You are on page 1of 13

Pendahuluan

Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan
dengan berbagai komplikasi yang ditimbulkannya, yang berdampak pada peningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal maupun maternal.1

Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatanmembran, atau


meningkatnya tekanan intrauterin, atau oleh kedua faktor tersebut.Penatalaksanaan
ketuban pecah dinimemerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi
ibu danjanin, dan adanya tanda-tanda persalinan.2

Minimnya upaya-upaya penyelamatan kehamilan pada KPD seringkali berujung


pada tindakan terminasi yang sudah sangat jelas meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perinatal.1

Tidak bisa dipungkiri bahwa tuntutan kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan


hasil kehamilan yang optimal belakangan ini semakin meningkat. Hal ini kemudian
diimbangi dengan penemuan-penemuan terbaru termasuk kemajuan dalam bidang
fetoskopi dan bedah janin seperti pada kasus kehamilan monokhorionik terkomplikasi,
hernia diafragmatika kongenital, myelomeningokel, dan obstruksi saluran kemih
bawah.Disisi lain semua tindakan tersebut sedikit tidaknya akan berdampak pada
kehamilan itu sendiri, termasuk kejadian iatrogenic PROM, (KPD yang terjadi pasca
prosedur intra uterin) dengan segala implikasinya yang dapat merugikan kehamilan itu
sendiri.2 Menjadi ironis bila upaya perbaikan kondisi intra uterin justru menimbulkan
masalah baru bagi kehamilannya. Dengan demikian amat penting untuk menyusun strategi
untuk menyumbat defek selaput ketuban atau merangsang perbaikan spontan pada selaput
ketuban pada waktu dilakukan prosedur.3

Beragam terapi potensial telah dikemukakan untuk penatalaksanaan ketuban pecah


dini preterm, dimana beberapa telah berhasil, terutama pada kasus post prosedural ketuban
pecah dini (KPD iatrogenik) pada kehamilan sebelum 37 minggu (PPROM). Salah satu
dari upaya tersebut yang dianggap paling berhasil adalah penggunaan injeksi platelet dan
cryopresipitat kedalam cairan amnion, yang lebih dikenal dengan istilah
“Amniopatch”.Penelitian menunjukkan hal ini secara fisiologis dan secara signifikan
dapatmemperpanjang masakehamilan, sehingga meningkatkan hasilpersalinan.Meski
belum menjawab semua permasalahan KPD,tidaklah berlebihan bila Amniopatch layak
untuk diketahui lebih jauh.3

Anatomi dan Fisiologi Selaput Ketuban

Selaput ketuban (amniotic sac) yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion
dan khorion yang sangat erat ikatannya. Selaput amnion merupakan jaringan avaskular
yang lentur tapi kuat. Struktur avaskular ini memiliki peran penting dalam kehamilan pada
manusia. Pada banyak kasus obstetri, pecahnya selaput ketuban secara dini pada
kehamilan yang masih muda merupakan penyebab tersering kelahiran preterm.3

Bagian dalam selaput berhubungan dengan cairan amnion yang merupakan jaringan sel
epitel kuboid yang berasal dari ektoderm embrionik. Epitel ini melekat erat ke sebuah
membran basal yang berhubungan dengan lapisan interstisial mengandung kolagen I, III,
dan V. Bagian luar dari selaput ialah jaringan mesenkim yang berasal dari mesoderm.
Lapisan amnion ini berhubungan dengan korion leave. Lapisan dalam amnion merupakan
mikrovili yang berfungsi mentransfer cairan dan metabolik. Lapisan ini menghasilkan zat
penghambat metalloproteinase-1.3

Sel masenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput menjadi lentur dan
kuat. Di samping itu, jaringan tersebut menghasilkan sitokin IL-6, IL-8, MCP-1 (monosit
chemoattractant protein-1), zat ini bermanfaat untuk melawan bakteri. Disamping itu,
selaput amnion menghasilkan zat vasoaktif: endotelin-1 (vasokonstriktor), dan
PHRP(parathyroid hormone related protein), suatu vasorelaksan. Dengan demikian,
selaput amnion mengatur peredaran darah dan tonus pembuluh lokal.4,5

Selaput amnion juga meliputi tali pusat. Sebagian cairan akan berasal pula dari difusi
pada tali pusat. Pada kehamilan kembar dikorionik-diamniotik terdapat selaput amnion
dari masing-masing yang bersatu. Namun, ada jaringan korion leave ditengahnya (pada
USG tampak sebagai huruf Y, pada awal kehamilan); sedangkan pada kehamilan kembar
dikorion-monoamniotik (kembar satu telur) tidak akan ada jaringan korion diantara kedua
amnion (pada USG tampak gambaran huruf T).4,5

Masalah pada klinik ialah pecahnya ketuban berkaitan dengan kekuatan selaput.
Pada perokok dan infeksi terjadi pelemahan pada ketahanan selaput sehingga mudah
pecah. Pada kehamilan normal hanya ada sedikit makrofag. Pada saat kelahiran leukosit
akan masuk ke dalam cairan ketuban sebagai reaksi terhadap peradangan. Pada kehamilan
normal tidak ada IL-1B, tetapi pada persalinan preterm IL-1B akan ditemukan. Hal ini
berkaitan dengan terjadinya infeksi.5

Sejak awal kehamilan cairan ketuban telah dibentuk. Cairan ketuban merupakan
pelindung dan bantalan untuk proteksi sekaligus menunjang pertumbuhan. Osmolalitas, kadar
natrium, ureum, kreatinin tidak berbeda dengan kadar serum ibu, artinya kadar di cairan
ketuban merupakan hasil difusi dari ibunya. Cairan ketuban mengandung banyak sel janin
(lanugo,verniks kaseosa). Fungsi cairan ketuban yang juga penting ialah menghambat bakteri
karena mengandung zat seperti fosfat dan seng.5

Definisi

Ketuban pecah dini memiliki bermacam-macam batasan, teori dan definisi.Beberapa


penulis mendefinisikan ketuban pecah dini atau Premature Rupture of the Membranes
(PROM) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum proses persalinan, ada juga
yang menyatakan Ketuban Pecah Dini (KPD) ialah pecahnya selaput ketuban secara
spontan pada saat belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda
awal persalinan. Penggunaan istilah Premature Rupture of the Membranes(PROM) pada
beberapa literatur sedikit membingungkan. Istilah ini cukup tepat jika digunakan pada
pasien yang usia kehamilannya diatas 37 minggu atau aterm, datang dengan ketuban yang
pecah spontan, dan tanpa tanda-tanda persalinan. Sedangkan Preterm Premature Rupture
of the Membranes (PPROM) adalah pecahnya ketuban pada pasien dengan usia kehamilan
kurang dari 37 minggu. Pendapat lain menyatakan dalam ukuran pembukaan servik pada
kala I, yaitu bila ketuban pecah sebelum pembukaan pada primigravida kurang dari 3 cm
dan pada multigravida kurang dari 5 cm. Dalam keadaan normal selaput ketuban pecah
dalam prose spersalinan.4,5

Anamnesa dan Pemeriksaan

a) Anamnesa: kapan keluar cairan, warna, bau, adakah partikel-partikel di dalam cairan
(lanugo serviks)

b) Inpeksi : bila fundus di tekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar cairan dari
ostium uteri dan terkumpul pada forniks posterior
c) Periksa dalam : ada cairan dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi
d) Pemeriksaan laboratorium : Kertas lakmus : reaksi basa (lakmus merah berubah menjadi
biru ), Mikroskopik : tampak lanugo, verniks kaseosa (tidak selalu dikerjakan)
e) Pemeriksaan penunjang
Menurut Abadi (2008), pemeriksaan penunjang pada kasus ketuban pecah dini meliputi
pemeriksaan leukosit/ WBC (bila >15.000/ml) kemungkinan telah terjadi infeksi.
Ultrasonografi (sangat membantu dalam menentukan usia kehamilan, letak atau
presentasi janin, berat janin, letak dan gradasi plasenta serta jumlah air ketuban), dan
monitor bunyi jantung janin dengan fetoskop Laennec atau Doppler atau dengan
melakukan pemeriksaan kardiotokografi ( bila usia kehamilan >32 minggu).4

Epidemiologi

Dalam keadaan normal 8-10 % perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban
pecah dini. KPD preterm terjadi 1% dari seluruh kehamilan. KPD preterm menyebabkan
terjadinya 1/3 persalinan preterm dan merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas perinatal.4

KPD iatrogenik yang dikelola secara ekspektatif memiliki angka kematian perinatal
sebesar 60%. Hampir sepertiganya meninggal dalam kandungan. Hipoplasi paru terjadi
pada 50% kasus yang terdiagnosa sebelum usia kehamilan 19 minggu. Sequelae yang berat
terjadi pada bayi yang selamat antara lain kebutaan, penyakit paru kronis dan serebral
palsi.4

Etiologi

Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak dapat
ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada faktor-faktor yang
berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor mana yang lebih
berperan sulit diketahui. Adapun yang menjadi faktor risiko adalah : infeksi, serviks yang
inkompeten, ketegangan intra uterine, trauma, kelainan letak janin, keadaan sosial
ekonomi, peninggian tekanan intrauterine, kemungkinan kesempitan panggul,
korioamnionitis, faktor keturunan, riwayat KPD sebelumnya, kelainan atau kerusakan
selaput ketuban dan serviks yang pendek pada usia kehamilan 23 minggu.4,5

a) Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban dari vagina atau infeksi
pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Ketegangan
intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)
misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena
berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh
kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya
infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini
merupakan masalah kontroversi obstetrik.5
b) Inkompetensi serviks (leher rahim) adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-
otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin
yang semakin besar. Inkompetensi serviks adalah serviks dengan suatu kelainan
anatomi yang nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau
merupakan suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya
dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester
kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput
janin serta keluarnya hasil konsepsi.5
c) Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya : Trauma (hubungan
seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis), Gemelli (Kehamilan kembar adalah
suatu kehamilan dua janin atau lebih). Pada kehamilan gemelli terjadi distensi
uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara
berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar
dan kantung (selaput ketuban) relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada
yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan
menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput
ketuban, menyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan
membran menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus
dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis
adalah peningkatan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur.
Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami
distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.5

Faktor Resiko Terjadi Ketuban Pecah Dini

1. Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas responden sehari-hari, namun pada masa
kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat membahayakan kehamilannya hendaklah dihindari
untuk menjaga keselamatan ibu maupun janin. Kejadian ketuban pecah sebelum waktunya
dapat disebabkan oleh kelelahan dalam bekerja. Hal ini dapat dijadikan pelajaran bagi ibu-ibu
hamil agar selama masa kehamilan hindari/kurangi melakukan pekerjaan yang berat.
Pekerjaan adalah kesibukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan
dan kehidupan keluarga .pekerjaan bukanlah sumber kesenangan tetapi lebih banyak
merupakan cara mencari nafkah yang membosankan,berulang dan banyak tantangan.
Bekerja pada umumnya membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak aktivitas yang
berlebihan mempengaruhi kehamilan ibu untuk menghadapi proses persalinanya.5

Menurut penelitian Abdullah, pola pekerjaan ibu hamil berpengaruh terhadap


kebutuhan energi. Kerja fisik pada saat hamil yang terlalu berat dan dengan lama kerja
melebihi tiga jam perhari dapat berakibat kelelahan. Kelelahan dalam bekerja
menyebabkan lemahnya korion amnion sehingga timbul ketuban pecah dini. Pekerjaan
merupakan suatu yang penting dalam kehidupan, namun pada masa kehamilan pekerjaan
yang berat dan dapat membahayakan kehamilannya sebaiknya dihindari untuk mejaga
keselamatan ibu maupun janin.5

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Huda, yang menyatakan bahwa ibu
yang bekerja dan lama kerja ≥40 jam/ minggu dapat meningkatkan risiko sebesar 1,7 kali
mengalami KPD dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Hal ini disebabkan karena
pekerjaan fisik ibu juga berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi. Pada ibu yang
berasal dari strata sosial ekonomi rendah banyak terlibat dengan pekerjaan fisik yang lebih
berat.5

Menurut penelitian Fatikah, konsistensi serviks pada persalinan sangat


mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini pada multipara dengan konsistensi serviks
yang tipis, kemungkinan terjadinya ketuban pecah dini lebih besar dengan adanya tekanan
intrauterin pada saat persalinan. konsistensi serviks yang tipis dengan proses pembukaan
serviks pada multipara (mendatar sambil membuka hampir sekaligus) dapat mempercepat
pembukaan serviks sehingga dapat beresiko ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap.
Paritas 2-3 merupakan paritas yang dianggap aman ditinjau dari sudut insidensi kejadian
ketuban pecah dini. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai resiko
terjadinya ketuban pecah dini lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (satu), alat-alat dasar
panggul masih kaku (kurang elastik) daripada multiparitas. Uterus yang telah melahirkan
banyak anak (grandemulti) cenderung bekerja tidak efisien dalam persalinan.5

Menurut penelitian Abdullah, paritas kedua dan ketiga merupakan keadaan yang
relatif lebih aman untuk hamil dan melahirkan pada masa reproduktif, karena pada
keadaan tersebut dinding uterus belum banyak mengalami perubahan, dan serviks belum
terlalu sering mengalami pembukaan sehingga dapat menyanggah selaput ketuban dengan
baik (Varney, 2010). Ibu yang telah melahirkan beberapa kali lebih berisiko mengalami
KPD, oleh karena vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan yang mengakibatkan
jaringan ikat selaput ketuban mudah rapuh dan akhirnya pecah spontan.5

3. Umur
Adalah umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun.
Semakin cukup umur,tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir dan bekerja. Dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan
dalam berfikir semakin baik sehingga akan termotivasi dalam pemeriksaan kehamilam
untuk mecegah komplikasi pada masa persalinan.5

Menurut Mundi, umur dibagi menjadi 3 kriteria yaitu < 20 tahun, 20-35 tahun dan >
35 tahun. Usia reproduksi yang aman untuk kehamilan dan persalinan yaitu usia 20-35
tahun (Winkjosastro, 2011). Pada usia ini alat kandungan telah matang dan siap untuk
dibuahi, kehamilan yang terjadi pada usia < 20 tahun atau terlalu muda sering
menyebabkan komplikasi/ penyulit bagi ibu dan janin, hal ini disebabkan belum
matangnya alat reproduksi untuk hamil, dimana rahim belum bisa menahan kehamilan
dengan baik, selaput ketuban belum matang dan mudah mengalami robekan sehingga
dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Sedangkan pada usia yang terlalu tua
atau > 35 tahun memiliki resiko kesehatan bagi ibu dan bayinya (Winkjosastro, 2011).
Keadaan ini terjadi karena otot-otot dasar panggul tidak elastis lagi sehingga mudah terjadi
penyulit kehamilan dan persalinan. Salah satunya adalah perut ibu yang menggantung dan
serviks mudah berdilatasi sehingga dapat menyebabkan pembukaan serviks terlalu dini
yang menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.5

Cunningham et all (2006) yang menyatakan bahwa sejalan dengan bertambahnya


usia maka akan terjadi penurunan kemampuan organ-organ reproduksi untuk menjalankan
fungsinya, keadaan ini juga mempengaruhi proses embryogenesis, kualitas sel telur juga
semakin menurun, itu sebabnya kehamilan pada usia lanjut berisiko terhadap
perkembangan yang janin tidak normal, kelainan bawaan, dan juga kondisi-kondisi lain
yang mungkin mengganggu kehamilan dan persalinan seperti kelahiran dengan ketuban
pecah dini. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kurniawati (2012) yang membuktikan
bahwa umur ibu <20 tahun organ reproduksi belum berfungsi secara optimal yang akan
mempengaruhi pembentukan selaput ketuban menjadi abnormal. Ibu yang hamil pada
umur >35 tahun juga merupakan faktor predisposisi terjadinya ketuban pecah dini karena
pada usia ini sudah terjadi penurunan kemampuan organ-organ reproduksi untuk
menjalankan fungsinya, keadaan ini juga mempengaruhi proses embryogenesis sehingga
pembentukan selaput lebih tipis yang memudahkan untuk pecah sebelum waktunya.5

4. Riwayat Ketuban Pecah Dini


Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami KPD kembali. Patogenesis
terjadinya KPD secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam
membran sehingga memicu terjadinya KPD aterm dan KPD preterm terutama pada pasien
risiko tinggi. Wanita yang mengalami KPD pada kehamilan atau menjelang persalinan
maka pada kehamilan berikutnya akan lebih berisiko mengalaminya kembali antara 3-4
kali dari pada wanita yang tidak mengalami KPD sebelumnya, karena komposisi membran
yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada
kehamilan berikutnya.5

Menurut penelitian Utomo, riwayat kejadian KPD sebelumnya menunjukkan bahwa


wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan mengalami KPD pada kehamilan
sebelumnya diyakini lebih berisiko akan mengalami KPD pada kehamilan berikutnya, hal
ini dikemukakan oleh Cunningham et all (2006). Keadaan yang dapat mengganggu
kesehatan ibu dan janin dalam kandungan juga juga dapat meningkatkan resiko kelahiran
dengan ketuban pecah dini. Preeklampsia/ eklampsia pada ibu hamil mempunyai pengaruh
langsung terhadap kualitas dan keadaan janin karena terjadi penurunan darah ke plasenta
yang mengakibatkan janin kekurangan nutrisi.5

5. Usia Kehamilan
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan.
Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena
kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden Sectio Caesaria, atau
gagalnya persalinan normal. Persalinan prematur setelah ketuban pecah biasanya segera
disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm
90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu
50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi
dalam 1 minggu.5

Usia kehamilan pada saat kelahiran merupakan satu-satunya alat ukur kesehatan
janin yang paling bermanfaat dan waktu kelahiran sering ditentukan dengan pengkajian
usia kehamilan. Pada tahap kehamilan lebih lanjut, pengetahuan yang jelas tentang usia
kehamilan mungkin sangat penting karena dapat timbul sejumlah penyulit kehamilan yang
penanganannya bergantung pada usia janin. Periode waktu dari KPD sampai kelahiran
berbanding terbalik dengan usia kehamilan saat ketuban pecah. Jika ketuban pecah
trimester III hanya diperlukan beberapa hari saja hingga kelahiran terjadi dibanding
dengan trimester II. Makin muda kehamilan, antar terminasi kehamilan banyak diperlukan
waktu untuk mempertahankan hingga janin lebih matur. Semakin lama menunggu,
kemungkinan infeksi akan semakin besar dan membahayakan janin serta situasi maternal.6

6. Cephalopelvic Disproportion (CPD)


Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan persalinan,tetapi
yang tidak kurang penting ialah hubungan antara kepala janin dengan panggul ibu.Partus
lama yang sering kali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil,dapat
menimbul dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum. Pengukuran panggul
(pelvimetri) merupakan cara pemeriksaanyang penting untuk mendapat keterangan lebih
banyak tentang keadaan panggul.6

Patofisiologi

Prawirohardjo (2011), mengatakan Patogenesis KPD berhubungan dengan hal-hal


berikut:6

1. Adanya hipermotilitis rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah dini.
Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, sevisitis, dan vaginitis terdapat bersama-
sama dengan hipermotilitas rahim ini.
2. Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
3. Infeksi (amnionitis atau koroamnionnitis)
4. Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah: multifara,malposisi, servik
inkompeten,dan lain-lain.
5. Ketuban pecah dini artificial (amniotomi),di mana berisi ketuban dipecahkan terlalu
dini.
Penyebab umum ketuban pecah dini adalah grandemulti, over distensi (hidramnion,
kehamilan ganda), disproporsi sefalopelvik, kehamilan letak lintang, sungsang, atau pendular
abdomen.6

Mekanisme ketuban pecah dini menurut Prawiro, ketuban pecah dalam persalinan
secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban
pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput
ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.Terdapat keseimbangan
antara sintesis dan degrasi ekstraselular matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan
katabolisme kolagen menyebabkan aktifitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput
ketuban pecah. Faktor resiko untuk ketuban pecah dini yaitu:6

 Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen


 Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur
abnormal antara lain merokok.
Degederasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat
oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu persalinan
keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degedrasi proteolitik dari matriks
ekstraselular dan membran janin. Aktivitas degedrasi preteolitik ini meningkat menjelang
persalinan. Pada penyakit periodontitis dimana terdapat peningkatan MMP, hal ini cenderung
terjadi ketuban pecah dini. Pada kehamilan muda, selaput ketuban sangat kuat, pada trimester
ketiga selaput ketuban mudah pecah.6

Penatalaksanaan

Menurut Abadi (2008) membagi penatalaksanaan ketuban pecah dini pada


kehamilan aterm, kehamilan pretem, ketuban pecah dini yang dilakukan induksi, dan
ketuban pecah dini yang sudah inpartu.6

1. Ketuban pecah dengan kehamilan aterm


Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm yaitu : diberi antibiotika, Observasi
suhu rektal tidak meningkat, ditunggu 24 jam, bila belum ada tanda-tanda inpartu
dilakukan terminasi. Bila saat datang sudah lebih dari 24 jam, tidak ada tanda-tanda
inpartu dilakukan terminasi.6
2. Ketuban pecah dini dengan kehamilan prematur
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm yaitu:6
a. EFW (Estimate Fetal Weight) < 1500 gram yaitu pemberian Ampicilin 1 gram/
hari tiap 6 jam, IM/ IV selama 2 hari dan gentamycine 60-80 mg tiap 8-12 jam
sehari selama 2 hari, pemberian Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru
(betamethasone 12 mg, IV, 2x selang 24 jam), melakukan Observasi 2x24 jam
kalau belum inpartu segera terminasi, melakukan Observasi suhu rektal tiap 3 jam
bila ada kecenderungan meningkat > 37,6°C segera terminasi.
b. EFW (Estimate Fetal Weight) > 1500 gram yaitu melakukan Observasi 2x24 jam,
melakukan Observasi suhu rectal tiap 3 jam, Pemberian antibiotika/kortikosteroid,
pemberian Ampicilline 1 gram/hari tiap 6 jam, IM/IV selama 2 hari dan
Gentamycine 60-80 mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari, pemberian
Kortikosteroid untuk merangsang meturasi paru (betamethasone 12 mg, IV, 2x
selang 24 jam ), melakukan VT selama observasi tidak dilakukan, kecuali ada
his/inpartu, Bila suhu rektal meningkat >37,6°C segera terminasi, bila 2x24 jam
cairan tidak keluar, USG: bagaimana jumlah air ketuban : bila jumlah air ketuban
cukup, kehamilan dilanjutkan, perawatan ruangan sampai dengan 5 hari, Bila
jumlah air ketuban minimal segera terminasi. Bila 2x24 jam cairan ketuban masih
tetap keluar segera terminasi, bila konservatif sebelum pulang penderita diberi
nasehat : Segera kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam atau keluar cairan
lagi, tidak boleh coitus, tidak boleh manipulasi digital.5

Komplikasi

Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan.

Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena

kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden SC, atau gagalnya persalinan

normal.6

Persalinan Prematur Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.

Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24
jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24

jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam.6

Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi

korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya

terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini premature,

infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada KPD

meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.6

Pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi

asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat

oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat. Ketuban pecah dini

yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan

kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal. Adapun pendapat yang

lain.6

Prognosis

Prognosis ketuban pecah dini ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi-

komplikasi dari kehamilan. Prognosis untuk janin tergantung pada :6

a) Maturitas janin: bayi yang beratnya di bawah 2500 gram mempunyai prognosis yang

lebih jelek dibanding bayi lebih besar.

b) Presentasi: presentasi bokong menunjukkan prognosis yang jelek , khususnya kalau

bayinya premature.

c) Infeksi intra uterin meningkat mortalitas janin.


d) Semakin lama kehamilan berlangsung dengan ketuban pecah , semakin tinggi

insiden infeksi.6
Daftar Pustaka

1. Sualman K. Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan preterm. Riau:


Penerbit Buku Universitas Riau, Pekanbaru; 2009.

2. Lewi L, Schoubroeck DV, Ranst MV, Bries G, Emonds M-P, Arabin B, et al.
Successful Patching of Iatrogenic Rupture of the Fetal Membranes.Placenta (2004), 25,
352–356
3. Devlieger R, Millar LK, Bryant G, Lewi L, Deprest JA. Fetal Membrane Healing After
Spontaneous and Iatrogenic Membrane Rupture: A Review of Current Evidence.
American Journal of Obstetrics and Gynecology (2006) 195, 1512–20
4. Wiknyosastro H, Saiffudin AB, Rachimhadi T. Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1999; 85-86
5. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.Williams
Obstetrics. 21 st edition.2001. 1647-1649.
6. Quintero R, Morales W, Allen M, Bornick P, Arroyo J, LeParc G. Treatment of
Iatrogenic Previable Premature Rupture of Membranes with Intraamniotic Injection of
Platelets and Cryoprecipitate (Amniopatch): Preliminary Experience. Am J Obstet
Gynecol 1999;181:744-749.

You might also like