You are on page 1of 23

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Teori stress keluarga dari Hill (1949) dan Mc Cubbindan petterson (1983) dalam Sussman
and Steinmetz (1988) mengemukakan bahwa stressor keluarga yang dapat menjadi suatu
krisis, berhubungan dengan adanya sumber koping keluarga dan persepsi pada
stresor tersebut. Sedangkan sumber koping dan persepsi pada stressor dapat menjadi aspek
yang penting dalam mengembangkan strategi koping keluarga untuk mengatasi
krisis/masalah. Bila keluarga memiliki sedikit sumber kopingnya baik secara individu
maupun kolektif, maka proses koping tidak akan pernah dimulai dan krisis dapat terjadi
ketika terjadi stress.
Boss dalam Sussman and Steinmetz (1988) mengatakan bahwa sumber koping keluarga
merupakan kekuatan individual dan kekuatan bersama pada saat menghadapi
kejadian/stressor sebagai penyebab stress. Sujmber koping tersebuat antara lain jaminan
oekonomi, kesehatan, pengetahuan sikap (intelegensia), kedekatan, semangat bekerjasama,
hubungan degan yang lain serta dukungan social.
Teori tekanan keluarga menjadi dasar dalam menanggulangi masalah melalui strategi
koping yang efektif. Hal ini mencakup penanggulangan sebagai proses aktif untuk mengatur
situasi penuh tekanan/stressor yang meliputi pemanfaatan keberadaan sumber daya keluarga
dan pengembangan prilaku baru sehingga akan memperkuat unit keluarga dalam mengurangi
dampak peristiwa yang penuh tekanan.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan umum untuk mengetahui tentang proses dan strategi koping keluarga
2. Tujuan ksusus
a. Untuk mengetahui tentang konsep dasar stress dan koping
b. Untuk mengetahui tentang fase waktu stress dan strategi koping
c. Untuk mengetahui tentang teori stress keluarga
d. Untuk mengetahui tentang factor-faktor yang mempengaruhi koping keluarga
e. Untuk mengetahui tentang stressor dan dampaknya
f. Untuk mengetahui tentang strategi koping keluarga
g. Untuk mengetahui tentang strategi koping disfungsional keluarga
h. Untuk mengetahui tentang area pengkajian keluarga
i. Untuk mengetahui tentang diagnosis keperawatan keluarga yang bisa ditegakkan
j. Untuk mengetahui intervensi keperawatan yang bisa diberikan kepada keluarga
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakan
B. Tujuan
BAB II : TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Stress Dan Koping Keluarga
B. Fase Waktu Stress Dan Strategi Koping
C. Teori Stress Keluarga
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Koping Keluarga
E. Stressor Dan Dampaknya
F. Strategi Koping Keluarga
G. Strategi Koping Disfungsional
H. Area Pengkajian Keluarga
I. Diagnosis Keperawatan Keluarga
J. Intervensi Keperawatan Keluarga
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR STRES DAN KOPING


Stres adalah keadaan atau respon ketegangan yang disebabkan oleh stressor atau oleh
tuntutan aktual yang dirasakan yang tetap tidak teratasi (Antonovsky, 1979; Burr, 1973).
Sters adalah ketegangan dalam diri seseorang atau system sosial (keluarga) dan merupakan
reaksi terhadap situasi yang menimbulkan tekanan (Burgess, 1978). Agen pemerkasa atau
presipitasi yang mengaktifkan proses sters disebut stressor (Burr et al, 1993; Chrisman &
Fowler, 1980). Agen presipitasi yang mengaktifkan stress dalam keluarga adalah peristiwa
hidup atau kejadian yang cukup kuat untuk menyebabkan perubahan dalam system keluarga
(Hill, 1949). Stressor keluarga dapat berupa peristiwa atau pengalaman pinterpersonal
(didalam atau diluar keluarga), lingkungan, ekonomi atau social budaya.
Akumulasi dan stressor dalam kehidupan keluarga memberikan perkiraan jumlah
stress yang dialami keluarga (Alson et al, 1983). Konsep akumulasi stressor didefinisikan
sebagai jumlah poeristiwa perkembangan (yang diharapkan) atau situasional (yang tidak
diharapkan) serta ketegangan interkeluarga (tekanan dalam hubungan diantara anggota
keluarga).
Persepsi anggota keluarga adalah interpretasi anggota keluarga secara tunggal atau
secara kolektif atau menyusun pengalaman mereka. Persepsi mewarnai sifat dan signifikasi
stressor keluarga yang mungkin, karena keluarga bereaksi tidak hanya terhadap stressor
aktual, tetapi juga terhadap pereistiwa saat keluarga merasakan atau menginterpretasikannya.
Persepsi keluarga merupakan hal yang terpenting. Peristiwa yang dipandang secara subjektif
atau objektif oleh keluarga yang sehat sebagai tantangan, dipandang oleh keluarga yang
terpajan krisis sebagai ancaman dan membebani. Dalam kasus ini stress yang besar dialami,
yang pada gilirannya membebani kapasitas adaptif keluraga.
Koping terdiri atas pemecahan upaya pemecahan masalah yang sangat relevan dengan
kesejahteraan, tetapi membebani sumber seseorang. Koping didefinisikan sebagai respon
(kognitifperilaku atau persepsi) terhadap ketegangan hidup eksternal yang berfungsi untuk
mencegah, menghindari, mengandalkan distress emosional. Koping adalah sebuah istilah
yang terbatas pada perilaku atau kognisi aktual yang ditampilkan seseorang, bukan pada
sumber yang mungkin mereka gunakan. Koping keluarga menunjukkan tingkat analisa
kelompok keluarga (atau sebuah tingkat analisis interaksional). Koping keluarga
didefinisikan sebagai proses aktif saat keluarga memamfaatkan sumber yang ada dan
mengembangkan perilaku serta sumber baru yang akan memperkuat unit keluarga dan
mengurangi dampak peristiwa hidup penuh stress (McCubbin,1979). Krisis keluarga adalah
kondisi kekacauan, tidak teratur, atau ketidakmampuan dalam system keluarga yang
berlangsung terus menerus. Krisi terjadi ketika sumber dan strategi adaptif keluarga tidak
efektif dalam mengatasi stressor.
Adaptasi keluarga adalah suatu proses saat keluarga terlibat dalam respon langsung
terhadap tuntutan stressor yang ekstensif, dan menyadari bahwa perubahan sistemik
dibutuhkan dalam unit keluarga, untuk memperbaiki stabilitas fungsional dan memperbaiki
kepuasaan dan kesejahteraan keluarga (McCubbin, 1993). Proses adaptasi dalam sistem
keluarga disebut resilience keluarga. Pendekatan resilience keluarga guna bekerja dengan
keluarga dibentuk atas kompetensi dan kekuatan anggota keluarga yang memungkinkan
penyediaan layanan kesehatan bergeser dari model potogenik ke model berbasis kekuatan
yaitu kita melihat keluarga “ditantang”, bukan “hancur”, karena kemalangan.

B. FASE WAKTU STRES DAN STRATEGI KOPING


1. Periode Antrestres
Periode stress sebelim benar-benar melawan stressor, antisipasi kadang mungkin terjadi,
terdapat kesadaran terhadap bahaya yang mengancan atau ancaman situasi yang dirasakan.
Jika keluarga atau orang yang membantu dapat mengidentifikasi stressor yang akan dating,
bimbingan antispasi serta strategi koping pencegahan dapat dicari atau diberikan untuk
memperlemah atau mengurangi dampak stressor.
2. Periode Stres Aktual
Strategi koping selama periode stress biasanya berbeda intensitas dan jenisnya dari strategi
yang digunakan sebelum awitan stressor dan stress. Mungkin terdapat stratergi defensive dan
bertahan yang sangat dasar digunakan selama periode ini jika stress dalam keluarga sangat
berat. Dengan energi yang luar biasa besar yang dikeluarkan dalam menangani stressor dan
stre, banyak fungsi keluarga (beberapa dapat penting bagi kesehatan keluarga) sering kali
diabaikan atau dilakukan secara tidak adekuat sampai keluarga memiliki sumber untuk
mengatasi stressor dan stress. Respon koping yang paling membantu selama periode stress
sering kali interkeluarga dan mencari sumber dukungan spiritual.
3. Periode Pascastres
Strategi koping yang diterpkan setelah periode stress akut, disebut fase pascatruama yang
terdiri dari satrategi untuk mengembalikan keluarga ke keadaan homeostasis yang seimbang.
Untuk meningkatkan kesejatreaan kel;uarga selam fase ini, keluarga perlu saling bekerja
sama, saling mengungkapkan perasaan dan memecahkan masalah atau mencari atau
memamfaatkan dukungan keluarga untuk memperbaiki situasi penuh stress. Empat
kemungkinan hasil akhir pascatrauma antar lain;
a. Keluarga berfungsi pad tingkat yang lebih tinggi dibandingkan sebelumnya.
b. Keluarga berfungsi pada tingkat yang lebih rendah dari pada sebelumnya
c. Keluarga berfungsi pada tingkat yang sama dengan prastres
d. Perpecahan keluarga (seperti: perpisahan, perceraian dan pengabaian).
Ketika keluarga mengakhiri fungsinya pada tingkat kesejahteraan rendah atau dalam keadaan
perpecahan keluarag, anggota keluarga sering kali membutuhkan bantuan professional untuk
membantu keluarga meningkatkan rangkaian strategi koping yang efektif (Reiss, Streinglass
& Howe, 1993).

C. TEORI STRES KELUARGA


1. Teori stress keluarga Hill
Teori stress keluarga Hill (1999) klasik merupakan model yang paling singkat dan fasih
dalam menguraikan factor-faktor yang menyebabkan krisis dalam keluarga. Berdasarkan
perpisahan dan penyatuan, ia menyusun teori stress keluarga yang disebut ABCX yaitu
mengidentifikasi kumpulan variabel besar (factor A, B, C,D dan X) dan hubungan yang
menyebabkan krisis/bukan krisi keluarga. Secara teoritis diuraikan proses penyesuaian “roller
coaster” pasca krisi yang dilewati keluarga. Dua bagian kerangka teoritis masih tetap jelas
tidak berubah selam 50 tahun terakhir. Kerangka ABCX ini memilki dua bagian, antara lain:
a. Pernyataan yang berhubunagan dengan penentu krisis keluarga: A (peristiwa dan kesuliatan
yang terkait) yang berinteraksi dengan B ( sumber berhadapan dengan krisis keluarga) yang
berinteraksi dengan C ( definisi yang dibuat keluarga mengenia peristiwa tersebut)
menghasilkan X (krisis) (Hill,1965).
b. Pernyataan yang lebih berorientasi proses terkait dengan jalannya penyesuaian secara krisis.
Hill (1965) menjelaskan bahwa perjalanan penyesuaian keluarga setelah sebuah krisis
meliputi periode disorganisasi, sudut pemulihan, reorganisasi dan tingkat baru fungsi
keluarga.
2. Model Relisience Stress, Penyesuaian dan Adaptasi Keluarga
Model relisience stress, penyesuaian dan adap-tasi keluarga adalah kerangka teoritis yang
juga menekan penyesuaian dan adap[tasi keluarga saat keluarga mengalami situasi hidup
penuh stress. Model relisienca disusun berdasarkan karya awal Hill mengenai model stress
ABCX saerta model selanjutnya. Penekanan utama model ini adalah pada resilience keluarga
atau kemampuan mereka untuk pulih dari peristiwa yang menyedihkan. Model ini adalah
model berbasis kekuatan dan kemampuan yang mempengaruhi proses resilience.
Model resilience didasarkan empat asumsi yang mendasarkan mengenai kehidupan keluarga,
antara lain:
a. Keluarga menghadapi kesulitan dan perubahan keluarga sebagai aspek kehidupan keluarga
yang dialami dan dapat diprediksi sepanjang siklus kehidupan
b. Keluarga mengembangkan kekuatan yang dirancang untuk meningkatkan tumbuh kembang
anggota dan unit keluarga serts melindungi keluarga dari gangguan utama dalam
mengahadapi transisi dan perubahan keluarga
c. Keluarga mengembangkan kekuatan dan kemampuan dasar serta unit yang dirancang untuk
melindungi keluarga dari stresorb dan ketegangan yang tidak diharapkan atau normative dan
meningkatkan adaptasi keluarga setelah suatu krisis keluarga atau transisi dan perubahan
besar
d. Keluarga mendapatkan mamfaat dan berperan pada jaringan hubungan dan sumber dalam
komunitas, terutama selama periode stress dan krisis keluarga (McCubbin,1991).
D. STRESOR DAN DAMPAKNYA
Selama 50 tahun lebih para peneliti telah menyadari bahwa besarnya perbedaan
kuantitas dan kualitas stressor yang dimiliki individu. Pada tahun 1949 awal, para peneliti
secara sistematis meneliti kualitas dan kuantitas perubahan hidup sreta dampaknya pada
kesehatan individu (Holmes dan Rahe, 1967). Dari studi ini, bobot diberlakukan terhadap
berbagai peristiwa hidup (baik perubahan hidup yang positif maupun negatif) yang
menyebabkan kesehatan yang buruk. Dari studu awal ini, pera peneliti mengembangkan alat
berbasis keluarga yang mengkaji perubahan hidup dalam keluarga. Alat pengkajian yang
sering digunakan adalah family inventory of live events and changes (FILE) (McCubbin,
Patterson, & Wilson, 1983). FILE adalah instrument yang dapat digunakan untuk mengkaji
atau akumulasi stressor keluarga.
Pada masing-masing 71 peristiwa hidup dalam FILE diberi bobot berdasarkan
bagimana stress tersebut. Tujuh peristiwa hidup yang paling menimbulkan stress dalam skala
hidup FILE total adalah:
1. Kematian seorang anak
2. Kematian salah satu orang tua atau pasangan
3. Pasangan atau orang berpisah atau bercerai
4. Adanya penganiayaan fisik atau seksual atau kekerasan dalam keluarga
5. Anggota keluarga mengalami cact fisik atau penyakit kronik
6. Pasangan atau orang tua berselingkuh
7. Anggota dipenjara atau penahanan sementara pada anak-anak.
Keluarga yang memiliki akumulasi peristiwa hidup yang lebih tinggi telah ditemukan
memiliki fungsi keluarga yang rendah dan kesehatan anggota keluarga yang buruk.

E. STRATEGI KOPING KELURGA


1. Strategi Koping keluarga internal
Strategi koping keluarga internal memiliki tiga jenis strategi, yaitu strategi hubungan,
kognitif dan komunikasi.
a. Strategi hubungan
1) Mengandalkan kelompok keluarga
Kleuarga tertentu saat mengalami tekanan mengatasi dengan menjadi lebih bergantung pada
sumber mereka sendiri. Bersatu adalah satu dari proses penting dalam badai kehidupan
keluarga. Keluarga berhasil melalui masalah dengan menciptakan struktur dan organisasi
yang lebih besar dirumah dan keluarga. Ketika keluarga menetapkan struktur yang lebih
besar, hal ini merupakan upaya untuk memiliki pengendalian yang lebih besar terhadap
keluarga mereka. Upaya ini biasanya melibatkan penjadwalan waktu anggota yang lebih
ketat, lebih banyak tugas per anggota keluarga, organisasi ikatan yang lebih ketat, dan
rutinitas ynag lebih kuku dan terprogram. Bersamaan dengan lebih ketatnya batasan keluarga,
menimbulkan kebutuhan pengaturan dan pengendalian anggota keluarga yang lebih besar,
disertai harapan bahwa anggota lebih disiplin dan menyesuaikan diri. Jika berhasil, keluarga
menerapkan pengendalian yang lebih besar dan mencapai integrasi dan kohesivitas yang
lebih besar.
2) Kebersamaan yang lebih besar
Salah satu membuat keluarga semakin erat dan memelihara sreta mengelola tingkat
stress dan moral yang dibutuhkan keluarga adalah dengan berbagi perasaan dan pemikiran
serta terlibat dalam pengalaman aktivitas keluarga. Kebersamaan yang lebih besar
menghasilkan kohesi keluarga yang lebih tinggi, atribut keluarga yang mendapatkan
perhatian yang luas sebagai atribut keluarga inti (Olson, 1993). Hubungan yang paling
penting membutuhkan kohesivitas dan saling berbagi dalam system keluarga.kohesivitas
keluarga yang tinggi khususnya membantu saat keluarga pernah trauma, karena anggota
sangat memerlukan dukungan. Aktivitas anggota keluarga diwaktu luang merupakan sumber
koping yang sangat penting guna memperbaiki kohesi, moral, dan kepuasaan kelurga. Seperti
yang banyak dikatakan orang, peribahas “sebuah kelurga yang berperan bersama, tetap
barsama” mengandung banyak sekali kebenaran. Strategi koping ini akhirnya bertujuan
membangun integrasi, kohesivitas, dan resilienceyang lebih besar dalam keluarga.
3) Fleksibitas peran
Perubahan yang cepat dan pervasif dalam masyarakat serta dalam keluarga, khususny pada
pasangan, merupakantipe strategi keluarga yang sangat kuat. Olson (199) dan Walsh (1998)
telah menekankan bahwa fleksibitas peran adalah satu dari dimensi utama adaptasi keluarga.
Keluarga harus mampu beradaptasi terhadap perubahanperkembangan dan lingkungan.
Ketika keluarga berhasil mengatasi, keluarga mampu memelihara suatu keseimbangan
dinamik antara perubahan dan stabilitas. Fleksibitas peran memungkinkan kesimbangan ini
berlanjut.

b. Strategi kognitif
1) Normalisasi
Strategi koping keluarga fungsional lainnya adalah kecenderunagan bagi keluarga untuk
normalisasi suesuatu sebanyak mungkin saat mereka mengatasi stressor jangka panjang yang
cenderung mengganggu kehidupan keluarga dan aktivitas rumah tangga. Normalisasi adalah
proses terus menerus yang melibatkan pengakuan pentakit kronik tetapi menegaskan
kehidupan keluarga sebagai kehidupan keluarga yang normal, menegaskan efek social
memiliki anggota yang memiliki atau menderita penyakit kronik sebagi suatu yang minimal,
dan terlibat dalam perilaku yang menunjukkan kepada orang lain bahwa keluarga tersebut
adalah normal. Keluara menormalkan dengan memenuhi ritual dan rutinitas. Hal ini
membantu keluarga mengatasi stress dan meningkatkan rasa keutuhan sepanjang waktu,
sangat penting guna menormalisasi situasi keluarga (Fiase, 2000).
2) Pengendalian makna masalah dengan membingkai ulang dan penilaian pasif
Keluarga yang menggunakan strategi koping ini cenderung melihat aspek positif dari
peristiwa hidup penuh stress dan membuat peristiwa penuh stress menjadi tidak terlalu
penting dalam hierarki nilai keluarga. Hal ini ditandai dengan naggota keluarga yang
memiliki rasa percaya dalam mengatasi kekganjilan denga mempertahankan pandangan
optimistic terhadap peritiwa, terus memiliki harapan dan berfokus pada kekuatan dan potensi.
Pembingkaian ulang adalah cara persepsi koping individu dan sering kali dipengaruhi oleh
keyakinan keluarga. Keluarga memiliki persepsi bersama, dan proses pembingkaian ulang
akan dipengaruhi oleh persepsi ini. Rolland menekankan bahwa keyakinan individu dan
keluarga berfungsi sebagai peta kognitif yang membimbing tindakan dan keputusan
keluarga. Keyakinan dapat sedemikian rupa, selaras dengan pandangan hidup, paradigm dan
nilai keluarga.
Cara kedua keluarga mengendalikan makna stressor adalah dengan penilaian pasif, kadang
disebut sebagai penerimaan pasif. Pada cara kedua ini, keluarga menggunakan strategi koping
kognitif kolektif dalam memandang stressor atau kebutuhan yang menimbulkan stres sebagai
sesuatu yang akan selesai dengan sendirinya sepanjang waktu dan tentang hal tersebut tidak
ada atau sedikit yang dapat dilakukan. Seperti yang ditekankan Boss (1988), penilaian pasif
dapat menjadi strategi penurun stress yang efektif dalam jangka waktu pendek, khususnya
dalam kasus saat tidak ada satu pun yang dapat dilakukan. Akan tetapai jika strategi ini
digunakan secara konsisten dan sepnjang waktu, penggunaannya menghambat pemecahan
masalah yang aktif da perubahan dalam keluarga serta dapat menggangu adaptasi keluarga.
3) Pemecahan masalah bersama
Pemecahan masalah bersama diantara anggota keluarga adalah styrategi konitif dan
komunikasi keluarga yang telah diteliti secara ekstensif melalui metode penelitian
laboratorium oleh kelompok peneliti keluarga (Klien, 1983; Reis, 1981; Strauss, 1968) dan
dalam lingkungan alami ( Chesler & Barbari, 1987). Pemecahan masalah keluarga yang
efektif meliputitujuh langkah spesifik :
a) Mengidentifikasi masalah
b) Mengkomunikasikan tentang masalah
c) Menghasilkan solusi yang mungkin
d) Memutuskan satu dari solusi
e) Melakukan tindakan
f) Memantau atau memastikan bahwa tindakan dilakukan
g) Mengevaluasi seluruh proses pemecahan masalah
Dengan memasukkan strategi pemecahan masalah ini dalam kehidupan keluarga, keluarga
dipercaya dapat berfungsi secar efektif. Reiss menyebutkan keluarga yang menggunakan
proses pemecahan masalah yang efektif sebagi keluarga yang peka terhadapa lingkungan.
Tipe keluarga ini seperti melihat sifat masalah sebagi sesuatu “dia luar sana” dan tidak
mencoba membuat masalah menjadi internal.
4) Mendapatkan informasi dan pengetahuan
Keluarga yang berbasis kognitif berespon terhadap stress dengan mencari pengetahuan
informasi berkenaan dengan stressor dan kemungkinan stressor. Hal ini khususny terbukti
dalam kasus masalah kesehatan berat atau yang mengancaam hidup. Dengan mendapatkan
informasi yang bermamfaat, dapat meningkatkan perasaan memiliki beberapa pengendalan
terhadap situasi dan mengurangi rasa takut keluarga terhadap sesuatu yang tidak diketahui
dan juga mengurangi rasa takut keluarga terhadap sesuatu yang tidak diketahui serta
membantu keluarega menilai stressor ( maknanya) lebih akurat dan mengambil tindakan yang
diperlukan.

c. Strategi Komunikasi
1) Terbuka dan jujur
Anggota keluarga yang menunjukkan keterbukaan, kejujuran, pesan yang jelas dan perasaan
serta afeksi yang lebih besar dibutuhkan pada masa ini. Satir mengamati bahwa komunikasi
keluarga yang fungsional adalah langsung, terbuka,jujur dan jelas. Keterbukaan adalah
komunikatif dalam berbagai ide dan perasaan. Pemecahan masalah kolaboratif, yang dibahas
sebagai strategi koping kognitif, juga merupakan strategi koping kognitif, juga merupakan
strategi komunikasi, yang memfasilitasi koping dan adaptasi keluarga.
2) Menggunakan humor dan tawa
Studi mengenai resilience menekankan bahwa humor tidak terhingga nilainya dalam
mengatasi penderitaan (Walsh, 1998). Humor tidak hnya dapat menyokong semangat, humor
juga dapat menyokong sistem imun seseorang dalam mendorong penyembuhan. Demikian
juga bagi keluarga, rasa humor adalah sebuah aspek yang penting. Humor dapat dapat
memperbaiki sikap keluarga terhadap masalah dan perawatan kesehatan serta mengurangi
kecemasan dan ketegangan. Humor dan tawa dapat dipandang sebagai alat perawatan diri
untuk mengatasi stress karena kemampuan tertawa dapat memberikan seseorang perasaan
memiliki kekuatan terhadap situasi. Humor dan tawa dapat menyokang sikap positif dan
harapan bukan perasaan tidak berdaya atau depresi dalam situasi penuh stress.

2. Strategi Koping Keluarga Eksternal


a. Strategi komunitas
Kategori ini merujuk pada upaya koping keluarga yang terus menerus, jangka panjang, dan
umum bukan upaya seseorang menyesuaikan untuk mengurangi stressor khusus siapapun.
Pada kasus ini, anggota keluarga ini adalah peserta aktif (sebagai anggota aktif atau posisi
pimpinan) dalam klub, organisasi dan kelompok komunitas. Hubungan komunitas yang
kreatif dapat dibuat untuk memnuhi kebutuhan anggota keluarga seperti meminta anggota
keluarga lansia yang kurang memiliki kontak keluarga memberiakan bantuan disentra
perawatan anak yang kekurangan staf (Walsh, 1998).
b. Memamfaatkan sistem dukungan social
1) Dukungan social keluarga
Dukungan social keluarga merujuk pada dukungan social yang dirasakan oleh anggota
keluarga ada atau dapat diakses (dukungan social dapat atau tidak digunakan, tetapi anggota
keluarga dapat menerima bahwa orang pendukung siap memberikan bantuan dan pertolongan
jika jika dibutuhkan). Dukungan sosial keluarga dapat dating dari dalam dukungan social
keluarga seperti dukungan pasangan atau dukungan subling atau dari luar dukungan social
keluarga yaitu dukungan social berada diluar keluarga nuklir (dalam jaringan social
keluarga).
2) Sumber dukungan keluarga
Menurut Caplan (1974) terdapat tiga sumber dukungan social umum. Sumber ini terdiri atas
jaringan informalyang spontan. Dukungan terorganisasi yang tidak diarahkan oleh petugas
kesehatan professional dan upaya terorganisasi oleh professional kesehatan. Dari semua ini
jaringan informal (diidentifikasi diatas kelompok yang memberikan jumlah bantuan
terbanyak selama masa yang dibutuhkan. Caplan (1976) menjelaskan bahwa keluarga
memiliki fungsi pendukung meliputi:
a) dukungan social (keluarga berfungsi sebagi pencari dan penyebar informasi mengenai
dunia)
b) dukungan penilaian (keluarga bertindaksebagai sistem pembimbingumpan balik,
membimbing dan merantarai pemecahan masalahdan merupakan sumber sera validator
identitas anggota)
c) Dukungan tambahan (keluarga adalah sunber bantuan praktis dan konkret)
d) Dukungan emosional (keluarga berfungsi sebagai pelabuhan istirahat dan pemulihan serta
membantu penguasaan emosional)
e) Meningkatkan moral keluarga
c. Dukungan spiritual
Berbagai studi menunjukkan hubungan yang jelas antara kesejahteraan spiritual dan
peningkatan kemampuan individu atau keluarga untuk mengatasi stress dan penyakit. Agama
adalah dorongan yang kuat dan pervasif dalam membentuk keluarga (Miller, 2000). Cara
koping yang berbasis spiritual bervariasi secara signifikan lintas budaya. Penelitian mengenai
koping keluarga dan individu serta resilience secara konsisten menunjukkan bahwa dukungan
spiritual adalah penting dalam mendukung kepercayaan keluarga sehingga mereka dapat
mengatasi penderitaan.

F. STRATEGI KOPING DISFUNGSIONAL KELUARGA


Keluarga menggunakan berbagai strategi koping disfungsional khusus dalam upaya untuk
mengatasi masalah mereka. Pada sebagian besar kasus, strategi ini dipilih secara tidak sadar,
sering kali sebagai respons yang digunakan keluarga asal mereka dalam upaya perlu
diperhatikan bahwa strategi koping disfungsional keluarga ini digunakan untuk mengurangi
stress dan ketegangan keluarga. Strategi koping disfungsional yang sering digunakan adalah:
1. Penyangkalan masalah keluarga
Penyangkalan adalah mekanisme pertahanan yang digunakan oleh anggota keluarga dan
keluarga sebagai satu kesatuan. Pada basis jangka pendek, penyangkalan keluarga sering kali
fungsional, karena ini memungkinkan keluarga membeli waktu untuk melindungi dirinya
sementara secara bertahap menerima peristiwa yang menimbulkan kepedihan. Tetapi juga
berlangsung lama, penyangkalan bersifat disfungsional bagi keluarga.
2. Pola dominasi atau kepatuhan ekstrem (otoritarinisme)
Otoritariniasme adalah kecenderungan seseorang untuk berhenti mandiri karena
ketidakberdayaan dan ketergantungan, serta keinginana untuk bergabung dengan seseorang
atau sesuatu diluar dirinya agar mendapatkan kekuasaan atau kekuatan yang dirasakan
kurang. Dalam keluarga otoriter, orang mengundurkan diri dari integritas pribadi mereka dan
menjadi bagian dari simbiosis yang tidak sehat, patuh kepada dominasi. Anggota keluarga
yang patuh sangat bergantung pada individu yang dominan.
3. Perpecahan dan kecanduan dalam keluarga
Untuk mengurangi ketegangan atau stress dalam keluarga, anggota keluarga boleh jadi secara
fisik atau psikososial saling terpisah. Perpisahan ini mencakup kehilangan anggota keluarga
karena pengabaian, perpisahan atau perceraian dan gangguan psikososial anggota keluarga
lewat keterlibatan anggota dalam kecanduan (misalnya alcohol, obat-obatan dan berjudi).
Banyak orang mengenali bahwa kecanduan alcohol dan obat-obatan adalah penyakit, hanya
sedikit sekali yang mengenali sebagai “penyakit keluarga” (Al-Anon Family Groups,2000).
Saat ini kecanduan anggota keluarga dipahami sebagai masalah sistem keluarga bukan
masalah individu. Alcohol dan obat-obatan telah memiliki pola intergenerasi.
Penyalahgunaan minuman pada dewas muda telah ditemukan dipengaruhi oleh disfungsi
dalam keluarga asal.
4. Kekerasan dalam keluarga
Menggunakan ancaman, mengkambinghitamkan dan otoriterisme ekstrem dapt menyebabkan
kekerasan dalam keluarga. Kekereasan dalam keluarga dapat dikenali sebagai satu dari empat
masalah kesehatan masyarakat utama saat ini (Galles,2000; Walsh,1996). Terdapat enam tipe
kekerasan dalam kelurga, antara lain:
a. Penganiayaan pasangan
b. Penganiayaan dan pengabaian anak
c. Penganiayaan saudara kandung
d. Penganiayaan lansia
e. Penganiayaan orang tua
f. Penganiayaan homoseksual

G. FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOPING


1. Perbedaan Gender dalam koping
Pria dan wanita menggunakan strategi koping yang berbeda. Wanita lebih menganggap lebih
bermamfaat berkumpul bersam orang lain, berbagi kekhawatiran dan kesulitan mereka
dengan kerabat atau teman dekat, mengungkapkan perasaan dan emosi yang positif dan
negatif secara terbuka, dan menghabiskan waktu guna mengembangkan diri dan hobi. Disi
lain pria cenderung menggunakan strategi yang lebih menarik diri seperti menyimpan
perasaannya, mencoba menjaga orang lain mengetahui seberapa buruk kejadiannya dan
mengkonsumsi alcohol lebih banyak.

2. Variasi Sosial Budaya Dalam Koping Keluarga


Variasi kelas social dalam koping keluarga juga ada. Misalnya keluarga ynag lebih kaya dan
berpendidikan khasnya memilikin kebutuhan yang lebih besar untuk mengatur dan
mengendalikan peristiwa kesehatan mereka sehingga menggunakan lebih banyak strategi
koping keluarga dalam mendapatkan informasi dan pengetahuan. Keluarga miskin juga dapat
merasakan kurang percaya diri akan kemampuan mereka untuk mengendalikan takdirnya,
dan dalam kasusu ini dapatmenggunakan pengendalian makana denganpenelaian pasif.
3. Dampak Gangguan Kesehatan
Seperti yang telah disebutkan, tipe koping yang digunakan individu yang bergantung pada
situasi. Denagn lebuh sedikit tuntutanyang diminta oleh keluarga (misalnya; semua berjalan
dengan baik dan anggota keluarga sehat), tipe pola koping tertentu yang bertahan lama dapat
secara khas diterapkan, seperti memelihara jalinan aktif dengan komunitas. Akan tetapi
dengan semakin banyaknya kemalangan (baik stressor kesehatan maupun tipe stressor
lainnya seperti ekonomi, lingkungan dll), cara koping yang umum biasanya tidak cukup, dan
semakin luas susunan strategi koping keluarga dihasilkan guna menghadapi tantangan.

H. AREA PENGKAJIAN KELUARGA


Terdapat skala koping keluarga yang terstruktur dan teruji, yang digunakan untuk
penelitian dan praktik klinis serta pertanyaan pengkajian yang disertakan, dan informasi yang
dikumpulkan dari anggota keluarga melalui wawancara, serta laporan atau data dari sumber
lain. Pertanyaan yang menyertai relevan untuk dipertimbangkan saat menilai stressor,
kekuatan, persepsi, strategi koping dan adaptas.
1. Stressor, Kekuatan, dan Persepsi Keluarga
a. Stersor (baik jangka panjang maupun poendek) apa yang dialami oleh keluarga? Lihat family
inventory of life scale untuk contoh stressor yang signifikan. Pertimbangkan stressor
lingkungan dan sosioekonomi. Bagaiman kekuatan dan durasi dari stressor ini?
b. Kekuatan apa ynag menyebabakan stressor? Apakah keluarga mampu mengatasi stress biasa
dan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari keluarga? Sumber apa yang dimiliki keluarga
untuk mengatasi stressor?
c. Apa definisi keluarga mengenai situasi tersebut? Apakah dilihat sebagai tantangan secara
realistic dan penuh harapan? Apakah keluarga mampu bertindak bardasarka penilaian
realistic dan objektif mengenai situasi dan peristiwa penuh stress? Apakah stressor utama
dilihat sangat membebani, mustahil untuk diatasi, atau sedemikian rupa mengganggu?
2. Strategi Koping Keluarga
a. Bagaiman keluarga bereaksi terhadap stressor yang dialaminya? Strategi koping apa yang
digunakan? Strategi koping apa yang diterapkan keluarga dan untuk mengatasi tipe masalah
apa? Apakah anggota keluarga berada dalam cara koping mereka saat ini? Jika demikian,
bagaimana keluarga mengatasi perbedaab itu?
b. Sejauh man keluarga menggunakan strategi koping internal:
1) Mengandalkan kelompok keluarga
2) Berbagi perasaan, pemikiran, dan aktivitas
3) Fleksibilitas peran
4) Normalisasi
5) Mengendalikan makn masalah denagn pembimbing ulang dan penilaian pasif
6) Pemecahan masalah bersam
7) Mendapatkan informasi dan pengetahuan
8) Terbuka dan jujur dalam komunikasi keluarga
9) Menggunakan humor dan tawa
c. Sejauh man keluarga menggunakan keluarga menggunakan strategi koping eksternal dan
sistem dukungan informal berikut:
1) Memelihara jalinan aktif dengan komunitas
2) Menggunakan dukungan spiritual
3) Menggunakan sistem dukungan social
4) Apakah keluarga memiliki ikatan yang bermakna dengan teman, kerabat, tetangga,
kelompok social dan organisasi komunitas yang memberikan dukungan dan bantuan jika
dibutuhkan?
5) Jika demikian, siapa mereka dan bagaimana sifat hubungan mereka? Apakah keluarga
memiliki sedikit atau tidak memiliki teman, tetangga, kerabat, kelompok social atau
organisasi komunikasi? Jika demikian, mengapa? Apakah keluarga mempunyai
ketidakpuasan atau kemarahan terhadap sumber dukungan social yang ada?
6) Apa layanan dan petugas kesehatan yang membantu keluarga?
7) Apa fungsi dan kekuatan dari hubungan ini?
d. Strategi koping disfungsional apa yang telah digunakan keluarga atau apa yang sedang
digunakan? Apakah ada tanda-tanda disfungsionalitas berikut? Jika demikian, catat
keberadaannya dan seberapa ekstensif digunakannya?
1) Mengambinghitamkan
2) Penggunaan ancaman
3) Orang ketiga
4) Psedumutualitas
5) Otoriterianisme
6) Perpecahan keluarga
7) Penyalahgunaan alcohol dan atau obat-obatan
8) Kekerasan dalam keluarga
9) Pengabaian anak
3. Adaptasi
a. Bagimana pengelolaan dan fungsi keluarga? Apakah stressor atau masalah keluarga dikelola
secara adekuat oleh keluarga? Apa dampak dari stressor pada fungsi keluarga?
b. Apakah keluarga berada dalam krisis? Apakah masalah yang ada bagian ketidakmampuan
kronikmenyelesaikan masalah?

4. Mengidentifikasi Stresor, Koping dan Adaptasi


Ketika perawat keluarga bekerja dengan keluarga sepanjang waktu, akan sangat bermamfaat
untuk mengidentifikasi atau memantau bagaimana keluarga bereaksi terhadap stressor,
persepsi, koping dan adaptasi. Apakah keluarga mulia pulih, menghasilkan proses koping
yang berguna, atau apakah tetap pada tingkat adptasi yang sama atau menunjukkan tanda-
tanda penurunan daptasi?

I. DIAGNOSIS KEPERAWATN KELUARGA


Menurut klasifikasi NANDA (NANDA, 2000), terdapat 12 diagnosis keperawatan
yang berhubungan erat dengan masalah stress, koping, dan adaptasi keluarga antara lain:
1. Ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapi keluarga
2. Kesiapan untuk meningkatkan koping keluarga
3. Gangguan koping keluarga
4. Ketidakmampuan koping keluarga
5. Resiko kekerasan terhadap orang lain
6. Gangguan proses keluarga
7. Proses keluarga yang tidak fungsional: alkoholisme
8. Berduka disfungsional
9. Gangguan pemeliharaan rumah
10. Distress spiritual
11. Resiko distress spiritual
12. Kesiapan untuk meningkatkan kesejahteraan spiritual

J. INETRVENSI KEPERAWATAN KELUARGA


Intervensi keluarga didasarkan pada data pengkajian keluarga yang terkait dengan
stressor keluarga, persepsi stressor, koping, dan adaptasi. Seperti yang dibahas dalam
pengkajian serta diagnosis keperawatan keluarga yang teridentifikasi.

1. Membantu Keluarga Menurunkan Factor Resiko


Perawat keluarga dapat, dengan menggunakan persfektif pencegahan, memberikan konsling
pada keluarga mengenai perlunya menurunkan pejanan terhadap atau kelebihan tekanan.
Selain itu penting untuk memberikan penyuluhan antisipasi. Berkenaan dengan ini, perawat
keluarga dapat membantu keluarga dengan menolong mereka mengidentifikasi dan siap
terhadap situasi yang mengancam. Satu cara membantu keluarga mengantasipasi apa yang
mungkin terjadi adalah dengan member ikan mereka informasi mengenai peristiwa yang
mungkin terjadi (Wlsh, 1998)
2. Membantu Keluarga Beresiko Untuk Mengatasi
a. Dorong semua anggota keluarga terlibat
Merupakan cara untuk melibatkan anggota keluarga mencakup:
1) Mendorong perawatan oleh anggota keluarga selama hospitalisasi
2) Menyertakan anggota keluarga, bersama dengan pasien terlibat dalam keputusan perawatan
jesehatan
3) Mendorong anggota keluarga yang lansia memelihara hubungan keluarga yang dekat
4) Member penyuluhan kepada pemberi asuhan
5) Mendorong istirahat untuk pemberi perawatan primer dengan meminta anggota keluarga lain
yang bertugas
6) Mendorong anggota keluarga saling berbagi cerita kehidupan mereka
b. Mobilisasi keluarga
Dengan membatu keluarga mengenali, mengidentifikasi, dan memamfaatkan kekuatan dan
sumber keluarga guna secar positif mempengaruhi kesehatan keluarga yang sakit (Johson,
2001)
c. Beri pujian pada upaya dan pencapaian keluarga
d. Berdasrkan pengakuan dan poenghormatan terhadap nilai, kepentingan, dan tujuan keluarga
serta dukungan keluarga
Johson et.al 2001, mencantukan banyak cara umum yang dapat dilakukan oleh perawat
berorientasi keluarga. Beberapa anjuran mereka yang paling relevan adalah:
1) Meningkatkan harapan yang realistic
2) Mendengarkan anggota keluarga yang berhububngan dengan persepsi, perasaan,
kekhawatiran dan kepentingan mereka
3) Memfasilitasi komunikasi antara anggota keluarga
4) Mengorientasi anggota keluarga pada linhkungan dan sistem perawatan kesehatan
5) Memberikan informasi yang dibutuhkan
6) Memberikan advokasi bagi keluarga
7) Memperkenalkan anggota keluarga ke keluarga lain yang mengalami masalah yang serupa
8) Merujuk keluarga ke kelompok perawatan dari pendukung
9) Berikan keluarga sumber atau referensi literature dan internet
e. Ajarkan keluarga mengenai car, koping yang efektif
Program ini tidak sekedar mengenali kebutuhan keluarga mendapatkan pengetahuan
kesehatan yang dibutuhkan untuk perawatan, tetapi aspek psikososial perawatan dan
kekhawatiran keluarga (Campbell,2000).
f. Dorong keluarga menormalisasi kehidupan keluarga dan distress keluarga sebanyak mungkin
g. Bantu keluarga membingkai ulang dan member label ulang situasi masalah
h. Bantu keluarga mendapatkan dukungan spiritual yang mereka butuhkan
i. Rujuk keluarga yang mengalami krisis
j. Bantu keluarga meningkatkan dan memamfaatkan sistem dukungan social mereka.
3. Pemamfaatan Kelompok Swa-Bantu
Perawat sangatlah menyadari mamfaat kelompok swa-bantu bagi anggota keluarga yang
membutuhkan dukungan guna mengatasi atau mengkoping pengalaman hidup penuh stress.
Intervensi khusus dapat sangat memfasilitasi keluarga:
a. Mencari informasi tentang kelompok yang memberikan bantuan bagi individu dan keluarga
b. Kolaborasi dengan kelompok tersebut
c. Memahami bagaimana kelompok ini meningkatkan dan melengkapi layanan professional
d. Merujuk anggota keluarga dan keluarga ke kelompok yang tepat
e. Menciptakan kelompok baru untuk melakukan saat terjadi kekurangan kelompok swa-bantu
f. Memberikan konsling anggota keluarga
4. Terapi Keluarga Jaringan Sosial
Terapi jaringan social berlangsung di lingkungan rumah dengan keluarga dan jaringan social
luasnya, yang dipasangkan untuk menciptakan matriks social yang mengasuh dan sehat.
5. Prinsip-Prinsip Intervensi Krisis Keluarga
a. Mengidentifikasi peristiwa yang mencetuskan dan peristiwa hidup yang membahayakan
b. Mengkaji interpretasi keluarga terhadap peristiwa
c. Mengkaji sumber keluarga dan metode koping terhadap stressor
d. Mengkaji status fungsi keluarga
6. Pemberdayaan Keluarga
Figley (1989), menyiratkan bahwa pemberdayaan keluarga adalah sebanyak sikap filosofis
terhadap bekerja dengan keluarga trauma saat keluarga terlibat dalam aktivitas khusus
tertentu. Ketika ia memandang dan menerapi keluarga yang bermasalah, pendekatannya
diperlembut oleh penghormatan tulusnya terhadap kemampuannya bertindak secara alami
dan kekuatan keluarga.
7. Melindungi Anggota Keluarga Yang Berisiko Mengalami Kekerasan
Tujuan ini dapat dicapai dengan:
a. Mengenali dan melaporkan penganiayaan anak
b. Mendukung dan merujuk pasangan, lansia, saudara kandung, orang tua, homoseksual yang
dianiaya, pelaku penganiayaan dan unit keluarga
c. Mengkoordinasi perawatan bagi keluarga dan anggota keluarga, bekerja secara kolaborasi
dengan petugas kesehatan lain dan pekerja kesejahteraan
8. Merujuk Anggota Keluarga Yang Menunjukkan Masalah Koping Dan Disfungsi Yang Lebih
Kompleks
Ketika stress dan masalah koping keluarga di luar layanan yang dapat diberikan perawat
keluarga, perujukan dan tindak lanjut konsling atau terapi keluarga yang berkelanjutan sering
kali diindikasikan. Perujuk kekonselor yang menggunakan pendekatan sistem keluarga
seringkala sangat membantu.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Banyak perubahan evolusioner dan revolusioner berlansung dimasyarakat kita dan
berhubungan dengan keluarga sepanjang waktu. Bagaimana keluarga mengatasi perubahan
penuh stress yang berbeda, walaupun dipercayai bahwa umumnya keluarga amerika dapat
bertindak secara efektif dan fleksibel dalam adaptasi mereka terhadap perubahan. Walaupun
begitu rentang respon yang luas terjadi saat kemalangan yang berat. Beberarapa keluarga
beradaptasi sangat baik terhadap stressor dan ketegangan dan mengubah pola fungsi,
menggunakan sumber dan strategi koping yang membantu mengelola stress tersebut.
Keluarga lain mengguanakan strategi kopinh yang membahayakan atau disfungsional
yang hanya dapat mengurangi stress sementara. Hasil akhir bagi keluarga ini dapat termasuk
kekerasan dalam keluarga, perpecahan keluarga dan kecanduan.
Keluarga dan anggota keluarga menggunakan susunan strategi koping keluarga yang
luas guna mengatasi situasi penuh stress. Strategi perilaku, kognitif,dan emosional
diidentifikasi dan dibahas terkait dampaknya terhadap fungsi keluarga. Strategi koping
keluarga dapat dibagi menjadi strategi koping keluarga internal dan eksternal, yang
bergantung pada apakah strategi intrakeluarga atau ekstrakeluarga.
Perawat keluarga dan professional perawatan kesehatan lain yang melakukan
hubungan denagan keluarga baik di lingkungan lembaga maupun komunitas berada dalam
posisi kunci untuk mengkaji stressor, persepsi, kekuatan dan koping serta adaptasi keluarga
dan melakukan intervensi pada keluarga ini dengan memberikan adaptasi keluarga yang lebih
optimal.
Untuk melengkapi pengkajian stress dan koping keluarag, pertanyaan khusus diajukan
terkait dengan masing-masing konsep mayor dalam area ini. Pertanyaan ini berfokus pada
stressor, kekuatan, persepsi keluarga, koping keluarga (strategi koping internal, eksternal dan
disfungsional) dan adaptasi keluarga.
B. Saran
Diharapkan kepada mahasiswa agar bisa menggunakan makalah ini dan juga
menjadikannya sebagai pedoman dalam memberikan intervensi keperawatan tentang proses
dan strategi koping yang bisa digunakan pada keluarga dengan gangguan masalah kesehatan
dan dalam memberikan pendidikan serta konsling untuk merubah perilaku atau koping yang
digunakan apabila keluarga menggunakan strategi koping disfungsional dan mempertahankan
strategi koping keluarga ynag menggunakan strategi koping yang fungsional atau positif .
DAFTAR PUSTAKA

Friedman. M, Marilyn. 1998. Keperawatn Keluarga. Jakarta. EGC


Friedman. M, Marilyn. 2002. Keperawatn Keluarga. Edisi 3. Jakarta. EGC
Friedman, M, Marilyn. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori & Praktek.
Edisi 5. Jakarta. EGC
Murwani, arita. 2009. Pengantar konsep dasar keperawatan. Pengantar konsep dasar
keperawatan. Yogyakarta: fitraatmaja
Setiawati, santun. 2008. Asuhan keperawatan keluarga. Jakarta: tim-2008
Tamher, sayuti dkk.2009.pengkajian keperawatan jadi individu, keluarga & komunitas.
Jakarta: tim-2009

You might also like