You are on page 1of 13

PERANCANGAN STRUKTUR

SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN


BAB 12 & BAB 13

DISUSUN OLEH :

DENA APRILIYA A1C015


ISLAHIL WATHON A1C016069
LALU PANDRIO AKBAR A1C016080
MUH. MUZAIRI A1C016096
NABIELL GHIBRAN A1C016107

S1 AKUNTANSI B
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MATARAM
2018
PERANCANGAN STRUKTUR
SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

A. Latar Belakang
Pengorganisasian merupakan proses penyusunan struktur organisasi yang sesuai
dengan tujuan organisasi, sumber daya-sumber daya yang dimilikinya dan lingkungan yang
meliputinya. Pengorganisasian merupakan suatu proses untuk merancang struktur formal
mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan di antara para
anggota organisasi agar tujuann organisasi dapat dicapai dengan efisien.
Struktur organisasi dapat didefinisikan sebagai mekanisme-mekansime formal dengan
mana organisasi dikelola. Struktur organisasi menunjukkan kerangka dan susunan
perwujudan pola tetap hubungan antara fungsi-fungsi, bagian-bagian atau posisi-posisi,
maupun orang-orang yang menunjukkan kedudukan, tugas, weweanang dan tanggung jawab
yang berbeda dalalm suatu organisasi.
Secara garis besar desain organisasi terbagi dua, antra lain :
1. Desain organisasi tradisional
a. Struktur sederhana
Struktur sederhana adalah sebuah struktur yang dicirikan dengan kadar
departementalisasi yang rendah, rentang kendali yang luas, wewenang yang terpusat pada
seseorang saja, dan sedikit formalisasi. Struktur sederhana paling banyak dipraktikkan dalam
usaha-usaha kecil di mana manajer dan pemilik adalah orang yang satu dan sama.Kekuatan
dari struktur ini adalah kesederhanaannya yang tercermin dalam kecepatan, kefleksibelan,
ketidakmahalan dalam pengelolaan, dan kejelasan akuntabilitas. Satu kelemahan utamanya
adalah struktur ini sulit untuk dijalankan di mana pun selain di organisasi kecil karena
struktur sederhana menjadi tidak memadai tatkala sebuah organisasi berkembang karena
formalisasinya yang rendah dan sentralisasinya yang tinggi cenderung menciptakan kelebihan
beban (overload) di puncak.
b. Birokrasi
Birokrasi adalah sebuah struktur dengan tugas-tugas operasi yang sangat rutin yang
dicapai melalui spesialisasi, aturan dan ketentuan yang sangat formal, tugas-tugas yang
dikelompokkan ke dalam berbagai departemen fungsional, wewenang terpusat, rentang
kendali yang sempit, dan pengambilan keputusan yang mengikuti rantai komando.
c. Struktur Matriks
Struktur Matriks adalah sebuah struktur yang menciptakan garis wewenang ganda dan
menggabungkan departementalisasi fungsional dan produk.Struktur matriks dapat ditemukan
di agen-agen periklanan, perusahaan pesawat terbang, laboratorium penelitian dan
pengembangan, perusahaan konstruksi, rumah sakit, lembaga-lembaga pemerintah,
universitas, perusahaan konsultan manajemen, dan perusahaan hiburan.
Pada hakikatnya, struktur matriks menggabungkan dua bentuk departementalisasi:
fungsional dan produk.Kekuatan departementalisasi fungsional terletak, misalnya, pada
penyatuan para spesialis, yang meminimalkan jumlah yang diperlukan sembari
memungkinkan pengumpulan dan pembagian sumber daya khusus untuk keseluruhan
produk.Kelemahan terbesarnya adalah sulitnya mengoordinasi tugas para spesialis fungsional
yang beragam agar kegiatan mereka rampung tepat waktu dan sesuai anggaran.
Departementalisasi produk, di lain pihak, memiliki keuntungan dan kerugian yang
berlawanan. Departementalisasi ini memudahkan koordinasi di antara para spesialis untuk
menyelesaikan tugas tepat waktu dan memenuhi target anggaran. Lebih jauh,
departementalisasi ini memberikan tanggung jawab yang jelas atas semua kegiatan yang
terkait dengan sebuah produk, tetapi dengan duplikasi biaya dan kegiatan.Matriks berupaya
menarik kekuatan tersebut sembari menghindarkan kelemahan-kelemahan mereka.
Karakteristik struktural paling nyata dari matriks adalah bahwa ia mematahkan konsep
kesatuan komando sehingga karyawan dalam struktur matriks memiliki dua atasan –manajer
departemen fungsional dan manajer produk. Karena itulah matriks memiliki rantai komando
ganda.

2. Desain organisasi kontemporer


a. Struktur tim
Struktur tim adalah pemanfaatan tim sebagai perangkat sentral untuk
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan kerja. Karakteristik utama struktur tim adalah bahwa
struktr ini meniadakan kendala-kendala departemental dan mendesentralisasi pengambilan
keputusan ke tingkat tim kerja. Struktur tim juga mendorong karyawan untuk menjadi
generalis sekaligus spesialis.
b. Organisasi virtual
Organisasi virtual adalah organisasi inti kecil yang menyubkontrakkan fungsi-fungsi
utama bisnis secara detail.
c. Organisasi nirbatas
Organisasi nirbatas adalah sebuah organisasi yang berusaha menghapuskan rantai
komando, memiliki rentang kendali tak terbatas, dan mengganti departemen dengan tim yang
diberdayakan.

Seperti yang telah dijelaskan dalam Bab 10 yakni Pendesainan Organisasi untuk
Menyempurnakan Sistem, telah dibahas tentang pendesainan organisasi yang mendorong
Improvement terhadap sistem yang digunakan oleh perusahaan untuk melayani customer.
Dalam bab ini juga diuraikan bagaimana batas vertikal yang terdapat dalam organisasi
fungsional hierarkis tidak lagi sesuai dengan tuntutan lingkungan bisnis global. Di samping
itu, dalam Bab 10 tersebut dibahas juga secara singkat tiga sistem organisasi yang
menggunakan pendekatan kepemilikan sistem: sistem lintas fungsional, sistem berfokus ke
customer, dan sistem berfokus ke produk. Dalam Bab 11 Pembangunan Cross-Functional
Organization, diuraikan secara rinci batas horisontal yang sehat. Maka kami dalam Bab 12 ini
akan membahas tentang bagaimana membangun organisasi dengan batas vertikal, horisontal,
eksternal, dan geografis. Bab ini menguraikan tentang pembangunan organisasi nirbatas.
Pembangunan organisasi nirbatas bukan berärti pemban tanpa batas, namun pembangunan
organis vertikal, horisontal, eksternal, dan geografis yang sehat.
B. Pembahasan
1. Perubahan Lingkungan Bisnis Yang Dihadapi Oleh Perusahaan
Lingkungan bisnis global sekarang ini ditandai dengan karakteristik: customer
memegang kendali bisnis, persaingan sangat tajam dan perubahan menjadi konstan, pesat,
radikal, serentak, dan pervasif. Untuk memasuki lingkungan bisnis yang telah berubah,
sebagaimana digambarkan di atas, organisasi perlu membangun faktor keberhasilan yang
berbeda dengan faktor keberhasilan organisasi di masa manajemen tradisional. Sehingga,
terjadi pergeseran faktor keberhasilan organisasi.
Bukan lagi ukuran (size) yang menentukan keberhasilan organisasi di masa sekarang,
namun kecepatan dalam menyediakan layanan bagi customer membawa produk dan jasa baru
ke pasar, mengubah strategi, dan merespons perubahan kebutuhan customer Bukan lagi
kejelasan peran melalui job description rinci yang menentukan keberhasilan organisasi di
masa sekarang, namun fleksibilitas personel dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan
perubahan lingkungan bisnis, kemampuan belajar keterampilan baru, dan kesediaan untuk
bergeser ke lokasi dan penugasan baru yang belum pernah dikenal
Bukan lagi spesialisasi yang menentukan keberhasilan organisasi masa sckarang,
namun keterpaduan seluruh personel organisasi, dan keterpaduan organisasi perusahaan
dengan organisasi pemasok dan customer, mengingat semakin kompleksnya kebutuhan
customer yang harus dipuaskan oleh organisasi perusahaan. Bukan organisasi, namun
kemampuan untuk menghasilkan inovasi produk untuk memenuhi kebutuhan customer yang
senantiasa berubah yang menentukan keberhasilan organisasi di masa sekarang.

2. Tanda-Tanda Hierarki yang Tidak Sehat


Organisasi berjenjang yang tidak sehat menunjukkan tanda-tanda berikut ini:
a) Inovasi atau perubahan terjadi sangat lambat karena diperlukannya terla banyak
persetujuan.
b) Keputusan salah dilakukan karena data dari jenjang yang lebih rendah tidak
dipertimbangkan.
c) Karyawan yang bermotivasi tinggi dan berharga bagi perusahaan menja tidak berminat
untuk berprestasi karena tidak adanya respons dari atasannya.
d) Waktu respons yang lambat. Jika organisasi memerlukan waktu lama untuk membuat
keputusan, untuk merespons kebutuhan customer, atau bereaksi secara tidak efektif
terhadap perubahan kondisi pasar, kondisi ini menunjukkan hierarki yang tidak sehat.
e) Kaku terhadap perubahan. Jika suatu organisasi terus melakukan sesuatu karena "kami
selalu melakukannya dengan cara ini," atau menggunakan lebih banyak usaha mencari
cara untuk tidak berubah daripada berubah kondisi ini menunjukkan hierarki organisasi
tidak sehat.
f) Aktivitas bawah tanah. Dalam organisasi dengan hierarki yang tidak sehat, kreativitas dan
inovasi dilaksanakan melalui aktivitas bawah tanah, karena orang mengetahui bahwa ide
baru akan mendapatkan reaksi negatif.
g) Frustasi internal. Hierarki yang tidak sehat ditandai pula dengan meluasnya frustasi
internal, karena orang merasa tidak dihargai kontribusinya terhadap pencapaian ujuan
organisasi, atau tidak diberi penghargaan semestinya, atau tidak diperhatikan
kesejahteraannya
h) Customer tidak puas. Hierarki yang tidak sehat juga ditandai dengan customer yang
merasa frustasi dan marah, atau tidak didengar sama sekali.

3. Menjadikan Hierarki Sehat


Manajemen harus mengubah dari pengendalian ketat menjadi pengurangan
pengendalian empat dimensi berikut ini:
a) Informasi, Informasi harus diubah, dari yang semula disimpan secara tertutup atau
dipadukan di jenjang atas di bawah wewenang manajemen puncak, menjadi information
sharing secara terbuka bagi seluruh anggota organisasi.
b) Kompetensi Kompetensi perlu diubah, dari yang semula seluruh pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan dikuasai olch manajemen puncak, menjadi kompetensi
didistribusikan kepada seluruh karyawan. Dalam boundaryless organization, pelatihan
yang sama diberikan ke semua jenjang organisasi. Dimana tujuannya yaitu untuk
mengembangkan potensi karyawan.
c) Wewenang, Dalam organisasi tradisional, keputusan diambil oleh manajemen puncak, dan
garis wewenang ditarik secara jelas untuk membatasi manajer yang memiliki wewenang
memberikan persetujuan. Keputusan diambil oleh manajer senior karena informasi dan
kompetensi tertentu yang diperlukan untuk melakukan pilihan tindakan secara berhasil
dibatasi hanya untuk tingkat manajemen tersebut. Sedangkan dalam organisasi nirbatas
keputusan diambil oleh orang yang berada terdekat dengan isu, dan harus menghayati
konsekuensi sebagai akibat keputusan yang diambilnya.
d) Penghargaan, dalam organisasi nirbatas penghargan memilki dua tujuan: pengakuan
secara adil atas kinerja masa lalu dan pemotivasian personel untuk menghasilkan kinerja
secara kompeten atau secara berbeda di masa yang akan datang.

4. Prinsip Prinsip untuk membangun Batas Horisontal yang Sehat


Terdapat lima prinsip penting untuk membangun organisasi dengan batas horisontal
yang sehat, yaitu:
a) Pusatkan orientasi kegiatan ke customer, Untuk membangun batas horisontal yang sehat,
proses intern perlu diorganisasikan dengan tujuan untuk memberikan layanan kepada
customer luar. Oleh karena itu, organisasi harus disusun berdasarkan proses yang dimulai
dari customer dan berakhir pada customer.
b) Hadapi customer dengan satu muka, adalah menyediakan kemudahan bagi customer untuk
melakukan akses terhadap sumber daya, produk, dan jasa melintasi berbagai funesi vane
dibentuk dalam organisasi, Oleh karena itu, organisasi harus menyediakan satu titik kontak
yang sederhana dan konsisten bagi customer untuk melakukan akses terhadap sumber
daya, produk dan jasa yang disediakan oleh organisasi.
c) Bentuk dan bentuk kembali tim untuk memberikan layanan bagi customer, Tugas ini
dilakukan oleh suatu tim yang sangat mudah diubah, sesuai dengan kebutuhan customer.
Tim ini terdiri atas anggota yang memiliki kompetensi yang berbeda dan berbagai sumber
daya, sesuai dengan kebutuhan layanan bagi customer. Tim ini mengambil berbagai modal
manusia dengan kompetensi yang diperlukan dan berbagai sumber daya dari tempat
manapun dalam organisasi.
d) Selenggarakan suatu pusat kompetensi, Manajer fungsi bertanggung jawab untuk
senantiasa memantau kesesuaian kompetensi orang yang berada di bawah tanggung
jawabnya dengan kompetensi yang dituntut oleh customer yang dilayani sekarang dan di
masa depan.
e) Saling belajar antartim customer, prinsip terakhir untuk membangun batas horisontal yang
sehat adalah dengan membangun proses belajar. Melalui kerja sama tim lintas fungsional,
setiap anggota tim akan memiliki kesempatan untuk mendapatkan wawasan lebih luas
tentang customer, tentang keahlian yang dimiliki oleh anggota lain tim, dan tentang proses
bekerja bersama yang melibatkan berbagai disiplin.

5. Pentingnya Employee Empowerment Mindset


Hierarki yang sehat hanya dapat terwujud jika dibangun berlandaskan pada mindset
yang semestinya dalam diri manajemen dan karyawan. Employee empowerment mindset
merupakan landasan yang seharusnya dibangun untuk dasar pembangunan hierarki yang
sehat. Perwujudan pemberdayaan karyawan menyangkut dua pihak: (1) manajer yang
bertanggung jawab menjadikan karyawan berdaya, dalam arti karyawan dapat dipercaya dan
diandalkan oleh manajer untuk melaksanakan pengambilan keputusan yang sebelumnya
dilaksanakan oleh manajer, dan (2) karyawan yang bertanggung jawab untuk menjadikan
dirinya berdaya, dalam arti dapat menumbuhkan kepercayaan dalam diri manajer bahwa ia
dapat dipercaya untuk melaksanakan pengambilan keputusan yang sebelumnya tidak pernah
dilakukannya.

6. Pentingnya Cross-Functional Mindset


Cross functional mindset terdiri atas: (1) keyakinan dasar tentang pendekatan lintas
fungsional, dan 2 nilai dasar yang melandasi pendekatan lintas fungsional.
 Keyakinan dasar tentang pendekatan lintas fungsional. Terdapat empat keyakinan dasar
yang perlu ditanamkan dalam diri setiap personel tentang pendekatan lintas fungsional:
(1) kemampuan organisasi untuk menghasilkan value bagi customer menentukan
kelangsungan hidup organisasi, (2) kinerja organisasi lebih penting daripada kinerja
fungsional, (3) improvement terhadap sistem hanya dapat terjadi melalui eksperimen
untuk pengetahuan dan keterbukaan terhadap hal yang baru, dan (4) improvement
terhadap kinerja organisasi bersumber dari improvement terhadap sistem dan proses,
bukan hanya improvement terhadap personel

 Nilai dasar yang melandasi pendekatan lintas fungsional. Nilai dasar yang melandasi
pendekatan kepemilikan sistem adalah: (1) kerja sama, (2) mental berlimpah, (3)
kerendahan hati, dan (4) keterbukaan terhadap hal yang baru. Uraian mendalam
mengenai cross-functional mindset dapat dilihat kembali di Bab 7 Cross-functional
Mindset

7. Pentingnya Partnered Relationship Mindset


Kemitraan usaha dilandasi oleh mindset yang terdiri atas tiga komponen:
a) Paradigma “kemitraan usaha melipatgandakan customer value”, dalam lingkungan,
customer memegang kendali bisnis, keberhasilan suatu perusahaan menghasilkan value
bagi customer merupakan faktor penentu kemampuan perusahaan dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Customer value ditentukan oleh tiga faktor dalam formula berikut
ini:

Customer Value = (Manfaat – Pengorbanan) x Kemitraan Usaha

Produk dan jasa yang dihasilkanoleh perusahaan hanya mampu menghasilkan value
bagi customer, jika produk dan jasa tersebut menghasilkan manfaat lebih besar bagi customer
dibandingkan dengan pengorbanan yang dilakukan customer dalam memeroleh manfaat
produk dan jasa tersebut. Di samping itu, kemitraan usaha antarfungsi, antara manajer dengan
karyawan perusahaan, dan kemitraan usaha yang dibangun oleh perusahaan dengan pemasok
dan mitra bisnisnya serta dengan customer melipatgandakan customer value yang dapat
dihasilkan dari produk dan jasa yang disediakan oleh perusahaan bagi customers-nya
Kemitraan usaha antara perusahaan dengan pemasoknya akan menyebabkan
perusahaan memerolch produk dan jasa yang berkualitas untuk masukan bagi proses
produksi. Kualitas masukan ini akan mengakibatkan peningkatan keandalan dan kecepatan
perusahaan sebagai penyedia produk dan jasa bagi customer, Kualitas, keandalan, dan
kecepatan inilah yang merupakan faktor penentu untuk menjadikan perusahaan sebagai
produsen produk dan jasa yang cost effective. Cost effectiveness menjadikan perusahaan
mampu menyediakan produk dan jasa yang menghasilkan manfaat optimal dengan
pengorbanan minimum bagi customer
Kemitraan usaha antara perusahaan dengan mitra bisnisnya akan menyebabkan
perusahaan mampu menghasilkan secara konsisten satu ikat jasa berkualitas dalam produk
yang disediakan bagi customer. Oleh karena produk pada dasarnya merupakan satu ikat jasa,
yang tidak mungkin dihasilkan seluruhnya secara berkualitas hanya oleh satu perusahaan,
maka perusahaan perlu membangun kemitraan usaha dengan perusahaan lain dalam
memenuhi kebutuhan customer. Di samping itu, oleh karena kebutuhan customer senantiasa
mengalami perubahan pesat, kerja sama kemitraan antara perusahaan dengan perusahaan lain
akan menjadikan perusahaan dalam jejaring kerja (network) responsif untuk menghadapi
perubahan pesat tersebut.

Menuju Organisasi Global


Proses globalisasi semakin meningkat. Mobilitas modal dana, modal manusia, dan ide
semakin meningkat, sehingga perusahaan-perusahaan dengan mudah memenuhi kebutuhan
modal dana, modal manusia, dan ide dari sumber terbaik yang tersebar di muka bumi ini.
Keserentakan perubahan semakin meningkat, schingga perubahan yang terjadi di belahan
bumi yang satu akan segera dapat diikuti, dan berdampak terhadap belahan bumi yang lain,
begitu pula sebaliknya. Semangat untuk mencari jalan bebas hambatan semakin meningkat,
dengan semakin banyaknya perusahaan baru memasuki pasar dengan membawa aturan bisnis
baru. Semangat untuk rule-breaking menjadi andalan untuk menciptakan pasar baru, sehingga
platform persaingan menjadi berubah-ubah. Jika di masa lalu persaingan hanya terbatas
dengan perusahaan sejenis di dalam negeri kemudian meluas dengan perusahaan seienis dari
seluruh penjuru dunia

Alasan Menuju Organisasi Global


Beberapa alasan berikut ini menjelaskan mengapa organisasi menjadi global: (I) untuk
mempertahankan hidup, (2) penyebaran beban biaya, (3) pelopor, dan (4) revolusi teknologi

Tantangan dalam Meniadakan Batas-Batas Global


Ada tujuh tantangan yang harus dihadapi oleh organisasi yang ingin menjadi global,
yaitu:
a. Pembangunan struktur organisasi global yang dapat dijalankan.
b. Pemekerjaan global super managers
c. Pengelolaan orang untuk lingkungan global.
d. Belajar untuk mencintai perbedaan kultural.
e. Penghindaran dari pandangan sempit dan kesombongan pasar.
f. Perancangan mekanisme pemersatu dan global mindset
g. Pemecahan masalah kompleksitas

Lanjutan,,,,

Berlanjut pada pembahasan Bab 13, menjelaskan tentang “Kemitraan Usaha”.


Melalui kemitraan usaha, jejaring organisasi dapat diwujudkan. Pergeseran terjadi dari
organisasi independent, organisasi yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan customer,
menjadi organisasi interdependent, organisasi yang saling terkait satu dengan lainnya melalui
kemitraan usaha dalam memenuhi kebutuhan customer Dalam jejaring organisasi ini, setiap
organisasi berfokus ke kompetensi intinya dalam menyediakan value terbaik bagi customer,
sehingga secara keseluruhan jejaring organisasi mampu menghasilkan produk sebagai "a
bundle of servic yang terbaik bagi customer. Kemitraan usaha menjadi komponen struktur
SPP'M yang berfungsi sebagai perekat jejaring organisasi Dalam menghadapi lingkungan
bisnis global diperlukan persatuan yang erat di antara personel perusahaan, di antara
perusahaan dengan pemasoknya, dan di antara perusahaan dengan mitra bisnisnya. Tidak ada
perusahaan yang mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam menghadapi
lingkungan bisnis.
Siapa yang pantas untuk dijadikan mitra dalam melakukan bisnis? Perta nyaan ini
selalu dihadapi oleh manajemen perusahaan setiap kali akan melakukan hubungan bisnis
dengan perusahaan lain. Pertanyaan ini juga muncul jika manajemen perusahaan memerlukan
personel, baik yang akan didudukkan dalam posisi manajerial maupun yang akan
dipekerjakan sebagai karyawan.
Di masa lalu, terdapat dua pendekatan yang biasanya ditempuh untuk memecahkan
masalah tersebut di atas: pendekatan keluarga dan pendekatan bisnis. Dalam pendekatan
keluarga, manajemen perusahaan cenderung untuk memilih orang atau perusahaan yang
memiliki hubungan keluarga untuk dijadikan mitra usaha. Alasan utama adalah karena orang
dapat meletakkan kepercayaan kepada keluarga. Hubungan keluarga dijadikan kriteria
kepantasan seseorang atau perusahaan untuk dijadikan mitra usaha. Begitu pula dalam
mempekerjakan personel perusahaan, Kecenderungan memilih personel keluarga mewarnai
manajemen.
Semakin besar dan kompleks bisnis yang dijalankan perusahaan, maka semakin sulit
mencari mitra bisnis apabila hubungan keluarga dipakai sebagai dasar pemilihan. Oleh karena
itu, dikembangkan pendekatan bisnis untuk berhubungan bisnis dengan pihak lain. Hubungan
bisnis dapat dilakukan dengan bukan keluarga, namun seperangkat alat kontrol perlu
dikembangkan untuk menjaga agar transaksi bisnis dapat berjalan sebagaimana yang
diharapkan.

 Tujuan Pembangunan Kemitraan Usaha


Agar sustainable, kemitraan usaha perlu diarahkan untuk mewujudkan tujuan tujuan
yang bersifat strategik. Tujuan strategik untuk menjadikan kemitraan usaha tersebut worth the
efforts adalah untuk
1. Menghadapi persaingan bisnis global:
a) Pembangunan jejaring organisasi, sebagai basis untuk bersaing di pasar global.
b) Optimalisasi smart technology dalam membangun quality relationship:
2. Menyediak an value terbaik bagi customer melalui focus strategy
a) Pengerahan secara optimal berbagai core competencies perusahaan yang berada
dalam jejaring untuk memuasi kebutuhan customer
b) Pengerahan secara optimal kemampuan dan kemauan seluruh personel perusahaan
untuk memuaskan kebutuhan customer

Keempat tujuan tersebut bersifat strategik karena pencapaiannya menentukan


kelangsungan hidup perusahaan. Di samping itu, kemitraan usaha yang terjalin merupakan
kebutuhan perusahaan yang terkait, karena persyaratan untuk dapat hidup di lingkungan
bisnis global.
Tujuan pertama berkaitan dengan persyaratann untuk mampu memasuki pasar global.
jika dilihat trend-nya, persaingan tingkat dunia didominasi olch organization network. Oleh
karena perusahaan Indonesia menghadapi pasar global, untuk dapat survive mereka perlu
belajar bersaing di pasar global melalui organization network-tidak dalam pengertian
bersama-sama dengan perusahaan satu grup dalam satu hubungan keluarga (induk dan anak
perusahaan)-namun dengan jalan menjalin kemitraan usaha dengan perusahaan lain melalui
partnered relationship dengan pemasok (vertikal) dan melalui strategic alliance dengan mitra
bisnis terkait (horisontal)
Tujuan kedua berkaitan dengan kemampuan potensial teknologi informasi dalam
mewujudkan quality relationship antara perusahaan dengan berbagai pemasok dan mitra
bisnisnya. Perusahaan-perusahaan yang bersaing di tingkat dunia memanfaatkan secara
optimal teknologi informasi dalam menjalin hubungan bisnis dengan pemasoknya, dengan
mitra bisnisnya, maupun dengan customer. Oleh karena itu, kemitraan usaha antara
perusahaan dengan pemasok dan mitra bisnisnya perlu ditujukan ke arah pemanfaatan secara
optimal smart technology dalam membangun quality relationship di antara perusahaan yang
tergabung di dalam organization network
Tujuan ketiga dan keempat merupakan focus strategy yang diwujudkan dalam dua
langkah: (pemilihan core competency perusahaan-aktivitas atau pengetahuan yang dimiliki
dan dikuasai oleh perusahaan yang membuat perusahaan unggul dibandingkan dengan
pesaingnya, dan (2) penggalangan keterpaduan usaha seluruh personel perusahaan untuk
menyediakan produk dan jasa yang mampu menghasilkan value bagi customer. Customer
merupakan penyebab utama kelangsungan hidup perusahaan dalam bisnis. Kemitraan usaha
dibangun karena ketidakmampuan perusahaan secara individual untuk memuaskan kebutuhan
cutoer Customer sekarang sangat penuntut (demanding), sehingga menyebabkan perusahaan
harus membangun kemitraan usaha dengan pemasok dan mitra bisnisnya untuk secara
bersama-sama memuaskan kebutuhan customer melalui kompetensi intinya masing-masing.
Produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan harus mampu menghasilkan value bagi customer
agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin. Di dalam menghadapi persaingan global yang
tajam dan perubahan pesat kebutuhan customer, perusahaan memerlukan hubungan kohesif
antarfungsi dalam organisasi perusahaan dan kemitraan antara manajer dengan karyawan,
untuk memungkinkan perusahaan responsif terhadap perubahan lingkungan bisnis yang pesat
dan untuk meningkatkan kecepatan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan customer.

 Landasan Kemitraan Usaha


Customer adalah alasan utama perusahaan berada dalam bisnis, baik bagi perusahaan
secara individual maupun secara jejaring. Tanpa customer, perusahaarn tidak mempunyai
alasan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang. Lalu apa
perlunya perusahaan bekerja sama dengan perusahaan lain dalam memenuhi kebutuhan
customer? Ada empat alasan mengapa jejaring organisasi forganization network) lebih
mampu memuaskan kebutuhan custoer daripada organisasi secara individual, yaitu:
1. Produk pada dasarnya merupakan satu ikat jasa yang berkemampuan untuk menghasilkan
value bagi customer.
2. Produsen produk dan jasa perlu mengubah logikanya sesuai dengan logika customer agar
mempunyai kesempatan untuk mempertahankan kelangsungan hidup organisasi
perusahaan mereka.
3. Konsep kualitas mencakup semua aspek organisasi perusahaan dan bahkan melampaui
batas-batas organisasi perusahaan, meluas ke organisasi pemasok, mitra bisnis, dan
customer
4. Smart techology merupakan enabler untuk mewujudkan kemitraan antarperusahaan,
kemitraan antarfungsi, dan antara manajer dengan karyawan dalam organisasi perusahaan

 Mindset Yang Mendasari Kemitraan Usaha


Mindset merupakan sikap mental mapan yang dibentuk melalui pendidikan, pe-
ngalaman, dan prasangka. Kemitraan usaha dilandasi oleh mindset yang terdiri atas tiga
komponen: (1) paradigma "kemitraan usaha melipatgandakan customer value," (2) core
beliefs "customer adalah tujuan pekerjaan," dan (3) core values kejujuran dan integritas

 Tipe Kemitraan Usaha


Kemitraan usaha dalam bisnis dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk:
1. Partnered Relationship Partnered relationship adalah kemitraan usaha yang dibangun
perusahaan dengan pemasoknya. Di samping itu, partnered relationship juga menunjukkan
kemitraan usaha yang dibangun perusahaan dengan customer-nya Just-in-time JIT)
purchasing merupakan contoh perwujudan kemitraan usaha antaraperusahaan dengan
pemasok. Dalam JIT purchasing perusahaan memberikan kepercayaan kepada pemasok
untuk memasok bahan hanya pada saat perusahaan memerlukannya, dan sejumlah yang
diperlukan. Untuk memungkinkan hal ini, pemasok diberi informasi tentang rencana
produksi dan daftar kebutuhan bahan, baik saat, kuantitas, kualitas, spesifikasi, maupun
lokasi penyerahan barang, dengan cara diberi kesempatan untuk akses ke inventory control
system perusahaan. Untuk memungkinkan perusahaan menyusun rencana produksi yang
dapat diandalkan oleh pemasok, perusahaan membangun kemitraan usaha dengan
customer. Melalui kemitraan usaha dengan customer ini, permintaan atas produk
perusahaan dapat diprediksi dengan akurat, dan keakuratan ini akan menjadi penentu
rencana kebutuhan bahan bagi pemasok, schingga baik pemasok maupun perusahaan dapat
menjalankan JIT manufacturing. Dengan JIT purchasing ini perusahaan dapat memperoleh
bahan dengan kualitas yang konsisten dan waktu penyerahan barang dari pemasok yang
dapat diandalkan, dengan harga bahan yang lebih rendah dari harga normal.

2. Strategic Alliance Strategic alliance adalah kemitraan usaha yang dibangun perusahaan
dengan mitra bisnisnya untuk menyediakan value terbaik bagi custmer. Sebagaimana telah
diuraikan di atas, produk pada dasarnya merupakan ikat jasa untuk memuaskan kebutuhan
customer. Karena banyaknya komponen yang menghasilkan value bagi customer,
perusahaan pada umumnya hanya memiliki core competency terbatas dalam menghasilkan
produk dan jasa yang menghasilkan value bagi customer. Untuk menghasilkan value
terbaik bagi customer, perusahaan perlu membangun strategic alliance dengan mitra
bisnisnya

3. Cross-functional Team Pada dasarnya cross-functional team merupakan perwujudan focus


strategy melalui pembangunan kemitraan usaha antarfungsi dalam organisasi untuk
memberikan layanan terbaik bagi customer. Di dalam organisasi fungsional, kerja sama
antarfungsi sangat dibatasi oleh tembok-tembok fungsional yang secara mental diciptakan
untuk menghasilkan produktivitas fungsi. Organisasi fungsional ini menghasilkan
semangat fungsi untuk memuaskan kebutuhan fungsinya, sehingga menelantarkan
kebutuhan customer. Cross-functional team merupakan pendekatan untuk meningkatkan
kemitraan usaha antarfungsi dalam organisasi untuk kepentingan pemberian layanan
terbaik bagi customer. Batas-batas antarfungsi dirobohkan melalui kemitraan usaha
antarfungsi, yang sangat dimudahkan dengan pemanfaatan teknologi informasi melalui
information sharing

4. Employee Empowerment Employeeempowerment merupakan perwujudanfocus strategy


melalui pembangunan kemitraan usaha antara manajer dengan karyawan. Di dalam
manajemen tradisional hubungan antara manajer dengan karyawan dilaksanakan melalui
delegasi wewenang dari manajer ke karyawan. Pendelegasian wewenang ini menuntut
karyawan untuk meminta otorisasi secara eksplisit dari manajer setiap kali wewenang
tersebut akan dilaksanakan. Dalam pemberdayaan karyawan manajer memampukan dan
memberi kesempatan kepada karyawan untuk merencanakan, mengimplementasikan
rencana, dan mengendalikan implementasi rencana pekerjaan yang menjadi tanggung
jawab karyawan atau tanggung jawab kelompoknya. Manajer yang semula berperan
sebagai penganalisis pekerjaan yang perlu dikerjakan olch karyawan, pembuat aturan rinci
yang harus dipatuhi karyawan, dan kemudian sebagai pengawas karyawan, diubah
menjadi berperan sebagai coach karyawan. Sebagai coach, manajer bertanggung awab
untuk menjadikan karyawan berdaya dalam melakukan pengambilan keputusan atas
pekerjaan yang menjadi tanggung jawab karyawan yang bersangkutan, melalui penyediaan
teknologi untuk memperoleh informasi berkualitas, pendidikan dan pelatihan, dan
dukungan (support) dari manajer bagi karyawan. Karyawan yang semula berperilaku
seperti halnya anak kecil yang patuh terhadap semua perintah orang tua mereka, berubah
menjadi berperilaku sebagaimana orang dewasa dan sejawat yang berinteraksi dengan
manajer yang berperan sebagai coach mereka, bahu-membahu antarkaryawan dan antara
manajer dengan karyawan dalam menyediakan produk dan jasa bagi customer

 Tahap-Tahap Pembangunan Kemitraan Saha Dengan Pemasok Dan Mitra Bisnis


Kemitraan usaha dengan pemasok dan mitra bisnis tidak terjadi dengan sendirinya,
namun memerlukan usaha keras dari pihak yang terkait. Proses pembangunan kemitraan
usaha dapat diibaratkan dengan proses hubungan orang yang mempertimbangkan untuk hidup
berumah tangga. Tiga tahap proses pembangunan kemitraan usaha yang perlu dilalui adalah
yaitu:
1) Penjajakan
Dalam tahap penjajakan ini, pihak-pihak yang terkat melakukan penjajakan keandalan
setiap pihak untuk dijadikan mitra bisnis. Biasanya keikutsertaan perusahaan dalam ISO
dapat dijadikan prasyarat untuk membangun kemitraan usaha. Dalam tahap ini pula setiap
pihak melakukan penjajakan paradigma, core beliefs, dan core values yang digunakan setiap
pihak dalam berbisnis. Keandalan setiap pihak untuk menjadikan dirinya mitra dalam bisnis
mendorong peningkatan kemitraan usaha ke fase peningkatan. Sebaliknya, jika pada fase
penjajakan ini, setiap pihak tidak mendapatkan manfaat dari kemitraan usaha yang dibangun,
kemitraan usaha akan segera diakhiri.
2) Peningkatan
Pada tahap ini setiap pihak meningkatkan keeratan kemitraan usaha dengan
melakukan perluasan hubungan dan/atau kedalaman hubungan. Sebagai contoh, jika pada
tahap penjajakan, kemitraan usaha bisnis hanya terbatas pada pengadaan bahan tertentu,
melalui kontrak berjangka enam bulan, pada tahap peningkatan diperluas ke pengadaan
beberapa macam bahan untuk jangka waktu kontrak satu tahun. Biasanya dalam tahap ini,
sistem informasi manajemen telah dibangun di antara pihak yang terkait dalam kemitraan
usaha, namun sifatnya masih sementara
3) Perikatan
Pada tahap ini setiap pihak sudah sepakat untuk membangun kemitraan usaha jangka
panjang yang bersifat permanen. Sistem informasi manajemen kemudian dibangun untuk
memungkinkan pihak yang terkait melakukan akses ke database perusahaan dalam
melaksanakan transaksi bisnis. Kemitraan usaha diperluas dan diperdalam dengan dilandasi
paradigma, core beliefs, dan core values yang diperlukan untuk membangun kemitraan yang
permanen.
 Dampak Kemitraan Usaha Terhadap Struktur Sppm
Kebutuhan customer yang sangat kompleks dan yang berubah dengan pesat tidak lagi
dapat dipenuhi dengan baik oleh satu organisasi perusahaan, namun harus dipenuhi melalui
kerja sama kemitraan antarorganisasi perusahaan dalam suatu jejaring kerja. Di samping itu,
karakteristik kebutuhan customer seperti itu hanya dapat dipenuhi oleh perusahaan yang
memiliki organisasi dengan karyawan yang kohesif. Kekohesivan organisasi perusahaan
ditentukan oleh kemampuan manajemen dalam memberdayakan karyawan dan menggunakan
cross-functional approach dalam memberikan layanan bagi customer
Virtual Organization merupakan kecenderungan perusahaan untuk memenuhi
kebutuhan customer-nya melalui pembangunan partnered relationship dengan pemasoknya
mengakibatkan timbulnya virtual organization-organisasi yang menghasilkan produk dan jasa
untuk memenuhi kebutuhan customer-nya melalui kontrak bisnis dengan perusahaan lain.
Virtual organization menjadikan organisasi berbentuk jejaring kerja yang terdiri atas
perusahaan-perusahaan dengan core competency-nya masing-masing yang secara bersama-
sama menghasilkan produk dan jasa yang memberikan value bagi customer
Cross-Functional Approach merupakan pendekatan untuk memadukan usaha setiap
fungsi yang terkait dalam proses layanan kepada customer. Kemitraan usaha yang terjalin
melalui cross functional team menjamin terfokusnya perhatian semua fungsi yang terkait dan
peningkatan kecepatan layanan bagi customer.
Leadership from Everybody Kemitraan usaha yang dibangun antara manajer dengan
karyawan menjadikan semua karyawan berdaya untuk merencanakan, mengimplementasikan
rencana, dan mengendalikan implementasi rencana pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya atau tanggung jawab kelompoknya. Pemberdayaan karyawan akan memacu potensi
kepemimpinan yang terdapat dalam diri setiap karyawan perusahaan, sehingga organisasi
akan dapat memanfaatkan leadership potential yang dimiliki seluruh karyawannya. Jika di
masa lalu leader hanya dapat dijumpai di jenjang puncak organisasi, dengan kemitraan antara
manajer dengan karyawan, organisasi berubah menjadi organisasi dengan banyak leaders;
leadership from everybody. Struktur organisasi perusahaan menjadi semakin datar, karena
posisi manajerial menengah tidak lagi diperlukan dengan semakin berdayanya karyawan.
Kondisi ini menjadikan organisasi responsif terhadap perubahan kebutuhan customer, dan
bahkan mampu menciptakan perubahan yang diperluk untuk menghadapi persaingan global
yang tajam.

 Dampak Kemitraan Usaha Terhadap Tindakan Perusahaan


Kemitraan usaha yang dibangun perusahaan dengan pemasok dan mitra bisnisnya
akan menjadikan perusahaan responsif terhadap setiap perubahan kebutuhan customer. Oleh
karena setiap komponen jasa yang terkandung dalam produk yang disediakan perusahaan
bagi customer dihasilkan oleh perusahaan yang memiliki tersebut perusahaan yang tergabung
dalam network akan secara responsif mampu memenuhi setiap perubahan kebutuhan
customer.

You might also like