You are on page 1of 44

LAPORAN KASUS

NEFROLITHIASIS

Pembimbing
dr. Setianingsih, Sp.Rad
dr. Ardhiana Kasaba, Sp.Rad

Disusun Oleh :

Faiza Rizandy Widiana 201410401011006


Maulana Sapurta 201410401011007
Melisa Indah Purnama 201410401011008
Gusti Ramadani 201410401011035

SMF RADIOLOGI RSU HAJI SURABAYA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

NEFROLITHIASIS

Laporan kasus dengan judul Nefrolithiasis telah diperiksa dan disetujui sebagai

salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di

bagian Ilmu Radiologi.

Surabaya, Februari 2015

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Setianingsih, Sp.Rad dr. Ardhiana Kasaba, Sp.Rad

2
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................... 1
Lembar Pengesahan ........................................................................................... 2
Daftar Isi ............................................................................................................ 3
Daftar Gambar ................................................................................................... 4
Kata Pengantar .................................................................................................. 5
Bab 1 Pendahuluan ............................................................................................ 6
Bab 2 Presentasi Kasus ...................................................................................... 8
2.1 Identitas Pasien .................................................................................... 8
2.2 Anamnesis ........................................................................................... 8
2.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................................ 9
2.4 Pemeriksaan Penunjang ....................................................................... 11
Bab 3 Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 14
3.1 Definisi................................................................................................. 14
3.2 Etiologi................................................................................................. 14
3.3 Epidemiologi........................................................................................ 16
3.4 Patogenesis........................................................................................... 17
3.5 Klasifikasi............................................................................................ 18
3.6 Manifestasi Klinisi............................................................................... 23
3.7 Diagnosis............................................................................................... 24
3.8 Diagnosis Banding................................................................................ 28
3.9 Penatalaksanaan..................................................................................... 29
3.10 Pencegahan............................................................................................. 35
3.11 Diagnosis............................................................................................... 35
3.12 Prognosis............................................................................................... 38
Bab 4 Analisis Kasus .......................................................................................... 38
Bab 5 Kesimpulan................................................................................................ 43
Daftar Pustaka .................................................................................................... 44

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Batu Saluran Kemih...................................................................... 14


Gambar 2 Batu Saluran Kemih.................................................................... 19
Gambar 3 Batu Kalsium Oxalat .................................................................. 20
Gambar 4 Batu Asam Urat .......................................................................... 20
Gambar 5 Batu Struvit................................................................................. 22
Gambar 6 Batu Sistin...................................................................................

23

Gambar 7 Foto Polos Abdomen................................................................. 25


Gambar 8 IVP.............................................................................................

26
Gambar 9 USG........................................................................................... 27
Gambar 10 ESWL........................................................................................ 30
Gambar 11 PNL.........................................................................................., 32
Gambar 12 Bedah Terbuka........................................................................... 33

4
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, penulis telah menyelesaikan penulisan laporan kasus dengan judul

“Nefrolithiasis”.

Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat

kelulusan pada program pendidikan profesi dokter pada Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Malang yang dilaksanakan di RSU Haji Surabaya.

Ucapan terima kasih dokter pembimbing dan semua pihak terkait yang

telah membantu terselesaikannya laporan kasus ini.

Tulisan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan

kerendahan hati, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan

kritik dan saran yang membangun. Semoga tulisan laporan kasus ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamu ’alaikum Wr. Wb.

5
Surabaya, Februari 2015

BAB 1

PENDAHULUAN

Urolithiasis atau Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana

didapatkan masa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran

kemih ginjal, uteter dan kandung kemih yang dapat menyebabkan nyeri,

perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi. Batu ini bisa terbentuk di

dalam ginjal (nephrolithiasis), ureter ( Ureterolithiasis) maupun di dalam vesika

urinaria (vesicolithiasis). 1,2

Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia. Di negara-negara

berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju

lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas. Hal ini karena

adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat

5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia, rata-rata

terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini

merupakan salah satu dari tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping

infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna. Sedangkan di Indonesia

penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah pasien di

klinik urologi. 1

Batu saluran kemih dapat berukuran dari sekecil pasir hingga sebesar

6
buah anggur. Batu yang berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala

dan biasanya dapat keluar bersama dengan urine ketika berkemih. Batu yang

berada di saluran kemih atas (ginjal dan ureter) menimbulkan kolik dan jika

batu berada di saluran kemih bagian bawah (kandung kemih dan uretra) dapat

menghambat buang air kecil. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis

maupun tubulus renalis dapat menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis.1

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan

gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan

keadaan keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara

epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu

saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu

keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh

yang berasal dari lingkungan di sekitarnya. 1

Berdasarkan letaknya, batu saluran kemih terdiri dari batu ginjal, batu

ureter, batu buli-buli dan batu uretra. Batu saluran kemih pada umumnya

mengandung unsur: kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-

amonium-fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin, silikat dan senyawa lainnya. Semua

tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu staghorn, namun

pada 75% kasus, komposisinya terdiri dari matriks struvit-karbonat-apatit atau

disebut juga batu struvit atau batu triple phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau

batu urease.1,3

Dalam penegakan diagnosis diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik serta

pemeriksaan penunjang. Daeri anamnesis dan pemeriksaan fiisik dicurigai adanya

batu oleh karena itu diperlukan pmeriksaan penunjang antara lain: Foto Polos

7
Abdomen, Intra Vena Pielografi (IVP), USG, Renogram, Analisis batu, Kultur

urin, Pemeriksaan Mikroskopik Urin 2,3

BAB 2

PRESENTASI KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. Risa Astria Melinda
Usia : 28 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kartini Gg 21 Pengarang, Sumenep
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal : 9 Februari 2015
2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan utama: Nyeri pinggang kanan dan kiri
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang:
Nyeri pinggang kanan dan kiri dirasakan sejak 2 bulan yang lalu.

Nyeri hilang timbul, semakin hari semakin berat. Saat serangan

nyeri berat, cekot cekot tidak ada penjalaran. Pasien tidak bisa

beraktivitas dan tidak membaik dengan istirahat. Kencing

dirasakan seperti ada tepungnya. Kencing merah tidak dikeluhkan


2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat infeksi sebelumnya disangkal
- Hipertensi : disangkal
- DM : disangkal
- Asam urat : disangkal
- Kolesterol : disangkal
2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga:
- Riwayat hipertensi (+) pada ibu pasien

- DM dalam keluarga : (-)

8
- Stroke dalam keluarga : (-)

2.2.5 Riwayat Penyakit Sosial:

Pasien adalah ibu rumah tangga mengaku minmnya cukup dan

selama ini kencingnya lancer. Suka minum teh kemasan dan

minuman penyegar sachet. Sumber air minum yang digunakan

adalah air sumur. Di daerah sekitar rumah ada yang menderita batu

ginjal.

2.3 Pemeriksaan Fisik :

2.3.1 Status Present:

- Keadaan Umum : Cukup

- Kesadaran : Compos mentis

- GCS : 4-5-6

- Vital Sign :

a. TD : 120/80 mmHg

b. Nadi : 84 x/min

c. Temp : 36,8˚ C

d. RR : 20 x/min

2.3.2 Kepala: A/I/C/D: -/-/-/-

2.3.3 Leher :

- Inspeksi : benjolan (-), pembesaran kgb(-)

- Palpasi : deviasi trakea (-)

2.3.4 Thoraks:

- Paru :

a. Inspeksi : bentuk dada normal, pola pernapasan reguler,


retraksi dinding dada (-), tidak tampak adanya

9
massa.
b. Palpasi : ekspansi dinding dada simetris, stem fremitus
dalam batas normal, tidak teraba adanya massa
c. Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
d. Auskultasi : suara vesikular kanan kiri, Rh(-)/(-),
Wh (-)/(-)

- Jantung :

a. Inspeksi : vousure cardiaq(-), iktus tidak tampak.


b. Palpasi : iktus teraba tak kuat angkat
c. Perkusi : batas jantung kanan – batas jantung kiri dbn.
d. Auskultasi: S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

2.3.5 Abdomen :

- Inspeksi : dalam batas normal

- Auskultasi : bising usus (+) normal

- Palpasi : supel, nyeri tekan (-)

- Perkusi : timpani, nyeri ketok costovertebrae +/+

2.3.6 Ekstremitas : edema (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang :

- Pemeriksaan Darah

Hasil Laboratorium :

Hb : 10,8 g/dl

Leukosit : 17.710 /mm3

Hematokrit : 32,2 %

Thrombosit : 287.000 /mm3

- Foto thorax AP

10
Deskripsi :

Foto thorax AP

Cor : ukuran dan bentuk kesan normal

Pulmo : corakan bronkhovaskuler dalam batas normal

Sinus costofrenikus dextra dan sinistra : tajam

Tulang : os clavicula, os scapula, vertebrae thoracalis I-IV, costae

dalam batas normal.

Soft tissue : dalam batas normal

Kesimpulan : Foto thorax dalam batas normal

- Foto BOF

11
Deskripsi :

Foto BOF :

Bayangan gas usus: Distribusi merata sampai cavum pelvis, tidak

didapatkan tanda dilatasi usus

Hepar lien: Ukuran dan bentuk dalam batas normal

Tulang:

Costae: Alignment normal, trabekulasi normal, tidak didapatkan proses

keradangan maupun keganasan

Vertebrae: tampak scoliosis, lipping (-), trabekulasi normal, tidak

didapatkan proses keradangan maupun keganasan.

Tulang pelvis, sacroiliac joint, hip joint dalam batas normal

Udara bebas: udara bebas (-)

12
Kontur ginjal: ukuran kedua renal tampak membesar, didapatkan batu

radiopaque multiple pada pelvis renalis sinistra dan dextra; dextra

setinggi L1 dan L3, sinstra setinggi

Psoas Shadow kanan kiri simetris.

Kesimpulan : Nefrolithiasis Dex Sin dengan Hidronefrosis

BAB 3

NEFROLITHIASIS

3.1 Definisi 2

Batu di dalam saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang berada

di ginjal dan salurannya dan dapat menyebabkan nyeri, perdarahan,

penyumbatan aliran kemih, atau infeksi.

13
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (nephrolithiasis), ureter

( Ureterolithiasis) maupun di dalam vesika urinaria (vesicolithiasis). Proses

pembentukan batu saluran kemih ini disebut urolithiasis

Gambar 1. Batu Saluran Kemih 3

3.2 Etiologi 4,5

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan

gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi,

dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara

epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu

saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu

keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu

pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya.

a. Faktor intrinsik itu antara lain adalah :

14
1. Herediter (keturunan)

Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

2. Umur

Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

3. Jenis kelamin

Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan

pasien perempuan.

b. Faktor ekstrinsik diantaranya adalah:

1. Geografi

Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih

yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah

stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan

hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.

2. Iklim dan temperatur

3. Asupan air

Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air

yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

4. Diet

Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit

batu saluran kemih.

15
5. Pekerjaan

Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk

atau kurang aktivitas atau sedentary life.

3.3 Epidemiologi 6,7

Berdasarkan data dari Urologic Disease in America pada tahun 2000,

insidens rate tertinggi kelompok umur berdasarkan letak batu yaitu saluran

kemih atas adalah pada kelompok umur 55-64 tahun 11,2 per-100.000

populasi, tertinggi kedua adalah kelompok umur 65-74 tahun 10,7 per-

100.000 populasi. Insidens rate tertinggi jenis kelamin berdasarkan letak

batu yaitu saluran kemih atas adalah pada jenis kelamin laki-laki 74 per-

100.000 populasi, sedangkan pada perempuan 51 per-100.000 populasi.

Insidens rate tertinggi kelompok umur berdasarkan letak batu yaitu saluran

kemih bawah adalah pada kelompok umur 75-84 tahun 18 per-100.000

populasi, tertinggi kedua adalah kelompok umur 65-74 tahun 11 per-100.000

populasi. Insidens rate tertinggi jenis kelamin berdasarkan letak batu yaitu

saluran kemih bawah adalah jenis kelamin laki-laki 4,6 per-100.000

populasi sedangkan pada perempuan 0,7 per-100.000 populasi.

Analisis jenis batu berdasarkan jenis kelamin di Amerika Serikat

pada tahun 2005, jenis kelamin laki-laki dengan batu kalsium 75%, batu

asam urat 23,1%, batu struvit 5%, dan batu cysteine 0,5%, sedangkan

pada perempuan jenis batu kalsium 86,2%, batu asam urat 11,3%, batu

struvit 1,3%, dan batu cysteine 1,3%. Analisis jenis batu berdasarkan jenis

kelamin di Australia Selatan pada tahun 2005 yaitu pada jenis kelamin

laki-laki jenis batu kalsium oksalat 73%, batu asam urat 79%,

16
sedangkan pada perempuan jenis batu struvit 58%. Analisis jenis batu

berdasarkan kelompok umur, jenis batu kalsium oksalat 50-60 tahun, batu

asam urat 60-65 tahun dan batu struvit 20-55 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Hardjoeno dkk pada tahun 2002-2004

di RS dr.Wahidin Sudirohusodo Makasar berdasarkan jenis kelamin

proporsi tertinggi adalah jenis kelamin laki-laki 79,9 % sedangkan wanita

20,1%. Di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2007 jumlah pasien rawat

inap BSK 113 orang, berdasarkan kelompok umur proporsi tertinggi

adalah kelompok umur 46-60 tahun 39,8%, berdasarkan jenis kelamin

proporsi tertinggi adalah jenis kelamin laki-laki 80,5%, dan berdasarkan

jenis batu proporsi yang tertinggi adalah jenis batu kalsium oksalat 100%,

struvite 96,5%, dan Cystine 66,4% .

3.4 Patogenesis 3,8,9,10

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama

pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis

urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan

bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi

infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan buli-

buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya

pembentukan batu.

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik

maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap

berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada

17
keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal.

Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu

(nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-

bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.

Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan

belum cukup mampu menyumbat saluran kemih. Untuk itu agregat kristal

menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari

sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu

yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel

dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, laju aliran

urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran

kemih yang bertindak sebagai inti batu

3.5 Klasifikasi Batu Saluran Kemih 2,10

Komposisi kimia yang terkandung dalam batu ginjal dan saluran kemih

dapat diketahui dengan menggunakan analisis kimia khusus untuk

mengetahui adanya kalsium, magnesium, amonium, karbonat, fosfat, asam

urat oksalat, dan sistin. Kandungan batu saluran kemih terbanyak terdiri

dari :

1. 75 % kalsium.

2. 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).

3. 6 % batu asam urat.

4. 1-2 % sistin (cystine).

18
Gambar 2. Batu Saluran Kemih 3

a. Batu kalsium

Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan

BSK yaitu sekitar 70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini

kadang-kadang di jumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam

bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium oksalat, batu kalsium

fosfat atau campuran dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu

tersebut diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam

urine atau darah dan akibat dari dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua

tipe yang berbeda, yaitu:

1. Whewellite (monohidrat) yaitu , batu berbentuk padat, warna

cokat/ hitam dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada

air kemih.
2. Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite

(dehidrat) yaitu batu berwarna kuning, mudah hancur daripada

19
whewellite.

Gambar 3. Batu Kalsium Oxalat 3

b. Batu asam urat

Gambar 4. Batu Asam Urat3

Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam

urat. Pasien biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk

hanya oleh asam urat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi

protein mempunyai peluang lebih besar menderita penyakit BSK,

karena keadaan tersebut dapat meningkatkan ekskresi asam urat

sehingga pH air kemih menjadi rendah. Ukuran batu asam urat bervariasi

mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk

staghorn (tanduk rusa). Batu asam urat ini adalah tipe batu yang dapat

20
dipecah dengan obat-obatan. Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi

kemolisis.

c. Batu struvit (magnesium-amonium fosfat)

Batu struvit disebut juga batu infeksi. Batu struvit disebabkan karena

adanya infeksi saluran kemih dengan organisme yang

memproduksi urease. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk

batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal. Kuman

penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea

splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi

bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada

reaksi: CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2.

Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya

adalah matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau

batu triple phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease, walaupun

dapat pula terbentuk dari campuran antara kalsium oksalat dan kalsium

fosfat.

Gambar 5. Batu Struvit 3

Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki.

21
Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi ammonium

dan pH air kemih >7. Pada batu struvit volume air kemih yang banyak

sangat penting untuk membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi

dari fosfat.

d. Batu Sistin

Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena

gangguan ginjal. Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan

frekuensi kejadian 1-2%. Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysine

dan ornithine berkurang, pembentukan batu terjadi saat bayi.

Disebabkan faktor keturunan dan pH urine yang asam. Selain karena

urine yang sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga terjadi pada

individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu

yang statis karena imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur

hidup, diet mungkin menyebabkan pembentukan batu, pengenceran air

kemih yang rendah dan asupan protein hewani yang tinggi

menaikkan ekskresi sistin dalam air kemih.

Gambar 6. Batu Sistin 3

22
Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium,

ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amoniun

fosfat (MAP) atau (Mg NH4PO4.H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3.

Karena terdiri atas 3 kation Ca++ Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal

dengan nama batu triple-phosphate. Kuman-kuman yang termasuk

pemecah urea diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella, Serratia,

Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E.coli banyak

menyebabkan infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan termasuk

bakteri pemecah urea.

3.6 Manifestasi Klinis5,7,8

Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat

karena distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis,

dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya

gejala batu saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan

infeksi. Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau

letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.

Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada

pinggang. Nyeri ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan

kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem

kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu

dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan

intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf

yang memberikan sensasi nyeri.

23
Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat

saluran kemih, biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter

(ureteropelvic junction), dan ureter. Nyeri bersifat tajam dan episodik di

daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke perut, atau lipat paha,

bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan. Mual dan muntah

sering menyertai keadaan ini.

Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena

terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik

mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal

pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal,

retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan demam-menggigil.

3.7 Diagnosis 2,10

Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan fisik untuk menegakkan

diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik,

laboratorium dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya

obstruksi saluran kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal.

- Pemeriksaan Penunjang2,3

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan

diagnosis dan rencana terapi antara lain:

1. Foto Polos Abdomen

Secara radiologik, batu dapat radioopak atau radiolusen. Sifat

radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini

dapat diduga jenis batu yang dihadapi.

24
Gambar 7. Foto Polos Abdomen 3

Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan

adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan

kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling sering dijumpai diantara batu

lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio lusen). Urutan

radioopasitas beberapa batu saluran kemih seperti pada tabel 1.

Jenis Batu Radioopasitas

Kalsium Opak

MAP Semiopak

Urat/Sistin Non opak

Tabel 1. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih

2. Intra Vena Pielografi (IVP)

Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi

ginjal. Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun

batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika

25
IVP belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat

adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah

pemeriksaan pielografi retrograd.

Gambar 8. IVP 3

3. Ultrasonografi (USG)

Gambar 9. USG

26
Pemeriksaan USG dapat untuk melihat semua jenis batu, menentukan

ruang dan lumen saluran kemih, serta dapat digunakan untuk

menentukan posisi batu selama tindakan pembedahan untuk mencegah

tertingggalnya batu.

Pemeriksaan USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin

menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi

terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita

yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di

ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow),

hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.

4. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.

5. Renogram

Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua ginjal

secara terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter

tersumbat total. Cara ini dipakai untuk memastikan ginjal yang masih

mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar untuk melakukan tindak

bedah pada ginjal yang sakit.

6. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.

7. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.

8. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein,

fosfatase alkali serum.

3.8 Diagnosis Banding5,7,8

27
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut,

misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika

dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan, perlu

dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu, atau

apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu juga dipertimbangkan

adneksitis.

Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan

apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga diingat

bahwa batu saluran kemih yang bertahun-tahun dapat menyebabkan

terjadinya tumor yang umumnya karsinoma epidermoid, akibat rangsangan

dan inflamasi. Pada batu ginjal dengan hidronefrosis, perlu dipertimbangkan

kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal polikistik hingga tumor

Grawitz.

3.9 Penatalaksanaan2,3,5

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih

secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih

berat. Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran

kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus

diambil karena suatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih

yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang sudah

menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan.

28
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti

diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan

batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko

tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang

bersangkutan sedang menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus

dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain :

1. Terapi Konservatif

Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti

disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi

bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan

pemberian diuretikum, berupa :

a. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari

b. α - blocker

c. NSAID

Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran

batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien,

ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK

menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan

adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal

tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi

terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi.

2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

29
Gambar 10 ESWL

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya

diberi obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan

dikenakan gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada

ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi,

begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan

ESWL di ruang operasi akan bergerak. Posisi pasien sendiri bisa

telentang atau telungkup sesuai posisi batu ginjal. Batu ginjal yang

sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya pasien tidak perlu

dirawat dan dapat langsung pulang.

Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga

jenis yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-

masing generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama

menggunakan air atau gelatin sebagai medium untuk merambatkan

gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai sifat akustik paling

mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan menimbulkan rasa

sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.

ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan

gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. ESWL hanya sesuai untuk

menghancurkan batu ginjal dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak

30
di ginjal atau saluran kemih antara ginjal dan kandung kemih (kecuali

yang terhalang oleh tulang panggul). Batu yang keras (misalnya kalsium

oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. ESWL

tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing manis,

gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anak-

anak, serta berat badan berlebih (obesitas).

Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita

dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada

kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data

yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan

sejelas-jelasnya

3. Endourologi

Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk

mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan

kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang

dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan

melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses

pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai

energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.

Beberapa tindakan endourologi antara lain:

a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy)

PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan

batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan

alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu

31
kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi

fragmen-fragmen kecil.

Gambar. 11 PNL

Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat

diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena

ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan

dengan segera dapat diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya

adalah PNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi.

b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan

memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli),

c. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi.

Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung

batu ureter yang besar, sehingga perlu alat pemecah batu seperti

yang disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah

32
batu tertentu, tergantung pada pengalaman masing-masing operator

dan ketersediaan alat tersebut.

d. Ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya

melalui alat keranjang Dormia).

4. Bedah Terbuka

Gambar. 12 Bedah Terbuka

Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai

untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL,

pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka.

Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau

nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan

ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani

tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah

tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat

tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang

menimbulkan obstruksi atau infeksi yang menahun.

33
5. Pemasangan Stent

Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter

terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam

penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai

tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu

ureter yang melekat (impacted).

Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya

yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya

kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per

tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.

3.10 Pencegahan2,12

Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur

yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada

umumnya pencegahan itu berupa :

1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi

urin 2-3 liter per hari.

2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.

3. Aktivitas harian yang cukup.

4. Pemberian medikamentosa.

34
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:

1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine

dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.

2. Rendah oksalat.

3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya

hiperkalsiuri.

4. Rendah purin.

Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang

menderita hiperkalsiuri tipe II.

3.11 Komplikasi 2,11

Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang.

Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian,

kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder

yang tidak direncanakan. Data kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan

transfusi pada tindakan batu ureter memiliki risiko sangat rendah.

Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang

signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, trauma

organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli

paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang signifikan perforasi ureter,

hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi

stent.

Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya

disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu,

35
terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar

dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar

penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi.

Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan

terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa

pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena.

Komplikasi lainnya dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan. Infeksi,

termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi

melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti ESWL. Biasanya

infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada beberapa saat

setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi.

Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan paru serta

perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi

yang adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup

dapat menurunkan resiko terjadinya komplikasi ini.

Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah,

demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih

sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan

PNL. Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau

perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL.

Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi

keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan

kombinasi terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat

36
rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi

pada operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang,

namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau

mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat

urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.

Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%),

urosepsis (1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat

trauma parietal dan viseral. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca

ESWL, dijumpai adanya perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara

yang kembali normal setelah 15 hari. Belum ada data mengenai efek jangka

panjang pasca ESWL pada anak.

Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang

memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus

akibat perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin. Pada

satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi

terbuka meliputi leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam (24,1%),

dan perdarahan pascaoperasi (1,2%). Pedoman penatalaksanaan batu ginjal

pada anak adalah dengan ESWL monoterapi, PNL, atau operasi terbuka.

3.12 Prognosis11

Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak

batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu,

makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi

dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan

37
adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan

fungsi ginjal

Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60%

dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang

karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien

yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil

yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.

BAB 4

ANALISIS KASUS

Pada pasien ini, penulis mendiagnosis pasien menderita Nefrolithiasis Dex Sin

dengan Hidronefrosis berdasarkan :

1. Anamnesis

Nyeri pinggang kanan dan kiri dirasakan sejak 2 bulan yang lalu.

Nyeri hilang timbul, semakin hari semakin berat. Saat serangan

nyeri berat, cekot cekot tidak ada penjalaran. Pasien tidak bisa

beraktivitas dan tidak membaik dengan istirahat. Kencing

38
dirasakan seperti ada tepungnya. Kencing merah tidak dikeluhkan.

Riwayat infeksi sebelumnya, Hipertensi, DM, Asam urat,

Kolesterol semua disangkal. Riwayat Penyakit pada keluarga

pasien, ibu menderita hipertesi.


Pasien adalah ibu rumah tangga mengaku minmnya cukup dan

selama ini kencingnya lancer. Suka minum teh kemasan dan

minuman penyegar sachet. Sumber air minum yang digunakan

adalah air sumur. Di daerah sekitar rumah ada yang menderita batu

ginjal.

2. Pemeriksaan Fisik

- Keadaan Umum : Cukup

- Kesadaran : Compos mentis

- GCS : 4-5-6

- Vital Sign :

a. TD : 120/80 mmHg

b. Nadi : 84 x/min

c. Temp : 36,8˚ C

d. RR : 20 x/min

Kepala: A/I/C/D: -/-/-/-

Leher :

o Inspeksi : benjolan (-), pembesaran kgb(-)

o Palpasi : deviasi trakea (-)

Thoraks:

- Paru :

a. Inspeksi : bentuk dada normal, pola pernapasan reguler,

39
retraksi dinding dada (-), tidak tampak adanya
massa.
b. Palpasi : ekspansi dinding dada simetris, stem fremitus
dalam batas normal, tidak teraba adanya massa
c. Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
d. Auskultasi : suara vesikular kanan kiri, Rh(-)/(-),
Wh (-)/(-)

Jantung :

a. Inspeksi : vousure cardiaq(-), iktus tidak tampak.


b. Palpasi : iktus teraba tak kuat angkat
c. Perkusi : batas jantung kanan – batas jantung kiri dbn.
d. Auskultasi: S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :

o Inspeksi : dalam batas normal

o Auskultasi : bising usus (+) normal

o Palpasi : supel, nyeri tekan (-)

o Perkusi : timpani, nyeri ketok costovertebrae +/+

Ekstremitas : edema (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang :

- Pemeriksaan Darah

Hasil Laboratorium :

Hb : 10,8 g/dl

Leukosit : 17.710 /mm3

Hematokrit : 32,2 %

Thrombosit : 287.000 /mm3

- X-Ray Thorax AP dengan

Foto thorax AP

o Cor : ukuran dan bentuk kesan normal


o Pulmo : corakan bronkhovaskuler dalam batas normal

40
o Sinus costofrenikus dextra dan sinistra : tajam
o Tulang : os clavicula, os scapula, vertebrae thoracalis I-IV,

costae dalam batas normal.


o Soft tissue : dalam batas normal
o Kesimpulan : Foto thorax dalam batas normal

- Foto BOF :
o Bayangan gas usus: Distribusi merata sampai cavum pelvis,

tidak didapatkan tanda dilatasi usus.


o Hepar lien: Ukuran dan bentuk dalam batas normal
o Tulang:
o Costae: Alignment normal, trabekulasi normal, tidak

didapatkan proses keradangan maupun keganasan


o Vertebrae: tampak scoliosis, lipping (-), trabekulasi normal,

tidak didapatkan proses keradangan maupun keganasan.


o Tulang pelvis, sacroiliac joint, hip joint dalam batas normal
o Udara bebas: udara bebas (-)
o Kontur ginjal: ukuran kedua renal tampak membesar,

didapatkan batu radiopaque multiple pada pelvis renalis sinistra

dan dextra; dextra setinggi L1 dan L3, sinstra setinggi


o Psoas Shadow kanan kiri simetris
o Kesimpulan : Nefrolithiasis Dex Sin dengan Hidronefrosis

41
BAB 5

KESIMPULAN

1. Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di

sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,

penyumbatan aliran kemih, atau infeksi.

2. Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada

seseorang. Faktor intrinsik itu antara lain adalah : Herediter (keturunan),

Umur., Jenis kelamin dan faktor ekstrinsik diantaranya : Geografi, Iklim dan

temperatur, Asupan air, Diet,Pekerjaan.

3. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis

dan rencana terapi antara lain Foto Polos Abdomen, Intra Vena Pielografi

(IVP), Ultrasonografi, pemeriksaan mikroskopik urin, Renogram, analisis

batu, kultur urin, DPL, ureum, kreatinin, elektrolit.

4. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang

menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu.

5. Komplikasi batu pada saluran kemih adalah obstruksi dan infeksi sekunder,

serta komplikasi dari terapi, baik invasif maupun noninvasif.

6. Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu,

dan adanya infeksi serta obstruksi.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
2. Purnomo, Basuki 2007. Dasar-dasar Urologi. edisi kedua. Sagung seto:

Jakarta
3. DR ALEQ
4. Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Hlmn 378. Balai

Penerbit FKUI : Jakarta


5. Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034.

EGC Jakarta. http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis.

akses tanggal 5 Februari 2015

6. Glenn, James F. 1991. Urologic Surgery Ed.4. Philadelphia : Lippincott-

Raven Publisher.

7. Oswari, Jonatan; Adrianto, Petrus. 1995. Buku Ajar bedah, EGC: Jakarta

8. Rasyad, Syahriar, dkk. 1998. Radiologi Diagnostik, Ed.4, Balai Penerbit

FKUI: Jakarta.

9. American Urologic Association (AUA), 2007. Urologic Disease in

America.

http://kidney,niddk.gov/statistic/uda/Urologic_Disease_in_America.pdf.

Di akses pada 5 Februari 2015.

43
44

You might also like