Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing :
Oleh :
G1A215059
UNIVERSITAS JAMBI
2017
Chronic Kidney Disease
PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik adalah penurunan faal ginjal yang terjadi secara menahun dan
umumnya bersifat irreversible dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan
internalnya yang berlangsung dari perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat
yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap sehingga mengakibatkan
penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) berakibat ginjal tidak dapat memenuhi
kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi yang menimbulkan respon sakit. Penurunan ini cukup
berat sehingga menimbulkan gejala seperti uremia. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal,
diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60
ml/menit/1,73m².
Menurut National Kidney Foundation kriteria penyakit ginjal kronik adalah:
2. LGF <60 ml/menit per 1,73 m2luas permukaan tubuh selama >3 bulan, dengan atau
tanpa kerusakan ginjal
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi didasarkan atas dua hal yaitu, atas
dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat
penyakit tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah
kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan
penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang
sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan
stadium 5 adalah gagal ginjal (Perazella, 2005).
KLASIFIKASI
Klasifikasi gagal ginjal kronik didasarkan atas 2 hal yaitu atas dasar derajat penyakit
dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar
LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
Creatinin clearance test (ml/mnt) = (140-umur)x BB
Wanita: x 0,85
Tranfusi Darah
• Deskripsi :
– Pengganti darah merah endap (packed red cell) saat memerlukan transfusi
• Deskripsi :
– Volume 150-250 ml eritrosit dengan jumlah plasma yang minimal
– Hb ± 20 g/100 dl ( ≥ 45 g/unit)
– Hct 55-75%
• Indikasi :
– Pengganti sel darah merah pada anemia
– Anemia karena perdarahan akut ( setelah resusitasi cairan kristaloid atau koloid)
• Perhatian :
– Resiko infeksi dan cara penyimpanan sama dengan WB
– Pemberian sama dengan WB
– Penambahan infus cairan NS 50-100 ml dengan infus set-Y memperbaiki aliran
tranfusi
– Waktu tranfusi maksimal 4 jam kecuali pasien dengan Congestive Heart Failure,
AKI ( Acute Kidney Injury dan Chronic Kidney Disease)
• Indikasi :
– Tranfusi masif pada neonatus sampai usia < 1 tahun
– Tranfusi intrauterin
– Penderita dengan anti-IgA atau defisiensi IgA dengan riwayat alergi tranfusi berat
– Riwayat reaksi tranfusi berat yang tidak membaik dengan pemberian premedikasi
• Kontraindikasi :
– Defisiensi IgA yang belum pernah mendapat tranfusi komponen darah ( eritrosit,
plasma,trombosit)
– Defisiensi IgA yang tidak pernah mengalami reaksi alergi terhadap komponen
darah sebelumnya
– Belum diketahui mempunyai antibodi anti IgA
– Tidak pernah mengalami reaksi tranfusi berat terhadap eritrosit
TC (Trombocyte Concentrates)
• Indikasi :
– Perdarahan akibat trombositopenia atau gangguan fungsi trombosit
– Profilaksis perdarahan pada pre operatif dengan trombosit kurang atau sama
dengan 50.000/microliter, kecuali operasi trepanasi dan cardiovaskuler kurang
atau sama dengan 10.000 microliter
– Pencegahan perdarahan karena trombositopenia ( gangguan sumsum tulang)
kurang dari 10.000/micro liter
– Pada dewasa 60-70kg, 1 unit platelet (dari 4-6 donor) mengandung 240 x 109
trombosit meningkatkan trombosit 20-40 x 109/L
– Peningkatkan trombosit kurang efektif nila terdapat kondisi-kondisi seperti
splenomegali, DIC dan sepsis
• Indikasi :
Defisiensi faktor koagulasi ( penyakit hati, overdosis antikoagulan-warfarin, kehilangan
faktor koagulasi pada penerima tranfusi dalam jumlah besar)
Dosis : awal 10-15 ml/kgbb
Cryoprecipitate
• Indikasi :
o Alternatif terapi F VIII konsentrat pada defisiensi :
• Faktor non Willebrand ( von Willenbrand’s disease)
• Faktor VIII ( hemofilia A)
• Faktor XIII
o Sumber fibrinogen pada gangguan koagulopati dapatan misalnya DIC
Terapi Cairan
Ditinjau dari segi banyaknya defisit cairan dan elektrolit yang hilang, maka dehidrasi
dapat dibagi atas :
1. Dehidrasi ringan (defisit 4%BB)
2. Dehidrasi sedang (defisit 8%BB)
3. Dehidrasi berat (defisit 12%BB)
Cara rehidrasi yaitu hitung cairan dan elektrolit total (rumatan + penggantian defisit)
untuk 24 jam pertama. Berikan separuhnya dalam 8 jam pertama dan selebihnya dalam
16 jam berikutnya.
Rumus untuk menghitung defisit elektrolit :
o Defisit natrium (mEq total) = (Na serum yang diinginkan – Na serum sekarang)
x 0,6 x BB (kg)
o Defisit Kalium (mEq total) = (K serum yang diinginkan [mEq/liter] – K serum
yang diukur) x 0,25 x BB (kg)
o Defisit Klorida (mEq total) = (Cl serum yang diinginkan [mEq/liter] – Cl serum
yang diukur) x 0,45 x BB (kg)
Koreksi Albumin
Koreksi defisit
Maintenance (M)
M = 2 cc/KgBB/jam
EBV : 65 x BB
EBL : 20% x EBV
Kebutuhan cairan selama operasi :
IWL = ( 15 x BB)
24 jam
Dengan suhu tubuh normal, jika terdapat kenaikan suhu :
[(10% x CM)x jumlah kenaikan suhu] + IWL normal
24 jam
Sepsis
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi sebagai manifestasi proses
inflamasi imunologi karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan
produk mikroorganisme (Guntur, 2007). Sepsis merupakan puncak dari interaksi yang
kompleks antara mikroorganisme penyebab infeksi, imun tubuh, inflamasi, dan respon
koagulasi (Hotchkiss et.al., 1999).
Untuk mencegah timbulnya kerancuan, disepakati standarisasi terminologi. Pada
bulan Agustus 1991, telah dicapai konsensus oleh ACCP/SCCM yang menghasilkan
beberapa pengertian di bawah ini , antara lain:
1. Infeksi, respon inflamasi akibat adanya mikroorganisme pada jaringan yang
seharusnya steril.
2. Bakteriemia, adanya bakteri hidup dalam darah.
3. Systemic Inflammatory Response Syndrome (sindroma reaksi inflamasi sistemik =
SIRS), merupakan reaksi inflamasi masif sebagai akibat dilepasnya berbagai
mediator secara sistemik yang dapat berkembang menjadi disfungsi organ atau
Multiple Organ Dysfunction (MOD).
4. Sepsis, yaitu keadaan SIRS yang disertai dengan positif infeksi.
5. Severe sepsis (sepsis berat), sepsis disertai disfungsi organ, yaitu kelainan
hipotensi (tekanan sistolik <90mmHg atau terjadi penurunan >40mmHg dari
keadaan sebelumnya tanpa disertai penyebab dari penurunan tekanan darah yang
lain). Hipoperfusi atau kelainan perfusi ini meliputi timbulnya asidosis laktat,
oligouria atau perubahan akut status mental.
6. Syok septik, sepsis dengan hipotensi walaupun sudah dilakukan resusitasi cairan
yang adekuat tetapi masih didapatkan gangguan perfusi jaringan.
7. Multiple Disfunction Organ Syndrome (MODS) .
Menurut Griffiths dan Iain (2009), berdasarkan tanda klinis seperti yang telah
disebutkan di atas, maka untuk menyatakan seseorang mengalami sepsis adalah bila
ditemukan adanya positif infeksi dan terdapat dua atau lebih gejala umum sebagai
berikut:
1. Hipertermia > 38°C atau hipotermia < 36°C;
2. Takikardia > 90 kali/menit;
3. Takipnea > 20 kali/menit atau PaCO2 < 4,3 kPa;
Syok Septik
Sepsis dengan hipotensi walaupun telah dilakukan resusitasi cairan yang cukup dan masih
tetap terdapat gangguan perfusi berupa asidosis laktat, oligouria dan gangguan perfusi berupa
asidosis laktat, oligouria dan gangguan mental akut. Pasien dengan obat inotropik dan
vasopresos dapat tidak memberikan gambaran hipotensi daat terjadi gangguan perfusi