You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia
seutuhnya, melakukan pembinaan kesehatan anak sejak dini melalui kegiatan
kesehatan ibu dan anak. Pembinaan kesehatan anak usia dini, sejak masih dalam
kandungan hingga usia balita ditujukan untuk melindungi anak dari ancaman
kematian dan kesakitan yang dapat membawa cacat serta untuk membina,
membekali dan memperbesar potensinya untuk menjadi manusia tangguh (Depkes
RI, 2013). Millenium Development Goals (MDG’s) atau tujuan pembangunan
millenium adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar manusia melalui komitmen
bersama antara 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk
melaksanakan 8 (delapan) tujuan pembangunan, yaitu salah satunya menurunkan
angka kematian balita. Target yang diharapkan dicapai pada tahun 2015 untuk angka
kematian balita menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup.1
Kematian balita sebagian besar disebabkan oleh masalah gizi. Masalah gizi
di Indonesia yang terbanyak meliputi gizi kurang atau yang mencakup susunan
hidangan yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhan yang tidak mencukupi
kebutuhan badan. Secara umum terdapat 4 masalah gizi utama di Indonesia yakni
KEP (Kurang Energi Protein), KVA (Kurang Vitamin A), Kurang Yodium (gondok
endemik) dan kurang zat besi (anemi gizi besi). Akibat dari kurang gizi ini adalah
kerentanan terhadap penyakit-penyakit infeksi dan dapat menyebabkan
meningkatnya angka kematian (Suhardjo, 2003). Anak balita (1-5 tahun) merupakan
kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (KEP) atau
termasuk salah satu kelompok masyarakat yang rentan gizi.2
Berdasarkan data dari Direktorat Bina Gizi Kementrian Kesehatan diketahui
sampai tahun 2011 ada sekitar 1 juta anak di Indonesia yang mengalami gizi buruk.
Pada tahun 2010, tercatat jumlah balita gizi buruk di Indonesia sebanyak 43.616
balita atau sebesar ini lebih kecil 4,9%. Angka ini lebih kecil jika dibandingkan tahun
2009 dengan jumlah balita gizi buruk sebanyak 56.941 balita. Namun, angka
penderita gizi buruk pada tahun 2010 ini masih lebih tinggi dibandingkan tahun 2008
yang berjumlah 41.290 balita.3

1
Di Papua sendiri, Pada tahun 2013, sebanyak 8 persen balita yang mengalami
wasting (kurus) atau turun sebesar 3,7 persen dari tahun 2012 yang berada pada
tingkat 11,7 persen. Namun, prevalensi ini masih menunjukkan masalah kesehatan
masyarakat pada tingkat buruk berdasarkan klasifikasi WHO, dimana Papua masih
dalah tingkat kurang. Sebanyak enam kabupaten/kota sudah tergolong dalam
klasifikasi baik dimana memiliki prevalensi kurang dari 5 persen, 23 kabupaten/kota
berada pada tingkat kurang dan 9 kabupaten pada tingkat buruk.4
Dalam mengatasi masalah gizi di masyarakat, Departemen Kesehatan telah
melakukan berbagai upaya dengan mengikut sertakan masyarakat sebagai pelaksana
di lapangan. Salah satu bentuk upaya pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan
adalah menumbuh kembangkan posyandu. Pemantauan pertumbuhan balita
merupakan salah satu pelayanan gizi yang dilaksanakan di posyandu yang bertujuan
untuk mendeteksi dini adanya kelainan gizi. Selain pemantauan pertumbuhan, upaya
perbaikan gizi masyarakat juga dilaksanakan di posyandu yaitu berupa pemberian
paket gizi yang terdiri dari pemberian tablet tambah darah (Fe), pemberian suplemen
vitamin A kepada balita yang diberikan 2 kali setiap tahun, iodium, dan MP-ASI
serta penyuluhan gizi. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan status gizi masyarakat.5
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan yaitu tentang pentingnya
pemantauan pertumbuhan untuk mendeteksi dini kelainan gizi pada bayi dan balita,
maka penulis akan melakukan penelitian tentang Gambaran Status Gizi Bayi dan
Balita di Posyandu Matahari Puskesmas Koya Barat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka penulis merumuskan masalah sebagai
berikut: Bagaimana gambaran status gizi bayi dan balita di posyandu Matahari
Puskesmas Koya Barat periode 16-23 Oktober 2018?

2
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran status gizi
bayi dan balita di posyandu Matahari Puskesmas Koya Barat periode 16-23
Oktober 2018.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran status gizi bayi dan balita di posyandu Matahari
Puskesmas Koya Barat periode 16-23 Oktober 2018 berdasarkan BB/U.
b. Untuk mengetahui gambaran status gizi bayi dan balita di posyandu Matahari
Puskesmas Koya Barat periode 16-23 Oktober 2018 berdasarkan jenis
kelamin.
c. Untuk mengetahui gambaran status gizi bayi dan balita di posyandu Matahari
Puskesmas Koya Barat periode 16-23 Oktober 2018 berdasarkan pekerjaan.
d. Untuk mengetahui gambaran status gizi bayi dan balita di posyandu Matahari
Puskesmas Koya Barat periode 16-23 Oktober 2018 berdasarkan pendidikan.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan evaluasi
dalam upaya meningkatkan status gizi pada bayi dan balita.
2. Manfaat Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
tentang pentingnya program posyandu dalam meningkatkan status gizi bayi dan
balita.
3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat menggambaran hasil mahasiswa selama mengikuti
stase IKM dengan bukti ilmiah hasil penelitian yang telah dipertanggung
jawabkan sehingga dapat menambah referensi kepustakaan dan dijadikan acuan
untuk pengembangan keilmuan.
4. Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti tentang program
posyandu dalam meningkatkan status gizi bayi dan balita sehingga peneliti dapat
mengaplikasikan ilmu tersebut kepada masyarakat.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Status Gizi6,7,8,9
1. Pengertian status gizi
Status gizi yaitu ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.
Contoh: Gizi kurang merupakan keadaan tidak seimbangnya konsumsi makanan
dalam tubuh seseorang (I Dewa Nyoman, 2001).
Status gizi yaitu keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok yang
ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang
diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara
antropometri.6
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
a. Faktor External
Faktor eksternal yang mempengaruhi status gizi antara lain:
1) Pendapatan
Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi
keluarga, yang hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga
tersebut
2) Pendidikan
Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan, sikap dan
perilaku orang tua atau masyarakat untuk mewujudkan dengan status gizi
yang baik
3) Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupan keluarganya. Bekerja umumnya merupakan
kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai
pengaruh terhadap kehidupan keluarga
4) Budaya
Budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku dan
kebiasaan.

4
b. Faktor Internal
Faktor Internal yang mempengaruhi status gizi antara lain:
1) Usia
Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki
orang tua dalam pemberian nutrisi anak balita
2) Kondisi Fisik
Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang lanjut
usia, semuanya memerlukan pangan khusus karena status kesehatan
mereka yang buruk. Bayi dan anak-anak yang kesehatannya buruk,
adalah sangat rawan, karena pada periode hidup ini kebutuhan zat gizi
digunakan untuk pertumbuhan cepat
3) Infeksi
Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau
menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan.7
3. Penilaian status gizi
Penilaian status gizi secara langsung menurut Supariasa dapat dilakukan dengan:
a. Antropometri
Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Sedangkan antropometri gizi
adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dan tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara
umum digunakan untuk melihat keseimbangan asupan protein dan energi.
b. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode untuk menilai status gizi berdasarkan atas
perubahan-perubahan yang terjadi dihubungkan dengan ketidakcukupan zat
gizi, seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau organ yang dekat
dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
c. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang
diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan.
Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urin, tinja dan juga
beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.

5
d. Biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melibat kemampuan fungsi dan melihat perubahan struktur dari
jaringan.
Penilaian status gizi secara tidak langsung menurut Supariasa, dapat dilakukan
dengan:
a. Survey Konsumsi Makanan
Survey konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara
tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat dan gizi yang
dikonsumsi.
Kesalahan dalam survey makanan bisa disebabkan oleh perkiraan yang
tidak tepat dalam menentukan jumlah makanan yang dikonsumsi balita,
kecenderungan untuk mengurangi makanan yang banyak dikonsumsi dan
menambah makanan yang sedikit dikonsumsi (The Flat Slope Syndrome),
membesar-besarkan konsumsi makanan yang bernilai sosial tinggi, keinginan
melaporkan konsumsi vitamin dan mineral tambahan kesalahan dalam
mencatat (food record).6
b. Statistik Vital
Yaitu dengan menganalisis data beberapa statistik kesebatan seperti
angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian karena
penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.6
c. Faktor Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi antara
beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang
tersedia sangat tergantung dan keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi,
dan lain-lain.8
4. Klasifikasi Status Gizi
Untuk menentukan klasifikasi status gizi digunakan Z-skor sebagai batas
ambang kategori. Standar deviasi unit (Z-score) digunakan untuk meneliti dan
memantau pertumbuhan serta mengetahui klasifikasi status gizi. Rumus
perhitungan Z-skor adalah sebagai berikut :
Z-skor : Nilai Individu subyek – Nilai median baku rujukan
Nilai simpangan baku rujukan

6
Dibawah ini adalah kategori status gizi menurut indikator yang digunakan dan
batasan-batasannya, yang merupakan hasil kesepakatan nasional pakar gizi di
Bogor bulan Januari 2000 dan di Semarang bulan Mei 2000.9
INDEKS STATUS GIZI AMBANG BATAS *)
Gizi Lebih > + 2 SD
Berat badan menurut Gizi Baik ≥ -2 SD sampai +2 SD
umur (BB/U) Gizi Kurang -3 SD sampai < -2 SD
Gizi Buruk < – 3 SD
Tinggi badan menurut Sangat Pendek <-3 SD
umur (TB/U) Pendek -3 SD sampai< - 2 SD
Normal -2 SD sampai +2 SD
Gemuk > + 2 SD
Berat badan menurut Sangat Kurus < - 3 SD
tinggi badan (BB/TB) Normal ≥ -2 SD sampai + 2 SD
Kurus (wasted) -3 SD sampai < -2 SD
Kurus sekali < – 3 SD
Sumber : Depkes RI, 2010
B. Antropometri
1. Pengertian
Antropometri berasal dari kata antropos dan metros. Antropos artinya
tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh.
Pengertian ini bersifat sangat umum sekali. Pengertian dari sudut pandang gizi,
telah banyak diungkapkan oleh para ahli Jelliffe (1966) mengungkapkan bahwa;
“Nutritional antropometry is measurement of the variations of the physical
dimensions and the gross composition of the human body at different age levels
and degree of nutrition”. Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan pengertian
bahwa antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi.6
2. Keunggulan dan Kelemahan
Keunggulan antropometri gizi sebagai berikut:

7
a. Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel
yang besar
b. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga
yang sudah dilatih dalam waktu singkat dapat melakukan pengukuran
antropometri. Kader gizi (Posyandu) tidak perlu seorang ahli, tetapi dengan
pelatihan singkat ia dapat melaksanakan kegiatannya secara rutin
c. Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di
daerah setempat. Memang ada alat antropometri yang mahal dan harus
diimpor dari luar negeri, tetapi penggunaan alat itu hanya tertentu saja seperti
"Skin Fold Caliper" untuk mengukur tebal lemak di bawah kulit
d. Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan
e. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau
f. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan gizi buruk,
karena sudah ada ambang batas yang jelas
g. Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode
tertentu, atau dari satu generasi ke generasi berikutnya
h. Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang
rawan terhadap gizi.
Di samping keunggulan metode penentuan status gizi secara antropometri,
terdapat pula beberapa kelemahan:6
a. Tidak sensitifnya metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu
singkat. Di samping itu tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu
seperti zink dan Fe
b. Faktor di luar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan
energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran
antropometri
c. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi,
akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi.
Kesalahan ini terjadi karena:
1) Pengukuran
2) Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan
3) Analisis dan asumsi yang keliru

8
d. Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan:
1) Latihan petugas yang tidak cukup
2) Kesalahan alat atau alat tidak ditera
3) Kesulitan pengukuran.6
3. Jenis Parameter
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur
beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara
lain: Umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar
dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit.8
a. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan
penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah.
Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak
berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.
b. Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling
sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan
untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR. Dikatakan BBLR apabila berat
bayi lahir di bawah 2500 gram atau di bawah 2,5 kg. Pada masa bayi-balita,
berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik
maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites,
edema dan adanya tumor.
Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang
digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan: mudah
digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain, mudah diperoleh
dan relatif murah harganya, ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum
0,1 kg, skalanya mudah dibaca, cukup aman untuk menimbang anak balita.
Alat yang dapat memenuhi persyaratan dan kemudian dipilih dan
dianjurkan untuk digunakan dalam penimbangan anak balita adalah dacin.
Dacin yang digunakan sebaiknya minimum 20 kg dan maksimum 25 kg. Bila
digunakan dacin berkapasitas 50 kg dapat juga, tetapi hasilnya agak kasar,
karena angka ketelitiannya 0,25 kg.
c. Tinggi Badan

9
Tinggi atau panjang badan merupakan indikator umum ukuran tubuh dan
panjang tulang. Namun, tinggi saja belum dapat dijadikan indikator untuk
menilai status gizi, kecuali jika digabungkan dengan indikator lain seperti
usia dan berat badan.
d. Lingkar Lengan atas (LLA)
Lingkar lengan atas (LLA) dewasa ini memang merupakan salah satu pilihan
untuk penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan
alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga yang lebih murah.
Pengukuran LLA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko
Kekurangan Energi Protein (KEP) Wanita Usia Subur (WUS). Pengukuran
LLA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam
jangka pendek. Pengukuran LLA digunakan karena pengukurannya sangat
mudah dan dapat dilakukan siapa saja.
Lingkar lengan atas diperiksa pada bagian pertengahan jarak antara
olekranon dan tonjolan akromion. Ambang batas LLA WUS dengan risiko
KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LLA kurang 23,5 cm atau
dibagian merah pita LLA, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK,
dan diperkirakan akan melahirkan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). BBLR
mempunyai risiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan
gangguan perkembangan anak.
e. Lingkar Kepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara
praktis, yang biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya
kepala atau peningkatan ukuran kepala. Contoh yang sering digunakan
adalah kepala besar (Hidrosefalus) dan kepala kecil (Mikrosefalus). Lingkar
kepala terutama dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak.
Ukuran otak meningkat secara cepat selama tahun pertama, akan tetapi besar
lingkar kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi.
Bagaimanapun juga ukuran otak dan lapisan tulang kepala dan tengkorak
dapat bervariasi sesuai dengan keadaan gizi.

10
f. Lingkar Dada
Biasanya dilakukan pada anak yang berumur 2 sampai 3 tahun, karena rasio
lingkar kepala dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Setelah umur ini,
tulang tengkorak tumbuh secara lambat dan pertumbuhan dada lebih cepat.
Umur antara 6 bulan dan 5 tahun, rasio lingkar kepala dan dada adalah kurang
dari satu, hal ini dikarenakan akibat kegagalan perkembangan dan
pertumbuhan, atau kelemahan otot dan lemak pada dinding dada. Ini dapat
digunakan sebagai indikator dalam menentukan KEP pada anak balita.8
g. Jaringan Lunak
Otak, hati, jantung, dan organ dalam lainnya merupakan bagian yang cukup
besar dari berat badan, tetapi relatif tidak berubah beratnya pada anak
malnutrisi. Otot dan lemak merupakan jaringan lunak yang sangat bervariasi
pada penderita KEP. Antropometri jaringan dapat dilakukan pada kedua
jaringan tersebut dalam pengukuran status gizi di masyarakat.
h. Lemak subkutan (Sub-Cutaneous Fat)
Penelitian komposisi tubuh, termasuk informasi mengenai jumlah dan
distribusi lemak subkutan, dapat dilakukan dengan bermacam metode:
Analisis Kimia dan Fisik (melalui analisis seluruh tubuh pada autopsi),
Ultrasonik, Densitometri (melalui penempatan air pada densitometer),
Radiological anthropometry (dengan mengunakan jaringan yang lunak) dan
Physical anthropometry (menggunakan skin-fold calipers).8
4. Indeks Antropometri
Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi
antara beberapa parameter disebut indeks antropometri.
a. Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Indeks BB/U merefleksikan berat badan relatif dibandingkan dengan umur
anak. Indeks ini menggambarkan status gizi masa kini, baik digunakan
apabila data umur tidak diketahui. Karena indeks ini menggambarkan
proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan maka indeks ini merupakan
indikator kekurusan (wasting). Dengan sifat labil, indeks BB/U
menggambarkan status gizi pada masa kini. Indeks ini dapat mendeteksi
apakah seorang anak beratnya kurang atau sangat kurang, tetapi tidak dapat

11
digunakan untuk mengklasifikasikan apakah seorang anak mengalami
kelebihan berat badan atau sangat gemuk.
Penting untuk diketahui bahwa seorang anak dengan BB/U rendah dapat
disebabkan oleh pendek (stunting) atau kurus (thinness) atau keduanya.6
Kelebihan indeks BB/U antara lain:
1) Mudah dan cepat dimengerti masyarakat umum
2) Sensitif melihat perubahan status gizi jangka pendek
3) Dapat mendeteksi kelebihan berat badan (overweight)
4) Pengukuran objektif, pengulangan memberikan hasil relatif sama
5) Alat mudah dibawa dan relatif murah
6) Pengukuran mudah dilakukan dan teliti
7) Pengukuran tidak makan waktu banyak.
Kekurangan indeks BB/U:
1) Kekeliruan interpretasi bila ada oedema
2) Perlu data umur yang akurat
3) Sering kesalahan pengukuran akibat pengaruh pakaian dan gerakan anak
4) Secara operasional sering terjadi hambatan karena masalah sosial budaya
setempat.
b. Berat Badan menurut Panjang atau Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB)
Berat badan mempunyai hubungan linear dengan tinggi badan. Pada keadaan
normal, maka perkembangan berat badan searah dengan pertambahan tinggi
badan dengan kecepatan tertentu. Indeks ini menggambarkan status gizi masa
kini, baik digunakan apabila data umur tidak diketahui. Karena indeks ini
menggambarkan proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan, maka
indeks ini merupakan indikator kekurusan (wasting).6
Kelebihan indeks BB/TB antara lain:
1) Hampir bebas terhadap pengaruh umur dan ras
2) Dapat membedakan anak: kurus, gemuk, marasmus atau bentuk KEP
lainnya.

12
Kelemahan indeks BB/TB:
1) Tidak dapat memberi gambaran apakah anak tersebut pendek, cukup
tinggi badan atau kelebihan TB, karena faktor umur tidak diperhatikan
2) Dalam praktek sering dialami kesulitan ketika mengukur panjang badan
anak baduta atau TB anak balita
3) Sering terjadi kesalahan membaca angka hasil pengukuran, terutama bila
dilakukan oleh tenaga non-profesional.
c. Panjang atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U)
Tinggi badan menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan
normal maka tinggi badan akan tumbuh bersamaan dengan pertambahan
umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, dimana tinggi
badan relatif kurang sensitif terhadap defisiensi gizi dalam jangka pendek.
Indeks ini menggambarkan keadaan stunting.6
Kelebihan indeks TB/U:
1) Indikator yang baik untuk mengetahui kurang gizi masa lampau
2) Alat mudah dibawa ke lapangan dan dapat dibuat secara lokal
3) Jarang orangtua keberatan diukur anaknya
4) Pengukuran objektif.
Kelemahan indeks TB/U :
1) Dalam menilai intervensi harus disertai indeks lain (seperti BB/U),
karena perubahan TB tidak banyak terjadi dalam waktu singkat
2) Membutuhkan beberapa teknik pengukuran seperti: alat ukur PB untuk
anak < 2 tahun, dan alat ukur TB untuk anak >2 tahun
3) Hasil ukur yang teliti sulit diperoleh oleh tenaga kurang terlatih, seperti
kader atau petugas yang belum berpengalaman
4) Memerlukan tenaga 2 orang untuk mengukur panjang badan
5) Umur tepat kadang sulit didapatkan.
d. Lingkar Lengan Atas Menurut Umur (LLA/U)6
Kelebihan Indeks LLA/U:
1) Indikator yang baik untuk menilai KEP berat
2) Alat ukur murah, sangat ringan, dan dapat dibuat sendiri
3) Alat dapat diberi kode warna untuk menentukan tingkat keadaan gizi,
sehingga dapat digunakan oleh yang tidak dapat membaca dan menulis.

13
Kekurangan Indeks LLA/U:
1) Hanya dapat mengidentifikasi anak dengan KEP berat
2) Sulit menentukan ambang batas
3) Sulit digunakan untuk melihat pertumbuhan anak terutama anak usia 2
sampai 5 tahun yan perubahannya tidak nampak nyata.
e. Indeks Massa Tubuh
Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun)
merupakan masalah penting, karena selain mempunyai resiko penyakit
tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu
pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan.
Salah satu cara adalah dengan mempertahankan berat badan
ideal/normal. Kategori batas ambang IMT untuk Indonesia menurut WHO:6,9
Kategori IMT:
1) Sangat kurus < 16,49
2) Kurus 17,00 – 18,49
3) Normal 18,5 – 24,99
4) Overweight 25,0 – 29,99
5) Obesitas
a) Obesitas tingkat ringan (batas I) 30 – 34,99
b) Obesitas tingkat sedang (batas II) > 35– 39,99
c) Obesitas tingkat berat (batas (III) > 40
f. Tebal Lemak Bawah Kulit Menurut Umur (TLBK/U)
Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit
(skinfold) dilakukan pada beberapa bagian misalnya pada bagian lengan atas
(triceps dan biceps), lengan bawah (foream), tulang belikat (subscapular),
ditengah garis ketiak (midaxilarry).
Lemak tubuh dapat diukur secara absolut dinyatakan dalam kilogram
maupun secara relatif dinyatakan dalam persen terhadap berat tubuh total.
Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi tergantung dari jenis kelamin dan
umur. Umumnya lemak bawah kulit pria = 3,1 kg dan wanita = 5,1 kg.

14
C. Posyandu10
Posyandu adalah salah satu bentuk Upaya Kesehatan bersumber daya Masyarakat
(UKMB) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan
masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan
angka kematian bayi.
Tujuan umum dari posyandu adalah menunjang percepatan penurunan Angka
Kematian Ibu dan Anak (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia
melalui perberdayaan masyarakat.
Sasaran posyandu adalah seluruh masyarakat terutama bayi, anak, balita, ibu
hamil, ibu melahirkan, ibu nifas, ibu menyusui, pasangan usia subur.
Kegiatan posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan.
Kegiatan utama terdiri dari kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, imunisasi,
gizi, serta pencegahan dan penanggulangan diare.10

15
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian data primer secara deskriptif.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di posyandu Matahari Puskesmas Koya Barat, berlangsung
pada 16-23 Oktober 2018.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi dan balita yang terdaftar dalam
administrasi posyandu Matahari Puskesmas Koya Barat untuk melakukan
penimbangan bulan Oktober yaitu sebanyak 76 orang.
orang.
2. Sampel
Sampel pada penelitian merupakan sebagian dari populasi dimana besar sampel
ditentukan berdasarkan Rumus Slovin, sehingga didapatkan besar sampel adalah
63 orang. Sedangkan teknik pengambilan sampel dilakukan dengan Simple
Random Sampling.
D. Variabel Penelitian
1. Berat Badan menurut Umur
2. Jenis Kelamin
3. Pekerjaan
4. Pendidikan
E. Definisi Operasional
1. Berat Badan menurut Umur
Status gizi adalah perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.
Berdasarkan berat badan menurut umur, status gizi diklasifikasikan menjadi:
Gizi Lebih > + 2 SD
Gizi Baik ≥ -2 SD sampai +2 SD
Gizi Kurang -3 SD sampai < -2 SD
Gizi Buruk < – 3 SD

16
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditemukan
secara biologi yang melekat pada jenis kelamin tertentu, terdiri dari:
a. Laki-laki
b. Perempuan
3. Pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang atau
penghasilan bagi seseorang. Pekerjaan – pekerjaan berikut yang digunakan dalam
penelitian ini:
a. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
b. Petani
c. Swasta
d. Tidak Bekerja
4. Pendidikan berkaitan dengan suatu proses merubah pengetahuan, sikap, dan
perilaku orang tua atau masyarakat untuk mewujudkan dengan status gizi yang
baik. Berikut merupakan tingkat pendidikan yang masuk dalam penelitian:
a. Strata 1 (S1)
b. Diploma III (DIII)
c. SMA
d. SMP
e. SD
f. Tidak Bersekolah
F. Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data primer yang diambil saat mengikuti
penimbangan bulan Oktober di posyandu Matahari Puskesmas Koya Barat.
G. Pengelolaan Data
Pengelolaan data dilakukan dengan menggunakan metode tabulasi dan persentasi.

17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Data Geografis
Puskesmas Perawatan Koya Barat merupakan Puskesmas Rawat Inap yang
berjarak kurang lebih 40 km dari pusat kota Jayapura. Dengan batas-batas
wilayah:
1) Utara : Kampung Holtekam
2) Selatan : Kelurahan Koya karang
3) Timur : Kelurahan Koya Timur
4) Barat : Kelurahan Koya Barat
Jarak dari
No Desa/Kelurahan Ket
Puskesmas
1 Koya Barat 0 KM
2 Koya Timur 4 KM
3 Koya Tengah 6 KM
4 Holtekam 7 KM
Dari 4 desa yang ada dapat di tempuh dengan kendaraan roda 2 dan roda 4,
melalui jalan Negara, Kabupaten dan jalan Desa.
b. Data Demografi

Jumlah
No Desa/Kelurahan KK
Penduduk

1 Koya Barat 2.000 10.000


2 Koya Timur 1.137 3.695
3 Koya Tengah 115 500
4 Holtekam 250 967
Jumlah 3.502 15.162
c. Sosial Budaya
Mayoritas penduduk beragama Kristen Protestan di kelurahan Koya Barat
dan Holtekam. Sedangkan di kelurahan Koya Timur mayoritas penduduk

18
beragama Islam dan kelurahan Koya tengah mayoritas beragama Kristen
Katholik.

d. Data Sumber Daya dan Ketenagaan


No Sarana Jumlah Keadaan
1 Gedung Puskesmas Induk 1 buah Baik
2 Puskesmas Pembantu 3 buah 2 Baik, 1 Rusak Ringan
3 Rumah Paramedis 20 Buah Baik
4 Mobil Ambulance 3 buah Baik
5 Mobil Jenazah 1 buah Baik

e. Data Upaya Bersumber Daya Masyarakat/dan Sarana Pendidikan


Pos- TK/
Pos SMP/
No Desa Posyandu yandu PAUD SD
Gizi SMA
Lansia
1 Koya Barat 9 0 1 3 3 2/1
2 Koya Timur 6 0 1 2 2 1/1
3 Koya Tengah 1 1 1 0 1 0/0
4 Holtekam 2 1 2 2 2 1/1
Jumlah 18 2 5 7 8 4/3
Jumlah kader Posyandu Bayi Balita adalah 85 orang dan Posyandu Lansia
adalah 10 orang dengan jumlah rata-rata per posyandu 5 orang.

19
f. Sumber Daya Tenaga
No Jenis Tenaga/ Pendidikan Jmlh Ket
1 Dokter Umum 4 2 PNS, 2 Intership
2 Dokter Gigi 1 1 PNS
3 Perawat
Sarjana Keperawatan/DIV 2 PNS
D III Keperawatan 22 16 PNS, 1 NS, 5 Tenaga Bantu
SPK 10 PNS
4 Bidan
D IV Kebidanan 1 PNS
D III Kebidanan 12 6 PNS, 4 PTT, 1 NS, 1 Tenaga Bantu
D I Kebidanan 2 PNS
5 Tenaga Gizi
D III 4 PNS
6 Analis Kesehatan:
D III ANALIS 2 1 PNS, 1 NS
SMAKES 2 PNS
7 Farmasi
S1 Apoteker 1 PNS
D III Apoteker 2 1 PNS, 1 NS
8 KESEHATAN
LINGKUNGAN
D III 2 1 PNS, 1 NS
9 Tenaga Administrasi
SKM 2 PNS
SMA/TERMASUK D1 2 PNS
10 Tenaga Non Kesehatan 5 1 PNS, 4 Tenaga Bantu
76 PNS : 54, PTT : 4, 2 Intership, NS : 6
Tenaga Bantu : 10,

2. Hasil Penelitian
Data primer yang didapat mencatat bahwa sebanyak 76 bayi dan balita datang ke
posyandu Matahari Puskesmas koya Barat untuk mendapatkan pelayanan

20
posyandu bulan Oktober. Sedangkan sampel yang dipakai dalam penelitian
berjumlah 63 orang. Untuk mengetahui jumlah bayi dan balita yang dijadikan
sampel, dapat dilihat pada tabel 1.
No Bulan n %

1. 0-12 9 14,29

2. 13-24 17 26,98

3. 25-36 18 28,57

4. 37-48 8 12,7

5. 49-60 11 17,46

Total 63 100

Tabel 1.
Jumlah bayi dan balita yang dijadikan sampel berdasarkan Usia

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah bayi dan balita di posyandu Matahari
Puskesmas Puskesmas Koya Barat terbanyak pada usia 25-36 bulan yaitu
sebanyak 18 orang (28,57%). Sedangkan paling sedikit pada usia 37-48 bulan
yaitu sebanyak 8 orang (12,7%).

No Jenis Kelamin n %

1. Laki-laki 35 55,55

2. Perempuan 28 44,44

Total 63 100

Tabel 2.
Jumlah bayi dan balita yang dijadikan sampel berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah bayi dan balita di posyandu Matahari
Puskesmas Koya Barat terbanyak pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 35
orang (55,55%). Sedangkan paling sedikit pada perempuan yaitu sebanyak 28
orang (44,44%).
21
No Pekerjaan n %
1. PNS 7 11,11
2. Petani 48 76,19
3. Swasta 4 6,35
4. Tidak Bekerja 4 6,35
Total 63 100
Tabel 3.
Jumlah pekerjaan orang tua dari bayi dan balita yang dijadikan sampel

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah pekerjaan orang tua dari bayi dan balita
di posyandu Matahari Puskesmas Koya Barat terbanyak adalah Petani yaitu
sebanyak 48 orang (76,19%), PNS sebanyak 7 orang (11,11%), Swasta sebanyak
4 orang (6,35%). Sedangkan paling sedikit yaitu Tidak Bekerja sebanyak 4 orang
(6,35%).

No Pendidikan n %
1. S1 1 1,59
2. DIII 2 3,18
3. SMA 14 22,22
4. SMP 28 44,44
5. SD 15 23,81
6. Tidak bersekolah 3 4,76
Total 63 100
Tabel 4
Tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan orang tua dari bayi dan
balita di posyandu Matahari Puskesmas Koya Barat terbanyak adalah SMP yaitu
sebanyak 28 orang (44,44%), SD sebanyak 15 orang (23,81%), SMA sebanyak
14 orang (22,22%), Tidak Bersekolah sebanyak 3 orang (4,76%), DIII sebanyak
2 orang (3,18%). Sedangkan paling sedikit yaitu S1 sebanyak 1 orang (1,59%).

22
a. Status Gizi Berdasarkan Berat Badan menurut Umur
Umur Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih Total
Bulan N % n % n % N % n %
0 – 12 0 0 2 3,17 4 6,35 3 4,76 9 14,28
13 – 24 0 0 1 1,59 14 22,22 3 4,76 18 28,58
25 – 36 0 0 1 1,59 16 25,39 1 1,59 18 28,58
37 – 48 0 0 0 0 7 11,11 1 1,59 8 12,69
49 – 60 1 1,59 1 1,59 8 12,69 0 0 10 15,87
Total 1 1,59 5 7,94 49 77,76 8 12,70 63 100
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak menurut Standar Antropometri Penilaian
Status Gizi Anak Kemenkes RI
Tabel 5
Status gizi berdasarkan berat badan menurut umur
Tabel di atas menunjukkan bahwa status gizi bayi dan balita di posyandu
Matahari Puskesmas Koya Barat terbanyak pada gizi baik yaitu sebanyak 49
orang (77,76%). Setelah itu gizi lebih sebanyak 8 orang (12,70%), gizi
kurang sebanyak 5 orang (7,94%), dan paling sedikit mengalami gizi buruk
yaitu sebanyak 1 orang (1,59 %).

b. Jenis Kelamin

Jenis Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih Total
kelamin N % N % N % N % N %
Laki-laki 1 1,59 1 1,59 27 42,85 6 9,52 35 55,55
Perempuan 0 0 5 7,93 22 34,92 1 1,59 28 44,44
Total 1 1,59 6 9,52 49 77,77 7 11,11 63 100
Tabel 6
Status gizi bayi dan balita berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel di atas menunjukkan bahwa status gizi bayi dan balita di posyandu
Matahari Puskesmas Koya Barat pada jenis kelamin laki-laki terbanyak pada
gizi baik yaitu sebanyak 27 orang (42,85%). Setelah itu gizi lebih sebanyak
6 orang (9,52%), gizi buruk dan gizi kurang masing-masing sebanyak 1 orang
(1,59%). Sedangkan pada jenis kelamin perempuan terbanyak pada gizi baik

23
yaitu sebanyak 22 orang (34,92%). Setelah itu gizi kurang sebanyak 5 orang
(7,93%), gizi lebih sebanyak 1 orang (1,59%), sedangkan tidak terdapat gizi
buruk.

c. Pekerjaan
Pekerjaan Gizi Buruk Gizi Gizi Baik Gizi Lebih Total
Kurang
N % N % N % N % N %
PNS 0 0 0 0 4 6,34 3 4,76 7 11,11
Petani 0 0 2 3,17 35 55,55 2 3,17 39 61,91
Swasta 0 0 0 0 6 9,52 3 4,76 9 14,28
Tidak 1 1,59 3 4,76 4 4,76 0 0 8 12,70
Bekerja
Total 1 1,59 5 7,93 49 77,77 8 12,70 63 100
Tabel 7
Tabel di atas menunjukkan status gizi bayi dan balita di posyandu Matahari
Puskesmas Koya Barat berdasarkan pekerjaan orang tua. Pada status gizi baik
didapatkan hasil terbanyak pada petani dengan jumlah 35 orang (55,55%).
Setelah itu gizi lebih terbanyak pada PNS dan Swasta dengan jumlah masing-
masing 3 orang (4,76%), gizi buruk didapatkan pada orang tua yang Tidak
bekerja dengan jumlah 1 orang (1,59%) dan gizi kurang didapatkan pada orang
tua yang Tidak bekerja dengan jumlah 3 orang (4,76%).

24
d. Pendidikan
Pendidikan Gizi Gizi Gizi Baik Gizi Lebih Total
Buruk Kurang
N % N % N % N % N %
Tidak 0 0 3 4,76 0 0 0 0 3 4,76
Sekolah
SD 1 1,59 2 3,17 18 28,57 0 0 21 33,33
SMP 0 0 0 0 20 31,74 0 0 20 31,74
SMA 0 0 0 0 11 17,46 4 6,34 15 23,80
DIII 0 0 0 0 0 0 1 1,59 1 1,59
S1 0 0 0 0 0 0 3 4,76 3 4,76
Total 1 1,59 5 7,93 49 77,77 8 12,69 63 100
Tabel 8.
Tabel di atas menunjukkan status gizi bayi dan balita di posyandu Matahari
Puskesmas Koya Barat berdasarkan tingkat pendidikan orang tua. Pada status
gizi baik didapatkan hasil terbanyak pada tingkat pendidikan SMP dengan
jumlah 20 orang (31,74%). Setelah itu diikuti gizi lebih terbanyak pada tingkat
pendidikan SMA dengan jumlah 4 orang (6,34%), gizi kurang terbanyak pada
yang tidak bersekolah dengan jumlah 3 orang (4,76%), gizi buruk didapatkan
pada orang tua dengan tingkat pendidikan SD dengan jumlah 1 orang (1,59%) .

B. Pembahasan
1. Status gizi berdasarkan berat badan menurut umur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 63 bayi dan balita yang dijadikan
sampel: 77,76% memiliki status gizi baik, yang mengalami gizi lebih sebanyak
12,70%, sisanya gizi kurang yaitu sebanyak 7,94%, dan yang paling sedikit
mengalami gizi buruk sebanyak 1,59%. Dari hasil ini dapat dinilai bahwa
mayoritas bayi dan balita di posyandu Matahari Puskesmas Koya Barat memiliki
status gizi baik.
Status gizi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu terdiri dari faktor
eksternal dan internal. Yang termasuk dalam faktor eksternal adalah pendidikan
yang merupakan suatu proses merubah pengetahuan, sikap dan perilaku orang
tua; pendapatan adalah taraf ekonomi keluarga yang hubungannya dengan daya

25
beli yang dimiliki keluarga tersebut; pekerjaan yang merupakan suatu yang harus
dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan keluarganya dimana bekerja
bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga; dan
budaya adalah suatu cirri khas akan mempengaruhi tingkah laku dan kebiasaan.
Hasil pengukuran BB/U pada 63 bayi dan balita di dapatkan 9,53% yang
mengalami gizi kurang hingga gizi buruk. Hal ini sesuai dengan data UNICEF
bahwa kurang dari sepertiga anak mengalami gizi kurang hingga gizi buruk yang
berusia di bawah tiga tahun pada Negara berkembang dan data pada penelitian
ini menunjukkan kesamaan dengan perhitungan UNICEF. Sehingga dapat dinilai
juga bahwa masih ada keluarga di wilayah kerja Puskesmas Koya Barat yang
membutuhkan perhatian dalam hal meningkatkan derajat dari masing-masing
faktor tersebut sehingga diharapkan dapat meningkatkan status gizinya.
2. Status gizi berdasarkan jenis kelamin
Dari hasil pemeriksaan di dapati jumlah gizi kurang dan gizi buruk pada
perempuan jauh lebih besar dibanding laki-laki yaitu gizi kurang sebanyak 7,59%
banding 1,59%, gizi buruk pada perempuan tidak ada, sedangkan laki-laki
sebanyak 1,59%. Sedangkan gizi baik pada kedua jenis kelamin tidak terlalu jauh
berbeda pada laki-laki sebanyak 42,85% dan pada perempuan sebanyak 34,92%.
Sesungguhnya tidak ada faktor resiko terjadinya gizi baik, buruk atau gizi kurang
ataupun gizi berlebihan. Data pembanding antara laki-laki dan perempuan
penyusun paparkan hanya ingin memberikan gambaran data perbedaannya yang
juga dapat dimanfaatkan sebagai laporan pada Dinas Kesehatan Kota.

26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Status gizi bayi dan balita di posyandu Matahari Puskesmas Koya Barat terbanyak
pada gizi baik yaitu 49 orang (77,76%).
2. Status gizi baik pada bayi dan balita di posyandu Matahari Puskesmas Koya Barat
pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 27 orang (42,85%) sedangkan pada
perempuan sebanyak 22 orang (34,92%).
B. Saran
1. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan untuk meningkatkan promosi kesehatan
yang berhubungan dengan program posyandu sehingga dapat meningkatkan status
gizi pada bayi dan balita.

27
2. Diharapkan kepada para tenaga kesehatan dalam hal ini dokter maupun bidan
untuk dapat menjelaskan tentang pentingnya bayi dan balita mendapat pelayanan
di posyandu sehingga dapat meningkatkan status gizi pada bayi dan balita.
3. Pengisian data rekam medik pasien sebaiknya lebih diperhatikan kelengkapannya
karena selain berguna untuk kepentingan medis dapat juga digunakan untuk
kepentingan penelitian.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambahkan variabel lain yang
berhubungan dengan karakteristik ibu yang berhubungan dengan status gizi bayi
dan balita.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prasetyowati, Arsita Eka. (2012).Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Nuha


Medika.
2. Achmad Djaeni.2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian
Rakyat.
3. Depkes RI, 2010. Laporan Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
4. RISKESDAS, 2013. Status gizi balita di Papua.
5. Depkes RI, 2004. Standar Pemantauan Pertumbuhan Balita. Dirjen Binkesmas
Direktorat Gizi Masyarakat, Jakarta.
6. Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bogor: Bumi Aksara.
7. Beck, M. 2000. Ilmu Gizi dan Diet. Yayasan Essentia Medica : Yogyakarta.
8. Supariasta Nyoman Dewa I. 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
28
9. Irianton Aritonang. 2003. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Yogyakarta:
Kanisius.
10. Kemenkes, 2011. Departemen Kesehatan bekerja Sama dengan Pokjanal
posyandu. Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu. Jakarta.

LAMPIRAN
DATA INDUK (MASTER DATA)

29

You might also like