You are on page 1of 5

Pendahuluan

Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia,


dimana menurut data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 diperkirakan 17,3
juta orang di dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskular (7,3 juta orang akibat penyakit
jantung koroner dan 6,2 juta orang akibat stroke) dan diperkirakan akan meningkat hingga 23,3
juta orang pada tahun 2030. Satu hal yang perlu diperhatikan, 80% angka kematian tersebut terjadi
pada negara dengan pendapatan rendah dan sedang, termasuk Indonesia. Penyakit jantung koroner
sebagai salah satu yang banyak menyebabkan kesakitan dan kematian, dimana yang termasuk di
dalamnya antara lain angina stabil, angina tidak stabil, infark miokard. Apabila dilihat dari
patofisiologinya, penyakit jantung koroner diawali dengan adanya aterosklerosis, dimana plak
aterosklerosis tersebut dapat pecah/rupture dan terjadi proses trombosis yang melibatkan platelet.
Berdasarkan patofisiologi tersebut salah satu terapi pada penyakit jantung koroner yang penting
adalah penggunaan obat golongan antiplatelet.

1. TICAGRELOR
 Mekanisme kerja

Ticagrelor merupakan golongan antiplatelet non-thienopyridine dari cyclopentyl


triazolopyrimidines dengan mekanisme kerja ikatan pada reseptor P2Y12 pada tempat yang
berbeda dibandingkan dengan golongan thienopyridine (clopidogrel atau prasugrel) sehingga
reseptor tersebut inaktif dan terjadi hambatan pada aktivasi ADP yang berperan dalam
agregasi platelet tanpa harus dimetabolisme terlebih dahulu menjadi metabolit aktif. Selain itu
ikatan yang terjadi dengan reseptor P2Y12 oleh ticagrelor merupakan ikatan hidrogen yang
lebih lemah dibandingkan dengan ikatan kovalen pada golongan thienopyridine sehingga
mengakibatkan adanya sifat ikatan yang reversible pada ticagrelor. Ikatan yang reversible ini
menyebabkan ticagrelor mempunyai offset (waktu yang diperlukan oleh obat untuk menjadi
inaktif setelah obat dihentikan) yang lebih cepat daripada golongan thienopyridine.
 Farmakokinetik

Ticagrelor dapat langsung berikatan dengan reseptor P2Y12 tanpa memerlukan aktivasi
metabolit walaupun juga memiliki metabolit aktif AR -C124910XX, dimana keduanya
memiliki efektivitas yang sama sehingga dapat bekerja lebih cepat sebagai antiplatelet.
Ticagrelor memiliki onset of action 30 menit setelah penggunaan oral dan memiliki duration
of action hingga 3-4 hari. Waktu untuk mencapai kadar puncak diperoleh rentang yang
berbeda dari beberapa penelitian, dimana ticagrelor adalah 1,5 jam (rentang 1–4 jam] dan
untuk metabolitnya (AR-C124910XX) 2,5 jam (rentang 1,5–5 jam). Ticagrelor memiliki
bioavailabilitas 36% (rentang 30-42%). Ticagrelor dan metabolitnya banyak terikat pada
protein plasma (>99%) dan mempunyai volume distribusi 88L.

Metabolisme ticagrelor terutama terjadi di hati oleh sitokrom P450 enzim CYP3A4
dan eliminasi metabolitnya melalui sekresi bilier sehingga pasien dengan gangguan pada renal
tidak memerlukan penyesuaian dosis. Terkait dengan proses metabolisme via CYP3A4, maka
penggunaan bersama dengan obat yang menghambat enzim CYP3A (seperti ketoconazole,
itraconazole, clarithromycin, dll) dan obat yang menginduksi enzim CYP3A (rifampin,
deksametason, fenitoin, dll) harus hati-hati dan dimonitor. Ticagrelor memiliki waktu paruh 7
jam, sedangkan metabolitnya mempunyai waktu paruh 9 jam.

2. FONDAPARINUX
 Mekanisme Kerja

Fondaparinux adalah antokoagulan (pengencer darah) yang mencegah pembentukan


gumpalan darah. Fondaparinux juga digunakan bersamaan dengan Warfarin (Coumadin)
untuk mencegah DVT, termasuk penyumbatan pembuluh darah paru-paru. Fondaparinux,
juga dikenal sebagai pentasakarida, molekul sintetis kritis yang terdiri dari lima unit sakarida
yang mengikat Speci, namun reversibel. Fondaparinux merupakan obat pertama di kelas
antikoagulan yang selektif menghambat aktivitas faktor Xa. Fondaparinux mencegah
generasi trombus dan pembentukan bekuan dengan menghambat aktivitas faktor Xa secara
tidak langsung melalui interaksinya dengan antitrombin. Ketika fondaparinux mengikat
antitrombin menyebabkan perubahan konformasi permanen situs aktif antitrombin dan
mengkatalisis kegiatan antifaktor Xa sekitar 300 kali lipat. Fondaparinux tidak hancur
selama proses itu dan dirilis untuk mengikat molekul antitrombin. Fondaparinux tidak
memiliki efek langsung pada aktivitas trombin pada konsentrasi plasma terapeutik.
Penghambatan selektif faktor Xa dapat memberikan kontrol yang lebih efisien melalui
generasi fibrin sambil menjaga fungsi regulasi trombin dalam kontrol hemostasis.

Fondaparinux bekerja secara spesifik pada faktor Xa melalui ikatan dengan sisi aktif
S1 dan S4 dalam konformasi berbentuk seperti huruf L (Gambar 1). Gugus p-methoxyphenyl
Fondaparinux (P1) akan menduduki posisi anionik S1 dari faktor Xa dan gugus lainnya akan
menduduki posisi aromatik S4. Hasil dari mekanisme ini adalah penghambatan pembentukan
trombin dan trombus sehingga memperpanjang waktu pembekuan darah.

 Farmakokinetik

Fondaparinux mempunyai profil farmakokinetik linier sampai dengan dosis 10mg;


pada dosis ≥25mg bioavailabilitas Fondaparinux berkurang. Bioavailabilitas absolut
Fondaparinux sampai dengan dosis 10mg adalah sekitar 50%. Konsentrasi maksimum dalam
darah tercapai 3-4 jam setelah pemberian tablet Fondaparinux 10mg.7

Fondaparinux dimetabolisme di hepar sebagian besar oleh enzim sitokrom P450


isoenzim CYP3A4 dan CYP3A5. Selain itu, Fondaparinux juga merupakan substrat dari
protein transpor P-glycoprotein (P-gp).7 Tabel 1 menampilkan beberapa parameter
farmakokinetik Fondaparinux dibandingkan dengan antikoagulan oral lainnya, yaitu:
rivaroxaban, dabigatran, dan warfarin.

Pemberian Fondaparinux bersamaan dengan penghambat kuat CYP3A4 dan P-gp


memerlukan perhatian dan monitoring karena kedua kelompok ini dapat meningkatkan kadar
maksimum (Cmaks) dan jumlah total Fondaparinux dalam darah (Area Under Curve, AUC).
Contoh obat-obat yang termasuk penghambat kuat CYP 3A4 dan P-gp antara lain: antijamur
golongan azol (ketokonazol, flukonazol) dan penghambat protease HIV (ritonavir). Contoh
obat yang hanya menghambat P-gp sehingga juga meningkatkan kadar maksimum dan AUC
Fondaparinux adalah naproksen (golongan NSAID).

Demikian pula halnya dengan pemberian Fondaparinux bersamaan dengan


penginduksi kuat CYP3A4 dan P-gp karena kedua kelompok tersebut berpotensi
mengurangi kadar maksimum dan AUC Fondaparinux dalam darah. Contoh obat-obat yang
poten menginduksi CYP3A4 dan P-gp antara lain: rifampisin, fenitoin, karbamazepin,
fenobarbital, dan ekstrak St. John. Fondaparinux dapat diberikan bersama dengan atau
tanpa makanan. Pada dosis 10mg, baik Cmaks maupun AUC Fondaparinux tidak dipengaruhi
oleh makanan.
DAFTAR PUSTAKA

Australian Government Department of Health and Ageing Therapeutic Good Administration. Australian
public assessment report for ticagrelor [Internet]. 2011 [updated 2011 July 12; cited 2013 May 1].
Available from: http://www.tga.gov.au/ pdf/auspar/auspar-brilinta.pdf.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. Brilinta [Internet]. 2012 [updated 2012; cited 2013 April 29]. Available
from: http://www.pom.go.id/webreg/index.php/ home/produk/01/row/10/page/1/order/
4/DESC/search/1/brilinta.

European Medicine Agency. Brilique: ticagrelor [Internet]. 2010 [updated 2010; cited 2013 April 30].
Available from: http:// w w w . em a . eu ro p a . eu /d ocs / en _ GB / d o c u m e n t _ l i b r a r y /
E P A R _ - _Summary_for_the_public/human/001241/ WC500100539.pdf.

Food & Drug Administration. FDA approves blood-thinning drug Brilinta to treat acute coronary syndromes
[Internet]. 2011 [updated 2011 July 21; cited 2013 April 30]. Available from: http://www.fda.gov/
N e w s E v e n t s / N e w s r o o m / PressAnnouncements/ucm263964.htm.

Fox K, Garcia MAA, Ardissino D, Buszman P, Katowicw, Camici PG, et al. Guideline on the management of
stable angina pectoris: full text: the task force on the management of stable angina pectoris of the
european society of cardiology. Eur Heart J 2006;27:1341-81.

Hamm CW, Bassand JP, Agewall S, Bax J, Boersma, Bueno H, et al. ESC Guideline for the management of
acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation. Eur
Heart J. 2011 Dec;32(23):2999-3054.

Steg G, James SK, Atar D, Badano LP, Lundqvist CB, Borger MA, et al. ESC Guidelines for the management
of acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation: the task force on
the management of ST-segment elevation acute myocardial infarction of the european society of
cardiology (ESC). Eur Heart J 2012; 33:2569–619.

World Health Organization. Cardiovascular diseases (CVDs) [Internet]. 2013[updated 2013 March; cited 2013
April 30]. Available from: http://www.who.int/mediacentre/ factsheets/fs317/en/index.html

You might also like