You are on page 1of 22

[RR.

SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013

BLOK 22 LBM 3
STEP 1
1. Floating maksila: maksila yang melayang karena biasanya terjadi trauma (floating
jaw: rabaan RA didaerah apektura filivormis biasanya RA bergerak secara bebas)
2. Wheezing
a. suara memanjang yang disebabkan oleh penyempitan saluran napas dengan
aposisi dinding saluran pernapasan yang suara tsb dihasilkan oleh vibrasi dinding
saluran pernapasn dengan jaringan sekitarnya, merupakan manifestasi
penyempitan saluran napas seperti asthma, bronkitis secara lebih klinis pd saat
ekspirasi.
b. Suara pernapasan, frekuensi tinggi, nyaring yg terdengar saat ekspirasi
3. Retraksi subcostal: tarikan otot-otot bantu pernapasan subcostal, retraksi otot
subcostal terjadi pd penderita asthma
4. Nafas cuping hidung: cuping hidung kembang kempis pada saat bernapas
5. Asthma
a. penyakit yang disebabkan akibat peningkatan respon trakhea dan bronkus
terhadap berbagai macam stimuli yg ditandai dengan penyempitan bronkus dan
sekresi berlebih pd kelenjar mukosa bronkus
b. Penyakit paru dengan ciri khas saluran napas sangat mudah bereaksi terhadap
berbagai rangsang/pencetus dengan manifestasi serangan asthma
c. Saluran mnapas yang mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadapa
rangsangan tertentu (debu, asap, serbuk sari, udara dingin, bulu binatang) yg dpt
mengakibatkan peradangan, dan penyempitan bersifat sementara

Penyakit asma berasal dari kata “Asthma” yang diambil dari bahasa yunani
yang berarti “sukar bernapas”. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak
napas, batuk yang disebabkan oleh penyempitan saluran napas. Asma juga disebut
penyakit paru-paru kronis yang menyebabkan penderita sulit bernapas. Hal ini
disebabkan karena pengencangan dari otot sekitar saluran napas, peradangan, rasa

BLOK 22 – LBM 3 Page 1


[RR. SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013

nyeri, pembengkakan dan iritasi pada saluran napas di paru-paru. Hal lain disebut
juga bahwa asma adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari
trachea dan bronkus terhadap bermacam-macam stimuli yang di tandai dengan
penyempitan bronkus atau bronkiolus dan sekresi berlebih dari kelenjar di mukosa
bronkus.
Menurut National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP) pada
National Institute of Health (NIH) Amerika, asma (dalam hal ini asma bronkial)
didefinisikan sebagai penyakit radang/inflamasi kronik pada paru, yang dikarakterisir
oleh adanya :
(1) penyumbatan saluran nafas yang bersifat reversible (dapat balik), baik secara
spontan maupun dengan pengobatan,
(2) peradangan pada jalan nafas, dan
(3) peningkatan respon jalan nafas terhadap berbagai rangsangan (hiper- responsivitas)
(NAEPP, 1997).

STEP 2
1. Pengertian fraktur maksila?
2. Klasifikasi fraktur maksila?
3. Etiologi fraktur maksila?
4. Gambaran klinis dan gejala fraktur maksila?
5. Pemeriksaan yang hrs dilakukan untuk mendiagnosa fraktur maksila?
6. Komplikasi setelah perawatan fraktur?
7. Klasifikasi asthma?
8. Etiologi, gambaran klinis asthma?
9. Patofisiologi terjadinya sesak napas pd kasus skenario?
10. Jenis dan etiologi sesak napas?
11. Diagnosis dari skenario?
12. Perawatan untuk nyeri rahang?
13. Tindakan emergensi dan lanjutan apa yang diberikan pada pasien tsb?
14. Apakah sesak napas pd pasien diakibatkan oleh trauma/riwayat penyakit asthma
pasien?
15. Apakah ada penanganan khusus pd pasien skenario yg memiliki riwayat asthma?
16. Apa saja penyebab kluarnya darah dari hidung?
17. Maksud dari pemeriksaan fisik pd skenario?
18. Pemeriksaan penunjang untuk kasus diskenario?

STEP 4

Trauma

Tanda Gejala
BLOK 22 – LBM 3 Page 2
[RR. SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013

Pemeriksaan

Fraktur Maksila
Asthma

Klasifikasi

Lefort I

perawatan

STEP 7
1. Pengertian fraktur maksila?
Diskontinuitas dari jaringan tulang maksila yang disebabkan oleh adanya kekerasan
yg timbul secara mendadak.

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal


yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.

Fraktur maksila adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan


epifisis dan atau tulang rawan sendi os.maksila yang terjadi akibat peristiwa
trauma tunggal, tekanan yang berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada
tulang (fraktur patologik).

BLOK 22 – LBM 3 Page 3


[RR. SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013

Fraktur os.maksila adalah Rusaknya kontinuitas tulang Maksila yang dapat


disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung.

2. Klasifikasi fraktur maksila?


 Berdasarkan fraktur 1/3 tengah wajah sering disebut fraktur maksila
o Dentoalveolar fraktur: suatu fraktur pd daerah proc maksila yg belum
mencapai daerah lefort I
o Kompleks zigomatikus
o Kompleks nassalis
o Fraktur vertikal: garis fraktur melewati 1/kedua os nassal dan bagian tipis dari
proc palatinus maksila dan os palatina. Fraktur garis vertikal srng disertai dngn
fraktur proc frontalis maksila dan os nassal pd sisi yg sama
o Fraktur dasar orbita
 Orbita blow out fraktur
 Orbita blow in fraktur
o Fraktur maksila lefort I : biasa disebut fraktur transmaksilari ( memungkinkan
maksila dan palatum durum bergerak secra terpisah dari bagian atas wajah)
fraktur meliputi fraktur horizontal bagian bawah antara maksila dan palatum.
Secara fisualisasi dpt terlihat open bite anterior, palpasi terasa nyeri
o Fraktur maksila Lefort II: berjalan melalui tulang hidung dan diteruskan ke
tulang dasar orbita menyebrang ke bagian atas dari sinus maksila juga ke arah
laminapterygoid sampai ke fossa pterygopalatina. Adanya gangguan oklusi tp
tidak separah le fort I, jk dipalpasi trdpt pergerakan lengkung RA
o Fraktur maksila Lefort III: garis fraktur berjalan melalui sutura nasofrontal
diteruskan sepanjang ethmoid melalui fisura orbitalis superior melintang ke
arah dinding lateral ke orbita sutura zigomatiko frontal dan sutura
temporozigomatik. Fraktur craniofasial disjunction merupakan cedera plng
parah karena bagian tengah wajah terpisah dengan perlekatannya yaitu basis
cranii. Adanya pembengkakan pd daerah kelopak mata dan ekimosis periorbita
bilateral

1. Fraktur Le Fort tipe I (Guerin’s)


Fraktur Le Fort I merupakan jenis fraktur yang paling sering terjadi, dan
menyebabkan terpisahnya prosesus alveolaris dan palatum durum. Fraktur ini
menyebabkan rahang atas mengalami pergerakan yang disebut floating jaw.
Hipoestesia nervus infraorbital kemungkinan terjadi akibat dari adanya edema.
2. Fraktur Le Fort tipe II

BLOK 22 – LBM 3 Page 4


[RR. SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013

Fraktur Le Fort tipe II  biasa juga disebut dengan fraktur piramidal.


Manifestasi dari fraktur ini ialah edema di kedua periorbital, disertai juga dengan
ekimosis, yang terlihat seperti racoon sign. Biasanya ditemukan juga hipoesthesia
di nervus infraorbital. Kondisi ini dapat terjadi karena trauma langsung atau
karena laju perkembangan dari edema. Maloklusi biasanya tercatat dan tidak
jarang berhubungan dengan open bite. Pada fraktur ini kemungkinan terjadinya
deformitas pada saat palpasi di area infraorbital dan sutura nasofrontal. Keluarnya
cairan cerebrospinal dan epistaksis juga dapat ditemukan pada kasus ini.
3. Fraktur Le Fort III
Fraktur ini disebut juga fraktur tarnsversal. Fraktur Le Fort III 
menggambarkan adanya disfungsi kraniofasial. Tanda yang terjadi pada kasus
fraktur ini ialah remuknya wajah serta adanya mobilitas tulang zygomatikomaksila
kompleks, disertai pula dengan keluarnya cairan serebrospinal, edema, dan
ekimosis periorbital.

3. Etiologi fraktur maksila?


- Trauma: trauma tumpul pd wajah dengan kekuatan tinggi seperti kecelakaan,
perkelahian, cedera OR
- Patologis: pasien terkena kista, tumor jinak/ganas, penyakit umum yg mengenai
tulang sprti osteoporosis

Fraktur maksilofasial dapat diakibatkan karena tindak kejahatan atau


penganiayaan, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga dan industri, atau
diakibatkan oleh hal yang bersifat patologis yang dapat menyebabkan
rapuhnya bagian tulang (Fonseca, 2005).

4. Gambaran klinis dan gejala fraktur maksila?


 Le fort I
o Wajah tampak bengkak
o Nyeri pd saat palpasi, maloklusi
o Laserasi intraoral
o Edema pd bibir atas
o Ekimosis
o Secara visualisasi ada openbite anterior
o floating jaw. Hipoestesia nervus infraorbital kemungkinan terjadi akibat
dari adanya edema.
o Fraktur dari maksila sampai os nasal, kemungkinan yg terkena paltum
mole, sinus maksilaris , fraktur horisontal, wearing gambaran klinis:
maloklusi, floating maksila, tdk ada pembengkakan wajah

BLOK 22 – LBM 3 Page 5


[RR. SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013

 Le Fort II
o Terjadi malkoklusi tetapi tdk separah le fort I
o Pupil cenderung tinggi
o Ekimosis
o Edema periorbital
o Wajah terllihat lbh memanjang
o edema di kedua periorbital, disertai juga dengan ekimosis, yang
terlihat seperti racoon sign. Biasanya ditemukan juga hipoesthesia di
nervus infraorbital. Kondisi ini dapat terjadi karena trauma langsung
atau karena laju perkembangan dari edema. Maloklusi biasanya
tercatat dan tidak jarang berhubungan dengan open bite. Pada fraktur
ini kemungkinan terjadinya deformitas pada saat palpasi di area
infraorbital dan sutura nasofrontal. Keluarnya cairan cerebrospinal
dan epistaksis juga dapat ditemukan pada kasus ini.
o fraktur dari nasl sampai lacrimal dilanjutkan dengan dasr orbital
pinggir orbital sampai pterygoi, fraktur piramidal GK :maloklusi,
pergerakan terlihat jelas , udem yg luas , ciri khas muka memanjang ,
adanya paltum mole yg jatuh ke dorsum lidah .

 Le fort III
o pembengkakan pd daerah kelopak mata
o Ekimosis periorbita bilateral
o Tes mobilita spd maksila akn menyebabkan pergeseran pd selruh bag atas
wajah
o Ballon face
- Gangguan kesadaran
- Asimetri wajah
 remuknya wajah serta adanya mobilitas tulang zygomatikomaksila kompleks,
disertai pula dengan keluarnya cairan serebrospinal, edema, dan ekimosis
periorbital.
 fraktur sutura, 2/3 .terdapat balooning face .GK: udem kelopak mata, ekimosis
di konjungtiva, fraktur transversal, memisahkan tulng sutura dengan kranium

5. Pemeriksaan yang hrs dilakukan untuk mendiagnosa fraktur maksila?


- Awal: kontrol perdarahan, lihat jalan napas
- subjektif: anamnesis
- objektif
 ekstraoral: inspeksi, palpasi, visual
 intraoral: inspeksi, palpasi

BLOK 22 – LBM 3 Page 6


[RR. SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013

- lanjutan: le fort I foto rontgen proyeksi wjh antero lateral, le fort II&III ft ro
wajah antero lateral, CT Scan, wajah polos, oklusal untuk fraktur proc alveolaris

Tanda-tanda patah pada tulang rahang meliputi :


1. Dislokasi, berupa perubahan posisi rahang yg menyebabkan maloklusi atau
tidak berkontaknya rahang bawah dan rahang atas
2. Pergerakan rahang yang abnormal, dapat terlihat bila penderita
menggerakkan rahangnya atau pada saat dilakukan
3. Rasa sakit pada saat rahang digerakkan
4. Pembengkakan pada sisi fraktur sehingga dapat menentukan lokasi daerah
fraktur.
5. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran dari ujung
tulang yang fraktur bila rahang digerakkan
6. Laserasi yg terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar
fraktur.
7. Discolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkakan
8. Disability, terjadi gangguan fungsional berupa penyempitan pembukaan
mulut.
9. Hipersalivasi dan Halitosis, akibat berkurangnya pergerakan normal
mandibula dapat terjadi stagnasi makanan dan hilangnya efek “self
cleansing” karena gangguan fungsi pengunyahan.
10. Numbness, kelumpuhan dari bibir bawah, biasanya bila fraktur terjadi di
bawah nervus alveolaris.

Pemeriksaan  Dengan inspeksi kita dapat mengetahui kelainan-kelainan


yang terjadi seperti adanya jejas mislanya hematoma,edema, deformitas,
maloklusi, trismus dan kelainan gerak bola mata dan deformitas.
Setelah pemeriksaan inspeksi menyeluruh dan teliti kita sudah menduga
kemungkinan tulang wajah apa yang mengalami kelaina/patah.
Selanjutnya kita lakukan pemeriksaan palpasi untuk mendukung inspeksi
kita. Kelainan yang kita dapati antara lain nyeri tekan, stab off/deformitas,
krepitasi, malloklusi, floating maksila dan unstable mandibula. Pemeriksaan
inspeksi dan palpasi ini dilakukan baik intraoral maupun ekstraoral.

BLOK 22 – LBM 3 Page 7


[RR. SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013

Tidak mudah untuk dapat menegakkan diagnosis fraktur maxillofacial


namun dengan ketrampilan pemeriksaan fisik yang baik dan benar serta
teliti dan ditunjang dengan banyak pengalaman, diagnosis dapat ditegakkan
dengan mudah. Untuk konfirmasi, selanjutnya kita dapat melakukan
pemeriksaan penunjang radiologis skull AP/lateral untuk fraktur nasal dan
mandibula. Pada fraktur Zygoma dan maksila dapat kita konfirmasi dengan
roengent posisi waters. Sedangkan untuk mengetahui fraktur mandibula
secara menyeluruh hingga condylus kita lakukan roentgen Panoramic.

6. Komplikasi setelah perawatan fraktur?


 Awal : perdarahan (robekan pd jar lunak), sumbatan jalan napas (adanya bekuan
darah fragmen tulang dan lepasnya gigi), infeksi
 Lambat:
o Delayed union
o Malunion
o Non union
o Kerusakan syaraf
o Trismus
 Komplikasi  Mempengaruhi bentuk wajah , Perdarahan , Maloklusi,
Infeksi pada RM maupun facial, Gangguan pada hidung , Kerusakan
ductus nasofrontalis: sinusitis frontalis, Kerusakan saraf pusat
 Komplikasi terbagi dua :
1. pada saat kecelakaan atau luka  Pada saat kecelakaan komplikasi yang
terjadi syok dan tekanan pada saraf, ligament, tendon, otot, pembuluh
darah atau jaringan sekitarnya.
2. setelah penatalaksanaan atau operasi.
o Komplikasi post operatif  berhubungan dengan penatalaksanaan
fraktur rahang termasuk maloklusi, osteomyelitis, sequester tulang,
penundaan union, non union, deformitas wajah, fistula oronasal dan
berbagai macam abnormalitas bentuk gigi.
o Maloklusi postoperasi, komplikasi serius pada tatalaksana fraktur
rahang, dapat dicegah dengan assesment yang hati-hati dan sering
pada oklusi yang benar selama reduksi dan stabilisasi lokasi fraktur.
Pilihan penatalaksanaan untuk maloklusi post operatif meliputi
pencabutan segera alat fixasi, diikuti reduksi. Ekstraksi selektif dari

BLOK 22 – LBM 3 Page 8


[RR. SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013

gigi yang malokusi menyebabkan pasien menutup mulut secara jelek


setelah operasi. Tetapi hal ini dianggap sebagai tehnik reduksi yang
dimaklumi.
o Osteomyelitis dan sequestrasi tulang mungkin muncul setelah fraktur
rahang. Gigi yang sakit pada lokasi fraktur dapat memicu semua
komplikasi ini. Komplikasi ini sering dihubungkan dengan delayed
dan non union yang terdiagnosa secara radiologis. Pembuangan
squester tulang dan gigi yang sakit sering menghasilkan penyatuan
tulang.
3. Klasifikasi asthma?
 Stadium 1: terjadi edema dinding bronkus dengan batuk proksisimal karena iritasi
dan batuk kering, trdapat sputum kental yg merupakan benda asing trjadinya
batuk tsb
 Stadium 2: sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak jernih dan
berbusa pd stadium ini biasa sesak naps terjadi, penderita bernapas lbh panjang
dan mengakibatkan mengi
 Stadium 3

 Klasifikasi Asma1,2
Sebenarnya derajat berat asma adalah suatu kontinum, yang berarti bahwa derajat
berat asma persisten dapat berkurang atau bertambah. Derajat gejala eksaserbasi atau
serangan asma dapat bervariasi yang tidak tergantung dari derajat sebelumnya.
 Klasifikasi Menurut Etiologi
Banyak usaha telah dilakukan untuk membagi asma menurut etiologi, terutama
dengan bahan lingkungan yang mensensititasi. Namun hal itu sulit dilakukan antara
lain oleh karena bahan tersebut sering tidak diketahui.
 Klasifikasi Menurut Derajat Berat Asma
Klasifikasi asma menurut derajat berat berguna untuk menentukan obat yang
diperlukan pada awal penanganan asma. Menurut derajat besar asma diklasifikasikan
sebagai intermiten, persisten ringan, persisten sedang dan persisten berat.
 Klasifikasi Menurut Kontrol Asma
Kontrol asma dapat didefinisikan menurut berbagai cara.
Pada umumnya, istilah kontrol menunjukkan penyakit yang tercegah atau bahkan
sembuh. Namun pada asma, hal itu tidak realistis; maksud kontrol adalah kontrol
manifestasi penyakit. Kontrol yang lengkap biasanya diperoleh dengan pengobatan.

BLOK 22 – LBM 3 Page 9


[RR. SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013

Tujuan pengobatan adalah memperoleh dan mempertahankan kontrol untuk waktu


lama dengan pemberian obat yang aman, dan tanpa efek samping.

Klasifikasi Asma Berdasarkan Gejala


Asma dapat diklasifikasikan pada saat tanpa serangan dan pada saat serangan. Tidak ada satu
pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit, pemeriksaan
gejala-gejala dan uji faal paru berguna untuk mengklasifikasi penyakit menurut berat
ringannya. Klasifikasi itu sangat penting untuk penatalaksanaan asma. Berat ringan
asma ditentukan oleh berbagai faktor seperti gambaran klinis
sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari,
pemberian obat inhalasi -2 agonis, dan uji faal paru) serta
obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis
obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Asma
dapat diklasifikasikan menjadi intermiten, persisten ringan,
persisten sedang, dan persisten berat (Tabel 1).
Selain klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi
serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, asma juga
dapat dinilai berdasarkan berat ringannya serangan. Global
Initiative for Asthma (GINA) melakukan pembagian derajat
serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi
paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan
menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut
adalah asma serangan ringan, asma serangan sedang, dan
asma serangan berat. Dalam hal ini perlu adanya pembedaan
antara asma kronik dengan serangan asma akut. Dalam
melakukan penilaian berat ringannya serangan asma, tidak
harus lengkap untuk setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam
menangani pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada.

BLOK 22 – LBM 3 Page 10


[RR. SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, derajad berat ringannya dan


gambaran dari obstruksi saluran nafas. Yang terpenting adalah berdasarkan derajad
berat ringannya serangan, karena berhubungan secara langsung dengan pengobatan
yang akan diberikan
A. Ditinjau dari segi Imunologi, asma dibedakan menjadi :

1. Asma Ekstrinsik, yang dibagi menjadi :

1.1
Asma Ekstrinsik Atopik 3
.
Penyebabnya adalah rangsangan alergen eksternal spesifik dan dapat
diperlihatkan dengan reaksi kulit tipe 1.Gejala klinis dan keluhan cenderung
timbul pada awal kehidupan, 85 % kasus terjadi sebelum usia 30 tahun .
Sebagian besar asma tipe ini mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada
waktu puber, dengan serangan asma yang berbeda-beda pula. Prognosis
tergantung pada serangan pertama yaitu berat ringannya gejala yang
timbul. Jika serangan pertama pada usia muda disertai gejala yang berat,
maka prognosisnya lebih jelek. Didalam darah dijumpai meningkatnya
kadar IgE spesifik, dan pada riwayat keluarga didapatkan keluarga yang
menderita asma.

1.2
Asma Ekstrinsik Non Atopik 3
.
Sifat dari asma ini adalah serangan asma timbul karena paparan dengan
bermacam alergen spesifik, seringkali terjadi pada saat melakukan
pekerjaan atau timbul setelah mengalami paparan dengan alergen yang
berlebihan. Tes kulit memberi reaksi tipe segera, tipe lambat ataupun
keduanya. Dalam serum didapatkan IgE dan IgG yang spesifik. Timbulnya
gejala cenderung pada akhir masa kehidupan, yang disebabkan karena
sekali tersensitisasi, maka respon asma dapat dicetuskan oleh berbagai
macam rangsangan non imunilogik seperti emosi, infeksi, kelelahan dan
faktor sikardian dari siklus biologis.

BLOK 22 – LBM 3 Page 11


[RR. SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013

2 Asma Kriptogenik, yang dibagi menjadi 3

2.1
Asma Intrinsik
.

2.2.Asma Idiopatik
Asma jenis ini, alergen pencetusnya sukar ditentukan, tidak ada alergen
ekstrinsik sebagai penyebab, dan tes kulit memberikan hasil negatif.
Merupakan kelompok yang heterogen, respon untuk terjadi asma
dicetuskan oleh penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda-beda.
Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur diatas 30
tahun dan disebut late onset asthma. Serangan sesak pada tipe ini dapat
berlangsung lama dan seringkali menimbulkan kematian bila pengobatan
tanpa disertai kortikosteroid. Perubahan patologi yang terjadi sama dengan
asma ekstrinsik, namun tidak dapat dibuktikan keterlibatan IgE. Kadar IgE
serum dalam batas normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan asma ekstrinsik. Tes serologis dapat
menunjukkan adanya faktor reumatoid misalnya sel LE. Riwayat alergi
keluarga jauh lebih sedikit dibandingkan dengan asma ekstrinsik yaitu 12
sampai 48 %.

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3


tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh alegren yang spesifik,
seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan
spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi
genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada alegren spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik. Reaksi yang timbul
pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam

BLOK 22 – LBM 3 Page 12


[RR. SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013

jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat,
alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan
sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis
yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap faktor yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh
adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat
dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya
bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika
terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya
juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
A. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk
bunga, spora jamur, bakteri dan polusi)
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam
tangan)
B. Perubahan cuaca

BLOK 22 – LBM 3 Page 13


[RR. SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan
debu.
C. Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul
harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
D. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal
ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu
libur atau cuti.
E.Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut.

4. Etiologi, gambaran klinis asthma?


Etiologi
 Faktor ekstrinsik: timbul karena reaksi hepersensitivitas krna IgE yg bereaksi
antigen yg ada diudara, serbuk, bulu, debu
 Intrinsik: infeksi (virus, bakteri, jamur), cuaca, perubahan tekanan udara,
kelembaban, emosional (takut, cemas, tegang), aktivitas berlebih
Gambaran klinis: sesak napas, mengi pd pg hari menjelang subuh(pengaruh
keseimbangan hormon kortison yg rendah pd pg hari), batuk berdahak

ASMA BRONKHIALE
Tanda / Gejala :
 Obstruksi saluran napas ditandai ganggu pada aliran udara exhalatsi.

BLOK 22 – LBM 3 Page 14


[RR. SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013

 Air trappinng / udara terperangkap yang mengganggu pertukaran udara .


 Wheezing, batuk dan respiratory distress
 Namun tidak semua wheezes selalu asma
Kemungkinan lain:
- Pulmonary edema
- Pulmonary embolism
- Anaphilaxtic ( severe allergent reaction )
- foreign body aspiration
- Pneumonia

Gejala-gejala Penyakit Asma


Secara umum gejala penyakit asma adalah sesak napas, batuk berdahak, dan
suara napas yang berbunyi dimana serinya gejala ini timbul pada pagi hari menjelang
waktu subuh, hal ini dikarenakan pengaruh keseimbangan hormon kortisol yang
kadarnya rendah ketika pagi hari.
Penderita asma akan mengeluhkan sesak napas karena udara pada waktu
bernapas tidak dapat mengalir dengan lancar pada saluran napas yang sempit hal ini
juga yang menyebabkan timbulnya bunyi pada saat bernapas. Pada penderita asma,
penyempitan saluran napas yang terjadi dapat berupa pegerutan dan tertutupnya
saluran oleh dahak yang diproduksi secara berlebihan dan menimbulkan batuk sebagai
respon untuk mengeluarkan dahak tersebut.
Salah satu ciri asma adalah hilangnya keluhan diluar serangan. Artinya, pada
saat serangan, penderita asma bisa kelihatan amat menderita (banyak batuk, sesak
napas, hebat bahkan sampai tercekik) tetapi diluar serangan penderita sehat-sehat saja.
Inilah salah satu yang membedakannya dengan penyakit lain.

Patofisiologi Penyakit Asma


Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe
alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah
besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen

BLOK 22 – LBM 3 Page 15


[RR. SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013

spesifikasinya.

Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila
seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen
bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini
akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang
bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal
pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen
bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan
saluran napas menjadi sangat meningkat Pada asma , diameter bronkiolus lebih
berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa
menekan bagian luar bronkiolus.
Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya
adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama
selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik
dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.Hal ini menyebabkan dispnea.
Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama
serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa
menyebabkan barrel chest.

Manifestasi Klinik
A. Asma Kronik
Asma kronik ditandai dengan episode dispnea yang disertai dengan bengek,
tapi gambaran klinik asma beragam. Pasien dapat mengeluhkan sempit dada, betuk
atau bunyi saat bernapas. Hal ini sering terjadi saat latihan fisik yang dapat terjadi
secara spontan atau berhubungan dengan allergen tertentu. Tanda-tandanya termasuk
bunyi disaat ekspirasi dengan pemeriksaan auskultasi, batuk kering yang berulang
atau tanda atopi.
Asma dapat bervariasi dari gejala harian kronik sampai gejala yang berselang.
Terdapat keparahan dan remisi berulang dan interval antar gejala mingguan, bulanan

BLOK 22 – LBM 3 Page 16


[RR. SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013

atau tahunan. Keparahan ditentukan oleh fungsi paru-paru dan gejala sebelum terapi
disamping jumlah obat dalam mengontrol gejala. Pasien dapat menunjukkan gejala
berselang ringan yang tidak memerlukan pengobatan atau hanya penggunaan
sewaktu-waktu agonis beta inhalasi.
B. Asma Parah Akut
Asma yang tidak terkontrol dapat berlanjut menjadi akut dimana inflamasi,
edema jalan udara, akumulasi mukus yang berlebihan dan bronkospasmus parah yang
menyebabkan penyempitan jalan udara yang serius tidak responsif terhadap terapi
bronkodilator biasa. Pasien mengalami kecemasan dan mengeluhkan dispnea parah,
nafas pendek, sempit dada atau rasa terbakar. Penderita mungkin hanya dapat
mengucapkan kata dalam satu napas. Gejala tidak responsif terhadap penanganan
biasa.
Tanda termasuk bunyi yang terdengar dengan auskultasi saat inspirasi dan
ekspirasi, batuk kering yang berulang, takhipnea, kulit pucat atau kebiruan dan dada
yang mengembang disertai dengan retraksi interkostal dan supra klavilar. Bunyi nafas
dapat hilang bila obstruksi sangat parah.

5. Patofisiologi terjadinya sesak napas pd kasus skenario?


gangguan syaraf otonom (saraf simpatis)blokade adrenergik beta dan hyper reaktif
adregenik alfa (alfa dominan)bronko konstriksiasthma
Pada saat seseorang menderita asma terkena faktor pemicunya (terjadi trauma)
 maka dinding saluran mafasnya akan menyempit dan membengkak menyebabkan
sesak napas. Kadang dinding saluran napas dilumuri oleh lendir yang lengket sehingga
dapat menyebabkan sesak napas yang lebih parah ( Pada jalur saraf otonom, inhalasi
alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan
mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus,
sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan
membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam
submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh
mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa
melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut
dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf
eferen vagal mukosa yang terangsa menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik
senyawa P, neurokinin A dan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida

BLOK 22 – LBM 3 Page 17


[RR. SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013

itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi


plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi)
Jika tidak dapat ditangani dengan baik maka asma dapat menyebabkan
kematian.

PaTofisiologi hematom
Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah,
sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi
perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini
menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah
periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon
inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi
dari plasma dan leukosit.
Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan
untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan
tulang. Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan
dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan
gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai
organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga
meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang
iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal
ini menyebabkan terjadinya edema, sehingga mengakibatkan pembuluh darah
menyempit dan terjadi penurunan perfusi jaringan.

6. Jenis dan etiologi sesak napas?


Etiologi: gangguan hubungan antara kekuatan otot pernapasan, perubahan panjang
otot, dan volume paru
Jenis sesak napas
 Dispneu: sesak napas pendek dan pelan pd saat aktivitas
o Dispneu akut: tiba-tiba, jantung dan trauma dada
o Dispneu kronik: asthma, inflamasi paru, tumor
 Takipneu: sesak napas yg cepat
 Orthopneu: sesak napas pd saat posisi berbaring
 Psikogenik: sesak napas hilang timbul, penaruhi psikis
 Asthma bronkiale
 Dekompensasio kordis: timbul akibat suatu aktivitas fisik yg berat, bisa
berkurang dengan istirahat

BLOK 22 – LBM 3 Page 18


[RR. SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013

 Sesak , adalah Ketidaknyamanan perasaan


dalam bernapas
 Sifatnya: subjektif dan sulit diukur
 Etiologi: paru-paru, jantung, endokrin, ginjal,
neurologi, hematologi atau phsycology
 Prevalensi dyspnea: tidak ada data yang akurat

 DEFINISI SESAK NAPAS  Thoracic Society America (ATS) 


Persepsi subyektif atas ketidaknyamanan
pernapasan yang meliputi sensasi dengan intensitas yang berbeda, sebagai
hasil interaksi dari faktor phsycology, faktor sosial dan faktor lingkungan.
 Gk :
1. Perasaan tidak enak /tidak nyaman saat bernapas
2. Tidak bisa menghirup cukup udara
3. Udara tidak masuk sempurna
4. Rasa penuh di dada
5. Dada terasa berat, sempit
6. Rasa tercekik
7. Napas pendek
8. Napas berat

 Gejala sesak napas:


 Gejala objektif : sesak napas
 Penggunaan otot bantu napas , sehingga nampak
otot berkontraksi /retraksi
 Pernapasan Cuping hidung ( PCH )
 Tachypnea ( Respiratory Rate meningkat )
 Hiperventilasi ( pa CO2 > 40 mmmHg )

 Pembagian sesak napas


( berdasar oksigenasi )
 Gangguan Ventilasi (Pertukaran udara dalam saluran napas ke paru)
 Ketinggian / Pegunungan
 Obstruksi sal. napas
- Larynx dan trachea (Laryngitis, Trauma)
- Bronchus ( Bronchitis acut , Asma)
- Alveoli (Emphysema, Interstitial Lung disease)
 Kompresi (Pneumothorax atau Efusi pleura)
 Kelainan Thoracic ( Pectus excavatum, P.carinatum,Scoliosis dsb)

 Gangguan Difusi (Pertukaran udara dari alveoli ke dalam darah)


Gangguan Aliran darah paru
- Pulmonary Embolism
- Congestive Heart Failure (left side)
- Pulmonary Hypertension

BLOK 22 – LBM 3 Page 19


[RR. SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013

 Gangguan Perfusi (Pertukaran udara dalam pembuluh darah ke


jaringan)
- Gangguan pada Hemoglobin
- Keracunan Carbon Monoxide
- Methemoglobinemia

 Etiologi Sesak napas:


 Penyempitan saluran napas  bronkospasme dengan edema mukosa ,
sumbatan massa intralumen atau desakan massa ekstralumen
 Berkurangnya jaringan paru yang berfungsi
 Berkurangnya elastisitas paru
 Meningkatnya kerja pernapasan
 Gangguan transfer oksigen
 Ventilasi dan perfusi tidak seimbang
 Right to left shunt
 Cardiac output yang tidak memadai
 Rangsangan pada sistem saraf pusat.
 Penyakit neuromuskuler

7. Diagnosis dari skenario?


Fraktur lefort I karena trdpt floating maksila disertai dengan fraktur nassal

8. Perawatan untuk nyeri rahang?


1. Kompres hangat atau dingin.
Kompres sisi wajah yang sakit selama kurang lebih 10 menit dengan
bungkusan es. Lakukan latihan peregangan rahang. Setelah latihan, kompres
pada sisi wajah yang sakit dengan handuk hangat selama kurang lebih 5 menit.
Lakukanlah selama beberapa kali dalam 1 hari.
2. Hindari makan makanan yang keras dan renyah (misalnya kerupuk, wortel
mentah), makanan yang lengket (misalnya karamel), dan makanan yang
bentuknya tebal dan besar yang membuat mulut harus membuka lebar untuk
melahapnya.
3. Disarankan makan makanan yang lunak dan dipotong kecil untuk
mengurangi frekuensi pengunyahan.
4. Hindari pergerakan rahang yang berlebihan, misalnya menguap terlalu
lebar atau mengunyah permen karet.
5. Latihlah postur tubuh yang baik untuk mengurangi sakit di leher dan
wajah. Jangan bertopang dagu atau menjepit telepon di antara bahu dan
telinga.
6. Sebisa mungkin menjaga agar gigi atas dan bawah tidak mengatup

BLOK 22 – LBM 3 Page 20


[RR. SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013

sehingga otot rahang bisa beristirahat.

Perawatan yang dapat dilakukan dengan bantuan Dokter Gigi:


1. Medikasi.
Untuk mengurang sakit, dapat digunakan obat golongan Anti Inflamasi Non
Steroid seperti aspirin atau ibuprofen.
2. Melakukan perawatan gigi korektif.
Lakukan pemasangan gigi tiruan untuk menggantikan gigi yang hilang. Bila
perlu memperbaiki gigitan lakukan perawatan orthodonti.
Saat ini sebaiknya anda mendatangi Dokter Gigi Spesialis Prostodonsia
(Drg.,SpPros) untuk dilakukan pemeriksaan dan penentuan perawatan yang
tepat bagi kasus anda. Setelah itu, anda dapat melakukan terapi sendiri di
rumah sesuai instruksi Dokter Gigi anda.

9. Tindakan emergensi dan lanjutan apa yang diberikan pada pasien tsb?
 Tindakan emergensi: bebaskan jalan napas, kontrol perdarahan, pemberian
oksigen, pemberian adrenalin berperan vasokontriktor untuk penghentian
perdarahan
 Tindakan lanjutan: lefort I menggunakan arch bar lalu difiksasi maksilomandibula
10. Apakah sesak napas pd pasien diakibatkan oleh trauma/riwayat penyakit
asthma pasien?
Bisa keduanya karena obstruksi rongga hidung karena fraktur
11. Apakah ada penanganan khusus pd pasien skenario yg memiliki riwayat
asthma?
Lebih diperhatikan airway dan breathingnya
Prinsip umum pengobatan penyakit asma adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan
asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya
sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan
bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.

12. Apa saja penyebab kluarnya darah dari hidung?


Fraktur
 karena adanya benturan yg terlalu keras di hidung akan mempengaruhi
perdarahan  putusnya pembuluh darah kishel bath

BLOK 22 – LBM 3 Page 21


[RR. SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013

 Penyebab keluar darah dari hidung : gaya geser dari segmen maksila
rupturnya arteri maksilaris interna dan mayor, arteri etmoidalis anterior .

13. Maksud dari pemeriksaan fisik pd skenario?


Cuping hidung, wajah kebiruan: untuk melihat/tnda pernapasan tdk normal
Tensi normal, nadi terlau cepat (tensi tdk significant, putus putus, cepat dan tdk
teratur karena sesak napas pada penderita asma)
Wajah kebiruan diakibatkan kekurangan O2 pd arteri
Sesak napas: kekurangan o2 dan kelebihan CO2 pd arteri, gangguan pernapasan yaitu
gangguan ventilasi aktual shngga trjadi gangguan pd ventilasi paru dan gangguan
difusi paru (Persepsi subyektif atas ketidaknyamanan
pernapasan yang meliputi sensasi dengan intensitas yang berbeda, sebagai hasil
interaksi dari faktor phsycology, faktor sosial dan faktor lingkungan

Abstrak: Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang ditandai
dengan mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran
napas. Secara umum faktor risiko yang dapat memicu terjadinya asma terbagi atas
faktor genetik dan lingkungan. Tujuan pengobatan asma adalah tercapainya kontrol
asma secara klinis.
Tatalaksana asma yang efektif merupakan hasil hubungan yang baik antara dokter
dan pasien, dengan tujuan pasien mandiri. Edukasi merupakan bagian dari interaksi
antara dokter dan pasien.)

BLOK 22 – LBM 3 Page 22

You might also like