Professional Documents
Culture Documents
BLOK 22 LBM 3
STEP 1
1. Floating maksila: maksila yang melayang karena biasanya terjadi trauma (floating
jaw: rabaan RA didaerah apektura filivormis biasanya RA bergerak secara bebas)
2. Wheezing
a. suara memanjang yang disebabkan oleh penyempitan saluran napas dengan
aposisi dinding saluran pernapasan yang suara tsb dihasilkan oleh vibrasi dinding
saluran pernapasn dengan jaringan sekitarnya, merupakan manifestasi
penyempitan saluran napas seperti asthma, bronkitis secara lebih klinis pd saat
ekspirasi.
b. Suara pernapasan, frekuensi tinggi, nyaring yg terdengar saat ekspirasi
3. Retraksi subcostal: tarikan otot-otot bantu pernapasan subcostal, retraksi otot
subcostal terjadi pd penderita asthma
4. Nafas cuping hidung: cuping hidung kembang kempis pada saat bernapas
5. Asthma
a. penyakit yang disebabkan akibat peningkatan respon trakhea dan bronkus
terhadap berbagai macam stimuli yg ditandai dengan penyempitan bronkus dan
sekresi berlebih pd kelenjar mukosa bronkus
b. Penyakit paru dengan ciri khas saluran napas sangat mudah bereaksi terhadap
berbagai rangsang/pencetus dengan manifestasi serangan asthma
c. Saluran mnapas yang mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadapa
rangsangan tertentu (debu, asap, serbuk sari, udara dingin, bulu binatang) yg dpt
mengakibatkan peradangan, dan penyempitan bersifat sementara
Penyakit asma berasal dari kata “Asthma” yang diambil dari bahasa yunani
yang berarti “sukar bernapas”. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak
napas, batuk yang disebabkan oleh penyempitan saluran napas. Asma juga disebut
penyakit paru-paru kronis yang menyebabkan penderita sulit bernapas. Hal ini
disebabkan karena pengencangan dari otot sekitar saluran napas, peradangan, rasa
nyeri, pembengkakan dan iritasi pada saluran napas di paru-paru. Hal lain disebut
juga bahwa asma adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari
trachea dan bronkus terhadap bermacam-macam stimuli yang di tandai dengan
penyempitan bronkus atau bronkiolus dan sekresi berlebih dari kelenjar di mukosa
bronkus.
Menurut National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP) pada
National Institute of Health (NIH) Amerika, asma (dalam hal ini asma bronkial)
didefinisikan sebagai penyakit radang/inflamasi kronik pada paru, yang dikarakterisir
oleh adanya :
(1) penyumbatan saluran nafas yang bersifat reversible (dapat balik), baik secara
spontan maupun dengan pengobatan,
(2) peradangan pada jalan nafas, dan
(3) peningkatan respon jalan nafas terhadap berbagai rangsangan (hiper- responsivitas)
(NAEPP, 1997).
STEP 2
1. Pengertian fraktur maksila?
2. Klasifikasi fraktur maksila?
3. Etiologi fraktur maksila?
4. Gambaran klinis dan gejala fraktur maksila?
5. Pemeriksaan yang hrs dilakukan untuk mendiagnosa fraktur maksila?
6. Komplikasi setelah perawatan fraktur?
7. Klasifikasi asthma?
8. Etiologi, gambaran klinis asthma?
9. Patofisiologi terjadinya sesak napas pd kasus skenario?
10. Jenis dan etiologi sesak napas?
11. Diagnosis dari skenario?
12. Perawatan untuk nyeri rahang?
13. Tindakan emergensi dan lanjutan apa yang diberikan pada pasien tsb?
14. Apakah sesak napas pd pasien diakibatkan oleh trauma/riwayat penyakit asthma
pasien?
15. Apakah ada penanganan khusus pd pasien skenario yg memiliki riwayat asthma?
16. Apa saja penyebab kluarnya darah dari hidung?
17. Maksud dari pemeriksaan fisik pd skenario?
18. Pemeriksaan penunjang untuk kasus diskenario?
STEP 4
Trauma
Tanda Gejala
BLOK 22 – LBM 3 Page 2
[RR. SARAH LADYTAMA – 112 100 165] November 15, 2013
Pemeriksaan
Fraktur Maksila
Asthma
Klasifikasi
Lefort I
perawatan
STEP 7
1. Pengertian fraktur maksila?
Diskontinuitas dari jaringan tulang maksila yang disebabkan oleh adanya kekerasan
yg timbul secara mendadak.
Le Fort II
o Terjadi malkoklusi tetapi tdk separah le fort I
o Pupil cenderung tinggi
o Ekimosis
o Edema periorbital
o Wajah terllihat lbh memanjang
o edema di kedua periorbital, disertai juga dengan ekimosis, yang
terlihat seperti racoon sign. Biasanya ditemukan juga hipoesthesia di
nervus infraorbital. Kondisi ini dapat terjadi karena trauma langsung
atau karena laju perkembangan dari edema. Maloklusi biasanya
tercatat dan tidak jarang berhubungan dengan open bite. Pada fraktur
ini kemungkinan terjadinya deformitas pada saat palpasi di area
infraorbital dan sutura nasofrontal. Keluarnya cairan cerebrospinal
dan epistaksis juga dapat ditemukan pada kasus ini.
o fraktur dari nasl sampai lacrimal dilanjutkan dengan dasr orbital
pinggir orbital sampai pterygoi, fraktur piramidal GK :maloklusi,
pergerakan terlihat jelas , udem yg luas , ciri khas muka memanjang ,
adanya paltum mole yg jatuh ke dorsum lidah .
Le fort III
o pembengkakan pd daerah kelopak mata
o Ekimosis periorbita bilateral
o Tes mobilita spd maksila akn menyebabkan pergeseran pd selruh bag atas
wajah
o Ballon face
- Gangguan kesadaran
- Asimetri wajah
remuknya wajah serta adanya mobilitas tulang zygomatikomaksila kompleks,
disertai pula dengan keluarnya cairan serebrospinal, edema, dan ekimosis
periorbital.
fraktur sutura, 2/3 .terdapat balooning face .GK: udem kelopak mata, ekimosis
di konjungtiva, fraktur transversal, memisahkan tulng sutura dengan kranium
- lanjutan: le fort I foto rontgen proyeksi wjh antero lateral, le fort II&III ft ro
wajah antero lateral, CT Scan, wajah polos, oklusal untuk fraktur proc alveolaris
Klasifikasi Asma1,2
Sebenarnya derajat berat asma adalah suatu kontinum, yang berarti bahwa derajat
berat asma persisten dapat berkurang atau bertambah. Derajat gejala eksaserbasi atau
serangan asma dapat bervariasi yang tidak tergantung dari derajat sebelumnya.
Klasifikasi Menurut Etiologi
Banyak usaha telah dilakukan untuk membagi asma menurut etiologi, terutama
dengan bahan lingkungan yang mensensititasi. Namun hal itu sulit dilakukan antara
lain oleh karena bahan tersebut sering tidak diketahui.
Klasifikasi Menurut Derajat Berat Asma
Klasifikasi asma menurut derajat berat berguna untuk menentukan obat yang
diperlukan pada awal penanganan asma. Menurut derajat besar asma diklasifikasikan
sebagai intermiten, persisten ringan, persisten sedang dan persisten berat.
Klasifikasi Menurut Kontrol Asma
Kontrol asma dapat didefinisikan menurut berbagai cara.
Pada umumnya, istilah kontrol menunjukkan penyakit yang tercegah atau bahkan
sembuh. Namun pada asma, hal itu tidak realistis; maksud kontrol adalah kontrol
manifestasi penyakit. Kontrol yang lengkap biasanya diperoleh dengan pengobatan.
1.1
Asma Ekstrinsik Atopik 3
.
Penyebabnya adalah rangsangan alergen eksternal spesifik dan dapat
diperlihatkan dengan reaksi kulit tipe 1.Gejala klinis dan keluhan cenderung
timbul pada awal kehidupan, 85 % kasus terjadi sebelum usia 30 tahun .
Sebagian besar asma tipe ini mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada
waktu puber, dengan serangan asma yang berbeda-beda pula. Prognosis
tergantung pada serangan pertama yaitu berat ringannya gejala yang
timbul. Jika serangan pertama pada usia muda disertai gejala yang berat,
maka prognosisnya lebih jelek. Didalam darah dijumpai meningkatnya
kadar IgE spesifik, dan pada riwayat keluarga didapatkan keluarga yang
menderita asma.
1.2
Asma Ekstrinsik Non Atopik 3
.
Sifat dari asma ini adalah serangan asma timbul karena paparan dengan
bermacam alergen spesifik, seringkali terjadi pada saat melakukan
pekerjaan atau timbul setelah mengalami paparan dengan alergen yang
berlebihan. Tes kulit memberi reaksi tipe segera, tipe lambat ataupun
keduanya. Dalam serum didapatkan IgE dan IgG yang spesifik. Timbulnya
gejala cenderung pada akhir masa kehidupan, yang disebabkan karena
sekali tersensitisasi, maka respon asma dapat dicetuskan oleh berbagai
macam rangsangan non imunilogik seperti emosi, infeksi, kelelahan dan
faktor sikardian dari siklus biologis.
2.1
Asma Intrinsik
.
2.2.Asma Idiopatik
Asma jenis ini, alergen pencetusnya sukar ditentukan, tidak ada alergen
ekstrinsik sebagai penyebab, dan tes kulit memberikan hasil negatif.
Merupakan kelompok yang heterogen, respon untuk terjadi asma
dicetuskan oleh penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda-beda.
Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur diatas 30
tahun dan disebut late onset asthma. Serangan sesak pada tipe ini dapat
berlangsung lama dan seringkali menimbulkan kematian bila pengobatan
tanpa disertai kortikosteroid. Perubahan patologi yang terjadi sama dengan
asma ekstrinsik, namun tidak dapat dibuktikan keterlibatan IgE. Kadar IgE
serum dalam batas normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan asma ekstrinsik. Tes serologis dapat
menunjukkan adanya faktor reumatoid misalnya sel LE. Riwayat alergi
keluarga jauh lebih sedikit dibandingkan dengan asma ekstrinsik yaitu 12
sampai 48 %.
jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat,
alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan
sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis
yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap faktor yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh
adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat
dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya
bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika
terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya
juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
A. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk
bunga, spora jamur, bakteri dan polusi)
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam
tangan)
B. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan
debu.
C. Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul
harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
D. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal
ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu
libur atau cuti.
E.Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut.
ASMA BRONKHIALE
Tanda / Gejala :
Obstruksi saluran napas ditandai ganggu pada aliran udara exhalatsi.
spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila
seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen
bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini
akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang
bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal
pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen
bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan
saluran napas menjadi sangat meningkat Pada asma , diameter bronkiolus lebih
berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa
menekan bagian luar bronkiolus.
Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya
adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama
selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik
dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.Hal ini menyebabkan dispnea.
Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama
serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa
menyebabkan barrel chest.
Manifestasi Klinik
A. Asma Kronik
Asma kronik ditandai dengan episode dispnea yang disertai dengan bengek,
tapi gambaran klinik asma beragam. Pasien dapat mengeluhkan sempit dada, betuk
atau bunyi saat bernapas. Hal ini sering terjadi saat latihan fisik yang dapat terjadi
secara spontan atau berhubungan dengan allergen tertentu. Tanda-tandanya termasuk
bunyi disaat ekspirasi dengan pemeriksaan auskultasi, batuk kering yang berulang
atau tanda atopi.
Asma dapat bervariasi dari gejala harian kronik sampai gejala yang berselang.
Terdapat keparahan dan remisi berulang dan interval antar gejala mingguan, bulanan
atau tahunan. Keparahan ditentukan oleh fungsi paru-paru dan gejala sebelum terapi
disamping jumlah obat dalam mengontrol gejala. Pasien dapat menunjukkan gejala
berselang ringan yang tidak memerlukan pengobatan atau hanya penggunaan
sewaktu-waktu agonis beta inhalasi.
B. Asma Parah Akut
Asma yang tidak terkontrol dapat berlanjut menjadi akut dimana inflamasi,
edema jalan udara, akumulasi mukus yang berlebihan dan bronkospasmus parah yang
menyebabkan penyempitan jalan udara yang serius tidak responsif terhadap terapi
bronkodilator biasa. Pasien mengalami kecemasan dan mengeluhkan dispnea parah,
nafas pendek, sempit dada atau rasa terbakar. Penderita mungkin hanya dapat
mengucapkan kata dalam satu napas. Gejala tidak responsif terhadap penanganan
biasa.
Tanda termasuk bunyi yang terdengar dengan auskultasi saat inspirasi dan
ekspirasi, batuk kering yang berulang, takhipnea, kulit pucat atau kebiruan dan dada
yang mengembang disertai dengan retraksi interkostal dan supra klavilar. Bunyi nafas
dapat hilang bila obstruksi sangat parah.
PaTofisiologi hematom
Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah,
sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi
perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini
menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah
periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon
inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi
dari plasma dan leukosit.
Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan
untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan
tulang. Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan
dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan
gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai
organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga
meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang
iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal
ini menyebabkan terjadinya edema, sehingga mengakibatkan pembuluh darah
menyempit dan terjadi penurunan perfusi jaringan.
9. Tindakan emergensi dan lanjutan apa yang diberikan pada pasien tsb?
Tindakan emergensi: bebaskan jalan napas, kontrol perdarahan, pemberian
oksigen, pemberian adrenalin berperan vasokontriktor untuk penghentian
perdarahan
Tindakan lanjutan: lefort I menggunakan arch bar lalu difiksasi maksilomandibula
10. Apakah sesak napas pd pasien diakibatkan oleh trauma/riwayat penyakit
asthma pasien?
Bisa keduanya karena obstruksi rongga hidung karena fraktur
11. Apakah ada penanganan khusus pd pasien skenario yg memiliki riwayat
asthma?
Lebih diperhatikan airway dan breathingnya
Prinsip umum pengobatan penyakit asma adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan
asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya
sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan
bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
Penyebab keluar darah dari hidung : gaya geser dari segmen maksila
rupturnya arteri maksilaris interna dan mayor, arteri etmoidalis anterior .
Abstrak: Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang ditandai
dengan mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran
napas. Secara umum faktor risiko yang dapat memicu terjadinya asma terbagi atas
faktor genetik dan lingkungan. Tujuan pengobatan asma adalah tercapainya kontrol
asma secara klinis.
Tatalaksana asma yang efektif merupakan hasil hubungan yang baik antara dokter
dan pasien, dengan tujuan pasien mandiri. Edukasi merupakan bagian dari interaksi
antara dokter dan pasien.)