Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 1
Wahyuni 1300542041
FakultasEkonomi
UniversitasAndalas
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung dengan kemajuan teknologi
komunikasi telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa. Kondisi
tersebut, di satu sisi mempunyai manfaat bagi konsumen karena segala kebutuhan
konsumen dapat terpenuhi, serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka
jenis kualitas barang dan jasa sesuai keinginan dan kemampuan konsumen.
Namun disisi lain, kondisi dan fenomena demikian dapat mengakibatkan kedudukan
konsumen berada pada posisi yang lemah. Khususnya di Indonesia, banyak terjadi
penyimpangan yang menjadikan konsumen sebagai objek aktivitas bisnis untuk meraup
keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara
penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.
Karena posisi konsumen yang sangat lemah tersebut, Pemerintah membuat regulasi
mengenai perlindungan konsumen yang termaktub dalam Undang-undang Perlindungan
Konsumen (UUPK) No. 8 Tahun 1999. Lahirnya UU Perlindungan Konsumen tersebut
menjadi landasan hukum bagi pelaksanaan upaya pemberdayaan konsumen dan
diharapkan dapat mengantar konsumen Indonesia menjadi konsumen yang mandiri,
meningkat harkat dan martabatnya, mengetahui hak dan kewajibannya yang pada saatnya
dapat mendorong iklim usaha yang sehat.
Sementara kepada para pelaku usaha diharapkan dalam melakukan kegiatan usaha
menempatkan konsumen tidak semata-mata menjadi target pasar namun juga harus
mempertimbangkan konsumen menjadi jaminan pasar dalam rangka jangka panjang.
Bisa kita amati, sering terjadi pelanggaran hak-hak konsumen. Misalnya pelanggaran
pada penjualan produk dan penyelenggaraan jasa, seperti misalnya pada produk mengenai
obat nyamuk HIT yang harus ditarik dari peredaran lantaran kandungan dua zat aktifnya
yakni propoksur dan diklorvos yang seharusnya dua zat tersebut dipakai pada pertanian
dan perkebunan dan pekerjanya diharuskan memakai pelindung. Selain itu pada minuman
juga pernah terjadi penarikan barang dari edaran seperti misalnya kasus minuman mizone,
pengoplosan daging sapi dengan daging babi hutan, penggunaan formalin pada produk
makanan sehari-hari.
Dengan adanya kejadian tersebut, konsumen jelas dirugikan. Lalu, dapatkah
konsumen membuktikan dirinya dirugikan oleh akibat yang ditimbulkan dengan
pemakaian merek barang yang palsu tersebut. Pembuktian konsumen terkontaminasi,
agaknya sulit, karena harus melalui pembuktian laboratorium. Karenanya, posisi
konsumen lemah jika dihadapkan dengan produsen atau penjual. Sehingga, perlu ada
tindakan tegas pemerintah dan usaha keras dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
(YLKI) dalam hal lebih serius mengontrol produk barang yang beredar serta
mempersoalkan produsen atau penjual yang 'bermasalah' melalui jalur hukum, agar
praktik yang merugikan tersebut tidak tumbuh subur di pasaran.
Pelanggaran hak konsumen tersebut diatas terjadi karena disebabkan beberapa hal,
diantaranya ; (1) kurangnya kesadaran masyarakat akan haknya sebagai konsumen, (2)
masih lemahnya perhatian konsumen terhadap penggunaan produk dengan tidak mencoba
untuk mengetahui informasi, prosedur pemakaian dan pemanfaatan suatu produk demi
keamanan dalam berkonsumsi, (3) kurangnya SDM masyarakat sebagai pelaku
konsumen, (4) adanya keinginan dari pelaku usaha untuk mendapat keuntungan yang
sebesar-besarnya tanpa memperdulikan kesehatan konsumen, (5) kurangnya perhatian
dari Pemerintah dalam hal pengawasan peredaran produk di masyarakat dan pelayanan
jasa oleh pelaku usaha.
Pemerintah juga harus tetap melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
konsumen dan pelaku usaha agar tercipta iklim usaha yang sehat sehingga dapat
meningkatkan pembangunan ekkonomi secara riil. Selain itu juga bagi pelaku usaha
hendaknya jangan hanya menjadikan konsumen sebagai obyek untuk meraih keuntungan,
akan tetapi menjadikan partner dalam transaksi perekonomian. Dengan demikian jika
kondisi tersebut dapat diwujudkan, maka akan dapat meminimalisir pelanggaran terhadap
hak-hak konsumen. Oleh karena itu, penulis dalam hal ini ingin membahas tentang pasar
dan perlindungan konsumen.
1.2.RUMUSAN MASALAH
a. Apa yang dimaksud dengan pasar?
b. Bagaimana fungsi pasar?
c. Apa saja macam-macam pasar?
d. Apa yang dimaksud dengan perlindungan konsumen?
e. Bagaimana tujuan dan asas perlindungan konsumen?
f. Bagaimana hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha?
1.3.TUJUAN PENULISAN
a. Untuk mengetahui tentang pasar
b. Untuk mengetahui fungsi pasar
c. Untuk mengetahui jenis-jenis pasar
d. Untuk mengetahui tentang perlindungan konsumen
e. Untuk mengetahui tujuan dan asas perlindungan konsumen
f. Untuk mengetahui hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha
BAB II
PEMBAHASAN
a. Adanya penjual
b. Adanya pembeli
c. Adanya barang atau jasa yang diperjualbelikan
d. Terjadinya kesepakatan antara penjual dan pembeli
1. Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga
tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua
belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
2. Asas keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak
dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen
dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara
seimbang.
3. Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha
serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih
dilindungi.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hokum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara
menjamin kepastian hukum
Hak-hak Konsumen
Kewajiban Konsumen
Konsumen Mandiri
1. Sadar akan harkat dan martabat konsumen, mampu untuk melindungi diri sendiri dan
keluarganya;
2. Mampu menentukan pilihan barang dan jasa sesuai kepentingan, kebutuhan,
kemampuan dan keadaan yang menjamin keamanan, keselamatan, kesehatan
konsumen sendiri;
3. Jujur dan bertanggungjawab;
4. Berani dan mampu mengemukakan pendapat, serta berani memperjuangkan dan
mempertahankan hak-haknya;
5. Berbudaya dan sadar hukum perlindungan konsumen;
Pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam
Pasal 6 UUPK adalah:
1. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik;
3. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen;
4. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Bila diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal
balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban
yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan kewajiban konsumen
merupakan hak yang akan diterima pelaku usaha.
Dalam pasal 8 sampai dengan pasal 17 undang-undang nomor 8 tahun 1999, mengatur
perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha larangan dalam memproduksi atau
memperdagangkan, larangan dalam menawarkan , larangan-larangan dalam penjualan secara
obral / lelang , dan dimanfaatkan dalam ketentuan periklanan .
Pelaku usaha dalam penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang , dilarang
mengelabui / menyesatkan konsumen, antara lain :
• menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar tertentu.
• Tidak mengandung cacat tersembunyi.
• Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud
menjual barang lain.
• Tidak menyedian barang dalam jumlah tertentu atau jumlah cukup dengan maksud
menjual barang yang lain.
• Sanksi Administratif
• Sanksi Pidana
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah)
atau dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka
berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku
atau dapat dijatuhkan hukuman tambahan
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Secara umum dan mendasar hubungan antara pelaku usaha dan konsumen merupakan
hubungan yang terus menerus dan berkesinambungan. Hubungan tersebut memang
saling membutuhkan dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi.
Bertolak dari luas dan kompleksnya hubungan antara produsen dan konsumen yang
akhirnya posisi pelaku usaha lebih mendominasi dari pada posisi konsumen sehingga
konsumen lebih sering dirugikan, maka negara menjamin perlindungan hukum terhadap
konsumen di dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999.
Sukirno, Sadono.2010. mikro ekonomi teori pengantar ed. 3. jakarta : rajawali pers
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2010