You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan gangguan mental klasifikasi berat dan kronik


(psikotik). Secara umum ditandai oleh distorsi pikiran, persepsi yang khas, dan
gangguan afek yang tidak wajar. Schizophrenia disebabkan oleh hal yang
multikompleks, seperti ketidakseimbangan neurotransmitter di otak, faktor
edukasi dan perkembangan mental sejak masa anak-anak, stressor psikososial
berat yang menumpuk, dengan sifat perjalanan penyakit yang progresif,
cenderung menahun, (kronik), eksaserbasi (kumat-kumatan), sehingga terkesan
penderita tidak bisa disembuhkan seumur hidup. Tiga per empat dari jumlah
pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16 sampai 25 tahun pada laki-laki.
Pada kaum perempuan, skizofrenia biasanya mulai diidap pada usia 25 hingga 30
tahun. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di antara anggota keluarga
sedarah.1,2
Dalam skizofrenia terdapat beberapa tipe yaitu tipe tak terorganisasi, tipe
katatonik dan tipe paranoid (DSM-IV-TR; APA, 2000). Simptom utama dari
skizofrenia paranoid adalah delusi persecusion dan grandeur, di mana individu
merasa dikejar-kejar. Hal tersebut terjadi karena segala sesuatu ditanggapi secara
sensitif dan egosentris seolah-olah orang lain akan berbuat buruk kepadanya. Oleh
karena itu, sikapnya terhadap orang lain agresif. Delusi tersebut diperkuat oleh
halusinasi penglihatan dan pendengaran. Hal-hal tersebut juga bisa mendorong
penderita untuk membunuh orang lain atau sebaliknya bunuh diri, sebagai
usahanya untuk menghindari delusi persecusion.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronis atau kambuh
ditandai dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan
perilaku pasien yang terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan
adanya gejala fundamental (atau primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang
ditandai dengan gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala
fundamental lainnya adalah gangguan afektif, autisme, dan ambivalensi.
Sedangkan gejala sekundernya adalah waham dan halusinasi 2
Berdasarkan DSM-IV, skizofrenia merupakan gangguan yang terjadi dalam
durasi paling sedikit selama 6 bulan, dengan 1 bulan fase aktif gejala (atau lebih)
yang diikuti munculnya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak terorganisir,
dan adanya perilaku yang katatonik serta adanya gejala negatif.2
Skozofrenia paranoid adalah salah satu sub tipe skizofrenia, dimana dalam
DSM IV disebutkan bahwa tipe ini ditandai oleh preokupasi (terfokus) pada satu
atau lebih waham atau halusinasi dengar yang sering dan tidak ada prilaku lain
yang mengarahkan kepada terdisorganisasi ataupun katatonik.2

2.2 Epidemiologi
Data WHO menunjukkan bahwa di tahun 2002 saja diketahui tidak kurang
dari 154 juta penduduk dunia yang depresi, 25 juta skizofrenia, 91 juta mengalami
gangguan mental akibat alkohol, 15 juta gangguan mental karena penyalahgunaan
obat, 50 juta epilepsi, dan 24 juta alzheimer dan demensia lainnya. Hal yang lebih
mencengangkan lagi bahwa terdapat rata-rata 877.000 orang bunuh diri
setiap tahun.5
Onset untuk laki laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35
tahun. Skizofrenia tipe paranoid terjadinya lebih awal pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Prognosis sizofrenia paranoid lebih baik dibandingkan tipe-tipe yang
lain karena mempunyai respon yang baik dalam pengobatan.2

2
Berdasarkan laporan RISKESDAS Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia pada tahun 2007 prevalensi gangguan jiwa berat
(Skizofrenia) di Indonesia adalah sebesar 4,6%. Prevalensi tertinggi terdapat
di Provinsi DKI Jakarta (20,3%) yang kemudian secara berturut turut diikuti
oleh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (18,5%), Sumatera Barat (16,7%),
Nusa Tenggara Barat (9,9%), Sumatera Selatan (9,2%). Prevalensi terendah
terdapat di Maluku (0,9%).3, 6
Padatahun 2009 di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta jumlah penderita
skizofrenia paranoid yang rawat jalan sebanyak 33% dan yang rawat jalan
sebanyak 41%. Angka ini menunjukkan bahwa skizofrenia paranoid tercatat
paling tinggi dibandingkan gangguan jiwa lainnya.4
2.3 Etiologi
Untuk mengetahui dan memahami perjalanan penyakit skizofrenia
Diperlukan pendekatan yang sifatnya holistik, yaitu dari sudut organobiologik,
psikodinamik, psikoreligius, dan psikososial.9
2.3.1. Organobiologik
Ada banyak factor yang berperan serta bagi muculnya gejala-gejala
skizofrenia. Hingga sekarang banyak teori yang dikembangkan untuk mengetahui
penyebab skizofrenia, antara lain: faktor genetik, virus, auto-antibody, malnutrisi
(kekurangan gizi).9
Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa meskipun ada gen yang
abnormal, skizofrenia tidak akan muncul kecuali disertai faktor-faktor
lainnya yang disebut faktor epigenetik. Kesimpulannya adalah bahwa gejala
skizofrenia baru muncul bila terjadi interaksi antara gen abnormal dengan:9
1. Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat mengganggu
perkembangan otak janin.
2. Menurunnya auto-immune yang mungkin disebabkan infeksi selama
kehamilan.
3. Berbagai macam komplikasi kandungan.
4. Kekurangan gizi yang cukup berat terutama pada trimester pertama
kehamilan.

3
Dari penelitian yang telah dilakukan pada penderita skizofrenia ditemukan
perubahan-perubahan atau gangguan pada sistem transmisi sinyal penghantar
saraf (neuro-transmitter) dan reseptor di sel-sel saraf otak (neuron) dan
interaksi zat neuro-kimia seperti dopamin dan serotonin yang ternyata
mempengaruhi fungsi-fungsi kognitif (alam pikir), afektif (alam perasaan)
dan psikomotor (perilaku) yang terlihat dalam bentuk gejala positif dan negatif
skizofrenia.13
Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neuro-kimiawi dalam penelitian
dengan CT Scan otak ternyata ditemukan pula perubahan anatomi otak penderita
skizofrenia terutama pada penderita yang kronis. Perubahan-perubahan anatomi
otak tersebut antara lain pelebaran ventrikel lateral, atrofi korteks bagian
depan. Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-
mortem).13
Dengan diketahuinya perubahan-perubahan pada sistem transmisi saraf di
sel-sel susunan saraf pusat yang menyebabkan gangguan skizofrenia maka
para ahli telah menemukan jenis obat yang dapat memperbaiki gangguan fungsi
neuro-transmitter sehingga mampu mengobati gejala-gejala negatif maupun
positif skizofrenia.
2.3.2. Psikodinamik
Mekanisme terjadinya skizofrenia pada diri seseorang dari sudut
psikodinamik dapat diterangkan dengan dua buah teori yaitu:
2.3.2.1. Teori homeostatik-deskriptif
Dalam teori ini diuraikan gambaran gejala-gejala (deskripsi) dari suatu
gangguan jiwa yang menjelaskan terjadinya gangguan keseimbangan
(balance) atau homeostatik pada diri seseorang, sebelum dan sesudah
terjadinya gangguan jiwa tersebut.9
2.3.2.2. Teori fasilitatif-etiologik
Dalam teori ini diuraikan faktor-faktor yang memudahkan (fasilitasi)
penyebab (etiologi) suatu penyakit itu muncul, bagaimana perjalanan penyakitnya
dan penjelasan mekanisme psikologis dari penyakit yang bersangkutan.9
Selanjutnya menurut teori Freud suatu gangguan jiwa muncul akibat
terjadinya konflik internal pada diri seseorang yang tidak dapat beradaptasi

4
dengan dunia luar. Sebagaimana diketahui bahwa pada setiap diri terdapat tiga
unsur psikologik yang dinamakan dengan istilah Id, Ego dan Super-Ego.9
Menurut teori freud ini Id adalah bagian dari jiwa seseorang berupa
dorongan atau nafsu yang sudah ada sejak manusia dilahirkan yang memerlukan
pemenuhan dan pemuasan segera. Unsur Id ini sifatnya vital sebagai suatu
mekanisme pertahanan diri, sebagai contohnya misalnya dorongan atau nafsu
makan, minum, seksual, agresivitas dan sejenisnya. Unsur Super-Ego sifatnya
sebagai badan penyensor yang memiliki nilai-nilai moral etika yang
membedakan mana yang boleh mana yang tidak, mana yang baik mana yang
buruk, mana yang halal mana yang haram dan sejenisnya atau dengan kata
lain merupakan hati nurani manusia.8 Sedangkan unsur Ego merupakan badan
pelaksana yang menjalankan kebutuhan Id setelah disensor dahulu oleh Super-
Ego.9
2.3.3. Psikoreligius
Dari sudut pandanga agama islam teori Freud tersebut sebenarnya
sudah ada hanya peristilahannya yang berbeda. Dalam islam Id dikenal
dengan istilah nafsu yang berfungsi sebagai dorongan atau daya tarik. Untuk
melaksanakan kebutuhan nafsu manusia dibekali denganiman yang berfungsi
sebagai self control. Dengan adanya iman ini manusia dapat membedakan mana
yang baik mana yang buruk dan mana yang halal mana yang haram. Dalam teori
freud istilah iman sama dengan Super-Ego. Manusia melaksanakan kebutuhan-
kebutuhan nafsu tadi dalam bentuk perbuatan, perilaku atau amal yang
kesemuanya itu disebut sebagai akhlak. Akhlak seseorang akan menjadi baik atau
buruk tergantung dari hasil tarik menarik antara nafsu dan iman. Dalam konsep
freud akhlak ini disebut Ego.9
2.3.4. Psikososial
Situasi atau kondisi yang tidak kondusif pada diri seseorang dapat
merupakan stresor psikososial. Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau
peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga
orang itu terpaksa mengadakan penyesuaian diri untuk menanggulangi stressor
(tekanan mental) yang timbul. Kegagalan dari adaptasi ini yang menyebabkan
timbulnya berbagai jenis gangguan jiwa yang salah satunya adalah skizofrenia.9

5
Pada umumnya jenis stresor psikososial yang dimaksud meliputi
permasalahan rumah tangga, problem orang tua, hubungan interpersonal,
pekerjaan, kondisi lingkungan, masalah ekonomi, keterlibatan masalah hukum,
adanya penyakit fisik yang kronis. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa
seseorang dapat mengalami konflik kejiwaan yang bersumber dari konflik internal
dan konflik eksternal. Tidak semua orang mampu menyelesaikan konflik yang
dialaminya sehingga orang tersebut jatuh dalam keadaan frustasi yang mendalam.
Sebagai kelanjutannya yang bersangkutan menarik diri (withdrawn), melamun
(day dreaming), hidup dalam dunianya sendiri yang lama-kelamaan timbullah
gejala-gejala berupa kelainan jiwa misalnya halusinasi, waham dan lain
sebagainya. Yang bersangkutan tidak lagi mampu menilai realitas (reality testing
ability-RTA, terganggu) dan pemahaman diri (insight) buruk, yang merupakan
perjalanan awal skizofrenia.9
2.4 Tanda dan Gejala
Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan
jiwa (PPDGJ-III):5 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas
(dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang
jelas):
a) “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kualitasnya berbeda ; atau “thought insertion or withdrawal” = isi
yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya
diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan “thought
broadcasting”= isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
b) “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau “delusion of passivitiy” = waham tentang
dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang
”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke
pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus). “delusional perception” =
pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi
dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.

6
c) Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien pasein
di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis
suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
mahluk asing dan dunia lain).
e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-
valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu
minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme.
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan
stupor.
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan
penarikan diri secara sosial.

7
2.5 Diagnosis
a. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
b. Sebagai tambahan :
 Halusinasi dan/atau waham harus menonjol;
Suara – suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);
Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain – lain
perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;
Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of
control), dipengaruhi (deusion of influence), atau “passivity” (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar – kejar beraneka ragam, adalah yang paling
khas;
 Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.4

2.6 Diagnosis Banding


 Gangguan waham menetap
 Gangguan akibat pemakaian zat psikoadiktif
 Gangguan mood
 Gangguan kepribadian

2.7 Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Penegakan prognosis dapat menghasilkan dua kemungkinan, yaitu
a. Prognosis positif, apabila didukung oleh beberapa aspek berikut, seperti: onset
terjadi pada usia yang lebih lanjut, faktor pencetusnya jelas, adanya kehidupan
yang relatif baik sebelum terjadinya gangguan dalam bidang sosial, pekerjaan, dan
seksual, fase prodromal terjadi secara singkat, munculnya gejala gangguan mood,
adanya gejala positif, sudah menikah, dan adanya sistem pendukung yang baik.
b. Prognosis negatif, dapat ditegakkan apabila muncul beberapa keadaan seperti
berikut: onset gangguan lebih awal, factor pencetus tidak jelas, riwayat kehidupan
sebelum terjadinya gangguan kurang baik, fase prodromal terjadi cukup lama,

8
adanya perilaku yang autistik, melakukan penarikan diri, statusnya lajang,
bercerai, atau pasangannya telah meninggal, adanya riwayat keluarga yang
mengidap skizofrenia, munculnya gejala negatif, sering kambuh secara berulang,
dan tidak adanya sistem pendukung yang baik.3

2.8 Terapi
Skizofrenia diyakini merupakan interaksi dari tiga factor (biogenik-psikogenik-
sosiogenik) maka pengobatan gangguan skizofrenia juga diarahkan pada ketiga
faktor tersebut yaitu somatoterapi, psikoterapi, dan sosioterapi. Dengan kata lain,
tidak ada pengobatan tunggal yang dapat memperbaiki keanekaragaman gejala
dan disabilitas berkaitan dengan skizofrenia, tetapi harus dilakukan secara
komprehensif.3
a. Somatoterapi
Sasaran utama somatoterapi adalah tubuh manusia dengan harapan pasien
akan sembuh melalui reaksi holistik. Somatoterapi yang umum dilakukan adalah
psikofarmaka dan ECT (Electroconvulsive Therapy). Psikofarmaka atau disebut
obat neuroleptika/antipsikotika dibedakan menjadi dua golongan tipikal
(konvensional) dan golongan atipikal (generasi kedua). Dasar pemilihan suatu
jenis psikofarmaka adalah atas pertimbangan manfaat dan resiko secara individual
yang mencakup farmakokinetik dan farmakodinamik. Semua antipsikotik yang
saat ini tersedia (tipikal maupun atipikal) adalah bersifat antagonis reseptor
dopamni D2 dalam mesokortikal. Blokader reseptor D2 ini cenderung
menyebabkan symptom ekstrapiramidal walaupun secara umum golongan atipikal
mempunyai resiko efek samping neurologik yang lebih rendah (dibandingkan
antipsikotik tipikal).3
Antipsikotik golongan atipikal dengan efek samping neuromotorik relatif
sedikit tersebut merupakan suatu kemauan terapi terhadap skizofrenia. Meskipun
demikian tetap harus dipertimbangkan bahwa efek samping lain yang tidak
diinginkan dari golongan atipikal tersebut yaitu peningkatan berat badan,
hiperprolaktinemia, hiperglikemia, dan dislipidemia. Akibat kurang baik lainnya
seperti dislipidemia, ketoasidosis diabetika, diabetes melitus, dan perubahan

9
elektrokardiografi (EKG) serta resiko kanker payudara akibat hiperprolaktinemia
juga telah dicatat pada penggunaan antipsikotik atipikal.3
Antipsikotik dibedakan atas: 5
 Antipsikotik tipikal (antipsikotik generasi pertama)
 Klorpromazin
 Flufenazin
 Tioridazin
 Haloperidol
 Antipsikotik atipikal (antipsikotik generasi kedua)
Klozapin
Olanzapin
Risperidon
Quetapin
Aripiprazol
Pemakaian antipsikotik dalam menanggulangi skizofrenia telah mengalami
pergeseran. Bila mulanya menggunakan antipsikotik tipikal, kini pilihan beralih
ke antipsikotik atipikal, yang dinyatakan lebih superior dalam menanggulangi
simtom negatif dan kemunduran kognitif. Adanya perbedaan efek samping yang
nyata antara antipsikotik atipikal dan antipsikotik tipikal.
Antipsikotik atipikal:
 Menimbulkan lebih sedikit efek samping neurologis.
 Lebih besar kemungkinan dalam menimbulkan efek samping metabolik, misalnya
pertambahan berat badan, diabetes mellitus, atau sindroma metabolik.
Penanggulangan memakai antipsikotik diusahakan sesegera mungkin, bila
memungkinkan secara klinik, karena eksaserbasi psikotik akut melibatkan distres
emosional, perilaku individu membahayakan diri sendiri, orang lain, dan merusak
sekitar. Individu terlebih dahulu menjalani pemeriksaan kondisi fisik, vital signs,
dan pemeriksaan laboratorium dasar, sebelum memperoleh antipsikotik.3
Jenis intervensi somatogenik selain psikofarmaka adalah ECT. Bagaimana
sebenarnya cara kerja ECT sehingga dapat menyembuhkan penderita gangguan
jiwa sampai sekarang belum diketahui pasti walaupun beberapa teori telah

10
diajukan dimana ada yang berorientasi secara organik tetapi ada juga yang tidak
berorientasi organik.
b. Psikoterapi
Terapi psikososial dimaksudkan agar pasien skizofrenia mampu kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri,
mandiri, serta tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat). Termasuk
dalam terapi psikososial adalah terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi
kelompok, dan psikoterapi individual.3

11
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Muhammad Safrian
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 22/08/1989
Umur : 29 Tahun
Alamat : Lhong, Aceh besar
Status Pernikahan : Belum menikah
Pekerjaan : Petani
Pendidikan Terakhir : SLTP
Agama : Islam
Suku : Aceh
TMRS : 27/08/2018
Tanggal Pemeriksaan : 15/09/2018

II RIWAYAT PSIKIATRI
Data diperoleh dari:
1. Rekam medis : 07038
2. Autoanamnesis : Pasien
3. Alloanamnesis : Adik pasien

A. Keluhan Utama
Pasien dibawa karena adanya percobaan bunuh diri dan gelisah
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Autoanamnesis:
Pasien mengaku dirinya dibawa ke rumah sakit oleh keluarganya setelah
jatuh dari sepeda motor. Saat di perjalanan, pasien dibonceng oleh adiknya dan
berusaha melompat dari motor. Pasien menyangkal bahwa ini tindakan percobaan
bunuh diri. Pasien melompat dari motor setelah mendegar suara yang muncul
dalam hatinya dan menyuruh pasien untuk melompat. Setelah melompat, pasien

12
seperti kerasukan tidak menentu dan mengeluarkan gerakan-gerakan yang tidak
wajar seperti sedang merajah orang. Pasien mengatakan tokoh agama sedang
masuk ke dalam tubuhnya untuk menyembuhkan dan memberikan pertolongan
terhadap orang lain. Pasien tidak melihat sosok orang tersebut tetapi dapat
merasakan suaranya didalam hatinya. Pasien merasa memiliki kekuatan untuk
mengendalikan dunia. Pasien juga meyakini memiliki hubungan yang sangat
dekat dengan Nabi Muhammad. Kelebihan ini dimilikinya melalui perantara
ibunya yang sudah meninggal. Dengan kelebihan ini, pasien merasa bisa
mengendalikan dunia dan doanya cepat terkabul. Pasien juga sering bermimpi jika
akan terjadi bencana-bencana besar dimuka bumi ini, seperti gempa dan tsunami
di Palu. Pasien sudah mengetahuinya terlebih dahulu sebelum bencana itu terjadi.
dan bisa berhubungan langsung secara dekat dengan Nabi Muhammad. Pasien
mengatakan sudah empat kali dirawat di RSJ sebelumnya. Pertama sekali pasien
dirawat di RSJ akibat depresi pasca tsunami. Pasien kembali dirawat pada tahun
2011. Pasien dirawat karena berbicara kacau tanpa henti dan gaduh gelisah. Pada
tahun 2018 bulan April, pasien kembali dirawat karena mengamuk, memukul
warga dan telanjang. Pasien merasa dirinya tidak sakit dan merasa jadi sakit ketika
dirawat di RSJ. Pasien tidak pernah mendengar bisikan-bisikan. Riwayat trauma (-
), penggunaan napza (+), merokok (+).

Alloanamnesis:
Pasien dibawa oleh keluarga dengan keluhan adanya percobaan bunuh diri
dan mengamuk. Pasien berusaha lompat dari sepeda motor ketika dibonceng oleh
adiknya untuk dibawa ke Puskesmas. Pasien juga dikeluhkan tidak dapat tidur
pada malam hari, banyak bicara. Pembicaraan kacau dan sulit dihentikan. Pasien
juga suka keluyuran dan bertelajang di tengah jalan. Pasien tidak mau minum obat
2

C. Riwayat Penyakit Sebelumnya


1. Riwayat psikiatrik: Pasien pernah dirawat di RSJ Aceh pada tahun
2008, 2011, april 2018
2. Riwayat penyakit medis umum: Disangkal
3. Riwayat merokok : Ada
4. Penggunaan napza: Ada (tahun 2007)

13
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga mengaku ayah pasien dan kakak pasien mengalami keluhan dan
penyakit yang sama. Saat ini ayah pasien sedang dirawat di RSJ Banda
Aceh Balee Mawar.

E. Riwayat Pengobatan
Pasien mengkonsumsi obat-obatan dari poliklinik psikiatri tetapi tidak
rutin meminum obat.

F. Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang pria dewasa yang belum menikah. Pasien
merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara dan saat ini tinggal sendiri di
rumah bersama saudaranya. Ibu pasien sudah lama meninggal. Pasien dulunya
bekerja membantu keluarga di sawah.

G. Riwayat Pendidikan
Pendidikan pasien terakhir SLTP

H. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat perinatal : Normal
2. Riwayat masa bayi : Normal
3. Riwayat masa anak : Pasien pribadi yang pendiam dan tidak
terlalu banyak teman. Pasien mengatakan pada saat sekolah dasar
sering diejek oleh teman sebayanya dan pasien kurang menyenangi
kehidupannya di sekolah. Pasien tidak ingat penyebab dirinya diejek.
Pasien juga mengaku memiliki penyakit dibagian kepala nya dari usia
2 hingga 8 tahun. Pasien mengatakan sakitnya akibat diguna-diguna.
Informasi ini diketahui pasien dari ibunya langsung. Ibunya membawa
pasien ke berbagai tokoh agama untuk menyembuhkan pasien.
4. Riwayat masa remaja : Menurut pasien masa remajanya biasa-
biasa saja seperti remaja lainnya. Selain bersekolah, pasien membantu
orang tua di sawah. Menurut keluarga pasien belum pernah

14
mengalami kelainan sebelumnya dan mulai terlihat aneh setelah putus
dari pacarnya.
5. Riwayat masa dewasa : Pasien belum menikah dan berencana ingin
membina sebuah keluarga setelah keluar dari RSJ.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Internus
1. Kesadaran : Compos Mentis
2. Tekanan Darah : 120/70 mmHg
3. Frekuensi Nadi : 87 x/ menit
4. Frekuensi Napas : 20 x/ menit
5. Temperatur : Afebris

B. Status Generalisata
1. Kepala : Normocephali (+)
2. Leher : Distensi vena jugular (-), pembesaran KGB (-)
3. Paru : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
4. Jantung : BJ I >BJII , bising (-), iktus cordis di ICSV Linea
midclavicular sinistra
5. Abdomen : Asites (-), hepatomegali (-), nyeri tekan (-)
6. Ekstremitas
Superior : Sianosis (-/-), ikterik (-/-) tremor (-/-)
Inferior : Sianosis (-/-), ikterik (-/-) tremor (-/-)
7. Genetalia : Tidak diperiksa
C. Status Neurologi
1. GCS : E4V5M6
2. Tanda rangsangan meningeal : (-)
3. Peningatan TIK : (-)
4. Mata : Pupil isokor (+/+), Ø3mm/3mm,
RCL (+/+), RCTL (+/+)
5. Motorik : Dalam batas normal
6. Sensibilitas : Dalam batas normal

15
7. Fungsi luhur : Dalam batas normal
8. Gangguan khusus : Tidak ditemukan

IV. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan : Rapi, sesuai usia
2. Kebersihan : Pasien cukup bersih
3. Kesadaran : Compos mentis
4. Perilaku & Psikomotor : Normoaktif
5. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif
B. Mood dan Afek
1. Mood : Hipotimik
2. Afek : Terbatas
3. Keserasian Afek : Serasi

C. Pembicaraan
Spontan

D. Pikiran
1. Arus pikir
 Koheren : (+)
 Inkoheren : (-)
 Neologisme : (-)
 Sirkumstansial : (-)
 Tangensial : (-)
 Asosiasi longgar : (-)
 Flight of idea : (-)
 Blocking : (-)

2. Isi pikir
 Banyak Ide
 Waham
1. Waham Bizzare :(-)

16
2. Waham Somatik :(-)
3. Waham Erotomania :(-)

4. Waham Paranoid
 Waham Persekutor : (+)
 Waham Kebesaran : (+)
 Waham Referensi : (-)
 Waham Dikendalikan : (-)
 Thought
1. Thought Echo : (+)
2. Thought Withdrawal : (-)
3. Thought Insertion : (+)
4. Thought Broadcasting :(-)

E. Persepsi
1. Halusinasi
 Auditorik : (-)
 Visual : (-)
 Olfaktorius : (-)
 Taktil : (-)
2. Ilusi : (-)

F. Intelektual
1. Intelektual : Tidak terganggu
2. Daya konsentrasi : Tidak terganggu
3. Orientasi
 Diri : Baik
 Tempat : Baik
 Waktu : Baik
4 Daya ingat
 Seketika : Baik
 Jangka Pendek : Baik

17
 Jangka Panjang : Baik
5 Pikiran Abstrak : Baik

H. Daya nilai
 Normo sosial : Baik
 Uji Daya Nilai : Baik

I. Pengendalian Impuls: Baik


J. Tilikan : T1
K. Taraf Kepercayaan : Tidak Dapat dipercaya

V. RESUME
Pasien merupakan seorang pria dewasa yang belum menikah. Pasien
merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara dan saat ini tinggal dengan saudara
kandungnya. Ayah dan kakak pasien juga mengalami penyakit yang sama. Pasien
dulunya bekerja sebagai petani membantu orang tua. Hubungan pasien dengan
keluarga cukup baik.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan
darah 120/70 mmHg, frekuensi nadi 87 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit,
temperatur afebris. Hasil pemeriksaan umum didapatkan dalam batas normal.
Pada pemeriksaan status mental, tampak seorang pria, berpenampilan rapi,
sesuai usia, aktivitas psikomotor: normoaktif, sikap terhadap pemeriksa:
kooperatif, mood: hipotimik, afek: terbatas, keserasian afek:serasi, pembicaraan:
spontan, arus pikir: koheren, isi pikir: banyak ide, waham kejar (+), waham
kebesaran (+), thought of insertion (+), thought of echo (+). Pasien mengalami
tilikan T1dengan taraf kepercayaan tidak dapat dipercaya.

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. F20.0 Skizofrenia paranoid
2. F22. Gangguan waham menetap
3. Epilepsi dan psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan

18
VII. DIAGNOSIS KERJA
F20.0 Gangguan skizofrenia paranoid

VIII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Axis I : Gangguan skizofrenia paranoid
Axis II : Tidak ada diagnosis
Axis III : Tidak ada diagnosis
Axis IV : Masalah psikososial dan keluarga
Axis V : GAF 40-31

IX. TATALAKSANA
A. Farmakoterapi
Haloperidol 5 mg 2x1
Trihexylphenidil 2 mg 2x1
Clozapin 100mg 1x1 (malam)
B. Terapi Psikososial
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya dan
menjelaskan mengenai penggunaan obat yang tidak boleh putus.
2. Meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri
sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal.
3. Menjelaskan kepada keluarga & orang disekitar pasien mengenai
kondisi pasien dan meyakinkan mereka untuk selalu memberi
dukungan kepada pasien agar proses penyembuhannya lebih baik.

X. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad malam

19
Tanggal Evaluasi Terapi
27 Agustus S/ Percobaan bunuh diri dan gelisah Inj. Lodomer 5 mg/IM
2018 (IGD) O/Penampilan: Pria, sesuai usia, rapi Inj. Diazepam 5 mg/IM
dan bersih
Kesadaran : compos mentis
Sikap : tidak kooperatif
Psikomotor : hipertimik
Mood :Hipertimik
Afek: Terbatas
Pembicaraan : spontan
Arus pikir : koheren
Isi pikir :Banyak Ide
Persepsi :Halusinasi auditorik (-)
Halusinasi visual (-), Ilusi (-)
Tilikan : T1
A/ Gangguan skizofrenia paranoid
15 Sept 2018 S/ Pasien tenang & kooperatif. Tidur Haloperidol 5 mg 2x1
malam (+), pasien merasa tidak sakit Trihexylphenidil 2 mg 2x1
dan tambah sakit ketika mengonsumsi Clozapin 100mg 1x1 (malam)
obat.
O/Penampilan: Pria, sesuai usia, rapi
dan bersih
Kesadaran : compos mentis
Sikap :kooperatif
Psikomotor :Normoakitf
Mood :hipotimik
Afek: terbatas
Keserasian: Serasi
Pembicaraan : spontan
Arus pikir : koheren
Isi pikir : Banyak Ide
Persepsi :Halusinasi auditorik (-),

20
Halusinasi visual (-), Ilusi (-)
Tilikan : T1
A/Gangguan skizofrenia paranoid

21
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil autoanamnesis dan aloanamnesis terhadap pasien dan
keluarganya didapatkan pasien dengan keluhan perilaku hiperaktif, terlalu banyak
bicara, biacara kacau, sulit tidur malam hari disertai mood hipertimik pada saat
pasien diantar ke IGD. Saat ini pasien sudah tenang dan kooperatif terhadap
pemeriksa. Pasien memiliki kepercayaan yang tidak rasional bahwa pasien
memiliki hubungan yang dekat dengan Nabi Muhammad, mampu melindungi
dunia, memimpikan suatu bencana di bumi sebelum kondisi itu terjadi. Pasien
juga merasa sering dimasuki tubuh nya oleh tokoh agama untuk melindungi bumi,
manusia, dan membantu orang yang diguna-guna. Pasien merasa dirinya dan
keluarganya pernah diguna-guna oleh orang lain. Selain itu, pasien mengaku
bahwa tokoh agama itu sering berbisik-bisik di dalam hatinya.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan mood
hipotimik, perilaku normoaktif, waham kejar (+), waham kebesaran (+), thought
of insertion (+), thought of echo (+). Kondisi ini sudah berlangsung sejak tahun
2011 dan sering kambuh karena pasien tidak patuh dalam meminum obat. Oleh
karena itu pasien ini didiagnosis gangguan skizofrenia paranoid karena memenuhi
kriteria diagnostik berdasarkan PPDGJ III.
Pasien ini mendapatkan terapi Haloperidol 5 mg 2x1, Trihexylphenidil 2
mg 2x, Clozapin 100mg 1x1 (malam). Haloperidol, clozapin sebagai antipsikotik,
sedangkan trihexyphenidil merupakan antikolinergik yang berfungsi untuk
mengurangi efek samping haloperidol berupa ekstrapiramidal sindrom.

22
BAB V
KESIMPULAN

Gangguan skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang bersifat kronis


atau kambuh ditandai dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran,
emosi dan perilaku pasien yang terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan
dengan adanya gejala fundamental (atau primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran
yang ditandai dengan gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi.
Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia
16 sampai 25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan, skizofrenia biasanya
mulai diidap pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini cenderung
menyebar di antara anggota keluarga sedarah
Simptom utama dari skizofrenia paranoid adalah delusi persecusion dan
grandeur, di mana individu merasa dikejar-kejar. Hal tersebut terjadi karena
segala sesuatu ditanggapi secara sensitif dan egosentris seolah-olah orang lain
akan berbuat buruk kepadanya. Oleh karena itu, sikapnya terhadap orang lain
agresif. Delusi tersebut diperkuat oleh halusinasi penglihatan dan pendengaran.
Hal-hal tersebut juga bisa mendorong penderita untuk membunuh orang lain atau
sebaliknya bunuh diri, sebagai usahanya untuk menghindari delusi persecusion.
Skizofrenia diyakini merupakan interaksi dari tiga factor (biogenik-
psikogenik-sosiogenik) maka pengobatan gangguan skizofrenia juga diarahkan
pada ketiga faktor tersebut yaitu somatoterapi, psikoterapi, dan sosioterapi
Sasaran utama somatoterapi adalah tubuh manusia dengan harapan pasien
akan sembuh melalui reaksi holistik. Somatoterapi yang umum dilakukan adalah
psikofarmaka dan ECT (Electroconvulsive Therapy). Psikofarmaka atau disebut
obat neuroleptika/antipsikotika dibedakan menjadi dua golongan tipikal
(konvensional) dan golongan atipikal (generasi kedua).

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Patel KR. Overview and treatment options of schizophrenia. P & T. 2014:


39(9).
2. Owen MJ et al. Schizophrenia. Lanceti. 2016: 388(10039): 86-97.
3. Fellner C. New schizoprhenia treatments address unmet clinical needs. P & T.
2017; 42(2): 130-134.
4. Jibson MD. 2011. Schizophrenia:Clinical presentation, epidemiology,
andpathophysiology. http://www.uptodate.com. Diakses: 10 Oktober 2015.
5. Lioyd J et al. Treatment outcomes in schizophrenia: qualitative study of th
views of family carers. BMC Psychiatry. 2017; 17: 266.
6. American Psychiatric Association. Diagnosis dan Statistical Manual of
Mental disorders (DSM IV TM). American Psychological Association
(APA): Washington DC. 1996.
7. Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J.A. 2010. Sinopsis Psikiatri.
8. Muslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa rujukan dari PPDGJ III dan
DSM 5. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. Jakarta. 2013.

24

You might also like