You are on page 1of 115

PENGARUH PENYULUHAN TB PARU TERHADAP

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU KEPATUHAN


MINUM OBAT OAT PADA PENDERITA TB PARU DI
PUSKESMAS CAMPUREJO KOTA KEDIRI

SKRIPSI

OLEH :

SILVI SEPTIYANI

NIM: 10214036

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
2018
PENGARUH PENYULUHAN TB PARU TERHADAP
PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU KEPATUHAN
MINUM OBAT OAT PADA PENDERITA TB PARU DI
PUSKESMAS CAMPUREJO KOTA KEDIRI

SKRIPSI

HALAMAN JUDUL
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH:
SILVI SEPTIYANI
NIM: 10214025

PRODI SI-KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
2018

iv
HALAMAN PERSETUJUAN

PENGARUH PENYULUHAN TB PARU TERHADAP


PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU KEPATUHAN
MINUM OBAT OAT PADA PENDERITA TB PARU DI
PUSKESMAS CAMPUREJO KOTA KEDIRI

SKRIPSI

OLEH:

SILVI SEPTIYANI
NIM: 10214025

Proposal ini telah disetujui Tanggal 2 Maret 2018

Pembimbing I Pembimbing II

Christina Dewi, S.Kep, Ns., M.Kep. Sri Wahyuni, S.Kep, Ns., M.Kep.

Mengetahui :

Prodi S1-Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan

Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Ely Isnaeni, S.Kep,Ns., M.Kes


Kaprodi

ii
HALAMAN PENGESAHAN

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya pajatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan judul dengan judul “Pengaruh
Penyuluhan Tentang Penyakit TB Paru Terhadap Perilaku Pencegahan Penularan
Dan Kepatuhan Minum Obat ( OAT ) Di Puskemas Campurejo Kota Kediri”

Pengaruh Penyuluhan Tentang Penyakit TB Paru terhadap pengetahuan, sikap,


dan perilaku kepatuhan minum obat OAT Di Puskemas Campurejo Kota Kediri”
dapat terselesaikan.

Bersamaan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dra. Ec. Lianawati, MBA, selaku Ketua Yayasan Pendidikan Bhakti Wiyata
Kediri.

2. Prof. Dr. Muhamad Zainuddin, Apt , selaku Rektor Institut Ilmu Kesehatan
Bhakti Wiyata Kediri yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
menyelesaikan pendidikan

3. dr. Hartati Tuna., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Institut
Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri yang telah memberikan kesempatan
kepada saya untuk menyelesaikan pendidikan.

4. Ely Isnaeni, S.Kep., M.Kes., selaku Ketua Program Studi SI Keperawatan


Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri yang telah memberikan
kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan pendidikan.

5. Christina Dewi, S.Kep, Ns, M.Kep., selaku Pembimbing I yang telah


memberikan bimbingan dan arahan, sehingga saya dapat menyelesaikan
skripsi ini.

6. Sri Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep., selaku Pembimbing II yang telah


memberikan bimbingan dan arahan, sehingga saya dapat menyelesaikan
skripsiini.

7. Sheylla Septina M S.Kep, Ns M.Kep dan Eko Dian Hadi S.Kep, Ns


M.Kep, selaku penguji proposal yang memberikan masukan-masukan
yang berharga pada saya agar skripsi ini tersusun dengan baik.

8. Kepala Puskesmas Campurejo Kota Kediri telah memberikan ijin kepada


peneliti untuk melakukan penelitian.

iv
9. Kepada kedua orang tua ayahanda Munip dan ibunda Suwindah yang
selalu menemani dan memberikan dorongan baik secara materi, semangat
dan motivasi agar saya dapat menyelesaikan proposal ini dengan baik.

10. Kepada Abdur Rozaq yang senantiasa ada untuk memberikan dukungan,
mengusahakan segala macam bantuan terkait penyelesaian skripsi ini.
Terima kasih atas semua yang telah dilakukan, terima kasih telah
senantiasa menguatkan dikala penulis terpuruk dan sempat merasa tidak
mampu melakukan apa-apa

11. Kepada teman saya Dina faris, isnaini siti fajria. Ranny dwi, Restinia
Shoma, Dwinanda terimakasih telah membantu proses penyusunan skripsi

12. Seluruh angkatan 2014 yang telah berjuang bersama dalammenyelesaikan


perkuliahan dan penyusunan skripsi di IIK Bhakti Wiyata Kediri.

Kediri, Maret2018

Penulis

v
ABSTRAK

PENGARUH PENYULUHAN TB PARU TERHADAP


PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU KEPATUHAN
MINUM OBAT OAT PADA PENDERITA TB PARU DI
PUSKESMAS CAMPUREJO KOTA KEDIRI

Silvi Septiyani, Christina Dewi1, Sri Wahyuni2

Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit infeksi dan menular yang dapat


menyerang siapa saja dan menjadi masalah kesehatan di masyarakat. Penyakit TB
paru di mulai dari suatu penyakit infeksi yang disebabkan virus Mycobacterium
tuberculosis. Penularan penyakit TB paru dipengaruhi oleh perilaku penderita
terhadap keluarga serta masyarakat dalam mencegah penularan penyakit TB paru.
Perilaku dalam mencegah penularan penyakit TB paru antara lain, menutup mulut
pada waktu batuk dan bersin, tidak meludah sembarang tempat Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan TB paru terhadap pengetahuan,
sikap dan perilaku kepatuhan minum OAT di Puskesmas Campurejo Kota Kediri.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini pra-eksperimental dalam satu
kelompok (one pretest posttest design). Populasi dalam penelitian ini adalah
semua pasien TB paru di Puskesmas Campurejo kota Kediri dengan jumlah 32
pasien. Teknik dalam pengambilan data sempel ini adalah purposive sampling
dengan sempel berjumlah 32 responden. Hasil penelitian menggunakan Uji
wilcoxson menunjukan terdapat peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku
kepatuhan minum obat OAT di dapatkan nilai p value 0,000<α=0,05 pada
pengetahuan, sikap dan perilaku kepatuhan minum obat OAT . Kesimpulan dari
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penyuluhan TB Paru
terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku kepatuhan minum OAT.

Kata kunci : TB Paru, Penyuluhan, Pengetahuan, Sikap, Perilaku


kepatuhan minum obat OAT

vi
ABSTRACT

PENGARUH PENYULUHAN TB PARU TERHADAP


PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU KEPATUHAN
MINUM OBAT OAT PADA PENDERITA TB PARU DI
PUSKESMAS CAMPUREJO KOTA KEDIRI

Silvi Septiyani, Christina Dewi1, Sri Wahyuni2

Tuberculosis (TBC) is infectious diseases and contagious which can attack


everyone and it can be a health problem in society. Pulmonary tuberculosis is
started from infectious disease which is caused by virus Mycobacterium
tuberculosis. Pulmonary tuberculosis disease transmission is affected by the
behavior of disease sufferer to the family up to people in preventing pulmonary
tuberculosis disease transmission. In preventing the pulmonary tuberculosis
disease transmission can be done by doing something, such as; closing mouth
when coughing and sneezing, and not to spit everywhere. This research is aimed
to know the influence of counseling pulmonary tuberculosis to patients’
awareness, the attitude, and behavior of being obedient in consuming OAT in
Public Health Centre at Campurejo of Kediri. The method which is used in this
research is using one pretest posttest design. The population in this research is all
of the pulmonary tuberculosis patients in Public Health Centre at Campurejo of
Kediri with 32 samples of patients. Afterwards, the data are collected in this
sample is purposive sampling with 32 respondents. The result of this research uses
Wilcoxson test, which shows that it is found some increasing of some aspects,
such as; become aware, behavior becomes obedient in consuming OAT medicine,
and it is done on p value 0,000<α=0,05. It can be concluded that counseling
pulmonary tuberculosis disease affects to the awareness, attitude and behavior of
being obedient of consuming OAT.

Keywords: Pulmonary Tuberculosis, Counseling, Awareness, Attitude,


Behavior in consuming OAT medicine.

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................................................I
HALAMAN PERSETUJUAN........................................................................................................II
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................................III
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................IV
ABSTRAK......................................................................................................................................VI
ABSTRAC.....................................................................................................................................VII
DAFTAR ISI................................................................................................................................VIII
DAFTAR TABEL...........................................................................................................................IX
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................................X
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................................................XI
BAB I.................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..................................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................................5
C. TUJUAN PENELITIAN............................................................................................................5
D. MANFAAT PENELITIAN.........................................................................................................6
BAB II................................................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................................7
A. KONSEP TB PARU.................................................................................................................7
B. KONSEP PERILAKU.............................................................................................................23
C. KONSEP KEPATUHAN..........................................................................................................38
D. KONSEP PENYULUHAN.......................................................................................................46
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL.......................................................................................51
A. KERANGKA KONSEP.........................................................................................................51
B. HIPOTESIS..........................................................................................................................53
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN.....................................................................................54
A. DESAIN PENELITIAN..........................................................................................................54
B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN....................................................................................55
C. POPULASI, SAMPEL, AN TEKNIK SAMPLING.....................................................................55
D. TEKNIK SAMPLING............................................................................................................57
E. VARIABEL PENELITIAN......................................................................................................57
F. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN..............................................................59
G. INSTRUMEN PENELITIAN...................................................................................................62

viii
H. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA........................................................................................63
I. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA..........................................................................66
J. KERANGKA KERJA.............................................................................................................71
BAB V..............................................................................................................................................72
BAB VI............................................................................................................................................80
A KESIMPULAN...........................................................................................................................85
B. SARAN........................................................................................................................................86
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................87

ix
DAFTAR TABEL

Tabel IV.1 Desain penelitian one Group Pretest-posstest Design


Tabel IV.2 Definisi operasional Kediri
Tabel V.1 Distribusi frenkuensi karakteristik berdasarkan jenis kelamin 74
Tabel V.2 Distribusi frenkuensi karakteristik berdasarkan Usia 74
Tabel V.3 Distribusi frenkuensi karakteristik berdasarkan Pendidikan 75
Tabel V.4 Distribusi frenkuensi karakteristik berdasarkan Pekerjaan 75
Tabel V.5 Distribusi frenkuensi karakteristik berdasarkan Informasi TB 76
Tabel V.6 Berdasarkan crostab Pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan 77
Tabel V.7 Berdasarkan crostab Sikap sebelum dan sesudah penyuluhan 78
Tabel V.8 Berdasarkan crostab perilaku kepatuhan minum obat OAT 79

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar III.1 Kerangka Konseptual 54

Gambar IV.1 Kerangka kerja 71

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat izin penelitian dari Dinkes 89


Lampiran 2 Surat izin peneltian Puskesmas Campurejo 90
Lampiran 3 Persetujuan menjadi Responden 91
Lampiran 4 kuesioner pengetahuan dan sikap 92
Lampiran 5 lembar observasi kepatuhan minum obat OAT 95
Lampiran 6 SAP TB paru 97

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit infeksi daan menular yang

dapat menyerang siapa saja dan menjadi masalah kesehatan di masyarakat.

Penyakit TB paru di mulai dari suatu penyakit infeksi yang disebabkan virus

Mycobacterium tuberculosis (WHO, 2015). Penularan penyakit TB paru

dipengaruhi oleh perilaku penderita terhadap keluarga serta masyarakat dalam

mencegah penularan penyakit TB paru. Perilaku dalam mencegah penularan

penyakit TB paru antara lain, menutup mulut pada waktu batuk dan bersin,

tidak meludah sembarang tempat (Kemenkes, 2011). Penyakit TB Paru

menyebabkan jutaan orang sakit setiap tahun nya sekitar 1,5 juta meninggal

karena penyakit TB paru pada tahun 2014. Penyakit TB paru juga menempati

urutan bersama HIV sebagai pembunuh terbanyak di seluruh dunia (WHO,

2015)
Pada tahun 2015 diperkirakan terdapat 10,4 juta kasus baru tuberkolosis

atau 142/100.000 populasi, dengan 480.000 kasus multidrug-resistant.

Indonesia merupakan negara dengan jumlah kasus baru terbanyak kedua di

dunia setelah india (WHO, Global Tuberkolosis Report, 2016). Menurut

Global Tuberculosis Report WHO (2016), diperkirakan insiden penyakit TB

Paru di indonesia pada tahun 2015 sebesar 395 kasus/100.000 penduduk dan

angka kematian sebesar 40/100.000 penduduk dan 10/100.000 penduduk

pada penderita HIV dengan tuberculosis (Kemenkes, 2014). Jumlah kasus

1
2

tertinggi yang dilaporkan terdapat di pronvisi dengan jumlah penduduk yang

besar yaitu jawa barat, jawa timur, dan jawa tengah. Kasus tuberkolosis di tiga

pronvisi tersebut sebesar 44% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia

(Kemenkes, 2014). Menurut Riskesdas pravelensi di jawa timur sebesar 0,2%

(Riskesdas, 2013).
Dari data Dinkes Kota Kediri pada tanggal 3 februari 2018 diperoleh

data TB paru sebanyak 35 penderita TB paru yang berobat di Puskesmas

Campurejo Kota Kediri. Berdasarkan observasi peneliti penderita TB paru di

Puskesmas Campurejo Kota Kediri adalah penderita tidak menutup mulut

saat batuk dan bersin, ada bebarapa penderita tidak memakai masker. Hasil

wawancara petugas Puskesmas kepatuhan minum obat pada penderita TB

paru di Puskesmas Campurejo Kota Kediri beberapa penderita tidak patuh

dalam pengobatan penderita terkadang lupa mengambil obat tidak sesuai

dengan jadwal pengambilan obat.


TB paru merupakan salah satu penyakit yang membahayakan di

Indonesia. Penyakit TB paru sangat mudah menyebar, satu orang penderita

TB paru dapat menularkan kuman tersebut kepada 15 orang lainnya, 10%

darinya akan berkembang dan menderita penyakit TB Paru. Daya penularan

seorang penderita TB Paru ditentukan oleh banyaknya kuman TB paru yang

dikeluarkan dari parunya ketika batuk (Cahyono, 2010). Pencegahan penyakit

merupakan komponen dalam pelayanan kesehatan. Upaya pencegahan

penyakit TB Paru dilakukan untuk menurunkan angka kematian yang

disebabkan oleh penyakit TB Paru. Upaya pencegahan tersebut terdiri dari

mengkomsumsi nutrisi yang baik, perumahan yang tidak terlalu padat, sanitasi
3

yang adekuat, dan lingkungan disekitar rumah yang baik merupakan tindakan

yang efektif dalam pencegahan TB Paru (Francis, 2011). Penelitian yang

dilakukan oleh Wahyuni (2013) didapatkan hasil bahwa faktor yang

berpengaruh terhadap perilaku pencegahan penularan penyakit TB Paru di

masyarakat adalah pengetahuan, sikap, tingkat pendidikan, kepadatan hunian

rumah dan luas ventilasi rumah. Sedangkan faktor yang paling besar

pengaruhnya adalah tingkat pendidikan, pengetahuan dan kepadatan hunian

rumah.
TB Paru merupakan penyakit dengan resiko penularan yang tinggi.

Salah satu penentu keberhasilan penatalaksanaan terapi TB Paru adalah

kepatuhan pasien terhadap terapi. Ketidakpatuhan berobat akan menyebabkan

kegagalan dan kekambuhan, sehingga muncul resintensi dan penularan secara

terus menerus. Hal ini dapat meningkatkan resiko morbiditas, mortalitas dan

resitensi obat baik pada pasien dan masyarakat luas. Konsekuensi

ketidakpatuhan berobat jangka panjang adalah memburuknya kesehatan dan

meningkatnya biaya keperawatan (WHO, 2013). Kepatuhan minum obat

termasuk dalam perilaku kesehatan. Pengendalian penyakit TB Paru

memakai strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) yaitu

pengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas

Minum Obat (PMO). Dengan program ini berusaha mencapai target

penemuan perkiraan TB Paru BTA (Bakteri Tahan Asam) positif kasus baru

dengan tingkat kesembuhan Sebesar 85%. Dukungan keluarga sangat

berperan dalam rangka meninkatkan kepatuhan minum obat OAT. Keluarga


4

adalah unit terdekat dengan penderita dan merupakan motivator terbesar

dalam perilaku berobat pada penderita TB paru.Menurut Bagiada dkk ada

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingakat kepatuhan seorang untuk

minum obat, yaitu antara lain usia, pekerjaan, waktu luang, pengawasan

minum obat (PMO), jenis obat, dosis obat, dan penyuluhan dari petugas

kesehatan. Pengetahuan dan sikap menjadi faktor kepatuhan dengan seorang

minum obat ( Bagiada, 2010).


Menurut penelitian Erawaty (2009) faktor yang menyebabkan penderita

ketidakpatuhan dalam menjalani pengobatan karena penderita merasa bosan,

merasa kondisinya sudah lebih baik sebelum enam bulan, dan kurangnya

pemberian edukasi kesehatan dari petugas kesehatan. Untuk mengatasi

masalah putus obat Edukasi kesehatan merupakan salah satu cara yang baik

dalam penanganan masalah putus obat selain motivasi pengetahuan pasien

(Goujali, 2011). Penyuluhan kesehatan merupakan salah satu cara untuk

menambah pengetahuan dan kemampuan individu atau kelompok melalui

pembelajaran (Kemenkes, 2011). Tujuanya untuk meningkatkan pengetahuan

penderita TB paru dan keberhasilan pengobatan dapat menjadi strategi yang

penting untuk menumbuhkan kesadaran penderita TB paru.


Berdasarkan permasalahan diatas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang pengaruh penyuluhan tentang penyakit TB Paru terhadap

perilaku pencegahan penularan dan kepatuhan minum obat (OAT)

Diharapkan nantinya dapat meningkatkan upaya pasien dalam pencegahan

penularan penyakit TB Paru ke orang lain, berkurangnya resiko terjadinya TB

Paru dan dapat meningkatkan kesembuhan penyakit TB Paru.


5

B. Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh penyuluhan tentang penyakit TB paru terhadap

pengetauan, sikap dan perilaku kepatuhan minum obat oat pada penderita tb

paru di puskesmas campurejo kota kediri

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui pengaruh penyuluhan tentang penyakit TB paru terhadap

pengetauan, sikap dan perilaku kepatuhan minum obat oat pada penderita

tb paru di puskesmas campurejo kota kediri


2. Tujuan khusus
a. Mengindentifikasi pengetahuan penderita Tb paru sebelum dan

sesudah penyuluhan di Puskesmas Campurejo Kota Kediri


b. Mengindentifikasi sikap penderita Tb paru sebelum dan sesudah

penyuluhan di Puskesmas Campurejo Kota Kediri


c. Mengindentifikasi perilaku kepatuhan minum OAT sebelum dan

sesudah penyuluhan di Puskesmas Campurejo Kota Kediri


6

D. Manfaat penelitian
1 Teoritis
Sebagai wacana pengembangan ilmu pengetahuan bidang

keperawatan komunitas khususnya tentang perilaku pencegahan

penularan dan kepatuhan minum obat pada penderita TB paru


2 Praktis
Memberi masukan pada pelaksanaan program pemberantasan

penyakit TB Paru khususnya dalam meningkatkan mutu pelayanan

dan memberikan masukan tentang penyuluhan penyakit TB paru di

Puskesmas Campurejo Kota Kediri


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep TB paru

1. Definisi

TB Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis, yang paling umum mempengaruhi

paru-paru. Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang melalui cairan

dari tenggorokan dan paru-paru seseorang dengan penyakit

pernapasan aktif (WHO, 2012). Tuberkulosis paru adalah penyakit

radang parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium

tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan

kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya

merupakan tuberkulosis ekstrapulmonar (Djojodibroto, 2009).

2. Patofisiologi Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh sekelompok bakteri yang

disebut Mycobacterium. Mikobakteria yang menyebabkan TB paru

pada manusia adalah Mycobacterium tuberculosis,

Mycobacteriumbovis dan Mycobacterium africanum. TB paru dapat

menyerang bagian tubuh manapun. Jika menyerang sisi tubuh,

termasuk paru-paru, maka disebut TB milier(Ormerod dalam

Gough, 2011). Sedangkan TB paru yang menyerang selain paru

disebut TB paru extra-pulmonal. TB paru pulmonal ditemukan

iv
8

hampir 60% dari kasus penyakit (Departement of Health dalam

Gough, 2011) dan penularannya karena transmisi infeksi (Gordon

and Mwandumba dalam Gough, 2011). Mycobacterium tuberculosis

merupakan mikobakteria kecil tidak berspora, bentuk batang (agak

cembung) yang disebut basil, organisme gram positif asam, yang

memiliki dinding sel kaya lipid (Grange dalam Gough, 2011).

Merupakan organisme aerob, sehingga lebih suka menyerang paru-

paru (Pratt 2003 dalam Gough, 2011). Selain mikobakteria di atas,

ada mikobakteria yang tidak dapat menyebabkan TB paru .


Mikrobakteria ini terdapat di tanah, air, debu, dan binatang.

Namun dapat menyebabkan keparahan jika ada kerusakan paru

sebelumnya karena mengalami immunocompremise seperti HIV

(Banks and Campbell dalam Gough, 2011). Ketika basil masuk

kedalam alveoli akan ada reaksi inflamasi lokal dan fokus primer

infeksi. Perpaduan keduanya ini disebut Ghon, dimana selanjutnya

akan berkembang menjadi granuloma dan isi penuh dengan

mikrobakteria (Schwander and Ellner dalam Gough, 2011).

Peradangan ini jika terus-menerus terjadi maka akan terjadi

pneumonia akut yang selanjutnya akan berkembang menjadi infeksi

tuberkulosis yang ditandai gejala umum pada TB paru (Sylvia,

2005). Selama infeksi primer beberapa bakteri melewati nodus limfe

regional pada hilum, yang merupakan tempat pembuluh darah dan

syaraf menuju paru-paru. Dari sinilah yang nantinya akan menjadi


9

asal terjadinya TB paru sekunder atau TB paru ekstra paru-paru.

Secara kolektif, nodus limfe yang membesar dan Ghondisebut

kompleks primer (Pratt dalam Gough, 2011). Pembentukan

granuloma merupakan mekanisme pertahanan alami dari tubuh yang

bertujuan untuk mengisolasi infeksi. Sehingga lingkungan seperti ini

diharapkan akan menghambat replikasi basilus dan menghentikan

infeksi (Lucas dalam Gough, 2011). mekanisme pertahanan alami

dari tubuh yang bertujuan untuk mengisolasi infeksi. Sehingga

lingkungan seperti ini diharapkan akan menghambat replikasi

basilus dan menghentikan infeksi (Lucas dalam Gough, 2011).

Infeksi primer pada penderita dewasa imunokompeten yaitu

penderita dengan imunitas hostyang tinggi, mikobakteria terbunuh

atau tidak dapat bereplikasi (Gordon and Mwandumba dalam

Gough, 2011). Sehingga mayoritas orang yang terserang TB paru

tidak akan mengalami tanda dan gejala, 70% orang yang

keseluruhan. Sedangkan sisa bakteri yang masih ada disebut sebagai

infeksi TB laten dimana bakteri tidak terbunuh, tetapi mengalami

dormansi. Namun, 5-10% penderita dengan TB paru laten dapat

menjadi aktif kembali (Health Protection Agencydalam Gough,

2011). Individu dengan infeksi TB paru laten tidak terlihat sakit dan

terinfeksi. Namun jika bakteri mulai mengganda selama beberapa

bulan atau tahun kemudian, maka dapat menjadi aktif dan gejala
10

sakit serta infeksi mulai terlihat National Institute for Health and

Clinical Excellencedalam Gough, 2011).

3. Gejala Tuberkulosis

Menurut Ardiansyah (2012) TB Paru memberikan gejala berupa

batuk terus menerus dan berdahak selama 2 minggu atau lebih.

Gejala lain yang sering dijumpai adalah :


a. Dahak bercampur darah
b. Batuk darah
c. Sesak nafas dan nyeri dada
d. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa

kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa

kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.


Gejala tersebut di atas dijumpai pula pada penyakit paru

selain TB Paru.Oleh sebab itu setiap orang yang datang ke Unit

Pelayanan Kesehatan (UPK) dengan gejala tersebut harus

dianggap sebagai seorang ”suspek tuberkulosis” atau tersangka

penderita TB Paru, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak

secara mikroskopis langsung.

1) Tipe penderita

Kemenkes RI 2008, mengelompokkan tipe penderita

ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, ada

beberapa tipe penderita yaitu :


11

a) Baru
Penderita yang belum pernah diobati dengan Obat

Anti Tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari satu bulan

(4 minggu)
b) Kambuh
Penderita Tuberkulosis yang sebelumnya pernah

mendapat pengobatan Tuberkulosis dan telah

dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,

didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau

kultur)
c) Pengobatan setalah putus berobat
Penderita yang telah berobat dan putus berobat 2

bulan atau lebih dengan BTA positif.


d) Gagal
Penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap

positif atau kembali menjadi positif pada bulan

kelima atau lebih selama pengobatan


e) Pindahan
Penderita yang dipindahkan dari UPK yang

memiliki register TB lain untuk melanjutkan

pengobatannya.

f) Lain-lainuya
Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di

atas. Dalam kelompok ini termasuk kasus kronik,

yaitu penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA

positif setelah selesai pengobatan ulangan.


12

Catatan : TB Paru BTA negatif dan TB extra Paru dapat

juga mengalami kambuh,gagal,default maupun menjadi

kasus kronik meskipun sangat jarang kasus dibebankan

secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik dan

perkembangan medis spesialisasi

2) Penatalaksanaan penanggulangan tuberkolosis

Menurut Kemenkes RI 2008, penatalaksanaan

penanggulangan TB Paru dimulai dari Penemuan

Penderita Tuberkulosis Paru Penemuan penderita

Tuberkulosis Paru secara pasif, artinya penjaringan

pelayanan kesehatan terutama dengan keluhan dahak

bercampur darah, batuk darah, sesak nafas dan rasa

nyeri dada maka penderita tersebut sudah harusdicurigai

atau dianggap sebagai seorang ”suspek tuberculosis”

atau tersangka Tuberkulosis Paru dan perlu dilakukan

pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung

Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan

penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas maupun

masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan

tersangka penderita.

3) Pemeriksaan dahak Pemeriksaan Dahak dan Foto Rontgen

Dada
13

Tujuan pemeriksaan dahak secara mikroskopis untuk

menegakkan diagnosis TB Paru serta menentukan klasifikasi

atau tipe, menilai kemajuan pengobatan dan menentukan

tingkat penularan Pemeriksaan foto Rontgen dada pada

kondisi tertentu misalnya pada batuk kronis dengan hasil

pemeriksaan dahak sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) secara

berulang hasil BTA tetap negatif, atau batuk kronis yang

telah diberi antibiotic spectrum luas tanpa ada perubahan

Pada sebagian kecil penderita dengan hasil BTA positif juga

memerlukan pemeriksaan foto rontgen dada yaitu pada

penderita dengan komplikasi. Misalnya:sesak nafas berat,

sering hemoptoe dan pada hasil pemeriksaan dahak SPS

hanya satu specimen yang positif, hal ini perlu untuk

penanganan yang lebih serius.

4) Diagnosis tubercolosis paru

Menurut Kemenkes RI 2014, diagnosis TB Paru pada

orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA

pada pemeriksaan dahak secara mikroskopik. Hasil

pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari


14

tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif Bila hanya 1

spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih

lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS

diulang:

a) Kalau hasil rontgen mendukung Tuberkulosis, maka

penderita di diagnosis sebagai penderita Tuberkulosis

BTA positif.
b) Kalau hasil rontgen tidak mendukung Tuberkulosis

maka pemeriksaan dahak SPS diulangi.

Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan

pemeriksaan lain,misalnya biakan. Bila ketiga spesimen

dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotic spectrum luas

selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun

gejala klinistetap mencurigakan Tuberkulosis, ulangi

pemeriksaan dahak SPS.:

a) Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai

penderita Tuberkulosis BTA positif.


b) Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan

foto Rontgen dada, untuk mendukung diagnosis

Tuberkulosis.
Bila hasil rontgen positif mendukung Tuberkulosis,

diagnosis sebagai penderita Tuberkulosis BTA

negatif rontgen positif. Bila hasil rontgen dirujuk


15

ulang tidak ada mendukung Tuberkulosis, penderita

dapat dirujuk ulang untuk Fotorontgen dada

1. Penemuan penderita tuberkolosis paru

Penemuan penderita Tuberkulosis dilakukan secara pasif, artinya

penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang

dating berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara

pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh

petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan

cakupan penemuan tersangka penderita. Cara ini biasa dikenal

dengan sebutan Passive Case Finding. Selain itu semua kontak

penderita Tuberkulosis Paru BTA positif dengan gejala sama harus

diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan

menemukan tersangka penderita sedini mungkin, mengingat

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan

kematian. Semua tersangka penderita harus diperiksa 3 spesimen

dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut, yaitu SPS (Kemenkes RI,

2008)

2. Klasifikasi tuberkolosis paru

Ardiansyah (2012) mengklasifikasikan tuberculosis dalam 2 bentuk

yaitu :

a. Tuberculosis primer

Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh

Mycobakterium tuberculosis yang pertama kali mengenal


16

penderita dan belum mempunyai reaksi spesifik sebelumya

terhadap bakteri TB.TB primer merupakan infeksi yang bersifat

stimatik.

b. Tuberculosis sekunder

Sebagian kecil dari bakteri TB masih hidup dalam keadaan

dorman dalam jaringan parut 90% diantaranya tidak mengalami

kekambuhan.Reaktifitas penyakit TB terjadi bila daya tahan

tubuh menurun, pecandu alkhohol, silicosis, dan pada penderita

diabtes mellitus serta AIDS.TB paru pasca primer dapat

disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogen terutama

pada masa tua dengan riwayat masa muda pernah mengalami

infeksi TB.

1. Cara penularan

Penyakit tuberkulosis yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet

nuklei saat seorang pasien TB Paru batuk dan percikan ludah yang

mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas.

Bila penderita batuk, bersin, atau berbicara saat berhadapan dengan

orang lain, basil tuberkulosis tersembur dan terhisap ke dalam paru

orang yang sehat. Masa inkubasinya selama 3-6 bulan. Setiap satu
17

BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga

kemungkinan setiap kontak untuk tertular TB Paru adalah 17%.

Hasil studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya

keluarga serumah) akan dua kali lebih berisiko dibandingkan kontak

biasa (tidak serumah) (Widoyono, 2008)

2. Gambaran klinik

a. Gejala umum
1) Panas badan
Merupakan gejala paling sering dijumpai dan paling

penting. Sering kali panas badan sedikit meningkat pada

siang maupun sore hari. Panas badan meningkat atau lebih

tinggi bila proses berkembang menjadi progresif sehingga

penderita merasakan badannya hangat atau muka terasa

panas.
2) Menggingil
Dapat terjadi bila panas badan naik cepat,tetapi tidak

diikuti pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau

terjadi sebagai suatu reaksi umum yang lebih hebat


3) Keringat malam
Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis

untuk penyakit TB Paru. Keringat malam umumnya baru

timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada orang-orang

dengan vasomotor labil, keringat mal am dapat timbul lebih

dini. Nausea, takikardi labil dan sakit kepala timbul bila ada

panas.
4) Gangguan mentruasi
18

Gangguan menstruasi sering terjadi bila proses TB Paru

sudah menjadi lanjut


5) Anoreksia
Anoreksia dan penurunan berat badan merupakan

manifestasi toksemia yang timbul belakangan dan lebih

sering dikeluhkan bila proses progresif


6) Lemah badan
Gejala ini dapat disebabkan oleh kerja berlebihan, kurang

tidur dan keadaan sehari hari yang kurang menyenangkan,

karena itu harus dianalisa dengan baik dan temperamen

(misalnya penderita yang mudah tersinggung), perhatian

penderita berkurang atau menurun pada pekerjaan, anak

yang tidak suka bermain, atau penderita yang kelihatan

neurotic
b. Gejala klinik
Gejala klinik sangat bervariasi dari suatu penyakit yang

tidak menunjukkan gejala dengan sesuatu bentuk penyakit

dengan gejala sangat mencolok. TB Paru menahun sering

ditemukan secara kebetulan, misalnya pemeriksaan rutin. Gejala

yang dijumpai dapat akut, sub akut, tetapi lebih sering menahun.

1. Komplikasi

Ardiansyah (2012) membagi komplikasi penyakit TB Paru itu

dalam 2 kategori yaitu:


a. Komplikasi dini

1) Pleuritis

2) Efusi Pleura
19

3) Empiema

4) Laringitis

5) TB usus

b. Komplikasi lanjut

1) Obstruksi Jalan Napas

2) Kor Pulmonale

3) Amiloidosis

4) Karsinoma Paru

5) Sindrom Gagal Napas

2. Pengobatan tuberkolosis paru

a. Tujuan pengobatan tuberkolosis paru adalah Pengobatan TB

Paru bertujuan untuk menyembuhkan penderita, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan

dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat

AntiTuberkulosis (OAT)
b. Prinsip pengobatan
Pengobatan Tuberkulosis Paru dilakukan dengan prinsip sebagai

berikut :
1) Obat Anti Tuberkulosis (OAT) harus diberikan dalam

bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup

dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan

gunakan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) tunggal

(monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap

(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan


20

2) Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat,

dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly

Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan

Obat (PMO)
3) Pengobatan TB Paru dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap

Intensif dan Lanjutan


a) Tahap awal (intensif)
i. Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat

setiap hari dan perlu diawasi secara langsung

untuk mencegah terjadinya resistensi obat.


ii. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan

secara tepat, biasanya penderita menular menjadi

tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.


iii. Sebagian besar penderita TB Paru Basil Tahan

Asam (BTA) Positif (Konvensi) dalam 2 bulan.


b) Tahap Lanjutan
i. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat

lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang

lebih lama.
ii. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman

persister sehingga mencegah terjadinya

kekambuhan.

3. Pencegahan

Naga (2012) berpendapat bahwa tindakan yang dapat dilakukan

untuk mencegah timbulnya penyakit TB PARU, yaitu:


21

a. Bagi penderita, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan

menutup mulut saat batuk, dan membuang dahak tidak di

sembarangan tempat.

b. Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan

meningkatkan ketahanan terhadap bayi, yaitu dengan

memberikan vaksinasi BCG.

c. Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan

memberikan penyuluhan tentang penyakit TB Paru, yang

meliputi gejala, bahaya, dan akibat yang ditimbulkannya

terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya.

d. Petugas kesehatan juga harus segera melakukan pengisolasian

dan pemeriksaan terhadap orang-orang yang terinfeksi, atau

dengan memberikan pengobatan khusus kepada penderita TB

Paru. Pengobatan dengan cara dirawat di rumah sakit hanya

dilakukan bagi penderita dengan kategori berat dan memerlukan

pengembangan program

e. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan

desinfeksi, seperti cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat,

perhatian khusus terhadap muntahan atau ludah anggota

keluarga yang terjangkit penyakit TB paru (piring, tempat tidur,

pakaian), dan menyediakan ventilasi dan sinar matahari yang

cukup. pengobatannya, sehingga tidak dikehendaki pengobatan

jalan
22

f. Melakukan imunisasi bagi orang-orang yang melakukan kontak

langsung dengan penderita, seperti keluarga, perawat, dokter,

petugas kesehatan, dan orang lain yang terindikasi, dengan

vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular

g. Melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang kontak

dengan penderita TB paru. Perlu dilakukan Tes Tuberkulin bagi

seluruh anggota

h. keluarga. Apabila cara ini menunjukan hasil negatif, perlu

diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, dan perlu

pemeriksaan intensif.

i. Dilakukan pengobatan khusus. Penderita dengan TB paru aktif

perlu pengobatan yang tepat, yaitu obat-obat kombinasi yang

telah ditetapkan oleh dokter untuk diminum dengan tekun dan

teratur, selama 6 sampai 12 bulan. Perlu diwaspadai adanya

kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan lebih lanjut oleh

dokter.

B. Konsep perilaku

1. Definisi perilaku

Menurut Skinner seorang ahli psikologi yang dikutip Notoatmodjo

(2012) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi

seseorang terhadap stimulus (rangsang dari luar). Dalam teori ini,


23

terjadinya perilaku didasari oleh adanya stimulus terhadap

organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons.Oleh sebab

itu, teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-

Respons. Skinner membedakan respon menjadi dua, yaitu:


a. Respondent respon atau flexive,
yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-

rangsangan (stimulus tertentu). Stimulus semacam ini

disebut eleciting stimulation karena menimbulkan respon-

respon yang relative tetap.


b. Operant respons
Operant respons atau instrumental respons, yakni respon

yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus

atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing

stimulation atau reinforce karena memperkuat respon.

Menurut Notoatmodjo (2012), dilihat dari bentuk respon

terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu:
1) perilaku tertutup (covert behavior)
Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih

terbatas pada perhatian, persepsi,

pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada

orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum

dapat diamati secara jelas oleh orang lain.


2) Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas

dalam bentuk tindakan atau praktik (practice) yang

mudah diamati atau dilihat orang lain.


24

1. Klasifikasi Perilaku
Dalam perkembangannya, teori ini dimodifikasi untuk pengukuran

hasil pendidikan kesehatan yakni pengetahuan, sikap dan tindakan

(Notoatmodjo, 2012).
a. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012), Pengetahuan

adalah merupakan hasil tahu yang terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu

melalui indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa

dan raba. Pengetahuan diakategorikan menjadi enam

tingkat, yaitu:
1) Tahu
Pengetahuan sebagai pengingat sesuatu yang telah

dipelajari sebelumnya termasuk pengetahuan ini

adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang

telah diterima.

2) Memahami
Pengetahuan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang

diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut dengan benar.


3) Aplikasi
Pengetahuan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada


25

situasi yang real (sebenarnya). Aplikasi ini diartikan

sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,

rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam

konteks dan situasi yang lain.


4) Analisis
Pengetahuan sebagai kemampuan untuk menjabarkan

materi atau komponen-komponen, tetapi masih

didalam suatu struktur organisasi dan masih ada

kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini

dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.


5) Sintesis
Sintesis berkaitan dengan kemampuan untuk

menyusun formulasi-formulasi yang ada misalnya

dapat menyusun, merencanakan, meningkatkan, dan

sebagainya terhadap suatu teori atau rumus-rumus

yang ada.
6) Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi penilaian terhadap suatu materi

atau objek, penilaian-penilaian itu didasarkan pada

suatu kriteria yang ditentukan sendiri menggunakan

kriteria yang ada


26

Budiman (2013) menjelaskan mengenai faktor-faktor

yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan adalah

sebagai berikut:
a. Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang

semakin mudah menerima informasi sehingga banyak

pula pengetahuan yang dimiliki.


b. Informasi/media massa
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan

formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh

jangka pendek sehingga menghasikan perubahan atau

peningkatan pengetahuan. Adanya informasi baru

mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif

baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal

tersebut.
c. Sosial, budaya dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang penalaran sehingga

akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak

melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan

menentukan tersedianya suatu fasilitas yang

diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status

sosial ekonomi ini akan memengaruhi pengetahuan

seseorang. dilakukan seseorang tanpa melalui

d. Lingkungan
27

Lingkungan berpengaruh terhadap proses

masuknya pengetahuan ke dalam individu yang

berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi

karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak,

yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap

individu.

e. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah

suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan

dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang

diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi

masa lalu.

f. Usia

Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir

seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin

berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya

sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin

membaik.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menanyakan isi materi

yang ingin diukur dari subyek penelitian atau

responden.Kedalaman pengetahuan yang ingin


28

diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan

tingkatan-tingkatannya (Notoatmodjo, 2012).


29

b. Sikap
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu

stimulus atau obyek, sehingga manifestasinya tidak dapat

langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih

dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut. Sikap secara

realitas menunjukkan adanya kesesuaian respon terhadap

stimulus tertentu ( Sunaryo, 2004) Menurut Allport

sebagaiaman dikutip dalam Notoatmojo (2007), sikap

mempunyai 3 komponen pokok, yaitu :


1) Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep

terhadap suatu objek.


2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu

objek.
3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari

berbagai tingkatan yaitu ( Wawan dan Dewi,2010)


a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau

dan memperhatikan stimulus yang diberikan


b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan

dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah

suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu

usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari

pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa

orang menerima ide tersebut.


c. Menghargai (valuing)
30

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi

sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang

mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbangkan

anaknya ke posyandu, atau mendiskusikan tentang

gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah

mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.


d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab merupakan bentuk sikap yang

paling tinggi atas segala yang telah dipilihnya dengan

segala resiko.
4) Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
Azwar (2013) menjelaskan faktor-faktor yang

mempengaruhi sikap adalah

a) Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut

membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita

terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah

satu dasar terbentuknya sikap, untuk dapat mempunyai

pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis.

b) Pengaruh orang lain

Pengaruh orang lain yang di anggap penting

Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara

komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita.


31

Seseorang yang kita anggap penting, akan banyak

mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu.

c) Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan

mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap

kita. Tanpa kita sadari, kebudayaan telah menanamkan

garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah

d) Media massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk

media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah,

dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam

pembentukan opini dan kepercayaan orang. Pesan-pesan

sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup

kuat, akan memberi dasar efektif dalam menilai sesuatu

hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu

e) Lembaga pendidikan dan agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai

suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan

sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian

dan konsep moral dalam diri individu, pemahaman akan

baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh

dan yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari


32

pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-

ajarannya

f) Pengaruh faktor emosional

Tidak semua bentuk sikap yang ditentukan oleh

situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang.

Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan

pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi

sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan

bentuk mekanisme pertahanan ego

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara

langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat

ditanyakan bagaimana pendapat atau

pertanyaanresponden terhadap suatu obyek atau juga

dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat

dengan menggunakan setuju atau tidak setuju terhadap

pernyataan-pernyataan obyek tertentu (Notoatmodjo,

2012).

Pernyataan sikap dapat berisi hal-hal yang positif

mengenai obyek sikap, yaitu bersifat mendukung atau

memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut

dengan pernyataan yang favourable Sebaliknya

pernyataan sikap juga dapat berisi hal-hal negatif

mengenai obyek sikap dan bersifat tidak mendukung


33

atau kontra terhadap obyek sikap.Pernyataan seperti ini

disebut dengan pernyataan yang tidak favourabel Suatu

skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas

pernyataan favorable dan tidak favorable dalam jumlah

yang seimbang. Dengan demikian pernyataan yang

disajikan tidak semua positif dan tidak semua negatif

yang seolah-olah isi skala memihak atau tidak

mendukung sama sekali obyek sikap (Azwar, 2005).

c. Tindakan
Menurut Notoatmodjo (2012), suatu sikap belum tentu

mewujudkan suatu tindakan (overt behavior). Untuk

mewujudkan sikap menjadi tindakan diperlukan faktor

pendukung (support) atau suatu kondisi yang memungkinkan

seperti adanya fasilitas dan dukungan dari berbagai pihak.


34

Selanjutnya, tindakan dibagi menjadi beberapa tingkat, yaitu


1) Persepsi (perception)
Persepsi merupakan proses pengorganisasian dan

penginterprestasian terhadap rangsang yang diterima

hingga mencapai sesuatu yang berati. Persepsi akan

menyadarkan individu tentang keadaan sekitarnya

dan juga keadaan dirinya. Orang yang mempunyai

persepsi yang baik cenderung akan berperilaku sesuai

dengan persepsi yang dimilikinya.


2) Respon terpimpin ( guided respon)
Respon terpimpin ditunjukan apabila seorang

dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang

benar.
3) Mekanisme (Mecanism)
Tindakan mencapai tingkat mekanime apabila

seorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar

secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan

kebiasaan.
4) Adaptasi (Adaptation)
Adaptasi adalah tingkat tertinggi dari tindakan.

Seorang yang telah beradaptasi menunjukan bahwa

suatu praktek atau tindakan yang dilakukan sudah

berkembang dengan baik artinya tindakan sudah

dimodifikasikan tan[a mengurangi kebenaran tindakan

tersebut.
Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak

langsung dengan cara wawancara tehadap kegiatan


35

yang dilakukan oleh individu sebelumnya, dan secara

langsung dengan cara mengobservasi tindakan atau

kegiatan individu tersebut (Notoatmodjo,2012).

1.Faktor –faktor yang mempengaruhi perilaku

Menurut Lawrence green (1980) dalam Notoatmodjo (2012),

perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu :


a. Faktor prediposisi (predisposing factors)
Faktor in mencakup pengetahuan dan sikap

individu terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan, nilai

yang dianut masyarakat,tingkat pendidikan, pekerjaan dan

sebagainya.
b. Factor pendukung (enabling factors)
Faktor pendukung merupakan factor

pemungkin.faktor ini buisa sekaligus menghambat atau

mempermudah niat suatu perubahan perilaku dan

perusaahn lingkungan.faktor pendukung mencakup

ketersediaan saranandan prasarana fasilitas. Sarana

fasilitas ini pada hakektnya mendukung atau

memungkinya terwujudnya suatu perilaku, sehingga

disebut sebagai factor pendukung


c. Faktor penguat ( Reinforcing factors)
Faktor-faktor pendorong merupakan penguat

terhadap timbulnya sikap dan niat untuk melakukan

suatu atau perilaku. Suatu pujian,sanjungan dan

penilaian yang baik akan termotivasi,sebaliknya


36

hukuman dan pandangan negative seorang akan menjadi

hambatan proses terbentuknya perilaku.


b. Perubahan perilaku
Menurut Rogers (1974) yang dikutip Notoadmodjo

(2012), mengungkapkan bahwa terjadinya perubahan perilaku

diawali dengan serangkaian proses yang berurutan, yaitu :


1. Awareness (kesadaran), yaitu proses menyadari adanya

stimulus (objek)
2. Interest , yakni ketertarikanpada stimulus yang diterima.
3. Evaluation, yaitu proses menimbang baik dan tidaknya

stimulus yang diterima


4. Trial, proses mencoba perilaku baru
5. Adoption , yakni subjek telah berperilaku baru sesuai

dengan pengetahuan,kesadaran, dan sikapnya terhadap

stimulus.
Salah satu cara strategi untuk memperoleh perubahan

perilaku WHO yang dikutip oleh Notoadmojo (2012) adalah

dengan pemberian informasi untuk meningkatkan pengetahuan

sehingga menimbulkan kesadaran dan pada akhirnya orang

akan berperilaku sesuai dengan opengetahuan tersebut. Salah

satu upaya untuk pemberian informasi yang dapat dilakukan

adalah dengan craa penyuluhan. Dalam teori skinner, yaitu “S-

O-R atau Stimulus-organisme-Respon , penyuluhan

merupakan bentuk stimulus .setelah seoarang telah mengetahui

stimulus kemudian mengadakan penilaian atau pendapat

terhadap apa yang diketahui , proses selanjutnya diharapkan

adalah mempraktikan apa yang diketahui atau disikapinya


37

(dinilai baik). Inilah yang disebut dengan tindakan

(practice),atau juga dapat dikatakan perilaku.


C. Konsep kepatuhan

1. Definisi

Menurut WHO dalam konferensi bulan Juni, 2001 menyebutkan

bahwa patuh atau kepatuhan merupakan kecendrungan penderita

melakukan instruksi medikasi yang dianjurkan (National Institute for

Health and Clinical Excellencedalam Gough, 2011).Kepatuhan diartikan

sebagai riwayat pengobatan penderita berdasarkan pengobatan yang

sudah ditetapkan. Kepatuhan minum obat sendiri kembali kepada

kesesuaian penderita dengan rekomendasi pemberi pelayanan yang

berhubungan dengan waktu, dosis, dan frekuensi pengobatan selama

jangka waktu pengobatan yang dianjurkan. Sebaliknya, “ketekunan”

mengacu pada tindakan untuk melanjutkan pengobatan untukjangka

waktu yang ditentukan sehingga dapat didefinisikan sebagai total

panjang waktu penderita mengambil obat, dibatasi oleh waktu antara

dosis pertama dan terakhir(Petorsondalam Agency for Healthcare

Research and Quality, 2012)Menurut Ali 1999, patuh adalah suka

menurut perintah, taat pada perintah atau aturan. Sedangkan kepatuhan

adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Seseorang dikatakan patuh

berobat bila mau datang ke petugas kesehatan yang telah ditentukan

sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan serta mau melaksanakan apa

yang dianjurkan oleh petugas (Suparyanto, 2010)


38

1. Proses perubahan sikap dan perilaku (teori Kelman)


Menurut Kelman perubahan sikap dan perilaku individu

dimulai dengan tahap kepatuhan, identifikasi kemudian baru

menjadi internalisasi Mula-mulaindividu mematuhi anjuran atau

instruksi petugas tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan

tersebut dan seringkali karena ingin menghindari

hukuman/sanksi jika tidak patuh atau untuk memperoleh

imbalan yang dijanjikan jika mematuhi anjuran tersebut tahap ini

disebut tahap kesediaan, biasanya perubahan yang terjadi dalam

tahap ini bersifat sementara, artinya bahwa tindakan itudilakukan

selama masih ada pengawasan petugas. Tetapi begitu

pengawasan itu mengendur atau hilang, perilaku itupun

ditinggalkan (Suparyanto, 2010)


Model kepercayaan kesehatan ini menyatakan, apabila

individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakitnya,

ada 5 (lima) variabel kunci yang terlibat dalam tindakan tersebut,

yaitu:
a. Kerentanan yang dirasakan (PerceivedSusceptibility)
Seseorang akan melakukan tindakan pengobatan atau

pencegahan terhadap suatu penyakit bila individu merasa

rentan terhadap penyakit tersebut


b. Keseriusan yang dirasakan (Perceived Seriousness)
Seseorang akan terdorong untuk melakukan tindakan

pengobatan atau pencegahan terhadap suatu penyakit oleh

karena keseriusan penyakit yang dirasakannya


c. Manfaat yang dirasakan (Perceived Benefits)
39

Seseorang akan terdorong untuk melakukan tindakan

pengobatan atau pencegahan terhadap suatu penyakit oleh

karena adanya manfaat yang dirasakannya dalam mengambil

tindakan tersebut bagi penyakitnya.


d. Ancaman yang dirasakan (Perceived Threat)
Seseorang akan terdorong untuk melakukan tindakan

pengobatan atau pencegahan terhadap suatu penyakit oleh

karena adanya ancaman yang dirasakan dari penyakitnya


e. Isyarat atau petunjuk untuk bertindak (Cues to Action)
Untuk dapat meningkatkan penerimaan yang benar tentang

kerentanan,kegawatan dan keuntungan, perlu adanya isyarat

atau petunjuk dari orang lain, misalnya; media massa, nasehat

petugas kesehatan atau anggota keluarga.

2. Faktor-faktor yang mmepengaruhi kapatuhan

Dalam hal kepatuhan Carpenito L.j. (2000) berpendapat bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah segala

sesuatu yang dapatberpengaruh positif sehingga penderita tidak

mampu lagi mempertahankankepatuhannya, sampai menjadi kurang

patuh dan tidak patuh (Suparyanto, 2010).Adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi kepatuhan diantaranya


a. Pemahaman instruksi
Tidak seorangpun mematuhi instruksi jika ia salah paham

tentang instruksi yang diberikan padanya. Ley dan Spelman

tahun 1967 menemukan bahwa lebih dari 60% responden yang di

wawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti

tentang instruksi yang diberikan kepada mereka. Kadang kadang


40

hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesalahan dalam

memberikan informasi lengkap, penggunaan istilah medis dan

memberika n banyak instruksi yang harus diingat oleh penderita.


b. Tingkat pendidikan
Menurut Stein 1986, tingkat pendidikan pasien dapat

meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut

merupakan pendidikan yang aktif yang diperoleh secara

mandiri, lewat tahapan-tahapan tertentu (Suparyanto,2010)


Menurut Gunarso 1990 mengemukakan bahwa semakin

tua umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya

bertambah baik, akan tetap pada umur tertentu, bertambahnya

proses perkembangan mental ini tidak secepat ketika berusia

belasan tahun, dengan demikian dapat disimpulkan faktor

umurakan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang yang

akan mengalami puncaknya pada umur tertentu dan akan

menurun kemampuan penerimaan ataumengingat sesuatu

seiring dengan usia semakin lanjut. Hal ini menunjang

denganadanya tingkat pendidikan yang rendah (Suparyanto,

2010).
c. Kesakitan dan pengobatan
Menurut Dikson 1992, perilaku kepatuhan lebih rendah

untuk penyakit kronis (karena tidak ada akibat buruk yang

segera dirasakan atau resiko yang jelas), saran mengenai

gaya hidup dan kebiasaan lama, pengobatan yang kompleks,


41

pengobatan dengan efek samping, perilaku yang tidak pantas

(Suparyanto, 2010).
42

d. Keyakinan, sikap dan kepribadian


Kepribadian antara orang yang patuh dengan orang yang

gagal, orang yang tidak patuh adalah orang yang mengalami

depresi, ansietas, sangat memperhatikan kesehatannya,

memiliki kekuatan ego yang lebih lemah dan memiliki

kehidupan sosial yang lebih, memusatkan perhatian kepada

dirinya sendiri. Kekuatan ego yang lebih ditandai dengan

kurangnya penguasaan terhadap lingkungannya. Menurut

Tylor 1991, variabel demografis juga digunakan untuk

meramalkan ketidakpatuhan. Sebagai contoh, di Amerika

Serikat para wanita kaum kulit putih dan orang-orang tua

cenderung mengikuti anjuran dokter(Suparyanto, 2010).


e. Dukungan keluarga
Menurut Baekeland dan Lundawall, dukungan keluarga

dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh dalam

menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta

menentukan program pengobatan yang akan mereka

terima.Keluarga juga memberi dukungan dan membuat

keputusan mengenai perawatan anggota keluarga yang sakit.

Derajat dimana seseorang terisolasi dari pendampingan

orang lain, isolasi sosial, secara negatif berhubungan dengan

kepatuhan (Suparyanto, 2010).


43

f. Tingkat ekonomi
Menurut Park 2002, tingkat ekonomi merupakan

kemampuan financial untuk memenuhi segala kebutuhan

hidup, akan tetapi ada kalanya penderita TB Paru sudah

pensiun dan tidak bekerja namun biasanya ada sumber

keuangan lainyang bisa digunakan untuk membiayai semua

program pengobatan dan perawatan sehingga belum tentu

tingkat ekonomi menengah ke bawah akan mengalami

ketidakpatuhan dan sebaliknya tingkat ekonomi baik tidak

terjadi ketidakpatuhan (Suparyanto, 2010).


g. Dukungan sosial
Menurut Mei chenbaun 1997, dukungan sosial dalam

bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga teman,

waktu, dan uang merupakan factor penting dalam kepatuhan

contoh yang sederhana, jika tidak ada transportasi dan biaya

dapat mengurangi kepatuhan penderita. Keluarga dan teman

dapat membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh

penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan pada

ketidakpatuhan dan mereka seringkali dapat menjadi

kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan. Dukungan

social nampaknya efektif di negara seperti Indonesia yang

memiliki status sosial lebihkuat, dibandingkan dengan

Negara-negara barat (Suparyanto, 2010).


h. Perilaku sehat
44

Menurut Dimatteo 1984, Perilaku sehat dapat dipengaruhi

oleh kebiasaan,oleh karena itu perlu dikembangkan suatu

strategi yang bukan hanya untukmengubah perilaku tetapi

juga dapat mempertahankan perubahan tersebut. Sikap

pengontrolan diri membutuhkan pemantauan terhadap diri

sendiri, evaluasi diri dan penghargaan terhadap diri sendiri

terhadap perilaku yang baru tersebut (Suparyanto, 2010).


i. Dukungan profesi keperawatan
Menurut Meichhenbaum 1997, dukungan profesi

kesehatan merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi

perilaku kepatuhan penderita. Dukungan mereka terutama

berguna pada saat penderita menghadapi kenyataan bahwa

perilaku sehat yang baru itu merupakan hal yang penting.

Begitu juga merekadapat mempengaruhi perilaku penderita

dengan cara menyampaikan antusias mereka terhadap

tindakan tertentu dari penderita, dan secara terus menerus

memberikan yang positif bagi penderita yang telah mampu

beradaptasi dengan program pengobatannya (Suparyanto,

2010).
46

D. Konsep penyuluhan

1. Definisi Penyuluhan

Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan keehatan yang

dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga

masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa

melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan (Azwar,

1983 dalam buku wawan dan Dwi, 2011).

1. Metode Penyuluhan

Metode penyuluhan merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal.

Semua metode akan baik bila digunakan secara tepat yaitu sesuai

dengan kebutuhan (Notoatmodjo, 2012). Pada garis besarnya hanya

ada dua jenis metode dalam penyuluhan, yaitu :

2. Metode satu arah (One Way Methode)

Pada Metode ini hanya terjadi komunikasi satu arah yaitu dari

pihak penyuluh ke pihak sasaran. Dengan demikian, pihak sasaran

tidak diberi kesempatan untuk aktif. Yang termasuk metode ini

adalah : metode ceramah, siaran melalui radio, pemutaran film,

penyebaran selebaran, pameran

3. Metode dua arah (Two Way Methode)


47

Pada metode ini terjadi komunikasi dua arah antara pendidik

dan sasaran.Yang termasuk dalam metode ini adalah: wawancara,

demonstrasi, sandiwara, simulasi, curah pendapat, permainan

peran (role playing) dan tanya jawab.


1. Media Penyuluhan
Menurut Notoatmodjo (2012), penyuluhan tidak dapat lepas dari

media karena melalui media pesan disampaikan dengan mudah untuk

dipahami. Media dapat menghindari kesalahan persepsi, memperjelas

informasi, dan mempermudah pengertian. Dengan demikian, sasaran dapat

mempelajari dan mengadopsi pesan-pesan yang disampaikan. Berdasarkan

fungsinya sebagai penyalur informasi media dibagi menjadi tiga, yakni:

Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan


yaitu:

1) Flip chart (lembar balik) ialah media penyampaian pesan

kesehatan dalam bentuk lembar balik, dimana tiap lembar berisi

gambar peragaan dan dibaliknya berisi informasi yang

berkaitan dengan gambar tersebut.


2) Booklet ialah pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik

tulisan maupun gambar.


3) Poster ialah lembaran kertas dengan kata-kata dan gambar atau

simbol untuk menyampaikan pesan/ informasi kesehatan.


4) Leaflet ialah penyampaian informasi kesehatan dalam bentuk

kalimat,gambar ataupun kombinasi melalui lembaran yang

dilipat.
5) Flyer (selebaran) seperti leaflet tapi tidak dalam bentuk lipatan.
48

6) Rubrik atau tulisan pada surat kabar atau majalah mengenai

bahasan suatu masalah kesehatan.


7) Foto yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan
a. Media elektronik sebagai saluran untuk menyampaikan pesan-pesan

kesehatan memiliki jenis yang berbeda, antara lain:


1) Televisi: penyampaian informasi kesehatan dapat dalam bentuk

sandiwara, diskusi, kuis, cerdas cermat seputar masalah

kesehatan.
2) Radio: penyampaian pesan-pesan kesehatan dalam bentuk tanya

jawab, sandiwara radio, ceramah tentang kesehatan.


3) Video: penyampaian informasi kesehatan dengan pemutaran

video yang berhubungan dengan kesehatan.


4) Slide dan Film strip
b. Media papan (Bill Board) yaitu media yang dapat dipasang di tempat

umum. Media papan ini juga mencakup pesan kesehatan yang ditulis

pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan-kendaraan umum.


c.
2. Tujuan penyuluhan

Tujuan penyuluhan kesehatan menurut Setiawan dan Saryono (2010)

yaitu:

A. Mengubah sikap dan perilaku individu, keluarga, kelompok,

masyarakat, dalam bidang kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai

dan bermanfaat di mata masyarakat

B. Terbentuk perilaku sehat dan status kesehatan yang optimal pada

individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat sesuai dengan


49

konsep hidup baik fisik dan mental maupun social sehingga dapat

menurunkan angka kesakitan dan kematian.

3. Sasaran penyuluhan

a. Individu

Yaitu individu yang mempunyai permasalahan dengan


keperawatan dan kesehatan yang dapat dilakukan di rumah sakit,
klinik, puskesmas dan tempat pelayanan kesehatan lainnya.

b. Keluarga

Yaitu keluarga binaan yang mempunyai permasalahan kesehatan yang


tergolong dalam resiko tinggi antara lain:

1. Anggota keluarga yang mempunyai penyakit menular

2. Keluarga yang pendidikan dan kesehatan social ekonominya rendah

3. Keluarga dengan masalah sanitasi lingkungan yang buruk

a. Kelompok

Kelompok khusus yang menjadi sasaran dalam pemberian penyuluhan


masyarakat salah satunya kelompok TB Paru

b. Masyarakat

Masyarakat yang datang ke pelayanan kesehatan seperti puskesmas,


posyandu, yang diberikan pendidikan penyuluhan secara masal.
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

A.Kerangka konsep TB PARU


Penyuluhan

Pengetahuan sikap responden Tindakan


Responden

Pengetahuan:
1. Tahu Sikap: Faktor-faktor yang
Faktor-faktor yang Sikap: mempengaruhi 1. Persepsi
Pengetahuan:
2. Memahami
mempengaruhi 1. Menerima sikap: 2. Respon
1. Tahu (know) Pengetahuan : 2. Menanggapi 1. Pengalaman
Media masa terpimpin Kepatuhan
1.
2. Memahami 1. Sosial, Budaya 2. Pendidikan
1.Sosial, Budaya 2. Pendidikan minum obat
3. Aplikasi dan Ekonomi
,dan ekonomi i
3. Pengalaman
4. Analisiis 2.pendidikan 3..Mengelola 3.mekanisme OAT
4. Pengaruh
5. Sistesis Pendidikan
3.informasi/media 4..menghayati 4.Adaptasi
orang lain
6. Eva;uasi 3.Informasi/ media
massa
5. Pengaruh
4.Usia
massa
kebudayaan Kepatuhan responden
5.pengalaman
6.lingkungan Sikap responden: 1.Patuh 2. Tidak patuh

1. Positif 2. Negatif
Pengetahuan responden

1. Baik 2. Cukup 3.Kurang

Gambar III.I Kerangka Konseptual Pengaruh Penyuluhan Tentang Penyakit TB paru Terhadap Perilaku Pencegahan
penularan Dan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkolosis ( OAT ) Di Puskesmas campurejo Kota Kediri.
Keterangan :
: yang tidak TINDAKAN
diteliti
: yang diteliti
1. Perssepsi
Rendahnya 2. Respon
penularan terpimpin Keberhasilan
penyakit TB Tindakan 3. Mekanisme pengobatan TB
paru 4. Adaptasi paru
52

Penjelasan :

Dalam pemaparan diatas penulis menguraikan jalan pemikiran penulis

menurut kerangka teori dan kerangka konseptual secara logis dimana

Penyuluhan ini akan mempengaruhi pengetahuan sikap dan kepatuhan

responden. Dari pengetahuan terdiri dari komponen komponen Tahu,

memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Peneliti akan meneliti dari

komponen tahu dan memahami. Dari pengetahuan faktor faktor yang

mempengaruhi adalah social budaya dan ekonomi, pendidikan, informasi media

masa, usia pengalaman lingkungan. Peneliti akan meneliti dari social budaya

dan ekonomi, pendidikan informasi media masa, dan usia. Penilaian atau

kesimpulan akhir tentang tingkat pengetahuan akan diklasifikasikan menjadi

“Baik” atau “Cukup” atau “Kurang.

Komponen sikap terdiri dari menerima, menanggapi, mengelola,

menghayati. Peneliti akan meneliti dari komponen menerima dan menaggapi.

Faktor faktor yang mempengaruhi sikap disini ada media massa, pendidikan,

pengalaman, pengaruh orang lain, pengaruh kebudayaan. Peneliti akan meneliti

faktor faktor dari media masa dan pendidikan. Penilaian atau kesimpulan akhir

tentang tingkat sikap akan diklasifikasikan menjadi “Positif” dan “Negatif”

Dari peneliti akan meneliti tindakan kepatuhan minum obat oat. Penilaian

atau kesimpulan akhir tentang kepatuhan minum obat OAT akan

diklasifikasikan menjadi “patuh” dan “tidak patuh”


53

a. Hipotesis

H1 : Terdapat pengaruh penyuluhan penyakit TB paru tehadap perilaku

pencegahan penularan dan kepatuhan minum (OAT) di Puskesmas

Campurejo Kediri.
54

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian atau rancangan penelitian adalah sesuatu yang sangat

penting dalam penelitian, memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi akurasi suatu hasil (Nursalam, 2016).


Jenis penelitian ini yaitu kuantitatif, menggunakan desain penelitian pra-

eksperimental dalam satu kelompok (one pretest posttest design) ciri tipe

penelitian ini adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara

melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum

dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi. Intervensi

berupa penyuluhan penyakit TB Paru.

Tabel IV.1 Desain penelitian one Group Pretest-posstest Design


Pretest Perlakuan Posttest
O1 X O2

Keterangan:

O1: test awal pretest sebelum perlakuan diberikan

O2: tes akhir posttest setelah perlakuan diberikan

X : perlakuan terhadap kelompok eksperimen

54
55

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Lokasi penelitian
Tempat yang dijadikan sebagai lokasi penelitian ini adalah di

Puskesmas Campurejo kota Kediri.


2. Waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan November tahun 2017 sampai dengan

bulan Agustus tahun 2018. Waktu penelitian ini dihitung mulai dari

penyusunan proposal hingga penyusunan laporan dan publikasi penelitian


C. Populasi, Sampel, Dan Teknik Sampling
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Notoatmodjo, 2012). Jumlah populasi pada penelitian ini

adalah pasien TB Paru yang periksa di Puskesmas Campurejo kota

Kediri dihitung 3 bulan terakhir tahun 2017 bulan terakhir November,

Desember dan Januari berjumlah 35 penderita


2. Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012). Sampel dalam penelitian

berjumlah 35 responden. Pada penelitian ini menggunakan rumus

slovin untuk menetukan jumlah sempel.( janti, 2014)

n=

n = 32
56

Keterangan :

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

e = Tingkat kesalahan atau ketidaktelitian karena pengambilan sampel yang

masih dapat ditoleransi atau diinginkan.

Jadi sempel yang digunakan untuk penelitian ini adalah maksimal 32

responden.

a. Kriteria inklusi
1. Penderita TB paru tahap intensif dan tahap lanjutan
2. Penderita pernah minum obat
3. Dapat melihat dan mendengar
4. Bersedia menjadi responden dan mengikuti prosedur penelitian

sampai dengan tahap akhir


b. Kriteria ekslusi :
1. Responden yang gagal terapi fase intensif dan fase lanjutan
2. Responden masuk RS
3. Responden dengan komplikasi HIV

D. Teknik Sampling
Teknik dalam pengambilan data sempel ini adalah purposive

sampling.Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tetentu (sugiyono, 2012).

E. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran

yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep

pengertian tertentu misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, status

perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit, dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2012).
57

1. Variabel Independen (bebas)


Variabel yang nilainya menentukan variabel lain. Variabel

biasanya dimanipulasikan, diamati dan diukur untuk deketahui

hubungannya antau pengaruhnya terhadap variabel lain (Nursalam,

2008). Pada penelitian yang menjadi variabel independent adalah

Penyuluhan tentang penyakit TB Paru


2. Variabel Dependen (terikat)
Variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Dengan kata

lain, faktor yang diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya

hubungan atau pengaruh dari variabel bebas (Nursalam, 2008).


Pada penelitian yang menjadi variabel dependent adalah

pengetahuan, sikap dan perilaku kepatuhan minum OAT.


59

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian


Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh

variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2012).


Tabel IV.2 Definisi operasional pengaruh penyuluhan penyakit TB Paru terhadap perilaku pencegahan penularan dan
kepatuhan minum obat anti tuberkolosis (OAT)kelurahan Campurejo kota Kediri
Variabel Definisi Skala
Parameter Alat Ukur Hasil Ukur
Penelitian Operasioanal Data
1. Variabel independen: Penyuluhan Materi penyuluhan SAP - Dilakukan : 1
Penyuluhan kesehatan mengenai penyakit TB Paru Tidak dilakukan : 0
penyakit TB Paru penyakit TB paru 1. Definisi penyakit TB
dilakukan untuk Paru
merubah perilaku 2. Gejala penyakit TB
responden sehingga Paru
memiliki kesadaran 3. Cara penulaan
untuk hidup lebih penyakit TB paru
baik dan sehat. 4. Gambaran klinik
Penyuluhan penyakit TB Paru,
dilakukan selama 30 5. Komplikasi dan
menit 6. Pecengahan penakit
TB Paru
7. Pengobatan penyakit
TB paru
8. Motivasi kepatuhan
minum OAT
60

Variabel Definisi Skala


Parameter Alat Ukur Hasil Ukur
Penelitian Operasioanal Data
2. Variabel dependen : Merupakan tindakan Pencegahan perilaku Kuisioner Ordinal Dari pengetahuan
Pengetahuan yang pernah yang diteliti peneliti : Penilaiandilakukan dengan
responden dilakukan responden 1. Pengetahaun menggunakan kuesioner yang
dalam mencegah Responden terdiri dari 10
penyakit TB paru - Tahu - Baik≥75%
- Memahami - Cukup 56-74%
- Kurang<55%
(Budiman & Agus, 2013)

3. Variabel dependen: Respon yang masih 4. Sikap responden kuisioner Ordinal Dari sikap Penilaian dilakukan
Sikap responden tertutup dari seorang -Menerima dengan kuesioner yang terdiri
responden yang -Menanggapi dari 7 pertanyaan dengan
berkaitan dengan pilihan:
penyakit TB paru Sikap positif = T > mean T
Sikap negatif = T ≤ mean T

(Azwar, 2011)
61

Variabel Definisi Skala


Parameter Alat Ukur Hasil Ukur
Penelitian Operasioanal Data
4. Variabel dependen : Ketaatan dalam 1. Tahap pengobatan Lembar Ordinal Tidak patuh : 0
Kepatuhan minum menjalankan 2. Jumlah obatyang observasi Jika Jika pasien pasien tidak
obat OAT pengobatan secara diberikan disiplin minum obat sesuai
teratur dan lengkap 3. Tanggal harus anjuran tenaga kesehatan
tanpa terputus selama kembali Patuh : 1
masa pengobatan 4. Sisa obat Jika pasien pasien disiplin
yang telah ditentukan 5. Keterangan minum obat sesuai anjuran
oleh petugas patuh/tidak patuh tenaga kesehatan
kesehatan (Mitha, 2011)
62

G. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk

pengumpulan data (Notoatmodjo, 2012). Instrument yang digunakan dalam

penelitian ini diperoleh dengan menggunakan Kuisioner pencegahan penularan

TB paru yang telah uji validitas dari 17 pertanyaan pengetetahuan mengacu

pada kepustakaan yang terdiri dari beberapa pertanyaan dimana responden

mengisi kuesioner sendiri atau dengan dibantu. Kuesioner terdiri dari 17

pertanyaan dengan komponen pengetahuan ada 10 pertanyaan dan komponen

sikap ada 7 pertanyaan. Untuk mengukur kepatuhan minum obat

menggunakan lembar observasi.Hasil observasi dikatakan patuh jika pasien

datang mengambil obat sesuai dengan intruksi petugas kesehatan dan obat

habis atau pada saat pengambilan obat ada obat yang tersisa satu untuk hari

itu.Sedangkan media untuk penyuluhan dengan menggunakan power point

dan booklet.
1. Uji validitas
Berdasarkan uji validitas yang dilakukan Hermawan (2011) Hasil uji

validitas dalam 30 responden berdasarkan nilai r product moments taraf

signifikan 5% nilai r tabel adalah 0,361. Dari soal 29 soal nilai kolerasi

pertanyaan dalam kuesioner yang memnuhi taraf signifikan adalah 25 soal

yaitu > r tabel sehingga dinyatakan valid sedangkan 4 soal yang tidak valid

yaitu nomer 3,5,11 dan 23 tidak memnuhi sarat signifikan yaitu < r tabel.

Untuk pertanyaan yang tidak valid maka diambil alternated dibuang.


2. Uji Reabilitas
63

Berdasarkan penelitian Uji validitas yang dilakukan Hermawan

(2011). Uji reabilitas akan dilakukan diantara 29 butir soal tentang

pengetahuan, sikap dan perilaku tentang pncegahan pnyakit TB paru yang

telah valid pada uji validitas. Uji reabilitas yang digunakan metode alfa

cronbach. Standar yang digunakan dalam penentuan reliable atau tidak ada

perbandingan r apha dengan r tabel pada taraf kepercayaan 95% atau

tingkat signifikan 5%. Suatu instrumen dikatan reliable jika r alpha > r

tabel. Dari hasil pengukuran reabilitas terhadap 30 responden uji coba

didapatkan bahwa r hitung > r tabel, sehingga semua item soal reliabel dan

sudah dapat digunakan pengambilan data.


H. Prosedur Pengumpulan Data
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nursalam, 2013).Teknik pengumpulan data pada penelitian ini

dilakukan dengan cara melakukan observasi pada responden. Langkah-langkah

pengumpulan data yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini diklasifikasi

menjadi dua, yaitu

1. Langkah Administratif

a. Mengajukan surat permohonan ijin penelitian kepada Kepala Puskesmas

Campurejo kota Kediri


b. Mengajukan permohonan ijin pengumpulan data kunjungan pasien TB

paru ke puskesmas Campurejo kota Kediri pada bulan Januari 2017


c. Menentukan responden penelitian sesuai kriteria inklusi dan eksklusi
64

d. Melakukan kunjungan ke pasien yang memenuhi kriteria inklusi untuk

menjelaskan mekanisme penelitan


e. Mengajukan ijin dan kesepakatan kepada responden untuk menjadi

sampel dan menandatangani lembar persetujuan menjadi responden

(informed consent) bagi responden yang bersedia untuk menjadi sampel

penelitian
f. Mendiskusikan waktu pelaksanaan penelitian dengan responden.

2. Langkah Teknis Penelitian

a. Pre intevensi

1) Pengambilan sampel data dilakukan dengan teknik purposive

sampling.

2) Mempersiapkan formulir, mempersiapkan booklet, dan

mempersiapkan lembar observasi


3) Menghubungi masing-masing responden untuk mengajukan ijin

melakukan penelitian
4) Menanyakan apakah responden tetap mau menjadi sempel

penelitian
5) Menjelaskan kepada responden bahwa penelitian pada responden

dilakukan dengan melakukan penyuluhan


6) Memberikan kuesioner dan mengobservasi responden tentang

kepatuhan minum obat dengan lembar observaasi


7) Menanyakan apakah responden tetap mau menjadi sampel

penelitian
8) Responden diobservasi sesuai kriteria inklusi TB paru
b. Intervensi
Peneliti memberikan penyuluhan tentang penyakit TB Paru dan

kepatuhan minum obat kepada responden.Materi penyuluhan tersebut


65

adalah definisi penyakit TB Paru, gejala penyakit TB Paru, cara

penularan penyakit TB Paru, gambaran klinik penyakit TB Paru,

komplikasi dan pecengahan penyakit TB Paru, dan menjelaskan

pentingnya kepatuhan minum obat dan memberikan motivasi tentang

kepatuhan minum obat OAT di Puskesmas Campurejo Kota Kediri.


66

c. Post intervensi
1. Peneliti memberikan lembar kuesioner pengetahuan, sikap kepada

responden
2. Mengobservasi kepatuhan minum obat dengan melakukan

kunjungan rumah responden


3. Mengucapkan terima kasih kepada responden atas kesediaannya

untuk menjadi responden penelitian


I. Pengolahan Data dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data dengan

tahapan sebagai berikut :


a. Editing
Editing adalah pengecekan dan perbaikan isian formulir atau

kuisioner yang akan diberikan kepada responden (Notoadmojo,

2010).
b. Coding
Coding merupakan mengubah data berbentuk kalimat atau

huruf menjadi data angka atau bilangan (Notoatmodjo, 2012).


Kuesioner pengetahuan yang terdiri dari pernyataan “Benar”

dan “Salah” dimana benar diberi kode 2 dan salah diberi 1 dan tidak

terjawab diberi kode 0. Kuesioner sikap yang terdiri dari pernyataan

positif dan negatif dimana pernyataan positif diberi kode 1 sedangkan

negatif diberi kode 2 dengan skor pernyataan positif dengan “SS”

diberi kode 5, “S” diberi kode 4, “KS” diberi kode 3, “TS” diberi kode

2 dan “STS” diberi kode 1 sedangkan untuk skor pernyataan negatif

“STS” diberi kode 5, “TS” diberi kode 4, “KS” diberi kode 3, “S”

diberi kode 2 dan “ST” diberi kode 1.Kepatuhan minum obat patuh

diberi kode 1 tidak patuh diberi kode 0.


c. Scoring
67

Kuesioner pengetahuan responden tentang penyakit TB paru

gradasi skornya adalah 2 untuk jawaban benar dan salah diberi 1 dan

tidak terjawab 0 (nol) . Hasil jawaban responden yang telah diberi

skor kemudian dijumlahkan dan dibandingkan dengan jumlah

tertinggi lalu dikalikan 100 %.

N= × 100%
Keterangan:
N : Nilai yang didapat
Sp : Skor yang didapat
Sm: Skor maksimal
kemudian diklasifikasikan menjadi:
Pengetahuan
a. Baik ≥75%
b. Cukup 56-74%
c. Kurang <55%

Kuesioner sikap responden pada penderita TB paru gradasi

skor pada pernyataan positifnya adalah 5 untuk jawaban “Sangat

Setuju”, 4 untuk jawaban “Setuju”, 3 untuk jawaban “Kurang

Setuju”, 2 untuk jawaban “Tidak Setuju”, dan 1 untuk jawaban

“Sangat Tidak Setuju”. Sedangkan untuk gradasi skor pada

pernyataan negatif adalah 1 untuk jawaban “Sangat Setuju”, 2

untuk jawaban “Setuju”, 3 untuk jawaban “Kurang Setuju”, 4

untuk jawaban “Tidak Setuju”, 5 untuk jawaban “Sangat Tidak

Setuju”.

Hasil jawaban responden yang telah diberi skor kemudian

dijumlahkan dan dicari nilai mean datanya dengan rumus:


68

Untuk mengetahui mean T(MT ) sebagai berikut :

MT =

Keterangan :

MT : Mean T

∑T : Jumlah rata-rata

n : Jumlah responden

Untuk mengetahui sikap responden dengan menggunakan

skor T:

Skor T = 50+10 ( (Xi - X-)/SD)

Keterangan :

xi : skor responden

x- : nilai rata-rata kelompok

SD : standart deviasi ( simpangan baku kelompok )

Menentukan Standart Deviasi( SD ):

SD = √(∑fi (xi-x ̅ )²/(n-1))

Keterangan :

SD : Standart Deviasi

∑fi : Jumlah frekunsi

xi : titik tingkat interval

x ̅ : rata-rata

n : Jumlah responden.

Kemudian diklasifikasikan menjadi:


69

Sikap positif = T ≥ mean T

Sikap negatif = T ≤ mean T

Penilaian ketidakpathan minum obat dikatakan Tidak patuh : 0 Jika

pasien tidak disiplin minum obat sesuai anjuran tenaga kesehatan

Patuh : 1 Jika pasien disiplin minum obat sesuai dengan anjuran

tenaga kesehatan.

d. Entry
Memasukkan data dalam bentuk kode kedalam komputer

dengan menggunakan software pengolahan data menggunakan SPSS

versi 21.
70

e. Tabulating
Tabulasi yaitu membuat table-tabel data, sesuai dengan tujuan

penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti (Notoatmodjo, 2012).

Dalam penelitian ini setelah data terkumpul, peneliti memasukkan

data-data kedalam bentuk tabel.


2. Analisa data
Pada penelitian ini langkah-langkah analisa data adalah sebagai

berikut :
b. Analisa Univariat
Analisis univariat dilakukan melalui distribusi

frekuensi.Analisis ini dilakukan pada variabel independent yaitu

pengaruh penyuluhan penyakit TB paru terhadap pengetahuan,

sikap dan perilaku kepatuhan kepatuhan minum obat (OAT) di

Puskesmas Campurejo Kota Kediri. Data hasil analisis ditampilkan

dalam bentuk tabel serta narasi


c. Analisa Bivariat
Data yang diperoleh untuk peneliti, kemudian diolah dengan

menggunakan SPSS 21. Dalam uji ini peneliti menggunakan uji

nonparametik Uji Wilcoxon dengan tingkat kemaknaan 5% dan

kekuatan uji 95% (p value<0,05) untk mengetahui pengaruh

sebelum dan sesudah penyuluhan tentang penyakit TB paru

terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku kepatuhan minum obat

(OAT) di Puskesmas Campurejo kota Kediri.


71

J. Kerangka kerja

Populasi
Seluruh pasien TB Paru yang berobat di wilayah
Puskesmas Campurejo kota Kediri.

Teknik sampling
purposive sampling
Sampel 32

Pre test
Memberikan lembaran kuesinear pengetahuan, sikap
dan lembar observasi kepatuhan minum obat

Dilakukan intervensi penyuluhan tentang penyakit TB


Paru

Post test
Membeikan lembaran kuesinear pengetahuan dan
sikap responden dan lembar observasi kepatuhan
minum obat

Hasil

Analisa Data

Analisa uji statistik digunakan analisa univariat (usia, jenis


kelamin, pekerjaan dan informasi TB), analisa bivariat
dilakukan uji wilcoxson dengan menggunakan SPSS versi 21

Kesimpulan
BAB V

HASIL PENELITIAN
Untuk mengetahui pengaruh penyuluhan TB paru terhadap

pengetauan, sikap dan perilaku kepatuhan minum obat pada penderita TB di

paru di Puskesmas Campurejo Kota Kediri yang dilaksanakan mulai tanggal

1 april 2018. Penelitian ini melibatkan 32 responden yaitu pasien TB Paru

yang periksa di Puskesmas Campurejo kota Kediri dihitung 3 bulan terakhir

tahun 2018 bulan terakhir November, Desember dan Januari . Sebelum

penyajian hasil penelitian, terlebih dahulu akan diuraikan gambaran

karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir,

pekerjaan dan informai TB.

A. Gambaran Tempat Penelitian

Puskesmas Campurejo merupakan suatu kesatuan organisasi kesehatan

fungsional dan merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang

juga berfungsi memberi pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada

masyarakat di wilayah kerjanya dalam beberapa kegiatan pokok dan juga

Pustu.Puskesmas Campurejo terletak di Jalan Dr. Sahardjo No. 35, Kelurahan

Campurejo, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri.Puskesmas campurejo terletak

di sebelah utara dari Terminal Tamanan (Terminal Baru), di sisi sebelah barat

Jl. dr. Sahardjo, bersebelahan dengan Kelurahan Campurejo dan SD N

Campurejo 2, depan Pengadilan Negeri kediri.Secara administratif wilayah

kerja Puskesmas Campurejo terdiri dari 5 kelurahan, yaitu Kelurahan

Campurejo, Tamanan, Banjarmlati, Bandarkidul, dan Lirboyo.Puskesmas

6672
73

Campurejo merupakan Puskesmas dengan tipe puskesmas non perawatan.

Fasilitas yang terdapat di Puskesmas Campurejo meliputi fasilitas Pelayanan

Rawat Jalandan Pelayanan Penunjang.Pelayanan rawat jalan di Puskesmas

Campurejo terdiri dari poli umum/BP poli gigi, poli KIA, poli TB, pelayanan

dan IMS, dan poli lansia. Sedangkan Pelayanan Penunjang di Puskesmas

Campurejo terdiri dari unit laboratorium, unit obat, unit promosi kesehatan,

unit sanitasi, unit gizi, unit UKSG dan unit tata usaha.
74

B. Data Umum
1. Berdasarkan Jenis Kelamin Responden
Table V.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin Pasien TB Paru yang Periksa Di Puskesmas Campurejo
Kota Kediri
Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 16 50
Perempuan 16 50
Total 32 100

Berdasarkan Tabel V.1 dapat dijelaskan bahwa dari 32 responden, 16

(50%) responden berjenis kelamin laki-laki dan 16 (50%) responden yang

lain berjenis kelamin perempuan.


2. Berdasarkan Usia Responden
Tabel V. 2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Pasien TB Paru yang Periksa Di Puskesmas Campurejo Kota
Kediri
Usia Frekuensi Persentase (%)
21-40 tahun 26 81,3
41-50 tahun 6 18,8
Total 32 100

Berdasarkan Tabel V.2 dapat dijelaskan bahwa dari 32 responden, 26

(81,3%) responden berusia 21-40 tahun dan 6 (18,8%) responden yang lain

berusia 41-50 tahun

3. Berdasarkan Pendidikan Responden


Tabel V.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Pendidikan Pasien TB Paru yang Periksa Di Puskesmas
Campurejo Kota Kediri
Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
SMP 3 9,4
SMA 23 71,9
S1 6 18,8
Total 32 100
75

Berdasarkan Tabel V.3 dapat dijelaskan bahwa dari 32 responden, 3

(9,4%) responden memiliki pendidikan terkhir SMP, 23 (71,9%) responden

memiliki pendidikan terkhir SMA dan 6 (18,8%) responden yang lain

memiliki pendidikan terakhir S1


4. Berdasarkan Pekerjaan Responden
Tabel V. 4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Pekerjaan Pasien TB Paru yang Periksa Di Puskesmas
Campurejo Kota Kediri
Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
Buruh Pabrik 7 21,9
Pelajar 13 40,6
Wiraswasta 12 37,5
Total 32 100

Berdasarkan Tabel V.4 dapat dijelaskan bahwa dari 32 responden, 7

(21,9%) responden memiliki pekerjaan sebagai buruh pabrik, 13 (40,6%)

responden memiliki tidak bekerja atau masih bersetatus sebagai pelajar dan

12 (37,5%) responden yang lain pekerjaan sebagai wiraswasta.


5. Berdasarkan Informasi TB
Tabel V. 5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Informasi TB yang Pernah di Peroleh Pasien TB Paru yang
Periksa Di Puskesmas Campurejo Kota Kediri
Iformasi TB Frekuensi Persentase (%)
Pernah 16 50
Tidak Pernah 16 50
Total 32 100

Berdasarkan Tabel V.5 dapat dijelaskan bahwa dari 32 responden, 16

(50%) responden pernah memperoleh informasi TB, dan 16 (50%) responden

yang lain tidak pernah memperoleh informasi TB.


76

A. Data Khusus.
1. Berdasarkan Crostab Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Penyuluhan
Tabel V.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tabulasi Silang Pengetahuan
Sebelum dan Sesudah Penyuluhan TB Paru Pasien TB Paru yang
Periksa Di Puskesmas Campurejo Kota Kediri.
Responden
Penyuluhan Pre test Post test
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(n) (%) (n) (%)
Baik 2 6,3 28 87,5
Cukup 7 21,9 4 12,5
Kurang 23 71,9 0 0
Total 32 100 32 100
Wilcoxon signed rank test p = 0.025
Sumber : data primer pada bulan april-juni 2018
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji Wilcoxon pada

pengetahuan dapat dijelaskan bahwa dari hasil Output dapat diketahui nilai

signifikan (ρ) sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa nilai ρ < α, α = 0,05

yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima sehingga ad ada pengaruh penyuluhan

tentang penyakit TB paru terhadap pengetahuan di Puskesmas Campurejo

Kota Kediri.
77

2. Berdasarkan Crostab Sikap Sebelum dan Sesudah Penyuluhan


Tabel V.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tabulasi Silang Sikap Sebelum
dan Sesudah Penyuluhan TB Paru Pasien TB Paru yang Periksa
Di Puskesmas Campurejo Kota Kediri

Responden
Penyuluhan Pre test Post test
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(n) (%) (n) (%)
Positif 7 21,9 26 81,3
Negatif 25 78,1 6 18,8
Total 32 100 32 100
Wilcoxon signed rank test p = 0.025
Sumber : data primer pada bulan april-juni 2018
Pada sikap dapat dijelaskan bahwa dari hasil Output dapat diketahui

nilai signifikan (ρ) sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa nilai ρ < α, α =

0,05 yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima sehingga ada pengaruh

penyuluhan tentang penyakit TB paru terhadap di Puskesmas Campurejo Kota

Kediri.
78

3. Berdasarkan Crostab Kepatuhan Sebelum dan Sesudah Penyuluhan


Tabel V.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tabulasi Silang Kepatuhan
Sebelum dan Sesudah Penyuluhan TB Paru Pasien TB Paru yang
Periksa Di Puskesmas Campurejo Kota Kediri
Responden
Penyuluhan Pre test Post test
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(n) (%) (n) (%)
Patuh 10 31,3 28 87,5
Tidak 22 68,8 4 12,5
patuh
Total 32 100 32 100
Wilcoxon signed rank test p = 0.025
Sumber : data primer pada bulan april-juni 2018

Pada kapatuhan minum obat OAT dapat dijelaskan bahwa dari hasil

Output dapat diketahui nilai signifikan (ρ) sebesar 0,000. Hal ini

menunjukkan bahwa nilai ρ < α, α = 0,05 yang berarti H 0 ditolak dan H1

diterima sehingga ada pengaruh penyuluhan tentang penyakit TB paru

terhadap kap atuahan minum obat (OAT) di Puskesmas Campurejo Kota

Kediri.
BAB VI

PEMBAHASAN

A. Pengetahuan Pada Pasien TB Paru Sebelum dan Sesudah Penyuluhan

Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji Wilcoxon pada

pengetahuan dapat dijelaskan bahwa dari hasil Output dapat diketahui nilai

signifikan (ρ) sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa nilai ρ < α, α = 0,05

yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima sehingga ada pengaruh penyuluhan tentang

penyakit TB paru terhadap pengetahuan di Puskesmas Campurejo Kota Kediri.hal

ini sesuai dengan karakteristik responden yang didapatkan dari analisa data yang

sebagian besar responden dijelaskan bahwa dari 32 responden sesudah diberi

penyuluhan TB paru ada 28 (87,5%) responden yang memiliki pengetahuan baik

dan 4 (12,5%) responden yang memiliki pengetahuan cukup.


Menurut Notoadmodjo (2007) dikutip dalam buku Budiman & Agus

(2013) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi

setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.Pengetahuan

bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia, sementara orang lain tinggal

menerimanya tetapi sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh

seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-

pemahaman baru yang dipengaruhi baik oleh faktor endogen maupun faktor

eksogen dari setiap individu tersebut. responden yang lain memiliki pengetahuan

79
80

cukup.Untuk meningkatkan pengetahuan penderita TB paru yang intensif dan

benar telah dilakukan pemberian informasi atau penyuluhan dengan metode dua

arah kepada penderita TB paru dengan harapan akan terjadi peningkatan

pengetahuan pada penderita TB Paru( Bambang, 2010).pendidikan yang tinggi

dharapkan akan memiliki pengetahuan yang cukup tentang faktor faktor yang

berhubungan dengan TB paru.berdasarkan penelitian Aditama (2010) menyatakan

bahwa salah satu penunjang keberhasilan pengobatan TB paru adalah dengan

mengetahui seberapa jauh pengetahuan penderita TB paru.


Salah satu penunjang keberhasilan peningkatan penyuluhan adalah dengan

mengetahui seberapa jauh pengetahuan penderita tentang TB paru, pada responden

nomer 4, 5, 7 8 yang sebelum nya mempunyai pengetahuan kurang kemudian

setelah dilakukan penyuluhan responden menjadi lebih memahami penyebab TB

paru tersebut. Pada pemberian penyuluhan pengetahuan responden sesudah diberi

penyuluhan TB paru ada 28 (87,5%) responden yang memiliki pengetahuan baik.

Setelah diamati responden nomer 5, 10 dan 20 mengalami peningkatan

pengetahuan tetapi hanya kuran ke cukup karena responden yang pendidikanya

kurang yaitu pendidikan SMP, setelah diamati lagi responden tidak kooperatif

dalam kegiatan penyuluhan,serta tidak ikut berpartisipasi dalam lingkungan

sekitar. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu baik

lingkungan fisik, biologis maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap

proses masuknya pengetahuan kedalam individu yang berada dalam limgkungan


81

tersebut hal ini karena adanya interaksi timbal balik atau tidak akan direspon

sebagai pengetahuan oleh setiap individu.


Setelah responden nomer 10 yang mengalami sedikit peningkatan

pengetahuan kurang kemudian menjadi baik adalah karena fakor usia yang sudah

memasuki masa lansia. Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seorang,

dapat diperkirakan bahwa IQ saeorang akan menurun sejalan dengan

bertambahnya usia.

B. Sikap Pada Pasien TB Paru Sebelum dan Sesudah Penyuluhan

Pada sikap dapat dijelaskan bahwa dari hasil Output dapat diketahui nilai

signifikan (ρ) sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa nilai ρ < α, α = 0,05

yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima sehingga ada pengaruh penyuluhan tentang

penyakit TB paru terhadap sikap di Puskesmas Campurejo Kota Kediri. hal ini

sesuai dengan karakteristik responden yang didapatkan dari analisa data dapat

dijelaskan bahwa dari 32 responden, sebagian besar yaitu 19 responden yang

sebelumnya memiliki sikap negatif setelah diberi penyuluhan TB Paru sikapnya

menjadi positif.
Dalam menentukan sikap yang utuh pengetahuan, pikiran, keyakinan dan

emosi memegang peranan penting. Seperti halnya pengetahuan sikap juga

mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya sebagai berikut mau

menerima stimulus yang diberikan, memberikan jawaban atau tanggapan terhadap

pertanyaan atau objek yang di tanggapi, memberika nilai yang positif terhadap

objekatau stimulus bahkah menajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang


82

lain untuk merespon sikap paling tinggi tingkatanya adalah betanggung jawab

terhadap apa yang telah diyakininya. (Notoadmojo, 2012).


Bebarapa sikap responden nomer 7 dan 8 yang sikap saat responden

terkena TB paru responden tidak memakai masker padahal dia sudah mengetahui

terkena TB paru,responden nomer 11 juga kurang nya informasi media massa di

sekitar lingkungan dikarenakan responden lebih memilih dirumah menyendiri

sehingga mengakibatkan responden tidak bisa mempunyai informasi dari

lingkungan sekitar.

C. Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien TB Paru Sebelum dan Sesudah Penyuluhan

Pada kapatuhan dapat dijelaskan bahwa dari hasil Output dapat diketahui

nilai signifikan (ρ) sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa nilai ρ < α, α = 0,05

yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima sehingga ada pengaruh penyuluhan tentang

penyakit TB paru terhadap kapatuahan minum obat (OAT) di Puskesmas

Campurejo Kota Kediri . hal ini sesuai dengan karakteristik responden yang

didapatkan dari analisa data dijelaskan bahwa dari 32 responden, sebagian besar

yaitu 21 responden yang sebelumnya tidak patuh minum obat setelah diberi

penyuluhan TB Paru menjadi patuh minum obat kelanjutan berobat pada pasien

TB paru diperlukan pengawasan minum obat (PMO) .


PMO sangat diperlukan dalam pengobatan (Gendhis, 2010). PMO bisa

berasal dari non keluarga dan keluarga. PMO keluarga mempunyai ikatan

emosional dan tanggung jawab lebih besar daripada yang bukan

keluarga.Keraturan kontrol responden dapat diatasi dengan adanya PMO terutama


83

keluarga yang memberikan dukungan dan bimbingan kepada pasien(Djitowiyono,

2010).Dalam hal kepatuhan Carpenit (2010) bahwa faktor-faktor

yangmempengaruhi tingkat kepatuhan adalah segala sesuatu yang dapat

berpengaruh positif sehingga penderita tidak mampu mempertahankan

kepatuhanya sampai menjadi kurang patuh dan tidak patuh. Adapun faktor faktor

yang mempengaruhi kepatuhan adalah di antarnya adalah pemahaman intruksi,

tingkat pendidikan, kesakitan dan pengobatan , keyakinan, sikap dan keprbadian,

dukunga keluarga, tingkat ekonomi, dukungan sosial, perilaku sehat, dukungan

profesi keperawatan atau kesehatan( Suprayanto, 2010).


Responden nomer 11 yang tidak patuh minum obat umumnya kurang

pengawasan dalam minum obat dan terkadang responden tidak ingat jadwal

minum obat yang diberikan kepada puskesmas. Terkadang mereka menyepelekan

obat yang diberikan Puskesmas mereka merasa bahwa dirinya sudah sembuh dan

tidak ingin minum obat yang diberikan puskesmas.


BAB VII
PENUTUP

A Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya maka peneliti

dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:


1. Hasil uji pada Pengetahuan sebelum dan sessudah diberikan intervensi

diperoleh nilai Output dapat diketahui nilai signifikan (ρ) sebesar 0,000.

Hal ini menunjukkan bahwa nilai ρ < α, α = 0,05 yang berarti H0 ditolak

dan H1 diterima sehingga ada pengaruh penyuluhan tentang penyakit TB

paru terhadap pengetahuan di Puskesmas Campurejo Kota Kediri.


2. Hasil uji pada sikap sebelum dan sesudah intervensi diperole nilai output

dapatn diketahui nilai signifikan (ρ) sebesar 0,000. Hal ini menunjukan

bahwa nilai ρ < α, α = 0,05 yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima

sehingga ada pengaruh penyuluhan tentang penyakit TB paru terhadap

sikap di Puskesmas Campurejo Kota Kediri


3. Hasil uji pada perilaku kepatuhan minum obat OAT sebelum dan sesudah

penyuluhan diperoleh nilai hasil Output dapat diketahui nilai signifikan

(ρ) sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa nilai ρ < α, α = 0,05 yang

berarti H0 ditolak dan H1 diterima sehingga ada pengaruh penyuluhan

tentang penyakit TB paru terhadap kapatuahan minum obat (OAT) di

Puskesmas Campurejo Kota Kedir

84
85

B. Saran

1. Bagi institusi keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan untuk

mengembangkan ilmu keperawatan khususnya Keperawatan Medikal Bedah

serta memberikan informasi untuk bahan penelitian

2. Bagi profesi keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh petugas kesehatan

khususnya perawat di puskesmas Campurejo Kota Kediri untuk menerapkan

penyuluhan kepada pasien TB paru

3. Bagi peneliti

Untuk pengembangan ilmu dan menambah wawasan serta

pengetahuan peneliti dalam menerapkan penyuluhan TB paru kepada

penderita TB paru

4. Bagi Responden

Untuk responden sebaiknya harus bersikap lebih kooperatif dan mau

bekerja sama saat dilakukan penelitian tentang pengaruh penyuluhan TB paru

di Puskesmas Campurejo Kota Kediri, agar hasil penelitian lebih maksimal


DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Safli. 2017. Pengetahuan Dan Tindakan Pencegahan Penularan Penyakit


Tuberkulosa Paru Pada Keluarga Kontak Serumah. Jurnal Kesehatan, Vol
5 No 1

Agustina, Yohana. 2017. Health Coaching Berbasis Health Promotion


ModelTerhadapPeningkatan Efikasi Diri Dan Perilaku Pencegahan
PenularanPada Pasien TB Paru,Jurnal Kesehatan, Vol 8 No. 4

Andri,Ndaru, 2017. Metode Pre-Test Dan Sebagai Salah Satu Alat Ukur
Keberhasilan Kegiatan Penyuluhan Kesehatan Tentang Tuberkulosis Di
Kelurahan Utan Panjang, Jakarta Pusat, Jurnal Kesehatan, Vol 3 No.1

Ardiyansah, M. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasisawa, Jogjakarta : Diva Press

Azwar, S. 2013 Sikap Manusia ( Teori dan Pengukuranya). Yogyakarta: Pustaka


Pelajar

Bagiada IM, Primasari NLP. 2010. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat


Ketidakpatuhan Penderita Tuberculosis Dalam Berobat di Poliklinik
DOTSRSUP Sanglah Denpasar. Jurnal Penyakit Dalam. Vol 40 No 1

Budiman, Agus Riyanto. 2013. Kapita selekta kuesioner pengetahuan dan sikap
dalam penelitian kesehatan. Jakarta: Salemba Medika

Diana Ida. 2017. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Kepatuhan Berobat pada
Pasien TB Paru yang Rawat Jalan diJakarta Tahun 2014, jurnal
kesehatan,Vol. 26 No. 4

Dinkes Kediri. (2017). Jumlah Penderita TB paru Tahun 2017 Di Kota Kediri.
Diambil tanggal 8 Januari 2018

Francis, C. 2011. Perawatan Respirasi, Jakarta: Erlangga

86
Friskarini, kenti. 2013 Pengetahuan Dan Sikap Tentang Penyakit Tb Paru Pada
Remaja Di Kabupaten Tangerang Tahun 2009, Jurnal Kesehatan, Vol. 42 No. 1

87
88

Kemenkes RI. 2014. Pusat Data dan lnformasi Kementerian Kesehatan Rl. Diakses
pada tanggal 20 November 2017

Liria, 2017.Hubungan Pengetahuan Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Tingkat


Kepatuhan Dalam Program Pengobatan Tuberkulosis Paru Di Puskesmas
Bahu Kecamatan Malalayang Manado, Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol. 6 No. 4

Naga, S,S. 2012. Buku Lengkap Penyakit Dalam. Jogjakarta: DIVA Press,

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, S.2010. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta

Nursalam, 2016.Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis Edisi


3. Jakarta: Salemba Medika

Sugiyono, 2011.Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,


Bandung, alfabeta

Smeltzer, SC. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & suddarth, Jakarta :
EGC, 2011

Wahyuni, 2013.Determinan Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan, Penularan


Penyakit TBC di wilayah Kerja Puskesmas Bendosari, Jurnal Keperawatan
Vol 3 No 1

WHO, 2015. Global Tuberculosis Report. Diakses pada tanggal 06 Mei 2016
89

Lampiran 1 Permohonan Ijin penelitian dari Dinkes


90

Lampiran 2 surat ijin penelitian untuk puskesmas campurejo


91

Lampiran 3 formulir persetujuan menjadi responden

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Alamat :

Menyatakan bersedia untuk menjadi responden penelitian tentang PENGARUH


PENYULUHAN PENYAKIT TB PARU TERHADAP PENGETAHUAN , SIKAP
DAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT OAT DI PUSKESMAS
CAMPUREJO KOTA KEDIRI secara sukarela setelah mendapat penjelasan tentang
tujuan manfaat dari penelitian tersebut.

Kediri, Maret 2018

( )
92

Lampiran 4 Kuesioner Pengetahuan dan Sikap

KUESIONER PENGETAHUAN

PENGARUH PENYULUHAN TENTANG PENYAKIT TB PARU TERHADAP


PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN DAN KEPATUHAN MINUM
OBAT ( OAT ) DI PUSKESMAS CAMPUREJO KOTA KEDIRI

A. Karakteristik Responden

Nama :
Usia :
Jenis kelamin :
Status pendidikan :
Status pekerjaan :
Pernah mendapatkan informasi TB paru : pernah ( ) Tidak pernah ( )
Jika pernah dimana :
B. Pengetahuan responden

1. Apakah penyakit TB paru itu ?


a. Penyakit akibat kekurangan darah
b. Penyakit yang menyerang paru-paru
c. Penyakit keturunan
2. Apa penyebab penyakit TB Paru?
a. Kuman atau bakteri
b. Udara kotor
c. Asap rokok
3. Apakah penyakit TB paru adalah penyakit tidak menular ?
a. Ya
b. Tidak
5. Penyakit TB pada anak dapat dicegah dengan ?
a. Imunisasi DPT
b. Imunisasi BCG
c. Imunisasi Hepatitis

6. Apakah orang yang tinggal serumah dengan orang TB paru tidak akan
tertular ?
a. Ya
b. Tidak
7. Lingkungan rumah yang baik baik untuk pencegahan TB paru adalah
93

a. Rumah yang ada ventilasi/pencahayaan yang baik dan tidak padat


penghuni
b. Rumah yang bersih
c. Rumah yang mewah
8. Perilaku kesehatan yang tidak dapat menurunkan resiko penularan TB
paru….
a. Kebersihan lingkungan
b. Kebersihan pribadi
c. Kebersihan peralatan makan
9. Apakah perbaikan gizi masyarakat tidak ada pengaruhnya terhadap
pencegahan penyakit TB paru?
a. Ya
b. Tidak
10. Cara membuang dahak yang benar adalah
a. Meludah dikamar mandi
b. Ditampung didalam wadah berisi pasir dan akhohol
c. Meludah sembarangan
11. Kebiasaan membuka jendela yang dianjurkan adalah
a. Tidak pernah membuka jendela
b. Membuka jendela saat bersih bersih
c. Membuka jendela pagi setiap jam 09.00
94

A. Sikap Responden
Istilah pernyataan dibawah ini dengan member tanda checklist () pada kotak
SS,S,TS, atau STS sesuai pilihan jawaban anda. Jika ingin mengganti jawaban
silahkan mencoret jawaban kemudian menuliskan kembali tanda checklist () pada
jawaban yangbaru dengan pertanyaan yang sama misalnya:

SS S TS STS

Keterangan :

SS : Sangat setuju

S : Setuju

TS : Tidak setuju

STS : Sangat tidak setuju

No. Pertanyaan SS S TS STS


1. Upaya penanggulangan TB paru sangat dibutuhkan
masyarakat
2. Untuk menghindari penularan TB paru alat makan
dan minum yang digunakan penderita yang sudah
di cuci sebaiknya dijadikan satu dengan alat
makan orang lain
3. Apabila batuk dan bersin penderita TB paru harus
menutup mulutnya untuk mencegahan penularan
TB paru
4. Bayi secepatnya harus diberikan imunisasi BCG
untuk mencegah tertularnya penyakit TB paru
5. Untuk pencegahan penularan TB paru diperlukan
lingkungan yang bersih
6. Membuka candela atau ventilasi bukan merupakan
salah satu upaya pencegahan penyakit TB paru
7. Penanggulangan penyakit TB paru hanya menjadi
tanggung jawab Departemen kesehatan saja
95

Lampiran 5 Lembar Observasi Kepatuhan Minum Obat

1. Sebelum penyuluhan

No. Tanggal Tahap Jumlah Tanggal Sisa Keterangan


pengobatan obat yang harus obat Patuh/Tidak
diberikan kembali patuh
96

2. Sesudah penyuluhan

No. Tanggal Tahap pengobatan Tanggal Sisa obat Keterangan


harus Patuh/Tidak
kembali patuh
97

Lampiran 6 SAP penyuluhan

SATUAN ACARA PENYULUHAN


PENYAKIT TBC (TUBERKULOSIS)

Tema : Penyakit Tuberkulosis (TB)

Sasaran : Pasien yang menderita penyakit TB

Hari / Tanggal :

Waktu :

Tempat : Puskesmas Campurejo

Pengajar : Mahasiswa Keperawatan IIK Bhakti Wiyata

A. Tujuan Instruksional Umum


Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang Tuberculosis selama 1 x 30
menit diharapkan masyarakat mengerti tentang penyakit Tuberkulosis (TBC).

B. Tujuan Instruksional Khusus


1. Masyarakat mampu memahami pengertian penyakit Tuberkulosis (TBC).
2. Masyarakat mampu memahami tentang penyebab penyakit Tuberkulosis
(TBC).
3. Masyarakat mampu memahami tentang cara penularan penyakit Tuberkulosis
(TBC).
4. Masyarakat mampu memahami tentang cara pengobatan penyakit
Tuberkulosis (TBC)
5. Masyarakat mampu memahami tentang cara pencegahan penyakit
Tuberkulosis (TBC).
C. Sasaran
98

Adapun sasaran dari penyuluhan ini ditujukan khususnya kepada penderita di


Puskesmas Campurejo

D. Materi (terlampir)
1. Pengertian penyakit tuberculosis (TBC)
2. Penyebab penyakit tuberculosis (TBC)
3. Tanda dan gejala penyakit tuberculosis (TBC)
4. Cara penularan penyakit tuberculosis (TBC)
5. Cara pengobatan penyakit tuberculosis (TBC)
6. Cara pencegahan penyakit tuberculosis (TBC)
7. Memberikan motivasi tentang kepatuhan minum obat OAT
E. Media
1. Booklet

F. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Evaluasi

G. Kegiatan Penyuluhan
NO. TAHAP KEGIATAN Kegiatan Peserta

1. Pembukaan  Mengucapkan salam  Menjawab salam


 Memperkenalkan diri  Mendengarkan
( 5 menit )  Menjelaskan tujuan
pendidikan kesehatan
 Apersepsi dengan cara
99

menggali pengetahuan
yang dimiliki pasien dan
keluarga tentang penyakit
tuberculosis
2. Pelaksanaan  Menjelaskan materi  Mendengarkan
 Pasien dan keluarga  Bertanya
( 20 menit ) memperhatikan
penjelasan tentang
penyakit tuberculosis
(TB)
 Pasien dan keluarga
menanyakan tentang hal-
hal yang belum jelas
100

3. Penutup  Menyimpulkan materi  Mendengarkan


 Mengevalusi pasien dan  Menjawab salam
(5menit) keluarga tentang materi
yang telah diberikan
 Mengakhiri pertemuan

H. Pengorganisasian
1. Penanggung jawab :.
2. Moderator :
3. Penyaji :
4. Fasilitator :

I. Evaluasi
Menanyakan kembali tentang materi yang dijelaskan pada ibu menyusui tentang :
1. Apakah pengertian dari penyakit tuberkulosis?
2. Apa saja tanda gejala penyakit tuberkulosis?
3. Bagaimana cara penularan penyakit tuberculosis?
4. Bagaimana pengobatan dari penyakit tuberculosis?
5. Bagaimana cara pencegahan dari penyakit tuberculosis ?
101

MATERI PENYULUHAN

1. PENGERTIAN
TB Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis, yang paling umum mempengaruhi paru-paru.
Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang melalui cairan dari tenggorokan dan
paru-paru seseorang dengan penyakit pernapasan aktif (WHO, 2012).
Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman
Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan
kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan
tuberkulosis ekstrapulmonar (Djojodibroto, 2009).
2. Klasifikasi Tuberculosis
Ardiansyah (2012) mengklasifikasikan tuberculosis dalam 2 bentuk yaitu :

a. Tuberculosis primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis yang pertama kali mengenal penderita dan
belum mempunyai reaksi spesifik sebelumya terhadap bakteri TB. TB primer
merupakan infeksi yang bersifat stimatik.
b. Tuberculosis sekunder
Sebagian kecil dari bakteri TB masih hidup dala keadaan dorman dalam
jaringan parut 90% diantaranya tidak mengalami kekambuhan. Reaktifitas
penyakit TB terjadi bila daya tahan tubuh menurun, pecandu alkhohol dapat
disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogen terutama pad, silicosis,
dan pada penderita diabtes mellitus serta AIDS. TB paru pasca primer a
masa tua dengan riwayat masa muda pernah mengalami infeksi TB. .
3. TANDA DAN GEJALA
a. Dahak bercampur darah
b. Batuk darah
c. Sesak nafas dan nyeri dada
102

d. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang
enakbadan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam
meriang lebih dari sebulan
4. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien penyakit TBC apabila tidak ditangani
dengan benar akan menimbulkan komplikasi, diantaranya yaitu :

1. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura , empiema, faringitis.


2. Komplikasi lanjut :

a. Obstruksi jalan napas, seperti SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca


Tuberculosis)
b. Kerusakan parenkim berat, seperti SOPT atau Fibrosis paru Corpulmonal,
amilosis, karsinoma paru, ARDS.
103

5. CARA PENULARAN
Penyakit tuberculosis (TBC) bisa ditularkan melalui kontak langsung dengan pasien
TBC, seperti terpapar hembusan nafasnya, cairan tubuhnya, dan apabila
menggunakan sendok dan handuk secara bersamaan.

6. PENGOBATAN
Jenis obat yang dipakai
a. Obat Primer b. Obat Sekunder
1. Isoniazid (H) 1. Ekonamid
2. Rifampisin (R) 2. Protionamid
3. Pirazinamid (Z) 3. Sikloserin
4. Streptomisin 4. Kanamisin
5. Etambutol (E) 5. PAS (Para Amino Saliciclyc Acid)
6. Tiasetazon
7. Viomisin
8. Kapreomisin
Pengobatan TB ada 2 tahap:

a. Tahap INTENSIF
Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk
mencegah terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahab intensif
tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TBc BTA positif
menjadi negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat
dalam tahab intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan
obat.
b. Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih
panjang dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kelembutan.
104

Tahab lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga


mencegah terjadinya kekambuhan.

7. CARA PENCEGAHAN
Cara penularan TBC perlu diwaspadai dengan mengambil tindakan-tindakan
pencegahan selayaknya untuk menghindarkan infeksi tetes dari penderita ke
orang. Salah satu cara adalah batuk dan bersin sambil menutup mulut/hidung
dengan sapu tangan atau tissue untuk kemudian didesinfeksi dengan lysol atau
dibakar. Bila penderita berbicara, jangan terlampau dekat dengan lawan
bicaranya. Ventilasi yang baik dari ruangan juga memperkecil bahaya penularan.

Anak-anak dibawah usia satu tahun dari keluarga yang menderita TBC perlu
divaksinasi BCG sebagai pencegahan, bersamaan dengan pemberian isoniazid 2-
10 mg/kg selama 6 buan (kemoprofilaksis)

a) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat


dengan penderita tuberkulosisi paru BTA postif. Pemeriksaan meliputi tes
tuberkulin, klinis dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan
radiologis foto thorax diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila massih
negatif diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes
tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
b) Mass chest x-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok
populasi tertentu misalnya : karyawan rumahsakit/puskesmas/balai
pengobatan, penghuni rumah tahanan dan siswa-siswi pesantren.
105

a. UNTUK PENDERITA :
1. Minum obat sampai habis sesuai petunjuk
2. Menutup mulut ketika batuk atau bersin
3. Tidak meludah di sembarang tempat
4. Meludah di tempat yang terkena sinar matahari langsung atau ditempat
yang sudah ada karbol/lisol
b. UNTUK KELUARGA :
1. Jemur kasur seminggu sekali
2. Buka jendela lebar-lebar agar udara dan sinar matahari bisa langsung
masuk
c. PENCEGAHANLAIN :
1. Imunisasi BCG pada bayi
2. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi
8. Motivai kepatuhan minum obat

You might also like