Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah serta jaringan yang
membentuk darah. Darah merupakan bagian penting dari sistem transport. Darah
merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang terdiri dari 2 bagian besar yaitu
plasma darah dan bagian korpuskuli.
Dalam arti lain hematologi juga dikenal sebagai cabang ilmu kedokteran mengenai
sel darah, organ pembentuk darah, dan kelainan yang berhubungan dengan sel serta
organ pembentuk darah. Setiap orang mengetahui bahwa pendarahan pada akhirnya
akan berhenti ketika terjadi luka atau terdapat luka lama yang mengeluarkan darah
kembali. Saat pendarahan berlangsung, gumpalan darah beku akan segera terbentuk
dan mengeras, dan luka pun pulih seketika. Sebuah kejadian yang mungkin tampak
sederhana dan biasa saja di mata Anda, tapi tidak bagi para ahli biokimia. Penelitian
mereka menunjukkan, peristiwa ini terjadi akibat bekerjanya sebuah sistem yang
sangat rumit. Hilangnya satu bagian saja yang membentuk sistem ini, atau kerusakan
sekecil apa pun padanya, akan menjadikan keseluruhan proses tidak berfungsi.
Darah harus membeku pada waktu dan tempat yang tepat, dan ketika
keadaannya telah pulih seperti sediakala, darah beku tersebut harus lenyap. Sistem
ini bekerja tanpa kesalahan sedikit pun hingga bagian-bagiannya yang terkecil. Jika
terjadi pendarahan, pembekuan darah harus segera terjadi demi mencegah kematian.
Di samping itu, darah beku tersebut harus menutupi keseluruhan luka, dan yang lebih
penting lagi, harus terbentuk tepat hanya pada lapisan paling atas yang menutupi
luka. Jika pembekuan darah tidak terjadi pada saat dan tempat yang tepat, maka
keseluruhan darah pada makhluk tersebut akan membeku dan berakibat pada
kematian.
1.4 Manfaat
Makalah ini di buat oleh kami agar meminimalisir kesalahan dalam tindakan
praktik keperawatan yang di sebabkan oleh ketidakpahaman dalam anatomi fisiologi
dalam sistem hematologi sehingga berpengaruh besar terhadap kehidupan klien.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Komposisi dan struktur Darah Manusia.
Karakteristik
1. Darah adalah sejenis jaringan ikat yang sel-selnya (elemen pembentuk) tertahan dan
di bawa dalam matriks cairan (plasma).
2. Darah lebih berat dibandingkan dengan air dan lebih ketal. Cairan ini memiliki rasa
dan bau yang khas, serta Ph 7.4 (7.35-7.45).
3. Warna darah bervariasi dan merah terang sampai merah tua kebiruan, bergantung
pada kadar oksigen yang dibawa ke sel darah merah.
4. Volume darah tetap sekitar 5 liter pada laki-laki dewasa berukuran rata-rata, dan
kurang sedikit pada perempuan dewasa. Volume ini bervariasi sesuai dengan ukuran
tubuh dan berbanding terbalik dengan jumlah jaringan edukosa dalam tubuh. Volume
ini juga bervariasi dengan perubahan cairan darah dan konsentrasi elektrolitnya.
Komposisi
Darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45%
bagian dari darah, angka ini dinyatakan dalam nilai hermatokrit atau volume sel
darah merah yang dipadatkan yang berkisar antara 40 sampai 47. Bagian 55% yang
lain berupa cairan kekuningan yang membentuk medium cairan darah yang
disebut plasma darah.
Eritrosit tidak mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan tidak dianggap
sebagai sel dari segi biologi. Eritrosit mengandung hemoglobin dan mengedarkan
oksigen. Sel darah merah juga berperan dalam penentuan golongan darah. Orang
yang kekurangan eritrosit menderita penyakit anemia.
Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk
memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh, misal
virus atau bakteri. Leukosit bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk yang tetap.
Orang yang kelebihan leukosit menderita penyakit leukimia, sedangkan orang yang
kekurangan leukosit menderita penyakit leukopenia.
Susunan Darah. serum darah atau plasma terdiri atas:
1. Air: 91,0%
3. Mineral: 0.9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam dari kalsium, fosfor,
magnesium dan zat besi, dll)
- albumin
- hormon
1. Air : 91%
4. Bahan organik : 0,1% ( Glukosa, lemak, asam urat, kreatinin kolesterol dan
asam amino). (Dr. Syaifuddin, 1992).
2.2 Fungsi Sel Darah dan Plasma Darah Pada Tubuh Manusia.
Plasma darah adalah cairan bening kekuningan yang unsur pokoknya sama
dengan sitoplasma. Plasma terdiri dari 92% air dan mengandung campuran kompleks
zat organic dan zat anorganik.
Di dalam plasma darah terlarut berbagai macam zat. Di antara zat-zat tersebut
ada yang masih berguna dan adapula yang tidak berguna. Beberapa zat tersebut
antara lain seperti berikut.
a. Zat makanan dan mineral, antara lain glukosa, gliserin, asam amino, asam lemak,
kolesterol, dan garam mineral.
b. Zat hasil produksi dari sel-sel, antara lain enzim, hormon, dan antibodi.
c. Protein,
Protein dalam plasma darah terdiri atas:
1) antiheofilik berguna mencegah anemia;
2) Tromboplastin berguna dalam proses pembekuan darah;
3) protrombin mempunyai peranan penting dalam pembekuan darah;
4) fibrinogen mempunyai peranan penting dalam pembekuan darah;
5) albumin mempunyai peranan penting untuk memelihara tekanan osmotik darah;
6) gammaglobulin berguna dalam senyawa antibodi.
d. Karbon dioksida, oksigen, dan nitrogen.
Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah sebanyak kira-kira
1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter. Keadaan jumlah tersebut pada tiap-tiap
orang tidak sama, tergantung kepada umur, pekerjaan, keadaan jantung atau
pembuluh darah. (Dr. Syaifuddin, 1992).
d. Hematokrit (% sel darah merah) : 45-52% untuk pria; 36-48% untuk wanita
e. Hemoglobin : 14,0-17,4 gram per 100ml untuk pria; 12,0-16,0 gram per 100ml
untuk wanita. (Elizabeth J Corwin, 2001).
Sel darah merah atau yang disebut eritrosit berasal dari bahasa yunani, yaitu
erythros berarti merah dan krytos yang berarti selubung/sel. Sel ini tidak memiliki
intisel, mitokondria, atau ribosom. Sel ini tidak dapat melakukan mitosis, fosforilasi
oksidatif sel, atau pembentukan protein. Sel darah merah mengandung protein
hemoglobin yang mengangkut sebagian besar oksigen yang diambil di paru ke sel-sel
diseluruh tubuh. Hemoglobin menempati sebagian besar ruang intrasel eritrosit. Sel
darah matang dikeluarkan dari sum-sum tulang dan hidup sekitar 120 hari untuk
kemudian mengalami disintegrasi dan mati. Sel-sel darah merah yang mati diganti
oleh sel-sel baru yang dihasilkan oleh sumsul tulang. (Elizabeth J Corwin, 2001)
Anemia
Anemia adalah defisiensi sel darah merah atau kekurangan hemoglobin. Hal
ini mengakibatkan penurunan jumlah sel darah merah, atau jumlah sel darah merah
tetap normal. Tetapi jumlah hemoglobinnya sub normal. Karena kemampuan darah
untuk membawa oksigen berkurang. Maka individu akan terlihat pucat atau kurang
tenaga.
Kekurangan sel darah merah yang dapat disebabkan karena hilangnya darah
yang terlalu cepat atau produksi sel darah merah yang terlalu lambat atau dapat
disebut dengan kekurangan hemoglobin (Hb). Hb adalah protein dalam sel darah
merah, yang mengantar oksigen dari paru ke bagian tubuh yang lain.
Anemia didefinisikan oleh tingkat Hb. Sebagian besar dokter sepakat bahwa
tingkat Hb di bawah 6,5 menunjukkan anemia yang gawat. Tingkat Hb yang normal
adalah sedikitnya 12 untuk perempuan dan 14 untuk laki-laki.
Perdarahan hebat
Akut (mendadak)
Kecelakaan
Pembedahan
Persalinan
Pecah pembuluh darah
Kronik (menahun)
Perdarahan hidung
Wasir (hemoroid)
Ulkus peptikum
Kekurangan vitamin C
Penyakit kronik
Pembesaran limpa
Sferositosis herediter
Elliptositosis herediter
Kekurangan G6PD
Penyakit hemoglobin C
Thalasemia
b. Gejala
c. Diagnosa
d. Macam-macam anemia
1.Anemia Hemoragis
2. Anemia Aplastika
Sumsum tulang yang tidak berfungsi sehingga produksi sel darah merah
terhambat.Dapat dikarenakan oleh radiasi sinar gamma (bom atom), sinar X yang
berlebihan, bahan2 kimia tertentu, obat2an atau pada orang2 dengan keganasan.
3.Anemia Megaloblasitik
4. Anemia Hemolitik
Sel darah merah yang abnormal ditandai dengan rapuhnya sel dan masa hidup
yg pendek (biasanya ada faktor keturunan)
Contoh :
1. Sferositosis, sel darah merah kecil, bentuk sferis, tidak mempunyai struktur
bikonkaf yg elastis (mudah sobek)
2. Anemia sel sabit, 0,3-10 % orang hitam di Afrika Barat dan Amerika sel2nya
mengandung tipe Hb yg abnormal (HbS), bila terpapar dengan O2 kadar rendah maka
Hb akan mengendap menjadi kristal2 panjang di dalam sel darah merah.. sehingga sel
darah merah menjadi lebih panjang dan berbentuk mirip seperti bulan sabit. Endapan
Hb merusak membran sel. Tekanan O2 jaringan yg rendah menghasilkan bentuk sabit
dan mudah sobek.Penurunan tekanan O2 lebih lanjut membentuk sel darah semakin
sabit dan penghancuran sel darah merah meningkat hebat.
3. Eritroblastosis Fetalis, Ibu dengan Rh(-) yang memiliki janin Rh(+).. pada saat
kehamilah pertama.. setelah ibu terpapar darah janin.. maka ibu secara otomatis akan
membentuk anti bodi terhadap Rh(+), sehingga pada kehamilan yang ke dua anti Rh
ibu akan menghancurkan darah bayi, dan bayi akan mengalami anemia yg hebat
hingga meninggal.
5. Nutrional Anemia
6. Anemia Pernisiosa
Vitamin B12 penting untuk sintesa DNA yang berperan dalam penggandaan dan
pematangan sel. Faktor intrinsik berikatan dengan B12 sebagai transport khusus
absorbsi B12 dari usus. Anemia pernisiosa bukan karena kekurangan Intake B12
melainkan karena defisiensi faktor intrinsik yg mengakibatkan absorbsi B12
terganggu.
7. Renal Anemia
Terjadi karena sekresi eritropoietin dari ginjal berkurang akibat penyakit ginjal.
Polisitemia
Dapat terjadi akibat hipoksia ( kekurangan oksigen ) karena hal berikut ini:
2. Polisitemia Vera
Granulosit
Jumlahnya hampir 75% dariseluruh leukosit, plasmanya mengandung granula
(butir-butir halus), dibuat didalam sumsum merah oleh jaringan retikulo
endotelium.Granulosit merupakan sel fagosit, memakan benda asing, terutama
bakteri.Oleh karena itu, granulosit dapat menembus dinding kapiler, disebut
diapedesis serta masuk ke jaringan-jaringan.Apabila terjadiluka, granulosit akan
berkumpul pada luka untuk memakan bakteri yang masuk ke dalam tubuh.Granulosit
yang mati akan berkumpul berupa nanah. Macam-macam sel yang terdapat kedalam
tipe granulosit antara lain :
1. Neutrofil
Ciri-ciri : Plasma bersifat netral bentuk bermacam-macam, bersifat fagosit
Jumlah (sel/mm3) : 3.000 – 7.000
Tempat pembentukan : Jaringan Limfoid , kelenjar limfa
Masa Hidup : 6 jam – beberapa hari
Fungsi : Memfagosit / memakan bakteri
2. Eosinofil
Ciri-ciri : Bersifat asam, berbintik kemerahan, jumlah meningkat selama terjadi
infeksi
Jumlah (sel/mm3) :100 – 400
Tempat Pembentukan : sumsum tulang
Fungsi : mencegah alergi, menghancurkan antigen-antibodi
Masa Hidup : 8 – 12 Hari
3. Basofil
Ciri-ciri : Bersifat basa, berwarna kebiruan, bersifat fagosit
Jumlah (sel/mm3) : 20 – 50
Tempat Pembentukan : Sumsum tulang
Masa Hidup : Beberapa jam – beberapa hari
Fungsi : Melepaskan zat pencegah alergi, mengandung heparin (zat anti koagulan)
Agranulosit
Makrofag
Makrofag adalah sel darah putih besar yang merupakan bagian penting dari sistem
kekebalan tubuh kita. Kata makrofag secara harfiah berarti ‘pemakan besar. “Ini
adalah organisme seperti amoeba, dan tugasnya adalah untuk membersihkan tubuh
kita dari puing-puing mikroskopis dan penyerang. Makrofag memiliki kemampuan
untuk mencari dan ‘makan’ partikel seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit.
Makrofag yang lahir dari sel-sel darah putih yang disebut monosit, yang
diproduksi oleh sel-sel induk dalam sumsum tulang kita. Monosit bergerak melalui
aliran darah, dan ketika mereka meninggalkan darah, mereka tumbuh menjadi
makrofag. Mereka tinggal selama berbulan-bulan, berpatroli sel dan organ tubuh kita
dan menjaga mereka bersih.
Tapi pekerjaan makrofag tidak berhenti di situ. Setelah virus telah ditelan dan
dicerna, misalnya, makrofag menampilkan protein mengidentifikasi itu virus tertentu.
Sebuah pesan akan dikirim ke seluruh sistem kekebalan tubuh untuk memanggil
untuk produksi antibodi spesifik untuk virus tertentu. Sepasukan sel tempur
kemudian dikirim keluar untuk menghancurkan virus sebelum mereka dapat
melakukan lebih banyak kerusakan. Makrofag bahkan menyerang beberapa sel
kanker.
Inflamasi
Radang atau inflamasi adalah reaksi jaringan hidup terhadap semua bentuk jejas yang
berupa reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang
terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial pada daerah cedera atau
nekrosis (Robbins & Kumar, 1994). Tujuan inflamasi yaitu untuk memperbaiki
jaringan yang rusak serta mempertahankan diri terhadap infeksi (Soesatyo, 2002).
Tanda-tanda inflamasi adalah berupa kemeraham (rubor), panas (kalor), nyeri
(dolor), pembengkakan (tumor) (Soesatyo, 2002), dan function laesa (Chandrasoma
dan Tailor, 1995).
a. Inflamasi akut
Inflamasi akut adalah inflamasi yang terjadi segera setelah adanya rangsang iritan.
Pada tahap ini terjadi pelepasan plasma dan komponen seluler darah ke dalam ruang-
ruang jaringan ekstraseluler. Termasuk didalamnya granulosit neutrofil yang
melakukan pelahapan (fagositosis) untuk membersihkan debris jaringan dan mikroba
(Soesatyo, 2002).
b. Inflamasi kronis
Inflamasi kronis terjadi jika respon inflamasi tidak berhasil memperbaiki seluruh
jaringan yang rusak kembali ke keadaan aslinya atau jika perbaikan tidak dapat
dilakukan sempurna (Ward, 1985).
2.6 Imunitas dan Alergi.
Imunitas
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang
melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan
membunuh patogen serta sel tumor.
Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme
akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta
menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang
sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa.
Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat
menginfeksi organisme.
Untuk selamat dari tantangan ini, beberapa mekanisme telah berevolusi
yang menetralisir patogen.
Bahkan organisme uniselular seperti bakteri dimusnahkan oleh sistem enzim yang
melindungi terhadap infeksi virus.
Mekanisme imun lainnya yang berevolusi pada eukariot kuno dan tetap pada
keturunan modern, seperti tanaman, ikan, reptil dan serangga. Mekanisme tersebut
termasuk peptida antimikrobial yang disebut defensin, fagositosis, dan sistem
komplemen.
Mekanisme yang lebih berpengalaman berkembang secara relatif baru-baru ini,
dengan adanya evolusi vertebrata.
Imunitas vertebrata seperti manusia berisi banyak jenis protein, sel, organ tubuh dan
jaringan yang berinteraksi pada jaringan yang rumit dan dinamin.
Sebagai bagian dari respon imun yang lebih kompleks ini, sistem vertebrata
mengadaptasi untuk mengakui patogen khusus secara lebih efektif.
Proses adaptasi membuat memori imunologikal dan membuat perlindungan yang
lebih efektif selama pertemuan di masa depan dengan patogen tersebut.
Proses imunitas yang diterima adalah basis dari vaksinasi.
Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya untuk melindungi tubuh
juga berkurang, membuat patogen, termasuk virus yang menyebabkan penyakit.
Penyakit defisiensi imun muncul ketika sistem imun kurang aktif daripada biasanya,
menyebabkan munculnya infeksi.
Defisiensi imun merupakan penyebab dari penyakit genetik, seperti severe combined
immunodeficiency, atau diproduksi oleh farmaseutikal atau infeksi, seperti sindrom
defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan oleh retrovirus HIV.
Penyakit autoimun menyebabkan sistem imun yang hiperaktif menyerang jaringan
normal seperti jaringan tersebut merupakan benda asing.
Penyakit autoimun yang umum termasuk rheumatoid arthritis, diabetes melitus tipe 1
dan lupus erythematosus.
Peran penting imunologi tersebut pada kesehatan dan penyakit adalah bagian dari
penelitian.
ALERGI
Alergi merupakan respons sistem imun yang tidak tepat dan kerap kali
membahayakan terhadap subtansi yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi
alergimerupakan manifestasi cidera jaringan yang terjadi akibat interaksi antara
antigen dan antibody. Kalau tubuh diinvasi oleh antigen yang biasanya berupa
protein yang dikenal tubuh sebagai benda asing, maka akan terjadi serangkaian
peristiwa dengan tujuan untuk membuat penginvasi tersebut tidak berbahaya,
menghancurkannyaa kemudian membebaskan tubuh darinya. Kalau limfosit bereaksi
terhadap antigen, kerapkali antibody dihasilkan. Reaksi alergi umum akan terjadi
ketika sistem imun pada seseorang yang rentan bereaksi secara agresif terhadap suatu
subtansi yang normalnya tidak berbahaya (mis., debu, tepung sari gulma). Produksi
mediator kimia pada reaksi alergi dapat menimbulkan gejala yang berkisar dari
gejala yang ringan hingga gejala yang dapat membawa hingga kematian.
Sistem imun tersusun dari banyak sel serta organ dan subtansi yang
disekresikan oleh sel-sel organ ini. Pelbagai bagian dari sistem imun ini harus
bekerjasama untuk memastikan pertahanan yang memadai terhadap para penginvasi
(yaitu virus, bakteri, subtansi asing lainnya) tanpa menghancurkan jaringan tubuh
sendiri lewat reaksi yang terlampau agresif.
2.7 Golongan Darah
Sebelum lahir, molekul protein yang di tentukan secara genetic disebut
antigen muncul di permukaan sel darah merah. Antigen ini, tipe A dan tipe B bereksi
dengan antibody pasanagnnya, yang mulai terlihat sekitar 2 sampai 8 bulan setelah
lahir.
a. Karena reaksi antigen –antibodi menyebabkan aglutinasi (penggumpalan) sel darah
merah, maka atigen disebut aglutinogen dan antibody pasangannya disebut aglutinin.
b. Seseorang mungkin saja tidak mewarisi tipe A maupun tipe B, atau hanya mewarisi
salah satunya atau bahkan keduanya sekaligus.
Klasifikasi Golongan Darah ABO ditentukan berdasarkan ada atau tidaknya
aglutinogen (antigen tipe A dan B) yang ditemukan pada permukaan eritrosit dan
agglutinin (antibody), anti A dan anti B yang ditemukan dalam plasma darah.
a. Darah golongan A mengandung aglutinogen tipe A dan agglutinin tipe B.
b. Darah golongan B mengandung aglutinogen tipe B dan aglutinin tipe A.
c. Darah golongan AB mengandung aglutinogen tipe A dan tipe B, tetapi tidak
mengandung agglutinin tipe A dan tipe B.
d. darah golongan O tidak mengandung aglutinogen, tetapi mengandung agglutinin anti
A dan anti B.
(1.) Tromboplastin (membrane lipopprotein) yang di lepas oleh sel-sel jaringan yang
rusak mengaktivasi protrombin dengan bantuan ion kalsium untuk membentuk
thrombin.
(2.) Thrombin mengubah pribrinogen yang dapat larut, menjadi pibrin yang tidak dapat
larut. Benang-benang pibrin membentuk bekuan, atau jarinagan-jaringan pibrin, yang
menangkap sel darah yang memlalui pembuluh yang rusak.
b. Mekanisme intrinsic untuk pembentukan darah berlangsung dalam cara yang lebih
sederhana daripada cara yang dijelaskan diatas. Mekanisme ini melibatkan 13 faktor
pembekuan yang hanya ditemukan dalam plasma darah. Setiap factor protein berada
dalam kondisi tidak aktif : jika salah satunya di aktivasi, maka aktifitas
enzimatiknya akan mengaktivasi factor selanjutnya dalam rangkaian, dengan
demikian akan terjadi suatu rangkaian reaksi untuk membuntuk bekuan.
Faktor II
Prothrombin: sebuah faktor koagulasi yang merupakan protein plasma dan diubah
menjadi bentuk aktif trombin (faktor IIa) oleh pembelahan dengan mengaktifkan
faktor X (Xa) di jalur umum dari pembekuan. Fibrinogen trombin kemudian
memotong ke bentuk aktif fibrin. Kekurangan faktor menyebabkan
hypoprothrombinemia.
Faktor III
Jaringan Tromboplastin: koagulasi faktor yang berasal dari beberapa sumber yang
berbeda dalam tubuh, seperti otak dan paru-paru; Jaringan Tromboplastin penting
dalam pembentukan prothrombin ekstrinsik yang mengkonversi prinsip di Jalur
koagulasi ekstrinsik. Disebut juga faktor jaringan.
Faktor IV
Kalsium: sebuah faktor koagulasi diperlukan dalam berbagai fase pembekuan darah.
Faktor V
Proaccelerin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan panas, yang
hadir dalam plasma, tetapi tidak dalam serum, dan fungsi baik di intrinsik dan
ekstrinsik koagulasi jalur. Proaccelerin mengkatalisis pembelahan prothrombin
trombin yang aktif. Kekurangan faktor ini, sifat resesif autosomal, mengarah pada
kecenderungan berdarah yang langka yang disebut parahemophilia, dengan berbagai
derajat keparahan. Disebut juga akselerator globulin.
Faktor VI
Sebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu bentuk aktif faktor V, tetapi
tidak lagi dianggap dalam skema hemostasis.
Faktor VII
Proconvertin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabildan panas dan
berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik. Hal ini diaktifkan oleh kontak
dengan kalsium, dan bersama dengan mengaktifkan faktor III itu faktor X. Defisiensi
faktor Proconvertin, yang mungkin herediter (autosomal resesif) atau diperoleh (yang
berhubungan dengan kekurangan vitamin K), hasil dalam kecenderungan perdarahan.
Disebut juga serum prothrombin konversi faktor akselerator dan stabil.
Faktor VIII
Antihemophilic faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan
berpartisipasi dalam jalur intrinsik dari koagulasi, bertindak (dalam konser dengan
faktor von Willebrand) sebagai kofaktor dalam aktivasi faktor X. Defisiensi, sebuah
resesif terkait-X sifat, penyebab hemofilia A. Disebut juga antihemophilic globulin
dan faktor antihemophilic A.
Faktor IX
Tromboplastin Plasma komponen, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif
stabil dan terlibat dalam jalur intrinsik dari pembekuan. Setelah aktivasi, diaktifkan
Defisiensi faktor X. hasil di hemofilia B. Disebut juga faktor Natal dan faktor
antihemophilic B.
Faktor X
Stuart faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan
berpartisipasi dalam baik intrinsik dan ekstrinsik jalur koagulasi, menyatukan mereka
untuk memulai jalur umum dari pembekuan. Setelah diaktifkan, membentuk
kompleks dengan kalsium, fosfolipid, dan faktor V, yang disebut prothrombinase; hal
ini dapat membelah dan mengaktifkan prothrombin untuk trombin. Kekurangan
faktor ini dapat menyebabkan gangguan koagulasi sistemik. Disebut juga Prower
Stuart-faktor. Bentuk yang diaktifkan disebut juga thrombokinase.
Faktor XI
Tromboplastin plasma yg di atas, faktor koagulasi yang stabil yang terlibat dalam
jalur intrinsik dari koagulasi; sekali diaktifkan, itu mengaktifkan faktor IX. Lihat
juga kekurangan faktor XI. Disebut juga faktor antihemophilic C.
Faktor XII
Hageman faktor: faktor koagulasi yang stabil yang diaktifkan oleh kontak dengan
kaca atau permukaan asing lainnya dan memulai jalur intrinsik dari koagulasi dengan
mengaktifkan faktor XI. Kekurangan faktor ini menghasilkan kecenderungan
trombosis.
Faktor XIII
Fibrin-faktor yang menstabilkan, sebuah faktor koagulasi yang merubah fibrin
monomer untuk polimer sehingga mereka menjadi stabil dan tidak larut dalam urea,
fibrin yang memungkinkan untuk membentuk pembekuan darah. Kekurangan faktor
ini memberikan kecenderungan seseorang hemorrhagic. Disebut juga fibrinase dan
protransglutaminase. Bentuk yang diaktifkan juga disebut transglutaminase.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah serta jaringan yang
membentuk darah. Darah merupakan bagian penting dari sistem transport. Darah
merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang terdiri dari 2 bagian besar yaitu
plasma darah dan bagian korpuskuli.
Dalam arti lain hematologi juga dikenal sebagai cabang ilmu kedokteran mengenai
sel darah, organ pembentuk darah, dan kelainan yang berhubungan dengan sel serta
organ pembentuk darah.
3.2 Saran.
Dari pemaparan diatas, kami memberikan saran agar dalam ilmu kesehatan
maupun ilmu alam lainnya penting sekali memahai anatomi sistem hematologi secara
tepat agar terhindar dari kesalahan dalam tindakan baik itu dirumah sakit maupun di
alam yang berkaitan dengan perubahan fungsi tubuh akibat kurangnya aktifitas
positif untuk memberikan kesehatan terhadap jantung sebagai pusat kehidupan dan
berhubungan pula dengan darah.
DAFTAR PUSTAKA
Pearce, Evelyn. 2000. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. PT Gramedia Jakarta
Buku ajar Fisiologi Kedokteran, Arthur C. Guyton, MD, dan John E. Hall, PhD edisi
11.
http://www.smallcrab.com/kesehatan/655-mengenal-secara-singkat-fungsi-dan-
bagian-bagian-darah (Diakses tanggal 18 Maret 2014 15.30 WIB).