You are on page 1of 24

MAKALAH

BAROTRAUMA PADA TELINGA

Oleh:

Kharisa Hana Hapsari

030.13.108

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KERJA

PERIODE 1 OKTOBER - 2 NOVEMBER 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA
PENDAHULUAN

Selama 40 tahun terakhir, olahraga scuba diving merupakan kegiatan rekreasi yang
telah meningkat popularitasnya. Kemampuan untuk menjelajahi kedalaman lautan
merupakan daya tarik tersendiri yang disuguhkan oleh kegiatan scuba diving tersebut. Pada
tahun 1968, hanya terdapat 11.668 anggota scuba diving yang bersertifikat dari organisasi
“Professional Association of Diving Instructors” (PADI). Namun pada tahun 2008, jumlah
ini telah meningkat secara drastis menjadi 17.532.116 anggota. Meskipun saat ini kegiatan
menyelam menjadi lebih mudah diakses dan didukung dengan peralatan yang jauh lebih
aman dari sebelumnya, kegiatan menyelam masih memiliki beberapa risiko bahaya yang
ada di dalamnya. Studi terbaru menemukan bahwa 80% masalah yang berhubungan dengan
menyelam melibatkan wilayah kepala dan leher dan masalah yang paling umum terjadi
pada para penyelam adalah sistem pendengaran.(1)
Barotrauma pada telinga merupakan cedera yang paling sering terjadi pada
penyelam. Tidak hanya pada telinga, rongga tubuh yang paling berisiko mengalami
barotrauma adalah telinga tengah, sinus paranasal, dan paru-paru. Barotrauma pada telinga
tengah terjadi akibat kegagalan tuba Eustachius untuk menyamakan tekanan antara telinga
tengah dan lingkungan saat terjadi perubahan tekanan. Barotrauma akan mudah terjadi
apabila perubahan tekanan semakin cepat dan perbedaan tekanan semakin besar.(1,2)
Barotrauma adalah kerusakan jaringan yang terjadi akibat perbedaan antara
keseimbangan tekanan udara di dalam rongga udara fisiologis dalam tubuh dengan tekanan
di sekitarnya. Ketidakseimbangan tekanan terjadi apabila seseorang tidak mampu
menyamakan tekanan udara di dalam ruang telinga tengah pada waktu tekanan air
bertambah ataupun berkurang..(1)

TINJAUAN PUSTAKA

2
DEFINISI
Barotitis Media (Aerotitis, Barotrauma) adalah gangguan telinga yang terjadi akibat
perubahan tekanan udara tiba-tiba di luar telinga tengah sehingga menyebabkan tuba gagal
untuk membuka. Jika tekanan udara di dalam saluran telinga dan tekanan udara di dalam
telinga tengah tidak sama, maka bisa terjadi kerusakan pada membrane timpani. Dalam
keadaan normal, tuba eustachius (yang merupakan penghubung antara telinga tengah dan
nasofaring) membantu menjaga agar tekanan di kedua tempat tersebut tetap sama dengan
cara membiarkan udara dari luar masuk ke telinga tengah atau sebaliknya.(2)
Perubahan tekanan yang tiba-tiba di luar telinga tengah. Hal itu mengakibatkan tuba
eustachius gagal membuka, terutama pada penyelaman kompresi udara (scuba) atau
penyelaman dengan menahan napas. Kondisi tersebut sering terjadi pada kedalaman 10
sampai 20 kaki. Gejalanya, telinga terasa nyeri dan penuh serta kemampuan pendengaran
berkurang.(2)

EPIDEMIOLOGI
Barotrauma memiliki prevalensi tertinggi pada masalah kesehatan yang
berhubungan dengan penerbangan dan telah menjadi salah satu faktor dari kecelakaan
penerbangan. Sekitar 55% dari anak-anak dan 20% dari orang dewasa melaporkan adanya
rasa tidak nyaman atau nyeri di telinganya saat penerbangan. Insiden dari barotrauma pada
penerbang yang sehat mencapai 1,9-9%. Dalam satu penerbangan, 31% merasakan adanya
rasa tidak nyaman di telinganya saat take off dan 85% saat landing. Tingginya jumlah
penumpang yang bepergian dengan menggunakan pesawat menyebabkan banyaknya orang
yang berisiko mengalami barotrauma. Barotrauma telinga tengah juga merupakan cedera
terbanyak yang dialami saat menyelam. Sekitar 30% terjadi saat menyelam pertama kali
dan 10% terjadi pada penyelam yang sudah sering melakukan penyelaman.(6,7)

ETIOLOGI
Barotrauma pada telinga tengah terjadi ketika tuba eustachius tidak dapat membuka
untuk menyeimbangkan tekanan meskipun telah dilakukan manuver Valsava. Seorang
penyelam akan mulai mengalami nyeri telinga (otalgia) saat terjadi perbedaan tekanan

3
antara ruang telinga tengah dengan tekanan di dalam saluran telinga sebesar 60 mmHg.
Ketika perbedaan tekanan antara ruang telinga bagian tengah dan nasofaring mencapai 90
mmHg, tuba eustachius tidak dapat membuka dan manuver Valsava tidak akan berhasil.
Penyelam harus naik untuk menyamakan tekanan telinga tengah dengan tekanan normal.(2)
Mekanisme barotrauma telinga tengah pada penyelam scuba yaitu, saat penyelam
berada di atas permukaan laut, tekanan pada saluran telinga luar atau telinga eksternal (A)
dan telinga tengah (B) adalah sama sebesar 760 mmHg. Ketika penyelam turun menyelam
lebih dalam, tekanan di telinga luar akan meningkat sedangkan tekanan di telinga tengah
akan tetap sama. Jika penyelam tidak menyamakan tekanan telinga tengah dengan
melakukan manuver Valsava, gradien tekanan di seluruh membran timpani dapat naik
mencapai 90 mmHg pada kedalaman 3,9 ft. Membran timpani dapat pecah ketika gradien
tekanan melebihi 100 mm HG.(3) Perubahan yang terjadi pada membran timpani dapat
dilihat dengan menggunakan otoskop. Edema telinga tengah maupun efusi telinga tengah
baik darah atau cairan serosa juga dapat terjadi.(2)

Gambar 1. Mekanisme barotrauma telinga tengah(3)

4
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko yang dapat menyebabkan barotrauma pada telinga meliputi faktor
individu, faktor lingkungan, dan karakteristik pekerjaan.
 Faktor Individu
o Umur
Berdasarkan hasil penelitian Navisah, diketahui bahwa barotrauma lebih
banyak terjadi pada responden dengan usia lebih ≥ 35 tahun. Pada dasarnya
tidak ada batasan umur yang tegas dalam kesehatan penyelaman asalkan
memenuhi persyaratan kesehatan fisik dan kemampuan penyelaman. Hal ini
diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Avongsa, pada usia diatas 35
tahun fungsi organ-organ tubuh akan mulai menurun sehingga kemampuan
seseorang untuk dapat melakukan teknik penyelaman dan teknik ekualisasi
mulai berkurang.(1)
o Masa kerja
Masa kerja dapat memengaruhi kinerja baik positif maupun negatif.
Pengaruh positif akan dirasakan oleh seseorang apabila dengan semakin
lamanya masa kerja maka semakin bertambah pengalaman seseorang dalam
melaksanakan pekerjaannya dalam hal ini menyelam. Sebaliknya, masa
kerja akan memberikan dampak negatif apabila dengan semakin lamanya
masa kerja maka akan timbul kebiasaan buruk pada tenaga kerja.(1)
 Faktor Lingkungan
o Kedalaman menyelam
Menurut USN Navy Diving, kedalaman menyelam maksimum yang
diperbolehkan untuk jenis penyelaman SCUBA adalah 47 meter dengan
waktu menyelam tidak lebih dari 10 menit. Peselam pemula dibatasi untuk
tidak melebihi kedalaman 18 meter / 60 feet. Kedalaman menyelam berbeda
tergantung dengan tujuan penyelaman.(1)
Setiap penurunan kedalaman penyelaman 10 meter, risiko penyelam
mengalami gangguan pendengaran sebesar 0,55 kali. Semakin bertambah

5
kedalaman menyelam maka tekanan udara yang diterima semakin besar.
Peningkatan tekanan lingkungan menyebabkan rongga udara dalam telinga
tengah dan dalam tuba eustachius menjadi tertekan. Hal ini cenderung
menyebabkan penciutan pada tuba eustachius sehingga gagal untuk
membuka. Jika tuba eustachius tersumbat, maka tekanan udara di dalam
telinga tengah berbeda dengan tekanan udara diluar gendang telinga, hal ini
dapat menyebabkan barotrauma.(1)
 Karakteristik Pekerjaan
o Lama menyelam
Lama menyelam setiap individu berbeda tergantung pada kemampuan
penyelamannya di dalam air. Semakin lama seseorang menyelam artinya
semakin sering individu tersebut untuk menyamakan tekanan, maka semakin
besar pula kemungkinan gagal dalam menyamakan tekanan tersebut.
Sehingga setiap kegiatan penyelaman harus terdapat rencana penyelaman
terutama terkait dengan durasi atau lama penyelaman. Berdasarkan
penelitian Navisah, sebanyak 90% barotrauma telinga terjadi pada penyelam
dengan lama menyelam >2-4 jam.(1)
o Frekuensi menyelam
Semakin sering frekuensi penyelam yang dilakukan akan semakin berbahaya
bagi kesehatan para penyelam. Semakin sering menerima tekanan maka
semakin banyak usaha yang diperlukan untuk menyamakan tekanan
(ekualisasi) dalam rongga telinga dengan tekanan air disekitarnya. Namun
frekuensi menyelam yang lebih banyak apabila diiringi dengan teknik
ekualisasi yang benar, maka akan lebih kecil kemungkinan terjadi trauma
tekanan yang berulang pada membran timpani. Keberhasilan dalam
melakukan ekualisasi dapat mencegah terjadinya barotrauma telinga.(2)
o Waktu istirahat
Istirahat di permukaan perlu dilakukan agar udara tidak terjebak dalam
jangka waktu yang lama dan membran timpani tidak mengalami kompresi

6
secara terus menerus. Menurut PADI, seharusnya pada penyelaman yang
dilakukan berulang-ulang, waktu istirahat di permukaan setidaknya selama
10 menit. Istirahat beberapa waktu di antara penyelaman juga bermanfaat
agar nitrogen yang terserap bisa keluar dari tubuh.(1)

PATOFISIOLOGI
Trauma akibat perubahan tekanan, secara umum dijelaskan melalui Hukum Boyle.
Hukum boyle menyatakan bahwa volume gas berbanding terbalik dengan tekanan atau
P1xV1 = P2xV2. Hukum Boyle yang mengatakan bahwa volume gas berbanding terbalik
dengan tekanannya, maka pada saat tekanan di sekitar tubuh menurun/meninggi, terjadi
perbedaan tekanan antara di rongga tubuh dengan di luar, sehingga terjadi
penekanan/penghisapan terhadap mukosa dinding rongga dengan segala akibatnya.(4)
Berdasarkan Hukum Boyle diatas dapat dijelaskan bahwa suatu penurunan atau
peningkatan pada tekanan lingkungan akan memperbesar atau menekan (secara berurutan)
suatu volume gas dalam ruang tertutup. Bila gas terdapat dalam struktur yang lentur, maka
struktur tersebut dapat rusak karena ekspansi ataupun kompresi. Barotrauma dapat terjadi
bilamana ruang-ruang berisi gas dalam tubuh (telinga tengah, paru-paru) menjadi ruang
tertutup dengan menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi normal.(4)
Seperti yang dijelaskan di atas, maka tekanan yang meningkat di telinga tengah
perlu diatasi untuk menyeimbangkan tekanan, sedangkan tekanan yang menurun biasanya
dapat diseimbangkan secara pasif. Dengan menurunnya tekanan lingkungan, udara dalam
telinga tengah akan mengembang dan secara pasif akan keluar melalui tuba eustachius.
Dengan meningkatnya tekanan lingkungan, udara dalam telinga tengah dan dalam tuba
eustachius menjadi tertekan. Hal ini cenderung menyebabkan penciutan tuba eustachius.(4)
Jika perbedaan tekanan antara rongga telinga tengah dan lingkungan sekitar menjadi
terlalu besar (sekitar 90 sampai 100cmHg), maka bagian kartilaginosa dari tuba eustachius
akan semakin menciut. Jika tidak ditambahkan udara melalui tuba eustachius untuk
memulihkan volume telinga tengah, maka struktur-struktur dalam telinga tengah dan
jaringan didekatnya akan rusak dengan makin bertambahnya perbedaan. Terjadi rangkaian

7
kerusakan yang dapat dipekirakan dengan berlanjutnya keaadan vakum relatif dalam
rongga telinga tengah.(3,4)
Mula-mula membrana timpani tertarik kedalam. Retraksi menyebabkan pecahnya
pembuluh-pembuluh darah kecil sehingga tampak gambaran injeksi dan bula hemoragik
pada gendang telinga tengah juga mukosa telinga tengah juga akan berdilatasi dan pecah,
menimbulkan hemotimpanum. Kadang-kadang tekanan yang tinggi diluar dapat
menyebabkan ruptur membrana timpani.(4)
Barotrauma pada telinga tengah dapat terjadi saat menyelam ataupun saat terbang.
Perubahan tekanan pada kedalaman 17 kaki pertama di bawah air setara dengan perubahan
tekanan pada ketinggian 18.000 kaki pertama diatas bumi. Dengan demikian, perubahan
tekanan lingkungan terjadi lebih cepat pada saat menyelam dibandingkan dengan saat
terbang. Hal ini dapat menjelaskan relatif tingginya insidens barotrauma pada telinga
tengah pada saat menyelam.(4)
Barotrauma telinga tengah dapat terjadi pada penyelam kompresi udara
(SCUBA/Self Contained Underwater Breathing Apparatus) atau penyelaman dengan
menahan napas. Seringkali terjadi pada kedalaman 10 sampai 20 kaki. Sekalipun insidens
reltif lebih tinggi pada saat menyelam, masih lebih banyak orang yang bepergian dengan
pesawat dibandingkan orang menyelam. Pesawat komersial telah diberi tekanan udara
namun hanya sampai 8.000 kaki. Maka berotrauma masih mungkin terjadi, namun
insidensnya tidak setinggi yang diakibatkan menyelam.(4)
Pada saat pesawat mulai naik, akan terjadi perubahan tekanan udara yang tiba-tiba,
dimana akan timbul tekanan positif pada rongga telinga tengah dan negatif pada bagian luar
membran timpani. Hal ini akan menimbulkan penonjolan keluar dari membrane timpani
(bulging), sedangkan saat pesawat akan mendarat akan terjadi keadaan yang sebaliknya
akan timbul tekanan negatif pada liang telinga tengah dengan tekanan positif pada bagian
luar telinga akibatnya terjadi retraksi-penarikan ke arah dalam. Di sinilah sangat dibutuhkan
fungsi normal tuba eusthacius untuk dapat mengalirkan udara yang terperangkap di telinga
tengah keluar melalui nasofaring.(4)

8
Barotrauma telinga luar, tengah dan dalam. Barotrauma telinga ini bisa terjadi
secara bersamaan dan juga dapat berdiri sendiri. Barotrauma telinga luar berhubungan
dengan dunia luar, maka pada waktu menyelam, air akan masuk ke dalam meatus akustikus
eksternus. Bila meatus akustikus eksternus tertutup, maka terdapat udara yang terjebak.
Pada waktu tekanan bertambah, mengecilnya volume udara tidak mungkin dikompensasi
dengan kolapsnya rongga (kanalis akustikus eksternus), hal ini berakibat terjadinya
decongesti, perdarahan dan tertariknya membrana timpani ke lateral. Peristiwa ini mulai
terjadi bila terdapat perbedaan tekanan air dan tekanan udara dalam rongga kanalis
akustikus eksternus sebesar ± 150 mmHg atau lebih, yaitu sedalam 1,5 – 2 meter.(4)
Barotrauma telinga tengah akibat adanya penyempitan, inflamasi atau udema pada
mukosa tuba mempengaruhi kepatenannya dan merupakan penyulit untuk
menyeimbangkan tekanan telinga tengah terhadap tekanan lingkungan yang terjadi pada
saat ascent maupun descent, baik penyelaman maupun penerbangan. Terjadinya barotrauma
tergantung pada kecepatan penurunan atau kecepatan peningkatan tekanan lingkungan yang
jauh berbeda dengan kecepatan peningkatan tekanan telinga tengah.
Barotrauma telinga dalam biasanya adalah komplikasi dari barotrauma telinga
tengah pada waktu menyelam, disebabkan karena malakukan maneuver valsava yang
dipaksakan. Bila terjadi perubahan dalam kavum timpani akibat barotrauma maka daerah
kavum timpani akan mengalami edema dan akan menekan stapes yang terletak pada
foramen ovale dan membran pada foramen rotunda, yang mengakibatkan peningkatan
tekanan di telinga dalam yang akan merangsang labirin vestibuler sehingga terjadi deviasi
langkah pada pemeriksaan “Stepping Test”. Dapat disimpulkan , gangguan pada telinga
tengah dapat berpengaruh pada labirin vestibuler dan menampakkan ketidakseimbangan
laten pada tonus otot melalui refleks vestibulospinal.(4)
Barotrauma dapat terjadi pada waktu seseorang menyelam turun (descend), maupun
pada waktu naik (ascend). Maka berdasarkan patogenesisnya dikenal:2,4

a. Barotrauma waktu turun


Saat pesawat landing, tekanan atmosfer kembali ke normal. Karena
itu, udara di telinga tengah akan berkurang. Pada proses ini udara tidak

9
secara pasif memasuki telinga tengah. Hal inilah yang menyebabkan
barotrauma lebih sering terjadi saat pesawat atau penyelam turun. Untuk
membuka tuba diperlukan aktifitas dari otot dengan cara menguap atau
menelan. Tuba juga bisa dibuka dengan melakukan perasat Valsava.1,2
Pada perbedaan tekanan 60 mmHg dimana tekanan atmosfer lebih
tinggi dibandingkan tekanan telinga tengah akan timbul rasa penuh pada
telinga tengah dan penumpang akan merasakan rasa tidak nyaman di
telinganya. Saat perbedaan tekanan 80 mmHg, ujung jaringan lunak
nasofaring akan tertutup dengan tekanan yang lebih besar dari kekuatan otot
untuk membuka tuba. Hal itu akan menyebabkan tuba tetap tertutup dan
usaha untuk menyeimbangkan tekanan sia-sia. Lebih dari ini, perubahan
patofisilogi dari barotrauma akan terjadi. Perbedaan tekanan yang
menyebabkan terjadinya proses penutupan tuba ini berbeda-beda tiap
individu, tergantung dari kekuatan otot dilator tuba masing-masing.(6,8)
Jika perbedaan tekanan mencapai 100-500 mmHg, membran timpani
akan ruptur dan biasanya menyebabkan hilangnya rasa sakit dan tekanan
pada telinga namun dapat menyebabkan gejala lanjutan berupa tuli, vertigo,
dan muntah. King(12) melaporkan bahwa 4,2% membran timpani ruptur pada
897 telinga yang mengalami barotrauma. Sebagian besar perforasi tersebut
dapat menutup spontan.(7)

Peristiwa barotrauma akibat turun ini dikenal juga sebagai “sequeeze”. Jadi
sequeeze umumnya terjadi pada waktu seseorang penyelam turun dan mendapatkan
pertambahan tekanan.(9)
Syarat untuk terjadinya squeeze adalah:
 Adanya ruangan yang berisi udara
 Ruangan tersebut memiliki dinding yang kuat
 Ruangan tersebut tertutup
 Ruangan tersebut memiliki membran dengan suplai darah dari arteri maupun
vena yang memasuki ruangan dari luar
 Adanya perubahan tekanan pada lingkungan sekitar secara tiba – tiba

10
Gambar 2. Hukum Boyle

b. Barotrauma waktu naik


Saat pesawat naik, tekanan atmosfer turun dan udara di telinga
tengah akan mengembang sesuai dengan hukum Boyle. Jika tuba Eustachius
tidak terbuka, seperti contohnya saat sedang menelan, udara di telinga
tengah, dengan tekanannya yang relatif positif, akan terus mengembang
sampai membran timpani terdorong ke lateral. Tuba Eustachius yang normal
akan membuka secara pasif pada perbedaan tekanan 15 mmHg dan
melepaskan tekanan udara positif sehingga menyeimbangkan tekanan udara
di telinga tengah. Proses pelepasan tekanan secara pasif ini jarang menjadi
masalah saat penerbangan dan hanya timbul setiap peningkatan ketinggian
122 m. Namun jika tuba Eustachius terganggu akan terdapat rasa tidak
nyaman dan nyeri di telinga saat proses tersebut terjadi.(7)
Barotrauma macam ini umumnya menimbulkan nyeri mendadak

11
akibat kenaikan tekanan dalam rongga dan terdapat bahaya terjadinya
emboli vena. Barotrauma yang terjadi pada saat penyelam naik dari
kedalaman secara cepat disebut reverse squeeze atau overpressure. Terjadi
usaha tubuh untuk mengeluarkan isi dari ruangan untuk menyesuaikan
tekanan.(8)

Gambar 3. Patofisiologi barotrauma

DIAGNOSIS
Anamnesis yang teliti sangat membantu dalam penegakan diagnosis. Jika dari
anamnesis ada riwayat nyeri telinga atau pusing, yang terjadi setelah penerbangan atau
suatu penyelaman, adanya barotruma seharusnya dicurigai. Terlebih bila pasien mengeluh
telinga terasa “tersumbat” dan tidak membaik setelah dilakukan maneuver valsava dan
biasanya menimbulkan nyeri pada telinga atau otalgia. Nyeri tersebut dapat dirasa sangat
parah hingga disertai dengan sakit kepala, mual, muntah, vertigo, tinnitus dan gangguan

12
pendengaran konduktif. Gangguan pendengaran biasanya bersifat akut dan sementara,
terutama ketika diikuti pecahnya membrane timpani yang sebagian besar dapat sembuh
secara spontan tanpa disfungsi telinga. (4)

a. Anamnesis
Pada anamnesis umumnya didapatkan adanya riwayat menyelam atau penerbangan
dimana terdapat perubahan cepat pada tekanan lingkungan. Secara spesifik, barotrauma
juga dapat ditemukan riwayat ventilasi tekanan positif yang mengakibatkan peningkatan
tekanan peru sehingga menyebabkan terjadinya pulmonary barotrauma.[4] Pasien dengan
barodontalgia biasanya memiliki satu atau lebih keadaan sebagai berikut yaitu karies,
inflamasi periapikal akut maupun kronik, kista gigi residual, sinusitis, maupun riwayat
operasi gigi dalam waktu dekat. Riwayat infeksi telinga tengah maupun luar juga dapat
menjadi penanda barotrauma telinga tengah maupun luar. Pada sinus barotrauma biasanya
pasien memiliki riwayat rhinitis dan polip nasi.(6,7]
b. Gejala Klinis dan Mekanisme
Barotrauma yang terjadi pada saat penurunan disebut squeeze.
Gejala Knilis pada barotrauma bergantung pada daerah yang mengalami gangguan, yaitu
sebagai berikut:
1. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Telinga Luar
Barotrauma pada telinga luar dapat terjadi bila telinga bagian luar mengalami
obstruksi, sehingga volume gas tertutup yang ada akan dikompresi atau dikurangi selama
proses turun ke dalam air. Hal ini dapat terjadi pada pemakaian tudung yang ketat, wax
pada liang telinga, pertumbuhan tulang atau eksostosis atau menggunakan penutup telinga.
Biasanya obstruksi pada saluran telinga bagian luar ini akan menyebabkan penonjolan
membran timpani disertai perdarahan, swelling dan hematom pada kulit yang melapisi
saluran telinga bagian luar. Kondisi seperti ini dapat ditemukan pada saat menyelam dengan
kedalaman sedikitnya 2 meter.(3)

13
Gambar 4. Barotrauma penurunan (squeeze) pada telinga luar.

2. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Telinga Tengah


Barotrauma pada telinga tengah merupakan barotrauma yang paling umum.
Membran Timpani merupakan pembatas antara saluran telinga luar dan ruang telinga
tengah. Pada saat penyelam turun, tekanan air meningkat diluar gendang telinga, untuk
menyeimbangkan tekanan ini, maka tekanan udara harus mencapai bagian dalam dari
gendang telinga, melalui tuba eustachi. Ketika tabung eustachi ditutupi oleh mukosa, maka
telinga tengah memenuhi empat syarat terjadinya barotrauma (adanya gas dalam rongga,
dinding yang kaku, ruang tertutup, penetrasi pembuluh darah).
Jika seorang penyelam terus turun pada kedalaman, maka akan terjadi
ketidakseimbangan tekanan. Jika terjadi peningkatan tekanan maka gendang telinga akan
terdorong ke dalam, awalnya akan terjadi penekanan gas yang berada pada telinga tengah,
sehingga pada batasan tertentu terjadi tekanan pada telinga tengah lebih rendah dari tekanan
air diluar, menciptakan vakum relative dalam ruang telinga tengah. Tekana negatif ini
menyebabkan pembuluh darah pada gendang telinga dan lapisan pertama telinga tengah
akan terjadi kebocoran dan akhirnya dapat pecah. Jika terus menurun, selain pecahnya
gendang telinga yang menyebabkan udara atau air dapat masuk kedalam telinga tengah
untuk menyamakan tekanan, dapat pula terjadi pecahnya pembuluh darah dan

14
menyebabkan perdarahan ke dalam telinga tengah untuk menyamakan tekanan, dan
pendarahan merupakan hal sering terjadi.
Gejala yang dapat ditemukan jika terjadi tekanan pada telinga tengah yaitu nyeri
akibat terjadi peregangan pada gendang telinga. Rasa sakit sering dirasakan sebelum
pecahnya gendang telinga. Gejala tersebut dapat sedikit berkurang dengan berhenti untuk
menyelam yang lebih dalam dan segera naik beberapa meter secara perlahan.
Jika penyelaman ke bawah terus berlanjut, meskipun ada rasa sakit, tetap dapat
terjadi pecahnya gendang telinga. Ketika pecah terjadi, nyeri akan berkurang dengan cepat.
Kecuali penyelam memakai pakaian diving dengan topi keras, rongga telinga tengah dapat
terkena air ketika pecahnya gendang telinga tersebut. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya
infeksi telinga tengah, dan disarankan agar tidak menyelam sampai kerusakan yang terjadi
sembuh. Pada saat membran timpani pecah, penyelam dapat tiba-tiba mengalami vertigo.
Hal tersebut dapat menyebabkan disorientasi, mual dan muntah. Vertigo ini terjadi akibat
adanya gangguan dari maleus, inkus dan stapes, atau dengan air dingin yang merangsang
mekanisme keseimbangan telinga bagian dalam. Barotrauma pada telinga tengah terjadi
tidak harus disertai dengan pecahnya membrane timpani.(3)

Gambar 5. Barotrauma Penurunan (Squeeze) pada telinga tengah

3. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Telinga Dalam


Terjadi bila pada saat penyelam naik ke permukaan dengan cepat sehingga tekanan
pada membran timpani diteruskan pada oval dan round window sehingga meningkatkan
tekanan telinga dalam. Ruptur oval dan round window dapat terjadi dan mengakibatkan

15
gangguan telingah dalam sehingga gejala yang ditemukan adalah gangguan keseimbangan
dan pendengaran seperti vertigo persisten dan kehilangan pendengaran.
Gejala kkinis yang biasa terjadi pada barotraumas pada telinga dalam yaitu adanya
tinnitus, berkurangnya ketajaman pendengaran, adanya vertigo, disakusis, mual dan
muntah.
4. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Sinus Paranasalis
Barotrauma pada sinus terjadi bila pasase yang menghubungkan sinus dan ruangan
lainnya tertutup karena mukosa maupun jaringan. Gejala yang ditemukan adalah adanya
nyeri pada sinus yang terkena dan pendarahan dari hidung yang berasal dari sinus yang
terkena.(3)
5. Barotrauma Odontalgia
Barodontalgia terjadi bila terdapat udara yang dibentuk oleh pembusukan berada
pada sambungan yang kurang baik sehingga udara tersebut terperangkap. Gejala klinis yang
terjadi adalah keretakan gigi maupun lepasnya tambalan gigi.(7)
6. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Pulmonal
Barotrauma pada paru terjadi saat tidak adanya udara yang dapat masuk ke dalam
paru untuk menyesuaikan tekanan dengan lingkungan, seperti pada penyelaman dengan
menahan napas. Darah dan cairan tubuh akan mengalir ke paru untuk meningkatkan
tekanan sehingga membentuk pembengkakan. Gejala klinis yang terjadi biasanya fatal dan
berupa kompresi dinding dada.
7. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Wajah dan Tubuh
Terjadi saat penggunaan masker wajah SCUBA, masker wajah lain yang
menyebabkan pengeluaran udara melalui hidung, maupun pada exposure suit yang
mengakibatkan udara terperangkap. Pada barotrauma wajah, daerah yang mengalami
gangguan terberat adalah mata dan kantong mata. Pada barotrauma tubuh, udara yang
terperangkap pada pakaian akan menyebabkan rasa tidak nyaman dan pendarahan pada
daerah tersebut.

16
Gambar 6. Barotrauma pada Wajah

Barotrauma yang terjadi pada saat penyelam naik dari kedalaman secara cepat
disebut reverse squeeze atau overpressure. Terjadi usaha tubuh untuk mengeluarkan isi dari
ruangan untuk menyesuaikan tekanan. Overpressure memiliki beberapa gejala yang
berbeda dengan squeeze yaitu:
1. Barotrauma saat naik (Overpressure) Telinga Tengah
Pada overpressure telinga tengah, peregangan dan ruptur membran timpani dapat
terjadi dan mengakibatkan nyeri yang sama dengan squeeze. Sebagai tambahan, dapat
terjadi facial baroparesis dimana peningkatan tekanan mengakibatkan kurangnya suplai
darah pada nervus facialis karena tekanan pada telinga tengah diteruskan ke os temporalis.
Dibutuhkan overpressure selama 10 sampai 30 menit untuk gejala dapat terjadi, dan fungsi
nervus facialis kembali ke normal setelah 5 - 10 menit setelah penurunan overpressure.[3,9]
2. Barotrauma saat naik (Overpressure) Sinus Paranasalis
Gejala pada overpressure sinus sama dengan squeeze pada sinus.[3]
3. Overpressure Pulmonal(1,4)
Disebabkan karena ekspansi dari gas yang masuk ke paru - paru saat menyelam.
Ekspansi ini bila melebihi kapasitas pengembangan paru akan dipaksakan untuk masuk ke
dalam jaringan sekitar dan pembuluh darah sehingga menimbulkan emboli. Gejala yang
ditimbulkan bergantung pada daerah emboli. Gas pada jaringan sekitar paru akan
menimbulkan emfisema mediastinum dan subkutis, bahkan pneumothoraks.

17
Gambar 7. Barotrauma pulmonal ascendens.

 Pemeriksaan Fisik

Diagnosis dapat dikomfirmasi melalui pemeriksaan telinga, dan juga tes


pendengaran dan keseimbangan serta dipastikan dengan otoskop. Gendang telinga tampak
sedikit menonjol keluar atau mengalami retraksi. Pada kondisi yang berat, bisa terdapat
darah di belakang gendang telinga. Temuan otoskop tersebut nantinya dinilai menggunakan
klasifikasi Teed yang dimodifikasi oleh Edmond menggunakan skala dari 0 hingga 5 sesuai
dengan tabel berikut.(5)

Grading klinis kerusakan membrane timpani akibat barotrauma adalah:

18
- Grade 0 bergejala tanpa tanda-tanda kelainan

- Grade 1 injeksi membrane timpani.

- Grade 2 injeksi, perdarahan ringan pada membrane timpani

- Grade 3 perdarahan berat membrane timpani

- Grade 4 perdarahan pada telinga tengah

- Grade 5 perforasi membrane timpani

Gambar 6. Klasifikasi barotrauma oleh Teed menggunakan otoskop.(5)

19
Gambar 7. Klasifikasi barotrauma dengan otoskop.

 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita barotrauma adalah pemeriksaan lab berupa:
 Analisa Gas Darah
Untuk mengevaluasi gradien alveolus-arteri untuk mengetahui terjadinya emboli gas.
 Darah Lengkap
Pasien yang memiliki hematokrit lebih dari 48% memiliki sekuele neurologis yang
persisten selama 1 bulan setelah perlukaan.
 Kadar Serum Creatin Phosphokinase
Peningkatan kadar serum kreatin fosfokinase menandakan peningkatan kerusakan
jaringan karena mikroemboli.

TATALAKSANA
Penting bagi penderita barotrauma telinga untuk tidak melakukan kegiatan seperti
terbang ataupun menyelam hinnga gejala yang dialaminya mereda. Untuk mengurangi nyeri
telinga atau rasa tidak enak pada telinga, pertama-tama yang perlu dilakukan adalah
berusaha untuk membuka tuba eustakius dan mengurangi tekanan dengan mengunyah
permen karet, atau menguap, atau menghirup udara, kemudian menghembuskan secara
perlahan-lahan sambil menutup lubang hidung dengan tangan dan menutup mulut. (4)
Selama pasien tidak menderita infeksi traktus respiratorius atas, membrane nasalis
dapat mengkerut dengan semprotan nosinefrin dan dapat diusahakan menginflasi tuba
eustakius dengan perasat politzer, khususnya dilakukan pada anak-anak berusia 3-4 tahun.
Kemudian diberikan dekongestan, antihistamin atau kombinasi keduanya selama 1-2

20
minggu atau sampai gejala hilang, antibiotik tidak diindikasikan kecuali bila terjadi
perforasi di dalam air yang kotor. (4,5)
Perasat politzer terdiri dari tindakan menelan air dengan bibir tertutup sementara
ditiupkan udara ke dalam salah satu nares dengan kantong politzer atau apparatus senturi
nares yang lain ditutup. Kemudian anak dikejutkan dengan meletuskan balon ditelinganya,
bila tuba eustakius berhasil diinflasi, sejumlah cairan akan terevakuasi dari telinga tengah
dan sering terdapat gelembung-gelembung udara pada cairan.(4,5)

KOMPLIKASI
Komplikasi barotrauma yang dapat terjadi adalah efusi dan perdarahan ke rongga
telinga tengah dan gangguan pendengaran sensorineural. Semua orang yang mengeluh
kehilangan pendengaran dengan barotrauma harus menjalani uji pendengaran dengan
rangkaian penala untuk memastikan bahwa gangguan pendengaran bersifat konduktif dan
bukan sensorineural. Hematoma epidural intrakranial, fistula perilymphic, pneumocephalus
dan parenkim dan perdarahan ekstra-aksial juga telah disebutkan dalam beberapa literatur,
tetapi kondisi ini sangat jarang terjadi. (3)

PENCEGAHAN
Menghindari terbang adalah rekomendasi yang bijaksana dalam kasus infeksi
saluran pernafasan atas dan infeksi telinga. Jika perjalanan dianggap tidak dapat dihindari
maka langkah-langkah untuk membuka tuba Eustachio dapat dilakukan secara teratur
seperti menguap, menelan, mengunyah dan melakukan manuver Valsava pada penerbangan
dan khususnya saat turun. Terdapat penelitian sebelumnya yang mengevaluasi tentang
efektivitas dekongestan oral dan topikal, belum ada uji coba terkontrol secara acak yang
kuat. Hanya pseudoefedrin oral untuk pencegahan otic barotrauma pada orang dewasa. (6,7,8)
Untuk para penyelam juga dihimbau untuk mempelajari tehnik menyelam secara
benar sebelum melakukan penyelaman untuk mengurangi resiko barotrauma.(9)

PROGNOSIS
Ketidaknyamanan telinga, nyeri dan sekuel barotrauma seperti edema atau
membrane tymphani hemoragik, otitis serosa atau hemoragik dan ruptur membran timpani

21
biasanya menetap dari waktu ke waktu setelah fungsi tuba Eustachian pulih kembali.
Gangguan ossikular dapat menyebabkan gangguan pendengaran konduktif yang persisten.
Gangguan pendengaran, vertigo dan sensorineural dapat terjadi akibat kerusakan pada
telinga dalam. Tinnitus pulsasi mungkin merupakan konsekuensi lain tetapi biasanya hilang
dengan reabsorpsi edema dan efusi serosa. Namun, tinnitus yang konstan tidak selalu bisa
hilang dan mungkin bisa menjadi permanen.(7,8)
Intervensi bedah dengan tympanoplasty atau penambalan pada jendela bulat atau
oval mungkin diperlukan pada barotrauma yang parah. Barotrauma ringan dikelola secara
konservatif. Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa kortikosteroid, dekongestan atau
antihistamin mempercepat pemulihan dari barotrauma.(7)

KESIMPULAN

Barotrauma dapat terjadi saat menyelam atau saat penerbangan. Barotrauma dapat
terjadi pada telinga, sinus paranasal dan paru-paru dimana barotrauma pada telinga tengah
paling sering terjadi. Barotrauma pada telinga merupakan gangguan telinga yang terjadi
akibat perubahan tekanan udara tiba-tiba di luar telinga tengah sehingga menyebabkan tuba
gagal untuk menyamakan tekanan dari bagian telinga tengah dengan adekuat. Hukum boyle
menyatakan bahwa volume gas berbanding terbalik dengan tekanan atau P1xV1 = P2xV2.
Hukum Boyle yang mengatakan bahwa volume gas berbanding terbalik dengan
tekanannya, maka pada saat tekanan di sekitar tubuh menurun/meninggi, terjadi perbedaan
tekanan antara di rongga tubuh dengan di luar, sehingga terjadi penekanan/penghisapan
terhadap mukosa dinding rongga dengan segala akibatnya. Pada anamnesis umumnya
didapatkan adanya riwayat menyelam atau penerbangan dimana terdapat perubahan cepat
pada tekanan lingkungan. Selain itu, pasien akan mengeluh otalgia, sakit kepala, mual,
muntah, vertigo, tinnitus, ataupun gangguan pendengaran konduktif. Gejala tersebut dapat

22
disertai dengan kerusakan membrane timpani yang dapat dinilai menggunakan otoskop dan
diklasifikasikan menurut klasifikasi Teed.

DAFTAR PUSTAKA
1. Navisah, S., Isa Ma’rufi, Anita D. Faktor Risiko Barotrauma Telinga pada Nelayan
Penyelam di Dusun Watu Ulo Desa Sumberejo Kecamatan Ambulu Kabupaten
Jember: Jurnal IKESMA Volume 12. 2016;98-110.
2. Glazer, T., Telian S. Otologic Hazards Related to Scuba Diving: Clinical Review of
Otolaryngology-Head and Neck Surgery.2016;140-143.
3. Koriwchak, M., Jay A. Middle Ear Barotrauma in Scuba Divers: Journal of
Wilderness Medicine. 1994;389-398.
4. Fyntanaki, O., et al. Acute Barotitis Media in Flight: Patophysiology, Symptomps,
Prevention, Treatment: Balkan Military Medical Review. 2013;16(1):50-55.
5. Green, S., et al. Incidence and Severity of Middle Ear Barotrauma in Recreational
Scuba Diving: Journal of Wilderness Medicine 4. 1993;270-280.
6. Ryan P, Treble A, Patel N, Jufas N. Prevention of Otic Barotrauma in Aviation.
Otology & Neurotology Inc. 2018; 5: 1531-37
7. Beckmann KM. Prevention of Infant’S Otic Barotrauma – Observing the Infant
Prior to Air Travel and Identifying Infants Less Likely At Risk. International
Journal of Neuroscience and Behavioral Science. 2013; 2: 24-30
8. Innes AM et all. Air travellers’ awareness of the preventability of otic barotrauma.
The Journal of Laryngology & Otology. 2014; 128: 494–498
9. LI, Ronson. Common diving related ear barotrauma and its management. Available
at: http://www.scuba.net.hk/medicine/volume001.htm Accessed June 15, 2015

23
10. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007.

24

You might also like