Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
2.2 ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Pasien datang ke poli RSJD provinsi Jambi bersama dengan suami dengan keluhan
cemas dan ketakutan.
E. Riwayat Pribadi
Pasien merupakan seorang guru SD (Sekoah Dasar), mempunyai 2 orang anak, 1
sudah meninggal, dirumah pasien tinggal dengan suami dan anaknya
F. Riwayat Alergi
Riwayat Alergi tidak ada
G. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan Umum
a. Kesadaran : Compos Mentis
b. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
c. Nadi : Teraba kuat, teratur, frekuensi 80 x/menit
d. RR :Teratur, frekuensi 20 x/menit
e. Suhu : 36,5C
f. Tinggi badan : 145 cm
g. Berat badan : 51 kg
h. IMT : 24,2 ( Berat badan normal)
- Pemeriksaan Fisik
a. Kulit : Turgor baik
b. Kepala : Normocephalik
c. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor, refleks cahaya (+/+)
d. Leher : Pembesaran KGB (-)
e. Toraks : Bentuk dan pergerakan simetris
f. Jantung : Bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)
g. Pulmo : Sonor, vesikuler (+/+)
h. Abdomen : Datar, soepel
i. Hepar : Tidak teraba
j. Lien : Tidak teraba
k. Ekstremitas : Edema (-)
H. Status Psikiatri
a. Keadaan umum
Penampilan : Pasien datang dalam keadaan tenang, penampilan
sesuai usianya, kondisi fisik terlihat sehat, pakaian
yang cukup rapi, raut wajah sedih dan murung
Kesadaran : Compos Mentis
Orientasi : Waktu :baik
Tempat :baik
Orang :baik
b. Sikap & tingkah laku : Kooperatif
c. Gangguan berpikir
Bentuk pikir : Realistik
Arus pikir : Koheren
Isi pikir : Preokupasi terhadap kematian anaknya
d. Alam perasaan
Mood : Depresi
Afek : Serasi
e. Persepsi
Halusinasi : Tidak ada
Ilusi : Tidak ada
f. Fungsi intelektual
Daya konsentrasi : Baik
Orientasi : Waktu :baik
Tempat :baik
Orang : baik
Daya ingat : Segera (immediate) : Baik
Baru saja (recent) : Baik
Agak lama (recent past) : Baik
Jauh (remote) : Baik
Pikiran abstrak : Baik
g. Pengendalian impuls : Baik
h. Daya nilai : Baik
i. Tilikan/insight :6
j. Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya
1. Keadaaan perasaan depresi (sedih, putus asa, tak berdaya, tak berguna).
0= tidak ada
1= perasaan ini hanya ada bila ditanya
2= perasaan ini dinyatakan secara verbal spontan
3= perasaan yang nyata tanpa komunikasi verbal, misalnya ekspresi muka, bentuk
suara dan kecenderungan menangis
4= pasien menyatakan perasaan yang sesungguhnya ini dalam komunikasi verbal
maupun non verbal secara spontan
2. Perasaan bersalah.
0= tidak ada
1= menyalahkan diri sendiri, merasa sebagai penyebab penderitaan orang lain
2= ide-ide bersalah atau renungan tentang kesalahan-kesalahan masa lalu
3= sakit ini sebagai hukuman, delusi bersalah
4= suara-suara kejaran atau tuduhan dengan dan halusinasi penglihatan tentang hal-
hal yang mengancam
3. Bunuh diri.
0= tidak ada
1= merasa hidup tidak ada gunanya
2= mengharapkan kematian atau pikiran-pikiran lain kearah itu
3= ide-ide bunuh diri atau langkah-langkah kearah itu
4= percobaan bunuh diri
4. Insomnia ( initial ).
0= tidak ada
1= keluhan kadang-kadang sukar masuk tidur, misalnya lebih dari setengah jam
lalu masuk tidur
2= keluhan tiap malam sukar masuk tidur\
5. Insomnia ( middle ).
0= tidak ada
1= pasien mengeluh gelisah dan terganggu sepanjang malam
2= terjadi sepanjang malam ( bangun dari tempat tidur, kecuali buang air besar )
6. Insomnia ( initial ).
0= tidak ada
1= bangun diwaktu fajar, tetapi tidur lagi
2= bangun diwaktu fajar tapi tidak dapat tidur lagi
9. Kegelisahan/agitasi.
0= tidak ada
1= kegelisahan ringan
2= memainkan tangan, rambut, dll
3= bergerak terus tidak duduk tenang
4= meremas-remas tangan, menggigit-gigit kuku, bibir, menarik narik rambut.
10. Ansietas somatik ( mulut kering, diare, palpitasi, sakit kepala, berkeringat, dll ).
0= tidak ada
1= ringan
2= sedang
3= berat
4= berat sekali
15. Hipokondriasis.
0= tidak ada
1= dihayati sendiri
2= preokupasi mengenai kesehatan diri sendiri
3= sering mengeluh membutuhkan pertolongan
4= delusi hipokondriasis
18. Variasi lain ( adakah perubahan atau keadaan yang memburuk pada waktu malam atau
pagi ).
0= tidak ada
1= ringan
2= sedang
3= berat
4= berat sekali
20. Gejala-gejala paranoid ( pikiran dirinya menjadi pusat perhatian atau peristiwa /
kejadian diluar tertuju pada dirinya / ideas of reference ).
0= tidak ada
1= ringan
2= sedang
3= berat
4= berat sekali
J. Diagnosis Banding
F32.1 Episode depresif sedang
F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresi
F41.1 Gangguan cemas menyeluruh
K. Diagnosis Multiaksial
Aksis I : Depresif Sedang
Aksis II : Kepribadian cemas
Aksis III :-
Aksis IV : -
Aksis V : GAF Scale 50-61 gejala sedang (moderate) disabilitas sedang
L. Tatalaksana
- Farmakoterapi : Fluoxetine 20 mg 1x1
: Clobazam 10 mg 2x1
- Psikoterapi
1. Terapi kognitif
Pasien harus menyadari cara berpikirnya yang salah. Kemudian, ia harus belajar cara
merespon cara pikir yang salah tersebut dengan cara yang lebih adaptif. Dari
perspektif kognitif, pasien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran –
pikiran negatif dan harapan – harapan negatif.
Terapi ini berlangsung lebih kurang 12-16 sesi. Ada tiga fase yaitu.
a. Fase awal (sesi 1-4) : membentuk hubungan terapeutik dengan pasien.
Mengajarkan pasien tentang bentuk kognitif yang salah dan pengaruhnya
terhadap emosi dan fisik. Menentukan tujuan terapi mengajarkan pasien untuk
mengevaluasi pikiran-pikirannya yang otomatis.
b. Fase pertengahan (sesi 5-12) : mengubah secara berangsur-angsur kepercayaan
yang salah. Membantu pasien mengenal akar kepercayaan diri. Pasien diminta
mempraktikkan keterampilan berespon terhadap hal-hal yang depresogenik dan
memodifikasinya.
c. Fase akhir (sesi 13-16) : menyiapkan pasien untuk terminasi dan memprediksi
situasi berisiko tinggi yang relevan untuk terjadinnya kekambuhan, dan
mengkonsolidasikan pembelajaran melalui tugas-tugas terapi sendiri.
2. Terapi Perilaku
Intervensi perlaku terutama efektif untuk pasien yang menarik diri dan sosial dan
anhedonia. Terapi ini sering digunakan bersama-sama dengan terapi kognitif. Tujuan
terapi perilaku adalah meningkatkan aktivitas pasien mengikutkan pasien dalam
tugas-tugas yang dapat meningkat kan perasaan yang menyenangkan. fase awal
pasien diminta untuk memantau aktivitas mereka menilai derajat kesulitan
aktivitasnya serta kepuasaan terhadap aktivitasnya. Fase akhir fokus berpindah ke
latihan mengontrol diri dari pemecahan masalah. Diharapkan ilmu yang didapati di
dalam terapi dapat digeneralisasi dan dipertahankan dalam lingkungan pasien
sendiri.
3. Psikoterapi suportif
Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Berikan kehangatan, empati,
pengertian, dan optimistik. Bantu pasien mengindentifikasi dan mengekspresikan
emosinya dan bantu untuk ventilasi. Mengidentifikasi faktor-faktor presipitasi dan
membantu mengoreksi. Bantu memecahkan problem eksternal ( misalnya masalah
pekerjaan rumah tangga ). Latih pasien untuk mengenal tanda-tanda dekompensasi
yang akan datang. Temui pasien sesering mungkin ( mula-mula 1-3 kali per minggu
) dan secara teratur, tetapi jangan sampai tidak berakhir atau selamanya. Kenalilah
bahwa beberapa pasien depresi dapat memprovokasi kemarahan terapis. ( Melalui
kemerahan, hostilitas, dan tuntutan yang tak masuk akal, dll )
M. Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Pasien dalam keadaan moodterdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat,
merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri.
Tanda dan gejala lain termasuk perubahan aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi
vegetatif (termasuk tidur, aktivitas seksual, dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini
hampir selalu menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan.2
Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan perasaan sedih
dan cemas. Gangguan ini biasanya akan menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat juga
berkelanjutan yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari.3
Depresi adalah suatu periodeterganggunya fungsi manusia yang dikaitkan dengan
perasaan yang sedih serta gejala penyertanya, dimana mencakup hal-hal seperti perubahan
pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, rasa lelah, anhedonia, rasa tak berdaya
dan putus asa dan bunuh diri.4
Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya
gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan
tidur atau nafsu makan, kehilangan energi atau penurunan konsentrasi. Sedangkan
berdasarkan Maramis, depresif adalah suatu gangguan perasaan dengan ciri-ciri semangat
berkurang, rasa harga diri rendah, menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan makan.5
3.2 Epidemiologi
Gangguan depresi berat paling sering terjadi dengan prevalensi sekitar 15% pada semua
umur dan pada perempuan dapat mencapai 25% yang sekitar 10% persen mendapatkan
perawatan primer sedangkan sisanya 15% dirawat rumah sakit. Pada anak sekolah
didapatkan prevalensi sekitar 2%, sedangkan pada usia remaja didapatkan prevalensi 5%
dari komunitas memiliki gangguan depresif berat.1,2
Perempuan dua kali lipat lebih besar dibanding laki-laki. Diduga adanya perbedaan
hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stressor psikososial antara laki-laki dan
perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidakberdayaan.1
Berdasarkan usia, depresi sering terjadi pada rata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir
50% awitan diantara usia 20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak
atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan gangguan depresi berat diusia kurang dari 20
tahun. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan
penyalahgunaan zat.1,2
Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan interpersonal yang
erat atau pada mereka yang bercerai. Wanita yang tidak menikah memiliki kecenderungan
yang lebih rendah untuk menderita depresi dibandingkan dengan yang menikah namun hal
ini berbanding terbalik untuk laki-laki.1
Tidak ditemukan korelasi antara status sosioekonomi dan gangguan depresi berat.
Depresi lebih sering terjadi di daerah perdesaan dibandingkan perkotaan.2
b. Norepinefrin
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergik dan respons klinis antidepresi
merupakan peran langsung system noradrenergic pada depresi. Bukti lainyang juga
melibatkan reseptor b2 presinaptik pada depresi,yaitu aktifnya reseptor yang
mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan norepinefrin. Reseptor b2-
presinaptik juga terletak pada neuron serotonergik dan mengatur jumlah pelepasan
serotonin.2
c. Dopamin
Aktivitas dopamin mungkin berkurang pada depresi. Penemuan subtipe baru
reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi regulasi presinaptik dan
pascasinaptik dopamin memperkaya hubungan antara dopamin dan ganguuan mood.
Dua teori terbaru tentang dopamin dan depresi adalah jalur dopamin mesolimbik
mungkin mengalami disfungsi pada depresi dan reseptor dopaminmungkin hipoaktif
pada depresi.2
d. Serotonin
Aktivitas serotonin berkurang pada depresi. Serotonin bertanggung jawab untuk
mengontrol regulasi afek, agresi, tidur dan nafsu makan. Pada beberapa penelitian
ditemukan jumlah serotonin yang berkurang di celah sinap dikatakan
bertanggungjawab untuk terjadinya depresi.2
Diagram dibawah menunjukkan mekanisme yang diyakini terlibat dalam patofisiologi
depresi. Jalur utama prodepresi yang terlibat adalah axis hipotalamus-pituitari-adrenal yang
diaktivasi oleh stres dan pada gilirannya menguatkan aksi eksitotoksik glutamat yang
dimediasi oleh reseptor NMDA, dan berhubungan dengan ekspresi gen yang memulai
terjadinya apoptosis neural di hipokampus dan korteks prefrontal. Jalur antidepresif meliputi
monoamin norepinefrin dan 5-hydroxytryptamine (5-HT), yang bekerja pada reseptor G-
protein-coupled, dan brain-derived neurotrophic factors (BDNF), yang bekerja pada kinase-
linked receptor(TrkB), berhubungan dengan gen yang melindungi neuron melawan
apoptosis dan mempromosikan terjadinya neurogenesis. 2
Gambar 3.1 Patofisiologi Depresi
2. Faktor genetik
Faktor genetik merupakan faktor penting dalam perkembangan gangguan mood dengan
jalur penurunan yang kompleks. Penelitian sebelumnya yang dilakukan dalam keluarga
menunjukkan bahwa generasi pertama lebih sering 2 sampai 10 kali mengalami depresi
berat.1
Dua dari tiga studi menemukan gangguan depresi berat diturunkan secara genetik. Studi
menunjukkan, anak biologis dari orang tua yang terkena gangguan mood beresiko untuk
mengalami gangguan mood walaupun anak tersebut dibesarkan oleh keluarga angkat.2
3. Faktor psikososial
Kembar monozigot sebesar 50% dan kembar dizigot sebesar 10-25%. Pada anak kembar
dizigot gangguan depresi berat terdapat sebanyak 13-28% sedangkan pada kembar
monozigot 53-69%.2
Peristiwa kehidupan dengan stressfull sering mendahului episode pertama dibandingkan
episode berikutnya. Teori yang ada terkait dengan hal tersebut adalah adanya perubahan
biologi otak yang bertahan lama. Sehingga perubahan ini menyebabkan perubahan berbagai
neurotransmitter dan system sinyal intraneuron, termasuk hilangnya beberapa neuron dan
penurunan kontak sinap dan berdampak pada sinap dan hal tersebut dapat berdampak pada
seorang individu berisiko tinggi mengalami episode berulang, gangguan mood, sekalipun
tanpa stressor.1
Semua orang dengan dengan pola kepribadiannya dapat mengalami depresi sesuai
dengan situasinya. Orang dengan gangguan kepribadian obsesi-kompulsi, histrionik dan
ambang berisiko tinggi untuk mengalami depresi dibandingnya dengan gangguan
kepribadian paranoid dan antisocial. Pasien dengan gangguan distimik dan siklotimik
berisikko menjadi gangguan depresi berat. Peristiwa stressful merupaka predictor terkuat
untuk kejadian episode depresi.1,2
Faktor psikodinamik pada depresi dikenal sebagai pandang klasik dari depresi dan
dituangkan kedalam teori yang ditemukan oleh Sigmund Freud dan dilanjutkan oleh Karl
Abraham. (1) gangguan hubungan ibu dan anak selama fase oral (10-18 bulan) merupakan
faktor predisposisi terhadap episode depresi berulang; (2) depresi dapat dihubungkan
dengan kenyataan atau bayangan kehilangan objek; (3) introjeksi merupakan bangkitan
mekanisme pertahanan untuk mengatasi penderitaan yang berkaitan dengan kehilangan
objek.; (4) akibat kehilangan objek cinta, diperlihatkan dalam bentuk campuran antara benci
dan cinta, perasaan marah yang diarahkan pada diri sendiri Menurut Melanie Klein depresi
termasuk agresi kearah mencintai. Sedangkan Edward Bibring menyatakan bahwa depresi
adalah suatu fenomena yang terjadi ketika seseorang menyadari terdapat perbedaan antara
ideal yang tinggi dengan ketidakmampuan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.2
4. Formulasi lain dari depresi
Depresi merupakan hasil penyimpangan kognitif spesifik yang menghasilkan
kecenderungan seseorang menjadi depresi. Postulat Aaron Beck menyatakan trias kognitif
dari depresi mencakup (1) pandangan terhadap diri sendiri berupa persepsi negatif terhadap
dirinya (2) tentang lingkungan yakni kecenderungan menganggap dunia bermusuhan
terhadapnya (3) tentang masa depan yakni bayangan penderitaan dan kegagalan.2
3.6 Diagnosis6
Berdasarkan PPDGJ III, Pedoman Diagnostik Episode Depresif terdiri dari:
F32.0 Episode Depresif Ringan
– Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
– Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
– Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
– Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
– Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya
F32.1 Episode Depresif Sedang
– Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada episode
depresif ringan
– Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya
– Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu
– Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan
rumah tangga.
F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
– Semua 3 gejala utama depresi harus ada
– Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus
berintensitas berat.
– Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok,
maka pasien mungkibn tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak
gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian penilaian secara menyeluruh terhadap
episode depresif berat masih dapat dibenarkan.
– Episode depresif biasanya haarus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan
tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk
menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu
– Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
atau urusan rumah tangga kecuali paada taraf yang sangat terbatas.
F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
– Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F.32 tersebut
– Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide
tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa
bertanggung jawab atas hal itu.
F 32.8 Episode Depresif Lainnya
F 32.9 Episode Depresif YTT
3.7 Tatalaksana
Pada Terapi pasien dengan gangguan mood harus ditujukan pada beberapa tujuan.
Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, evaluasi diagnostik lengkap pada pasien
harus dilakukan. Ketiga, rencana terapi yang ditujukan tidak hanya pada gejala saat itu tetapi
kesejahteraan pasien dimasa mendatang juga harus dimulai. Walaupun terapi saat ini yang
menekankan pada farmakoterapi dan psikoterapi ditujukan pada pasien secara individual,
peristiwa hidup yang penuh tekanan juga dikaitakn dengan meningkatnya angka
kekambuhan pada pasien dengan gangguan mood. Dengan demikian, terapi harus
menurunkan jumlah dan keparahan stressor didalam kehidupan pasien.1
a. Rawat inap
Indikasi yang jelas untuk rawat inap adalah kebutuhan prosedur diagnosis, risiko bunuh
diri atau membunuh dan kemampuan pasien yang menurun drastis untuk mendapatkan
makanan dan tempat tinggal. Riwayat gejala yang berkembang cepat serta rusaknya sistem
dukungan pasien yang biasa juga merupakan indikasi rawat inap.1
b. Terapi psikososial
Sebagian besar studi menunjukkan kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi adalah
terapi yang paling efektif untuk gangguan depresi berat. Tiga jenis psikoterapi jangka
pendek yaitu:1
a) Terapi kognitif
Sejumlah studi menunjukkan bahwa terapi kognitif efektif dalam penatalaksanaan
gangguan depresi berat dan sebagian besar studi menunjukkan bahwa terapi ini setara
efektivitasnya dengan farmakoterapi. Terapi kognitif dikembangkan dengan Aaron
Beck dan memfokuskan pada distorsi kognitif yang diperkirakan ada pada gangguan
depresi berat. Distorsi tersebut mencakup perhatian selektif terhadap aspek negatif
keadaan dan kesimpulan patologis yang tidak realistis mengenai konsekuensi.
Contohnya apati dan kurang tenaga adalah pengharapan pasien mengenai kegagalan
disemua area. Tujuan terapi ini adalah untuk meringankan episode depresif dan
mencegah kekambuhan dengan membantu pasien mengidentifikasi dan menguji
kognisi begatif; mengembangkan cara berpikir alternative, fleksibel dan positif serta
melatih respons perilaku dan kognitif baru.
b) Terapi interpersonal
Terapi ini dikembangkan oleh Gerald Klerman yang memfokuskan pada satu atau
dua masalah interpersonal pasien saat ini. Terapi ini didasarkan pada dua asumsi.
Pertama, masalah interpersonal saat ini cenderung memiliki akar pada hubungan
yang mengalami disfungsi sejak awal. Kedua, masalah interpersonal saat ini
cenderung terlibat didalam mencetuskan atau melanjutkan gejala depresif saat ini.
Program terapi ini biasanya terdiri dari atas 12 sampai 16 sesi dan ditandai dengan
pendekatan terapeutik yang aktif. Fenomena intrapsikik seperti mekanisme defense
dan konflik internal, tidak diselesaikan. Perilaku khas seperti tidak asertif,
keterampilan sosial terganggu dan pikiran terdistorsi dapat diselesaikan tetapi hanya
dalam konteks pengertiannya terhadap hubungan interpersonal
c) Terapi perilaku
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif
mengakibatkan seseorang menerima sedikit umpan balik positif dan mungkin
sekaligus penolakan dari masyarakat. Pemusatan perhatian pada perilaku maladaptif
didalam terapi diharapkan pasien dapat belajar berfungsi di dalam dunia sedemikian
rupa sehingga mereka memperoleh dorongan positif.
c. Farmakoterapi
Antidepresan merupakan terapi gangguan depresif berat yang efektif dan
spesifik. Penggunaan farmakoterapi spesifik diperkirakan dapat melipat-gandakan
kemungkinan bahwa pasien dengan gangguan depresi berat akan pulih. Meskipun demikian
masalah tetap ada dalam terapi gangguan depresi berat seperti: sejumlah pasien tidak
memberikan respon terhadap terapi pertama; semua antidepresan yang saat ini tersedia
membutuhkan 3 sampai 4 minggu hingga memberikan pengaruh terapeutik yang bermakna,
walaupun obat tersebut dapat mulai menunjukkan pengaruhnya lebih dini dan relatif sampai
saat ini semua antidepresan yang tersedia bersifat toksik bila overdosis serta memiliki efek
samping.1,2
SSRI seperti fluoxetine, paroksetin (Paxil), dan sertralin (Zoloft), juga bupropion,
venlafaksin (Efexxor), nefazodon, dan mirtazapin (Remeron). Efek samping dari
antidepresan adalah dapat mengakibatkan kematian jika dikonsumsu overdosis. Trisiklik
dan tetrasiklik adalah antidepresan yang paling mematikan. Efek samping lainnya adalah
dapat menyebabkan hipotensi.5
Kesalahan klinis yang sering terjadi adalah penggunaan dosis yang terlalu rendah dalam
jangka waktu singkat. Kecuali terjadi efek samping, dosis antidepresan harus dinaikkan
sampai kadar maksimum yang direkomendasi atau dipertahankan kadar tersebut setidaknya
selama 4 atau 5 minggu sebelum percobaan obat dapat dinggap tidak berhasil. Terapi
antidepresan harus dipertahankan setidaknya 6 bulan atau selama episode sebelumnya,
bergantung mana yang lebih lama. Terapi profilaksis perlu dipertimbangkan jika melibatkan
gagasan bunuh diri yang bermakna atau gangguan fungsi psikosial.1,6 Alternatif terapi obat
lainnya adalah elektrokonvulsif dan fototerapi. Terapi elektokonvulsif biasa digunakan
ketika pasien tidak memberikan respons terhadap farmakoterapi atau tidak dapat
mentoleransi farmakoterapi.1
3.8 Prognosis
Hasil episode depresif berbeda-beda tetapi pada umumnya semakin lama follow-up
semakin baik. Resiko kekambuhan berkurang jika obat antidepresan diteruskan selama 6
bulan setelah akhir episode depresif, secara keseluruhan.8
Indikator prognosis baik dan buruk pada depresi yaitu :5
Prognosa baik apabila:
- Episodenya ringan,
- tidak ada gejala psikotik
- Waktu rawat inap singkat
- Indikator psikososial meliputi mempunyai teman akrab selama masa remaja,
- Fungsi keluarga stabil
- Lima tahun sebelumnya sakit secara umum fungsi sosial baik.
- Tidak ada kemorbiditasdan gangguan psikiatri lain.
- Tidak lebih dari sekali rawat inap dengan depresi berat,
- Onset awal pada usia lanjut.
Prognosa buruk apabila:
- Depresi berat bersamaan dengan distimik
- Penyalahgunaan Alkohol dan zat lain
- Ditemukan gejala gangguan cemas
- Ada riwayat lebih dari satu episode depresi sebelumnya
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini episode depresif sedang ditegakkan berdasarkan anamnesa dan status
psikiatri.Pada kasus ini dilaporkan Ny.S (36 tahun) datang ke poli jiwa RSJD
Provinsi Jambi bersama dengn suaminya dengan keluhan Cemas dan ketakutan sejak
40 hari yang lalu. Keluhan awal bermula sejak pasien kehilangan putra pertamanya
akibat kecelakaan lalu lintas. Setiap hari pasien menangis dan mengatakan bahwa
dirinya menyesal karena belum memperlakukan anaknya dengan baik. Pasien selalu
meningat kenangan ia bersama anaknya. Dia hanya mengingat kenangan buruk yang
telah ia lakuan kepada anaknya Pasien selalu merasa cemas dan ketakutan padahal
pasien tidak sedang mendapat masalah. Saat melihat kamar anaknya pasien selalu
terbayang sosok anaknya dan merasa takut, jantung berdebar, akral dingin dan
jantung serasa ingin meledak, selain itu ketika pasien melihat foto anaknya di
dinding tubuh pasien langsung lemas, seketika benda yang sedang pasien pegang
langsung terjatuh. Saat pasien melihat anak laki-laki lain yang seumuran dengan
anaknya, pasien langsung menangis dan teringat anaknya. Pasien tetap beraktivitas
sehari-hari seperti biasa yaitu mengajar di Sekolah Dasar namun pasien sulit
berkonsentrasi dalam mengajar, selalu teringat anaknya yang sudah meninggal.
Sejak saat itu nafsu makan pasien menurun, pasien tidak nafsu makan. Satu bulan
terakhir berat badan pasien sudah turun hingga 4 kg. Pasien masih bisa tidur normal
malam hari, meskipun sesekali terbangun dan teringat anaknya. Sebelum keluhan
muncul pasien memang seseorang yang mudah cemas.
Dari hasil observasi didapatkan kesadaran pasien kompos mentis, pasien datang
dengan pakaian rapi dan sesuai usianya, sikap terhadap pemeriksa kooperatif. Raut wajah
pasien sedih dan murung. Mood pasien duka cita dengan afek sesuai. Tidak terdapat
gangguan dalam bentuk pikir dan arus pikir. Terdapat gangguan dalam isi pikir, yaitu
preokupasi terhadap kematian anaknya. Pasien tidak mengalami gangguan persepsi baik
berupa halusinasi ataupun ilusi. Orientasi waktu, tempat dan orang baik, konsentrasi baik,
daya ingat baik. Pasien menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai motivasi untuk
mencapai perbaikan
Diagnosis banding episode depresif sedang pada kasus ini yaitu gangguan cemas
menyeluruh serta gangguan campuran ansietas dan depresi. Pada gangguan cemas diagnosis
dibuat apabila penderita menunjukkan ansietas sebagai gejala primer yang berlangsung
hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai bulan, yang tidak terbatas atau hanya
menonjol pada keadaaan situasi tertentu, gejala-gejala yang timbul berupa kecemasan,
ketegangan motorik (sakit kepala, gemetaran), dan overaktivitas otonomik (jantung
berdebar-debar, keluhan lambung).Pada kasus ini Ny.S tidak memenuhi kriteria gangguan
cemas karena gejala depresif lebih dominan daripada cemas, dan onsetnya belum mencapai
6 bulan. Kriteria diagnostik gangguan campuran ansietas dan depresi, yaitu terdapat gejala-
gejala ansietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala
yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis tersendiri, sedangkan pada kasus Ny.S gejala
depresi (perasaan sedih, kehilangan minat, menurunnya aktivitas, konsentrasi berkurang,
adanya rasa bersalah dan nafsu makan berkurang) lebih menonjol daripada gangguan cemas
yang dialami.
Gambaran klinis pasien memenuhi kriteria diagnosis episode depresif sedang
menurut PPDGJ III yaitu adanya 3 gejala utama depresi yaitu afek depresif, kehilangan
minat dan kegembiraan dan berkurangnya energi (menurunnya aktivitas), serta 3 dari gejala
lainnya yaitu konsentrasi berkurang, adanya rasa bersalah dan nafsu makan berkurang.
Pasien menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sehari-hari dalam
pekerjaannya
Terapi yang diberikan pada pasien yaitu:
- Fluoxetin 20mg 1x1
Obat ini merupakan golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) yang
bekerja menghambat pengambilan serotonin yang telah disekresikan dalam sinap
(gap antar neuron), sehingga kadar serotonin dalam otak meningkat. Peningkatan
kadar serotonin dalam sinap diyakini bermanfaat sebagai antidepresan.
- Clobazam 10 mg 2 x1
Clobazam merupakan Golongan Benzodiazepine sebagai obat anti-anxietas
mempunyai ratio terapeutik lebih tinggi dan lebih kurang menimbulkan adiksi
dengan toksisitas yang rendah, dibandingkan dengan meprobamate atau
phenobarbital. clobazam memiliki dosis anti-anxietas dan anti-insomnia berjauhan
(dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas
- Psikoterapi
4. Terapi kognitif
Pasien harus menyadari cara berpikirnya yang salah. Kemudian, ia harus belajar cara
merespon cara pikir yang salah tersebut dengan cara yang lebih adaptif. Dari
perspektif kognitif, pasien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran –
pikiran negatif dan harapan – harapan negatif.
Terapi ini berlangsung lebih kurang 12-16 sesi. Ada tiga fase yaitu.
d. Fase awal (sesi 1-4) : membentuk hubungan terapeutik dengan pasien.
Mengajarkan pasien tentang bentuk kognitif yang salah dan pengaruhnya
terhadap emosi dan fisik. Menentukan tujuan terapi mengajarkan pasien untuk
mengevaluasi pikiran-pikirannya yang otomatis.
e. Fase pertengahan (sesi 5-12) : mengubah secara berangsur-angsur kepercayaan
yang salah. Membantu pasien mengenal akar kepercayaan diri. Pasien diminta
mempraktikkan keterampilan berespon terhadap hal-hal yang depresogenik dan
memodifikasinya.
f. Fase akhir (sesi 13-16) : menyiapkan pasien untuk terminasi dan memprediksi
situasi berisiko tinggi yang relevan untuk terjadinnya kekambuhan, dan
mengkonsolidasikan pembelajaran melalui tugas-tugas terapi sendiri.
5. Terapi Perilaku
Intervensi perlaku terutama efektif untuk pasien yang menarik diri dan sosial dan
anhedonia. Terapi ini sering digunakan bersama-sama dengan terapi kognitif. Tujuan
terapi perilaku adalah meningkatkan aktivitas pasien mengikutkan pasien dalam
tugas-tugas yang dapat meningkat kan perasaan yang menyenangkan. fase awal
pasien diminta untuk memantau aktivitas mereka menilai derajat kesulitan
aktivitasnya serta kepuasaan terhadap aktivitasnya. Fase akhir fokus berpindah ke
latihan mengontrol diri dari pemecahan masalah. Diharapkan ilmu yang didapati di
dalam terapi dapat digeneralisasi dan dipertahankan dalam lingkungan pasien
sendiri.
6. Psikoterapi suportif
Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Berikan kehangatan, empati,
pengertian, dan optimistik. Bantu pasien mengindentifikasi dan mengekspresikan
emosinya dan bantu untuk ventilasi. Mengidentifikasi faktor-faktor presipitasi dan
membantu mengoreksi. Bantu memecahkan problem eksternal ( misalnya masalah
pekerjaan rumah tangga ). Latih pasien untuk mengenal tanda-tanda dekompensasi
yang akan datang. Temui pasien sesering mungkin ( mula-mula 1-3 kali per minggu
) dan secara teratur, tetapi jangan sampai tidak berakhir atau selamanya. Kenalilah
bahwa beberapa pasien depresi dapat memprovokasi kemarahan terapis. ( Melalui
kemerahan, hostilitas, dan tuntutan yang tak masuk akal, dll )
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Concise Textbook of Clinical Psychiatry.
3rd Edition. 2008. USA Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, Wolters Kluwer
Business. P 200-18.
2. Ismail RI, Siste K. Gangguan Depresi. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar
Psikiatri. 2010. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. p 209-22.
3. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Kedua. 2009.
Surabaya: Airlangga University Press.
4. Kaplan Harold I, Benjamin J Sadock, Jack A Grebb. 2010. Sinopsis Psikiatri. Jakarta:
Binarupa Aksara.
5. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ketiga.
2007. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Unika Atmajaya.
6. Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
7. Setiabudy, Rianto. Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. 2007. Jakarta: Gaya Baru.
8. Puri B.K, laking P.J dkk, Buku Ajar Psikiatri edisi keII, Jakarta .EGC 2012.hal: 33, 164-
187