You are on page 1of 16

FORM REKAM MEDIS

 IDENTITAS PASIEN
Nama : Rukmiyati
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Berat badan : 80 kg
Tinggi : 160 cm
Alamat : Jln. Kyai Singaperbagasa Rt 02RW 02 Purwokerto
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku : Jawa
Status pernikahan : Sudah menikah

 ANAMNESIS
- Keluhan utama:
Terasa nyeri cenut-cenut dan kaku pada ektremitas superior, tepatnya
pada ruas-ruas sendi jari (interphalanx) tangan kanan dan kiri sejak 5
tahun yang lalu.
- Riwayat penyakit sekarang:
 Frekuensi kekambuhan nyeri dan kaku terasa saat bangun pagi selama
<45menit serta saat setelah 1-2jam mengerjakan pekerjaan berat. Hal
tersebut berulang tiap hari jika saat kambuh.
 Bila cuaca menjadi dingin, maka kambuh sering terjadi.
 Rasa nyeri tidak berpindah-pindah.
 Intensitas kambuh rasa nyeri 2-3 hari dalam seminggu.
 Saat kambuh rasa nyeri tersebut dirasakan mengganggu aktivitas,
tetapi masih dapat melakukan pekerjaannya.
 Pasien sudah pernah check ke dokter dan diresepi obat, tetapi pasien
lupa apa nama obatnya. Obat-obat tersebut diminum pada saat terasa
nyeri dan nyeri pun berangsur-angsur berkurang.

1
 Rasa nyeri dirasa berlangsung sangat lama jika tidak meminum obat
tersebut.
- Riwayat penyakit dahulu:
 Pasien menderita diabetes mellitus tetapi belum pernah rawat inap.
 Trauma (-), hipertensi (-)
- Riwayat penyakit pada keluarga:
 Bapak dan anak perempuan dari pasien mengalami sakit sendi yang
sama.
 Diabetes mellitus heriditer dari bapak.
- Anamnesis sistem:
 Serebrospinal : Demam(-), pusing(-)
 Kardiovaskuler : Debar(-), nyeri dada(-), berkeringat(-)
 Respirasi : Flu(+), sesak(-)
 Gastrointestinal : Gastritis (-), Mual(-), muntah(-), BAB lancar
 Urogenital : BAK lancar
 Musculoskeletal : Jika kambuh => Nyeri interphalanx (+),
bengkak(+), nyeri tekan(+)
 Integumentum : Jika kambuh => kulit memerah(+)
- Kebiasaan dan lingkungan sekitar:
 Kurang olahraga waktu muda dan sering bantu suami di sawah
 Kurang mengkonsumsi sayuran dan buah
 Lingkungan sekitar baik dan bersih, tidak dekat pabrik

 PEMERIKSAAN FISIK
- Dilakukan tanggal : 18 September 2009
- Pukul : 20.00 WITA
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Compus mentis
- Tanda vital
 Tensi : 170/100 mmHg
 Nadi : 73/menit
 Respirasi : 28/menit

2
 Suhu : 37o C
- Status lokalis

3
4
 Inspeksi : Kulit tangan agak memerah. Deformitas tidak terlihat.
 Palpasi : Nampak deformitas saat diraba. Krepitasi minim.
 Gerakan : Fleksi dan ekstensi jari-jari tangan masih dapat
dilakukan meski terbatas.

 PEMERIKSAAN FOTO RONTGEN


 Nampak osteofit pada sendi antar ruas jari pada tangan kanan dan kiri.
 Rongga sendi mengalami penyempitan.
 Erosif sendi sedikit terlihat.

 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tidak dilakukan

 DIAGNOSIS BANDING
Osteoarthritis dan rheumatoid arthritis

 DIAGNOSIS KERJA
Osteoarhtritis

 USUL TERAPI
1. Terapi farmakologis
 Pemberian obat analgesik dan anti inflamasi non-steroid (OAIN)
seperti ibuprofen 500mg 3x/hari untuk mengurangi nyeri saat sakit
dan menghambat proses inflamasi. Pemilihan dan penggunaan obat
tersebut melihat akan efikasi yang baik dan efek samping yang rendah
terhadap pasien tersebut.
 Pemberian chondroprotective agent untuk menjaga dan merangsang
perbaikan tulang rawan sendi seperti glukosaminsulfat 500mg 3x/hari.
2. Terapi non-farmakologis
 Edukasi tentang penyakit pasien. Menjaga agar tidak bertambah parah
dan agar tetap dapat digunakan beraktifitas.

5
 Program penurunan berat badan agar beban pada persendian tidak
terlalu berat yang dimana dapat memperburuk penyakit OA ini.

 PROGNOSIS
Progresif lambat. Dubia, tergantung sendi yang terlibat dan tingkat
keparahan.

6
PEMBAHASAN KASUS

Definisi

Pasien bernama bu Rukmyati (59thn) dengan data rekam medis tersebut di


atas dan berdasarkan hasil pemeriksaan foto rontgen, maka dokter yang dimana bu
Rukmiyati kunjungi mendiagnosa bahwa ia menderita osteoarthritis (OA).
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan
kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangn kaki paling sering
terkena OA. Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu
mencapai 15,5% pada pria, dan 12,7% pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh
nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang
terkena (Soeroso dalam Sudoyo, 2006)

Osteoarthritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini


bersifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai oleh adanya
deteriorasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru pada
permukaan persendian (Price, 2006).

Epidemiologi

Osteoarthritis (OA) bervariasi pada masing-masing negara, tetapi data pada


berbagai negara menunjukkan bahwa arthritis primer adalah yang paling banyak
ditemui, terutama pada kelompok usia dewasa dan usia lanjut. Prevalensinya
meningkat sesuai pertambahan usia. Data radiografi menunjukkan bahwa OA terjadi
pada sebagian besar usia lebih dari 65 tahun, dan pada hampir setiap orang pada usia
75 tahun. OA ditandai dengan nyeri dan kaku pada sendi, serta adanya hendaya
keterbatasan gerakan (Muchid, 2006)
Berdasarkan data prevalensi dari National Centers for Health Statistics,
diperkirakan 15.8 juta (12%) orang dewasa antara 25-74 tahun mempunyai keluhan
sesuai OA. Prevalensi dan tingkat keparahan OA berbeda-beda antara rentang usia
dewasa dan usia lanjut. Sebagai gambaran, 20% pasien dibawah 45 tahun mengalami
OA tangan dan hanya 8,5% terjadi pada usia 75-79 tahun (Muchid, 2006).

7
Umur, dari semua faktor resiko timbulnya OA, faktor ketuaan adalah faktor
yang terkuat. Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan bertambahnya
umur. OA hampir tak pernah ada pada anak-anak, jarang pada umur di bawah 40
tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun. (Soeroso dalam Sudoyo, 2006)
Jenis Kelamin, wanita lebih sering terkena OA. Di bawah 45 tahun frekuensi
OA kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita, tetapi di atas 50 tahun (setelah
menoupause) frekuensi OA lebih banyak pada wanita daripada pria. (Soeroso dalam
Sudoyo, 2006)
Suku Bangsa dan Genetik, misalnya OA paha lebih jarang di antara orang-
orang kulit hitam dan asia daripada kaukasia. Pada ibu yang menderita OA anak-
anak peremuannya 3 kali lebih sering menderita OA. (Soeroso dalam Sudoyo, 2006)
Kegemukan dan Penyakit metabolik, berat badan yang berlebih nyata berkaitan
untuk timbunya OA. Peran faktor metabolik dan hormonal pada kaitan OA dan
kegemukan juga disokong oleh adanya ikatan antara OA dengan penyakit jantung
koroner diabetes mellitus dan hipertnsi. (Soeroso dalam Sudoyo, 2006)
Pekerjaan, Cedera sendi dan Olah Raga, aktivitas seperti pada seperti yang
dilakukan oleh operator mesin, pembor, pemintal kapas, penambang batu bara dan
lain-lain dibuktikan menimbulkan OA pada sendi yang sering digunakan untuk
bekerja. Demikian juga cedera sendi dan olah raga yang sering menimbulkan cedera
sendi berkaitan dengan risiko OA yang lebih tinggi. (Harrison, 2005)
Kelainan Pertumbuhan dan Faktor Lain, kelainan pertumbuhan misalnya
penyakit perthes dan dislokasi congenital paha telah dikaitkan dengan timbulnya OA
paha pada usia muda. Tingginya kepdatan tulang dikatakan dapat meningkatakan
resiko timbulnya OA. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras)
tak membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan seni.
(Soeroso dalam Sudoyo, 2006)
Etiologi
Berdasar asal penyebabnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan
OA sekunder. Osteoartritis primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang
kasusnya tidak diketahui kausanya dan tidak ada hubungannya dengan penyakit
sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. Osteoarthritis sekunder adalah
OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolic,

8
pertumbuhan, herediter, jejas makro maupun mikro. OA primer labih sering
ditemukan dibanding OA sekunder (Soeroso dalam Sudoyo, 2006).

Selama ini osteoarthritis sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses
ketuaan yang tidak dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang
berpendapat bahwa oateoartritis ternyata merupakakn penyakit gangguan
homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan
kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui (Woodhead dalam Soeroso, 2006).
Jejas mekanis dan kimiawi diduga merupakan faktor penting yang merangsang
terbantuknya molekul abnormal dan produk degradasi kartilago didalam cairan
sinovial sendi yang mengakibatkan terjadi inflamasi sendi pada beberapa kasus
osteoartritis, kerusakan kondrosit dan nyeri, selain itu faktor umur, stress mekanis
atau penggunaan sendi yang berlebihan, defek anantomi, obesitas, genetik, humoral,
dan faktor kebudayaan (Soeroso dalam Sudoyo, 2006).

Berdasar data rekam medis hasil anamnesis di atas diperkirakan bahwa jenis
penyakit OA bu Rukmyati adalah OA primer yang disebabkan oleh proses penuaan,
mengingat umur pasien yang sudah berusia 59 tahun. Diabetes mellitus yang pasien
derita tidak begitu berperan terhadap penyakit OA primer ini, hanya saja obesitas
yang nampak dari diabetes mellitus yang memperberat kondisi penyakit OA pasien
karena beban terhadap sendipun bertambah. Hal tersebut juga tak lepas dari adanya
herediter OA dari bapak bu Rukmiyati. Selain itu, terjadi over use sendi yang terlihat
dari kegiatan pasien pasien sering membantu suami di sawah dan melakukan
pekerjaan rumah tangga lainnya sehingga gesekan antar sendi pun semakin sering
terjadi dan menimbulkan nyeri yang amat sangat.

Patogenesis

Osteoartritis mempengaruhi semua struktur pada sendi, tidak hanya hilangnya


kartilago hyalin sendi, remodelling tulang juga terjadi, dengan keregangan kapsular
dan kelemahan otot periartikular. Pada beberapa pasien didapatkan radang sendi,
terjadinya kelemahan ligamen dan lesi pada sumsum tulang yang mungkin
mewakilkan trauma yang terjadi pada tulang. Area pada hilangnya kartilago tulang
dapat meningkatkan tekanan focal sepanjang persendian yang mengakibatkan pada

9
hilangnya kartilago lebih jauh. Dengan area hilangnya kartilago yang cukup besar
dan remodelling tulang yang terjadi, sendi menjadi miring dan terjadi malalignment.
Malalignment adalah faktor resiko kuat bagi deteriorasi struktural sendi (Felson,
2006).

Osteoarthritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan


dengan suatu peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh kondrosit
sebagai kompensasi perbaikan (repair). Osteoarthritis terjadi sebagai hasil kombinasi
antara degradasi rawan sendi, remodeling tulang dan inflamasi cairan sendi. Rawan
sendi ternyata dapat melakukan perbaikan sendiri dimana kondrosit akan mengalami
replikasi dan memproduksi matriks baru. Proses ini dipengaruhi oleh faktor
pertumbuhan suatu polipeptida (growth factor, transforming growth factor b) yang
menginduksi kondrosit untuk mensintesis kolagen dan proteoglikan (Soeroso dalam
Sudoyo, 2006).

Peningkatan degradasi juga terjadi yang akan mengubah keseimbangan


metabolisme rawan sendi. Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan sendi ini
cenderung berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta
mengawali suatu proses respon imun yang menyebabkan inflamasi sendi. Selain tu,
pada sendi juga terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik (Soeroso dalam
Sudoyo, 2006).

Oleh karena hal-hal yang demikianlah maka pada pasien terdapat erosi sendi,
timbulnya osteofit, dan deformitas. Osteofit terbentuk selain karena proses
fibrinogenik yang meningkat juga karena adanya tekanan terhadap sendi tersebut
sehingga bentukan rawan sendi tidak terjadi di tempat yang semestinya (tonjolan).

Manifestasi Klinis

Gambaran klinis osteoarthritis umumnya berupa nyeri sendi, terutama apabila


sendi bergerak atau banyak menanggung beban. Nyeri tumpul ini berkurang bila
pasien beristirahat, dan bertambah bila sendi digerakkan atau bila memikul beban
tubuh. Kekakuan pada pagi hari, jika terjadi, biasanya hanya bertahan selama
beberapa menit, bila dibandingkan dengan kekakuan sendi dipagi hari yang

10
disebabkan oleh rheumatoid arthritis yang terjadi lebih lama. Gambaran lainnya
adalah keterbatasan dalam gerakan (terutama tidak dapat berekstensi penuh), nyeri
tekan lokal, pembesaran tulang di sekitar sendi, dan krepitasi (Price, 2006).

Menurut Robbins, gejala osteoarthritis muncul sangat perlahan dan biasanya


mengenai hanya satu atau beberapa sendi. Sendi yang sering terkena adalah panggul,
lutut, vertebra lumbal bawah dan servikalis, sendi antar falang distal jari tangan,
sendi karpometakarpal pertama, dan sendi tarsometatarsal pertama. Komplikasi yang
umum adalah kaku sendi dan nyeri tumpul yang dalam, terutama pada pagi hari.
Pemakaian sendiberulang-ulang cenderung menambah nyeri. Nodus Heberden,
osteofit kecil di sendi interfalang distal, paling ditemukan pada perempuan dengan
osteoarthritis primer. Seiring dengan waktu, dapat terjadi deformitas sendi yang
signifikan.

Beberapa mekanisme terjadinya nyeri pada osteoartritis (kasper, et. al. 2004).

sumber Mekanisme
Sinovium Peradangan
Tulang subkondral Hipertensi medularis, mikrofraktur
Osteofit Peregangan ujung saraf periosteum
Ligamentum Peregangan

Kapsul Peradangan, distensi


Otot Kejang

Berdasar kriteria gejala osteoarthritis di atas, maka pasien tersebut dapat


didiagnosis menderita osteoarthritis karena terdapat keluhan utama berupa nyeri
cenut-cenut dan kaku sendi pada ruas-ruas antar sendi jari (interphalanx), timbul
krepitasi minimum jika digerakkan, deformitas terasa saat diraba, dan keluhan
dirasakan sejak 5 tahun terakhir. Kambuh akan kaku dan nyeri sendi biasa terjadi
pada pagi hari atau cuaca dingin dengan durasi sakit selama < 45 menit yang disertai
bengkak dan kulit memerah pada daerah lokal sendi tersebut. Intensitas kambuhnya
nyeri 2-3 hari dalam seminggu dan frekuensi kekambuhan terjadi 1-2 jam setelah

11
melakukan kerja berat dan berlangsung lama. Hal tersebut diperkuat lagi dengan
hasil rontgen dimana terlihat ada osteofit dan erosi pada sendi antar jari tersebut.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari osteoarthritis haruslah bersifat multifokal dan


individual. Tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk mencegah dan menahan
kerusakan yang lebih lanjut pada sendi tersebut, dan untuk mengatasi nyeri dan kaku
sendi guna mempertahankan mobilitas. Melindungi sendi dari trauma tambahan
penting untuk memperlambat perjalanan penyakit ini. Evaluasi pola bekerja dan
aktivitas sehari-hari membantu untuk menghilangkan segala kegiatan yang
meningkatkan tegangan berat badan pada sendi yang sakit. Tongkat atau alat bantu
berjalan dapat mengurangi berat badan yang harus ditanggung oleh sendi lutut dan
panggul secara cukup berarti. Mengurangi berat badan bila pasien memiliki badan
yang gemuk dapat sangat menurunkan beban yang harus dipikul oleh sendi lutut dan
sendi panggul. Pemakaian obat-obatan dirancang untuk mengontrol nyeri pada sendi
dan untuk mengendalikan timbulnya sinovitis. Obat-obatan analgetik dan anti-
inflamasi yang dapat dibeli bebas seperti aspirin dan ibuprofen. Pemilihan obat-obat
anti-inflamasi non-steroid harus memikirkan juga efek samping yang sangat nudah
timbul pada orang tua (Price, 2006).

Terapi dalam penata laksanaan penyakit OA ini ada dua yaitu terapi
farmakologis dan non-farmakologi.

1. Terapi farmakologis yang dapat diberikan untuk pasien osteoarthritis antara


lain pemberian analgesik oral non opiat yang banyak dan biasa dijual
dipasaran, analgesik topikal, obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) yang
mempunyai efek analgetik dan anti inflamasi, karena kebanyakan pasien
osteoarthritis adalah usia lanjut maka pemberian obat jenis ini harus sangat
berhati-hati, dengan pilihan obat yang efek sampingnya minimal dan cara
pakai yang sederhana, serta pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya
efek samping. Chondroprotective agent, obat-obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan (repair) tulang rawan sendi juga dapat diberikan.
Sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting

12
Anti Osteoarhtritis Drugs (SAADOs) atau Disease Modifying Anti
Osteoarthritis Drugs (DMAODs), sampai saat ini yang termasuk dalam
kelompok obat ini adalah:
 Asam hialuronat, manfaat obat ini adalah dapat memperbaiki
viskositas cairan synovial, dan diberikan dengan jalan intra artikuler.
Pada hewan percobaan, asam hialuronat dapat mengurangi inflamasi
pada sinovium, menghambat angiogenesis dan khemotaksis sel-sel
inflamasi.
 Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan
dalam proses degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase,
protease, elastase dan cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang
sintesis proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan
sendi manusia.
 Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas
enzim lisozim. Pada pengamatan terhadap vitamin C mempunyai
manfaat dalam terapi osteoarthritis.
2. Terapi non-farmakologis berkisar pada edukasi mengenai penyakit OA dan
bagaimana menjaga agar keadaan tidak semakin buruk dan terapi sendi.
Program penurunan berat badan menuju ke berat ideal sangat membantu
karena dengan mengurangi beban tubuh terhadap persendian maka proses
erosif akibat tekanan jadi terminimalisir (Soeroso dalam Sudoyo, 2006) .

Berdasarkan gambaran klinis yang terlihat pada pasien (bu Rukmiyati,


59thn), maka penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan pemberian obat
ibuprofen 500mg 3x/hari sebagai analgesik sekaligus bekerja sebagai OAINS untuk
mengurangi nyeri saat sakit dan penghambat proses inflamasi. Sedang
glukosaminsulfat 500mg 3x/hari sebagai obat untuk stimulator sintesis proteoglikan
yang berguna untuk proses fibrogenik kartilago agar proses erosi dapat
terminimalisir. Selain terapi farmakologis, cara lain juga harus diberikan seperti
edukasi penyakit, terapi sendi, dan program penurunan berat badan ke arah ideal
(obesitas). Agar tekanan dan kerusakan dapat dikurangi.

13
Prognosis

Osteoarthritis merupakan penyakit yang berjalan lambat karena berhubungan


dengan proses penuaan, dengan mengesampingkan penggunaan sendi yang berlebih.
Keluhan utama bu Rukmiyati adalah nyeri apabila sendi tersebut dipakai kegiatan
agak lama. Cara hidup yang baru dapat meminimalisir progresivitas penyakit seperti
perubahan pola makan, olahraga, dan pemakaian alat-alat bantu gerak. Perubahan
pola makan seperti memperbanyak makan sayur, buah-buahan, dan diet cukup gizi.

Diagnosis banding

Diagnosis banding yang utama untuk pasien osteoarthritis adalah rheumatoid


arthritis, yang merupakan suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya
sinovitis erosif simetrik yang walaupun terutama mengenai jaringan persendian,
seringkali juga melibatkan organ tubuh lainnya. Sebagian besar pasien menunjukan
gejala penyakit kronik yang hilang timbul, yang jika tidak diobati akan menyebabkan
terjadinya kerusakan persendian dan deformitas sendi yang progresif yang
menyebabkan disabilitas dan kematian dini. Faktor genetik, hormon seks, infeksi dan
umur telah diketahui berpengaruh kuat dalam menentukan pola morbiditas penyakit
ini, walaupun etiologi rheumatoid arthritis yang sebenarnya belum diketahui secara
pasti (Daud dalam Sudoyo, 2006)

Kriteria diagnostik untuk rheumatoid arthritis (Price & Wilson, 2006) :

1. Kekakuan pada pagi hari (lamanya >1 jam)

2. Artritis pada tiga atau lebih sendi

3. Artritis sendi-sendi jari-jari tangan

4. Usia pasien masa subur 30-40 tahun

5. Nodul reumatoid

6. Faktor reumatoid dalam serum

7. Perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang)

14
Meninjau gejala klinis yang timbul pada bu Rukmiyati dan kriteria penyakit
AR, maka diagnosis bu Rukmiyati terhadap AR dapat disingkirkan. Walaupun ada
beberapa yang sama, tetapi itu bukan sebagai kriteria emas dari AR yang timbul pada
bu Rukmiyati serta hal ini diperkuat dengan lebih banyaknya gejala OA yang timbul
daripada gejala AR.

15
DAFTAR PUSTAKA

Felson, David T. Osteoarthritis of the Knee. The new england journal o f medicine.
2006;354:841-8.

Kumar V., Cotran RS., Robbins SL. 2003. Robbins Basic Pathology (7th ed.).
Prasetyo A., U Brahm., Priiono T. 2007 (Alih Bahasa), EGC, Jakarta
L. Kasper, Eugene Braunwald, Anthony Fauci, Stephen Hauser, Dan Longo, J. Larry
Jameson. 2004. Harrison's Principles of Internal Medicine 16th Edition. Mc
Graw Hill Book Co Inc, New York.

Muchid, Abdul et. al. Pharmaceutical Care Untuk Pasien penyakit Artritis Rematik.
Departemen Kesehatan, Jakarta.
Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit (Pathophysiology. Clinical Concecpt of Disease Processes).
EGC, Jakarta.
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2006. Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 4. Balai Penerbit FK UI, Jakarta.

16

You might also like