You are on page 1of 4

Agency Conflict (Konflik Keagenan)

Menurut Ardiyos (2006), Konflik keagenan adalah konflik yang timbul antara

pemilik, karyawan dan manajer perusahaan dimana ada kecendrungan manajer lebih

menempatkan kepentingan pribadi di atas kepentingan perusahaan. Konflik ini muncul

terutama apabila perusahaan menghasilkan aliran kas bersih (free cash flow). (hlm.26)

Problem keagenan muncul ketika kontrol atas sumber daya didelegasikan oleh satu

pihak (pemodal) kepada pihak lain (agen), namun keduanya memiliki kepentingan yang

berbeda dan pihak pemodal tidak dapat menilai secara akurat dan mengendalikan tindakan

sang agen. Potensi konflik keagenan yang melibatkan para deposan dan pemegang saham

serta pemerintah dan pemegang saham telah sering dikaji. Kajian lebih luas dicurahkan pada

konflik antara pemilik utang dan pemegang saham. (Latifa dan Mervyn, 2007, hlm. 213)

Di dalam buku yang ditulis oleh Kariyoto (2018), menjelaskan

“Manajer professional sering ditugasi untuk pengendalian perusahaan dewasa


ini, dan bukan yang memiliki perusahaan. Pemilik tidak dapat lagi sebab
keterbatasannya untuk mengontrol perusahaan yang menjadi semakin berkembang
dan komplek. Sudah dibahas sebelumnya bahwa goal utama yang wajib dicapai ialah
memaksimumkan welfare pemilik perusahaan.
Manajemen disini dapat dipandang sebagai agen dari pemilik perusahaan yang
mempekerjakan mereka, memberikan wewenang dan kekuasaan dalam decision
making terbaik yang memberi keuntungan pemilik perusahaan. Secara operasional,
manajer yang memiliki kurang dari 100 % common stock perusahaan bisa
dikategorikan sebagai agen pemilik perusahaan.
Manajer keuangan secara teoritis hamper semua setuju terhadap goal
memaksiumkan welfare pemilik perusahaan. Tetapi dalam riilnya, mereka bila
berkepentingan terhadap welfare individu, work safe, style life, dan laba yang lain
seperti kantor yang megah, keanggotaan professional, fasilitas memadai, mobil
pribadi dan tiket berliburan yang semuanya dibebankan atas cost perusahaan.
Bermacam interest itu membuat manajer menjadi tidak mau untuk decision making
yang lebih mengandung risiko. Jika mereka memiliki persepsi risk yang dihadapi
lebih tinggi dibandingkan dengan kemungkinan hilangnya job dan hancurnya reputasi
seorang. Dampak manajer tidak lagi mengoptimalkan welfare pemilik saham
melainkan mengambil middle way dengan meminimumkan loss potensial dari
pemegang saham.
Konflik antar group atau agency problem ialah kkonflik yang muncul antara
pemilik, buruh dan manajer manufaktur di mana ada cenderung manajer lebih
mementingkan goal seseorang dari pada goal perusahaan. Agency problem timbul
terutama jika perusahaan menghasilkan cash flow bebas yang sangat tinggi. Yang
dimaksud dengan cash flow bebas ialah cash flow bersih yang tidak bisa
diinvestasikan kembali sebab tidak ada kesempatan investment yang untung. Selain
itu perdebatan antara manajemen dan pemilik saham sering muncul dalam transaksi
pembelian sebuah manufaktur oleh perusahaan yang sangat besar dengan
menggunakan liability yang sering disebut juga dengan leveraged buyout (LBO).
Manajemen dalam hal ini dengan leveraged buyout biasa merasa bahwa manufaktur
dievaluasi terlalu minim atau underprice akan mengatur MOU kredit, melakukan
demand atau tender offer untuk membeli saha manufaktur yang sebelumnya tidak
dipunyai oleh kelompok manajemen, dan selanjutnya secara direct mengontrol
sekaligus memiliki perusahaan. problem antara manajemen dan pemilik saham timbul
sebab dalam praktik pembelian saham itu manajemen sering dipandang menjalankan
penawaran yang tidak wajar.
Agency conflict yang lain dapat terjadi antara stockholders dengan
debtholders. Hal ini disebabkan karena debtholders merasa diformat sebagai “kuda
hitam” bagi pemilik saham, artinya kreditur dieksploitasi oleh pemilik saham.
Pemahaman seperti itu muncul karena jika perusahaan berhasil maka pihak yang
paling menikmati sukses itu adalah pemilik saham, namun jika perusahaan mengalami
kesusahan atau bangkrut maka risk akan ditanggung oleh pemilik saham dan kreditor.
Logika semacam ini dapat juga dijelaskan bahwa jika perusahaan memperoleh
kredit maka tidak ubahnya pemilik saham membeli call option terhadap perusahaan.
Jika kemudian hari value perusahaan lebih bagus dan tinggi dibanding liability maka
pemilik saham akan mengexcersie call option yang bermakna pemilik saham akan
melunasi liability perusahaan. Karena apabila investasi yang dijalankan tidak berhasil
dan mengakibatkan nilai perusahaan lebih kecil dibanding utang maka pemegang
saham tidak akan mengexercise terjadinya konflik antara pemegang sahamm dengan
kreditor.
Agency conflict telah disinggung sebelumnya bahwa dapat terjadi antara
manajemen dengan pemegang saham. Seharusnya manajemen sebagai agen
pemegang saham harus mengambil keputusan terbaik of interest of stockholders.
Namun dalam kenyataannya seringkali manajer karena kurangnya insentif yang
diterima justru lebih mementingkan kepentingan sendiri. Oleh sebab itu cara yang
dapat digunakan agar manajer selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan
pemegang saham adalah dengan memberikan stock option. Manajer diberi hak untuk
membeli saham perusahaan dengan jumlah tertentu dengan harga yang telah
ditentukan. Dengan demikian manajer akan berusaha selalu meningkatkan harga
saham perusahaan. Karena peningkatan harga saham perusahaan berarti milai stock
option juga akan meningkat. Cara lain yang bisa dimanfaatkan adalah dengan
meminta pembagian dividen dalam julah yang besar sehingga tidak terdapat free cash
flow. Apabila manajer memerlukan dana untuk investasi maka manajer terpaksa harus
mencari sumber dana eksternal. Apabila hal ini dilakukan secara periodic maka
secaraa tidak langsung pemegang saham menempatkan manajer dibawah pengawasan
pihak eksternal.
Hubungan keagenan sekali lagi terjadi pada saat principal mempekerjakan
agen dan sekaligus memberikan wewenang kepada agen untuk mengambil keputusan.
Dalam perusahaan dimana manajernya memiliki saham kurang dari serrtus persen
akan terjadi hubungan keagenan dengan konsekuensi potensial terjadi konflik
keagenan. Perusahaan untuk memperkecil konflik keagenan tersebut harus
mengeluarkan cost yang kemudian dinamai dengan cost keagenan atau agency cost.
Agency cost tersebut meliputi cost untuk membuat sistem informasi financial
yang baik; cost akuntan publik untuk mengaudit laporan financial agar tidak ada
fraud; pemberian insentif kepada manajemen termasuk buruh; perekrutan anggota
komisaris dari luar manufaktur supaya netral; cost control management; biaya untuk
membenahi organisasi supaya tidak muncul penyimpangan dan opportunities cost
yang menjadi beban dan harus ditanggung sebab adanya restriction baik dari
pemmilik saham dan kreditur; dan secara lebih rinci dijelaskan pada bagian berikut.
Terdapat beberapa mekanisme yang dapat memotivasi manajer agar bertindak yang
terbaik bagi kepentingan pemegang saham seperti: ancaman kehilangan pekerjaan,
ancaman pembelian oleh perusahaan lain attau takeover; dan kompensasi atau
insentif. Dalam usaha meminimumkan agency problem maka diperlukan cost yang
dinamakan agency cost.
Pemegang saham, manajemen dan kreditor, seperti telah disinggung
sebelumnya, perlu melakukan usaha untuk mensejajarkan kepentingan supaya tidak
terjadi perselisihan keagenan. Adapun upaya yang bisa dijalankan guna
meminimumkan konflik keagenan tersebut sebagai berikut:
1. Kompensasi yang memadai baik wujud kompensasi minimal, kompensasi plus dan
pemberian yang berupa stock option hak dapat membeli saham perusahaan dimasa
mendatang dengan kuantitas dan price yang telah ditetapkan di muka. Pemberian
stock option ini diyakini dapat meminimalkan perselisihan keagenan, sebab semakin
bagus kinerja perusahaan, maka price saham akan semakin mahal. Hal ini tidak saja
berdapmpak pada meningkatkan welfare pemegang saham karena pula meningkatkan
nilai opsi manajemen.
2. Direct Intervensi oleh pemegang saham. Terakhir ini kepemilikan saham cenderung
semakin dikuasai di tangan investor kelembagaan hal ini jelas memudahkan bagi
investor untuk menjalankan direct investment. Karena investor kelembagaan tersebut
dapat dengan gampang mengalokasikan orang-orangnya dijajaran pimpinan direksi.
3. Tindakan tegas untuk diberhentikan atau threat of firing. Ada contoh pengawas
perusahaan harus diberhentikan sebab kinerja yang tidak bagus. Selain itu pasar
mechanism diyakini bisa membuat displin manajemen karena manajer yang tidak
profesional, kerja tidak baik tentu tidak akan memperoleh tempat dan apresiasi yang
memadai.
4. Tindakan tegas dapat diambil alih atau dengan threat of takeovers. Perusahaan yang
kinerja kurang maka price sahamnya akan rendah, dan berkonsekuensi menjadi target
untuk takeovers oleh perusahaan yang mampu dan kaya modal. Majaner sadar hal itu
yang akan berdampak hilangnya posisi sebagai direksi perusahaan. Ungkapan yang
menarik disimak adalah bila direksi tetap mengharapkan kedudukannya, jangan
biarkan price saham perusahaan mengalami kejatuhan yang tidak diinginkan.”
(hlm.35-40)
DAFTAR PUSTAKA

Ardiyos. (2006). Kamus Besar Akuntansi. Jakarta: Citra Harta Prima.

Kariyoto. (2018). Manajemen Keuangan. Yogyakarta: Universitas Brawijaya Press.

Latifa M. A. dan Mervyn K. L. (2007). Perbankan Syariah. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta

You might also like