You are on page 1of 27

6.

Pembagian efloresensi pada kulit

1) Efloresensi primer
a. Makula : kelainan kulit berbatas tegas berupa perubahan warna semata – mata.
Contoh : melanoderma, leukoderma, purpura, petekie, ekimosis.

b. Papul : penonjolan diatas permukaan kulit, sirkumskrip, berukuran < 0,5 cm dan
berisikan zat padat.
c. Plak : peninggian diatas permukaan kulit, permukaan rata dan berisi zat padat,
diameter ≥ 2 cm.
Contoh : papul yang melebar atau papul – papul yang berkonfluensi pada psoriasis.

d. Urtika : edema setempat yang timbul mendadak dan hilang perlahan – lahan.

e. Nodus : massa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau subkutan, dapat menonjol,
diameter > 1 cm.
f. Nodulus : massa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau subkutan, dapat menonjol,
diameter < 1 cm.

g. Vesikel : gelembung berisi cairan serum, beratap, berukuran < 0,5 cm, mempunyai
dasar.

h. Bula : vesikel yang berukuran lebih besar. Dikenal juga istilah bula hemoragik,
bula purulent dan bula hipopion.
i. Pustul : vesikel berisi nanah.

j. Kista : ruangan berdinding dan berisi cairan, sel maupun sisa sel. Isi kista terdiri
atas hasil dindingnya, yaitu serum, getah bening, keringat, sebum, sel epitel, lapisan
tanduk, rambut.

2) Efloresensi sekunder
a. Skuama : lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit.
b. Krusta : cairan badan yang mengering. Dapat bercampur dengan jaringan nekrotik,
maupun benda asing (kotoran, obat, dll).
Krusta terdiri dari :
- Krusta pustulosa : Cairan badan yang mengering berupa nanah.
- Krusta hemoragik : Cairan badan yang mengering berupa darah.
- Krusta sanguinolenta : Cairan badan yang mengering berupa darah dan lendir.
- Krusta medikomentosa : Cairan badan yang mengering disertai sisa obat.
- Krusta serosa : Cairan badan yang mengering berwarna kuning emas
seperti madu.
c. Erosi : kelainan kulit yang disebabkan kehilangan jaringan yang tidak melampaui
stratum basal.

d. Ekskoriasi : hilangnya jaringan sampai ke ujung papil, maka akan terlihat darah yang
keluar selain serum.

e. Ulkus : hilangnya jaringan yang lebih dalam dari ekskoriasi. Ulkus dengan
dmeikian memiliki tepi, dinding, dasar dan isi.
f. Sikatriks : terdiri atas jaringan tak utuh, relief kulit tidak normal, permukaan kulit
licin dan tidak terdapat adneksa kulit.
- Sikatrik atrofik : kulit mencekung
- Sikatrik hipertrofik : terlihat menonjol. Jika sikatrik hipertrofik menjadi
patologik , pertumbuhan melampaui batas luka disebut keloid.

3) Efloresensi tersier
a. Kanalikuli : ruam kulit berupa saluran.
b. Milia : penonjolan diatas permukaan kulit yang berwarna putih,
ditimbulkan oleh penyumbatan kelenjar sebasea.

c. Komedo : Penonjolan kulit karena adanya pelebaran infundibulum folikel


rambut yang terisi masa keratin, sebum & mikroorganisme.

d. Telangiektasis : pelebaran kapiler yang menetap pada kulit.


e. Anetoderma : bila kutis kehilangan elastisitas tanpa perubahan berarti pada
bagian kulit yang lain, dapat dilihat bagian – bagian lain yang bila ditekan dengan jari
seakan – akan berlubang. Bagian yang jaringan elastiknya atrofi disebut anetoderma.
Contoh : striae gravidarum

Klasifikasi Ukuran
a. Miliar : sebesar kepala jarum pentul

b. Lentikular : sebesar biji jagung


c. Nummular : sebesar uang logam 5 rupiah atau 100 rupiah

d. Plakat : en plaque, lebih besar dari nummular

Klasifikasi susunan kelainan / bentuk


a. Linear : seperti garis lurus

b. Sirsinar / anular : seperti lingkaran

c. Arsinar : berbentuk bulan sabit


d. Polisiklik : bentuk pinggiran yang sambung menyambung

e. Korimbiformis : susunan seperti induk ayam yang dikelilingi anak – anaknya

Penyebaran dan lokalisasi


a. Sirkumskrip : berbatas tegas
b. Difus : tidak berbatas tegas
c. Generalisata : tersebar pada sebagian besar bagian tubuh
d. Universal : seluruh atau hampir seluruh tubuh (90 – 100%)
e. Soliter : hanya satu lesi
f. Herpetiformis : vesikel berkelompok seperti pada herpes zoster
g. Konfluens : dua atau lebih lesi yang menjadi satu
h. Diskret : terpisah satu dengan yang lain
i. Serpiginosa : proses yang menjalar ke satu jurusan diikuti oleh penyembuhan pada bagian
yang ditinggalkan
j. Irisformis : eritema berbentuk bulat lonjong dengan vesikel warna yang lebih gelap
ditengahnya
k. Simetrik : mengenai kedua belah badan yang sama
l. Bilateral : mengenai kedua belah badan
m. Unilateral : mengenai sebelah badan
10. Pembagian penyakit virus pada kulit

1) Herpes zoster
a. Definisi
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela – zoster yang menyerang kulit dan
mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
b. Gejala klinis
Masa tunasnya 7 – 12 hari. Masa aktif berupa lesi – lesi baru yang tetap timbul
berlangsung kira – kira 1 minggu. Masa resolusi berlangsung ± 1 – 2 minggu.
- Paling sering terkena pada daerah torakal.
- Sebelum timbul gejala kulit, terdapat gejala prodromal sistemik (demam, pusing,
malaise) ataupun local (nyeri otot, nyeri tulang, gatal, pegal, dsb).
- Gejala kulit berupa eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel
berkelompok dengan dasar kulit eritematosa dan edema.
- Vesikel awalnya berwarna jernih kemudian menjadi keruh, kadang vesikel berisi
darah yang disebut herpes zoster hemoragik.
- Vesikel dapat menjadi pustule dan krusta.
- Dapat timbul infeksi sekunder sehingga menibulkan ulkus dengan penyembuhan
berupa sikatriks.
- Hiperestesi pada daerah yang terkena.
- Lokalisasi unilateral dan bersifat dermatomal sesuai tempat persarafan.
- Dapat dijumpai pembesaran KGB regional.
- Dapat menyebabkan gangguan motorik jika menyerang ganglion anterior bagian
motorik kranialis.
c. Jenis – jenis herpes zoster
- Herpes zoster optalmikus : infeksi cabang pertama nervus trigeminus sehingga
menimbulkan kelainan pada mata.
- Sindrom ramsay hunt : gangguan nervus fasialis dan otikus, sehingga memberikan
gejala paralisis Bell, kelainan kulit sesuai tingkat persarafan, tinnitus, vertigo,
gangguan pendengaran, nistagmus, nausea dan gangguan pengecapan.

- Herpes zoster abortif : berlangsung dalam waktu singkat dan kelainan kulit hanya
berupa vesikel dan eritema.

- Herpes zoster generalisata : kelainan unilateral dan segmental ditambah kelainan


yang menyebar secara generalisata berupa vesikel soliter dan ada umbilikasi.
- Neuralgia pascaherpetik : rasa nyeri pada daerah bekas penyembuhan lebih dari 1
bulan setelah penyakit sembuh. Nyeri dapat berlangsung beberapa bulan bahkan
beberapa tahun.

d. Tatalaksana
- Prinsip : terapi sistemik bersifat simtomatik, nyeri diberikan analgetik dan jika
disertai infeksi sekunder diberikan antibiotic.
- Obat antiviral : diindikasikan untuk herpes zoster oftalmikus dan pasien dnegan
defisiensi imunitas. Dapat diberikan asiklovir 5 x 800mg sehari selama 7 hari atau
dapat diberikan valasiklovir 3 x 1000mg 1 hari karena konsentrasi dalam plasma
lebih tinggi. Obat lain yaitu famsiklovir dan pensiklovir mempunyai waktu paruh
eliminasi yang lebih lama sehingga cukup diberikan 3 x 250 mg sehari dalam 3 hari
pertama sejak lesi muncul. Jika lesi baru masih tetap muncul, obat – obat tersebut
dapat dilanjutkan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak muncul lagi.
- Nyeri neuropatik : dapat diberikan pregabalin dengan dosis awal 2 x 75mg sehari,
setelah 3 – 7 hari jika responsnya kurang dapat dinaikkan menjadi 2 x 150 mg
sehari. Dosis maksimum 600mg sehari. Efek samping : dizziness dan somnolen.
- Dapat diberikan antidepresi trisiklik : amitriptilin 75mg sehari kemudian
ditinggikan sampai timbul efek terapeutik biasanya Antara 150 – 300 mg sehari.
Dapat juga diberikan nortriptilin 50 – 150mg sehari.
- Kortikosteroid : indikasi untuk sindrom Ramsay Hunt. Dapat diberikan prednisone
3 x 20mg sehari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap.
- Obat topikal : bergantung pada stadium. Jika masih stadium vesikel dapat diberikan
bedak untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila
erosive diberikan kompres terbuka. Ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.

2) Herpes simpleks
a. Definisi
Infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I
atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel berkelompok diatas kulit yang sembab
dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung
baik primer maupun rekurens.
b. Gejala klinis
Infeksi VHS berlangsung dalam 3 tingkat :
- Infeksi primer
o Tempat predileksi VHS tipe I didaerah pinggang keatas terutama mulut dan
hidung, biasanya dimulai pada usia anak – anak. Inokulasi dapat terjadi
secara kebetulan, misalnya kontak kulit pada perawat, dokter gigi atau pada
ornag yang sering menggigit jari (herpetic whit-low). Virus ini juga sebagai
penyebab herpes ensefalitis. Infeksi primer oleh VHS tipe II mempunyai
tempat predileksi didaerah pinggang ke bawah, terutama genital, juga dapat
menyebabkan herpes meningitis dan infeksi neonates.
o Daerah predileksi ini sering kacau karena adanya hubungan seksual seperti
orogenital sehingga herpes yang terdapat didaerah genital kadang
disebabkan oleh VHS tipe I sehingga di mulut dan rongga mulut dapat
disebabkan oleh VHS tipe II.
o Infeksi primer dapat berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira – kira 3
minggu dan dapat disertai gejala sistemik seperti demam, malaise,
anoreksia dan dapat ditemukan pembesaran KGB regional.
o Kelainan klinis dapat berupa vesikel berkelompok diatas kulit yang sembab
atau eritematosa, berisi cairan jernih kemudian menjadi seropurulen, dapat
menjadi krusta dan kadang mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya
sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak terdapat indurasi.
o Kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga memberi gambaran yang
tidak jelas.
o Umumnya terjadi pada orang yang mengalami kekurangan antibodi VHS.
- Fase laten
o Pada penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi VHS dapat ditemukan
dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis.
- Infeksi rekurens
o VHS pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan tidak aktif, dengan
mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga menimbulkan
gejala klinis. Mekanisme pacu itu dapat berupa trauma fisik (demam,
infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dsb), trauma psikis (gangguan
emosional, menstruasi) dan dapat pula akibat makanan atau minuman yang
merangsang.
o Gejala klinis lebih ringan dari infeksi primer, berlangsung ± 7 – 10 hari.
o Sering ditemukan gejala prodromal local sebelum timbul vesikel berupa
rasa panas, gatal dan nyeri.
o Infeksi rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama (loco) atau tempat
lain / tempat disekitarnya (non loco).
c. Tatalaksana
- Sampai saat ini belum ada pengobatan yang dapat mencegah rekurensi secara
tuntas.
- Pada lesi dini : obat topical berupa salap / krim yang mengandung preparat
idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-P) dengan cara aplikasi yang sering
dengan interval beberapa jam.
- Asiklovir topikal : mengganggu replikasi DNA virus. Klinis hanya bermanfaat jika
penyakit sedang aktif.
- Asiklovir oral : 5 x 200 mg sehari selama 5 hari.
- Asiklovir parenteral : ditujukan kepada penyakit yang lebih berat atau jika timbul
komplikasi pada alat dalam. Begitu pula dengan preparat adenine arabinosid
(vitarabin).
- Interferon sebuah preparat glikoprotein yang dapat menghambat reproduksi virus
juga dapat dipakai secara parenteral.
- Ulserasi : kompres.

Untuk mencegah rekurens macam – macam usaha yang dilakukan dengan tujuan
meningkatkan imunitas seluler, misalnya pemberian preparat lupidon H untuk VHS
tipe I dan lupidon G untuk VHS tipe II dalam satu seri pengobatan.

3) Veruka
a. Definisi
Hiperplasi epidermis disebabkan oleh human papilloma virus tipe tertentu.
b. Klasifikasi dan gejala klinis
- Veruka vulgaris dengan varian veruka filiformis
 Kutil ini terutama terdapat pada anak.
 Tempat predileksi terutama di ekstremitas ekstensor namun penyebaran
dapat ke bagian lain tubuh termasuk mukosa mulut dan hidung.
 Kutil berbentuk bulat berwarna abu – abu, besar lenticular atau jika
berkonfluens dapat berbentuk plakat, permukaan kasar (verukosa).
 Dengan goresan dapat timbul autoinokulasi sepanjang goresan disebut
fenomen Kobner.
 Terdapat induk kutil yang akan menimbulkan anak – anak kutil dalam
jumlah banyak.
 Veruka filiformis : terdapat didaerah muka dan kulit kepala berbentuk
sebagai penonjolan yang tegak lurus pada permukaan kulit dan
permukaannya verukosa.

- Veruka plana juvenilis


 Ukuran miliar atau lentikular, permukaan licin dan rata, berwarna sama
dengan kulit atau berwarna kecoklatan.
 Penyebaran terutama didaerah muka dan leher, dorsum manus dan pedis,
pergelangan tangan serta lutut.
 Terdapat fenomen Kobner.
 Dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
 Jumlah kutil dapat sangat banyak.
 Terjadi terutama pada anak dan usia muda.
- Veruka plantaris
 Terdapat di telapak kaki terutama didaerah yang mengalami tekanan.
 Bentuk berupa cincin keras dengan bagian tengah agak lunak dan berwarna
kekuningan.
 Permukaan licin akibat gesekan dan terasa nyeri saat berjalan.
 Jika beberapa veruka bersatu dapat memberi gambaran mosaik.

c. Tatalaksana
Macam – macam terapi topikal :
- Bahan kaustik : misalnya larutan Ag NO3 25%, asam triklosetat 50% dan fenol
likuifaktum.
- Bedah beku : missal CO2, N2 dan N2O
- Bedah scalpel.
- Bedah listrik.
- Bedah laser.

4) Kondiloma akuminata
a. Definisi
Vegetasi oleh human papilloma virus tipe tertentu, bertangkai dan permukaannya
berjonjot.
b. Gejala klinis
- Terutama terdapat didaerah lipatan yang lembab, misalnya genitalia eksterna.
- Pada pria tempat predileksinya di perineum dan sekitar anus, sulkus koronarius,
glans penis, muara uretra eksternum, korpus dan pangkal penis.
- Pada wanita didaerah vulva , introitus vagina, kadang pada porsio uteri. Terdapat
fluor albus atau pada wanita hamil pertumbuhan penyakit lebih cepat.
- Kelainan kulit berupa vegetasi yang bertangkai dan berwarna kemerahan kalau
masih baru, jika telah lama agak kehitaman.
- Permukaan berjonjot (papilomatosa) sehingga pada vegetasi besar dapat dilakukan
percobaan sondase.
- Infeksi sekunder : warna kemerahan menjadi keabu – abuan dan berbau tidak enak.
- Vegetasi yang besar disebut Giant Condyloma (buschke), menimbulkan degenerasi
maligna sehingga harus dilakukan biopsi.

c. Tatalaksana
- Kemoterapi
 Podofilin :
o Menggunakan tingtur podofilin 25%.
o Kulit disekitarnya dilindungi dengan vaselin atau pasta agar tidak
iritasi, setelah 4 – 6 jam dicuci.
o Jika belum ada penyembuhan dapat diulangi selama 3 hari.
o Setiap kali pemberian tidak boleh > 0,3 cc karna bersifat toksik.
o Kontraindikasi pada wanita hamil karna menyebabkan kematian
fetus.
 Asam triklorasetat
o Digunakan larutan dengan konsentrasi 50%, dioleskan setiap
minggu.
o Pemberian harus hati – hati karena dapat sebabkan ulkus yang
dalam.
o Dapat diberikan pada wanita hamil.
 5-fluorourasil
o Konsentrasi Antara 1 – 5% dalam krim, dipakai terutama pada lesi
di meatus uretra.
o Pemberian setiap hari sampai lesi hilang.
o Sebaiknya penderita tidak miksi selama 2 jam setelah pengobatan.
- Bedah listrik (elektrokauterisasi)
- Bedah beku (N2,N2O cair)
- Bedah scalpel
- Laser karbondioksida
Luka lebih cepat sembuh dan meninggalkan sedikit jaringan parut bila
dibandingkan elektrokauterisasi.
- Interferon
o Dapat diberikan intramuscular ataupun topical
o Interferon alfa : dosis 4 – 6 mU i.m 3 x seminggu selama 6 minggu atau
dengan dosis 1 – 5 mU i.m selama 6 minggu.
o Interferon beta : dosis 2 x 106 unit i.m selama 10 hari berturut – turut.
- Imunoterapi
Pada penderita dengan lesi yang luas dan resisten terhadap pengobatan dapat
diberikan pengobatan bersama imunostimulator.

5) Moluskum kontagiosum
a. Definisi
Penyakit yang disebabkan oleh virus poks.
b. Gejala klinis
Masa inkubasi berlangsung 1 sampai beberapa minggu.
- Kelainan kulit berupa papul miliar kadang lenticular dan berwarna putih seperti
lilin, berbentuk kubah yang ditengahnya terdapat lekukan (delle).
- Jika dipijat akan keluar massa berwarna putih seperti nasi.
- Lokalisasi didaerah muka, badan dan ekstremitas sedangkan pada orang dewasa
dibagian pubis dan genitalia eksterna.
- Kadang timbul infeksi sekunder sehingga timbul supurasi.
c. Tatalaksana
- Prinsip : mengeluarkan massa yang mengandung badan moluskum.
- Dengan alat : ekstraktor komedo, jarum suntik atau kuret.
- Cara lain : elektrokauterisasi atau bedah beku dengan CO2, N2, dsb.
- Pada orang dewasa harus dilakukan terapi pada pasangan seksual.

6) Varisela
a. Definisi
Infeksi akut primer oleh virus varisela – zoster yang menyerang kulit dan mukosa.
b. Gejala klinis
Masa inkubasi berlangsung 14 – 21 hari.
- Gejala prodromal : demam yang tidak terlalu tinggi, malaise dan nyeri kepala,
disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu
beberapa jam berubah menjadi vesikel.
- Bentuk vesikel berupa tetesan embun (tear drops).
- Vesikel akan berubah menjadi pustule kemudian menjadi krusta.
- Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi vesikel – vesikel yang baru sehingga
menimbulkan gambaran polimorfi.
- Penyebaran terutama didaerah badan kemudian menyebar secara sentrifugal ke
muka dan ekstremitas serta dapat menyerang selaput lender mata, mulut dan saluran
napas bagian atas.
- Infeksi sekunder ditandai adanya pembesaran KGB regional.
- Disertai rasa gatal.
- Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menyebabkan kelainan
kongenital sedangkan infeksi pada beberapa hari menjelang kelahiran dapat
menyebabkan varisela kongenital pada neonates.
c. Tatalaksana
- Simtomatik : antipiretik dan analgetik. Untuk menghilangkan gatal dapat diberikan
sedative.
- Lokal : bedak yang ditambah dengan anti gatal (mentol, kamfora) untuk mencegah
pecahnya vesikel serta menghilangkan rasa gatal.
- Infeksi sekunder : antibiotika berupa salap dan oral. Dapat juga diberikan antivirus.
- Varicella zoster immunoglobulin (V.Z.I.G) dapat mencegah atau meringankan
varisela. Diberikan i.m dalam 4 hari setelah terpajan.
Vaksinasi

- Berasal dari galur yang dilemahkan.


- Diberikan pada umur ≥ 12 bulan.
- Lama proteksi belum diketahui pasti, meskipun demikian vaksin ulangan dapat
diberikan setelah 4 – 6 tahun.
- Usia 12 bulan – 12 tahun : pemberian subkutan 0,5 ml.
- Usia > 12 tahun juga diberikan 0,5 ml, setelah 4 – 8 minggu diulangi dengan dosis
yang sama.
- Bila terpajan baru < 3 hari perlindungan vaksin yang diberikan masih terjadi.
Sedangkan antibody yang cukup sudah timbul Antara 3 – 6 hari setelah vaksinasi.

7) Variola
a. Definisi
Penyakit virus yang disertai keadaan umum yang buruk dan dapat menyebabkan
kematian.
b. Gejala klinis
Masa inkubasi 2 – 3 minggu, terdapat 4 stadium :
- Stadium inkubasi erupsi (prodromal)
Terdapat nyeri kepala, nyeri tulang dan sendi disertai demam tinggi, menggigil
lemas dan muntah – muntah yang berlangsung selama 3 – 4 hari.
- Stadium makulo-papular
Timbul macula – macula eritematosa yang cepat menjadi papul – papul, terutama
dimuka dan ekstremitas termasuk telapak tangan dan telapak kaki. Pada stadium ini
suhu tubuh normal kembali dan penderita merasa sehat kembali dan tidak timbul
lesi baru.
- Stadium vesikulo-pustulosa
Dalam waktu 5 – 10 hari timbul vesikel – vesikel yang kemudian menjadi pustule
– pustule dan pada saat ini suhu tubuh meningkat lagi. Pada kelainan tersebut
timbul umbilikasi.
- Stadium resolusi
Berlangsung dalam waktu 2 minggu, timbul krusta – krusta dan suhu tubuh mulai
menurun. Kemudian krusta tersebut lepas dan menimbulkan sikatriks yang atrofi.
Kadang timbul perdarahan yang disebabkan depresi hematopoetik dan disebut
sebagai black variola yang sering fatal.
Mortalitas variola bervariasi diantara 1 – 50%.

c. Tatalaksana
- Penderita harus dikarantinakan.
- Sistemik : dapat diberikan obat antiviral (asiklovir atau valasiklovir) misalnya
isoprinosin dan interferon, dapat pula diberikan globulin gama.
- Analgetik / antipiretik.
- Awasi infeksi sekunder atau infeksi nosokomial serta cairan tubuh dan elektrolit.
- Jika dimulut masih terdapat lesi, diberikan makanan lunak.
- Pengobatan topical bersifat penunjang, misalnya kompres dengan antiseptic atau
salap antibiotik.
Profilaksis

Vaksinasi dengan virus vaksinia yang diberikan dengan metode multiple puncture,
merupakan teknik yang dianggap terbaik. Pada waktu pemberian vaksinasi tempat
tersebut tidak dibersihkan menggunakan alcohol, tetapi cukup dengan eter atau aseton
agar alkohol tidak menginaktifkan virus vaksinia tersebut.

Kontraindikasi vaksinasi : atopi, penderita yang sedang mendapat kortikosteroid


dan dengan defisiensi imunologik.
14. Eritroderma

1) Definisi
Eritroderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro (merah) dan dermatos
(kulit), merupakan peradangan kulit yang mengenai 90% atau lebih pada permukaan kulit
yang biasanya disertai skuama. Nama lain dari eritroderma adalah dermatitis eksfoliativa
generalisata. Kata ‘eksfoliasi’ berdasarkan pengelupasan skuama yang terjadi, walaupun
kadang tidak terlalu terlihat dan kata ‘dermatitis’ digunakan berdasarkan terdapatnya reaksi
eksematus.

2) Patogenesis
Patogenesis terjadinya eritroderma tergantung penyakit yang mendasari. Kadar
imunoglobulin E (IgE) yang tinggi dapat ditemukan pada eritroderma dan untuk masing-
masing tipenya memiliki kadar yang berbeda-beda. Pada teori dikatakan bahwa tingginya
kadar IgE pada eritroderma akibat psoriasis mungkin disebabkan karena perubahan T-
helper-1 (Th1) menjadi T-helper-2 (Th2) dengan memproduksi sitokin-sitokin yang
bersifat toksik. Mekanisme lain juga bisa terjadi karena adanya produksi primer dari IgE
pada dermatitis atopik. HyperIgE syndrome dihubungkan dengan kejadian eritroderma
yang berkaitan dengan reaksi/alergi, yang mana produksi IgE yang berlebih juga akan
mengsekresi interferon-γ secara berlebih.
Pada eritroderma terjadi peningkatan epidermal turnover rate, kecepatan mitosis
dan jumlah sel kulit germinatif meningkat lebih tinggi dibanding normal. Selain itu, proses
pematangan dan pelepasan sel melalui epidermis menurun yang menyebabkan hilangnya
sebagian besar material epidermis, yang secara klinis ditandai dengan skuama dan
pengelupasan yang hebat.

3) Gejala klinis
Eritroderma dapat timbul sebagai perluasan dari penyakit kulit yang telah ada
sebelumnya (psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis spongiotik, dll), reaksi hpersensitivitas
obat (antiepilepsi, antihipertensi, antibiotika, calcium channel blocker dan bahan topikal),
penyakit sistemik termasuk keganasan, serta idiopatik.
Eritroderma secara klinis digambarkan dengan eritema luas, skuama, pruritus dan
lesi primernya biasanya sulit ditentukan. Peradangan kulit yang begitu luas pada
eritroderma merupakan salah satu penyakit yang dapat mengancam jiwa. Risiko ini
semakin meningkat bila diderita oleh penderita dengan usia yang sangat muda atau pada
usia lanjut. Pada beberapa penderita, eritroderma dapat ditoleransi dan berada pada kondisi
yang kronik. Kegawatdaruratan meningkat akibat kehilangan barier, terbukanya port
d'entrée bakteri, peningkatan epidermal water loss, kehilangan protein karena peningkatan
aktivitas proliferasi dan metabolik, deskuamasi yang tak terkontrol serta resiko tinggi gagal
jantung.
Pada beberapa kasus, skuama tidak selalu ditemukan, misalnya pada eritroderma
yang disebabkan oleh alergi obat sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama. Pada
keadaan kronik, eritema tidak begitu jelas karena bercampur dengan hiperpigmentasi.

4) Tatalaksana
Pengobatan eritroderma lini pertama adalah tirah baring di rumah sakit dan
pemberian emolien. Terapi lini kedua umumnya adalah kortikosteroid, baik topikal
maupun sistemik. Dosis kortikosteroid pada eritroderma akibat reaksi alergi obat adalah 1-
2 mg/kgbb/ hari dengan tapering off. Penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam
beberapa hari hingga beberapa minggu. Terapi kombinasi berupa methotrexat 5-7,5
mg/kgbb/hari atau cyclosporine 3,5-4 mg/kgbb/hari. Diharapkan dengan pemberian terapi
secara sistemik, terapi kombinasi, serta perlakuan dan edukasi yang tepat, proses
penyembuhan eritroderma menjadi lebih cepat.

You might also like