You are on page 1of 24

LAPORAN KASUS

Ureterolitiasis Dekstra et Sinistra

Oleh:

Putu Pradipta Shiva Darrashcytha

H1A013052

Pembimbing:

dr. Suharjendro, Sp.U

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN

KLINIK MADYA BAGIAN/SMF BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB

2018
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. DS

Umur : 53 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Selaparang, Mataram

Pekerjaan : PNS

Suku : Sasak

Agama : Islam

Tanggal MRS : 28 Juli 2018

Tanggal Pemeriksaan : 30 Juli 2018

B. ANAMNESIS

a. Keluhan Utama :Nyeri pinggang kanan dan kiri

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang kanan dan kiri sejak 1 bulan

yang lalu. Nyeri pinggang dirasakan hilang timbul. Nyeri yang dirasakan seperti

tertusuk-tusuk benda tajam. Nyeri menjalar ke perut bawah. Pasien tidak

mengeluhkan mual ataupun muntah. Untuk BAK pasien dikatakan lancar, tidak

pernah mengeluhkan nyeri saat berkemih, pernah mengeluhkan adanya pasir

yang keluar saat berkemih. Adanya demam disangkal oleh pasien.

c. Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien pernah mengalami keluhan serupa saat 10 tahun yang lalu, yaitu nyeri

pinggang kanan dan kiri. Pasien hanya mengonsumsi obat Pereda nyeri untuk
mengatasi keluhannya. Riwayat operasi (-) penyakit saluran kemih (-), riwayat

penyakit hipertensi (-), diabetes (-), penyakit jantung (-),dan asma (-).

d. Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat keluhan serupa disangkal, tidak ada riwayat keluarga yang pernah

mengalami keluhan nyeri pinggang seperti ditusuk-tusuk. Riwayat penyakit

hipertensi (-), diabetes (-), penyakit jantung (-), penyakit keganasan (-).

e. Riwayat Pengobatan:

Sebelumnya pasien berobat ke klinik untuk mengurangi keluhan nyeri.

f. Riwayat Alergi

Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat–obatan dan

makanan tertentu.

g. Riwayat Sosial

Pasien bekerja sebagai PNS, pekerjaan sehari-hari duduk di kantor untuk

mengetik. Pasien juga mengatakan jarang minum jika sedang bekerja. Pasien

tidak merokok dan tidak mengonsumsi minuman beralkohol.

C. PEMERIKSAAN FISIK

I. Status Generalis

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran/GCS : Composmentis/E4V5M6

Tanda Vital

TD : 130/80 mmHg

Nadi : 92 x/menit, irama teratur, kuat angkat

Pernapasan :18x/menit

Suhu :36,4 ºC
II. Pemeriksaan Fisik Umum

1. Kepala – leher

Inspeksi

 Kepala : Normochepali, rambut normal, tidak teraba benjolan

 Mata : Konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflek pupil

+/+, pupil bulat isokor

 Telinga : deformitas (-), otore (-), massa (-), tanda peradangan (-)

 Hidung : deformitas (-), rinore (-), deviasi septum (-),sekret (-)

 Mulut : Sianosis bibir (-), stomatitis (-), lidah pucat, atropi papil lidah (-),

tonsil hiperemis (-) T1-T1, karies gigi (-).

 Leher : Massa (-), pembesaran tiroid (-).

Palpasi

 Kepala : Massa (-)

 Mata : Dalam batas normal

 Telinga : Massa (-)

 Hidung : Dalam batas normal

 Leher :Massa (-), pembesaran tiroid (-), pembesaran KGB (-)

2. Thoraks

 Inspeksi : Gerakan dinding dada pada pernapasan simetris, retraksi (-), tipe

pernapasan thorakoabdominal.

 Palpasi : Pengembangan dinding dada pada pernapasan simetris, nyeri tekan

(-), krepitasi (-). Ictus cordis teraba pada ICS V midclavicula sinistra.

 Perkusi :

Pulmo : Sonor pada seluruh lapang paru kiri dan kanan.

 Auskultasi:
Pulmo : Vesikuler +/+/+/+, ronki -/-/-/-, wheezing -/-/-/-

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

3. Abdomen

 Inspeksi: distensi (-), hematom (-),hiperemis (-), luka bekas operasi (-),massa

(-), darm contour (-), darm steifung (-).

 Auskultasi: Bising usus (+), metallic sound (-).

 Perkusi: timpani pada seluruh lapang abdomen

 Palpasi: massa (-), nyeri tekan (+), ballottement (-)

4. Extremitas

Akral hangat (+) pada kedua telapak tangan dan kaki

Edema (-) pada kedua telapak kaki dan tangan

5. Urogenitalia

 Flank dan CVA:

 Inspeksi: massa (-/-) kemerahan (-/-)

 Palpasi: nyeri tekan (+), nyeri ketok CVA (+/+), massa (-/-)

 Suprapubis : massa(-), nyeri tekan (-)

 Genitalia Eksterna tidak tampak adanya kelainan, massa (-) fistula (-) hiperemi(-)
D. RESUME

Pasien perempuan, 53 thn, datang dengan keluhan utama nyeri pinggang kanan dan

kiri sejak 1 bulan lalu. Nyeri pinggang dirasakan hilang timbul seperti rasa ditusuk-

tusuk benda tajam. Riwayat keluhan serupa sejak 10 tahun lalu. Kebiasaan pasien

jarang minum air dan pekerjaan di kantor sering lama duduk. Tidak ada keluhan saat

BAK. Vital sign dalam batas normal. Pada status lokalis flank didapatkan nyeri

tekan (+) dan nyeri ketok CVA (+/+).

E. ASSESMENT

 Diagnosis Kerja

- Batu Ureter dekstra et sinistra

F. PLANNING DIAGNOSTIK

- Untuk keperluan diagnostik:

o BNO 3 posisi

o USG Abdomen

o CT-Scan Abdomen

- Untuk keperluan operasi :

o Foto thoraks

o Lab Darah Lengkap

G. RENCANA TERAPI

- IVFD RL 20 tpm

- Pro Ureterolitotomi

H. KIE

- Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit yang dideritanya ini bernama Batu

ureter yang merupakan adanya batu di daerah saluran kemih.


- Menjelaskan kepada pasien bahwa terapi utama dari penyakitnya adalah operasi

yang bertujuan untuk mengatasi keluhan pasien.

- Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini masih bisa disembuhkan dengan

jalan operasi.

Laboratorium

Parameter Nilai Rujukan


HB 14,5 g/dl 10,5 - 13,5
Leukosit 7200 uL 6000 – 18000
Eritrosit 5,03 3,6 – 5,2
Trombosit 234000 150000 – 400000
Hematokrit 45 26 – 50
MCV 89,8 fL 86,0 - 110,0
MCH 28,7 pg 26,0 - 38,0
MCHC 32,0 g/dl 31,0 - 37,0

Parameter Nilai Rujukan


GDS 84 mg/dL <160
Elektrolit
Na 139 mmol/L 135 – 146
K 4,3 mmol/L 3,4 – 5,4
CL 108 mmol/L 95 – 108
Fungsi Ginjal
Ureum 41 mg/dL 10 – 50
Kreatinin 1,5 mg/dL 0,9 – 1,3
Fungsi Hati
SGOT 21 /Ul 0 – 40
SGPT 15 /Ul 0 – 41
Rontgen Thorax

Rontgen Thorax :
Cor dan Pulmo tak tampak kelainan
USG ABDOMEN
CT- Scan Abdomen

Hasil:

 Batu ureter proksimal dekstra uk 1,8 x 1,2 x 2,7 cm


 Batu ureter proksimal sinistra uk 2,4 x 1,4 x 3 cm

LAPORAN OPERASI

Diagnosa : Batu ureter proksimal kanan, Batu UPJ kiri, Hidronefrosis bilateral

Operasi :

- Insisi intercostal XI-XII kedalam hingga retroperitoneal


- Buka

- Identifikasi pyelum

- Buka pyelum

- Evakuasi batu

- Pasang DJ stent

- Pyelum dijahit

- Cuci luka operasi

- Pasang drain

- Jahit luka operasi lapis demi lapis

Operasi : Khusus

Instruksi/ Terapi :

- Infus RL 24 tpm

- Injeksi Ceftriaxon 2 gr/hari

- Ketorolac 30 mg/8 jam

- Kalnex 500 mg/8 jam

- Ranitidin 50 mg/8 jam

- Vit K 1 amp/8 jam

- Evaluasi produk nefrostomi


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI

Ureter terletak di organ retroperitoneal. Ureter merupakan saluran muskuler


silindris urine yang mentranspor urin dari ginjal menuju vesica urinaria dengan
panjang sekitar 20-30 cm diameter 1.7 cm.

Sama dengan pielum, dinding ureter mempunyai lapisan otot yang kuat yang
dapat menyebabkan kontraksi hebat disertai nyeri sangat hebat. Dinding muskuler
tersebut mempunyai hubungan langsung dengan lapisan otot dinding pielum di
sebelah cranial dan dengan otot dinding buli-buli disebelah kaudal. Ureter
menembus dinding muskuler masuk ke kandung kemih secara miring sehingga
dapat mencegah terjadinya aliran balik dari kandung kemih ke ureter. Sepanjang
perjalanan ureter dari pielum menuju buli-buli secara anatomik terdapat beberapa
tempat yang ukuran diameternya relative lebih sempit dari pada ditempat lain,
sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut
ditempat itu. Tempat-tempat penyempitan yang dimaksud adalah :
 Perbatasan pelvis renalis - ureter (pelvi-ureter junction).
 Tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis.
 Saat masuk ke dalam vesica urinaria.
Vaskularisasi :
 Arteriae : arteri yang memperdarahi ureter adalah ujung atas oleh arteri renalis,
bagian tengah oleh arteri testicularis atau arteri ovarica, dan didalam pelvis
oleh arteri vesicalis inferior.
 Vena : vena dialirkan kedalam vena yang sesuai dengan arteri
Innervasi :
 Plexus renalis, testicularis, dan plexus hypogastricus (didalam pelvis).
 Serabut aferen berjalan bersama denga saraf simpatis dan masuk medulla
spinalis setinggi segmen lumbalis I dan II.
Untuk kepentingan pembedahan ureter dibagi menjadi 2 bagian :

 Ureter pars abdominalis : yang berada dari pelvis renalis sampai menyilang vasa
iliaka.
 Ureter pars pelvika : mulai dari persilangan dengan vasa iliaka sampai masuk ke
kandung kemih.

II. EPIDEMIOLOGI
Batu saluran kemih menduduki gangguan sistem kemih ketiga terbanyak
setelah infeksi saluran kemih dan BPH. Resiko pembentukan batu sepanjang
hidup dilaporkan berkisar 5-10%. Prevalensi pada orang arab > kulit putih > asia
> afrika. Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan
jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUP-Cipto
Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi
847 pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai
tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock
wave lithotripsy) yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan. Laki-
laki : wanita= 3:1, sekarang 2:1. Batu kalsium dan asam urat lebih banyak
diderita laki-laki, sedangkan insidensi batu struvit tinggi dialami wanita.1,2

III. ETIOLOGI
Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih,
gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya
membuat urease (Proteus mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati
(nekrosis papil) dan multifaktor.2,3
1. Gangguan aliran urin
a. Fimosis
b. Hipertrofi prostate
c. Refluks vesiko-uretral
d. Striktur meatus
e. Ureterokele
f. Konstriksi hubungan ureteropelvik
2. Gangguan metabolisme
Menyebabkan ekskresi kelebihan bahan dasar batu
a. Hiperkalsiuria
b. Hiperuresemia
c. Hiperparatiroidisme
3. Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease
4. Dehidrasi
a. Kurang minum, suhu lingkungan tinggi
5. Benda asing
a. Fragmen kateter, telur sistosoma
6. Jaringan mati (nekrosis papil)
7. Multifaktor
a. Anak di negara berkembang
b. Penderita multitrauma
8. Batu idiopatik
Terdapat beberapa faktor yang mempermudahkan terjadinya batu saluran
kemih pada seseorang, yaitu1,3 :
Beberapa faktor ekstrinsik adalah :
1. Geografi  pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu
saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal
sebagai daerah stone belt, sedangkan daerah Bantu di Afrika selatan hampir
tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air  kurangnya asupan air dan tinggi kadar mineral kalsium pada
air yang dikosumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih
4. Diet  diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya
batu saluran kemih
5. Pekerjaan  penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life. Immobilisasi lama
pada penderita cedera dengan fraktur multipel atau paraplegia yang
menyebabkan dekalsfikasi tulang dengan peningkatan ekskresi kalsium dan
stasis sehingga presipitasi batu mudah terjadi.
Faktor intrinsik antara lain adalah :
1. Umur  penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
2. Jenis kelamin  jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak
dibandingkan pasien perempuan
3. Herediter  penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

IV. PATOFISIOLOGI
Teori pembentukan batu2,4 :
1. Teori Intimatriks
Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansi organik
sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang
mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
2. Teori Supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti sistin,
xantin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
3. Teori presipitasi-kristalisasi
Perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urin.
Urin yang bersifat asam akan mengendap sistin, xantin dan garam urat. Urin
alkali akan mengendap garam garam fosfat.
4. Teori berkurangnya inhibitor kristalisasi
Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat,
polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah
terbentuknya batu saluran kemih.

V. GAMBARAN KLINIS

Keluhan yang dialami pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar
batu dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling sering adalah nyeri
pinggang, bisa berupa nyeri kolik atau bukan kolik. Karena peristalsis, akan
terjadi gejala kolik, yakni nyeri yang hilang timbul yang disertai perasaan mual
dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih khas. Selama batu bertahan di
tempat yang menyumbat, selama itu kolik akan berulang – ulang sampai batu
bergeser dan memberi kesempatan air kemih untuk lewat.5
Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai
nyeri pada saat berkemih atau sering kencing. Hematuria seringkali dikeluhkan
oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh
batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis.3,5
Jika didapatkan demam harus curiga urosepsis dan ini merupakan
kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak
kelainan anatomik pada saluran kemih dan segera dilakukan terapi berupa
drainase dan pemberian antibiotik.5
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah
kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-
tanda gagal ginjal, retensi urin.2,5

Gambar 2.7. Batu saluran kemih

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratorium
Pemeriksaan urinalisis makroskopik didapatkan gross
hematuria.Pemeriksaan sedimen urin menunjukkan adanya leukosituria,
hematuria, dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. 85 % pasien
dengan batu ginjal didapatkan hematuria maksoskopik dan mikroskopik.
Namun, tidak ditemukannya hematuria tidak berarti menghilangkan
kemungkinan menderita batu ginjal. Pemeriksaan kultur urin mungkin
menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.5,6
Pemeriksaan kimiawi ditemukan pH urin lebih dari 7,6 menunjukkan
adanya pertumbuhan kuman pemecah urea dan kemungkinan terbentuk
batu fosfat. Bisa juga pH urin lebih asam dan kemungkinan terbentuk batu
asam urat.6,7
Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan
terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien
menjalani pemeriksaan foto PIV. Proteinuria juga disebut albuminuria
adalah kondisi abnormal dimana urin berisi sejumlah protein. Kebanyakan
protein terlalu besar untuk melewati filter ginjal ke dalam urin. Namun,
protein dari darah dapat bocor ke dalam urin ketika glomeruli rusak.
Proteinuria merupakan tanda penyakit ginjal kronis (CKD), yang dapat
disebabkan oleh diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit yang
menyebabkan peradangan pada ginjal. Sebagai akibat fungsi ginjal
menurun, jumlah albumin dalam urin akan meningkat. Perlu juga diperiksa
kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu
saluran kemih, antara lain kalsium, oksalat, fosfat, maupun urat.5,6
Pemeriksaan darah lengkap, dapat menentukan kadar hemoglobin
yang menurun akibat terjadinya hematuria. Bisa juga didapatkan jumlah
lekosit yang meningkat akibat proses peradangan di ureter.5,7
b. Radiologis
Foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya
batu radioopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan
kalsium fosfat bersifat radioopak, sedangkan batu asam urat bersifat radio
lusen.3,6
Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah
terjadi bendungan atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak
dapat dilakukan, pada keadaan ini dapat dilakukan retrograde pielografi
atau dilanjutkan. Dengan anterograd pielografi, bila hasil retrograd
pielografi tidak memberikan informasi yang memadai. Pada foto BNO batu
yang dapat dilihat disebut sebagai batu radioopak, sedangkan batu yang
tidak tampak disebut sebagai batu radiolusen. Berikut ini adalah urutan batu
menurut densitasnya, dari yang paling opak hingga yang paling bersifat
radiolusen, kalsium fosfat(opak), kalsium oxalat(opak), Magnesium (semi
opak), amonium fosfat (semi opak), sistin(non opak), asam urat (non
opak).6,7

Pielografi Intravena (IVP)


Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan, fungsi
ginjal. Juga untuk mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-
opak yang, tidak terlihat oleh foto polos abdomen.5,7

Ullrasonografi
USG dikerjakan bila tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP
yaitu pada keadaan seperti allergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang
menurun dan pada wanita yang sedang hamil. Terlihat pada gambar echoic
shadow jika terdapat batu.4,5

CT-scan
Teknik CT-scan adalah tehnik pemeriksaan yang paling baik untuk
melihat gambaran semua jenis batu dan juga dapat terlihat lokasi dimana
terjadinya obstruksi.4,6

VII. PENATALAKSANAAN
Tujuan :
 Menghilangkan batu untuk mempertahankan fungsi ginjal
 Mengetahui etiologi untuk mencegah kekambuhan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya
harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi
untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi
sosial.7,8
Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter
atau hidronefrosis dan batu yang sudah menyebabkan infeksi saluran kemih
harus segera dikeluarkan. Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan
penyulit seperti diatas tetapi di derita oleh seseorang yang karena pekerjaannya
(misalkan batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) mempunyai
resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang
bersangkutan sedang menjalankan profesinya, dalam hal ini batu harus
dikeluarkan dari saluran kemih.3,6
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti
diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu
yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat
menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang
menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih.
Pilihan terapi antara lain :4,7,8
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan
untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian
diuretikum, berupa :
a) Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
b) α - blocker
c) NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu
syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya
infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi
bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada
pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan
fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus
segera dilakukan intervensi.
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Berbagai tipe mesin ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau prinsip
kerjanya semua sama, terdapat perbedaan yang nyata antara mesin generasi lama
dan baru, dalam terapi batu ureter. Pada generasi baru titik fokusnya lebih sempit
dan sudah dilengkapi dengan flouroskopi, sehingga memudahkan dalam
pengaturan target/posisi tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat
pada mesin generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter
sangat terbatas. Meskipun demikian mesin generasi baru ini juga punya
kelemahan yaitu kekuatan tembaknya tidak sekuat yang lama, sehingga untuk
batu yang keras perlu beberapa kali tindakan.

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi
obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan
gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada ESWL generasi
terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal
sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi
akan bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi
batu ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya
pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
ESWL ditemukan di Jerman dan dikembangkan di Perancis. Pada Tahun
1971, Haeusler dan Kiefer memulai uji coba secara in-vitro penghancuran batu
ginjal menggunakan gelombang kejut. Tahun 1974, secara resmi pemerintah
Jerman memulai proyek penelitian dan aplikasi ESWL. Kemudian pada awal
tahun 1980, pasien pertama batu ginjal diterapi dengan ESWL di kota Munich
menggunakan mesin Dornier Lithotripter HMI. Kemudian berbagai penelitian
lanjutan dilakukan secara intensif dengan in-vivo maupun in-vitro. Barulah mulai
tahun 1983, ESWL secara resmi diterapkan di Rumah Sakit di Jerman. Di
Indonesia, sejarah ESWL dimulai tahun 1987 oleh Prof.Djoko Raharjo di Rumah
Sakit Pertamina, Jakarta. Sekarang, alat generasi terbaru Perancis ini sudah
dimiliki beberapa rumah sakit besar di Indonesia seperti Rumah Sakit Advent
Bandung dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis
yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-masing
generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan air
atau gelatin sebagai medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan
gelatin mempunyai sifat akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga
tidak akan menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan
gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. Meskipun hampir semua jenis dan
ukuran batu ginjal dapat dipecahkan oleh ESWL, masih harus ditinjau efektivitas
dan efisiensi dari alat ini. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal
dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara
ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Hal laim
yang perlu diperhatikan adalah jenis batu apakah bisa dipecahkan oleh ESWL
atau tidak. Batu yang keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah
dan perlu beberapa kali tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita
darah tinggi, kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal,
wanita hamil dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas).
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-
anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi
kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di
bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya.
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke
dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil
pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik,
dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi
laser.
Beberapa tindakan endourologi antara lain:
 PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu
yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke
sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah
terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil. PNL yang berkembang sejak
dekade 1980-an secara teoritis dapat digunakan sebagai terapi semua batu ureter.
Tapi dalam prakteknya sebagian besar telah diambil alih oleh URS dan ESWL.
Meskipun demikian untuk batu ureter proksimal yang besar dan melekat masih
ada tempat untuk PNL. Prinsip dari PNL adalah membuat akses ke kalik atau
pielum secara perkutan. Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan
nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu ureter
diambil secara utuh atau dipecah dulu. Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan,
hampir pasti dapat diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil semua
karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan
segera dapat diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu
keterampilan khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat pendidikan lebih
banyak menekankan pada URS dan ESWL dibanding PNL.
 Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli),
 Ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS adalah
tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga perlu alat
pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis
pemecah batu tertentu, tergantung pada pengalaman masing-masing operator dan
ketersediaan alat tersebut.
 Ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan
menjaringnya melalui alat keranjang Dormia).
4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk
tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu
masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara
lain adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran
ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus
menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah
tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau
mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi
atau infeksi yang menahun.
Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih
dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa
dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior. Meskipun demikian
dewasa ini operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja,
terutama pada penderita-penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu
ureter yang besar.
5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang
memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu
ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi,
pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang
tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan.
Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih
50% dalam 10 tahun.
VIII. PROGNOSIS
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak
batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin
buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat
mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya
infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi
ginjal.2,4
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan
bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada
sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan
PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula
oleh pengalaman operator.1,3
DAFTAR PUSTAKA

1.Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. 3rd ed. Malang; 2015.


2.Albala, D.M., et al. Stone Disease. Oxford American Handbook Of Urology. New
York; 2011.
4.Salam, M.A. Principle and Practice of Urology. Florida; 2003.
5.Evan, A.P. Physiopathology and Etiology of Stone Formation in Kidney and Urinary
Tract. Pediatric Nephrology. 2009.
6.Masarani, M dan Dinneen, M. Ureteric Colic: New Trends in Diagnosis and
Treatment. Postgrad Med Journal. 2009
7.Han, H., et al. Management of Nephrolithiasis. Clinical Nutrition Research. 2015.
8.Ordon, M., et al. Management of Ureteral Calculi. CUA Guideline. 2015.
9.Turk, C. et al. Guideline on Diagnosis and Conservative Management of Urolithiasis.
European Urology. 2016.

You might also like