Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana diketahui sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria
berlaku bersamaan dua perangkat hukum tanah di Indonesia (dualisme). Satu
bersumber pada hukum adat disebut hukum tanah adat dan yang lain bersumber pada
hukum barat disebut hukum tanah Barat. Dengan berlakunya hukum agraria yang
bersifat nasional (UU No. 5 Tahun 1960) maka terhadap tanah-tanah dengan hak barat
maupun tanah-tanah dengan hak adat harus dicarikan padanannya di dalam UUPA.
Untuk dapat masuk ke dalam sisem dari UUPA diselesaikan dengan melalui lembaga
konversi. Konversi adalah pengaturan dari hak-hak atas tanah yang ada sebelum
berlakunya UUPA untuk masuk sistem dalam dari UUPA (A.P.Parlindungan, 1990 :1).
Secara akademis dapat dikemukakan bahwa penyebab terjadinya konflik di
bidang pertanahan antara lain adalah keterbatasan ketersediaan tanah, ketimpangan
dalam struktur penguasaan tanah, ketiadaan persepsi yang sama antara sesama
pengelola negara mengenai makna penguasaan tanah oleh negara, inkonsistensi, dan
ketidaksinkronisasian. Ini baik secara vertikal maupun secara horizontal peraturan
perundang-undangan yang ada kaitannya dengan tanah, praktek-praktek manipulasi
dalam perolehan tanah pada masa lalu dan di era reformasi muncul kembali gugatan,
dualisme kewenangan (pusat-daerah) tentang urusan pertanahan serta ketidakjelasan
mengenai kedudukan hak ulayat dan masyarakat hukum adat dalam sistem perundang-
undangan agraria.
Di satu pihak masyarakat masih tetap menggunakan hukum adat sebagai
sandaran peraturan pertanahan dan diakui oleh komunitasnya, akan tetapi di lain pihak,
hukum agraria nasional belum sepenuhnya mengakui validitas hukum adat tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaturan hak atas tanah ?
2. Menjelaskan pendaftaran tanah
C. Tujuan penulisan
Adapun tujuan saya dalam menyusun makalah ini adalah disamping untuk
memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan semua mahasiswa
umumnya mampu memahami tentang hak milik atas tanah.
BAB II
PEMBAHASAN
Hak atas tanah meliputi semua hak yang diperoleh langsung dari negara disebut
hak primer dan semua hak yang berasal dari pemegang hak atas tanah lain berdasarkan
pada perjanjian bersama, disebut hak sekunder. Kedua hak tersebut pada umumnya
mempunyai persamaan, di mana pemegangnya berhak untuk menggunakan tanah yang
dikuasainya untuk dirinya sendiri atau untuk mendapat keuntungan dari orang lain
mdalui perjanjian dimana satu pihak memberikan hak-hak sekunder pada pihak lain.
Hak atas tanah yang diperoleh dari negara terdiri dari Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan. Tiap-tiap hak
mempunyai karakteristik tersendiri dnn semua harus didaftarkan menurut ketentuan
hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Pasal 20 UUPA hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak milik dapat beralih dan dialihkan
kepada pihak lain.
Salah satu kekhususan dari Hak Milik ini tidak dibatasi oleh waktu dan diberikan
untuk waktu yang tidak terbatas lamanya yaitu selama hak milik ini masih diakui
dalam rangka beriakunya UUPA, kecuali akan ketentuan Pasal 27 UUPA. Pasal 27
UUPA menjelaskan bahwa Hak Milik itu hapus apabila :
· Tanahnya jatuh kepada negara :
1. Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18
2. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
3. Karena diterlantarkan
4. Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2)
· Tanahnya musnah.
Pada asasnya badan hukum tidak mungkin mempunyai tanah dengan hak milik
kecuali ditentukan secara khusus oleh Undang-undang atau peraturan lainnya, seperti
yang telah ditentukan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1973 yaitu:
a. Bank-bank yang didirikan oleh negara.
b. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi pertanian yang didirikan berdasarkan
undang-undang Nomor 79 Tahun 1958.
c. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh menteri pertanian/agraria setelah
mendengar menteri agama.
d. Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh menteri pertanian/agraria setelah
mendengar menteri sosial.
Penjelasan umum UUPA menerangkan bahwa dilarangnya badan hukum
mempunyai hak milik, karena memangnya badan hukum tidak periu mempimyai hak
milik tetapi cukup bagi keperluan-keperluan yang khusus yaitu hak-hak lain selain hak
milik.
B. Pendaftaran Tanah
1. Pengertian dan Landasan Hukum Pendaftaran Tanah
a) Pengertian Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan pemilik
terhadap hak atas tanah, baik dalam pemindahan hak ataupun pemberian dan
pengakuan hak baru, kegiatan pendaftaran tersebut memberikan suatu kejelasan status
terhadap tanah. Dalam Pasal 1 PP No. 24 tahun 1997 disebutkan pendaftaran tanah
adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus,
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan pengolahan, pembukuan dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar,
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian
surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak
milik atas rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Pendaftaran tanah dapat dilakukan melalui pendaftaran tanah secara sistematis
dan sporadis yaitu kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan secara serentak yang
meliputi semua bidang tanah di suatu wilayah atau bagian wilayah suatu
desa/kelurahan, baik tanah dipunyai dengan suatu hak atas tanah maupun tanah negara.
Yang dimaksud dengan suatu hak adalah hak atas tanah menurut hukum adat dan hak
atas tanah menurut UUPA.
Pasal 23 UUPA :
Ayat 1 : Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya
dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan dimaksud dalam
Pasal 19.
Ayat 2 : Pendaftaran termasuk dalam ayat 2 merupakan alat pembuktian yang kuat
mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.
Pasal 32 UUPA :
Ayat 1 : Hak guna usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap
peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-
ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.
Ayat 2 : Pendaftaran termasuk dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat
mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hak-hak itu hapus
karena jangka waktunya berakhir.
Pasal 38 UUPA :
Ayat 1 : Hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga
setiap peralihan dan hapusnya dak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-
ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.
Ayat 2 : Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat
mengenai hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan tersebut, kecuali dalam
hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhirnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hak Milik adalah hak terkuat dan terpenuh, tetapi di atas itu ada hak
pemerintah untuk mempergunakan tanah demi kepentingan umum dan pemilik hak
milik di berikann ganti rugi.
Pendaftaran hak atas tanah adat menurut ketentuan PP No. 24 Tahun 1997
adalah sebelum didaftarkan harus dikonversi terlebih dahulu. Terhadap hak atas tanah
adat yang memiliki bukti-bukti tertulis atau tidak tertulis dimana pelaksanaan konversi
dilakukan oleh Panitia Pendaftaran ajudikasi yang bertindak atas nama Kepala Kantor
Pertanahan Nasional, prosesnya dilakukan dengan penegasan hak sedangkan terhadap
hak atas tanah adat yang tidak mempunyai bukti dilakukandengan proses pengakuan
hak.
Seyogyanya strategi pembangunan hukum agraria nasional dapat menampung
aspirasi masyarakat hukum adat. Antara lain :
1. Agar pemasyarakat UUPA terus dilakukan sehingga masyarakat mengetahui
secara baik tentang peraturan pertanahan. Bahkan UUPA yang sekarang sepertinya
sudah sangat ketinggalan zaman juga perlu diadakan penyesuaian.
2. Perlu penyuluhan hukum yang sifatnya terpadu yang dilakukan pihak Badan
Pertanahan Nasional secara mandiri sehingga masyarakat akan mengerti pentingnya
sertifikat Tanah Hak Milik, sehingga perlu dilakukan pendaftaran Tanah.
3. Dengan berlakunya PP No.24 Tahun 1997 hendaknya pendaftaran tanah
diIndonesia bukan diutamakan di daerah perkotaan tetapi pendaftaran hendaknya
dilakukan di desa terutama desa tingkat ekonomi lemah, apalagi masyarakat di
pedesaan kurang begitu mengerti bagaimana pendaftaran tanah dan pentingnya
pendaftaran tanah.
DAFTAR PUSTAKA