You are on page 1of 34

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Maserasi merupakan pelunakan pada jaringan padat yang direndam dan

diaplikasikan pada perubahan digeneratif yang terjadi pada janin yang berada di

rahim setelah kematian (Moore, 2007).

Perubahan-perubahan yang terjadi pada maserasi dapat bermanfaat untuk

memperkirakan saat kematian, yang dapat ditunjang dengan pemeriksaan dalam.

setiap tahunnya diperkirakan terjadi 7,6 juta kematian perinatal diseluruh dunia, dari

data pusat statistik kesehatan nasional tahun 2013 menunjukkan diseluruh dunia

frekuensi IUFD 6,9 per 1000 kelahiran (Triana, 2014).

Penyebab kematian janin bersifat multifaktorial baik dari faktor fetal ,

maternal, plasenta, maupun iatrogenik. Untuk menentukan penyebabnya secara pasti

harus dilakukan otopsi. dalam referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai proses

maserasi pada IUFD (Saifudin,2010).

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui mengenai maserasi pada Intra Uterine fetal Death

(IUFD).

1
1.2.2 Tujuan Khusus

1.2.2.1 Mengetahui definisi maserasi.

1.2.2.2 Mengetahui proses atau perubahan pada bayi dengan Intrauterine Fetal

Death.

1.3 Manfaat

1.3.1 Memberikan tambahan ilmu pengetahuan tentang proses maserasi pada

Intrauterine Fetal Death.

1.3.2 Memberikan tambahan ilmu pengetahuan pada masyarakat tentang proses

maserasi dan perubahan pada bayi dengan Intrauterin Fetal Death.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Maserasi merupakan pelunakan pada jaringan padat yang direndam dan

diaplikasikan pada perubahan digeneratif yang terjadi pada janin yang berada di

rahim setelah kematian (Moore, 2007).

2.2 PROSES MASERASI

Maserasi (berasal dari bahasa latin yaitu macerare yang berarti melembut oleh

karena direndam) merupakan pelunakan pada jaringan padat yang direndam dan

diaplikasikan pada perubahan digeneratif yang terjadi pada janin yang berada di

rahim setelah kematian. Pencatatan yang cermat tentang luas dan tampilan maserasi

kulit dapat memberikan informasi yang berguna tentang waktu kematian. Autolisis

oleh karena enzim proteolitik endogen berkontribusi pada pelunakan atau pelembutan

dari jaringan dan seharusnya tidak disalahartikan dengan maserasi (Moore, 2007).

Tanda awal dari maserasi dapat dilihat pada kulit yaitu terdapatnya skin

slipping (kulit yang terkelupas), sekitar 6 jam dan pastinya 12 jam setelah terjadinya

intrauterine death (IUD). Epidermis dapat dengan mudah terpisah dari bagian dermis

oleh karena adanya tekanan oblik (Knieling, 2017). Oleh karena lepasnya epidermis,

permukaan kulit akan terlihat berwarna merah, mengkilap dan lembab. Hal ini

terutama terlihat pada bagian-bagian yang terdapat penonjolan tulang. Sekitar 24 jam

3
setelah IUD, kulit akan terisi cairan dalam bentuk bula. Epidermis fetus akan

kehilangan integritasnya dalam 3-4 hari pertama dan edema kulit kepala dapat dilihat

pada USG (sebagai tanda halo).

4
Sekitar 48 jam setelah kematian, organ internal fetus dan jaringan ikatnya

memperlihatkan peningkatan perubahan warna menjadi ungu oleh karena hemolisis

dan penghancuran sel darah merah. Cairan berwarna gelap dan merah terakumulasi

pada kavitas serosa. Ini harus dibedakan dari effusi serosa pada antemortem.

Pencernaan proteolitik oleh kallikrein berkontribusi terhadap peningkatan

permeabilitas pembuluh darah pada janin yang mengalami maserasi (Moore, 2007).

Perubahan warna serupa juga terlihat pada cairan amnion, yang memiliki

bentukan merah gelap seperti “tabacco juice”, atau pada tempat lewatnya mekonium;

gambaran berwarna coklat tebal. Volume dari cairan amnion berkurang mengikuti

dari kematian fetus, dan level dari dari alfa-fetoprotein yang dapat meningkat oleh

5
karena efek dari konsentrasinya dan peningkatan permeabilitas dari kulit fetus

(Moore, 2007).

Autolisis dari jaringan ikat berkontribusi dalam kelemahan sendi dan

kurangnya definisi margin permukaan organ padat yang dipotong. Organ abdomen

dapat memperlihatkan perubahan warna hijau oleh karena bocornya pigmen bilirubin

dari kandung empedu. Pada IUD tidak kurang dari 1 minggu, mekonium dapat keluar

kedalam rongga abdomen melalui dinding usus yang hancur. Kadang-kadang, massa

hati yang autolisis dapat menghasilkan pemeriksaan USG yang abnormal yang dapat

disalahartikan sebagai omphalocele. Kalsifikasi disatrofik dapat berkembang pada

jaringan hepar yang menglamami autolisis (Moore, 2007).

Setelah 4 sampai 5 hari, tulang kranial terpisah dari dura dan periosteum.

Overlapping dari tulang tersebut membentuk spalding sign pada pemeriksaan USG.

Maserasi dapat memungkinkan distorsi tengkorak selama persalinan per vaginam dan

dapat menyebabkan salah diagnosis sebagai hidrosefalus (Knieling, 2017).

6
Ketika fetus masih bertahan di uterus selama 7 sampai 10 hari, akan terjadi

perubahan warna yaitu dari ungu menjadi coklat. Selama retensi dari fetus selama

beberap minggu, akan terjadi perubahan warna kuning menjadi abu. Hilangnya cairan

dari fetus yang progresif akan membentuk “fetus papyraceous”. Dehidrasi dapat

menyebabkan terjadinya penyusutan dan pemadatan jaringan dan organ. Kadang-

kadang kehamilan ekstrauterus dapat dipertahankan selama bertahun-tahun

membentuk apa yang disebut lithopedion (ldalam bahasa Yunani, litho berarti batu

dan paidon berarti anak kecil), kalsifikasi dari fetus pada rongga abdomen (Moore,

2007).

7
2.3 TEMUAN OTOPSI

 Pemeriksaan Luar

Temuan pemeriksaan luar pada maserasi bergantung pada perkiraan waktu

kematian. Menurut Barness (2005), pada awal kematian, yaitu perkiraan saat

kematian 4-6 jam akan ditemukan kulit kemerahan (hiperemia) pada fetus dan

adanya bintik perdarahan (petechial hemorrhages) dan keadaan dari kulit licin

(skin slippage) (Barness, 2005).

Mulai terjadi pengelupasan kulit atau deskuamasi dari 1 cm terjadi setelah 6

jam setelah kematian. Deskuamasi terjadi pada wajah, perut dan punggung terjadi

pada lebih dari 12 jam. Deskuamasi pada lebih dari 5% permukaan tubuh terjadi

lebih dari 18 jam. Bentukan bulla terjadi setelah 24 jam. Perubahan warna menjadi

kecoklatan juga terjadi setelah 24 jam. Terjadi pengelupasan pada kulit secara luas

hingga terjadi 7 hari (Knieling, 2017).

Kelainan yang dapat ditemukan pada janin yang meninggal dalam rahim

berdasarkan waktu dapat dituangkan dalam tabel sebagai berikut: (Finkbeiner,

2016).

8
Waktu Kematian Penemuan
>4 jam Belum ditemukan kelainan pada pemeriksaan luar
>6 jam Deskuamasi >1 cm dengan perubahan warna pada talipusat

menjadi merah atau kecoklatan


>12 jam Deskuamasi pada bagian wajah, punggung, dan perut
>18jam Deskuamasi 5 % pada tubuh
>24 jam Perubahan warna kulit menjadi coklat dan terjadi pengelupasan

yang hebat
>36 jam Terjadi kompresi kranial
>48 jam Deskuamasi pada 10% bagian tubuh
> 72 jam Deskuamasi lebih dari 75% bagian tubuh
>96 jam Sutura pada kranial saling tumpang tindih
>1 minggu Mulut terbuka lebar
>2 minggu Terjadi mummifikasi

9
Gambar Maserasi pada IUFD
(Barness, 2005)

 Pemeriksaan Dalam

10
Otopsi perinatal menjadi baku emas untuk menginvestigasi adanya IUFD.

Fungsi dari otopsi adalah untuk mengidentifikasi penyebab dari IUFD ketika adanya

abnormalitas saat antenatal tidak terdeteksi. Yang kedua, untuk mengonfirmasi

adanya perkiraan waktu kematian fetus. Selain itu, dapat juga untuk mengidentifikasi

adanya kelainan genetik dan menentukan terjadinya kelainan pada kehamilan

selanjutnya (Bamber, 2015).

Berikut perubahan yang terjadi sesuai dengan perkiraan waktu kematian

(Battistini, 2013):

H+3 H+6 H+9 H+12 H+15 H+ > 20


Bentuk Hamper Berbentuk Kelemahan Sama H+9 Sama H+9 Sama H+9

normal pendulum masif


Warna Terbatas Meluas tapi Tertekan, Warna Sama H+9 Mulai

kecoklatan pada wajah sedikit dengan kehitaman terjadi

atau leher tertekan warna meluas disintegrasi

kehitaman hingga area dari semua

pada bagian thorax jaringan

abdomen dan organ

11
Kulit Masih intak Melunak Mengelupas Eksfoliasi Sama H+9

hingga epidermal

stratum meluas

corneum hingga kepala


Kavitas Menghilang, Mulai mulai Aliran Infiltrasi ke

serosa dan kecuali terbentuk terdapat menginfiltrasi semua

infiltrasi bagian dasar kavitas aliran organ jaringan

darah dari plasenta infiltrasi

Otak Lunak Dapat Mulai Pultaceous Cairan

dihancurkan terbentuk pada selurh kemerahan

pultaceous bagian
Paru Merah gelap Sama Warna Warna sama Rapuh

keunguan seperti

jaringan yg

lain
Hati Hamper Lebih gelap Menjadi Lebih Lebih

normal dan rapuh kekuningan menguning rapuh,

lagi dan di hitam

bagian kekuningan,

dalamnya dengan

berwarna kapsul yang

kehitaman robek

12
Cairan Normal Warna Warna Warna cairan Warna

okuli belum cairan rosy, merah dan cairan

tercampur kecuali menyebar merah juga

lensa dan intens pada sklera


Elemen Peningkatan Perubahan Fusi dari Uniform Berubah

seluler kemampuan kontur sel, protoplasma massa dan menjadi

pewarnaan afinitas dan debris yg debris

pada nuclei warna fragmentasi mana itu

menurun nuclei merupakan

granulasi

nuclear

 Temuan pada regio torak:

Dada Datar

Sirkumferensia kurang dari abdomen

ICS sempit
Diafragma Costae 3-4
Paru
Posisi Menempel pada bagian belakang rongga thorax dibelakang

jantung

Volume Sedikit / kecil


Ujung Dapat telihat
Warna Coklat kemerahan atau merah kebiruan
Penampilan Halus dan tak berbenjol-benjol
Konsistensi Dense

Firm

13
Liver-like
Alveoli Tidak terisi udara
Cut section Terdapat eksudasi darah minimal tanpa buih kecuali pada saat

sudah terjadi dekompos/pembusukan lanjut


Berat 1/70 dari berat tubuh
Hidrostatik Negative
Kepentingan Indikasi still birth atau dead birth

medikolegal

 Pemeriksaan Tambahan
1. HistoPA (Krishan, 2011)

Organ Waktu Karakteristik


90 menit - Terbentuk ‘perinuclear halo’ pada epidermis
- Leakage sel darah merah dari pembuluh darah
- Tidak ada sel darah merah pada dermis
9 jam Membentuk gelembung-gelembung diantara epidermis dan

Kulit dermis
12 jam - Terbentuk dermis-epidermal vesikel
- Menghilangnya ‘perinuclear halo’ pada sel epidermis
48 jam Rupture demis-epidermal vesikel
96 jam Mulai terjadi penurunan basophil
150 jam Minimal basophil
90 menit Ductus nuclei pada Bellini menjadi ireguler
6-12 jam Sel dari ductus Bellini terpisah dari basal membrane
Ginjal 30 jam Pelepasan sel endotel dari pembuluh darah ginjal
48 jam Persisten basofil pada glomerular
150 jam Basofil menghilang
90 menit Penurunan kohesi pada struktur hati
9-24 jam Kehilangan progesif sel darah merah
12-15 jam Disintegrasi dari epitel ductus biliaris
Hati 15 jam Mulai penurunan basophil
120 jam Basofil menghilang
6 jam - Mulai terjadi pemisahan dari epitel bronkus dan epitel

pembuluh darah
Paru
- Mulai berkurangnya sel darah merah
72 jam Disorganinasi pada struktur organ
150 jam Basofil menetap

14
1. Gambaran Histopatologi
Gambar 2.1. plasenta yg mengalami autolisis disertai adanya sel-sel degenerasi yg

menyerupai neutrofil (Bamber, 2015)

Gambar 2.2. potongan pada paru memperlihatkan debris squamous dan granuler yang

mengisi bagian terminal, juga terdapat aspirasi meconium (Bamber, 2015)

15
Gambar 2.3. pada organ ginjal didapat gambaran multiple kistik dalam berbagai ukuran
dan ada bagian yg hilang pada zona nefrogenik (Ernst, 2013).

Gambar 2.4. pada organ hepar didapatkan gambaran malformasi ductus yang ditandai
dengan gambaran cincin pada ductus biliaris yang terdiri dari sel sel epitel (Ernst, 2013).

16
Gambar 2.5. pada pericardium didapatkan gambaran massa glandular (Ernst, 2013).

1. Penyebab kematian (Cause of Death)

Penyebab kematian janin bersifat multifaktorial baik dari faktor fetal ,

maternal, plasenta, maupun iatrogenik. Untuk menentukan penyebabnya secara

pasti harus dilakukan otopsi. (Saifudin,2010).

a. Faktor fetal (Fatima, 2014)

Penyebab kematian Temuan Gross & Fitur Gross &


janin Microscopic di Janin Microscopic dalam
saat otopsi Plasenta dan Cord
Kelainan bawaan 1) Sindrom anomali Plasenta menunjukkan
kongenital multipel keterikatan tali eksentrik
yang ekstrem dan
-Facial asimetri dengan
satu bola mata: area infark luas
Pembengkakan kistik di
sisi kiri kepala:
Aplasia rongga mulut dan

17
hidung; Tanduk kulit
aksila bilateral; Ectopia
cordis; Omphalocoele
Teratoma kistik j / E-jinak
-Pulm. busung; atelektasis
berat dengan penyakit
membran hialin di paru-
paru.
-fibrosis jantung dalam
hati; sumbatan, edema dan
spongiosis di otak

2) Agenesis ginjal bilateral


dengan syndactyly,
truncus arteriosus Plasenta dengan tingkat
imperforate kematangan yang
bervariasi, penurunan vili
dubur.
vaskulatur, villi dan
Adrenal hiperplastik pembesaran trofoblastik ;
terlihat secara hidropik vili dan fibrosis
mikroskopis. vena stroma

3 & 4) Anencephaly Placenta menunjukkan


dengan spina bifida; kista chorangiosis;
perkembangan multiorgan mildchorioamnionitis,
anomali dalam satu kasus penurunan membran
syncytiovascular dari
kematangan variabel
Placenta

18
menunjukkan chorangiosis;
mildchorioamnionitis;
menurunnya kematangan
membran syncytiovascular
Infeksi Gross-unremarkable (UR) Cord menunjukkan
inflamasi mononuklear
M / E-sebagian besar
ringan dengan intervillious
organ parenkim
menunjukkan Menyusup
mononuklear interstisial
berat
infiltrasi inflamasi

b. Faktor Plasental (Fatima, 2014)

Penyebab kematian janin Temuan Gross & Fitur Gross &


Microscopic di Janin Microscopic dalam
saat otopsi Plasenta dan Cord
Tali pusat Kematian karena asfiksia Tidak terjadi apa-apa
tali pusat yang ketat
melingkari leher yang
menyebabkan sianosis
bibir dan kuku.
Perubahan M / E-
Pathologis terlihat
terutama di paru-paru dan
otak.
Lung: Atelektasis primer
dengan alveolus yang
membesar; ruang udara
mengandung cairan dan
epesial squames berasal
dari vernix aspirated
caseosa.
Otak: Perdarahan

19
periventrikular, degenerasi
kistik dan neuronal fokal
degenerasi.
Ketidak kecukupan Terdapat dari IUGR Memvariasikan
plasenta kematangan plasenta,
meningkatkan simpul
syncytial,
penurunan pembuluh
darah, infark, nekrosis,
fibrosis,
kalsifikasi distrofik dan
penebalan membran basal.
Chorioamnionitis Gross & M / E-non- Daerah bruto dari deposit
spesifik, kecuali dan infark fibrinous, M /
peradangan non-spesifik E-funisitis dan Villitis
ringan di paru-paru

20
21
Gambaran Plasenta pada IUFD

(Sumber: Melinte, 2015)

c. Faktor Maternal

Ada beberapa hal pada faktor maternal yang menyebabkan terjadinya

intrauterine fetal death. Penyebab tersebut dapat diketahui melalui

22
serangkaian pemeriksaan, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik hingga

pemeriksaan penunjang. Dengan diketahuinya penyebab terjadinya IUFD

dari faktor maternal diaharapkan penyebab dapat tertangani dan IUFD tidak

terulang kembali pada kehamilan berikutnya. Berikut penyebab IUFD yang

disebabkan dari faktor maternal : (Gajbhiye, 2015)

- Obesitas

- Usia paternal (lebih dari 35 tahun

-Riwayat konsumsi rokok, alkohol, dan obat-obatan terlarang

- Infeksi (malaria, hepatitis, influenza, sifilis, toksoplasma, sepsis)

- Penyakit metabolik (diabetes mellitus, hipertensi, penyakit tiroid)

- Anemia kroniss

- Riwayat epilepsi

- Penyakit autoimun

- Inkompatibilitas RH

- Thrombofilia

- Trauma

- Penyakit saat kehamilan (preterm, distosia, ruptur uteri)

23
d. Faktor iatrogenik

Faktor iatrogenik juga dapat memengaruhi terjadinya IUFD, iatrogenik dapat

terjadi baik karena tindakan medis maupun tindakan non medis yang bersifat

mekanik. Penyebab tersebut antara lain: (Khaskheli, 2014)

- Tindakan pemijatan pada perut

- Tindakan anestesia dan adanya delayed recovery

- Syok spinal

- Henti jantung

- Trauma surgikal

- Perforasi intestinal

- Perdarahan internal postoperatif

2. Mekanisme kematian (Mechanism of Death)

Ada berbagai faktor dan mekanisme yang dapat mengakibatkan kematian janin di

kandungan, diantaranya perdarahan. Perdarahan hebat dapat diakibatkan oleh

plasenta previa (plasenta yang menutupi jalan lahir) atau solusio plasenta

(terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya di dalam uterus sebelum bayi

dilahirkan). Otomatis Hb janin turun dan bisa picu kematian janin.

24
Janin bisa juga mati di dalam kandungan (IFUD) karena beberapa faktor

antara lain gangguan gizi dan anemia dalam kehamilan, hal tersebut menjadi

berbahaya karena suplai makanan yang di konsumsi ibu tidak mencukupi kebutuhan

janin. Serta anemia, karena anemia disebabkan kekurangan Fe maka dampak pada

janin adalah irefersibel. Kerja organ – organ maupu aliran darah janin tidak seimbang

dengan pertumbuhan janin.

Gambar Diagram Faktor Penyebab IUFD


(Taufan, 2010)

2.4 KRITERIA DAN TINGKATANNYA

Maserasi merupakan autolisis yang aseptik pada fetus yang sudah mati dan

tersisa di dalam kantung amnion. Bakteri pembusuk tidak terlibat dalam proses ini.

Perubahan maserasi hanya dapat terlihat ketika fetus sudah mati beberapa hari

sebelum pengiriman. Normalnya, perubahan terjadi dalam satu minggu (Pounder, D.J.

1995).

25
Adapun kriteria terjadinya maserasi intrauterin adalah (Karmakar, 2006) :

 Fetus telah mati dan sisanya masih tersimpan dalam uterus dalam waktu lebih

dari 24 jam, bahkan akan lebih baik jika pembentukan maserasi terjadi dalam

3-4 hari atau lebih (jika fetus mati dalam uterus dan dikeluarkan dalam 24

jam, maka sulit untuk mengetahui apakah fetus mati sebelum atau selama

kelahiran dan tidak ada bukti terjadinya maserasi ataupun mummifikasi).


 Fetus dikelilingi dengan banyak cairan amnion (jika jumlah cairan amnionnya

sedikit, kekurangan darah, dan tidak ada sirkulasi udara dalam uterus, maka

fetus akan mengering yang disebut mummifikasi).Membran luar masih tersisa

(sehingga tidak ada sirkulasi udara yang terjadi).


 Ibu dari janin masih hidup.

Ciri-ciri dari maserasi intrauterin (Barness,2005) :

26
- Tubuh yang sudah mati akan halus, odematous, faksid, dan mendatar. Jika
diletakkan pada permukaan yang datar, fetus yang sudah mati akan terlihat lurus

dan datar tanpa menunjukkan kurvaktur yang normal

- Berwarna merah-tembaga atau seprti merah-daging.

- Kavitas serous terisi cairan merah keruh

- Tubuh berbau asam yang khas (racid odour) tapi tidak ada gas yang terbentuk.

- Adanya “spalding sign” yaitu tanda radiologis terjadinya overlapping dari


tulang-tulang tengkorak. Overlapping dari tulang-tulang tengkorak terjadi

karena penyusutan serebrum dan kematian fetus dalam uterus menyebabkan

fetus yang sudah mati tersebut dianggap sebagai benda asing dan uterus akan

berusaha untuk mengeluarkannya dengan kontraksi yang kuat.

2.4.1 Tingkatan maserasi

Menurut Sastrowinata (2005), kematian janin dalam pada kehamilan yang telah

lanjut, maka akan mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut :

1) Rigor mortis (tegang mati) berlangsung 2,5 jam setelah mati kemudian lemas

kembali.

2) Stadium maserasi I : timbulnya lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-mula terisi

cairan jernih, tetapi kemudian menjadi merah coklat.

3) Stadium maserasi II : timbul lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi

merah coklat. Terjadi 48 jam setelah anak mati.

27
4) Stadium maserasi III : terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin

sangat lemas dan hubungan antara tulang-tulang sangat longgar edema di bawah

kulit. (Petersson K, 2012)

2.4.2 Klasifikasi Maserasi

Menurut United States National Center for Health Statistic tahun 2013

menyatakan bahwa Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:

1. Golongan I : kematian sebelum massa kehamilan

mencapai 20 minggu penuh (early fetal death)

2. Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-

28 minggu (intermediate fetal death)

3. Golongan III : kematian sesudah masa

kehamilan >28 minggu (late fetal death)

4. Golongan IV : kematian yang tidak dapat

digolongkan pada ketiga golongan di atas.

Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan-

perubahan sebagai berikut :

1. Rigor mortis (tegang mati) :berlangsung 2,5 jam setelah mati,


kemudian lemas kembali.
2. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam) : kulit kemerahan (setengah
matang)

28
3. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) : timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-

mula terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi merah dan mulai

mengelupas.
4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) : kulit mengelupas luas, efusi cairan

serosa di rongga toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai

air ketuban menjadi merah coklat.

Maserasi Grade II
(Kriebs Gegor, 2012)

5. Maserasi grade III (durasi >8 hari) : Hepar kuning kecoklatan, efusi

cairan keruh, mungkin terjadi mumifikasi. Badan janin sangat lemas,

hubungan antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat oedem

dibawah kulit. (Petersson K, 2012)

29
Maserasi Grade III
(Sumber : Varney, Kriebs, Gegor, 2012)

30
BAB 3

KESIMPULAN.

Dari hasil pembahasan tentang maserasi, maka dapat diambil kesimpulan

bahwa :

1. Maserasi merupakan pelunakan pada jaringan padat yang direndam dan

diaplikasikan pada perubahan digeneratif yang terjadi pada janin yang

berada di rahim setelah kematian (Moore, 2007).

2. Maserasi pada janin yang mengalami Intra uterin fetal death diawali

dengan Rigor mortis yang berlangsung 2,5 jam setelah mati kemudian

lemas kembali, setelah itu timbulnya lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini

mula-mula terisi cairan jernih, terjadi 48 jam setelah mati. Proses

selanjutnya terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin

sangat lemas dan hubungan antara tulang-tulang sangat longgar edema

di bawah kulit.

3. Pada janin Intra Uterine Fetal Death dikatakan mengalami proses

Maserasi jika fetus telah mati dan masih tersimpan dalam uterus dalam

waktu lebih dari 24 jam, fetus dikelilingi banyak cairan amnion dan

tidak ada sirkulasi udara sehingga tidak terjadi proses mummifikasi, dan

ibu dari janin masih hidup.

31
DAFTAR PUSTAKA

Battistini, A., 2013, Intrauterine Fetal Death: A Forensic Pathology Study about The

Estimation of Time of Death. Millano Dipartimento Di Scienze Biomediche

Per La Salute pp. 7-50

Barness, Enid Gilbert et al., 2005, Handbook of Pediatric Autopsy Pathology, Human

Press.

Bamber A., 2015, Macerated Stillbirth, Spinger International Publishing. London,

United of Kingdom.

Cunningham GF., 2007, Fetal Death, in Williams Obstetrics 22st Edition. McGraw

Hill, USA

Fatima U. et al, 2014, Foetal Autopsy Categories and Causes of Death, Journal of

Clinical and Diagnostic Research, Oct, Vol-8 (10)

Finkbeiner CA., 2016, Postmortem Examination of Fetuses and Infants dalam buku

Autopsy Pathology: A manual and Atlas Third edition, Elsevier

Gajbhiye R., 2015, Intrauterine Fetal Death, Mauli Women’s Hospital, Nagpur

32
Hoediyanto, 2012, Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal,. Departemen Ilmu

Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas

Airlangga, Surabaya

James L., 2004, Evaluation of Fetal Death, Diakses dari: www.emedicine.com

Karmakar. R. N., 2006. Forensics Medicine and Toxicology. Diakses dari: Academic

Publisher.com

Kenneth L.J.,et al:2009,obstetri Williams,Jakarta:EGC

Khaskheli M., et al, 2014, Iatrogenic Risk and Maternal Health: Issues and

Outcomes, Pak J Med Sci 2014 Vol. 20 No. 1 www. pjms.com.pk

Knieling A., 2017, Death Moment Estimation in Stillbirth, University of Medicine

and Pharmacy. Romania

Krishan V. , 2011,Textbook of Forensic Medicine and Toxicology: Principles and

Practice, Fifth Edition.

Melinte P., et al, 2015, Intreuterine Antepartum Fetal Death. Medical, Social, and

Forensics Implication, Romanian Academy of Medical Sciences, Romania

Moore IE., 2007, Macerated Stillbirth, Fetal and Neonatal Pathology, pp. 224-239.

Perak TM., 2007, Kematian Janin. Obstetri Gynekologi. Tersedia dari :

www.elsevier.com/lokai/sayajgo.

Petersson K., 2012, Diagnostic Evaluation of Fetal Death with Special Reference to

Intrauterine Infection, Thesis dari Departement of Clinical Science, Divison

33
of Obstetrics and Gynecology, Karolinska Institutet, Huddinge University

Hospital, Stockholm, Sweden

Pounder. D. J., 1995, Post Mortem Changes and Time of Death, University of Dunde.

Taufan. N.,2010.Buku Ajar obtetri untuk mahasiswa kebidanan.Yogyakarta:Nuha

Medika

Winknjosastro H., 2007, Kematian Perinatal Dalam Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga.

Cetakan Kesembilan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai

Penerbit FK UI : Jakarta.

34

You might also like