You are on page 1of 28

dr.

Sani Rachman's House

Konsep hidup sederhana nan mulia yaitu beramal, berilmu dan beriman..

Appendicitis Akut dan Appendicitis Infiltrat

November 12, 2009

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. PENGERTIAN

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang
paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia antara 10-30 tahun (Kapita Selekta 2000)

Appendiks terletak di ileocaecum, pertemuan di 3 tinea (Tinea libera, tinea colica, dan tinea omentum).
Bentuk tabung panjang 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Memiliki beberapa jenis posisi yaitu:

1.Ileocecal

2.Antecaecal

3.Retrocaecal

4.Hepatica

5.Pelvica

Vaskularisasi dari appendiks: a. Appendicularis, cabang dari a. Iliocaecalis, cabang dari A. Mesentrika
superior. Inervasinya simpatis berasal dari N. Thoracalis 10 sedangkan parasimpatis : N. Vagus (C.10)
Apendiks memiliki topografi yaitu pangkal appendiks terletak pada titik Mc Burney.

Garis Monroe : Garis antara umbilicus dengan SIAS dekstra

Titik Mc Burney : 1/3 bagian dari SIAS dekstra pada garis Monroe

Titik Lanz : 1/6 bagian dari SIAS dekstra pada garis antara SIAS dekstra dan SIAS sinistra

Garis Munro : Pertemuan antara garis Monroe dengan garis parasagital dari pertengahan SIAS dekstra
dengan simfisis. (Schwartz 2000)

II.2. ETIOLOGI

Penyumbatan lumen apendiks disebabkan oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya,cacing usus atau neoplasma. penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolityca. (Schwartz
2000)

Penyebab sumbatan 60% adalah hyperplasia kelenjar getah bening 35% disebabkan karena fekalith 4%
oleh benda asing (termasuk cacing) dan 1% oleh striktur lumen yang bisa disebabkan karsinoma (Aksara
Medisina 1997)

II.3. PATOFISIOLOGI

Pada dasarnya appendicitis akut adalah suatu proses penyumbatan yang mengakibatkan mukus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh
nyeri epigastrium. (De Jong 2005)

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul
meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. (Kapita Selekta 2000)

Setelah mukosa terkena kemudian serosa juga terinvasi sehingga akan merangsang peritoneum
parietale maka timbul nyeri somatic yang khas yaitu di sisi kanan bawah (titik Mc Burney). Titik Mc
Burney terletak pada 1/3 lateral garis yang menghubungkan SIAS dan umbilicus. (Aksara Medisina
1997)
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren.
Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi. (Kapita Selekta 2000)

Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah
apendiks sehingga melokalisasi daerah infalmasi yaitu dengan mengelompok dan memebentuk suatu
infiltrate apendiks dan disebut proses walling off. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang. (Aksara Medisina 1997)

Pada orangtua kemungkinan terjadi perforasi lebih besar karena daya tahan tubuh sudah lemah dan
telah ada gangguan pembuluh darah. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. (Kapita Selekta 2000)

Appendicitis komplet (10)

Appendisitis akut dalam 48 jam dapat menjadi :

1.Sembuh

2.Kronik

3.Perforasi

4.Infiltrat

II.4. MANIFESTASI KLINIK

Gambaran klinis appendicitis akut

1.Tanda awal

nyeri mulai di epigastrium atau region umbilicus disertai mual dan anorexia.

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5o C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah
terjadi perforasi..

2.Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc
Burney

nyeri tekan

nyeri lepas
defans muskuler

3.Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung

nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing’s Sign)

nyeri kanan bawah bila tekanandi sebelah kiri dilepaskan (Blumberg’s Sign)

nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak  seperti nafas dalam berjalan batauk atau mengedan.

(De Jong 2005)

Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau
makan. Anak biasanya tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul
muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan letargi. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering
apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi
perforasi.

Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan
terjadi komplikasi. Misalnya, pada orang berusia lanjut yang gejalanya sering samar-samar saja sehingga
lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi.

Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual dan muntah. Yang perlu
diperhatikan adalah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada
kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan
diperu kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan. (De Jong 2005)

II.5. PEMERIKSAAN

A. Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi

- tidak ditemukan gambaran spesifik.

- kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.

- penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses periapendikuler.

- tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan

2. Palpasi
- nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas.

- defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.

- pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa
nyeri.

3. Perkusi

- terdapat nyeri ketok pekak hati (jika terjadi peritonotos pekak hati ini hilang karena bocoran usus
maka udara bocor)

4. Auskultasi

- sering normal

- peristaltic dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata
pada keadaan lanjut

- bising usus tidak ada (karena peritonitis)

5. Rectal Toucher

- tonus musculus sfingter ani baik

- ampula kolaps

- nyeri tekan pada daerah jam 09.00-12.00

- terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).

- pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunsi diagnosis dalah nyeri terbatas
sewaktu dilakukan colok dubur.

6. Uji Psoas

Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi
panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menepel di m. poas mayor,
tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.

7. Uji Obturator

Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m. obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang
akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.

Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui
letak apendiks.
8. Alvarado Score

Digunakan untuk menegakkan diagnosis sebagai appendisitis akut atau bukan, menjadi 3 symptom, 3
sign dan 2 laboratorium

Alvarado Score:

Appendicitis point pain : 2

Lekositosis : 2

Vomitus : 1

Anorexia : 1

Rebound Tendeness Fenomen : 1

Degree of Celcius (.>37,5) : 1

Observation of hemogram : 1

Abdominal migrate pain : 1 +

Total : 10

Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin

(De Jong 2005)

B. Pemeriksaan Penunjang

1.Laboratorium

a. Pemeriksaan darah

- leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi.

- pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat

b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini
sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal
yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis. (www.medicastore.com 2003)
2. Radiologis

a. Foto polos abdomen

Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi (misalnya peritonitis) tampak:

- scoliosis ke kanan

- psoas shadow tak tampak

- bayangan gas usus kananbawah tak tampak

- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak

- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak

- Appendicogram hasil positif bila : non filling  partial filling mouse tail cut off. (Aksara Medisina
1997)

b. . USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga
bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya. (www.jama.com 2001)

c.Barium enema

Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini
dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk
menyingkirkan diagnosis banding.

Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada appendicitis akut memperlihatkan tidak adanya
pengisian apendiks dan efek massa pada tepi medial serta inferior dari seccum; pengisisan lengkap dari
apendiks menyingkirkan appendicitis. (Schwartz 2000)

d. CT-Scan

Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari
appendicitis seperti bila terjadi abses.

e. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen,
appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum.
Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga
dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix.

(www.medicastore.com 2006)

II.6. DIAGNOSIS BANDING

1. Gastroenteritis akut

Adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan apendisitis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih
sering. Demam dan lekosit akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi
nyeri tidak jelas dan berpindah-pindah. Hiperperistaltik merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis
biasanya berlangsung akut, suatu observasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis.

2. Kehamilan Ektopik

Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada rupture tuba
atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di
daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan
penonjolan cavum Douglas.

3. Adenitis Mesenterium

Penyakit ini juga dapat menunjukkan gejala dan tanda yang identik dengan apendisitis. Penyakit ini lebih
sering pada anak-anak, biasanya didahului infeksi saluran nafas. Lokasi neri diperut kanan bawah tidak
konstan dan menetap. (De Jong 2005)

II.7. PENATALAKSAAN

1. Sebelum operasi

a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih belum jelas.
Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan
dipuasakan. Laktasif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis
lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (lekosit dan hitung jenis) diulang
secara periodic. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit
lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam
12 jam setelah timbulnya keluhan.

b. Antibiotik.

Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali pada apendisitis
gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotic dapat
mengakibatkan abses atau perforasi.

2. Operasi

1.Appendiktomi cito (appendicitis akut, abses, dan perforasi)

2.Appendiktomi elektif (appendisitis kronis)

3.Konservatif kemudian operasi elektif (appendisitis infiltrat)

Operasi Appendisitis akut disebut : A. Chaud

Operasi Appendisitis kronis disebut : A. Froid

3. Pascaoperasi

Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya pendarahan di dalam, syok,
hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi
cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posii Fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12
jam tidak terjai gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada
perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.

Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x 30 menit. Pada
hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke tujuh jahitan dapat diangkat dan pasien
diperbolehkan pulang. (www.kedokteranpacificinternet.com 1999)
II.8. KOMPLIKASI

Komplikasi yang mungkin timbul adalah peritonitis, abses subfrenikus, infiltrat dan fokal sepsis
intraabdominal lain. (www.medicastore.com 2006)

II.9. PROGNOSIS

Mortalitas adalah 0.1% jika appendicitis akut tidak pecah dan 15% jika pecah pada orangtua. Kematian
biasanya berasal dari sepsis emboli paru atau aspirasi; prognosis membaik dengan diagnosis dini
sebelum rupture dan antibiotic yang lebih baik.

Morbiditas meningkat dengan rupture dan usia tua. Komplikasi dini adalah sepsis. Infeksi luka
membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit yang merupakan predisposisi terjadinya robekan. Abses
intraabdomen dapat terjadi dari kontaminasi peritonealis setelah gangren dan perforasi. Fistula fekalis
timbul dari nekrosis suatu bagian dari seccum oleh abses atau kontriksi dari jahitan kantong. Obstruksi
usus dapat terjadi dengan abses lokulasi dan pembentukan adhesi. Komplikasi lanjut meliputi
pembentukan adhesi dengan obstruksi mekanis dan hernia.(Schwartz 2000)

Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat
kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi.
Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminologi apendisitis kronis sebenarnya
tidak ada. (De Jong 2005)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1997, Kumpulan Kuliah Khusus Ilmu Bedah, Aksara Medisina, Jakarta

Anonim, 2003, Appendicitis

www.wikipwedia.org/wiki/appendicitis.com

Accessed on June 29th, 2006 at 19.00 p.m


Anonim, 2003, Gangguan Saluran Pencernaan

www.medicastore.com

Accessed on June 29th, 2006 at 19.00 p.m

Anonim, 2003, Laparoskopi

www.medicastore.com

Accessed on June 29th, 2006 at 19.00 p.m

August, 1999, Usus Buntu

www.kedokteranpacificinternet.com

Accessed on June 29th, 2006 at 19.00 p.m

Jong, W.D., 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.

Luigi S., 2005, Appendicitis

www.emedicine.com

Accessed on June 29th, 2006 at 19.00 p.m

Mansjoer, et al, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua, Media Aesculapius, FK UI

Schwartz, et al, 2000, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Edisi Keenam, EGC, Jakarta

Soda, K., et al, 2001, Detection of Pinpoint Tenderness on the Appendix Under Ultrasonography Is Useful
to Confirm Acute Appendicitis,
www.jama.com

Accessed on June 29th, 2006 at 19.00 p.m

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi

Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog dengan Bursa Fabricus)
membentuk produk immunoglobulin, berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm)
dengan diameter 0,5-1 cm, dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar
dibagian distal.7 Basis appendiks terletak pada bagian postero medial caecum, di bawah katup
ileocaecal. Ketiga taenia caecum bertemu pada basis appendiks. 8,9

Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang bergabung dengan


mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang
a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan
lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. 3,10

Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskularis
eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Apendiks mungkin tidak terlihat karena
adanya membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral
abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan
ikat kendor dan jaringan elastic membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa
dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri
dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum
(inner circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli
pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari
apendiks.3

Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu bagian ujung dari
protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan
menjadi apendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup ileosekal. 2

Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus,
apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya
bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apediks terletak
retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens.
Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.7

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan
a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral
pada apendisitis bermula disekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a. apendikularis yang
merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi,
apendiks akan mengalami gangrene. 7

Gambar 1 : Anatomi Apendiks11

Gambar 2 : Letak appendiks terhadap organ lain diabdomen (kiri), Perbesaran apendiks (tengah),
Penampang apendiks (kanan) 12

2.2. Fisiologi

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada
patogenesis apendisitis.7

Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut associated Lymphoid tissue) yang terdapat di
sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh
karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan
diseluruh tubuh.7

Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir. Jumlahnya
meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang mengikuti umur.
Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan lymphoid lagi di apendiks dan terjadi penghancuran lumen
apendiks komplit. 2

2.3. Definisi

Apendisitis infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum
dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal mass). Umumnya
massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum.
Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan
tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus
proses radang.13

2.4 Etiologi

Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit merupakan penyebab tersering dari
obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan
roentgen, diet rendah serat, dan cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena
colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat menjadi
penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal. 2,8 Frekuensi obstruksi meningkat dengan
memberatnya proses inflamasi. Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65%
merupakan apendisitis gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis gangrenous dengan
rupture. 2

Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit
seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon biasa. Semuanya akan mempermudah terjadinya apendisits akut.7

2.5. Patofisiologi

Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid,
fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.1

Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada
peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen.
Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan
tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan salah satu dari sedikit binatang yang dapat
mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi
perforasi.2

Tekanan di dalam sekum akan meningkat (3) karena sembelit (1) jika katup ileosekal kompeten (2).
Kombinasi tekanan tinggi di sekum dan peningkatan flora kuman di kolon (4) mengakibatkan sembelit,
hal ini menjadi pencetus radang di mukosa apendiks (5). Pencetus lain ialah erosi dan tukak kecil di
selaput lendir oleh E.histolytica (6) dan penghambatan evakuasi isi apendiks (7). Evakuasi ini terhambat
oleh stenosis (8) atau penyumbatan lumen atau gangguan motilitas oleh pita, adesi (9) dan faktor lain
yang mengurangi gerakan bebas apendiks.
Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplet, yang meliputi semua lapisan
dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus setempat yang menghambat
pengosongan lumen apendiks atau mengganggu motilitas normal apendiks (10).

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran
limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks
bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding
apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren
dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien
karena ditentukan banyak faktor. 1,9

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut dengan apendisitis supuratif akut.1

Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene.
Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi. 1

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah
apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks
tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.1

Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa dan melibatkan
seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan
tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau
adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa
abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. 7

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya
perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh
darah.1

Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh,
fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain
seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila
proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun
proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam
cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest). 3
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut
yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan
keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan
dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. 7

2.6. Manifestasi klinis

Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian disertai adanya massa
periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau
periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih kekuadran kanan, yang
akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan
demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare,
mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap.
Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif.1

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak apendiks yang
memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Umunya nafsu
makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Disini
nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan somatik setempat. Kadang tidak
ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat
perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.7

Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya terlindung sekum maka tanda nyeri
perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut
sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari
dorsal. 7

Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan
sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi
kencing, karena rangsangan dindingnya. 7

Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan
terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel
dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam kemudian
akan timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas
tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah
terjadi perforasi. 7
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak jarang terlambat diagnosis.
Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi. 7

Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Yang perlu
diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada
kehamilan lanjut sekum dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di
perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan. 7

Gambar 5 : Gambaran klinik apendisitis akut

tanda awal

nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksi

nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik McBurney

nyeri tekan

nyeri lepas

defans muskuler

nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung

nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)

nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)

nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, mengedan

2.7. Pemeriksaan

2.7.1. Pemeriksaan Fisik

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi
perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1C. Pada inspeksi perut tidak
ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi.
Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan
bawah.7

Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans
muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini
merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirawakan nyeri di perut kanan
bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam
untuk menentukan adanya rasa nyeri. 7

Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau usus lain yang dengan cepat membendung
daerah apendiks maka selain ada nyeri pada fossa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan
untuk pembentukan abses) juga pada palpasi akan teraba massa yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi
atas massa dapat diraba. Jika apendiks intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT(Rectal Touche)
sebagai massa yang hangat.3

Peristalsis usus sering normal, peristalsis dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata
akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai
dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. 7

Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas
sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji
obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas
dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang
menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk
melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding
panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada
apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri. 7

Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan kontak dengan otot psoas yang
meregang saat dilakukan manuver (pemeriksaan). 14

Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien difleksikan. Pemeriksa
menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda
bintang), menghasilkan rotasi femur kedalam. 14

Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang kontak denhgan otot obturator
internus yang meregang saat dilakukan manuver. 14

2.7.2. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan umumnya pada apendisitis
sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak
menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran kekiri. Pada pemeriksaan urin,
sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang
meradang menempel pada ureter atau vesika.13

Pemeriksaan Radiologi,

foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan fisik meragukan. Tanda-tanda
peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat ”ileal atau caecal ileus”
(gambaran garis permukaan air-udara disekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat gambar fekalit.13

USG atau CT Scan. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan kuadran kanan bawah atau nyeri
pada pelvis pada pasien anak atau wanita. Adanya peradangan pada apendiks menyebabkan ukuran
apendiks lebih dari normalnya (diameter 6mm). Kondisi penyakit lain pada kuadran kanan bawah seperti
inflammatory bowel desease, diverticulitis cecal, divertikulum meckel’s, endometriosis dan pelvic
Inflammatory Disease (PID) dapat menyebabkan positif palsu pada hasil USG.14

Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG. Selain dapat mengidentifikasi
apendiks yang mengalami inflamasi (diameter lebih dari 6 mm) juga dapat melihat adanya perubahan
akibat inflamasi pada periapendik.

Gambar 11:

CT scan dengan inflamasi apendiks, tampak fekalit(tanda panah). 14

Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya karsinoma colon.5 Tetapi untuk apendisitis akut pemeriksaan barium enema
merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan rupture apendiks.3

2.8. Diagnosis

Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di region iliaka kanan dan
disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses apendikuler. Penegakan diagnosis
didukung dengan pemeriksaan fisik maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan
karsinoma sekum, penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu juga
disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekolog seperti
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adneksitis dan Kista Ovarium terpuntir . Kunci diagnosis biasanya
terletak pada anamnesis yang khas.7

Tumor caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan umum jelek, anemia dan
turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan colon in loop dan benzidin test. Pada anak-anak
tumor caecum yang sering adalah sarcoma dari kelenjar mesenterium. Pada apendisitis tuberkulosa,
klinisnya antara lain keluhan nyeri yang tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan atau tanpa
muntah dan waktu serangan dapat timbul panas badan, leukositosis sedang, biasanya terdapat nyeri
tekan dan rigiditas pada kuadran lateral bawah kanan, kadang-kadang teraba massa. 3

Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:

a.keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;

b.pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis;

c.laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.

Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai dengan

a.keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi;

b.pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa
dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan

c.laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.13

2.9. Penatalaksanaan

Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi oleh omentum dan
gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk tersusun atas campuran
membingungkan bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan
secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga
penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah
sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya. 15

Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah bilamana penderita
ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin
gangrene dari dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena
massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus
menunggu pembentukan abses yang dapat mudah didrainase.15

Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus
oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum
sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis
purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas disarankan segera
dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan
untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang
dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi
suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular
hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan
kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi,
akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya
nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit. 7

Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan
segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis
umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih
tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi. 13

Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila dilakukan akan
lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu
minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses
dengan atau pun tanpa peritonitis umum. 13

Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil, wanita hamil, dan
penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan
operasi secepatnya. 7

Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka operasi ditutup lagi,
apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periapendikular infiltrat :

1.Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.

2.Diet lunak bubur saring

3.Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan
anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau
sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian.
Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak
menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalakan tindakan bedah.3,7

Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan
mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy.
Batas dari massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai
mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa
harus segera dibuka dan didrainase.3

Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana nyeri tekan adalah
maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih
baik diambil karena apendik ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks
dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses didrainase
dengan selang yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan
selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drai dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit
sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Untuk
mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT. 3

Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :

LED

Jumlah leukosit

Massa

Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :

1.Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen

2.Pemeriksaan fisik :

Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur rectal dan aksiler)

Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat

Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil dibanding semula.

Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal

Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :

a.Bila LED telah menurun kurang dari 40

b.Tidak didapatkan leukositosis

c.Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak mengecil lagi.

Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa

Apakah penderita sudah bed rest total

Pemberian makanan penderita

Pemakaian antibiotik penderita

Kemungkinan adanya sebab lain.

d. Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada perbaikan, operasi tetap
dilakukan.
e. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase.3

2.10. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi
pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks,
sekum, dan lekuk usus halus.7

Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata. Tanda-tanda
terjadinya suatu perforasi adalah :

nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh

Suhu tubuh naik tinggi sekali.

Nadi semakin cepat.

Defance Muskular yang menyeluruh

Bising usus berkurang

Perut distended

Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :

1.Pelvic Abscess

2.Subphrenic absess

3.Intra peritoneal abses lokal.3

Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga abdomen, dapat
menyebabkan kegagalan organ dan kematian.12

DAFTAR PUSTAKA

1.Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Penerbit Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

2.Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent edition. Mc-Graw Hill a Division of
The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma Electronic Publication.

3.Anonim, . Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran UNAIR. Surabaya.
4.Lugo,. V.H., 2004. Periappendiceal Mass. Pediatric Surgery Update. Vol.23 No.03 September 2004.

http://home.coqui.net/titolugo/PSU23304.PDF#search=periappendiceal %20 mass

5.Anonim, 2006. Appendix Mass.GP Note Book

http://www.gpnotebook.co.uh/cache/1738145813.htm

6.Anonim, 2006. Appendicitis.

http://www.meddean.lun.edu/lumen/Meded/Radio/Nuc_med?Appendicitis/Natural.htm.

7.De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC. Jakarta.

8.Jehan, E., 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa Appendisitis Akut. Bagian Ilmu
bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.

http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-emir%20jehan.pdf.

9.Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 10-15.

www.emedmag.com

10.Anonim, 2005. Appendix. PathologyOutlines.

http://www.patholoyoutlines.com

11.Gray, H.(1826-1861). 1918. Anatomy of The Human Body.

www.Bartleby.com

12.Anonim, 2004. Appendicitis. U.S. Department Of Health and Human Services. National Institute of
Health. NIH Publication No. 04–4547.June 2004

www.digestive.niddk.nih.gov

13.Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa Aksara. Jakarta.

14.Hardin, M., 1999. Acute Appendisitis :Review and Update. The American Academy of Family
Physicians. Texas A&M University Health Science Center, Temple, Texas

http://www.aafg.org

15.Hugh, A.F.Dudley. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
bedah

Comments

Obat Tradisional Usus BuntuJune 13, 2015 at 1:26 PM

Untuk terhindar dari penyakit, biasakan pola hidup sehat. Terimakasih untuk informasinya.

REPLY

Pengobatan Alami Radang PanggulJune 15, 2015 at 9:49 AM

terimakasih buat artikelnya... sangat bermanfaat sob...

REPLY

UnknownJanuary 9, 2016 at 11:03 PM

dok aku mau tanya indikasi untuk pemeriksaan appendic itu sendri apa ya?

mohon jawabannya

REPLY

Dokter spesialis KelaminJune 1, 2017 at 4:16 PM

Blog yang sangat bermanfaat, Pengertian Ejakulasi dini adalah sebuah penyakit kelamin yang memang
ditakuti oleh sebagian orang karena dapat mengganggu kelamin orang tersebut. Ejakulasi dini sendiri
adalah sebuah ciri khas bagi seorang pria. Bagi seorang pria yang memiliki penyakit ini maka sudah pasti
dianggap tidak jantan. Oleh karena itu hampir semua pria tidak ingin mengalami hal ini.

bahaya-dan-cara-mengatasi-ejakulasi-dini-secara-alami Penyakit ejakulasi yang menyerang kelamin ini


bisa saja disebabkan oleh beberapa hal, namun pada umumnya adalah karena penuaan yang terjadi,
tentunya penyebab ini merupakan hal yang wajar seiring dengan menurunnya fungsi seksual seseorang
tersebut. Ejakulasi dini juga disebut – sebut sebagai salah satu penyebab ketidakharmonisan yang terjadi
pada setiap rumah tangga, hal ini akan menimbulkan tingginya tingkat perceraian yang terjadi pada
setiap rumah tangga. Ejakulasi dini ini sebenarnya dapat diatasi dengan beberapa cara, yang tentunya
harus dilakukan oleh pria untuk meningkatkan fungsi seksual.

Pengertian Ejakulasi Dini dan Bahayanya

Sebelum memasuki pengertian tentang salah satu disfungsi seksual yang memang banyak didera oleh
manusia ini, anda harus mengenal terlebih dahulu tentang ejakulasi agar paham secara keseluruhan
tentang disfungsi organ yang satu ini. Ejakulasi adalah sebuah keadaan dimana keluarnya cairan semen
yang didalamnya mengandung sperma, atau sering disebut dengan cairan mani dari organ seksual pria.
Hal inilah adalah puncak dari sebuah hubungan intim yang seringkali dilakukan sebagaimana pasangan
pada umumnya.

Andrologi | bagaimana mengatasi kulup panjang

Apakah sunat sakit | Metode sunat modesn terkini

hubungi Dokter | Chatting gratis

REPLY

Post a Comment

Popular posts from this blog

Hernia : Definisi Hingga Penatalaksanaan

October 29, 2009

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi

Hernia adalah penonjolan jaringan atau organ suatu rongga melalui defek atau bagian lemah (lokus
minoris) yang normalnya tidak dapat dilewati, keluar ke bawah kulit atau masuk rongga lainnya yang
terjadi secara kongenital atau akuisita.(1, 3, 4, 5, 6)

2.2. Anatomi

Kanalis inguinalis dibatasi dikraniolateral oleh anulus inguinalis internus yang merupakan bagian terbuka
dari fasia transversalis dan aponeurosis muskulus transversus abdominis. Di medial bawah, di atas
tuberkulum pubikum, dikanal dibatasi oleh anulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis
muskulus oblikus eksternus. Atapnya ialah aponeurosis muskulus oblikus eksternus dan didasarnya
terdapat ligamentum inguinale. Kanal berisi tali sperma pada pria, dan ligamentum rotundum pada
wanita. (1,3)

Hernia inguinalis indirek, disebut juga hernia inguinalis lateralis, karena keluar dari rongga peritoneum
melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika i…

READ MORE

Cedera Kepala

October 29, 2009

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Menurut Dawodu (2002) dan Sutantoro (2003), cedera kepala adalah trauma yang mengenai calvaria
dan atau basis cranii serta organ-organ di dalamnya, dimana kerusakan tersebut bersifat non-degeneratif
/ non-kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar sehingga timbul gangguan fisik, kognitif
maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa penurunan tingkat kesadaran.
2.2. PATOFISIOLOGI

Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Meskipun otak hanya seberat 2 %
dari berat badan orang dewasa, ia menerima 20 % dari curah jantung. Sebagian besar yakni 80 % dari
glukosa dan oksigen tersebut dikonsumsi oleh substansi kelabu.

Cedera kepala yang terjadi langsung akibat trauma disebut cedera primer. Proses lanjutan yang sering
terjadi adalah gangguan suplai untuk sel yaitu oksigen dan nutrien, terutama glukosa. Kekurangan
oksigen dapat terjadi karena berkurangnya oksigenasi darah akibat kegagalan fungsi paru, atau karena
aliran

You might also like