You are on page 1of 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Skizofrenia merupakan suatu sindroma klinis dari berbagai
keadaan psikopatologis yang sangat mengganggu yang melibatkan proses pikir,
emosi, persepsi dan tingkah laku. Skizofrenia merupakan golongan psikosa yang
ditandai dengan tidak adanya pemahaman diri (insight) dan ketidakmampuan
menilai realitas (RTA).1 Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok
masyarakat dan di berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang
hidup secara kasar hampir sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir
1% populasi dewasa dan biasanya onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masa
dewasa. Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu
15-25 tahun sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun.
Insiden skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan lebih besar
di daerah perkotaan dibandingkan daerah pedesaan.1

Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat,


terutama ketergantungan nikotin. Hampir 90% pasien mengalami ketergantungan
nikotin. Pasien skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan perilaku
menyerang. Bunuh diri merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia yang
terbanyak, hampir 10% dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri.2

Terdapat lima subtipe skizofrenia, yaitu skizofrenia paranoid, disorganized


schizophrenia, catatonic schizophrenia, undifferentiated schizophrenia, dan
residual schizophrenia.1

Skizofrenia paranoid terjadi karena melemahnya neurologis dan


kognitif tetapi individu tersebut mempunyai prognosis yang baik. Skizofrenia
paranoid adalah tipe yang paling sering terjadi. Gejala-gejala yang mencolok ialah
waham primer, disertai dengan waham sekunder dan halusinasi. Pasien
skizofrenia datang ke rumah sakit karena adanya gejala waham, halusinasi dan

1
2

gejala-gejala yangtidak bisa ditoleransi oleh masyarakat. Halusinasi dapat


mempengaruhi kehidupan seseorang. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
gejala halusinasi yang palingsering adalah halusinasi pendengaran yaitu sebesar
70%.3 Setelah dilakukan pemeriksaan yang teliti ternyata didapatkan adanya
gangguan proses berfikir,gangguan afek, emosi dan kemauan.3

Penderita skizofrenia memerlukan penatalaksanaan secara integrasi, baik


dari aspek psikofarmakologis, dan aspek psikososial. Hal ini berkaitan dengan
kondisi setiap penderita yang merupakan seseorang dengan sifat individual,
memiliki keluarga dan sosial psikologis yang berbeda-beda, sehingga menim-
bulkan gangguan bersifat kompleks. Oleh sebab itu memerlukan penanganan dari
beberapa modalitas terapi.

Penggunaan obat antipsikotik atipikal telah mengalami peningkatan


selama beberapa tahun belakangan ini untuk pengobatan skizofrenia. Keputusan
mengenai pilihan terapi bukan saja mempertimbangkan efikasi dan tolerabilitas
terhadap beberapa antipsikotik yang tersedia, tetapi juga kecepatan onset. Aspek
pengobatan yang terpenting dari suatu gangguan adalah pengurangan yang cepat
pada gejala-gejala positif, negatif dan kognitif. Respons yang cepat terhadap
pengobatan adalah penting dalam mengurangi penderitaan pasien dan
keluarganya, serta biaya pengobatan. Faktor psikologik dan sosial juga
berpengaruh dalam perjalanan penyakit ini. Namun, seberapa besar dukungan dari
keluarga maupun lingkungan sosial lainnya akan sangat mempengaruhi
penyembuhan dan bahkan dapat mencegah kambuhnya skizofrenia.
Penatalaksanaan yang diberikan secara komprehensif pada penderita skizofrenia
menghasilkan perbaikan yang lebih optimal dibandingkan penatalaksanaan secara
tunggal.4
3

You might also like