Professional Documents
Culture Documents
1 ⎡⎛ N X ⎞ ⎛ NX ⎞ ⎛ NX ⎞ ⎤
Rx = ⎢⎜⎜ ⎟⎟ RA + ⎜⎜ ⎟⎟ RB + ⎜⎜ ⎟⎟ RC ⎥
3 ⎣⎝ N A ⎠ ⎝ NB ⎠ ⎝ NC ⎠ ⎦
dimana:
dimana:
R = curah hujan bulanan [mm]
N = curah hujan rata-
rata-rata tahunan [mm]
Subscript X
X, A
A, B
B, C menunjukkan stasiun hujan X
X, A
A, B
B, dan C
PENGISIAN DATA CURAH HUJAN
Inverse Square
q Distance Method
Secara matematik metode ini dinyatakan sebagai
berikut.
1 1 1
2
R A + 2
R B + 2
RC
(ddX A ) (d
dX B ) (d
dX C )
Rx =
1 1 1
+ +
(dX A ) (dX B ) (dX C ) 2
2 2
dimana:
dimana:
R = curah h hujan
h j bulanan
b l [
[mm]]
dX = jarak antara stasiun hujan (A, B, C) dan stasiun hujan yang
ditinjau (m)
Subscript X, A, B, C menunjukkan stasiun hujan X, A, B, dan C
PENGISIAN DATA CURAH HUJAN
SOAL: Apabila
p diasumsikan bahwa pada
p stasiun
penakar Bandung terdapat kehilangan data total
curah hujan bulan Maret 1990. Dengan
menggunakan data pada masing
masing--masing stasiun
basis, perkirakan besarnya data yang hilang
tersebut berdasarkan normal ratio method dan
i
inverse square method.
th d
Diketahui total curah hujan untuk masing-
masing-masing
stasiun hujan lain pada bulan Maret 1990
Stasiun Sukawana : 118,0 mm
Stasiun Dago Pakar : 282,0
282 0 mm
Stasiun Ujung Brg : 84,0 mm
Stasiun Ciharalang : 114,9
114 9 mm
PENGISIAN DATA CURAH HUJAN
Skala p
peta topografi
p g yang
y g digunakan
g adalah
1:50.000.
Jarak antara stasiun Bandung dan stasiun lain
sebagai
b b k
berikut
Stasiun Sukawana : 14,0 cm
S
Stasiun Dago Pakar
k : 7,0
0 cm
Stasiun Ujung Brg : 25,0 cm
Stasiun Ciharalang : 24,5
24 5 cm
PENGISIAN DATA CURAH HUJAN
Annual Precipitation
p
Tahun Bandung Sukawana Dago Pakar Ujung Berung Ciharalang
1985 1,966.80 1,865.00 2,279.00 2,000.20
1986 2,866.00 2,451.00 2,894.00 2,397.00 1,610.60
1987 1,524.00 1,509.00 1,771.00 1,172.80 1,207.20
1988 1,841.00 1,225.80 2,152.90 1,085.40 1,621.20
1989 1,744.00 1,872.00 2,008.30 1,524.00 1,942.70
1990 1,419.00 2,001.50 1,323.40 1,886.00
1991 1,626.00 1,440.00 1,809.00 1,330.70 1,515.10
1992 2,634.00 2,336.40 3,032.00 1,898.00 2,405.80
1993 1,678.00 1,468.80 2,088.90 1,663.10 465.10
1994 1,807.00 1,521.00 2,138.30 1,598.00 1,687.80
1995 1,181.00 1,408.00 1,378.70 901.00 1,198.60
R t R t
Rata-Rata 1 886 78
1,886.78 1 665 10
1,665.10 2 103 60
2,103.60 1 561 13
1,561.13 1 594 57
1,594.57
PENGISIAN DATA CURAH HUJAN
Normal Ratio Method
1 ⎡⎛ 1.894,62 ⎞ ⎛ 1.894,62 ⎞ ⎛ 1.894,62 ⎞ ⎛ 1.894,62 ⎞ ⎤
Rx = ⎢⎜ ⎟118 + ⎜ ⎟282 + ⎜ ⎟84 + ⎜ ⎟114,9⎥
3 ⎣⎝ 1.665,10 ⎠ ⎝ 2.103,60 ⎠ ⎝ 1.561,13 ⎠ ⎝ 1.594,57 ⎠ ⎦
Rx = 208mm
20,000
,
17,500
15,000
um
Bandung Cu
12,500
10,000
7 500
7,500
5,000
2,500
-
- 2,500 5,000 7,500 10,000 12,500 15,000 17,500 20,000 22,500
Others Stations Cum
KURVA MASSA GANDA
Stasiun Hujan
j Ciharalang
g
Year Ciharalang Ciharalang Cummulative Average of others Others Cummulative
1985 2,000.20 2,000.20 2,036.93 2,036.93
1986 1,610.60 3,610.80 2,652.00 4,688.93
1987 1,207.20 4,818.00 1,494.20 6,183.13
1988 1 621 20
1,621.20 6 439 20
6,439.20 1 576 28
1,576.28 7 759 41
7,759.41
1989 1,942.70 8,381.90 1,787.08 9,546.48
1990 1,886.00
, 10,267.90
, 1,679.23
, 11,225.71
,
1991 1,515.10 11,783.00 1,551.43 12,777.13
1992 2,405.80 14,188.80 2,475.10 15,252.23
1993 465.10 14,653.90 1,724.70 16,976.93
1994 1,687.80 16,341.70 1,766.08 18,743.01
1995 1 198 60
1,198.60 17 540 30
17,540.30 1 217 18
1,217.18 19 960 18
19,960.18
KURVA MASSA GANDA
Stasiun Hujan
j Ciharalang
g
20,000
S1 1,001
17 500
17,500 Fkoreksi = = = 3,71
S 2 0,2687
15,000
S2= 0,2697
Cum
12,500
,
Ciharalang C
10,000
y1= 10.578
7,500
C
S1= 1,001
00
5,000
17 500
17,500
15,000
Cum
12,500
Ciharalang C
10,000
7,500
C
5,000
2,500
-
- 2,500 5,000 7,500 10,000 12,500 15,000 17,500 20,000 22,500
Others Stations Cum
CURAH HUJAN WILAYAH
Secara hidrologi,
g , jenis
j curah hujan
j y
yang
g
diperlukan untuk perencanaan pemanfaatan
sumberdaya air dan pengendalian banjir adalah
curah hujan rata
rata--rata wilayah yang dinyatakan
dalam mm.
Karena distribusi hujan yang terjadi umumnya
tidak merata, besarnya curah hujan wilayah ini
harus diperkirakan berdasarkan tinggi hujan pada
beberapa stasiun pengamatan curah hujan.
hujan
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk
menghitung besarnya curah hujan wilayah antara
lain: arimatika, poligon Thiessen, isohiet, garis
potongan antara, depth elevation, dan mean
areal elevation.
CURAH HUJAN WILAYAH
Metode Aritmatika ((Rata-
(Rata-Rata Aljabar)
j )
• Perhitungan curah hujan wilayah dalam metode ini
dilakukan dengan menghitung rata
rata--rata aljabar dari
tinggi hujan beberapa stasiun pengamatan curah hujan
yang digunakan pada DAS yang bersangkutan.
• Hasil yang diperoleh dari metode ini cukup akurat
khususnya
kh apabila
bil ttopografi
fi DAS relatif
l tif datar
d t dan
d
stasiun pengamatan curah hujan tersebar merata pada
DAS tersebut.
R = (R1 + R2 + R3 + ......Rn )
1
n
Rbar = curah hujan wilayah (mm)
n = jumlah stasiun pengamatan curah hujan yang digunakan
R1 = tinggi
ti i curah
h hujan
h j padad stasiun
t i 1 (sinomim
( i i untuk
t k R 2, R 3, R n)
CURAH HUJAN WILAYAH
Metode Aritmatika ((Rata-
(Rata-Rata Aljabar)
j )
CURAH HUJAN WILAYAH
Metode Poligon
g Thiessen
• Apabila titik-
titik-titik stasiun pengamatan curah hujan
tidak tersebar merata di dalam DAS, maka cara
perhitungan curah hujan wilayah dilakukan dengan
menggunakan metode poligon Thiessen.
• Dalam metode ini, besarnya pengaruh curah hujan
yang jjatuh
t h pada
d suatut ddaerah
h diperhitungkan
di hit k sebagai
b i
faktor bobot luas poligon terhadap luas total.
• Diasumsikan besarnya
y jarak
j p
pengaruh
g curah hujan
j
suatu stasiun pengamatan adalah sebesar 50% jarak
antara stasiun pengamatan curah hujan tsb dan
stasiun pengamatan curah hujan lain yang berdekatan.
• Metode Thiessen memberikan hasil perhitungan yang
lebih teliti dibandingkan dengan metode aritmatika.
CURAH HUJAN WILAYAH
Metode Poligon
g Thiessen
• Kualitas hasil perhitungan tergantung kepada jaringan
stasiun hujan yang tersebar pada DAS. Pada daerah
yang relatif datar tentunya hasil yang diperoleh adalah
cukup akurat.
⎛ A1 R1 + A2 R2 + A3 R3 + ......... An Rn ⎞
R = ⎜⎜ ⎟⎟
⎝ A1 + A2 + A3 + ....... An ⎠
R = curah hujan wilayah
n = jumlah stasiun pengamatan curah hujan yang digunakan
R1 = tinggi curah hujan pada stasiun 1 (sinomim untuk R2, R3, Rn)
A1 = luas daerah poligon sesuai stasiun hujan masing-masing (sinonim u/ A2, A3, An)
W1 = faktor bobot untuk luas poligon 1 (sinonim untuk W2, W3, Wn)
CURAH HUJAN WILAYAH
Metode Poligon
g Thiessen
CURAH HUJAN WILAYAH
Metode Poligon
g Thiessen
C
E
D
F
G
CURAH HUJAN WILAYAH
Metode Poligon
g Thiessen
A A
B B
C C
E E
D D
F F
G G
sangat peka terhadap data
stasiun yang digunakan
ST. MARGAHAYU
CIKAPUNDUNG
UTARA
⎛ A1 R1 + A2 R2 + A3 R3 + ......... An Rn ⎞
R = ⎜⎜ ⎟⎟
⎝ A1 + A2 + A3 + ....... An ⎠
Rbar = curah hujan wilayah
n = jumlah stasiun pengamatan curah hujan yang digunakan
R1 = tinggi curah hujan pada stasiun 1 (sinomim untuk R2, R3, Rn)
A1 = luas daerah diantara 2 bh isohiet (sinonim untuk A2, A3, An)
CURAH HUJAN WILAYAH
Metode Isohiet
CURAH HUJAN WILAYAH
Metode Garis Potongan
g Antara (Intersection Line))
• Metode ini dibuat untuk menyederhanakan metode
isohiet. Namun karena metode ini merupakan bentuk
penyederhanaan dari metode isohiet,
isohiet maka ketelitian
hasil yang diperoleh dari metode inipun menjadi tidak
seakurat metode isohiet.
M t d Depth
Metode D th Elevation
El ti
• Pada kasus tertentu dimana tinggi curah hujan
meningkat seiring dengan bertambahnya elevasi,
elevasi
maka besarnya curah hujan wilayah dapat dihitung
dengan menggambarkan diagram hubungan antara
elevasi titik pengamatan dan curah hujan.
• Metode ini cocok untuk menentukan curah hujan
dengan jangka waktu yang panjang, seperti curah
hujan bulanan/tahunan dan sebagainya.
sebagainya
CURAH HUJAN WILAYAH
Metode Mean Areal Elevation
• Metode ini dapat digunakan apabila hubungan antara
curah hujan dan elevasi daerah yang bersangkutan
dapat dinyatakan dengan sebuah persamaan linier.
linier
• Serupa dengan metode depth elevation, metode ini
juga cocok untuk perhitungan curah hujan dengan
j
jangka
k waktu
kt yang panjang.
j
Ri = a + b ⋅ hi
Ri = tinggi curah hujan
hi = elevasi titik pengamatan
a dan b = konstanta