macam tanda baca yang ada
2. Dapat memahami tata cara dan letak dalam penggunaan tanda baca
3. Dapat membuat sebuah karya tulis dengan tanda baca yang baik dan benar
4. Dapat memahami dan mengembangkan tulisan dengan tanda baca yang baik dan benar

1.5 Manfaat
Dengan diselesaikanya makalah ini, kami dapat memberikan manfaat antara lain
1. Dapat menulis karya ilmiah dengan Ejaan tanda baca yang benar
2. Dapat menggunakan tanda baca yang sesuai dengan konteks kalimat yang ada
3. Dapat memahami penggunaan tanda baca untuk menulis sebuah karya ilmiah yang baik dan
benar
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemakaian Tanda Baca


Dalam hal pembuatan karangan ilmiah, kesalahan huruf dan tanda baca sering
muncul. Dan di dalam penulisan tanda baca sering sekali kita lalai dan melakukan kesalahan
dalam penulisanya. Sehingga menjadikan karangan atau karya ilmiah kita menjadi sebuah
karya yang kurang baik karena ada kesalahan dalam penulisanya. Dari berbagai kesalahan itu,
sebenarnya para penulis karya ilmiah mampu untuk membuat tulaisanya, akan tetapi mereka
sering lalai dan ceroboh dalam penggunaan tanda baca. Karena apa, tanda baca selalu di
anggap sepele dalam penggunaanya sehingga kadang menjadikan kalimat itu menjadi rancu
dan berbeda arti. Suatu contoh kita ambil kalimat “kucing makan tikus mati”. Dalam konteks
kalimat ini jika tidak kita beri pemisah tanda baca maka akan menjadikanya sulit untuk
dipahamai. Dari kalimat “kucing makan tikus mati” siapakah yang mati dalam konteks
kalimat ini?, akan tetapi apabila kita ganti konteks kalimat ini dengan pemberian tanda baca
seperti ini ”kucing makan, tikus mati”, siapakah yang mati dalam konteks kalimat ini?,
kemudian apabila kita gunakan konteks kalimat ini ”kucing makan tikus, mati”, siapakah
yang mati dalam konteks kalimat ini?. Kucing makan tikus mati adalah salah satu contoh
kalimat yang banyak persepsi apabila kita salah menggunakan tanda bacanya. Oleh karena
itu, pemakaian tanda baca dalam penyusunan kalimat sangat perlu untuk diperhatikan.

2.2 Macam-macam tanda baca


Tanda tanda baca yang dipakai dalam penuisan yaitu:
1) Tanda titik(.)
2) Tanda koma(,)
3) Tanda titik koma(;)
4) Tanda titik dua (:)
5) Tanda hubung(-)
6) Tanda pisah (_)
7) Tanda elipis(…)
8) Tanda Tanya(?)
9) Tanda seru(!)
10) Tanda kurung((…))
11) Tanda kurung siku([…])
12) Tanda petik ganda(“…”)
13) Tanda petik tunggal(‘…’)
14) Tanda garis miring(/)
15) Tanda penyingkat(‘)

2.3 Fungsi tanda baca


Dari macam-macam tanda baca yang telah disebutkan tadi, masing masing tanda baca
memiliki fungsi dan kegunaanya masing-masing.

2.3.1 Tanda Titik (.)

1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
- Ayahku tinggal di Solo.
- Biarlah mereka duduk di sana.
- Dia menanyakan siapa yang akan datang.

2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
a. III. Departemen Dalam Negeri
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika
angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan waktu.
Misalnya:
pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan jangka
waktu.
Misalnya:
1.35.20 jam ( 1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)
5. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda
tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltervreden: Balai Poestaka.
6. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
7. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak
menunjukan jumlah.
Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
8. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala
ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara kunjungan Adam Malik
9. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan
alamat penerima surat.
Misalnya:
Jalan Diponegoro 82 (tanpa titik)

2.3.2 Tanda Koma (,)


1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko.
2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat serata
berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu
mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
4. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
Dia tahu bahwa soal itu penting.
5. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat
pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula,meskipun begitu,
akan tetapi.
Misalnya:
... Oleh karena itu, kita harus hati-hati.
6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan
dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
7. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dari kalimat.
Misalnya:
Kata Ibu, “ Saya gembira sekali.”
8. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan
tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
(i) Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Pakuan, Bogor.
(ii) Sdr. Anwar, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
9. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar
pustaka.
Misalnya:
Alisjahbana, Sultan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2.
Djakarta: PT Pustaka Rakjat.
10. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
11. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Misalnya:
Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, berkunjung ke Manado.
Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti latihan paduan suara.
12. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluh atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan
dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
13. Tanda koma dapat dipakai––untuk menghindari salah baca––di belakang keterangan yang
terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-
sungguh.
14. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang
mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau
tanda seru.
Misalnya:
“ Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim.

2.3.3 Tanda Titik Koma (;)


1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan
setara.
Misalnya:
Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.
2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan
kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk memasak di dapur; Adik menghapal
nama-nama pahlawan nasional.

2.3.4. Tanda Titik Dua (:)


1. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
Ketua : Moch. Achyar
Sekretaris : Tati Suryati

2. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara surah dan
ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota
dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
(v) Tempo, I (34), 1971:7
(vi) Surah Yasin:9
3. Titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam
percakapan.
Misalnya:
Ayah : “Karyo, sini kamu!”
4. Titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau
pemerian.
Misalnya:
Pak Adi mempunyai tiga orang anak: Ardi, Aldi, dan Asdi.

2.3.5. Tanda Hubung (-)


1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar atau kata berimbuhan yang terpisah oleh
pergantian baris.
Misalnya:
Walaupun demikian, masih banyak yang ti-dak mematuhi peraturan tersebut.
2. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
Anak-anak, kupu-kupu, berulang-ulang, kemerah-merahan, mondar-mandir, sayur-mayur
3. Tanda hubung menyambung huruf dari kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
4. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan kata dengan kata berikutnya atau sebelumnya
yang dimulai dengan huruf kapital, kata/huruf dengan angka, angka dengan kata/huruf.
Misalnya:
se-Indonesia, se-Jabodetabek, mem-PHK-kan, sinar-X, peringkat ke-2, S-1, tahun 50-an
5. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa
asing.
Misalnya:
di-smash, pen-tackle-an

2.3.6 Tanda Tanya


1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan ia berangkat?
2. Tanda tanya dipakai di dalam kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan
kebenarannya.
Misalnya:
Ia dilahirkan pada tahun 1983 (?).
2.3.7 Tanda Seru (!)
1. Tanda seru dipakai pada akhir kalimat printah.
Misalnya:
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
2. Tanda seru dipakai pada akhir ungkapan atau pernyataan yang menggambarkan
kesungguhan, ketidakpercayaan, ketakjuban, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!

2.3.8 Tanda Kurung ((...))


1. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Komisi A telah selesai menyusun GBPK (Garis-Garis Besar Program Kerja) dalam sidang
pleno tersebut.
2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok
pembicaraan.
Misalnya:
Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan perkembangan per-ekonomian Indonesia lima
tahun terakhir.
3. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
4. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Misalnya:
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).

2.3.9 Tanda Kurung Siku ([...])


1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai korekssi atau tambahan
pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa
kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
Misalnya:
Sang Puteri men[d]engar bunyi gemerisik.
2. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Misalnya:
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35––
38]) perlu dibentangkan di sini.

2.3.10 Tanda Petik (“...”)


1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau
bahan tertulis lainnya.
Misalnya:
“Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”
2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
Sajak “Berdiri Aku” terdaapat pada halaman 5 buku itu.
Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di SMA”
diterbitkan dalam harian Tempo.
3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti
khusus.
Misalnya:
Saat ini ia sedang tidak mempunyai pacar yang di kalangan remaja dikenal dengan “jomblo”.
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “si Hitam”.

2.3.11 Tanda Petik Tunggal (‘...’)


1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:
Tanya Basri, Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
“Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang’, dan rasa letihku
lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan.
2. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
Misalnya:
Feed-back berarti ‘balikan’.

2.3.12 Tanda Garis Miring (/)


1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan
masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:
No. 12/PK/2005
Jalan Kramat III/10
2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
Misalnya:
Laki-laki/Perempuan
120 km/jam

2.3.13 Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘)


Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya:
Gunung pun ‘kan kudaki. (‘kan = akan)
17 Agustus ’45 (’45 = 1945)
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
a) Penggunaan tanda baca perlu diperhatikan dalam penulisan karya tulis atau karya ilmiah.
b) Masing masing tanda baca memiliki aturan dan tata letak penggunaanya, sehingga kita harus
cermat dalam menggunakan tanda baca dan menempatkan tanda baca pada aturan yang telah
di tetapkan
c) Penggunaan ejaan yang disempurnakan (E Y D) sangat dibutuhkan dalam penulisan karya
tulis ilmiah agar sebuah karya tulis ilmiah tersebut dapat tersusun dengan baik dan mudah
dipahami.
d) Dari berbagai macam kesimpulan, maka penggunaan tanda baca perlu untuk dipahami dan
dipelajari lebih detail agar penggunaan tanda baca pada karya ilmiah yang kita buat menjadi
benar dan mudah dipahami oleh orang-orang yang akan membaca karya tulis kita.

3.2 Saran
Dari tugas makalah tersebut, banyak hal yang dapat kita pelajari. Seperti halnya yang
sudah kami harapkan dan sampaikan pada kata pengantar tugas makalah ini, yaitu semoga
dengan terselesaikannya makalah ini dapat menambah wawasan kita dan pemahaman kita
mengenai pengguanaan tanda baca yang baik dan benar yang tentu saja sesuai dengan EYD.
DAFTAR PUSTAKA

Sugihastuti, dkk. 2006. Editor Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


Finoza, Lamudin. 1993.Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia,.
Alwi, Hasan. Dkk. 2003, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi-2. Jakarta: Balai Pustaka.

You might also like